Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Klasifikasi botani kelapa sawit adalah divisio Spermatophyta, dengan
subdivisio Pteropsida, kelapa sawit tergolong dalam kelas Angiospermae, dan
subkelas Monocotyledoneae, ordo dari kelapa sawit adalah Cocoidae, Famili dari
kelapa sawit adalah Palmae, dan genusnya adalah Elaeis, serta spesies dari kelapa
sawit adalah Elaeis guinensis (Hadi, 2004).
Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena
tumbuh ke bawah dan ke samping, membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan
kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah sampai batas permukaan air
tanah. Akar sekunder, tertier, dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah
bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak
mengandung zat hara. Di samping itu, tumbuh pula akar nafas yang muncul di atas
permukaan atau di dalam air tanah. Penyebaran akar terkonsentrasi pada lapisan tanah
atas. Dengan perakaran kuat tersebut, jarang ditemukan pohon kelapa sawit yang
tumbang (Fauzi et al, 2002).
Pohon kelapa sawit tumbuh tegak lurus tidak bercabang. Diameter batang
kelapa sawit adalah 35-60 cm. Setiap tahun batang kelapa sawit bertambah panjang
35-45 cm. Semakin lambat pertambahan panjang batang kelapa sawit semakin baik.
Hal ini akan memudahkan perawatan, terutama untuk memanen buah dan
memperpanjang masa produktifnya (Hadi, 2004).

Pelepah daun kelapa sawit berpenampang melintang menyerupai bentuk segi
tiga, dengan luas penampang 100-112 cm2, dengan ketebalan dinding (lapisan

Universitas Sumatera Utara

epidermis: sklereid dan silica) dapat mencapai hingga 4-6 mm. Parenkim pelepah
daun memiliki dimensi serat sebagai berikut : panjang antara 70-150 cm, diameter
serat 0,08- 0,8 mm (Intara dan Dyah, 2012).
Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk,
bersirip genap, dan bertulang sejajar. Jumlah anak daun di setiap pelepah berkisar
antara 250-400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada
tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga semakin efektif dalam melakukan
fungsinya sebagai tempat berlangsugnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Daun
kelapa sawit yang sehat dan segar berwarna hijau tua

(Fauzi et al,

2002).
Pada kelapa sawit, letak bunga jantan dan bunga betina terpisah, masingmasing tersusun pada tandan yang berbeda tetapi masih satu pohon. Oleh karena itu
kelapa sawit disebut tanaman berumah satu atau monoceous. Namun demikian,

terkadang dalam satu tandan terdapat bunga jantan sekaligus bunga betina. Bunga ini
disebut hermaprodit. Satu tandan bunga jantan terdiri dari 150-200 spinkelet atau
manggar. Dalam satu spinkelet (manggar) terdapat 600-1.500 bunga jantan (Hadi,
2004).
Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah
dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pada umur sekitar 3,5 tahun jika dihitung
mulai dari penanaman biji berkecambah di pembibitan. Namun, jika dihitung mulai
penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen pada umur 2,5 tahun.
Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan. Waktu yang diperlukan

Universitas Sumatera Utara

mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen kurang lebih 5-6 bulan.
Warna buah tergantung varietas dan umurnya.

(Fauzi et al 2002).

Buah kelapa sawit secara umum terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu
epikarp atau kulit buah, mesokarp atau daging buah, dan endokarp yang terdiri dari
tempurung dan inti buah atau kernel. Epikarp merupakan bagian terluar buah kelapa

