Pedoman Diagnostik Dan Tatalaksana Infeksi Dengue Dan Demam Berdarah Dengue Menurut Pedoman Who 2011

PEDOMAN DIAGNOSTIK DAN TATALAKSANA INFEKSI DENGUE DAN
DEMAM BERDARAH DENGUE MENURUT PEDOMAN WHO 2011
Franciscus Ginting, Josia Ginting, Tambar Kembaren, Armon Rahimi, Endang Sembiring, Restuti Saragih,
Guntur Mulia Jendry Ginting

Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Manifestasi klinis
Infeksi virus dengue dapat terjadi tanpa disertai adanya gejala (asimtomatik), namun
dapat pula menyebabkan demam tidak terdiferensiasi (sindroma viral), demam dengue (DD),
ataupun demam berdarah berdarah dengue (DBD) termasuk sindroma syok dengue (SSD).
Infeksi yang terjadi oleh satu serotipe dengue dapat memberikan imunitas seumur hidup
terhadap serotipe tersebut, namun imunitas silang terhadap serotipe lainnya hanya
berlangsung dalam jangka yang singkat. Manifestasi klinis yang terjadi bergantung dari strain
virus dan faktor penjamu seperti usia, status imunitas, dll. (kotak 5)
Kotak 5 : Manifestasi infeksi virus dengue
Infeksi virus dengue
Asimtomatik

Demam yang
Demam dengue
tidak khas

(sindroma viral)

Tanpa perdarahan

Simtomatik

Demam berdarah
dengue
(DBD)
(Dengan kebocoran plasma)

Dengan perdarahan
yang tidak biasa

DBD tanpa syok

Sindroma dengue expanded
Organopati terisolasi
(manifestasi tidak lazim)


DBD dengan syok
Sindroma syok dengue
(SSD)

Penjelasan lebih rinci mengenai infeksi virus dengue dapat dilihat di bawah

Demam yang tidak terdiferensiasi
Demam yang tidak terdiferensiasi merupakan demam pada bayi, anak-anak maupun
dewasa yang disebabkan oleh infeksi virus dengue, khususnya bila infeksi adalah yang
pertama kali terjadi (infeksi dengue primer) dimana demam ini tidak dapat dibedakan dengan
1
Universitas Sumatera Utara

demam akibat infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular dapat muncul menyertai demam
ataupun pada saat demam berangsur normal. Gejala lain yang sering menyertai adalah gejala
yang melibatkan sistem respirasi dan gastrointestinal.
Demam dengue
Demam dengue adalah demam yang paling sering dijumpai pada kelompok usia anakanak, remaja dan dewasa. Secara umum demam dengue merupakan suatu kondisi demam
akut, yang kadang-kadang memiliki pola bifasik dan disertai sakit kepala hebat, mialgia,
athralgia, ruam di kulit, leukopenia dan trombositopenia. Meskipun sebenarnya demam

dengue merupakan suatu kondisi yang tidak berbahaya, namun hal ini dapat menyebabkan
penderita tidak dapat beraktivitas akibat sakit kepala yang hebat, nyeri otot, persendian dan
tulang (break-bone fever), khususnya pada orang dewasa. Kadang-kadang muncul perdarahan
yang tidak khas seperti perdarahan gastrointestinal, hipermenore, serta epistaksis masif. Pada
daerah yang mengalami epidemis demam dengue, penularan demam dengue jarang terjadi
antara sesama penduduk lokal.
Demam berdarah dengue
Demam berdarah dengue (DBD) lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 15
tahun pada area hiperendemik, dan hal ini berkaitan dengan infeki dengue berulang. Namun
demikian insidensinya pada orang dewasa juga meningkat. DBD memiliki ciri berupa demam
tinggi dengan onset akut dengan gejala dan tanda yang mirip dengan gejala dan tanda demam
dengue di fase awal. Pada DBD dapat dijumpai adanya kelainan dalam perdarahan misalnya,
uji tourniquet (rumple leed) positif, petekiae, lebam-lebam serta perdarahan saluran cerna
pada kasus yang lebih berat. Di akhir fase demam, terdapat ancaman terjadinya syok
hipovolemik (sindroma syok dengue) akibat adanya kebocoran plasma.
Munculnya tanda-tanda peringatan (warning signs) seperti muntah persisten, nyeri
abdomen, letargi, gelisah, mudah marah, serta oliguria merupakan hal yang penting untuk
segera ditindaklanjuti dalam rangka mencegah syok. Gangguan hemostasis dan kebocoran
plasma merupakan proses patofosiologis yang utama pada pada DBD. Trombositopenia serta
peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi merupakan gambaran yang selalu ditemui sebelum

turunnya demam/onset dari syok. DBD kebanyakan terjadi pada anak-anak yang mendapat
infeksi kedua dari virus dengue. Terdapat pula laporan kasus DBD yang terjadi pada infeksi
pertama oleh virus DENV-1 dan DENV-3 serta infeksi pada bayi.

2
Universitas Sumatera Utara

Sindroma dengue expanded
Merupakan suatu manifestasi yang tidak biasa yang semakin sering dilaporkan pada
kasus demam berdarah dengue maupun demam dengue dimana terdapat keterlibatan organorgan seperti hati, ginjal, otak dan jantung yang memiliki kaitan dengan infeksi dengue,
namun tidak terdapat bukti adanya kebocoran plasma. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
koinfeksi, komorbiditas, ataupun komplikasi dari syok yang berkepanjangan. Studi yang
lebih mendalam perlu dilakukan untuk kasus ini.
Kebanyakan pasien demam berdarah dengue yang mengalami manifestasi yang tidak
lazim ini disebabkan oleh syok berkepanjangan yang disertai gagal organ ataupun pasienpasien dengan komorbid ataupun koinfeksi
Gambaran klinis
Demam dengue
Setelah melalui masa inkubasi dengan rata-rata 4-6 hari (rentang 3-16 hari), berbagai
gejala konstitusional yang tidak spesifik serta sakit kepala, nyeri punggung dan malaise mulai
muncul. Onset demam dengue memiliki kekhasan yakni demam yang naik secara tiba-tiba

