t ling 0907542 chapter4(1)

(1)

BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan disajikan deskripsi analisis dan pembahasan penelitian. Seperti yang telah dijelaskan dalam dua bab sebelumnya, penelitian ini menggunakan kerangka analisis morfologi. Semua data temuan dideskripsikan dan kemudian data tersebut dianalisis. Setelah itu, temuan dan analisis tersebut akan diikuti oleh pembahasan hasil analisis untuk menjawab pertanyaan penelitian.

4.1 Deskripsi Analisis Data

Data yang dipergunakan untuk penelitian ini berupa kata dan frasa yang terdapat dalam wall Facebook (dinding halaman) para remaja. Adapun responden yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah para remaja yang berumur antara 13-20 tahun sebanyak 30 orang. Seluruh data tersebut akan dianalisis berdasarkan proses morfologisnya, terutama yang berkaitan dengan proses afiksasi dan abreviasi. Selain itu, data juga akan dikelompokkan berdasarkan jenjang pendidikan agar bisa diketahui bagaimana ciri proses morfologisnya.

4.1.1 Analisis Afiksasi

O‟Grady (1996:138) mengatakan penambahan sebuah afiks yang prosesnya dikenal dengan afiksasi merupakan proses morfologis yang sering terjadi dalam sebuah bahasa. Proses afiksasi merupakan proses pembubuhan afiks pada bentuk dasar, baik dalam membentuk verba turunan, nomina turunan, maupun kategori turunan lainnya


(2)

(Chaer, 2003). Sedangkan afiks itu sendiri adalah morfem terikat yang dilekatkan pada morfem dasar atau akar (Fromkin dan Rodman, 1998:519). Pembahasan mengenai afiks dapat ditemukan dalam setiap buku linguistik umum dan morfologi.

Para ahli linguistik membagi afiks dalam jenis yang berbeda-beda. Katamba (1993:44) menyebutkan tiga jenis afiks, yaitu: prefiks, sufiks, dan infiks. Fromkin dan Rodman (1998:71-73) berpendapat bahwa ada empat jenis afiks, yaitu: prefiks, sufiks, infiks, dan sirkumfiks. Sedangkan Alwi dll. (1988:31) menyebutkan ada empat jenis afiks dalam bahasa Indonesia, yaitu: prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks. Khusus untuk penelitian ini, analisis afiks ini akan dibatasi pada prefiks, sufiks, dan konfiks.

Dalam menganalisis jenis afiks dari bahasa gaul remaja dalam Facebook ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Dalam hal ini, penulis mendeskripsikan jenis-jenis afiks yang ada dalam bahasa gaul tersebut.

4.1.1.1 Prefiks

Prefiks disebut juga awalan. Menurut Alwi dll. (1998) prefiks adalah afiks yang ditempatkan di bagian muka suatu kata dasar. Istilah ini berasal dari bahasa Latin praefixus yang berarti melekat (fixus, figere) sebelum sesuatu (prae).

Berdasarkan data yang diperoleh, penulis menemukan ada empat macam prefiks (t-, nge-, ng-, dan ny-) yang sering digunakan para remaja dalam Facebook. Di bawah ini penulis mengutip 9 data dari 22 data yang ada (untuk lengkapnya ada pada lampiran 1).


(3)

Tabel 4.1

Proses Morfologis Bahasa Remaja yang Berkaitan dengan Prefiks

Kata Dasar Bahasa

Baku

Bahasa Gaul Konteks Pola

Perubahan Prefiks (a1) buka (a2) senyum terbuka tersenyum tbuka tsenyum

td tuh tas gw dah tbuka

…dia mah tsenyum aja, ga

komentar…

ter-  t-

(b1) rusak (b2) jauh (b3) bawa (b4) cat merusak menjauh membawa mengecat ngerusak ngejauh ngebawa ngecat

...tar disangkanya aq yg ngerusak

hub mrk…

…ga ngerti, tbtb cowonya ngejauh

…bsk km mau ngebawa apa aja?

…cape uyy, seharian aq ngecat

kamar…

meN-  nge-

(c1) ambil (c2) injak mengambil menginjak ngambil nginjak

aq ngambil tiketnya dimana?

…sumpah, gw ga sengaja nginjak kakinya…

meN-  ng-

(d1) sapu menyapu nyapu …dia mah cm bs nyapu doang meN-  ny-

Data prefiks pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa terdapat 4 macam prefiks yang sering digunakan dalam bahasa gaul para remaja dalam Facebook.

(1) Pola Perubahan Prefiks ter-  t-

Pada data (a1) dan (a2) terjadi perubahan prefiks ter- menjadi t-. Kata dasar buka dan senyum mendapat imbuhan prefiks ter- sehingga menjadi terbuka dan tersenyum. Kemudian kedua kata tersebut mengalami perubahan, yaitu adanya penghilangan fonem /e/ dan /r/ pada prefiks ter-. Dengan adanya penghilangan fonem-fonem tersebut maka


(4)

tersisalah fonem /t/ yang kemudian menjadi prefiks baru, yaitu t-. Kata-kata terbuka, tersenyum berubah menjadi tbuka, tsenyum. Perubahan prefiks di atas terjadi pula pada data (a3) dan (a4).

Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: Data (a1) buka terbukatbuka

ter- + buka terbuka

(-) /e/ dan /r/ tbuka

Penjelasan yang sama berlaku juga untuk data (a2), (a3), dan (a4). Jika dilihat dari urutan fonemnya, penghilangan fonem pada prefiks ter- dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini:

Berdasarkan analisis di atas, perubahan yang terjadi pada prefiks ter- dengan adanya penghilangan fonem /e/ dan /r/ disebut dengan reduksi. Perubahan tersebut dapat disajikan dengan pola: ter- + KD = t- + KD

Pola:

/t/ /e/ /r/ + f1f2f3f4fn /t/ /e/ /r/ + f1f2f3f4fn /t/ f1f2f3f4fn

prefiks kata dasar bahasa baku bahasa gaul

( i ) ( ii ) keterangan:

(i) proses morfologis bahasa baku prefiks ter- dilekatkan pada kata dasar (ii) proses morfologis bahasa gaul


(5)

Pola ini tidak berlaku untuk semua kata dasar. Hanya kata dasar yang memiliki fonem awal tertentu yang bisa diterapkan dalam pola ini, yaitu:

(a) kata dasar yang diawali fonem /p/, /b/, /d/, /k/, /g/ contoh:

(a5) ter- + pengaruh terpengaruh tpengaruh (a6) ter- + balas terbalas tbalas

(a7) ter- +dapat terdapat tdapat (a8) ter- + kait terkait tkait

(a9) ter- + gantung tergantung tgantung

Semua fonem diatas apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi stop. Namun untuk bunyi [t] tidak termasuk kedalam pola ini.

(b) kata dasar yang diawali fonem /m/, /ñ/ contoh:

(a10) ter- + masuk termasuk tmasuk (a11) ter- + nyata ternyata tnyata

Semua fonem diatas apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi nasal. Namun untuk bunyi [n] tidak termasuk ke dalam pola ini.

(c) kata dasar yang diawali fonem /l/ contoh:

(a12) ter- + laksana terlaksana tlaksana


(6)

(d) kata dasar yang diawali fonem /s/, /r/, /h/ contoh:

(a13) ter- + serah terserah tserah (a14) ter- + rasa terasa trasa (a15) ter + hadap terhadap thadap

Fonem diatas termasuk ke dalam bunyi frikatif. Namun tidak semua bunyi frikatif bisa diterapkan pada pola ini. Hanya bunyi frikatif yang termasuk pada alveolar, pos alveolar dan glotal.

(e) kata dasar yang diawali fonem /w/, /j/ contoh:

(a16) ter- + wujud terwujud twujud (a17) ter- + jadi terjadi tjadi

Semua fonem diatas apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam semi vokal.

Jadi, prefiks t- akan terbentuk apabila kata-kata dasar yang dilekatkan prefiks ter-itu berada pada lingkungan bunyi stop, nasal, lateral, frikatif, atau semi vokal. Sebaliknya prefiks t- tidak akan muncul apabila kata dasarnya diawali dengan fonem vokal atau bunyi vokoid [a,i,u,e,o], dan fonem konsonan /f/, /v/, /x/, /y/, /z/, /q/, dan /t/.


(7)

(2) Pola Perubahan Prefiks meN-  nge-

Perubahan prefiks lainnya terjadi pada prefiks meN-. Dalam bahasa gaul, prefiks meN- berubah menjadi nge-, ng-, dan ny-. Perubahan perfiks meN- menjadi nge- dapat dilihat pada data (b1). Kata dasar rusak yang diberi imbuhan meN- pada bahasa baku akan menjadi merusak dan pada bahasa gaul berubah menjadi ngerusak. Prefiks meN- dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali fonem /r/ akan berubah menjadi me-. Setelah itu dalam bahasa gaul fonem /m/ dan /e/ tersebut digantikan dengan fonem /n/ /g/ /e/. Maka terbentuklah prefiks baru, yaitu prefiks nge-.

Selanjutnya pada data (b2), kata dasar jauh menjadi menjauh, dikarenakan prefiks meN- dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali fonem /j/ berubah menjadi men. Lalu, fonem /m/ /e/ /n/ tersebut digantikan dengan fonem /n/ /g/ /e/ sehingga kata menjauh berubah menjadi ngejauh.

Pada data (b3) kata dasar bawa dilekatkan prefiks meN- sehingga berubah menjadi membawa. Hal ini dikarenakan prefiks meN- dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali fonem /b/ berubah menjadi mem-. Sedangkan pada data (b4) kata dasar cat akan berubah menjadi mengecat setelah dilekatkan prefiks meN-. Prefiks meN- dilekatkan pada bentuk dasar satu suku akan berubah menjadi menge-.

Seperti halnya data (b1) dan (b2), data (b3) dan (b4) juga mengalami penghilangan prefiks meN- dan penggantian fonem /n/ /g/ /e/ yang selanjutnya membentuk sebuah prefiks baru, yaitu prefiks nge-. Sehingga kata membawa menjadi ngebawa, mengecat menjadi ngecat. Perubahan prefiks ini terjadi pula pada data (b5 – b23).


