Organisasi Negara dan Lembaga Lembaga Ne

Organisasi Negara dan Lembaga-Lembaga Negara
Dalam perkembangan sejarah , teori dan pemikiran tentang
pengorganisasian kekuasaan dan tentang organisasi negara berkembang sangat
pesat.variasi struktur dan fungsi organisasi dan institusi-institusi kenegaraaan itu
berkembang dalam banyak ragam dan bentuknya, baik di tingkat pusat atau
nasional maupun di tingkat daerah atau lokal.Sebelum abad ke-19,sebagai reaksi
terhadap kuatnya cengkraman kekuasaan para raja di Eropa, timbul revolusi
diberbagai negara yang menuntut kebebasan lebih bebas bagi rakyat dalam
menghadapi penguasa negara. Ketika itu,berkembang luas pengertian bahwa “the
least government is the best government?” menurut doktrin nachwachtersstaat.
Enam tipe organisasi oleh Gerry Stoker ,yaitu:
1.

Tipe pertama adalah organ yang bersifat central government’s arm’s length
agency;

2.

Tipe kedua, organ yang merupakan local authority implementation agency;

3.


Tipe ketiga, organ atau institusi sebagai public/private partnership organitation;

4.

Tipe keempat,organ sebagai user-organitation;

5.

Tipe kelima,organ merupakan intergovernmental forum;

6.

Tipe keenam, organ yang merupakan Joint Boards.
Menurut Gerry Stoker,
“both central and local government have encouraged experimentation with nonelected forms of government as a way encouraging the greater involvement of
major private corporate sector companies, banks and building societies in dealing
with problems of urban and economic decline.”
Di tingkat pusat atau nasional, di berbagai negara di dunia dewasa ini
tumbuh cukup banyak variasi bentuk-bentuk organ atau kelembagaan negara atau


pemerintahan yang deconcentrated dan decentralized. R. Rhodes, dalam bukunya,
menyebut hal ini intermediate institusions.Menurut R.Rhodes, lembaga-lembaga
seperti ini mempunyai tiga peran utama.
1.

Pertama, lembaga-lembaga tersebut mengelola tugas yang diberikan pemerintah
pusat dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan berbagai lembaga lain
(coordinate the activities of the various other agencies). Misalnya , Regional
Departement of the Environment Offices melaksanakan program housing
investment dan mengkoordinasikan berbagai usaha real-estate diwilayahnya.

2.

Kedua, melakukan pemantauan (monitoring) dan memfasilitasi pelaksanaan
berbagai kebijakan atau policies pemerintah pusat.

3.

Ketiga, mewakili kepentingan daerah dalam berhadapan dengan pusat.

Sebenarnya, secara sederhana, istilah organ negara atau lembaga negara dapat
dibedakan dari perkataan organ atau lembaga swasta, lembaga masyarakat, atau
yang biasa disebut Ornop atau Organisasi Non pemerintah yang dalam bahasa
Inggris

disebut

Non-Government

Organization

atau

Non-Government

Organizations (NGO’s). Oleh sebab itu, lembaga negara itu dapat berada dalam
ranah legislatif, eksekutif, yudikatif, ataupun yang bersifat campuran.
Konsepsi tentang lembaga negara ini dalam bahasa Belanda biasa
disebut staatsorgaan. Dalam bahasa Indonesia hal itu identik dengan lembaga
negara, badan negara, atau disebut juga dengan organ negara.Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI 1997), kata “lembaga” diartikan sebagai (i) asal mula
atau bakal (yang akan menjadi sesuatu); (ii) bentuk asli (rupa,wujud); (iii)
acuan,ikatan; (iv) badan atau organisasi yang bertujuan melakukan penyelidikan
keilmuan atau melakukan suatu usaha; dan (v) pola prilaku yang mapan yang
terdiri atas interaksi sosial yang terstruktur.

Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga pemerintahan,
lembaga pemerintahaan non-departemen, atau lembaga negara saja. Ada yang
dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD, ada pula yang
dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari UU, dan bahkan ada pula yang
hanya

dibentuk

berdasarkan

Keputusan

Presiden.