dengan peningkatan suhu yang tajam serta sering disertai dengan wajah kemerahan dan sakit
kepala. Kadang-kadang, dijumpai menggigil yang menyertai kenaikan suhu yang terjadi
secara mendadak. Setelah itu, dapat muncul nyeri retro orbital yang terutama dirasakan saat
menggerakkan bola mata atau jika dilakukan penekanan pada bola mata, fotofobia, nyeri
punggung, nyeri otot dan nyeri tulang/persendian. Gejala lainnya yang sering muncul adalah
anoreksia dan perubahan sensasi rasa lidah, konstipasi, nyeri kolik abdomen. Nyeri area
inguinal, nyeri tenggorokan serta depresi. Gejala-gejala ini biasanya menetap selama
beberapa hari hingga beberapa minggu. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala pada
demam dengue ini sangat bervariasi dalam hal frekuensi maupun keparahannya.
Demam : suhu tubuh biasanya berkisar 39 oC - 40 oC, demam memiliki pola bifasik,
dan berlangsung selama 5-7 hari pada kebanyakan kasus.
Ruam kulit : ruam kemerahan yang difus/menyeluruh dan berdurasi singkat muncul
pada muka, leher, serta dada dalam dua hingga tida hari pertama, selanjutnya, ruam yang
nyata akan muncul berupa lesi makulopapular atau rubelliformis pada hari ketiga dan
keempat. Di akhir periode demam, atau segera setelah suhu tubuh mulai menurun, ruam yang
difus tersebut akan menghilang, dan kelompok-kelompok petekie lokal akan muncul di
lokasi-lokasi seperti punggung kaki, kaki, telapak tangan serta lengan. Ruam penyembuhan
ini memiliki karakteristik yakni, petechiae yang tersebar diantara area sekelilingnya yang
pucat, dan kulit sekitar yang normal. Rasa gatal pada ruam tersebut dapat dijumpai.
3

Universitas Sumatera Utara

Manifestasi perdarahan: perdarahan kulit dapat dijumpai sebagai uji tourniquet
positif dan/atau petechiae. Pendarahan lain seperti epistaksis masif, hipermenorrhea dan
perdarahan gastrointestinal jarang terjadi di DD yang diperberat dengan trombositopenia.
Perjalanan penyakit: durasi dan keparahan DD bervariasi antara tiap individu dalam
tiap daerah epidemi. Fase pemulihan mungkin akan tercapai dalam waktu singkat dan tanpa
masalah serius namun kadang-kadang juga sering berkelanjutan. Pada orang dewasa, kadangkadang berlangsung selama beberapa minggu dan bisa disertai oleh asthenia dan depresi.
Bradikardia sering terjadi selama selama fase penyembuhan. Perdarahan akibat komplikasi
DD, seperti epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan gastrointestinal, hematuria dan
hipermenorrhoea, jarang terjadi. Namun demikian, perdarahan berat (DD dengan perdarahan
yang tidak lazim) merupakan penyebab penting kematian di DD.
Demam berdarah dengan manifestasi perdarahan harus dibedakan dari demam
berdarah dengue
Temuan laboratorium klinis
Di daerah endemis demam berdarah, uji tourniquet positif dan leukopenia (WBC ≤5000 sel /
mm3) dapat membantu dalam membuat diagnosis awal infeksi dengue dengan nilai prediksi
positif 70% -80%.
Temuan laboratorium pada DD episode akut adalah sebagai berikut:



Jumlah leukosit biasanya normal pada awal demam; kemudian leukopenia terjadi
dengan menurunnya neutrofil dan berlangsung selama periode demam.



Jumlah trombosit biasanya normal, demikian pula komponen lain dari sistem
koagulasi. Trombositopenia ringan (100 000-150 000 sel / mm3) sering terjadi.
Sekitar setengah dari pasien DD akan mengalami penurunan jumlah trombosit
hingga < 100.000 sel/mm3 ; namun trombositopenia berat ( 0,5 g / dl dari
Baseline atau < 3,5 g% adalah bukti tidak langsung dari kebocoran plasma
Pada DBD yang ringan, seluruh gejala dan tanda klinis akan berkurang setelah
demam turun. Hilangnya demam akan diikuti oleh berkeringat serta sedikit perubahan pada
kecepatan nadi dan tekanan darah. Perubahan ini mencerminkan adanya gangguan sirkulasi
yang bersifat sementara sebagai akibat dari kebocoran plasma yang relatif ringan. Pasien
biasanya akan sembuh secara spontan ataupun setelah pemberian terapi cairan dan elektrolit.
Sementara itu pada kasus yang sedang hingga berat, kondisi pasien akan semakin
memburuk beberapa hari setelah munculnnya demam. Ada beberapa warning sign seperti
muntah persisten, nyeri abdomen, anoreksia, letargi atau gelisah atau mudah marah, hipotensi
postural dan oliguria. Saat mendekati akhir dari fase demam, atau begitu demam hilang atau

beberapa saat setelah suhu tubuh turun, atau biasanya antara hari ketiga hingga ketujuh
setelah onset demam, akan muncul tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Kulit menjadi dingin,
sianosis kulit sekitar mulut, nadi cepat dan lemah, perubahan kesadaran dimana pasien
terlihat letargi dan gelisah, hal ini dapat berpindah secara cepat kepada kondisi syok. Nyeri
abdomen akut adalah keluhan yang paling sering sesaat sebelum pasien syok.
Ciri dari syok adalah jarak tekanan darah yang sempit yakni < 20 mmHg dengan
peningkatan TD diastolik misalnya 100/90, atau hipotensi. Tanda-tanda berkurangnya perfusi
jaringan : waktu pengisian kapiler yang memanjang (> 3 detik), kulit dingin dan basah serta
gelisah. Pasien syok memiliki resiko dekat dengan kematian jika tidak ada penanganan yang
7
Universitas Sumatera Utara

cepat dan tepat. Selanjutnya pasien bisa jatuh pada kondisi syok yang sebenarnya dimana
tekanan darah dan atau pols tidak dapat diperiksa (DBD derajat IV). Yang paling penting
diketahui adalah pasien DBD dapat tetap sadar hingga di ujung mendekati derajat akhir
(derajat IV). Syok masih bersifat reversibel pada durasi waktu yang singkat jika pasien segera
mendapat penanganan cairan yang adekuat. Tanpa penanganan pasien akan meniggal dalam
12-24 jam. Kondisi syok akan semakin parah seiring berjalannya waktu dimana akan terjadi
kondisi-kondisi yang akan semakin memberatkan yakni asidosis metabolik, gangguan
elektrolit, kegagalan multiorgan dan perdarahan masif dari beberapa organ. Gagal ginjal dan

