S PSI 1006349 Chapter4
35
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLIN BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A.Temuan dan Pembahasan Penelitian
Pada bab ini peneliti akan mendeskripsikan temuan ataupun hasil penelitian variabel stres berkendara dan disiplin berlalu lintas. Data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari pengguna kendaraan sepeda motor dengan status mahasiswa di kota Bandung.
1. Gambaran Stres Berkendara
a. Gambaran Stres Berkendara Secara Umum
Berdasarkan pengumpulan dan pengkategorisasian data pada 150 responden, maka stres berkendara dapat dilihat dengan gambaran sebagai berikut.
Tabel 4.1 Gambaran Tingkat Stres Berkendara
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 19 13%
Sedang 105 70%
Tinggi 26 17%
150 100%
Dalam bentuk diagram, kategorisasi stres berkendara dapat digambarkan sebagai berikut.
(2)
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu Gambar 4.1 Diagram Stres Berkendara
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa secara umum tingkat stres berkendara pada pengguna sepeda motor dengan status mahasiswa di kota Bandung berada pada kategori sedang dengan jumlah 105 responden (70%). Hal ini berarti sebagian besar pengendara sepeda motor menunjukkan respon yang cukup negatif karena adanya situasi yang tidak menyenangkan atau sumber stres saat berkendara.
Taraf sedang menunjukkan pengendara menganggap sumber stres sebagai suatu ancaman bagi dirinya, namun dinilai sebagai hal yang tidak terlalu berbahaya sehingga respon yang dimunculkan tidak tinggi dan tidak rendah. Hal ini juga menunjukan bahwa taraf pengendara kurang memiliki sumber daya, kemampuan atau kapasitas dalam menangani stres. Bentuk respon negatif ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam gambaran stres berkendara berdasarkan dimensi.
b. Gambaran Stres Berkendara Berdasarkan Dimensi
Selanjutnya akan dipaparkan mengenai gambaran umum dari masing-masing dimensi stres berkendara yang meliputi aggression, dislike of driving, hazard monitoring, thrill seeking dan fatigue proneness.
Tabel 4.2
Tingkat Stres Berkendara Berdasarkan Dimensi
Dimensi Kategori Jumlah Persentase
Aggression
Rendah 19 13%
Sedang 105 70%
Tinggi 26 17%
Jumlah 150 100%
Dislike of driving
Rendah 14 9%
Sedang 117 78%
Tinggi 19 13%
Jumlah 150 100%
Hazard monitoring
Rendah 28 19%
(3)
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu
Tinggi 18 12%
Jumlah 150 100%
Thrill seeking
Rendah 22 15%
Sedang 109 72%
Tinggi 19 13%
Jumlah 150 100%
Fatigue Proneness
Rendah 21 14%
Sedang 104 69%
Tinggi 25 17%
Jumlah 150 100%
Gambaran umum dari dimensi-dimensi tersebut dapat digambarkan dalam grafik berikut.
Gambar 4.2 Grafik Dimensi-dimensi Stres Berkendara
Berdasarkan pada tabel dan gambar 4.2, pengendara sepeda motor dengan status mahasiswa di kota Bandung berada pada kategori sedang pada masing- masing dimensi stres berkendara.
Pada dimensi aggression persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 70%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor menunjukkan perasaan marah, kesal dan frustrasi sehingga menimbulkan perilaku berbahaya pada taraf yang
(4)
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu
sedang. Hal ini tercermin dari banyaknya pengendara yang merasa kesal dan sangat tidak menyukai pengendara lain yang mungkin dapat menyebabkan masalah bagi dirinya.
Selanjutnya pada dimensi dislike of driving persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 78%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor mengalami mood negatif berupa perasaan cemas dan tidak nyaman selama berkendara pada taraf yang sedang. Hal ini tercermin dari banyaknya pengendara yang merasa cara berkendaranya menjadi lebih buruk dari biasanya jika berkendara dengan kendaraan yang tidak biasa digunakan olehnya.
Pada dimensi hazard monitoring persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 69%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda menjadi waspada terhadap ancaman dan bahaya yang dapat muncul selama berkendara pada taraf yang sedang. Hal ini tercermin dari banyaknya pengendara menjadi sangat waspada ketika melalui jalanan yang sulit.
Selanjutnya pada dimensi thrill seeking persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 72%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor menampilkan sikap dan perilaku yang menikmati keadaan berbahaya selama berkendara pada taraf yang sedang. Hal ini tercermin dari banyaknya pengendara yang merasa dirinya menikmati sensasi ketika berkendara dengan sangat cepat.