Hirarki

atau

ranking

kedudukannya tentu saja tergantung pada derajat pengaturannya menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh UUD merupakan organ
konstitusi, sedangkan yang dibentuk berdasarkan U, sementara yang hanya
dibentuk karena keputusan presiden tentunya lebih rendah lagi tingkatan dan
derajat perlakuan hukum terhadap pejabat yang duduk didalamnya. Demikian pula
jika lembaga dimaksud dibentuk dan diberi kekuasaan berdasarkan Peraturan
Daerah, tentu lebih rendah lagi tingkatannya.
Karena warisan sistem lama, harus diakui bahwa di tengah masyarakat kita
masih berkembang pemahaman yang luas bahwa pengertian lembaga negara
dikaitkan dengan cabang-cabang kekuasaan tradisional legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Lembaga negara dikaitkan dengan pengertian lembaga yang berada di
ranah kekuasaan legislatif disebut lembaga legislatif, yang berada di ranah
eksekutif disebut lembaga pemerintah, dan yang berada di ranah judikatif disebut

sebagai lembaga pengadilan.
Karena itu, sebelum perubahan UUD 1945, biasa dikenal adanya istilah
lembaga pemerintah, lembaga departemen, lembaga pemerintah non-departemen,
lembaga negara, lembaga tinggi negara, dan lembaga tertinggi negara. Dalam
hukum tata negara biasa dipakai pula istilah yang menunjuk kepada pengertian
yang lebih terbatas, yaitu alat perlengkapan negara yang biasanya dikaitkan dengan
cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial.

Dalam ilmu hukum, subjek hukum (legal subject) adalah setiap pembawa atau
penyandang hak dan kewajiban dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum.
Pembawa hak dan kewajiban itu dapat merupakan orang yang biasa disebut juga
natuurlijke persoon (menselijk persoon) atau bukan orang yang biasa disebut pula
dengan rechtspersoon. Rechtspersoon itulah yang biasa dikenal sebagai badan
hukum yang merupakan pesona ficta atau orang yang diciptakan oleh hukum
sebagai pesona (orang fiktif).
Mahkamah Agung Belanda dalam putusannya tanggal 16 Februari 1891
(W.6083) menyatakan bahwa penghinaan dalam hukum pidana tidak mungkin
kecuali hanya terhadap manusia (natuurlijke persoon). Akan tetapi, menurut Paul
Scholten, dalam bidang keperdataan, penghunaan dapat saja terjadi oleh dan
terhadap badan hukum yang berakibat penghinaan itu, badan hukum yang

bersangkutan dapat digugat per-data.
Di samping semua uraian tersebut di atas, yang juga penting dikemukakan ialah
bahwa setiap badan hukum yang dapat dikatakan mampu bertanggung-jawab
(rechtsbevoegheid) secara hukum, haruslah memiliki empat unsur pokok, yaitu:
1)

Harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan subyek hukum yang lain;

2)

Mempunyai tujuan ideal tertentu yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;

3)

Mempunyai kepentingan sendiri dalam lalu lintas hukum;

4)

Ada organisasi kepengurusannya yang bersifat teratur menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan peraturan internalnya sendiri.
Unsur kekayaan yang terpisah dan tersendiri dari pemilikan subyek hukum
lain, merupakan unsur yang paling pokok dalam suatu badan untuk disebut sebagai
badan hukum (legal entity) yang berdiri sendiri. Unsur kekayaan yang tersendiri itu
merupakan persyaratan penting bagi badan hukum yang bersangkutan (i) sebagai