(8)

Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: (b1) rusak merusak ngerusak

meN- + rusak merusak

(-) /m/ /e/

(+) /n/, /g/, /e/

ngerusak

Penjelasan yang sama berlaku juga untuk data (b2 - b4). Jika dilihat dari urutan fonemnya, perubahan fonem pada prefiks meN- dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini:

Pola 1:

/m/ /e/ /N/ + f1f2f3f4fn /m/ /e/ /N/ + f1f2f3f4fn /n/ /g/ /e/ + /t/ f1f2f3f4fn

prefiks kata dasar bahasa baku bahasa gaul

( i ) ( ii ) keterangan:

(i) proses morfologis bahasa baku

prefiks meN- dilekatkan pada kata dasar (ii) proses morfologis bahasa gaul

fonem /m/ /e/ /N/ digantikan dengan fonem /n/ /g/ /e/

Berdasarkan bagan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa perubahan prefiks meN- menjadi nge- diakibatkan adanya subtitusi fonem. Perubahan tersebut dapat disajikan dengan pola: meN- + KD = nge- + KD

Senada dengan penjelasan pola sebelumnya yaitu pola prefiks ter-, pola ini juga tidak berlaku untuk semua kata dasar. Hanya kata dasar yang memiliki fonem awal tertentu yang bisa diterapkan dalam pola ini, yaitu:


(9)

(a) kata dasar yang diawali fonem /b/, /d/, /g/ Contoh:

(b9) meN- + buang membuang ngebuang ( b10) meN- + daftar mendaftar ngedaftar (b11) meN- + gunting menggunting ngegunting

Semua fonem di atas apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi stop. Namun untuk bunyi [p], [t], [k] tidak termasuk ke dalam pola ini.

(b) kata dasar yang diawali fonem /l/ Contoh:

(b12) meN- + lukis melukis ngelukis

Fonem ini apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi lateral.

(c) kata dasar yang diawali fonem /f/, /r/, /h/ Contoh:

(b13) meN- + fitnah memfitnah ngefitnah (b1) meN- + rusak merusak ngerusak (b15) meN- + hina menghina ngehina

Semua fonem di atas apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi frikatif. Namun untuk bunyi [v], [s], [z] tidak termasuk ke dalam pola ini.


(10)

(d) kata dasar yang diawali fonem /j/ Contoh:

(b14) meN- + jaga menjaga ngejaga

Fonem ini apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi semi vokal.

(e) kata dasar yang berupa ekasuku Contoh

(b16) meN- + bom mengebom ngebom (b17) meN- + cat mengecat ngecat (b18) meN- + rem mengerem ngerem

Jadi prefiks nge- akan terbentuk apabila kata dasar yang dilekatkan itu berada pada lingkungan bunyi stop, lateral, frikatif, dan semivokal. Selain itu kata dasar yang berupa ekasuku pun termasuk ke dalam pola ini. Sebaliknya prefiks nge- tidak akan muncul apabila kata dasarnya diawali dengan fonem vokal atau bunyi vokoid [a,i,u,e,o], bunyi nasal, dan fonem konsonan /p/, /t/, /k/, /v/, /s/, /z/, dan /w/.

(3) Pola Perubahan Prefiks meN-  ng-

Dalam bahasa gaul ini terdapat pula perubahan penggunaan prefiks meN- menjadi ng-. Data (c1) menunjukkan bahwa kata dasar ambil dilekatkan prefiks meN- menjadi mengambil, setelah itu kata tersebut mengalami perubahan menjadi ngambil. Begitu pula yang terjadi pada data (c2), kata dasar injak mendapat imbuhan prefiks meN- menjadi


(11)

menginjak dan akhirnya menjadi nginjak. Adapun perubahan yang dimaksud adalah prefiks meN- mengalami penghilangan fonem /m/ /e/ /N/ dan menggantinya dengan fonem /n/ dan /g/.

Adapun proses pembentukannya sebagai berikut:

(c1) ambil mengambil ngambil

meN- + ambil mengambil

(-) /m/ /e/ /N/

(+) /n/, /g/

ngambil

Prefiks meN- menjadi meng- karena dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali vokal /a,i, u, e, o/. Kemudian prefiks meN- diganti dengan prefiks ng-. Jika dilihat dari urutan fonemnya, perubahan fonem pada prefiks meN- dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini:

Pola:

/m/ /e/ /N/ + /a,i,u,e,o/f2f3f4fn /m/ /e/ /n/ /g/ + /a,i,u,e,o/f2f3f4fn /n/ /g/+ /a,i,u,e,o/f2f3f4fn

prefiks kata dasar bahasa baku bahasa gaul

(i) (ii) keterangan:

(i): proses morfologis bahasa baku

prefiks meN- dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali fonem vokal menjadi meng- (ii):proses morfologis bahasa gaul

prefiks meng- mengalami penghilangan fonem /m/ /e/ sehingga fonem yang tersisa adalah /n/ /g/.

Perubahan yang terjadi disebabkan adanya reduksi pada pefiks meN- yaitu menghilangnya fonem /m/ /e/ sehingga yang tersisa hanyalah fonem /n/ /g/. Dalam


(12)

bahasa gaul kedua fonem yang tersisa tersebut menjadi sebuah prefiks baru yaitu prefiks ng-. Perubahan ini dapat disajikan dengan pola: meN- + KD = ng- + KD

Pola ini tidak berlaku untuk semua kata dasar. Hanya kata dasar yang diawali fonem vokal, yaitu /a/, /i/, /u/, /e/, /o/ yang bisa diterapkan pada pola ini. Contoh:

(c1) meN- + ambil mengambil ngambil (c2) meN- + injak menginjak nginjak (c3) meN- + ukur mengukur ngukur (c4) meN- + edit mengedit ngedit (c5) meN- + olah mengolah ngolah

Jadi, prefiks ng- akan terbentuk apabila fonem awal kata dasar yang dilekatinya itu berada pada lingkungan bunyi vokoid [a,i,u,e,o]. Selain bunyi tersebut prefiks ng- tidak akan muncul.

(4) Pola Perubahan Prefiks meN-  ny-

Terakhir, perubahan prefiks meN- menjadi prefiks ny- dapat dilihat pada data (d1) kata dasar sapu apabila diberi imbuhan prefiks meN- maka akan berubah menjadi menyapu.Prefiks meN- apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /s/ akan berubah menjadi meny-. Fonem /s/ hilang. Setelah itu, prefiks meny- mengalami penghilangan fonem /m/ dan /e/ sehingga hanya menyisakan fonem /n/ dan /y/ yang akhirnya membentuk prefiks baru, yaitu ny-. Data (d1) kata menyapu menjadi nyapu, (d2) kata menyiram menjadi nyiram. Perubahan prefiks diatas terjadi pula pada data (d3-d7).


(13)

Adapun proses pembentukannya sebagai berikut:

(d2) siram menyiram nyiram

meN- + siram menyiram

(-) /m/ dan /e/

(+) /n/, /y/

nyiram

Jika dilihat dari urutan fonemnya, perubahan fonem pada prefiks meN- dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini:

Pola:

/m/ /e/ /N/ + /s/f2f3f4fn /m/ /e/ /n/ /y/ + /s/f2f3f4fn /n/ /y/ +/s/f2f3f4fn

prefiks kata dasar bahasa baku bahasa gaul

(i) (ii) keterangan:

(i): proses morfologis bahasa baku

prefiks meN- dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali fonem /s/ menjadi meny-

(ii):proses morfologis bahasa gaul

prefiks meN- mengalami penghilangan fonem /m/ /e/ sehingga fonem yang tersisa adalah /n/ /y/.

Perubahan yang terjadi pada prefiks meN- di atas adalah reduksi fonem. Dalam bahasa gaul prefiks meN- yang berubah menjadi meny- karena berhadapan dengan kata dasar yang diawali konsonan /s/, mengalami penghilangan sebagian fonemnya yaitu /m/ dan /e/.Sehingga yang tersisa hanyalah fonem /n/ /y/. Kedua fonem yang tersisa tersebut menjadi sebuah prefiks baru yaitu prefiks ny-. Perubahan tersebut dapat disajikan dengan pola: meN- + KD = ny- + KD


(14)

Pola ini hanya berlaku apabila kata dasar yang dilekatinya itu diawali dengan fonem /s/. Misalnya:

(d3) meN- + sobek menyobek nyobek (d4) meN- + seberang menyeberang nyeberang

Jadi prefiks ny- akan muncul apabila kata dasar yang dilekatkanya itu diawali fonem /s/. Sebaliknya prefiks ny- tidak akan muncul apabila kata dasarnya bukan diawali fonem /s/.

4.1.1.2 Sufiks

Sufiks atau akhiran adalah afiks yang digunakan di bagian belakang kata (Alwi dll.,1998). Istilah ini juga berasal dari bahasa Latin suffixus yang berarti melekat (fixus, figere) di bawah (sub). Dalam bahasa Indonesia terdapat empat macam sufiks, yaitu sufiks –kan,-i, –an, dan –nya. Namun dalam bahasa gaul ini hanya ada satu sufiks yang kerap digunakan para remaja, yaitu sufiks –in yang bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2

Proses Morfologis Bahasa Remaja yang Berkaitan dengan Sufiks

Kata Dasar Bahasa Baku Bahasa Gaul Konteks Pola Perubahan

Sufiks

(f1) cari carikan cariin …loe bisa cariin bt gw

kan?

-kan  -in

(g1) datang datangi datangin …gampanglah, tinggal

datangin aja ke

rumahnya…


(15)

Data sufiks pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat 1 macam sufiks yang sering digunakan dalam bahasa gaul para remaja dalam Facebook. Pada data (f1) dan (g1) terjadi perubahan sufiks –kan dan sufiks -i menjadi -in. Kata dasar cari (f1) mendapat imbuhan sufiks –kan sehingga menjadi carikan. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan, yaitu adanya penggantian fonem /k/ /a/ dan /n/ dengan fonem /i/ dan /n/ sehingga membentuk sufiks baru yaitu sufiks –in. Oleh karena itu dalam bahasa gaul kata carikan berubah menjadi cariin

Hal yang hampir serupa terjadi pula pada data (g1) kata dasar datang mendapat imbuhan sufiks -i sehingga menjadi datangi. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan, yaitu adanya penambahan fonem /n/ pada akhir kata sehingga membentuk sufiks baru yaitu sufiks –in. Oleh karena itu dalam bahasa gaul kata datangi berubah menjadi datangin. Perubahan prefiks diatas terjadi pula pada data (f 2-f6) dan (g2-g5).

Jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia baku, tidak terdapat sufiks -in. Sehingga bisa dijadikan kaidah bahwa sufiks -in menampung sufiks -kan dan sufiks -i dalam ragam bahasa gaul remaja.

Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: (f1) cari carikan cariin

cari + -kan carikan

(-) /k/ /a/ /n/ (+) /i/ /n/ cariin

Jika dilihat dari urutan fonemnya, perubahan fonem pada sufiks -kan dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini:


(16)

Pola 4:

f1f2f3f4fn + /k/ /a/ /n/ f1f2f3f4fn + /k/ /a/ /n/ f1f2f3f4fn + /i/ /n/

kata dasar sufiks bahasa baku bahasa gaul

(i) (ii)

keterangan:

(i): proses morfologis bahasa baku sufiks -kan dilekatkan pada kata dasar (ii):proses morfologis bahasa gaul

sufiks -kan mengalami penghilangan fonem /k/ /a/ /n/ dan penggantian dengan fonem /i/ /n/ sehingga membentuk prefiks baru, yaitu –in.

Perubahan yang terjadi pada sufiks -kan di atas adalah substitusi fonem. Dalam bahasa gaul, sufiks –kan yang terdiri dari fonem /k/ /a/ /n/ diganti dengan fonem /i/ /n/. Kedua fonem /i/ /n/ ini yang akhirnya membentuk menjadi sebuah sufiks baru yaitu sufiks –in.