sawit. Epikarp biasanya mempunyai warna tertentu sesuai varietas dan umur buah.
Dari warna epikarp inilah seseorang bisa menentukan tingkat kemasakan buah.
Mesokarp merupakan bagian utama buah kelapa sawit karena dari bagian inilah
minyak kelapa sawit mentah (CPO) akan diperoleh melalui proses ekstraksi atau
penggilingan. Tempurung merupakan bagian buah kelapa sawit yang melindungi inti.
Kernel merupakan bagian penting kedua setelah mesokarp karena dari iti inilah akan
dihasilkan KPO sebagai produk unggulan kedua setelah CPO (Hadi, 2004).
Biji pada kelapa sawit adalah bagian dari buah dan bisa diperoleh dengan
membuang daging buah. Biji terdiri cangkang (endocarp), inti (endosperm), dan
lembaga (embrio). Embrio kelapa sawit panjangnya 3 mm, berdiameter 1,2 mm,
berbentuk silindris dengan 2 bagian utama. Bagian yang tumpul permukaannya
berwarna kuning dan bagian lain yang berwarna putih bentuknya agak tajam. Bakal
biji terdiri 3 ruang tetapi setelah penyerbukan dan menjadi buah, ruang yang
berkembang hanya satu; kadang-kadang dijumpai dua ruang. Jika endosperm
mendapat air yang mengembang dan kemudian lembaganya akan berkecambah
(Soehardjo, 1999).
Berdasarkan tebal dan tipisnya cangkang, buah kelapa sawit digolongkan atas
dura, psifera, dan tenera. Buah yang paling baik untuk dijadikan bibit kelapa sawit

Universitas Sumatera Utara


adalah jenis tenera yang merupakan hasil persilangan antara dura dan psifera. Tenera
memiliki perbandingan sabut, tempurung, dan inti yang proporsional. Dura memiliki
tempurung yang tebal sehingga sabut dan inti sangat kecil, sedangkan untuk psifera
memiliki sabut yang besar sehingga inti amat kecil. Padahal bagian buah kelapa sawit
yang dimanfaatkan tidak hanya sabutnya untuk menghasilkan crude palm oil (CPO),
tetapi juga memanfaatkan bagian inti untuk menghasilkan kernel palm oil (KPO)
yang berwarna putih (Widyawati, 2009).
Syarat Tumbuh
Iklim
Iklim merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan dan produksi
tanaman yang dibudidayakan. Iklim merupakan faktor yang sulit, bahkan tidak dapat
dikendalikan. Budidaya tanaman apapun pada areal terbuka sangat dipengaruhi iklim,
demikian juga tanaman kelapa sawit. Kelapa sawit mudah mengalami stres akibat
kekurangan air. Hal ini mengakibatkan menurunnya produksi dalam jangka waktu
yang lama. Oleh karena itu, sebelum membudidayakan suatu tanaman, khususnya
kelapa sawit, keadaan iklim setempat mutlak dipertimbangkan. Faktor iklim yang
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kelapa sawit meliputi curah hujan, radiasi
sinar matahari, suhu, dan kelembaban udara (Hadi, 2004).
Tanaman kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500-4.000 mm per tahun,

tetapi curah hujan optimal adalah 2.000-3.000 mm pert tahun, dengan jumlah hari
hujan tidak lebih dari 180 hari per tahun. Pembagian hujan yang merata dalam satu
tahunnya berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan vegetatif lebih dominan

Universitas Sumatera Utara

daripada pertumbuhan generatif, sehingga bunga atau buah yang terbentuk pun relatif
sedikit (Hartanto, 2011).
Produksi TBS per tahun juga dipengaruhi oleh jumlah jam efektif penyinaran
matahari. Penyinaran efektif didefenisikan sebagai total jumlah penyinaran yang
diterima sepanjang periode kelembaban air tanah yang mencukupi ditambah selama
periode stres air dan dikurangi dengan lamanya stres air-tanah yang terjadi. Pada
kondisi di daerah khatulistiwa yang menerima lebih dari 2.400 jam penyinaran efektif
sepanjang tahun maka rata-rata pohon dapat menghasilkan minimal 125 kg TBS atau
18 ton/ha/tahun. Panjang penyinaran matahari yang diperlukan kelapa sawit yaitu 512 jam/hari dengan kondisi

kelembaban udara 80 %

(Pahan, 2006).
Suhu optimal rata-rata yang diperlukan oleh kelapa sawit adalah 27-320C.