hati serta ensefalopati sering terlihat pada syok. perdarahan intrakranial jarang dijumpai dan
bisa terjadi di akhir perjalanan penyakit. Pasien dengan syok yang berlama-lama dan tidak
tetangani memiliki prognosis buruk dan mortalitas yang tinggi.
Penyembuhan pada DBD
Adanya diuresis dan kembalinya selera makan merupakan tanda dari kesembuhan dan
merupakan indikator untuk menghentikan terapi pengganti cairan. Temuan yang sering pada
fase penyembuhan adalah sinus bradikardia atau aritmia serta ruam petekiae khas dengue.
Fase penyembuhan pada pasien yang mengalami syok ataupun tidak biasanya berlangsung
singkat. Namun jika pasien terlanjur mengalami kegagalan organ, maka selanjutnya pasien
perlu mendapat penanganan yang lebih khusus sehingga masa penyembuhan menajdi lebih
panjang. Perlu diketahui bahwa mortalitas pada kelompok yang mengalami gagal organ
cukup tinggi, meski dengan penanganan yang spesifik.
Patogenesis dan patofisiologi
DBD dapat terjadi pada sebagian kecil pasien demam dengue. Meskipun DBD dapat terjadi
pada pasien mengalami infeksi virus dengue untuk pertama kalinya, sebagian besar kasus
DBD terjadi pada pasien dengan infeksi sekunder. Hubungan antara terjadinya DBD / SSD
dan dengue pada infeksi sekunder berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh dalam
patogenesis DBD. Baik imunitas bawaan seperti sistem komplemen dan sel NK serta
imunitas didapat termasuk humoral dan imunitas yang dimediasi sel terlibat dalam proses ini
Peningkatan aktivasi imunologi, khususnya pada infeksi sekunder, menyebabkan respon

sitokin yang berlebihan mengakibatkan perubahan permeabilitas vaskular. Selain itu, produk
virus seperti NS1 mungkin memainkan peran dalam regulasi aktivasi komplemen dan
permeability vaskular.
Ciri dari DBD adalah adanya lpeningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga
menyebabkan kebocoran plasma, berkurangnya volume intravaskular, dan syok pada kasus
yang berat. Kebocoran yang terjadi bersifat unik karena hanya selektif pada rongga pleura
8
Universitas Sumatera Utara

dan peritoneal dengan periode kebocoran yang singkat (24-48 jam). Pemulihan syok yang
cepat tanpa gejala sisa dan tidak adanya peradangan pada pleura dan peritoneum
menunjukkan bahwa mekanisme yang mendasari kecoran plasma adalah akibat perubahan
fungsional pada pembuluh darah da bukan kerusakan struktural dari endotelium.
Berbagai sitokin yang memiliki efek penigkatan permeabilitas memiliki peran dalam
patogenesis DBD. Namun demikian, kepentingan sitokin-sitokin ini pada DBD masih belum
jelas diketahui. Beberapa studi menyebutkan bahwa pola respon sitokin memiliki hubungan
dengan pola pengenalan silang sel T spesifik dengue. Fungsi reaksi silang sel T nampaknya
berkurang dalam hal aktifitas sitolitik namun justru meningkatkan produksi sitokin-sitokin
seperti TNF-alfa, IFN-g dan kemokin. TNF –alfa dalam suatu studi pada hewan percobaan
memiliki peran dalam terjadinya perdarahan, sementara peningkatan permeabilitas pembuluh

darah dapat terjadi akibat aktifasi sistem komplemen (C3 dan C5). Studi terakhir
menunjukkan bahwa antigen NS1 dari virus dengue memiliki peran dalam meregulasi aktifasi
komplemen dan kemungkinan memiliki peran dalam patogenesis DBD. Jumlah viral load
dan tingkat dari protein virus (NS1) pada DBD diketahui lebih tinggi daripada kasus DD.
Viral load diketahui juga meiliki korelasi langsung dengan tingkat keparahan penyakit
misalnya efusi pleura, trombositopenia.
Nilai laboratorium yang ditemukan pada DBD


Sel darah putih (WBC) bisa dijumpai normal atau dengan dominasi neutrofil di
fase demam awal. Setelah itu, ada penurunan jumlah darah putih sel dan neutrofil,
mencapai titik nadir menjelang akhir fase demam. Perubahan total jumlah sel
darah putih (≤5000 sel / mm3) dan rasio neutrofil ke limfosit (Neutrofil 2.



Albuminuria ringan dan temporer kadang-kadang bisa dijumpai



Perdarahan tersembunyi sering ditemukan dalam tinja.



Dalam kebanyakan kasus, pemeriksaan koagulasi dan faktor fibrinolitik
menunjukkan penurunan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan
antitrombin III. Penurunan antiplasmin (plasmin inhibitor) telah dicatat dalam
beberapa kasus. Dalam kasus yang parah ditandai dengan disfungsi hati.
Penurunan juga terjadi pada kofaktor protrombin yang bergantung vitamin K
seperti faktor V, VII, IX dan X.



Waktu tromboplastin parsial dan waktu protrombin juga memanjang pada sekitar
setengah dan sepertiga kasus DBD. Waktu trombin juga berkepanjangan pada
kasus yang berat.



Hiponatremia sering diamati pada DBD dan lebih berat pada keadaan syok.



Hipokalsemia (dikoreksi untuk hipoalbuminemia) telah diamati pada semua kasus
DBD pada tingkat lebih rendah derajat III dan IV.



Asidosis metabolik sering

ditemukan

dalam kasus-kasus

dengan

syok

berkepanjangan. BUN meningkat pada syok yang berkepanjangan

10
Universitas Sumatera Utara

Kriteria Diagnosa Klinis DBD/SSD
Manifestasi klinis


Demam : dengan onset akut, demam tinggi dan berlangsung terus menerus,
lamanya demam kebanyakan dua hingga tujuh hari.



Terdapat satu dari manifestasi perdarahan berikut : uji torniquet positif (paling
sering), petekie, purpura (pada area pengambilan sampel darah vena) , ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/atau melena



Hepatomegali dapat dijumpai pada 90-98% anak-anak.



Syok, dengan manifestasi takikardia, perfusi jaringan yang buruk dengan pols
yang lemah serta tekanan nadi yang sempit ( < 20 mmHg ) atau hipotensi yang
disertai dengan akral dingin dan lembab dan atau gelisah.