alat baginya untuk mengejar tujuan pendirian atau pembentukannya. Kekayaan
tersendiri yang memiliki badan hukum itu ; (ii) dapat menjadi objek tuntutan dan
sekaligus menjadi; (iii) objek jaminan bagi siapa saja atau pihak-pihak lain dalam
mengadakan hubungan hukum dengan badan hukum yang bersangkutan.
Dengan adanya unsur keterpisahan harta ini, maka siapa saja yang menjadi
pendiri dan pengurus badan hukum serta pihak-pihak lain yang berhubungan
dengan badan hukum yang bersangkutan, haruslah benar-benar memisahkan antara
unsur pribadi beserta hak milik pribadi, dengan institusi dan harta kekayaan badan
hukum yang bersangkutan. Karena itu, perbuatan hukum pribadi orang yang
menjadi anggota atau pengurus badan hukum itu dengan pihak ketiga tidak
mempunyai akibat hukum terhadap harta kekayaan badan hukum yang sudah
terpisah tersebut. Menurut Arifin Soeria Atmadja, kekayaan badan hukum yang
terpisah itu, membawa akibat antara lain:
a.


Kreditur pribadi para anggota badan hukum yang bersangkutan tidak
mempunyai hak untuk menuntut harta kekayaan badan hukum tersebut;

b.

Para anggota pribadi tidak dapat menagih piutang badan hukum terhadap pihak
ketiga;

c.

Kompensasi

antara

hutang

pribadi dan hutang badan

hukum tidak


dimungkinkan;
d.

Hubungan hukum, baik persetujuan maupun proses antara anggota dan badan
hukum,dilakukan seperti halnya antara badan hukum dengan pihak ketiga;

e.

Pada kepalitan, hanya para kreditur badan hukum dapat menuntut harta
kekayaan yang terpisah.
Organisasi yang baik dan teratur biasanya selalu menjadikan anggaran dasar
sebagai konstitusi, anggaran rumah tangga, dan peraturan-peraturan keorganisasian
lainnya serta kode etika yang berlaku secara internal sebagai pegangan atau

rujukan dalam setiap kegiatan keorganisasian. Jika timbul permasalahan,
perbedaan pendapat, atau perselisihan antar pengurus atau anggota, di dalam
berbagai peraturan tersebut sudah diatur adanya mekanisme penyelesaian yang
dapat


dijadikan

rujukan.

perlu menyebabkan

Dengan

timbulnya

demikian,

perpecahan

perbedaan

organisasi

pendapat

yang

tidak

tidak
dapat

diselesaikan secara damai dan bermartabat sesuai dengan perangkat norma hukum
dan etika (rule of law ataupun rule of ethics) yang berlaku.
Dalam Kitab Undang-Undang Perdata, kriteria suatu lembaga atau organisasi
dapat dikatakan sebagai badan hukum atau bukan, tidaklah dirinci diatur. Titel XIX
Pasal

1653 Burgerlijk

Wetboek hanya

menyebut van

Zedelijke

lichaam atau rechtspersoon yang dalam bahasa indonesia biasa diterjemahkan
dengan perkumpulan. Menurut Arifin Soeria Atmaja, terjemahan zedelijke
lichaam dengan perkumpulan itu adalah keliru, karena menurut Fockema
Andreas, zedelijke lichaam itu identik dengan rechtspersoon.
Dalam pasal 1653 Burgerlijk Wetboek dinyatakan, “ Behalve de eigenlijke
maatschap erkent de wet ook vereenigingen van personen als zedelijke lichamen
het zij dezelve op openbaar gezag als zoodaniniginge-steld of ekend, het zij als
geoorlofd zijn toe gelaten, of aleen tot een bepaalde oog merk, niet strijdig met de
wetten of met de goede zeden, zijn zamengesteld”. Secara bebas, ketentuan pasal
1653 B.W. tersebut dapat diterjemahkan, “selain perseroan sejati, oleh undangundang dikenal pula perkumpulan-perkumpulan orang-orang sebagai badan
hukum, baik karena didirikan atau diakui oleh pemerintah sebagai pemegang
otoritas publik maupun karena telah diterima adanya atau karena telah berdiri
untuk maksud-maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang
atau kesusilaan yang baik”.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka dari segi pembentukannya, oleh
Arifin P. Soeria Atmadja, dikemukakan adanya tiga jenis badan hukum, yaitu:
1.

Badan hukum yang diadakan atau didirikan oleh pemerintah;

2.

Badan hukum yang diakui oleh pemerintah; dan

3.