Sedangkan proses pembentukan sufiks –i menjadi sufiks –in adalah sebagai berikut:

(g1) datangdatangidatangin datang + - i datangi

(+) /n/

datangin

Jika dilihat dari urutan fonemnya, perubahan fonem pada sufiks -i dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini:


(17)

Pola 5:

f1f2f3f4fn + /i/ f1f2f3f4fn + /i/ f1f2f3f4fn + /i/ /n/

kata dasar sufiks bahasa baku bahasa gaul + /n/

(i) (ii)

keterangan:

(i): proses morfologis bahasa baku sufiks -i dilekatkan pada kata dasar (ii):proses morfologis bahasa gaul

sufiks -i mengalami penambahan fonem /n/ sehingga membentuk prefiks baru, yaitu -in

Perubahan yang terjadi pada sufiks –i di atas adalah adisi fonem. Dalam bahasa gaul, sufiks –i mengalami penambahan fonem /n/ sehingga membentuk sebuah sufiks baru yaitu sufiks –in. Perubahan tersebut dapat disajikan dengan pola:

KD + -kan / -i = KD + -in

Pola ini berlaku untuk semua jenis kata dasar asalkan kata dasar tersebut dibubuhi sufiks –kan atau –in. Misalnya:

(f2) tuang + -kan tuangkan tuangin (g2) basah + -i basahi basahin

Jadi, sufiks –in akan muncul ketika berhadapan dengan kata dasar yang sudah dibubuhi sufiks –kan atau –in. Diluar kedua sufiks tersebut, maka sufiks –in tidak akan muncul.


(18)

4.1.1.3 Konfiks

Konfiks disebut juga ambifiks atau sirkumfiks. Secara etimologis dari bahasa Latin, ketiga istilah ini memiliki kesamaan arti. Kon- berasal dari kata confero yang berarti secara bersamaan (bring together), ambi- berasal dari kata ambo yang berarti kedua-duanya (both), dan sirkum- berasal dari kata circumdo yang berarti ditaruh disekeliling (put around) (Gummere dan Horn, 1955). Menurut Alwi dll. (1198:32) konfiks adalah gabungan prefiks dan sufiks yang membentuk suatu kesatuan dan secara serentak diimbuhkan.

Berikut ini contoh data konfiks yang disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.3

Proses Morfologis Bahasa Remaja yang Berkaitan dengan Konfiks

Kata Dasar Bahasa Baku Bahasa Gaul Konteks Pola Perubahan

Konfiks (h1) akibat (h2) izin mengakibatkan mengizinkan ngakibatin ngizinin

bisa ngakibatin apa gt?

bapa aq ga ngizinin

meN-kan ng-in

(i1) janji (i2) kerja menjanjikan mengerjakan ngejanjiin ngerjain

…dia sih ngejanjiinbsk …

bro, kpn mau ngerjain

demo….

meN-kan

nge-in (j1) sebal (j2) temu (j3) pikir menyebalkan menemukan memikirkan nyebelin nemuin mikirin

...emang nyebelintu org…

…bnr, loe ga nemuin buku

gw?…

…cape dweh, idup ko cm mikirindia doang…

meN-kan -in

(k1) nasehat (k2)musuh menasehati memusuhi nasehatin musuhin

...ya, qta sih cm bs

nasehatindia ajj…

…siapa jg yg musuhin


(19)

km?…

(1) Pola Perubahan Konfiks meN-kan  ng-in

Pada data (h1) dan (h2) terjadi perubahan konfiks meN-kan menjadi ng-in. Kata dasar akibat (h1) dan izin (h2) mendapat imbuhan konfiks meN-kan sehingga menjadi mengakibatkan dan mengizinkan. Kemudian kedua kata tersebut mengalami perubahan, yaitu adanya penghilangan fonem /m/ /e/ /n/ /g/ /k/ /a/ /n/. Fonem-fonem tersebut kemudian digantikan dengan fonem /n/ /g/ /i/ /n/ sehingga membentuk konfiks baru, yaitu ng-in. Kata-kata mengakibatkan, mengizinkan berubah menjadi ngakibatin, ngizinin.

Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: (h1) akibat mengakibatkanngakibatin

meN-kan + akibat mengakibatkan

(-) /m/ /e/ /n/ /g/ /k/ /a/ /n/

(+) /n/ /g/ /i/ /n/

ngakibatin Penjelasan yang sama berlaku juga untuk data (h2-h12). Perubahan tersebut dapat

disajikan dengan pola: meN-kan + KD = ng-in + KD

Pola ini tidak berlaku untuk semua kata dasar. Hanya kata dasar yang diawali fonem /h/ dan fonem vokal, yaitu /a/, /i/, /u/, /e/, /o/ yang bisa diterapkan pada pola ini. Contoh: (h5) meN-kan + habis menghabiskan ngabisin

(h7) meN-kan + iklan mengiklankan ngiklanin (h9) meN-kan + anjur menganjurkan nganjurin (h10) meN-kan + untung menguntungkan nguntungin


(20)

(h11) meN-kan + efisien mengefisienkan ngefisienin (h12) meN-kan + operasi mengoperasikan ngoprasiin

Jadi, konfiks ng-in akan muncul bila dilekatkan pada kata dasar yang diawali fonem /h/ dan kata dasar yang dilekatinya itu berada pada lingkungan bunyi vokoid [a,i,u,e,o].

(2) Pola Perubahan Konfiks meN-kan  nge-in

Perubahan konfiks meN-kan lainnya dapat dilihat pada data (i1) dan (i2). Pada data ini terjadi perubahan konfiks meN-kan menjadi nge-in. Kata dasar janji dan kerja mendapat imbuhan konfiks meN-kan sehingga menjadi menjanjikan dan mengerjakan. Kemudian kedua kata tersebut mengalami perubahan, yaitu adanya penghilangan fonem /m/ /e/ /N/ /k/ /a/ /n/. Fonem-fonem tersebut kemudian digantikan dengan fonem /n/ /g/ /e/ /i/ /n/ sehingga membentuk konfiks baru, yaitu nge-in. Kata-kata menjanjikan, mengerjakan berubah menjadi ngejanjiin, ngerjain . Perubahan konfiks diatas terjadi pula pada data (i3-i6). Adapun proses pembentukannya sebagai berikut:

(i1) janji menjanjikan ngejanjiin

meN-kan + janji menjanjikan

(-) /m/ /e/ /N/

(+) /n/ /g/ /e/ /i/ /n/

ngejanjiin


(21)

Pola ini juga tidak berlaku untuk semua kata dasar. Hanya kata dasar yang memiliki fonem awal tertentu yang bisa diterapkan dalam pola ini, yaitu:

(a) kata dasar yang diawali fonem /p/, /b/, /t/, /d/, /g/, Contoh:

(i5) meN-kan + baca membacakan ngebacain (i7) meN-kan + dapat mendapatkan ngedapetin (i8) meN-kan + gempar menggemparkan ngegemparin (i9) meN-kan + padam memadamkan ngemadamin (i10) meN-kan + tumpah menumpahkan ngenumpahin (i11) meN-kan + kerah mengerahkan ngerahin

Semua fonem di atas apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi stop.

(b) kata dasar yang diawali fonem /l/ Contoh:

(i12) meN-kan + laksana melaksanakan ngelaksanain

Fonem ini apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi lateral.

(c) kata dasar yang diawali fonem /m/, /n/

(i13) meN-kan + manfaat memanfaatkan ngemanfaatin (i14) meN-kan + netral menetralkan ngenetralin


(22)

Kedua fonem tersebut apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi nasal.

(d) kata dasar yang diawali fonem /s/, /r/, /h/, /v/, /f/, /z/ Contoh:

(i15) meN-kan + sah mengesahkan ngesahin (i3) meN-kan + repot merepotkan ngerepotin (i16) meN-kan + hubung menghubungkan ngehubungin (i17) meN-kan + variasi memvariasikan ngevariasiin (i18) meN-kan + film memfilmkan ngefilmin (i19) meN-kan + zakat menzakatkan ngezakatin

Semua fonem di atas apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi frikatif.

(e) kata dasar yang diawali fonem /j/, /w/ Contoh:

(i1) meN-kan + janji menjanjikan ngejanjiin (i20) meN-kan + wajib mewajibkan ngewajibin

Fonem ini apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi semi vokal.


(23)

Jadi konfiks nge-in akan terbentuk apabila kata dasar yang dilekatkan itu berada pada lingkungan bunyi stop, lateral, nasal, frikatif, dan semivokal.

(3) Pola Perubahan Konfiks meN-kan  -in

Selanjutnya, pada data (j1), (j2), dan (j3) terjadi perubahan konfiks meN-kan menjadisufiks -in. Kata dasar sebal, temu, dan pikir mendapat imbuhan konfiks meN-kan sehingga menjadi menyebalkan, menemukan, dan memikirkan. Kemudian ketiga kata tersebut mengalami perubahan, yaitu adanya penghilangan beberapa fonem pada prefiks meN-kan, yaitu fonem /m/ /e/ /k/ /a/ /n/. Fonem-fonem tersebut kemudian digantikan dengan fonem /i/ /n/ sehingga membentuk sufiks baru, yaitu -in. Kata-kata menyebalkan, menemukan, dam memikirkan berubah menjadi nyebelin, nemuin, mikirin.

Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: (j1) sebal menyebalkannyebelin

meN-kan + sebal menyebalkan

(-) /m/ /e/

(+) /i/ /n/

nyebelin

Prefiks meN- apabila diikuti bentuk dasar yang diawali dengan fonem /s/ akan berubah menjadi meny-. Fonem /s/ mengalami peluluhan.


(24)

Pada data (k1) terjadi perubahan konfiks meN-i menjadi -in. Kata dasar nasehat mendapat imbuhan konfiks meN-i sehingga menjadi menasehati. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan, yaitu adanya penghilangan fonem /m/ /e/ dan /i/. Fonem-fonem tersebut kemudian digantikan dengan fonem /i/ /n/ sehingga membentuk sufiks -in. Kata-kata (k1) menasehati, (k2) memusuhi berubah menjadi nasehatin, musuhin.

Adapun proses pembentukannya sebagai berikut:

(k1) nasehat menasehati nasehatin

meN-i + nasehati menasehati

(-) /m/ /e/

(+) /n/

nasehatin

Berdasarkan bagan di atas, maka dapat dibuatkan polanya sebagai berikut: meN-kan / meN-i + KD = KD + -in

Berdasarkan analisis data di atas, maka pada pola ini konfiks meN-kan dan meN-i akan berubah menjadi sufiks–in apabila kata dasarnya diawali fonem /s/, /t/, /p/, /m/, dan /n/.

4.1.2 Analisis Abreviasi

Menurut Arifin & Junaiyah (2009:13) abreviasi adalah proses morfologis yang mengubah leksem atau gabungan leksem menjadi kependekan. Istilah lain untuk abreviasi adalah pemendekan, sedang hasil prosesnya disebut kependekan.