Laboratorium


Trombositopenia ( < 100.000 / mm3 )



Hemokonsentrasi : hematokrit meningkat > 20% dari baseline pasien tersebut atau
populasi dengan usia sama.

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan nilai hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosa DBD. Jika terdapat
hepatomegali selain dua kriteria klinis diatas, maka DBD dapat disangkakan sebelum
munculnya tanda-tanda kebocoran plasma.
Munculnya efusi pleura (yang ditemukan berdasarkan rontgen torak maupun
sonografi) merupakan bukti yang paling objektif terhadap adanya kebocoran plasma, dengan
hipoalbuminemia sebagai bukti pendukungnya. Hal ini bermanfaat untuk mendiagnosa DBD
pada kondisi :


Anemia



Perdarahan hebat



Tidak ada nilai baseline hematokrit



Peningkatan hematokrit < 20 % dikarenakan pemberian terapi intravena dini.

Pada keadaan syok, nilai hematokrit yang tinggi disertai trombositopenia dapat
menyokong diagnosis SSD. Nilai laju endap darah (LED) yang rendah yakni < 10 mm/1 jam
pertama dapat membedakan antara syok akibat SSD dan syok akibat sepsis
Temuan klinis dan laboratorium yang berkaitan dengan berbagai tingkat/grade DBD
dapat dilihat pada kotak 7.

11
Universitas Sumatera Utara

Kotak 7. Manifestasi/perubahan patofisiologis utama pada DBD

Infeksi Dengue

Demam
Anoreksia
Muntah

Manifestasi
perdarahan ;
paling sering uji
torniquet (+),
petekie

Hepatomegali

Trombositopeni
a

Peningkatan
permeabilitas vaskular

Derajat
keparahan
DBD

Hemokonsentrasi
Dehidrasi

Hipoproteinemia

I

Kebocoran Plasma

Efusi Pleura/Ascites

Koagulopati

II

Hipovolemia

Syok

Kematian

Koagulasi
Intravaskular
Diseminata
(KID)
Perdarahan masif :
perdarahan saluran
cerna (tersembunyi),
perdarahan otak, dll

III

IV

DBD/SSD
Demam Dengue

Pembagian Tingkat Keparahan DBD
Keparahan DBD dapat dibagi menjadi 4 derajat (tabel 4). Munculnya trombositopenia
bersamaan dengan hemokonsentrasi merukan petanda yang membedakan DBD derajat I dan
II dengan demam dengue. Pembagian derajat keparahan pada DBD telah terbukti bermanfaat
secara klinis maupun epidemiologis pada populasi anak-anak berdasarkan studi yang
dilakukan oleh WHO pada daerah endemis di Asia Tenggara, Pasifik Barat, serta daerah
Amerika. Sementara itu, pengalaman klinis yang didapat di Kuba, Puerto Rico dan Venezuela
menyebutkan bahwa klasifikasi ini juga bermanfaat pada pasien-pasien dewasa.
Diagnosa Banding DBD
Pada awal fase demam, diagnosa banding meliputi spektrum yang luas dari infeksi
virus, bakteri serta protzoa yang menyerupai DD. Manifestasi perdarahan yang muncul,
misalnya uji torniquet positif serta leukopenia (< 5000 sel/mm3) dapat diduga suatu kasus
dengue. Munculnya trombositopenia bersamaan dengan hemokonsentrasi dapat membedakan

12
Universitas Sumatera Utara

DBD/SSD dari penyakit lainnya. Pada pasien yang tidak mengalami kenaikan nilai
hematokrit akibat adanya perdarahan hebat dan/atau penatalaksanaan cairan intravena yang
lebih cepat, adanya efusi pleura/ascites menandakan adanya suatu kebocoran plasma.
Hipoproteinemia/hipoalbuminemia dapat juga menjadi penanda adanya kebocoran plasma,
Nilai laju endap darah (LED) yang normal merupakan penanda untuk membedakan infeksi
dengue dari infeksi bakterial dan syok septik. Hal yang perlu dicatat adalah, selama periode
syok, LED bernilai < 10 mm/jam
Tabel 4. Klasifikasi infeksi dengue serta pembagian derajat keparahan DBD menurut WHO
DD/DBD
DD

DERAJAT

DHF

I

DHF

II

DHF

III

DHF

IV

GEJALA DAN TANDA
Demam yang disertai dengan salah satu :
 Sakit kepala
 Nyeri retroorbital
 Mialgia
 Atralgia/nyeri tulang
 Ruam kulit
 Manifestasi perdarahan
 Tidak ada bukti kebocoran plasma
Demam dan manifestasi perdarahan (uji
torniquet positif) serta
Adanya bukti kebocoran plasma
Seperti pada derajat I ditambah
perdarahan spontan
Seperti pada derajat I dan II ditambah
kegagalan sirkulasi
(nadi lemah, tekanan darah menyempit [<
20 mmHg), hipotensi, gelisah
Seperti pada derajat III ditambah syok
yang nyata dimana tekanan darah dan nadi
tidak dapat terdeteksi

LABORATORIUM
 Leukopenia (< 5000 sel/mm3)
 Trombositopenia (hitung
platelet < 150.000 sel/mm3)
 Peningkatan hematokrit(5-10%)
 Tidak ada bukti kebocoran
plasma

Trombositopenia (hitung platelet <
100.000 sel/mm3) ; Peningkatan
hematokrit > 20%
Trombositopenia (hitung platelet <
100.000 sel/mm3) ; Peningkatan
hematokrit > 20%
Trombositopenia (hitung platelet <
100.000 sel/mm3) ; Peningkatan
hematokrit > 20%
Trombositopenia (hitung platelet <
100.000 sel/mm3) ; Peningkatan
hematokrit > 20%

Komplikasi
Komplikasi Demam Dengue
Demam dengue dengan perdarahan dapat terjadi sebagai akibat adanya penyakit lain
yang mendasari seperti ulkus peptikum, trombositopenia dan trauma. DBD bukan merupakan
kesatuan dari DD.
Komplikasi DBD
Komplikasi

DBD

yang

terjadi

biasanya

dikaitkan

dengan

syok

yang

nyata/berlangsung lama sehingga menyebabkan asisdosis metabolik dan perdarahan hebat
sebagai akibat dari koagulasi intravaskular diseminata (KID) dan kegagalan multiorgan
seperti disfungsi hati dan ginjal. Hal yang lebih penting diperhatikan adalah bahwa
pemberian cairan yang berlebihan selama periode kebocoran plasma dapat menyebabkan
efusi yang masif dan gangguan pernafasan, bendungan paru akut dan/atau gagal jantung.
13
Universitas Sumatera Utara