Pada dimensi fatigue proneness persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 69%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor menjadi rentan kelelahan secara fisik dan mental setelah melakukan perjalanan cukup panjang pada taraf yang sedang. Hal ini tercermin dari banyaknya pengendara yang merasakan otot-ototnya menjadi tegang selama berkendara.
2. Gambaran Disiplin Berlalu Lintas
(5)
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu
Berikut ini merupakan hasil pengkategorisasian tingkat disiplin berlalu lintas pada responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3 Tingkat Disiplin Berlalu Lintas
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 23 15%
Sedang 104 70%
Tinggi 23 15%
150 100%
Dalam bentuk diagram, kategorisasi disiplin berlalu lintas dapat digambarkan sebagai berikut
Gambar 4.3 Diagram Disiplin Berlalu Lintas
Berdasarkan tabel dan grafik 4.3, dapat dilihat bahwa secara umum tingkat disiplin berlalu lintas berada pada kategori sedang dengan jumlah 104 orang (70%). Hal ini berarti pengguna sepeda motor dengan status mahasiswa cenderung memiliki sikap dan perilaku patuh terhadap aturan lalu lintas dengan kategori yang sedang. Diagram di atas juga menunjukkan bahwa tingkat disiplin tinggi dan tingkat disiplin rendah rendah memiliki jumlah persentase yang sama rata.
Secara umum hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian Klavert (2007) yang menunjukkan sebagian pengendara memiliki tingkat kedisiplinan dengan kategori sedang. Taraf sedang menunjukkan bahwa pada dasarnya pengendara berusaha untuk
(6)
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu
mematuhi aturan lalu lintas, namun aturan tersebut belum menjadi standar nilai bagi dirinya sehingga sesekali perilaku melanggar sesekali masih dilakukan oleh para pengendara sepeda motor.
b. Gambaran Disiplin Berlalu Lintas Berdasarkan Aspek
Selanjutnya akan dipaparkan mengenai gambaran umum dari masing-masing aspek disiplin berlalu lintas yang meliputi sikap mental, pemahaman, dan sikap kelakuan. Berikut merupakan hasil pengkategorisasian pada masing- masing aspek disiplin berlalu lintas.
Tabel 4.4 Tingkat Disiplin Berlalu Lintas Berdasarkan Aspek
Aspek Kategori Jumlah Persentase
Sikap Mental Rendah 28 19%
Sedang 92 61%
Tinggi 30 20%
Jumlah 150 100%
Pemahaman Rendah 18 12%
Sedang 112 75%
Tinggi 20 13%
Jumlah 150 100%
Sikap Kelakuan
Rendah 24 16%
Sedang 102 68%
Tinggi 24 16%
Jumlah 150 100%
Gambaran umum dari aspek tersebut digambarkan dalam grafik berikut.
(7)
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu Gambar 4.4 Grafik Aspek Disiplin Berlalu Lintas
Berdasarkan pada tabel dan gambar 4.4, pengendara sepeda motor dengan status mahasiswa di kota Bandung berada pada kategori sedang pada masing- masing aspek disiplin berlalu lintas.
Pada aspek sikap mental persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 61%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor mencoba untuk taat, patuh dan tertib mengikuti aturan sebagai bagian dari latihan mengendalikan perilaku dan watak. Selanjutnya pada aspek pemahaman persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 75%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor telah memiliki pengetahuan mengenai aturan lalu lintas. Pada aspek sikap kelakuan persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 68%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor telah sikap bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab dalam menaati aturan, norma dan standar nilai yang berlaku tanpa menganggapnya sebagai beban.
3. Hubungan Stres Berkendara Dengan Disiplin Berlalu Lintas
Hubungan kedua variabel dalam penelitian ini, yaitu stres berkendara dengan disiplin berlalu lintas, dihitung dengan menggunakan korelasi Rank
(8)
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu
Spearman dengan bantuan SPPS versi 18. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5 Hubungan Antara Stres Berkendara Dengan Disiplin Berlalu Lintas
Stres Berkendara
Disiplin Berlalu Lintas Spearman's
Rho
Stres Berkendara
Correlation Coefficient 1,000 -,296**
Sig. (2-Tailed) . ,000
N 150 150
Disiplin Berlalu Lintas
Correlation Coefficient -,296** 1,000
Sig. (2-Tailed) ,000 .