Abreviasi merupakan proses yang cukup produktif dan terdapat hampir pada semua bahasa. Produktifnya proses abreviasi ini karena keinginan untuk menghemat


(25)

tempat (tulisan) dan tentu juga ucapan. Pada analisis penelitian ini, abreviasi dibedakan menjadi singkatan, akronim, dan kontraksi.

4.1.2.1 Singkatan

Singkatan yaitu proses pemendekkan yang terdiri atas pengambilan fonem-fonem depannya saja. Berikut ini merupakan contoh data singkatan yang penulis sajikan ke dalam tabel (untuk lengkapnya ada dalam lampiran 2 tabel 4).

Tabel 4.4

Singkatan Bahasa Gaul Remaja dalam Facebook

Frasa Asal Bahasa Gaul

(a1) Be Right Back BRB

(a2) For Your Information FYI

(a3) Get Well Soon GWS

(a4) Oh My God OMG

(a5)Happy Birth Day HBD

(a6)Wish You All The Best WUATB

(a7) gede rasa gr

(a8) problem lu pl

(a9) suka sama suka sms

(a10) God Bless You GBU

(a11) I Love You ILU

(a12) I Miss You IMU

(a13) I Need You INU


(26)

(a72) pulang plg

Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: (a1) be right back  brb

(a4) Oh My God  OMG

Dengan frasa asal (a1) be right back disingkat menjadi brb. Dengan demikian, singkatan brb hanya mengambil fonem awal dari be /b/, fonem awal dari right /r/ dan fonem awal dari back /b/. Sehingga pengambilan dari masing-masing ketiga fonem ini, maka jadilah singkatan brb. Jika dilihat dari urutan fonemnya, proses pengambilan fonem pada singkatan ini dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini:

f1a + f2a + fna f1b + f2b + fnb fnn f1a+ f2a+fnn

Khusus untuk singkatan yang mengadung kata „you‟ tidak disingkat menjadi /y/, melainkan menjadi /u/. Hal ini disebabkan dalam bahasa Inggris bunyi [you] hampir sama dengan bunyi [u], sehingga dalam penulisan singkatannya you u. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh berikut ini.

(a10) God Bless You  GBU

(a11) I Love You  ILU

(a12) I Miss You  IMU

(a13) I Need You  INU

Apabila dilihat dari urutan fonemnya, maka proses pembentukan singkatan di atas dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini:


(27)

f1a + f2a + fna f1b + f2b + fnb you f1a+ f2b+ /u/

Pola di atas berlaku jika singkatan tersebut terdiri dari dua kata atau lebih. Pada bahasa remaja ini, kata yang terdiri dari satu kata apabila disingkat akan mengalami penghilangan fonem vokal dan atau penggantian fonem /ŋ/ menjadi fonem /g/. Misalnya:

(a61) padahal  /p/ /a/ /d/ /a/ /h/ /a/ /l/  pdhl (a72) pulang  /p/ /u/ /l/ /a/ /n/ /g/  plg

Pola ini memiliki pola yang sederhana, hanya menghilangkan semua fonem vokal. Seperti data di atas kata di mana, fonem /i/ pada kata di menjadi hilang dan fonem /a/ pada kata mana juga hilang. Sehingga menyisakan fonem /d/, /m/, /n/ terbentuklah kontraksi dmn. Kemudian pada kata yang memiliki unsur fonem /ŋ/, fonem tersebut akan diwakili dengan fonem /g/. Misalnya pada kata (p15) pulang, kata ini mengalami penghilangan fonem vokal /u/ dan /a/ serta penggantian fonem /ŋ/ dengan fonem /g/. Setelah mengalami proses morfologis, kata pulang berubah menjadi plg.

4.1.2.2 Akronim

Akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Di bawah ini penulis mengutip 15 data (untuk lengkapnya ada pada lampiran 2 tabel 5).

Tabel 4.5


(28)

Bahasa Asal Akronim Keterangan

(b1) as soon as possible (b2) no action talk only

asap nato

pola 1

(c1) beda tipis (c2) jalur pribadi

beti japri

pola 2

(d1) ibu hamil bumil pola 3

(e1) heboh sendiri (e2) bego bloon

heri beon

pola 4

(f1) bisa pakai (f2) kopi darat

bispak kopdar

pola 5

(g1) sama siapa (g2) makan siang

samsi maksi

pola 6

(h1) biang gossip (h2) jaman dulu

bigos jadul

pola7

(i1) brondong manis (i2) loading lambat

brownis lola

pola 8

Berdasarkan data yang penulis dapatkan, akronim bahasa gaul yang para remaja gunakan dalam Facebook memiliki 8 kaidah pembentukan, yaitu:

Pertama, pengambilan huruf-huruf (fonem-fonem) pertama dari kata-kata yang membentuk konsep itu.

Misalnya:

(b1) as soon as possible  asap (b2) no action talk only  nato

Jika dilihat dari urutan fonemnya, pembentukan akronim berdasarkan fonem-fonem dari setiap kata dapat digambarkan sebagai berikut:

Pola 1:


(29)

frasa asal bahasa gaul

Fonem awal pada kata pertama ditunjukkan dengan tanda /f1a /, lalu pada kata kedua /f1b /, kata ketiga /f1c / begitu seterusnya sampai pada fonem awal kata terakhir yang ditandai dengan /f1n /. Contoh data yang penulis peroleh untuk pola ini adalah (c2) as soon as possible yang diperpendek menjadi sebuah akronim asap. Bila diterapkan pada pola di atas, kata asap terdiri dari fonem /a/ /s/ /a/ /p/ yang kesemua fonem ini diambil dari fonem pertama dari setiap kata yang mewadahi konsep itu. Fonem /a/ berasal dari kata as, kemudian fonem /s/ berasal dari kata soon, fonem /a/ berasal dari kata as dan yang terakhir fonem /p/ diambil dari kata possible, maka akhirnya terbentuklah akronim asap.

Kedua, pengambilan suku kata pertama dari semua kata yang membentuk konsep itu.

Misalnya:

(c1) beda tipis be –da ti– pis  beti

(c2) jalur pribadi ja –lur pri– ba – di  japri

Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan akronim berdasarkan suku kata pertama dari setiap kata dapat digambarkan sebagai berikut:

Pola 2:

[sk1a + sk2a] [sk1b + sk2b] sk1a+sk1b


(30)

Pada pola kedua ini, sebuah akronim terbentuk dari gabungan suku kata. Suku kata yang dimaksud adalah suku kata pertama dari semua kata yang mewadahi konsep itu yang ditandai dengan simbol [sk1a + sk1b]. Simbol [sk1a] menunjukkan suku kata pertama dari kata pertama, sedangkan [sk1b] menunjukkan suku kata pertama dari kata kedua. Hal ini dapat dilihat pada data (b1) beti berasal dari kata beda tipis yang diambil suku kata pertamanya saja dari setiap kata. Kata beda diambil suku kata pertamanya, yaitu [be] dan kata tipis diambil suku kata pertamanya, yaitu [ti] sehingga apabila digabungkan kedua suku kata tersebut [be+ti] menjadi [beti].

Ketiga, pengambilan suku kata kedua dari semua kata yang membentuk konsep itu.

Misalnya:

(d1) ibu hamil  i –bu ha –mil  bumil

Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan akronim ini berdasarkan suku kata kedua atau terakhir dari setiap kata dapat digambarkan sebagai berikut:

Pola 3:

[sk1a + sk2a] [sk1b + sk2b] [sk2a +sk2b]

frasa asal bahasa gaul

Pola ini kebalikannya dari pola yang kedua. Dalam pola ini, akronim yang dibentuk berasal dari gabungan suku kata kedua atau terakhir dari setiap kata yang mewadahi konsep itu. Simbol [sk2a] menunjukkan suku kata kedua dari kata pertama, sedangkan simbol [sk2b] menunjukkan suku kata kedua dari kata kedua. Jadi,


(31)

penggabungan kedua suku kata itu disimbolkan dengan [sk2a + sk2b]. Apabila pola di atas diterapkan pada data (e1) ibu hamil, maka yang menjadi [sk2a] adalah suku kata [bu] dari kata ibu dan untuk [sk2b] adalah [mil] dari kata hamil. kemudian kedua suku kata tersebut digabungkan [bu + mil] menjadi [bumil].

Keempat, pengambilan suku kata pertama dan suku kata terakhir dari setiap kata yang membentuk konsep itu.

Misalnya:

(e1) heboh sendiri he– boh sen – di –ri  heri (e2) bego bloon be– go blo –on  beon

Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan akronim ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pola 4:

[sk1a+ skna] [sk1b+sknb] [sk1a + sknb]

frasa asal bahasa gaul

Akronim yang dibentuk berdasarkan pola ini terdiri dari gabungan suku kata pertama dari kata pertama [sk1a] ditambah suku kata terakhir dari kata kedua [sknb]. Ketika pola ini diterapkan pada data kata (f1) heboh sendiri, maka analisanya sebagai berikut. Kata pertamanya yaitu heboh, apabila dipenggal menurut suku katanya akan menjadi [he + boh] maka didapatlah [sk1a]nya adalah [he]. Sedangkan untuk kata keduanya sendiri, apabila dipenggal berdasarkan suku katanya akan menjadi [sen + di + ri] dan didapatlah [sknb]nya adalah [ri]. Maka ketika digabung [sk1a + sknb] menjadi heri.


(32)

Kelima, pengambilan suku kata pertama ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua dari setiap kata yang membentuk konsep itu.

Misalnya:

(f1) bisa pakai  bisa pakai  bispak

(f2) kopi darat  kopi darat  kopdar

Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan akronim dapat digambarkan sebagai berikut:

Pola 5:

[sk1a + sk2a (f1a+ f2a + fna)] [sk1b + sk2b(f1b + f2b + fnb)] [sk1a + /f1a (sk2a)/ + sk1b + /f1b(sk2b)/]

frase asal bahasa gaul

Pada pola kelima ini, sebuah akronim terbentuk dari gabungan suku kata pertama [sk1a] ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua [f1a (sk2a)] dari setiap kata yang mewadahi konsep itu. Jika pola ini diterapkan pada data (g1) bisa pakai maka analisisnya sebagai berikut: kata pertama bisa bila dipenggal menjadi suku kata [bi + sa], kemudian kata kedua pakai menjadi [pa + kai]. Dari setiap kata diambil suku kata pertama ditambah fonem pertama dari suku kata keduanya. Kata pertama bisa diambil suku kata pertamanya [bi] ditambah fonem /s/ dari suku kata kedua [sa] maka terbentuklah [bi + /s/]. Lalu kata kedua pakai diambil suku kata pertamanya [pa] ditambah fonem pertama dari suku kata kedua [kai], yaitu fonem /k/ akan menjadi [pa + /k/]. Akhirnya, jika digabungkan [bi + /s/ + pa + /k/] akan menjadi sebuah akronim bispak.