Cairan yang terus diberikan setelah berakhirnya periode kebocoran plasma dapat berakibat
edema paru akut ataupun gagal jantung, khususnya dengan adanya reabsorbsi cairan yang
sebelumnya mengalami ekstravasasi. Selain itu,

syok yang nyata/berlama-lama serta

pemberian cairan yang tidak tepat dapat menyebabkan gangguan metabolik/elektrolit.
Gangguan metabolik yang paling sering ditemukan adalah hipoglikemia, hiponatremia,
hipokalemia dan kadang-kadang hiperglikemia. Hal ini dapat berakibat munculnya berbagai
manifestasi yang jarang, misalnya ensefalopati.
Sindroma Dengue Expanded
Dalam beberapa tahun terakhir, dengan penyebaran geografis dari infeksi dengue dan
meningkatnya kejadian pada dewasa, semakin banyak laporan yang muncul mengenai adanya
manifestasi-manifestasi yang tidak lazim pada DD dan DBD. Hal ini meliputi keterlibatan
neurologis, hati, ginjal dan keterlibatan organ tunggal lainnya. Hal ini bisa saja merupakan
akibat dari syok yang berat atau berkaitan dengan kondisi/penyakit dasar pasien atau
koinfeksi.
Manifestasi neurologis yang dapat dijumpa misalnya kejang, spastisitas, perubahan
kesadaran, serta paresis sementara. Manifestasi yang muncul bergantung dari etiologi yang
mendasarinya serta waktu/saat terjadinya apakah pada waktu viremia, kebocoran plasma atau
pada saat penyembuhan.
Kasus ensefalopati yang fatal pernah dilaporkan di Indonesia, Malaysia, Myanmar,
India dan Puerto Rico. Namun kebanyakan dari kasus-kasus tersebut tidak menjalani otopsi
untuk menyingkirkan penyebab lain seperti perdarahan ataupun penyumbatan pembuluh
darah. Meskipun terbatas, terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa pada beberapa
kejadian yang jarang, virus dengue dapat melewati sawar darah otak dan menyebabkan
ensefalitis. Perlu diketahui bahwa upaya untuk menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi
lain yang mungkin terjadi secara bersamaan belum dilakukan secara lebih mendalam. Tabel 5
memberikan gambaran manifestasi dengue yang tidak lazim/atipikal secara detail
Manifestasi yang tidak lazim/atipikal yang telah disebutkan diatas mungkin saja tidak
dilaporkan dengan baik atau, mungkin pula tidak berkaitan dengan dengue. Namun demikian,
penilaian klinis secara tepat sangat diperlukan untuk manajemen yang tepat pula, dan studi
untuk menentikan kausa harus dilakukan.
Pasien dengan resiko tinggi
Faktor-faktor yang terdapat pada penjamu (host) dibawah ini berperan dalam
perburukan penyakit dan munculnya komplikasi :


Bayi dan orang tua
14
Universitas Sumatera Utara



Obesitas



Wanita hamil



Penyakit ulkus peptikum



Perempuan yang sedang haid ataupun mengalami perdarahan pervagina abnormal



Penyakit-penyakit hemolitik misalnya defisiensi G6PD, talasemia, serta
hemoglobinopati lainnnya.



Penyakit jantung bawaan



Penyakit-penyakit kronis seperti : diabetes melitus, hipertensi, asma, penyakit
antung iskemik, gagal ginjal kronik, sirosis hati



Pasien yang mendapat pengobatan steroid ataupun OAINS



Dan lain-lain

Tabel 5. Sindroma dengue expanded (manifestasi yang tidak lazim/atipikal dari dengue)
Sistem
Neurologis

Gastrointestinal/hepatik

Renal
Kardiak

Respiratory
Muskuloskletal
Limforetikular/Sumsum tulang

Mata

Lain-lain

Manifestasi yang tidak khas/atipikal
Kejang demam pada anak-anak
Ensefalopati
Ensefalitis/meningitis aseptik
Perdarahan intrakranial/trombosis
Efusi subdural
Mononeuropati/polineuropati/sindroma Guillane-Barre
Mielitis transversal
Hepatitis/gagal hati fulminan
Kolesistitis akalkulus
Pankreatitis akut
Hiperplasia Peyer’s patch
Parotitis akut
Gagal ginjal akut
Sindroma hemolitik uremik
Gangguan konduksi
Miokarditis
Perikarditis
Acute respiratory distress syndrome
Perdarahan paru
Miositis dengan peningkatan kreatinin fosfokinase (CPK)
Rhabdomiolisis
Infeksi terkait sindroma hemofagositik
IAHS atau Hemofagositik limfohistiositosis (HLH), idiopathic
thrombocytopenic purpura (ITP)
Ruptur spontan lien
Infark nodus limfatikus
Perdarahan makular
Gangguan ketajaman penglihatan
Neuritis optik
Sindroma fatique paska infeksi, depresi, halusinasi, psikosis, alopesia

15
Universitas Sumatera Utara

Manifestasi klinis DD/DBD pada pasien dewasa
Bila dibandingkan dengan pada anak-anak, orang dewasa yang terserang dengue
mengalami manifestasi gejal yang lebih berat, sakit kepala, otot, persendian dan tulang yang
menyebabkan pasien menjadi tidak berdaya. Depresi, insomnia dan sindroma fatique paska
infeksi dapat menyebabkan proses penyembuhan menjadi semakin lama. Sinus bradikardi
dan aritmia selama fase penyembuhan lebih sering terjadi pada orang dewasa dibanding pada
anak-anak.
Secara umum, persentase kejadian DBD lebih tinggi pada anak-anak dibanding
dewasa. Perjalanan penyakit DBD pada dewasa sama dengan yang terjadi pada anak-anak.
Namun, beberapa studi menyebutkan bahwa kejadian kebocoran plasma yang berat lebih
jarang terjadi pada dewasa. Terdapat beberapa negara dimana kematian akibat dengue
terbanyak terjadi pada orang dewasa, dimana hal ini disebabkan akibat keterlambatan
diagnosis DBD/syok serta tingginya insidensi perdarahan dengan keterlambatan transfusi
darah. Pasien yang mengalami syok tersebut dilaporkan masih mampu untuk bekerja hingga
syok menjadi semakin dalam.
Selain itu, upaya pasien untuk mengobati diri sendiri seperti mengkonsumsi
parasetamol, OAINS, anti emetik, dan obat-obatan lain yang mungkin memperburuk fungsi
hati dan trombosit. Kadang-kadang demam yang muncul pada dewasa tidak disadari oleh
pasien sendiri. Kondisi-kondisi di atas beresiko lebih tinggi untuk mengalami ulkus peptikum
dan kondisi-kondisi lain seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Ringkasan kriteria
diagnosis DD/DBD dapat dilihat pada kotak 8a-8c