Tinggi rendahnya suhu berkaitan erat dengan ketinggian lahan dari permukaan air
laut. Oleh karena itu, ketinggian lahan yang baik untuk perkebunan kelapa sawit
adalah 0-400 m dpl,karena pada ketinggian tersebut temperatur udara diperkirakan
27-320C (Hadi, 2004).
Daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai adalah daerah yang
berada pada 150 LU-150 LS. Sedangkan bentuk wilayah merupakan faktor penentu
produktivitas yang akan mempengaruhi kemudahan panen, pengawetan tanah dan air,
pembuatan jaringan jalan, serta efektivitas pemupukan

(Hartanto,

2011).

Universitas Sumatera Utara

Tanah
Meskipun kelapa sawit tidak berbeda jauh dengan tumbuhan dari familia
palmae lain misalnya pinang, palem, kelapa, aren, dan lain lain yang dapat tumbuh di
hampir semua jenis tanah, namun karena diinginkan produksi yang optimal dalam
jangka waktu yang lama, maka jenis tanah untuk budidaya kelapa sawit harus

memenuhi standart atau persyaratan yang dapat menunjang pertumbuhan dan
produksi yang optimal, yaitu tanah yang subur (Hadi, 2004).
Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik
dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas. Tanaman kelapa sawit
membutuhkan unsur hara dalam jumlah besar untuk pertumbuhan vegetatif dan
generatif. Karena itu, untuk mendapat produksi yang tinggi dibutuhkan kandungan
unsur hara yang tinggi juga. Selain itu pH tanah sebaiknya bereaksi asam dengan
kisaran nilai 4,0-6,0 dan ber-pH optimum 5,0-5,5. Secara umum kelapa sawit dapat
tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik, kelabu, alluvial, atau regosol.
Secara umum kelapa sawit berproduksi dengan baik pada jenis tanah ultisol,
inceptisol, andisol, dan histosol (Hartanto,2011).
Sifat fisik tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit ialah
memiliki solum yang dalam lebih dari 80 cm, karena baik untuk perkembangan akar
sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik. Tekstur tanah yang
paling ideal untuk kelapa sawit adalah lempung atau lempung berpasir dengan
komposisi 20-60% pasir, 10-40% lempung dan 20-50% liat. Struktur tanah yang
paling ideal untuk kelapa sawit adalah perkembangannya kuat, konsistensi gembur

Universitas Sumatera Utara


sampai agak teguh dan permeabilitas sedang. Selain itu, ketebalan gambut yang baik
adalah 0-0,6 m dan tidak dijumpai laterite (Soehardjo, 1999).
Bentuk wilayah yang cocok untuk kelapa sawit adalah: pertama, wilayah
yang datar sampai berombak, yaitu wilayah dengan kemiringan lereng 0-8 %. Kedua,
di wilayah bergelombang sampai berbukit dengan kemiringan lereng 8-30 %, kelapa
sawit masih dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik melalui upaya
pengelolaantertentu seperti pembuatan teras (Hartanto, 2011).
Curah Hujan dan Hari Hujan
Iklim sangat berpengaruh terhadap variasi pertumbuhan kelapa sawit. Salah
satu faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap produktifitas kelapa sawit adalah
air. Ketersediaan air ini sangat dipengaruhi oleh curah hujan, irigasi yang diberikan
ke perkebunan serta kapasitas tanah dalam menahan air

(Lubis, 1992).