(33)

Keenam, pengambilan suku kata pertama ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua dan suku kata pertama dari kata kedua.

Misalnya:

(g1) sama siapa sama si– a – pa  samsi (g2) makan siang ma kan si– ang  maksi

Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan akronim berdasarkan suku kata dan fonem ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pola 6:

[sk1a + sk2a(f1a + f2a + fna) ] [sk1b + sk2b] [sk1a + f1a(sk2a) + sk1b]

frase asal bahasa gaul

Hampir sama seperti pola kelima, akronim ini merupakan gabungan suku kata dan fonem. Hanya saja berbeda sedikit, pada pola ini tidak mengambil fonem pertama dari suku kata kedua. Jadi pola ini hanya menggabungkan suku kata pertama [sk1a] ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua [f1a (sk2a)] dan ditambah suku kata pertama dari kata kedua [sk1b] Jika pola ini diterapkan pada data (h1) sama siapa maka analisisnya sebagai berikut: kata pertama sama bila dipenggal menjadi suku kata [sa + ma], kemudian kata kedua siapa menjadi [si + a + pa]. Kata pertama sama diambil suku kata pertamanya [sa] ditambah fonem /m/ dari suku kata kedua [ma] maka terbentuklah [sa + /m/]. Lalu kata kedua siapa diambil suku kata pertamanya [si], digabungkan [sa + /m/ + si] akan menjadi sebuah akronim samsi.

Ketujuh, pengambilan suku kata pertama dari kata pertama dan suku kata pertama dari kata kedua ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua.


(34)

Misalnya:

(h1) biang gosip bi– ang gosip  bigos (h2) jaman dulu  ja– man dulu  jadul

Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan akronim berdasarkan suku kata dan fonem dapat digambarkan sebagai berikut:

Pola 7:

[sk1a + sk2a] [sk1b + sk2b(f1b+ f2b + fnb)] [sk1a + sk1b+ f1b(sk2b)]

frase asal bahasa gaul

Sama halnya seperti pola kelima dan keenam, akronim ini merupakan gabungan suku kata dan fonem. Hanya saja berbeda sedikit, yaitu pola ini tidak mengambil fonem pertama dari suku kata pertama. Jadi pola ini hanya menggabungkan suku kata pertama dari kata pertama [sk1a] ditambah suku kata pertama dari kata kedua [sk1b] dan fonem petama dari suku kata kedua /f1b (sk2b)/. Jika pola ini diterapkan pada data (i2) jaman dulu maka analisisnya sebagai berikut: kata pertama jaman bila dipenggal menjadi suku kata [ja + man], kemudian kata kedua dulu menjadi [du + lu]. Kata pertama jaman diambil suku kata pertamanya [ja]. Lalu kata kedua dulu diambil suku kata pertamanya [du] dan ditambah fonem pertama dari suku kata kedua [lu] yaitu fonem /l/. Apabila digabungkan [ja + du + /l/] akan menjadi sebuah akronim jadul.

Kedelapan, pengambilan suku kata tertentu disertai dengan modifikasi yang

tampaknya tidak beraturan; namun, masih dengan memperhatikan “keindahan”

buyi. Misalnya:


(35)

(i1) brondong manis bron – dong ma –nis  brownis (i2) loading lambat loading lam – bat  lola (i3) sok tahu  sok ta-hu  sotoy

Pada pola kedelapan penulis tidak menemukan pola yang ajeg seperti halnya pola-pola sebelumnya. Pola ini manasuka dan cenderung menekankan pada keindahan bunyi. Seperti pada data (j1) brondong manis menjadi brownis. Jika menurutkan pola keempat yang mengambil suku kata pertama dari kata pertama dan suku kata terakhir dari kata kedua, seharusnya akronimnya menjadi [bronis]. Alih-alih menjadi bronis, akronim kata ini mendapat tambahan fonem /w/ yang disisipkan di tengah kata [bro + /w/ + nis] menjadi brownis.

4.1.2.3Kontraksi

Kontraksi ialah gejala yang memperlihatkan adanya satu atau lebih fonem yang

dihilangkan. Kadang-kadang, ada perubahan atau penggantian fonem

(Muslich,2008:109). Contohnya: tidak ada tiada. Di bawah ini penulis mengutip 19 data (untuk lengkapnya ada pada lampiran 2 tabel 6).

Tabel 4.5

Kontraksi Bahasa Gaul Remaja dalam Facebook

Bahasa Asal Kontraksi Keterangan

(j1) munafik (j2) brother

muna bro

pola 1

(k1) sudah (k) salam

dah lam


(36)

(l1) gua (l2) mau

gw mw

pola 3

(m1) ya sudah (m2) ya habis

yasud yabis pola 4 (n1) mobil (n2) asyik boil saik pola 5 (o1) cakep (o2) banget (o3) iya (o4) sudah (o2) saja caem beud ea sutra ajj pola 6

(p1) di mana (p2) padahal (p15) pulang (p19) jangan dmn pdhl plg jgn pola 7

(1) penghilangan sebagian suku kata di akhir kata Misalnya:

(j1) munafik mu – na – fik  muna (j2) brother  bro – ther  bro

Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan kontraksi ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pola 1:

[sk1a + sk2a] [sk1a + sk2a] sk1a

frase asal proses morfologis bahasa gaul

Pola ini merupakan pola yang umum terjadi dalam pembentukan sebuah kontraksi. Sebuah kata mengalami penghilangans ebagian suku katanya di akhir kata.


(37)

Seperti yang terjadi pada data (k1) munafik apabila dipenggal berdasarkan suku katanya menjadi [mu - na - fik] dan suku kata yang terakhirnya [fik] dihilangkan maka akan menjadi [muna]. Penjelasan ini berlaku juga untuk data (k2) brother yang mengalami penghilangan suku kata terakhirnya [ther] sehingga menjadi bro. Begitu juga dengan data (k3) dan (k4), masing-masing kata cewek menjadi ce dan cowok menjadi co.

(2) penghilangan sebagian suku kata di awal kata Misalnya:

(k1) sudah  su – dah  dah (k2) salam  sa – lam  lam

Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan kontraksi ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pola 2:

[sk1a + sk2a] [sk1a + sk2a] sk2a

frase asal proses morfologis bahasa gaul

Pola ini kebalikannya dari pola kesatu. Pada pola ini suku kata yang dihilangkannya berada di awal kata. Seperti pada data (l1) sudah menjadi dah, karena adanya penghilangan suku kata pertama [su] dan yang tersisa adalah [dah].

(3) penggantian gugus fonem /au/ atau /ua/ menjadi fonem /w/ Misalnya:

(l1) gua  gw

(l2) mau  mw


(38)

Jika dilihat dari urutan fonemnya, pembentukan akronim ini berdasarkan fonemnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Pola 3:

f1f2f3 (/u/ /a/ atau /a/ /u/) f1f2f3 (/u/ /a/ atau /a/ /u/) f1f2f3 /w/

kata asal proses morfologis bahasa gaul

Pada pola ketiga ini berlaku hanya pada kata-kata yang memiliki gugus fonem /au/ atau /ua/, seperti pada data (l1) gua, (l2) mau, dan (l3) atau. Kedua gugus fonem tersebut mengalami penggatian (substitusi) fonem /w/. Sehingga, kata-kata seperti gua, mau, dan atau berubah menjadi gw, mw, dan atw.

(4) penggabungan dua kata menjadi satu kata dengan menghilangkan sebagian fonem

Misalnya:

(m1) ya sudah  yasud (m2) ya habis  yabis (m3) lagi dimana  lagdim (m4) jam berapa  jamber

Berbeda dengan ketiga pola sebelumnya yang hanya terdiri satu kata, pada bagian ini pola kontraksinya berlaku untuk dua kata yang digabungkan menjadi satu kata dengan menghilangkan sebagian fonemnya. Seperti pada kata (n1) ya sudah menjadi yasud dan (n4) jam berapa menjadi jamber. Kedua contoh tersebut mengalami reduksi fonem pada suku kata terakhirnya. Data (n1) apabila dipenggal menjadi suku kata akan menjadi [ya]


(39)

[su + dah], lalu dalam bahasa gaul terjadi reduksi fonem pada suku kata [dah] dengan menghilangkan fonem /a/ dan /h/ sehingga yang tersisalah hanyalah fonem /d/ yang kemudian digabungkan pada suku kata sebelumnya. Akhirnya terbentuklah sebuah kontraksi [ya + su +/d/] menjadi yasud.

(5) pembalikan fonem dan penghilangan sebagian fonem Misalnya:

(n1) mobil  mo – bil  boil (n2) asyik  a – syik  saik (n3) hancur  han – cur  caur

Selain penghilangan suku kata, fonem dan penggabungan kata, kontraksi juga bisa dibentuk dari pembalikan fonem. Apabila dianalisis berdasarkan tiga contoh di atas, aturan yang sama untuk untuk ketiga contoh tersebut adalah terdiri dari dua suku kata dan suku kata keduanya diambil dari dua fonem terakhir pada setiap masing-masing suku kata kedua. Seperti pada suku kata [bil] diambil dua fonem terakhirnya saja /i/ /l/, begitu juga [syik] diambil fonem /i/ /k/, dan [cur] diambil fonem /u/ /r/. Aturan yang agak berbeda terletak pada suku kata pertama.

(6) penghilangan sebagian fonem dan penambahan fonem lainnya

(o1) cakep  caem

(o2) banget  beud


(40)

(o4) sudah  sutra

(o5) saja  ajj

Pada pola keenam ini tidak ada aturan yang ajeg, bahkan cenderung mana suka. Fonem-fonem yang dihilangkan dan yang ditambahkan pada setiap contoh di atas tidak sama aturannya. Pola ini lebih menekankan pada keindahan bunyi.

4.1.3 Analisis Ciri Ragam Bahasa Remaja Kaitannya dengan Tingkat Pendidikan Formal Mereka

4.1.3.1 Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Data yang diperoleh pada remaja tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) menunjukkan mereka tergolong masih jarang menggunakan afiksasi dan abreviasi. Bahasa yang mereka gunakan cenderung masih termasuk bahasa baku, belum banyak proses morfologis yang terjadi.

Berdasarkan data yang penulis dapatkan, afiksasi yang sering mereka gunakan hanyalah sufiks –in, seperti cariin, lupain, temenin, tungguin, dan lain-lain. Jarang mereka berkreasi dengan proses afiksasi yang lainnya.