Kotak 8a : Diagnosis DD dan DHF
Demam dengue
Kemungkinan diagnosis jika :
Demam akut yang disertai dua atau lebih hal berikut :
 Sakit kepala
 Nyeri retro-orbital
 Mialgia
 Atralgia/nyeri tulang
 Ruam kulit
 Manifestasi perdarahan
 Leukopenia ( < 5.000 sel/mm3)
 Trombositopenia ( < 150.000 sel/mm3)
 Hematokrit meningkat (5-10%)
Dan setidaknya terdapat satu dari dibawah ini :
 Pemeriksaan serologi serum dalam sekali pemeriksaan : titer > 1280 dengan tes hemaglutinasi inhibisi,
IgG pada ELISA, serta tes IgM antibodi
 Terjadi pada waktu dan tempat yang sama terhadap kasus yang dikonfirmasi sebagai demam dengue
Konfirmasi diagnosis jika:
Sangkaan kasus dengan setidaknya satu dari kriteria dibawah :

16
Universitas Sumatera Utara

 Isolasi virus dengue dari serum, CSF ataupun dari otopsi
 Peningkatan IgG sebesar empat kali lipat atau lebih (dengan pemeriksaan hemagutinin inhibisi tes) atau
peningkatan IgM antibodi terhadap virus dengue
 Deteksi virus dengue atau antigennya di jaringan, serum, ataupun cairan serebrospial dengan
pemeriksaan imunohistokimia, imunofluoresensi ataupun ELISA
 Dijumpainya urutan genom virus dengue dengan pemeriksaan rt-PCR

Kotak 8b : Demam berdarah dengue
Semua kriteria dibawah ini :
 Demam onset akut durasi 2-7 hari .
 Manifestasi perdarahan , yang ditunjukkan oleh salah satu dari berikut : tes tourniquet positif, petechiae ,
ekimosis atau purpura , atau perdarahan dari mukosa , saluran pencernaan , area penyuntikan dan lainlain
 Ttrombosit ≤100 000 sel / mm3
 Bukti objektif kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang ditunjukkan
oleh salah satu dari berikut ini:
o
Meningkatnya hematokrit / hemokonsentrasi ≥20 % dari baseline atau penurunan hematokrit pada
masa pemulihan, atau bukti kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemia /
hipoalbuminaemia

Kotak 8c : Sindroma Syok Dengue
Kriteria untuk DBD seperti di atas dengan tanda-tanda syok termasuk :
 Takikardia, ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler memanjang, nadi lemah, lesu atau gelisah, yang
mungkin merupakan tanda dari penurunan perfusi otak .
 Tekanan nadi ≤20 mmHg dengan peningkatan tekanan diastolik , misalnya 100/80 mmHg .
 Hipotensi yang disesuaikan dengan usia, yakni tekanan sistolik < 80 mmHg untuk mereka yang berusia <
5 tahun atau 80 - 90 mmHg untuk anak-anak dan orang dewasa .

Diagnosis Laboratorium
Mendiagnosis Diagnosis dengue secara cepat dan akurat sangat penting untuk : (1)
pengawasan epidemiologi ; (2) manajemen klinis ; (3) penelitian; dan (4) uji vaksin.
Pengawasan secara epidemiologi membutuhkan penentuan secara dini infeksi virus dengue
selama perode wabah untuk segera menentukan sikap dari bidang kesehatan masyarakat
termasuk mengontrol serta mendeteksi serotipe / genotipe yang beredar selama periode antar
- epidemi untuk digunakan untuk memperkirakan kemungkinan wabah selanjutnya.
Manajemen klinis memerlukan diagnosis yang cepat, konfirmasi diagnosis klinis serta
diagnosis banding dari flaviviruses / agen infeksi yang lain.
Tes laboratorium yang dapat digunakan untuk mendiagnosis demam berdarah dan
DBD antara lain:


Isolasi Virus - Serotipe / karakterisasi genotipe



Deteksi asam nukleat Viral



Deteksi antigen virus
17
Universitas Sumatera Utara



Tes respon imunologi berdasarkan tes antibodi IgM dan IgG



Analisis parameter hematologi

Uji Diagnostik dan Fase dari Infeksi Dengue
Viremia akibat dengue biasanya berlangsung singkat, biasanya terjadi 2-3 hari
sebelum timbulnya demam kemudian masa penyakit berlangsung selama empat sampai tujuh
hari. Selama periode ini virus dengue, asam nukleat dan beredar antigen virus dapat dideteksi
(Gambar 5).
Respon antibodi terhadap infeksi terdiri

dari kemunculan

berbagai jenis

imunoglobulin; dan IgM dan IgG merupakan imunoglobulin memiliki nilai diagnostik pada
dengue. Antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari 3-5 setelah mulai sakit, naik cepat sekitar
dua minggu dan selanjutnya menurun hingga tingkat yang tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan.
Antibodi IgG dapat dijumpai pada kadar yang rendah hingga akhir minggu pertama,
kemudian meningkatk secara tetap bertahap dan dapat bertahan untuk jangka yang panjang
(selama bertahun-tahun). Karena munculnya antibodi IgM ini cukup lambat, yaitu setelah
lima hari sejak timbulnya demam, uji serologis ini biasanya memberikan hasil negatif selama
lima hari pertama sejak pasien mulai sakit.
Pada infeksi dengue sekunder (ketika host sebelumnya telah terinfeksi virus DBD),
titer antibodi meningkat pesat. Antibodi IgG dapat terdeteksi dengan kadar yang tinggi,
bahkan di fase awal, dan bertahan beberapa bulan sampai seumur hidup. Tingkat antibodi
IgM secara signifikan lebih rendah dalam kasus-kasus infeksi sekunder. Oleh karena itu, rasio
IgM / IgG biasanya digunakan untuk membedakan antara infeksi dengue primer dan
sekunder. Trombositopenia biasanya diamati antara ketiga dan hari kedelapan penyakit
diikuti oleh perubahan hematokrit.
Gambar 5 menunjukkan alur perjalanan infeksi virus dengue primer dan sekunder dan
metode diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi pada waktu tertentu.