Curah hujan adalah air hujan yang jatuh di permukaan tanah selama jangka
waktu tertentu, diukur dalam satuan tinggi kolom di atas permukaan horizontal,
apabila tidak terjadi penghilangan-penghilangan oleh proses penguapan, pengaliran
dan peresapan ke dalam tanah. Curah hujan dinyatakan dalam tinggi air (mm) diukur
dengan penakar hujan dengan luas moncong 100 cm2. Satu hari hujan adalah periode

24 jam terkumpulnya curah hujan setinggi 0.5 mm atau lebih dan curah hujan dengan
tinggi kurang dari ketentuan tersebut, hari hujan dianggap nol tetapi curah hujan tetap
diperhitungkan (Siregar et al, 2006).
Air hujan merupakan sumber air utama untuk tanaman perkebunan. Menurut
Mangoensoekarjo (2007) curah hujan optimal untuk tanaman kelapa sawit adalah
1.250 – 2.500 mm/tahun, sedangkan Hadi (2004) menyatakan bahwa curah hujan

Universitas Sumatera Utara

yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah 2.500 – 3.000 mm/tahun
dengan distribusi merata sepanjang tahun serta tidak terdapat 7 bulan kering
berkepanjangan dengan curah hujan di bawah 120 mm dan tidak terdapat bulan basah
dengan hujan lebih dari 20 hari.
Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan dan produksi tabaman kelapa sawit
adalah di atas 2000 mm dan merata sepanjang tahun. Hujan yang tidak turun selama 3
bulan menyebabkan pertumbuhan kuncup daun terhambat sampai hujan turun (anak
daun atau janur tidak dapat memecah). Hujan yang lama tidak turun juga banyak
berpengaruh terhadap produksi buah, karena buah yang sudah cukup umur tidak mau
masak (brondol) sampai turun hujan (Sastrosayono, 2003).
Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyatakan bahwa kekurangan air

pada tanaman kelapa sawit dapat mengakibatkan penurunan produksi tandan buah
segar. Hadi (2004) menambahkan kekurangan air pada tanaman kelapa sawit dapat
mengakibatkan buah terlambat masak, berat tandan buah berkurang, jumlah tandan
buah menurun hingga sembilan bulan kemudian, serta meningkatkan jumlah bunga
jantan dan menurunkan jumlah bunga betina.
Kelebihan air yang dikarenakan tingginya curah hujan dapat meneyebabkan
kegagalan matang tandan pada bunga yang telah mengalami anthesis. Curah hujan
yang tinggi biasanya diikuti dengan penambahan hari hujan. Hari hujan yang banyak
mengakibatkan penurunan intensitas penyinaran matahari sehingga laju fotosintesis
turun dan dapat menyebabkan turunnya produktivitas. Curah hujan yang tinggi
mendorong peningkatan pembentukan bunga, tetapi di lain pihak dapat menghambat
penyerbukan karena sebagian serbuk hilang terbawa aliran air hujan. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara

curah hujan yang rendah akan menghambat pembentukan daun, yang akan
menghambat pembentukan bunga di ketiak daun (Nugraheni, 2007).
Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan produksi
buah sawit. Curah hujan yang tinggi dapat menghambat kegiatan panen karena
rusaknya sarana transportasi dan kesulitan pemanen dalam pengumpulan berondolan

karena bercampur dengan tanah. Curah hujan yang tinggi mendorong peningkatan
pembentukan bunga, tetapi menghambat terjadinya penyerbukan karena serbuk sari
hilang terbawa aliran air dan serangga penyerbuk tidak keluar dari sarangnya dan
juga kegagalan matang tandan pada bunga yang telah mengalami anthesis. Proses
pematangan buah dipengaruhi keadaan curah hujan, bila curah hujan tinggi buah
kelapa sawit cepat memberondol (PPKS, 2006).
Umur Tanaman
Tinggi rendahnya produktivitas tanaman kelapa sawit di suatu kebun
dipengaruhi oleh komposisi umur tanaman yang ada di kebun tersebut. Semakin luas
komposisi umur tanaman remaja dan tanaman tua, semakin rendah pula produktivitas
per hektarnya. Komposisi umur tanaman berubah setiap tahunnya sehingga juga
berpengaruh terhadap pencapaian produksi per hektar per tahunnya (Risza, 2009).
Lubis (1992) menyatakan bahwa produktivitas maksimal tanaman kelapa sawit dapat
dicapai ketika tanaman berumur 7 – 11 tahun.
Semakin luas komposisi umur tanaman remaja dan renta, semakin rendah pula
tingkat produktivitasnya. Sedangkan semakin banyak tanaman dewasa dan teruna
semakin tinggi pula tingkat produktivitasnya. Menurut Bina Nusantara (2012)
tanaman kelapa sawit biasanya dibagi atas 6 kelompok, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. 0-3 tahun – muda (belum menghasilkan)