Proses morfologis yang sering mereka gunakan adalah abreviasi terutama dalam hal singkatan dan akronim, tetapi itu pun dalam pola yang sederhana. Data untuk singkatan penulis dapatkan seperti kata pr, gr, lol, hbd, dan lain sebagainya. Jika dianalisis singkatan diatas akan sebagai berikut:

pr: pekerjaan rumah pr gr: gede rasa gr


(41)

hbd: happy birth day hbd

Keempat data di atas menunjukkan singkatan yang terjadi berasal dari pengambilan fonem awal setiap masing-masing kata. Contoh kata hbd terdiri dari tiga buah fonem, yaitu fonem /h/, /b/, dan /d/. Fonem /h/ berasal dari kata happy yang diambil fonem awalnya saja. Kemudian fonem /b/ berasal dari kata birth yang diambil fonem awalnya juga. Begitu pula yang terjadi dengan fonem /d/ yang berasal dari kata day yang diambil fonem awalnya. Maka setelah digabungkan ketiga fonem tersebut terciptalah singkatan hdb. Jika dilihat dari urutan fonemnya, proses pengambilan fonem pada singkatan ini dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini:

f1a + f2a + fna f1b + f2b + fnb fnn f1a+ f2a+fnn

Pola singkatan ini berlaku jika kata asalnya terdiri dari dua kata atau lebih. Untuk singkatan yang berasal dari satu kata memiliki pola yang lain. Singkatan yang terdiri dari satu kata, biasanya para remaja SMP menghilangkan fonem vokal dan menyisakan fonem konsonannya untuk dijadikan singkatan. Seperti pada contoh berikut ini:

besok bsk (dihilangkan fonem /e/ dan /o/) dapat dpt (dihilangkan fonem /a/)

kamu km (dihilangkan fonem /a/ dan /u/)

Jadi, proses morfologis singkatan bahasa gaul pada tingkat remaja SMP masih sangat sederhana hanya menghilangkan fonem-fonem vokal bila katanya hanya terdiri dari satu kata dan mengambil fonem-fonem awal pada setiap kata bila katanya terdiri dari dua atau lebih.


(42)

Selanjutnya proses morfologis yang terjadi pada bahasa gaul remaja SMP adalah akronim. Sama halnya seperti singkatan, penggunaan akronim para remaja ini sedikit. Kalaupun mereka menggunakan akronim dalam berkomunikasi, itu dikarenakan meeka mengikuti trend bahasa gaul yang sedang berkembang sekarang. Akronim yang sering mereka gunakan seperti harkos (harapan kosong), pulsek (pulang sekolah), jamber (jam berapa), bubar (buka bareng), nobar (nonton bareng), cupu (culun punya), jadul (jaman dulu), lola (loading lambat), dan lain sebagainya.

4.1.3.2Sekolah Menengah Atas (SMA)

Berdasarkan data yang diperoleh, penulis melihat penggunaan bahasa gaul banyak digunakan oleh para remaja di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Semua aspek seperti afiksasi dan abreviasi banyak terjadi. Penggunaan afiksasi baik itu prefiks, sufiks, maupun konfiks banyak digunakan mereka dalam berkomunikasi. Penjelasan untuk afiksasi para remaja SMA sama seperti penjelasan analisis afiksasi di awal bab.

Kemudian proses morfologis singkatan pada remaja SMA terlihat sangat banyak digunakan. Mereka mulai berkreasi membuat pola yang lain, tidak hanya sekedar mengambil fonem diawal kalimat atau menghilangkan fonem vokal tapi menggabungkannya dengan redupilkasi. Seperti pada kata jbjb singkatan dari kata join bareng. Apabila dianalisis singkatan tersebut adalah sebagai berikut:

join bareng  /j/ /o/ /i/ /n/ /b/ /a/ /r/ /e/ /n/ /g/ jb (direduplikasi) jbjb

Kata join diambil fonem awalnya /j/, kemudian kata bareng diambil fonem awalnya /b/. Setelah itu kedua fonem tersebut digabungkan menjadi jb kemudian diulang menjadi jbjb.


(43)

Selain adanya reduplikasi, proses morfologis singkatan pada tingkat SMA ini banyak menggunakan singkatan-singkatan yang berasal dari bahasa Inggris. Misalnya tgif

(thanks god it’s friday), brb (be right back), afk (away from keyboard), tfl (thaks for like). Pola singkatan yang digunakannya sama seperti halnya singkatan pada bahasa Indonesia, hanya mengambil fonem-fonem diawal kalimat.

Selanjutnya proses morfologis akronim pada tingkat remaja SMA, mereka menggunakan kosa kata bahasa Inggris tetapi kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Seperti kata chek this out menjadi cekidot, hilang feeling menjadi ilfil. Sedangkan proses morfologis akronim dalam bahasa Indonesia, para remaja SMA ini banyak menggunakan pola percampuran antara suku kata dan fonem. Misalnya kopdar (kopi darat), maksi (makan siang), harkos (harapan kosong),bisa pakai (bispak), pulsek (pulang sekolah). Jika dilihat dari pola akronimnya, remaja SMA banyak menggunakan pola 5, pola 6, dan pola 7.

Proses morfologis terakhir yaitu kontraksi. Pada remaja SMA proses kontraksi banyak digunakan. Mulai dari kontraksi yang berpola sederhana sampai yang mana suka. Seperti bro, sista, napa, pain, dah, lam, gw, boil, ajj.

4.1.3.3 Perguruan Tinggi

Di kalangan mahasiswa, semua proses morfologis bahasa gaul baik itu afiksasi maupun abreviasi semua digunakan. Porsi penggunaan singkatan yang mereka gunakan cenderung lebih banyak menggunakan singkatan-singkatan dalam bahasa Inggris, seperti tfr (thanks for request), imo (in my opinion), brb (be right back), jk (just kidding), wtw (wall to wall), ldr (long distance relationship), tgif (thanks god it’s Friday), tfl (thanks for


(44)

like). Kemudian semua pola pada afiksasi, akronim dan kontraksi pada tingkat mahasiswa digunakan hampir merata oleh semua responden mahasiswa.

4.2. Pembahasan Temuan 4.2.1 Pembahasan Afiksasi

Afiksasi adalah peristiwa pembentukan kata dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar. Sedangkan pengertian afiks itu sendiri menurut Muslich (2008:41) ialah bentuk kebahasaan terikat yang hanya mempunyai arti gramatikal, yang merupakan unsur langsung suatu kata, tetapi bukan merupakan bentuk dasar, yang memiliki kesanggupan untuk membentuk kata-kata baru.

Berkenaan dengan jenis afiksnya, biasanya proses afiksasi itu dibedakan atas prefiksasi, yaitu proses pembubuhan prefiks, konfiksasi yakni proses pembubuhan konfiks, sufiksasi yaitu proses pembubuhan sufiks, dan infiksasi yakni proses pembubuhan infiks (Chaer, 2008:27).

Dalam penelitian ini penulis hanya meneliti prefiksasi, sufiksasi, dan konfiksasi yang terdapat pada bahasa gaul remaja di Facebook. Penulis menemukan ada empat macam prefiks yang kerap digunakan para remaja dalam tulisan mereka di wall Facebook. Keempat prefiks ini yaitu, prefiks t-, nge-, ng-, dan ny-.

Prefiks tesebut berasal dari proses morfologis yang terjadi pada prefiks ter-, dan prefiks meN-. Penggunaan prefiks ter- dalam bahasa gaul remaja di wall Facebook berubah menjadi t- sedangkan prefiks meN- berubah menjadi nge-, ng-, dan ny-. Peristiwa perubahan ini disebabkan adanya penghilangan fonem (reduksi) dan perubahan fonem ke fonem lain (substitusi). Keduanya merupakan bagian dari proses morfofonemis.


(45)

Dalam bahasa Indonesia, peristiwa bergabungnya morfem satu dengan yang lain untuk membentuk suatu kata sering diikuti dengan perubahan-perubahan fonem. Perubahan itu bisa berupa perubahan fonem ke fonem lain, penambahan fonem, dan

penghilangan fonem. Perubahan-perubahan fonem yang mengikuti peristiwa

pembentukan kata dalam ilmu bahasa disebut proses morfofonemis (Muslich, 2008:41). Morfem afiks {meN-} yang memiliki tiga fonem, yaitu /m/, /e/. dan /N/, setelah bergabung dengan bentuk dasar (b3) bawa, fonem /N/ berubah menjadi /m/, sehingga pertemuan itu menghasilkan kata membawa. Dengan demikian, pada proses morfologis itu terjadi pula proses morfonemis yang berupa perubahan fonem, yaitu fonem /N/

menjadi /m/: {meN}  {mem}.

Begitu juga kata mengecat. Kata ini terdiri atas dua morfem, yaitu morfem afiks {meN-} dan bentuk dasar (b4) cat. Setelah kedua morfem itu bergabung terjadilah proses morfofonemis yang berupa penambahan fonem /e/ pada {meN-}sehingga menjadi menge-.

Model lain ialah proses morfofonemis yang berupa penghilangan fonem. Kata (b1) merusak misalnya, terdiri dari dua morfem, yaitu morfem {meN-} dan bentuk dasar ramal. Morfem {meN-} setelah bergabung dengan bentuk dasar rusak, ternyata fonem /N/ pada {meN-} mengalami penghilangan, sehingga menjadi {me-}.

Penjelasan diatas merupakan proses morfofonemis yang terjadi pada bahasa Indonesia baku. Begitu pun sama halnya dengan bahasa gaul remaja dalam Facebook mengalami proses morfofonemis pula.


(46)

Berdasarkan hasil analisis, prefiks bahasa gaul ini terjadi dikarenakan adanya (1) reduksi prefiks ter- menjadi prefiks t-, (2) substitusi prefiks meN- menjadi prefiks nge-, dan (3) reduksi prefiks meN- menjadi prefiks ng- dan ny-.

Semua prefiks ter- dalam bahasa gaul para remaja ini berubah menjadi t-, seperti pada kata (a1) buka dan (a2) senyum. Awalnya kata buka, dan senyum diberi imbuhan ter- + buka terbuka, ter- + senyum tersenyum.Di sini pengekalan fonem /r/ pada prefiks ter- tetap menjadi /r/ karena prefiks ter- itu diimbuhkan pada bentuk dasar yang diawali dengan konsonan /b/ dan /s/.

Namun dalam bahasa gaul aturan ini tidak berlaku, apapun bentuk dasar yang ditemui oleh prefiks ter- semuanya berubah menjadi t-, seperti pada kata terbuka tbuka, dan tersenyum tsenyum. Inilah yang dinamakan reduksi fonem, yaitu penghilangan fonem dimana dalam kasus ini fonem /e/ dan /r/ dihilangkan sehingga tinggal menyisakan fonem /t/.

Selanjutnya, penggunaan prefiks meN- dalam bahasa gaul juga mengalami perubahan menjadi nge-, ng-, dan ny-. Hal ini disebabkan adanya substitusi prefiks meN- menjadi prefiks nge-, seperti pada kata (b1) merusak menjadi ngerusak.

Secara teori umum, Chaer (2008) mengatakan bahwa penambahan fonem nasal /nge/ terjadi apabila bentuk dasarnya hanya terdiri dari satu kata. Misalnya bentuk dasar lukis diberi imbuhan meN- menjadi meN- + lukis melukis. Namun, dalam bahasa gaul ini substitusi meN- menjadi nge- terjadi apabila fonem awal kata dasar yang akan dilekatkannya berupa konsonan atau kata dasarnya berupa ekasuku.