18
Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. Alur perjalanan infeksi virus dengue primer dan sekunder dan metode diagnostik yang dapat
digunakan untuk mendeteksi infeksi pada waktu tertentu

Spesimen : Pengambilan, Penyimpanan dan Pengiriman
Aspek yang penting dari diagnosis laboratorium dengue adalah tepat pengumpulan,
pengolahan, penyimpanan dan pengiriman spesimen klinis. Jenis spesimen serta hal yang
diperlukan dalam penyimpanan serta pengirimannya dapat dilihat pada tabel 6
Tabel 6. Hal-hal yang diperlukan dan pengambilan, penyimpanan dan pengiriman spesimen
Jenis Bahan
Darah fase akut (S1)
Darah fase
penyembuhan (S2+S3)
Jaringan

Waktu
Pengambilan
0-5 hari setelah
onset gejala
14-21 hari setelah
onset gejala
Sesegera mungkin
setelah kematian

Retraksi klot

Penyimpanan

Pengiriman

2-6 jam, 4oC

Serum – 70oC

Es Kering

Serum – 20oC

Suhu beku atau
lingkungan
Es kering atau
lingkungan

2-24 jam,
lingkungan

suhu

70oC atau dalam
formalin

Pemilihan metode pemeriksaan serologis tertentu berdasarkan identifikasi perubahan
di tingkat antibodi spesifik dilakukan dalam spesimen yang berpasangan. Oleh karena
pemeriksaan secara serial diperlukan untuk mengkonfirmasi atau membantah diagnosis
infeksi flavivirus akut atau infeksi dengue .
Pengumpulan spesimen dilakukan pada interval waktu yang berbeda seperti yang
disebutkan di bawah ini :


Kumpulkan spesimen sesegera mungkin setelah onset penyakit , kedatangan ke
rumah sakit atau klinik ( ini disebut spesimen fase akut , S1 )
19
Universitas Sumatera Utara



Kumpulkan spesimen sesaat sebelum keluar dari rumah sakit atau, dalam kasus
yang fatal, pada saat kematian ( spesimen fase penyembuhan , S2 ) .



Kumpulkan spesimen ketiga, dalam hal pasien dipulangkan dalam waktu 1-2 hari
setelah penurunan demam, 7-21 hari setelah serum saat fase akut diambil
(spesimen fase penyembuhan akhir , S3 ) .

Interval waktu yang optimal diantara spesimen yang berpasangan misalnya, spesimen
darah akut (S1) dan spesimen fase penyembuhan (S2 atau S3) adalah 10-14 hari.


Formulir permintaan sampel dan pelaporan untuk pemeriksaan laboratorium
dengue disediakan dalam Lampiran 1. Darah sebaiknya dikumpulkan dalam
tabung atau botol, tapi kertas filter dapat digunakan jika ini adalah satu-satunya
pilihan . Sampel kertas filter tidak cocok untuk isolasi virus

Metode diagnostik untuk mendeteksi infeksi dengue
Selama fase awal (hingga hari ke VI sejak onset), isolasi virus, asam nukleat virus,
atau antigen dapat digunakan untuk mendiagnosa infeksi. Di akhir fase akut infeksi,
pemeriksaan imunologis merupakan metode terpilih untuk mendiagnosa infeksi.
Isolasi virus : isolasi virus dengue dari spesimen klinis mungkin dilakukan pada
sampel yang diambil dalam 6 hari pertama sejak sakit dan segera diproses tanpa penundaan.
Spesimen yang cocok untuk isolasi virus termasuk : serum fase akut, jaringan otopsi pada
kasus yang fatal. (khusunya hati, limpa, kelenjar limfe dan timus), serta dari nyamuk yang
diambil dari area yang endemis.
Deteksi asam nukleat virus : terdiri dari reverse transcriptase-polymerase chain
reaction (RT-PCR), Nested PCR, one-step multiplex PCR, real-time RT-PCR, metode
amplitudo isotermal
Deteksi antigen virus : merupakan glikoprotein yamg diproduksi oleh semua
flavivirus (NS1). Antigen NS1 muncul di hari pertama gejala penyakit dan menghilang di
hari ke 5-6. Oleh karena itu, tes NS1 bisa dijadikan sarana untuk diagnostik yang lebih cepat.
Respon imunologis dan uji serologis
Metode ini terdiri dari : IgM-capture enzyme-linked immunosorbent assay (MACELISA), IgG-ELISA, IgM/IgG ratio, Haemagglutination inhibition test, Complement fixation
test, Neutralization test,
Uji diagnostik cepat
Pemeriksaan ini menggunakan perangkat sederhana untuk mendeteksi adanya anibodi
dengue IgM dan IgG secara cepat (15 menit). Namun tingkat akurasinya masih belum

20
Universitas Sumatera Utara

tervalidasi. Kemungkinan positif palsu dapat terjadi akibat reaksi silang dengan antigen
flavivirus lain, malaria, leptospira, ataupun kelainan imun seperti SLE.
Pemeriksaan hematologi
Pemeriksaan standar trombosit dan hematokrit sangat penting untuk mendiagnosa
infeksi dengue. Oleh karena itu, pemeriksaan hematologi harus dilakukan secara ketat pada
infeksi dengue.
Trombositopenia ( < 100.000 sel/mm3) dapat terlihat sesekali pada demam dengue,
namun pada DBD hal ini hampir selalu terjadi. Hal ini terjadi di hari ketiga hingga kedelapan
sejak onset, seringnya terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan pada hematokrit.
Hemokonsentrasi dengan kenaikan hematokrit > 20% merupakan dasar untuk
mempertimbangkan diagnosa definitf adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan
kebocoran plasma.