Badan hukum dengan konstruksi perdata.

Lembaga Tinggi Negara
1)

Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) diatur dalam Bab III UUD 1945 yang
juga diberi judul “Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Bab III ini berisi dua pasal,
yaitu Pasal 2 yang terdiri atas tiga ayat, Pasal 3 yang juga terdiri atas 3 ayat;

2)

Presiden yang diatur keberadaannya dalam Bab III UUD 1945, dimulai dari ayat
4 (1) dalam pengaturan mengenai Kekuasaan Pemerintahan Negara yang berisi 17
Pasal;

3)

Wakil Presiden yang keberadaannya juga diatur dalam Pasal 4 yaitu pada ayat
(2) UUD 1945 itu menegaskan, “Dalam melakukan kewajibannya, Presiden
dibantu oleh satu orang Wakil Presiden”;

4)

Menteri dan Kementerian Negara yang diatur tersendiri dalam Bab V 1945,
yaitu pada pasal 17 ayat (1), (2), dan (3);

5)

Menteri Luar Negeri sebagai menteri triumvirat yang dimaksud oleh Pasal 8
ayat (3) UUD 1945, yaitu bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Pertahanan sebagai pelaksana tugas kepresidenan apabila terdapat
kekosongan dalam waktu yang bersamaan dalam jabatan Presiden dan wakil
presiden;

6)

Menteri Dalam Negeri sebagai triumvirat bersama-sama dengan Menteri Luar
Negeri dan Menteri Pertahanan menurut Pasal 8 ayat (3) UUD 1945;

7)

Menteri Pertahanan yang bersama-sama dengan Menteri Luar Negeri dan
Menteri Dalam Negeri ditentukan sebagai menteri triumvirat menurut Pasal 8 ayat
(3) UUD 1945. Ketiganya perlu disebut secara sendiri sendiri, karena dapat saja
terjadi konflik atau sengketa kewenangan konstitusional diantara sesama mereka,
atau antara mereka dengan menteri lain atau lembaga negara lain;

8)

Dewan Pertimbangan Presiden yang diatur dalam Pasal 16 Bab III tentang
Kekuasaan Pemerintahan Negara yang berbunyi, “Presiden membentuk suatu
dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan
kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang”;

9)

Duta seperti diatur dalam Pasal 13 ayat (1) dan (2);

10) Konsul seperti yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1);
11) Pemerintah Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud oleh Pasal 18 ayat (2), (3),
(5), (6) dan ayat (7) UUD 1945;
12) Gebenur Kepala Pemerintah Daerah seperti yang diatur dalam Pasal 18 ayat (4)
UUD 1945;
13) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, seperti yang diatur dalam Pasal 18
ayat (3) UUD 1945;
14) Pemerintah Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud oleh Pasal 18 ayat (2), (3),
(5),(6) dan ayat (7) UUD 1945;
15) Bupati Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten seperti yan g diatur dalam Pasal 18
ayat (4) UUD 1945;
16) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten seperti yang diatur dalam Pasal 18
ayat (3) UUD 1945;
17) Pemerintah Daerah Kota sebagaimana dimaksud oleh Pasal 18 ayat (2), (3), (5),
(6) dan ayat (7) UUD 1945;

18) Walikota Kepala Pemerintah Daerah Kota seperti yang diatur dalam Pasal 18 ayat
(4) UUD 1945;
19) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota seperti yang diatur oleh Pasal 18 ayat (3)
UUD 1945;
20) Satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus atau istimewa seperti
dimaksud oleh Pasal 18B ayat (1) UUD 1945, diatur dengan undang-undang.
Karena kedudukannya yang khusus dan diistimewakan, satuan pemerintahan
daerah yang bersifat khusus atau istimewa diatur tersendiri oleh UUD 1945.
Misalnya, status Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintahan Daerah
Otonomi Khusus Nangro Aceh Darussalam dan Papua, serta Pemerintahan Daerah
Khusus Ibukota Jakarta. Ketentuan mengenai kekhususan atau keistimewaannya
itu diatur oleh undang-undang. Oleh karena itu pemerintahan daerah yang
demikian ini perlu disebut secara tersendiri sebagai lembaga atau organ yang
keberadaannya diakui dan dihormati oleh negara.
21) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diatur dalam Bab VII UUD 1945 yang
berisi Pasal 19 sampai dengan Pasal 22B;
22) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang diatur dalam Bab VIIA yang terdiri atas
Pasal 22C dan Pasal 22D;
23) Komisi Penyelenggaraan Pelimu yang diatur dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945
yang menentukan bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan oleh suatu
komisi yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Nama “Komisi Pemilihan
Umum” bukanlah nama yang ditentukan oleh UUD 1945, melainkan oleh UndangUndang;
24) Bank Sentral yang disebut eksplisit oleh Pasal 23D, yaitu “Negara memiliki suatu
bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan
independensinya diatur dengan undang-undang”. Seperti halnya dengan Komisi