Selain itu, prefiks meN- juga mengalami reduksi fonem yaitu hilangnya fonem /m/ dan /e/, sehingga menyisakan fonem /N/ yang kemudian berubah menjadi prefiks ng-


(47)

dan prefiks ny-. Dalam bahasa gaul ini, penambahan fonem nasal /ng/ berlaku apabila bentuk dasarnya diawali dengan huruf vokal /a,i,u,e,o/. Seperti kata ambil menjadi ngambil, injak menjadi nginjak, ukur menjadi ngukur, olah menjadi ngolah, dan edit menjadi ngedit.

Bentuk dasar yang diawali konsonan /s/ apabila diberi imbuhan meN- akan mengalami peluluhan menjadi fonem nasal /ny/. Seperti bentuk dasar sapu diberi imbuhan meN- + sapu akan menjadi menyapu, lalu kata siram diberi imbuhan meN- + siram menjadi menyiram. Dalam bahasa gaul bentuk kata menyapu dan menyiram akan berubah menjadi nyapu dan nyiram dengan menghilangkan fonem /m/ dan /e/.

Dalam bahasa Indonesia ada dua macam akhiran yaitu, akhiran –kan dan akhiran –i yang fungsi dan artinya sama dengan akhiran -in dalam bahasa Betawi (Rosidi, Pikaran Rakyat 2010). Dalam bahasa Indonesia kita bilang, “Kembalikan buku itu!”, sedangkan dalam bahasa Betawi kita bilang, “Kembaliin buku itu!”.

Akan tetapi, setelah sekian banyak orang memakai bahasa gaul, baik secara lisan (termasuk siaran-siaran radio, dan televisi), maupun tertulis (dalam sebagian pers untuk anak-anak muda, dan terutama dalam internet) yang terutama terpengaruh oleh bahasa Betawi atau lebih tepatnya bahasa Jakarta, pemakaian akhiran –in kian umum, juga digunakan ketika orang berbicara dalam bahasa Indonesia baku (Rosidi, Pikiran Rakyat 2010).

Dalam bahasa gaul, penulis melihat penggunaan sufiks –in sudah umum digunakan oleh para remaja. Misalnya pada kata (f1) cari + –kan carikan cariin, terdapat perubahan sufiks –kan menjadi –in . Begitupun sama halnya dengan sufiks –i, misalnya pada kata (g1) datang + –i datangi datangin. Berdasarkan hasil analisis,


(48)

penulis mengambil kesimpulan bahwa terdapat perubahan sufiks yaitu adanya substitusi sufiks –kan / –i menjadi –in.

Subroto (dalam Muslich, 2008) menyatakan bila suatu kata terjadi dari bentuk dasar langsung ke bentuk meN-bentuk dasar-kan, kata bentukan itu pasti mengandung konfiks {meN-kan}. Bentuk menidurkan misalnya,tidak dibentuk dari meN- + tidurkan / menidur + -kan, tetapi meN-kan + tidur. Jadi prosesnya adalah dari tidur langsung ke menidurkan; morfem {meN-kan} inilah konfiksnya.

Data konfiks yang penulis dapatkan diatas merupakan konfiks yang di luar kaidah tata bahasa Indonesia baku atau meruapakan konfiks yang digunakan dalam bahasa gaul remaja. Hasil analisis ini diketahui bahwa bentukan kata bahasa gaul substitusi konfiks meN-kan meliputi, (a) substitusi konfiks meN-kan menjadi konfiks ng-in dan nge-in (b) substitusi konfiks meN-kan menjadi sufiks –in, (c) substitusi konfiks meN-i menjadi sufiks –in, (d) substitusi meN-nya menjadi nge-nya.

Selain itu jika dilihat dari kelompok bunyinya, afiksasi bahasa gaul memiliki aturan tersendiri. Seperti prefiks t- akan terbentuk apabila kata-kata dasar yang dilekatkan prefiks ter- itu berada pada lingkungan bunyi stop, nasal, lateral, frikatif, atau semi vokal. Sebaliknya prefiks t- tidak akan muncul apabila kata dasarnya diawali dengan fonem vokal atau bunyi vokoid [a,i,u,e,o], dan fonem konsonan /f/, /v/, /x/, /y/, /z/, /q/, dan /t/.

Kemudian prefiks nge- akan terbentuk apabila kata dasar yang dilekatkan itu berada pada lingkungan bunyi stop, lateral, frikatif, dan semivokal. Selain itu kata dasar yang berupa ekasuku pun termasuk ke dalam pola ini. Sebaliknya prefiks nge- tidak akan muncul apabila kata dasarnya diawali dengan fonem vokal atau bunyi vokoid [a,i,u,e,o], bunyi nasal, dan fonem konsonan /p/, /t/, /k/, /v/, /s/, /z/, dan /w/. Sedangkan prefiks ng-


(49)

akan terbentuk apabila fonem awal kata dasar yang dilekatinya itu berada pada lingkungan bunyi vokoid [a,i,u,e,o]. Selain bunyi tersebut prefiks ng- tidak akan muncul. Terakhir, prefiks ny- akan muncul apabila kata dasar yang dilekatkanya itu diawali fonem /s/. Sebaliknya prefiks ny- tidak akan muncul apabila kata dasarnya bukan diawali fonem /s/.

Untuk penggunaan sufiks dalam bahasa gaul ini, hanya ada satu sufiks yaitu sufiks –in. Sufiks –in akan muncul ketika berhadapan dengan kata dasar yang sudah dibubuhi sufiks –kan atau –in. Diluar kedua sufiks tersebut, maka sufiks –in tidak akan muncul.

Selanjutnya, pola konfiks ng-in akan muncul bila dilekatkan pada kata dasar yang diawali fonem /h/ dan kata dasar yang dilekatinya itu berada pada lingkungan bunyi vokoid [a,i,u,e,o]. Sedangkan konfiks nge-in akan terbentuk apabila kata dasar yang dilekatkan itu berada pada lingkungan bunyi stop, lateral, nasal, frikatif, dan semivokal. Terakhir, konfiks meN-kan dan meN-i akan berubah menjadi sufiks –in apabila kata dasarnya diawali fonem /s/, /t/, /p/, /m/, dan /n/.

Selain dilihat bagaimana proses terbentuknya dan kelompok bunyi mana yang mempengaruhi kemunculan afiks-afiks ini, penulis juga akan membahas afiksasi ini berdasarkan pembentukan verbanya. Menurut O‟Grady (1996), pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu pertama membentuk kata-kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif.

Pembentukan kata secara inflektif tidak membentuk kata baru, yang berbeda hanyalah identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya. Hal ini berbeda dengan


(50)

pembentukan kata secara derivatif. Pembentukan kata secara derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya.

Dalam ragam bahasa remaja ini dibedakan adanya prefiks t-, nge. ng, ny- yang inflektif dan prefiks t-, nge, ng-, ny yang derivatif. Sebagai afiks inflektif, prefiks t-, nge. ng,ny- menandai bentuk kalimat indikatif aktif, sebagai kebalikan dari prefiks di- yang menandai bentuk indikatif. Sebagai afiks derivatif, prefiks t-, nge. ng, ny- membentuk kata baru, yaitu kata identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya.

Bentuk dasar atau pangkal verba berprefiks nge-, ng-, ny- inflektif memiliki komponen makna [tindakan] dan [sasaran]. Verba prefiks nge-, ng-, ny- inflektif memiliki makna gramatikal:

a. Melakukan kegiatan (dasar) Contoh:

(a19) ngebaca, artinya „melakukan kegiatan membaca‟ (c1) ngambil, artinya „melakukan kegiatan mengambil‟ (d5) nyuri, artinya „melakukan kegiatan mencuri‟

b. Melakukan pekerjaan dengan alat

Contoh:

(b12) ngelukis, artinya „melakukan kerja dengan alat lukis‟ (c6) ngunci, artinya „melakukan kerja dengan alat kunci‟

c. Melakukan kerja dengan bahan

Contoh: (b4) ngecat, artinya „melakukan kerja dengan bahan cat‟

d. Membuat (dasar)


(51)

(a21) ngegambar, artinya „membuat gambar‟ (a22) ngedekor, artinya „membuat dekor‟

Sedangkan verba berprefiks nge-, ny- derivatif memiliki makna gramatikal sebagai berikut:

a. makan, mengisap

Contoh:

(d7) nyate, artinya „makan sate‟

(b22) ngerokok, artinya „menghisap rokok‟ b. menjadi (dasar)

Contoh: (b23) ngebesar, artinya „menjadi besar‟

Verba berprefiks t- inflektif adalah verba pasif keadaan dari verba nge- inflektif. Makna gramatikal verba berprefiks t- inflektif, selain sebagai kebalikan pasif keadaan dari verba berprefiks nge- inflektif, juga memiliki makna gramatikal:

a. dapat/sanggup, apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna [tindakan] dan [sasaran].

Contoh:

(a20) tbaca, artinya „dapat dibaca‟ (a18) tbawa, artinya „dapat dibawa‟

b. tidak sengaja, apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna [tindakan] dan [sasaran].

Contoh:

(a19) tlihat, artinya „tidak sengaja dilihat‟ (a18) tbawa, artinya „tidak sengaja dibawa‟


(52)

Selanjutnya, verba prefiks t- derivatif memiliki makna gramatikal sebagai berikut: a. paling, apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna [keadaan].

Contoh: (a22) tbaik, artinya „paling baik‟

b. dalam keadaan, apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna [keadaan] dan [kejadian].

Contoh: (a21) tpasang, artinya „dalam keadaan pasang‟

Dalam bahasa remaja ini verba bersufiks –in merupakan verba inflektif dan mempunyai makna gramatikal:

a. memberi

Contoh: (g3) nasehatin, artinya „beri nasihat pada‟. b. jadikan

Contoh: (f5) satuin, artinya „jadikan satu‟ c. lakukan untuk orang lain

Contoh: (f4) beliin, artinya „lakukan beli untuk (orang lain)‟

Jadi, afiksasi bahasa remaja dalam Facebook membentuk verba inflektif dan derivatif. Prefiks t-, nge-, ng, dan ny- dapat membentuk verba inflektif dan derivatif. Sedangkan sufiks–in hanya akan membentuk verba inflektif saja.

Dengan melihat data, analisis dan pembahasan diatas maka penulis menarik kesimpulan bahwa perubahan prefiks ter- menjadi t-, lalu prefiks meN- menjadi nge-, ng-, dan ny- dapat dijadikan kaidah bahwa ter- akan berubah menjadi t-, lalu meN- akan


(53)

berubah menjadi nge-, ng-, dan ny-. Apabila dibandingkan dengan bahasa Indonesia baku, tidak terdapat prefiks t-, nge-, ng- dan ny-. Sehingga bisa dijadikan kaidah bahwa prefiks t-, nge-, ng-, dan ny- menampung prefiks ter- dan meN- dalam ragam bahasa gaul remaja. Begitu juga halnya dengan sufiks –in menampung sufiks –i dan –kan, serta konfiks meN-kan dan meN-i. Kaidah yang terakhir bahwa konfks ng-in, dan nge-in menampung konfiks meN-kan dalam ragam bahasa gaul remaja. Selain itu penulis melihat perubahan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pelafalan, penekanan maksud tuturan, memberi kesan santai dan akrab.