Manajemen Klinis Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue
Spektrum klinis infeksi dengue mencakup infeksi asimtomatik, DD dan DBD, yang
ditandai dengan kebocoran plasma dan manifestasi perdarahan . Pada akhir masa inkubasi,
penyakit dimulai secara tiba-tiba dan diikuti oleh tiga tahap, demam, kritis dan fase
pemulihan, seperti yang digambarkan dalam skema di bawah ini (Gambar 7) :

Gambar 7. Alur perjalanan infeksi dengue
21
Universitas Sumatera Utara

Alur triase pasien yang dicurigai dengue di unit rawat jalan
Selama epidemi, semua rumah sakit termasuk di tingkat tersier, menerima pasienpasien dengue dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, pihak berwenang rumah sakit harus
mengatur “meja khusus dengue” untuk menskrining dan memilah pasien yang diduga demam
berdarah. Jalur triase yang dianjurkan dapat dilihat di kotak 9 dan kotak 10.
Kotak 9 : Langkah-langkah skrining pasien di rawat jalan dalam periode endemik
REGISTRASI

Skrining : Anamnesis
dan warning sign

Tanda vital

Darah
Lengkap

Emergensi : Tampilan
klinis yang berat

Pemeriksan medis dan
manajemen awal

Edukasi keluarga

Observasi

Rawat inap

Peresepan

Follow up

Jalur emergensi

22
Universitas Sumatera Utara

Kotak 10 : Jalur triase untuk infeksi dengue
Demam dengan dugaan manifestasi perdarahan akibat dengue, sakit kepala, nyeri retro
orbital, mialgia, atralgia/nyeri tulang, ruam kulit

Uji torniquet

Demam < 3 hari

Dengan warning
sign

Demam > 3 hari

Darah lengkap

Tanpa warning
sign
Leukopenia dan atau
trombositopenia

 Darah lengkap
 Gula darah
 Pertimbangkan
resusitasi cairan
IV/atasi dehidrasi
 DD kondisi lain
 Observasi jangka
pendek/panjang
tergantung dx

 Darah lengkap
sebagai baseline
 Edukasi keluarga
(kotak 12)
 Pulang berobat jalan
 Follow up tiap hari
jika memungkinkan

Warning
sign (-)

Beresiko
tinggi

Tanpa leukopenia
atau trombositopenia

Warning
sign (+)

Warning
sign (+)

Warning
sign (-)

Obeservasi/rawat
Pertimbangakan cairan IV
Monitoring dengue

Triase Primer
Triase harus dilakukan oleh orang yang terlatih dan kompeten.


Jika pasien tiba di rumah sakit dalam kondisi parah / kritis, kirim pasien langsung
kepada perawat / asisten medis terlatih (lihat nomor 3 di bawah).



Untuk pasien lain, lanjutkan sebagai berikut:
1. Riwayat durasi (jumlah hari) demam dan warning sign (Kotak 11) pada pasien
berisiko tinggi yang akan dinilai oleh perawat atau staf terlatih, tidak selalu
berasal dari medis.
2. Uji tourniquet harus dilakukan oleh tenaga terlatih (jika jumlah tenaga terlatih
tidak memadai, cukup berikan tekanan 80 mmHg untuk> 12 tahun dan 60
mmHg untuk anak-anak usia 5 sampai 12 tahun selama lima menit).
3. Tanda-tanda vital, termasuk suhu, tekanan darah, denyut nadi, laju pernapasan
dan perfusi perifer, mesti diperiksa oleh perawat terlatih atau asisten medis.
Perfusi perifer dinilai dengan palpasi tekanan volume nadi, suhu dan warna
ekstremitas, serta waktu pengisian kapiler. Prosedur ini merupakan keharusan
23
Universitas Sumatera Utara

bagi semua pasien, terutama ketika monitor tekanan darah digital dan
peralatan-peralatan medis lainnya tersedia. Perhatian khusus harus diberikan
kepada pasien yang tidak demam namun dengan takikardia. Pasien-pasien
seperti ini dan yang mengalami penurunan perfusi perifer harus dirujuk segera
untuk mendapatkan setidaknya perhatian medis khusus, pemeriksaan darah
lengkap, pemeriksaan kadar gula darah secepatnya.
4. Rekomendasi pemeriksaan darah lengkap :
 Semua pasien demam pada kunjungan pertama harus diperiksa baseline
hematokrit, leukosit dan trombosit.
 Semua pasien dengan warning sign.
 Semua pasien dengan demam > 3 hari.
 Semua pasien dengan gangguan sirkulasi/syok (pasien ini harus menjalani
cek glukosa).
Hasil pemeriksaan darah lengkap : Jika terdapat leukopenia dan / atau
trombositopenia, maka pada pasien dengan warning sign harus dikirim untuk
konsultasi medis segera.
5. Konsultasi medis : direkomedasikan untuk Konsultasi medis sesegera
mungkin pada keadaan berikut :
 Syok
 Pasien dengan warning sign khususnya bagi pasien dengan lama penyakit
> 4 hari
6. Keputusan untuk observasi dan penatalaksanaan :
 Syok : resusitasi dan rawat inap
 Pasien dengan hipoglikemia tanpa leukopenia dan/atau trombositopenia
harus diberikan infus glukosa sesegera mungkin kemudian dilanjutkan
dengan pemberian cairan intravena pemeliharaan yang mengandung
glukosa. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan untuk menentukan
kemungkinan penyebab penyakit. Pasien-pasien ini harus diobservasi
dalam jangka waktu 8-24 jam. Pastikan telah terjadi perbaikan klinis
sebelum pasien dipulangkan, dan pasien tersebut harus dipantau setiap
hari.
 Pasien-pasien dengan warning sign.
 Pasien berisiko tinggi dengan leukopenia dan trombositopenia

24
Universitas Sumatera Utara

7. Edukasi kepada Pasien dan keluarganya harus disampaikan dengan cermat
sebelum pasien dipulangkan (Kotak 12). Hal ini dapat dilakukan dalam bentuk
kelompok yang berjumlah 5 hingga 20 pasien yang dilakukan oleh staf yang
terlatih yang bisa saja bukan perawat / dokter. Nasehat harus mencakup
istirahat total/bed rest, intake cairan oral atau diet lunak, spon hangat dapat
digunakan untuk menurunkan dema selain dengan parasetamol. Informasi
tentang warning sign harus ditekankan, dan harus dijelaskan kapan pasien
harus diperiksa secara medis secepatnya, bahkan jika jadwal kunjungan
berikutnya masih belum tiba.
8. Follow-up : Pasien harus mengerti bahwa masa kritis jusrtu terjadi pada saat
tidak demam dan tindak lanjutnya adalah dengan pemeriksaan darah lengkap
untuk

mendeteksi

tanda-tanda

bahaya

dini,

seperti

leukopenia,

trom