N 150 150
(9)
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLIN BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa koefisien korelasi antara stres berkendara dengan disiplin berlalu lintas adalah sebesar -0,296. Merujuk pada pedoman Siregar (2013) koefisien korelasi yang diperoleh berlawanan arah dan termasuk dalam kategori yang rendah. Dengan p < 0,05, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara stres berkendara dengan disiplin berlalu lintas pada pengguna sepeda motor dengan status mahasiswa di kota Bandung. Hal ini sesuai dengan konsep teoritik yang dikemukakan oleh Rowden, P., Matthews, G., Watson, B., dan Biggs, H (2011), bahwa stres berkendara merupakan anteseden dari disiplin berlalu lintas.
Kontribusi variabel stres berkendara terhadap disiplin berlalu lintas adalah sebesar 8,8%. Persentase tersebut memiliki arti bahwa dalam penelitian ini variabel stres berkendara berkontribusi secara efektif sebesar 8,8% terhadap berubahnya variabel disiplin berlalu lintas pengguna sepeda motor pada mahasiswa. Hal ini berarti stres berkendara berkontribusi sangat kecil terhadap disiplin berlalu lintas, sedangkan sekitar 91,2% dipengaruhi oleh variabel lain.
Pengaruh variabel psikologis lainnya selain dari stres berkendara dalam menjelaskan disiplin berlalu lintas salah satunya yaitu motif berkendara. Hal ini dijelaskan oleh Hennessy (1995) yang mendemonstrasikan bahwa pengendara yang sedang terburu-buru akan meningkatkan penilaian negatif saat berkendara. Tegangan-tegangan dari lingkungan seperti kemacetan, cuaca dan perilaku pengendara lainnya dinilai secara berlebihan karena individu memiliki motif yang tinggi untuk mencapai tujuan. Hal tersebut mendorong individu untuk meningkatkan kecepatan kendaraannya agar dapat sampai dengan tepat waktu sehingga sering kali individu melakukan pelanggaran terhadap aturan lalu lintas (traffic violation).
Pelanggaran terhadap aturan lalu lintas merupakan bentuk ketidakdisiplinan pengendara. Pengendara dengan tingkat disiplin yang tinggi akan menaati aturan dan tidak menganggap aturan sebagai beban.
(10)
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLIN BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu
Pengendara yang sangat disiplin juga memiliki pemahaman bahwa dengan sikap dan perilaku disiplin, dirinya akan mendapatkan manfaat, salah satunya yaitu mengurangi risiko kecelakaan. Pengendara dengan tingkat disiplin yang rendah menganggap aturan sebagai beban yang berat untuk dijalankan sehingga dirinya cenderung untuk melakukan pelanggaran.
(1)
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu
Berikut ini merupakan hasil pengkategorisasian tingkat disiplin berlalu lintas pada responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3 Tingkat Disiplin Berlalu Lintas
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 23 15%
Sedang 104 70%
Tinggi 23 15%
150 100%
Dalam bentuk diagram, kategorisasi disiplin berlalu lintas dapat digambarkan sebagai berikut
Gambar 4.3 Diagram Disiplin Berlalu Lintas
Berdasarkan tabel dan grafik 4.3, dapat dilihat bahwa secara umum tingkat disiplin berlalu lintas berada pada kategori sedang dengan jumlah 104 orang (70%). Hal ini berarti pengguna sepeda motor dengan status mahasiswa cenderung memiliki sikap dan perilaku patuh terhadap aturan lalu lintas dengan kategori yang sedang. Diagram di atas juga menunjukkan bahwa tingkat disiplin tinggi dan tingkat disiplin rendah rendah memiliki jumlah persentase yang sama rata.
Secara umum hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian Klavert (2007) yang menunjukkan sebagian pengendara memiliki tingkat kedisiplinan dengan kategori sedang. Taraf sedang menunjukkan bahwa pada dasarnya pengendara berusaha untuk
(2)
40
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu
mematuhi aturan lalu lintas, namun aturan tersebut belum menjadi standar nilai bagi dirinya sehingga sesekali perilaku melanggar sesekali masih dilakukan oleh para pengendara sepeda motor.
b. Gambaran Disiplin Berlalu Lintas Berdasarkan Aspek
Selanjutnya akan dipaparkan mengenai gambaran umum dari masing-masing aspek disiplin berlalu lintas yang meliputi sikap mental, pemahaman, dan sikap kelakuan. Berikut merupakan hasil pengkategorisasian pada masing- masing aspek disiplin berlalu lintas.
Tabel 4.4 Tingkat Disiplin Berlalu Lintas Berdasarkan Aspek
Aspek Kategori Jumlah Persentase
Sikap Mental Rendah 28 19%
Sedang 92 61%
Tinggi 30 20%
Jumlah 150 100%
Pemahaman Rendah 18 12%
Sedang 112 75%
Tinggi 20 13%
Jumlah 150 100%
Sikap Kelakuan
Rendah 24 16%
Sedang 102 68%
Tinggi 24 16%
Jumlah 150 100%
Gambaran umum dari aspek tersebut digambarkan dalam grafik berikut.