Pemilihan Umum, UUD 1945 belum menentukan nama bank sentral yang
dimaksud. Memang benar, nama bank sentral sekarang adalah Bank Indonesia.
Tetapi, nama Bank Indonesia bukan nama yang ditentukan oleh UUD 1945,
melainkan oleh undang-undang berdasarkan kenyataan yang diwarisi oleh sejarah
dimasa lalu.
25) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diatur tersendiri dalam Bab VIIIA
dengan judul “Badan Pemeriksa Keuangan”, dan terdiri atas 3 Pasal, yaitu Pasal
23E (3 ayat), Pasal 23F (2 ayat), dan Pasal 23G (2 ayat);
26) Mahkamah Agung (MA) yang keberadaannya diatur dalam Bab IX, Pasal 24 dan
Pasal 24A UUD 1945;
27) Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga diatur keberadaannya dalam Bab IX, Pasal
24 dan Pasal 24C UUD 1945;
28) Komisi Yudisial yang juga diatur dalam Bab IX, Pasal 24B UUD 1945
sebagai auxiliary organ terhadap Mahkamah Agung yang diatur dalam Pasal 24
dan Pasal 24A UUD 1945;
29) Tentara Nasional Indonesia (TNI) diatur tersendiri dalam UUD 1945, yaitu dalam
Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, pada Pasal 30 UUD 1945;
30) Angkatan Darat (TNI AD) diatur dalam pasal 10 UUD 1945;
31) Angkatan Laut (TNI AL) diatur dalam pasal 10 UUD 1945;
32) Angkatan Udara (TNI AU) diatur dalam pasal 10 UUD 1945;
33) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) yang juga diatur dalam Bab XII
Pasal 30 UUD 1945;
34) Badan-badan lain yang fungsinya terkait dengan kehakiman seperti kejaksaan
diatur dalam undang-undang sebagaimana dimaksud oleh Pasal 24 ayat (3) UUD
1945 yang berbunyi “ Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang”.

Namun, untuk memudahkan pengertian, organ-organ konstruksi pada lapisan
pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara, yaitu:
1.

Presiden dan Wakil Presiden;

2.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);

3.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD);

4.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);

5.

Mahkamah Konstitusi (MK);

6.

Mahkamah Agung (MA);

7.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Lembaga-lembaga negara sebagai organ konstruksi lapisan kedua itu adalah:

1.

Menteri Negara;

2.

Tentara Nasional Negara;

3.

Kepolisian Negara;

4.

Komisi Yudisial;

5.

Komisi Pemilihan Umum;

6.

Bank Sentral.
Lembaga-lembaga daerah adalah:

1.

Pemerintah Daerah Provinsi;

2.

Gubernur;

3.

DPRD Provinsi;

4.

Pemerintahan Daerah Kabupaten;

5.

Bupati;

6.

DPRD Kabupaten;

7.

Pemerintahan Daerah Kota;

8.

Walikota;

9.

DPRD Kota.

Lembaga Konstitusional Lainnya
Sebelum Perubahan UUD 1945 , Bab V tentang Kementerian Negara berisi
Pasal 17 yang hanya terdiri atas tiga ayat, yaitu bahwa :
1.

“Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara”;

2.