4.2.2 Pembahasan Abreviasi

Singkatan dalam bahasa ialah gejala yang tampaknya universal. Tiap bahasa menggunakan singkatan. Timbulnya singkatan didorong oleh pertimbangan kehematan waktu dan energi. Kehematan itu tentu dapat berekses menjadi kemalasan. Singkatan dapat dianggap semacam kode yang singkat di kalangan masyarakat bahasa tertentu dipahami semudah bentuk lengkapnya

Ragam bahasa gaul remaja memiliki ciri khusus, singkat, lincah, dan kreatif. Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang akan

diperpendek melalui proses morfologi (Riasa dalam

http://www.mocoe.wordpress.com/2010/10/06/pengaruh-bahasa-gaul-remaja-terhadap-bahasa-indonesia/)

Akronomisasi adalah proses pembentukan sebuah kata dengan cara menyingkat sebuah konsep yang direalisasikan dalam sebuah konstruksi lebih dari sebuah kata.


(54)

Proses ini menghasilkan sebuah kata yang disebut akronim (Chaer, 2008:236). Pada bahasa gaul ini terdapat 8 pola akronim, yaitu:

(1) pengambilan huruf-huruf (fonem-fonem) pertama dari kata-kata yang membentuk

konsep itu.

(2) pengambilan suku kata pertama dari semua kata yang membentuk konsep itu. (3) pengambilan suku kata kedua dari semua kata yang membentuk konsep itu. (4) pengambilan suku kata pertama dan suku kata terakhir dari setiap kata yang

membentuk konsep itu.

(5) pengambilan suku kata pertama ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua dari setiap kata yang membentuk konsep itu.

(6) pengambilan suku kata pertama ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua dan suku kata pertama dari kata kedua.

(7) pengambilan suku kata pertama dari kata pertama dan suku kata pertama dari kata kedua ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua.

(8) pengambilan suku kata tertentu disertai dengan modifikasi yang tampaknya tidak beraturan; namun, masih dengan memperhatikan “keindahan” buyi.

Sedangkan untuk kontraksi bahasa gaul terdapat 6 pola yaitu: (1) penghilangan sebagian suku kata di akhir kata

(2) penghilangan sebagian suku kata di awal kata

(3) penggantian gugus fonem /au/ atau /ua/ menjadi fonem /w/ (4) penggabungan frase menjadi satu kata

(5) pembalikan fonem dan penghilangan sebagian fonem


(1)

(a21) ngegambar, artinya „membuat gambar‟ (a22) ngedekor, artinya „membuat dekor‟

Sedangkan verba berprefiks nge-, ny- derivatif memiliki makna gramatikal

sebagai berikut:

a. makan, mengisap Contoh:

(d7) nyate, artinya „makan sate‟

(b22) ngerokok, artinya „menghisap rokok‟ b. menjadi (dasar)

Contoh: (b23) ngebesar, artinya „menjadi besar‟

Verba berprefiks t- inflektif adalah verba pasif keadaan dari verba nge- inflektif.

Makna gramatikal verba berprefiks t- inflektif, selain sebagai kebalikan pasif keadaan

dari verba berprefiks nge- inflektif, juga memiliki makna gramatikal:

a. dapat/sanggup, apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna [tindakan] dan [sasaran].

Contoh:

(a20) tbaca, artinya „dapat dibaca‟ (a18) tbawa, artinya „dapat dibawa‟

b. tidak sengaja, apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna [tindakan] dan [sasaran].

Contoh:

(a19) tlihat, artinya „tidak sengaja dilihat‟ (a18) tbawa, artinya „tidak sengaja dibawa‟


(2)

Selanjutnya, verba prefiks t- derivatif memiliki makna gramatikal sebagai berikut: a. paling, apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna [keadaan].

Contoh: (a22) tbaik, artinya „paling baik‟

b. dalam keadaan, apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna [keadaan] dan [kejadian].

Contoh: (a21) tpasang, artinya „dalam keadaan pasang‟

Dalam bahasa remaja ini verba bersufiks –in merupakan verba inflektif dan mempunyai makna gramatikal:

a. memberi

Contoh: (g3) nasehatin, artinya „beri nasihat pada‟. b. jadikan

Contoh: (f5) satuin, artinya „jadikan satu‟ c. lakukan untuk orang lain

Contoh: (f4) beliin, artinya „lakukan beli untuk (orang lain)‟

Jadi, afiksasi bahasa remaja dalam Facebook membentuk verba inflektif dan

derivatif. Prefiks t-, nge-, ng, dan ny- dapat membentuk verba inflektif dan derivatif.

Sedangkan sufiks –in hanya akan membentuk verba inflektif saja.

Dengan melihat data, analisis dan pembahasan diatas maka penulis menarik kesimpulan bahwa perubahan prefiks ter- menjadi t-, lalu prefiks meN- menjadi nge-, ng-, dan ny- dapat dijadikan kaidah bahwa ter- akan berubah menjadi t-, lalu meN- akan


(3)

berubah menjadi nge-, ng-, dan ny-. Apabila dibandingkan dengan bahasa Indonesia

baku, tidak terdapat prefiks t-, nge-, ng- dan ny-. Sehingga bisa dijadikan kaidah bahwa

prefiks t-, nge-, ng-, dan ny- menampung prefiks ter- dan meN- dalam ragam bahasa gaul remaja. Begitu juga halnya dengan sufiks –in menampung sufiks –i dan –kan, serta konfiks meN-kan dan meN-i. Kaidah yang terakhir bahwa konfks ng-in, dan nge-in

menampung konfiks meN-kan dalam ragam bahasa gaul remaja. Selain itu penulis

melihat perubahan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pelafalan, penekanan maksud tuturan, memberi kesan santai dan akrab.

4.2.2 Pembahasan Abreviasi

Singkatan dalam bahasa ialah gejala yang tampaknya universal. Tiap bahasa menggunakan singkatan. Timbulnya singkatan didorong oleh pertimbangan kehematan waktu dan energi. Kehematan itu tentu dapat berekses menjadi kemalasan. Singkatan dapat dianggap semacam kode yang singkat di kalangan masyarakat bahasa tertentu dipahami semudah bentuk lengkapnya

Ragam bahasa gaul remaja memiliki ciri khusus, singkat, lincah, dan kreatif. Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang akan

diperpendek melalui proses morfologi (Riasa dalam

http://www.mocoe.wordpress.com/2010/10/06/pengaruh-bahasa-gaul-remaja-terhadap-bahasa-indonesia/)

Akronomisasi adalah proses pembentukan sebuah kata dengan cara menyingkat sebuah konsep yang direalisasikan dalam sebuah konstruksi lebih dari sebuah kata.


(4)

Proses ini menghasilkan sebuah kata yang disebut akronim (Chaer, 2008:236). Pada bahasa gaul ini terdapat 8 pola akronim, yaitu:

(1) pengambilan huruf-huruf (fonem-fonem) pertama dari kata-kata yang membentuk konsep itu.

(2) pengambilan suku kata pertama dari semua kata yang membentuk konsep itu. (3) pengambilan suku kata kedua dari semua kata yang membentuk konsep itu. (4) pengambilan suku kata pertama dan suku kata terakhir dari setiap kata yang

membentuk konsep itu.

(5) pengambilan suku kata pertama ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua dari setiap kata yang membentuk konsep itu.

(6) pengambilan suku kata pertama ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua dan suku kata pertama dari kata kedua.

(7) pengambilan suku kata pertama dari kata pertama dan suku kata pertama dari kata kedua ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua.

(8) pengambilan suku kata tertentu disertai dengan modifikasi yang tampaknya tidak beraturan; namun, masih dengan memperhatikan “keindahan” buyi.

Sedangkan untuk kontraksi bahasa gaul terdapat 6 pola yaitu: (1) penghilangan sebagian suku kata di akhir kata

(2) penghilangan sebagian suku kata di awal kata

(3) penggantian gugus fonem /au/ atau /ua/ menjadi fonem /w/ (4) penggabungan frase menjadi satu kata

(5) pembalikan fonem dan penghilangan sebagian fonem


(5)

4.2.3 Pembahasan Ciri Ragam Bahasa Remaja Kaitannya dengan Tingkat Pendidikan Formal Mereka

Sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya Alwasilah dan Agustina (1993:81). Dalam sosiolinguistik biasanya ragam bahasa inilah yang paling banyak dibicarakan, karena ragam bahasa ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya. Perbedaan ragam bahasa ini bukanlah berkenaan dengan isi pembicaraan, melainkan perbedaan dalam bidang morfologi, sintaksis, dan juga kosakata.

Ragam bahasa berdasarkan pendidikan yaitu ragam bahasa yang terkait dengan tingkat pendidikan si pengguna bahasa. Misalnya orang yang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar akan berbeda ragam bahasanya dengan orang yang lulus sekolah menengah pertama. Demikian pula, orang lulus pada tingkat sekolah menengah atas akan berbeda penggunaan ragam bahasanya dengan mahasiswa. Meskipun para remaja ini menggunakan ragam bahasa remaja tetapi setiap jenjang pendidikan memiliki ciri masing-masing atas penggunaan ragam bahasa ini.

Bahasa remaja adalah variasi bahasa yang terkait dengan pengguna: penggunaannya bukan diatur oleh situasi dan konteks penggunaannya, melainkan oleh penggunanya (Quirk 1990: 99). Jadi bahasa remaja ini akan terus berkembang dari masa ke masa. Para remaja telah banyak belajar dari lingkungan sekitarnya, dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk oleh kondisi lingkungan. Lingkungan remaja


(6)

mencakup lingkungan keluarga, masyarakat, dan khususnya pergaulan teman sebaya, dan lingkungan sekolah.

Pengaruh pergaulan antar teman sebaya terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa para remaja ini menjadi lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok sebaya. Menurut Norrby dan Wirdenas (2003), bahasa remaja sering dianggap "sangat emosional, ekspresif, dan dramatis" dan menyimpang dari bahasa lisan standar orang dewasa.

Pada penelitian ini, penulis menemukan bahwa ada pengaruhnya jenjang pendidikan terhadap proses morfologis yang terjadi. Hasil temuan dan pembahasan menunjukan bahwa perubahan afiksasi bahasa gaul ini tergantung pada kelompok bunyi yang dihadapi afiks tersebut. Sedangkan pada bagian abreviasi, terdapat 8 pola akronim dan 6 pola kontraksi.Selain itu terungkap pula kalau jenjang pendidikan juga mempengaruhi proses morfologis yang terjadi. Semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang maka akan semakin kaya dan kreatif kata-kata yang mereka gunakan, sebaliknya semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin sedikit dan sederhana kata-kata yang mereka gunakan.