(3)
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu Gambar 4.4 Grafik Aspek Disiplin Berlalu Lintas
Berdasarkan pada tabel dan gambar 4.4, pengendara sepeda motor dengan status mahasiswa di kota Bandung berada pada kategori sedang pada masing- masing aspek disiplin berlalu lintas.
Pada aspek sikap mental persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 61%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor mencoba untuk taat, patuh dan tertib mengikuti aturan sebagai bagian dari latihan mengendalikan perilaku dan watak. Selanjutnya pada aspek pemahaman persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 75%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor telah memiliki pengetahuan mengenai aturan lalu lintas. Pada aspek sikap kelakuan persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 68%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor telah sikap bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab dalam menaati aturan, norma dan standar nilai yang berlaku tanpa menganggapnya sebagai beban.
3. Hubungan Stres Berkendara Dengan Disiplin Berlalu Lintas
Hubungan kedua variabel dalam penelitian ini, yaitu stres berkendara dengan disiplin berlalu lintas, dihitung dengan menggunakan korelasi Rank
(4)
42
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu
Spearman dengan bantuan SPPS versi 18. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5 Hubungan Antara Stres Berkendara Dengan Disiplin Berlalu Lintas
Stres Berkendara
Disiplin Berlalu Lintas Spearman's
Rho
Stres Berkendara
Correlation Coefficient 1,000 -,296**
Sig. (2-Tailed) . ,000
N 150 150
Disiplin Berlalu Lintas
Correlation Coefficient -,296** 1,000
Sig. (2-Tailed) ,000 .
N 150 150
(5)
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLIN BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa koefisien korelasi antara stres berkendara dengan disiplin berlalu lintas adalah sebesar -0,296. Merujuk pada pedoman Siregar (2013) koefisien korelasi yang diperoleh berlawanan arah dan termasuk dalam kategori yang rendah. Dengan p < 0,05, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara stres berkendara dengan disiplin berlalu lintas pada pengguna sepeda motor dengan status mahasiswa di kota Bandung. Hal ini sesuai dengan konsep teoritik yang dikemukakan oleh Rowden, P., Matthews, G., Watson, B., dan Biggs, H (2011), bahwa stres berkendara merupakan anteseden dari disiplin berlalu lintas.
Kontribusi variabel stres berkendara terhadap disiplin berlalu lintas adalah sebesar 8,8%. Persentase tersebut memiliki arti bahwa dalam penelitian ini variabel stres berkendara berkontribusi secara efektif sebesar 8,8% terhadap berubahnya variabel disiplin berlalu lintas pengguna sepeda motor pada mahasiswa. Hal ini berarti stres berkendara berkontribusi sangat kecil terhadap disiplin berlalu lintas, sedangkan sekitar 91,2% dipengaruhi oleh variabel lain.
Pengaruh variabel psikologis lainnya selain dari stres berkendara dalam menjelaskan disiplin berlalu lintas salah satunya yaitu motif berkendara. Hal ini dijelaskan oleh Hennessy (1995) yang mendemonstrasikan bahwa pengendara yang sedang terburu-buru akan meningkatkan penilaian negatif saat berkendara. Tegangan-tegangan dari lingkungan seperti kemacetan, cuaca dan perilaku pengendara lainnya dinilai secara berlebihan karena individu memiliki motif yang tinggi untuk mencapai tujuan. Hal tersebut mendorong individu untuk meningkatkan kecepatan kendaraannya agar dapat sampai dengan tepat waktu sehingga sering kali individu melakukan pelanggaran terhadap aturan lalu lintas (traffic violation).
Pelanggaran terhadap aturan lalu lintas merupakan bentuk ketidakdisiplinan pengendara. Pengendara dengan tingkat disiplin yang tinggi akan menaati aturan dan tidak menganggap aturan sebagai beban.
(6)
45
Dea Ibrahim Arsyad, 2015
HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLIN BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu
Pengendara yang sangat disiplin juga memiliki pemahaman bahwa dengan sikap dan perilaku disiplin, dirinya akan mendapatkan manfaat, salah satunya yaitu mengurangi risiko kecelakaan. Pengendara dengan tingkat disiplin yang rendah menganggap aturan sebagai beban yang berat untuk dijalankan sehingga dirinya cenderung untuk melakukan pelanggaran.