“Menteri-menteri diangkat dan diperhentikan oleh Presiden”, dan

3.

“ Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintah”.
Sesudah perubahan pertama UUD 1945 pada tahun 1999 dan perubahan ketiga
pada tahun 200, isi ketentuan pasal 17 ini bertambah pada menjadi empat ayat,
yaitu bahwa:

1.

“Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara”,

2.

“Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden”,

3.

“Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan”,dan

4.

“Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementrian negara diatur dalam
undang-undang”.

Dalam Pasal 38 UU No. 22 tahun 2004, ditentukan :
1)

Komisi Yudisial bertanggung jawab kepada publik melaui Dewan Perwakilan
Rakyat;

2)

Pertanggungjawaban kepada publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara:

a.

Menerbitkan laporan tahunan; dan

b.

Membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.

3)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a setidaknya memuat halhal sebagai berikut:

a.

Laporan penggunaan anggaran;

b.

Data yang berkaitan dengan fungsi pengawasan; dan

c.

Data yang berkaitan dengan fungsi rekruitmen Hakim Agung.

4)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan pula pada
presiden.

5)

Keuangan Komisi Yudisial diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan menurut
ketentuan UU.
Menurut ketentuan Bab III Pasal 13 UU No.22 tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai wewenang:

a.

Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR; dan

b.

Menegakkan kehormatan dan keluruhan martabat serta menjaga prilaku hakim.
Selanjutnya , ditentukan oleh Pasal 14 UU No.22 Tahun 2004 tersebut, dalam
melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, Komisi
Yudisial mempunyai tugas:

1)

Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;

2)

Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;

3)

Menetapkan calon Hakim Agung; dan

4)

Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
Sesuai ketentuan Pasal 2 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI tersebu, Tentara
Nasional Indonesia adalah:

a)

Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara
Indonesia;

b)

Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan
menyelesaikan tugasnya;

c)

Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi
kepentingan negara diatas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama;

d)

Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara
baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta
mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi
sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang
telah diratifikasi.
Menurut ketentuan undang-undang yang baru ini, pengeban fungsi
kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sama sekali terpisah
dari fungsi Tentara Nasional Indoonesia (TNI). Polisi sebagai pengemban fungsi
kepolisian dibantu oleh:

a.

Kepolisian khusus,

b.

Penyidik pegawai negeri sipil, dan/atau

c.

Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

Pengemban fungsi kepolisian dimaksud melaksanakan fungsi kepolisian
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya
masing-masing.
Dalam rangka menyelenggarakan tugas dimaksud, Kepolisian Negara
Rebuklik Indonesia secara umum dinyatakan berwenang:
a.

Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b.

Membantu

menyelesaikan

perselisihan

warga

masyarakat

yang

dapat

mengganggu ketertiban umum;
c.

Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d.

Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa;

e.

Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif
kepolisian;

f.

Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian
dalam rangka pencegahan;

g.

Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h.

Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i.

Mencari keterangan dan barang bukti;

j.

Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k.

Mengeluarkan surat ijin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka
pelayanan masyarakat;

l.

Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m.

Menerima dan menyimpan barang temuan untuk mentara waktu.
Menurut

Pasal

berkewajiban:

15

undang-undang

ini,

Komisi

Pemberantasan

Korupsi

1.

Memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan
laporan ataupun memberikan keterangan mengenai tenjadinya tindak pidana
korupsi;

2.

Memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan
bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan
tindak pidana korupsi yang ditanganinya;

3.

Menyusun laporan tahunan dan menyampaikannnya kepada Presiden Republik
Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan;

4.

Menegakkan sumpah jabatan;

5.

Menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan asas-asas
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.
Mengenai syarat-syarat untuk dapat menjadi anggota KPU, KPU provinsi, dan
KPU kabupaten/kota, seperti diatur dalam Pasal 18, adalah:

1.

Warga negara Republik Indonesia;

2.

Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;

3.

Mempunyai integritas pribadi yang kuat, jujur, dan adil;

4.

Mempunyai komitmen dan dedikasi terhadap suksesnya Pemilu, tegaknya
demokrasi dan keadilan;

5.

Memiliki pengetahuan yang memadai tentang sistem kepartaian, sistem dan
proses pelaksanaan Pemilu, sistem perwakilan rakyat, serta memiliki kemampuan
kepemimpinan;

6.

Berhak memilih dan dipilih;

7.

Berdomisili dan wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan KTP;

8.

Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh
dari rumah sakit;

9.

Tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik;

10. Tidak pernah dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
11. Tidak sedang menduduki jabatan politik, jabatan struktural, dan jabatan
fungsional dalam jabatan negeri;
12. Bersedia bekerja sepenuh waktu.
Dalam Pasal 25 UU pemilu ditentukan bahwa tugas dan wewenang KPU
adalah:
1.

Merencanakan penyelenggaraan Pemilihan Umum;

2.

Menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan Pemilu;

3.

Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua taha[pan
pelaksanaan Pemilu;

4.

Menetapkan Peserta Pemilu;

5.

Menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi dan calon anggota DPR, DPD,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota;

6.

Menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan pemungutan
suara;

7.

Menetapkan hasil Pemilu dan mengumumkan calonterpilih anggota DPR, DPD,
DPRD provinsi, dan DPRD Kabupaten/ kota;

8.

Melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan Pemilu;

9.

Melaksanaan tugas dan kewenangan lain yang diatur undang-undang.

Menurut ketentuan Pasal 26, Komisi Pemilihan Umum berkewajiban:
1.

Memperlakukan peserta pemilu secara adil dan setara guna menyukseskan
Pemilu;

2.

Menetapkan standardisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan
dengan penyelenggaraan Pemilu;

3.

Memelihara arsip dan dokumen Pemilu serta mengelola barang investaris KPU
berdasarkan peraturan perundang-undangan;

4.

Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;

5.

Melaporkan penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden selambat-lambatnya tujuh
hari sesudah pengucapan sumpah/ janji anggota DPR dan DPD;

6.

Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBN; dan

7.

Melaksanakan kewajiban lain yang diatur undang-undang.

Lembaga Negara Lainnya
Di samping lembaga-lembaga negara seperti telah diuraikan tersebut di
atas, ada pula beberapa lembaga negara lain yang dibentuk berdasarkan amanat
undang-undang atau peraturan yang lebih rendah, seperti Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden. Beberapa di antaranya adalah:
1.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI),

2.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),

3.

Komisi Kebenaran dan Rekonsilasi (KKR),

4.

Komisi perlindungan Anak Indonesia ,

5.

Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP),

6.

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK),

7.

Komisi Banding Paten,

8.

Komisi Banding Merek,

9.

Komisi perlindungan Anak Indonesia,

10. Komisi Nasional Anti Kekerasn terhadap Perempuan,
11. Dewan Pertahanan Nasional,
12. BP Migas dan BHP Migas,
13. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), dan sebagainya.

Lembaga-Lembaga Daerah
Di samping lembaga-lembaga tinggi negara dan lembaga-lembaga negara
lainnyaa di tingkat pusat, ada pula beberapa lembaga daerah yang dapat pula
disebut sebagai lembaga negara dalam arti luas. Lembaga-lembaga seperti
Gubernur dan DPRD bukanlah lembaga masyarakat, tetapi merupakan lembaga
negara. Bahkan, keberadaannya ditentukan dengan tegas dalam UUD 1945. Oleh
karena itu, tidak dapat tidak, Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu
termasuk ke dalam pengertian lembaga negara dalam arti luas. Namun, karena
tempat kedudukannya adalah di daerah, dan merupakan bagian dari sistem
pemerintahan daerah, maka lembaga-lembaga negara seperti Gubernur dab Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah itu lebih tepat disebut sebagai lembaga daerah.
Keberadaan lembaga-lembaga daerah tersebut diatur dengan beberapa
kemungkinan bentuk peraturan, yaitu:

1.

Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan atau di atur dalam UndangUndang Dasar.

2.

Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan atau di atur dalam Undang-Undang
dasar.

3.

Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan atau di atur dalam peraturan
perundang-undangan tingkat pusat lainnya.

4.

Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan atau di atur dalam Peraturan
Daerah Provinsi.

5.

Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan atau di atur dalam Peraturan
Gubernur.

6.

Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan atau di atur dalam Peraturan
Daerah Kabupaten/ Kota.

7.

Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan atau di atur dalam Peraturan
Bupati/ Walikota.
Mengenai tugas dan wewenang kepala daerah dan wakil kepala daerah, ditentukan
oleh Pasal 25 UU No. 32 Tahun 2004 sebagai berikut :

a.

Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama DPRD;

b.

Mengajukan rancangan Perda;

c.

Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;

d.

Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD
untuk dibahas dan ditetapkan bersama;

e.

Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;

f.

Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjukan
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
dan

g.

Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuia dengan peraturan perundangundangan.
Sedangkan tugas wakil kepala daerah adalah :

a.

Membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah;

b.

Membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di
daerah, menindaklanjuti laporan dan/ atau temuan hasil pengawasan aparat
pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta
mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan
hidup;

c.

Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan
kota bagi wakil kepala daerah provinsi;

d.

Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah
kecamatan, kelurahan dan/ atau desa bagi wakil kepala daerah kebupaten/ kota;

e.

Memberikan saran dan pertimbang kepada kepala daerah dalam penyelenggaran
kegiatan pemerintah daerah;

f.

Melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya tyang diberikan oleh
kepala daerah; dan

g.

Melakukan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah
berhalangan.

Reformasi dan Konsolidasi
Sebelum tahun 1998, secara simbolis ada dua hal yang tidak terbayangkan
untuk dapat disentuh oleh ide perubahan, yaitu:
a.

Perubahan dalam jabatan Presiden Soeharto, dan

b.

Perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang cenderung dikeramatkan.
Kedua hal itu, selama lebih dari 30 tahun terus bertahan di puncak piramid
kekuasaan, sehingga tanpa disadari telah mengalami proses sekralisasi alamiah,
dan menyebabkan kedua menjadi simbol kesaktian dalam politik kekuasaan di
Indonesia. Namun pada bulan Mei 1998, puncak kesaktian kekuasaan Presiden
Soeharto tumbang, dan dilanjutkan dengan diterima dan disahkannya Perubahan
Pertama UUD 1945 pada tanggal 18 Oktober 1999 yang menandai runtuhnya
kedua simbol kesaktian kekuasaan Orde Baru, dan sekaligus beralihnya zaman
menuju era baru, era reformasi, demokrasi, dan konstitusi. Reformasi menuju
demokrasi konstitusional (constitutional democracy) dan sekaligus negara hukum
yang demokratis berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu, kata kunci (key word) yang dapat dimajukan dalam hal ini
adalah konsolidasi dan penataan kelembagaan secatra menyeluruh. Bandngkanlah
peta kondisi kelembagaan negara dan kelembagaan pemerintahan, baik di tingkat
pusat maupun di daerah-daerah; baik yang lama maupun yang baru; baik di bidang
politik, ekonomi, maupun kebudayaan; pada aspek perencanaan, pelaksanaan,
ataupun pengawasan, pemantauan dan evaluasi. Periksalah kondisi internalnya
masing-masing baik yang menyangkut sumber dayan manusia (personil), kondisi
keuangan dan dan aset atau kekayaan negara yang dikelola, sistem aturan yang
berlaku di dalamnya serta perangkat-perangkat sistem administrasi yang

dijalankan, lalu dibandingkan tugas pokok dan fungsinya dengan hasil kerja dan
kinerjanya dalam kenyataan, serta perhitungkan nilai kegunaannya untuk
kepentingan bangsa dan negara membandingkannya dengan nilai dari segala
perangkat yang dimilikinya itu seperti jumlah personil, nilai keuangan dan
kekayaan negara yang dikelola, dan sebagainya. Lalu bandingkan pula antara satu
lembaga dengan lembaga lain yang sejenis yang boleh jadi juga didesain untuk
maksud yang sama atau mirip dengan lembaga yang bersangkutan.