2. 3-4 tahun – remaja (sangat rendah)

3. 5-12 tahun – teruna (mengarah naik)

4. 12-20 tahun – dewasa (posisi puncak)

5. 21-25 tahun – tua (mengarah turun)
6. 26 tahun ke atas – renta (sangat rendah)
Tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit akan meningkat secara tajam dari
umur 3–7 tahun (periode tanaman muda, young), mencapai tingkat produksi
maksimal pada umur sekitar 15 tahun (periode tanaman remaja, prime) dan mulai
menurun secara gradual pada periode tanaman tua sampai saat menjelang peremajaan
(replanting) (Pahan, 2008).
Umur tanaman berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman kelapa sawit. Peran umur tanaman jika ditinjau dari pertumbuhan vegetatif
tanaman kelapa sawit yaitu berpengaruh dalam pembentukan pelepah yakni jumlah
pelepah, panjang pelepah, dan jumlah anak daun. Tanaman yang berumur tua jumlah
pelepah dan anak daun yang dihasilkan lebih banyak. Pelepah yang terbentuk juga
lebih panjang dibandingkan dengan tanaman yang masih muda. Ini berkolerasi positif
terhadap ketersediaan makanan bagi tanaman karena pelepah berfungsi sebagai
tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Peran umur tanaman jika ditinjau dari
pertumbuhan generatif yakni berpengaruh terhadap organ reproduksi tanaman yaitu

Universitas Sumatera Utara

dalam proses pembentukan dan perkembangan buah. Kelapa sawit yang memiliki
komposisi umur tanam muda akan memiliki jumlah janjang yang lebih banyak tetapi
berat janjang yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang
memiliki komposisi umur tanaman yang lebih tua. Kondisi ini berpengaruh pada BJR
kebun yang berpengaruh terhadap pencapaian produksi TBS yang diharapkan
(Prihutami, 2011).
Drajat (2004) dalam penelitiannya mengatakan bahwa umur tanaman
mempengaruhi kualitas rendemen TBS, yang pada akhirnya sangat berpengaruh
terhadap harga TBS. Kualitas rendemen TBS dikatakan tinggi ketika tanaman
berumur pada selang waktu 7 hingga 22 tahun, sehingga perkiraan harga TBS lebih
tinggi. Tetapi kualitas rendemen TBS masih rendah pada selang umur tanaman 3
sampai 6 tahun dan 23 sampai 25 tahun, sehingga perkiraan harga TBS lebih rendah.
Hubungan Curah Hujan, Hari Hujan dan Umur Tanaman Terhadap Produksi
Tanaman Kelapa Sawit
Berdasarkan penelitian Yunita (2010) yang menyatakan bahwa penurunan
produktivitas tanaman kelapa sawit kebun Sei Lala PT Tunggal Perkasa Plantations
Indragiri Hulu Riau, dipengaruhi oleh curah hujan. Produktivitas tanaman kelapa
sawit terbesar diperoleh saat curah hujan terbesar pula (curah hujan > 100 mm/bulan).
Akan tetapi pada curah hujan 60–100 mm/bulan produktivitas tanaman kelapa sawit
yang dihasilkan lebih kecil daripada produktivitas tanaman pada curah hujan < 60
mm/bulan.
Menurut Bando (2012) di Morowali Sulawesi Tengah, data curah hujan
tahunan di Kabupaten Morowali, tahun 1991 merupakan tahun dimana jumlah curah

Universitas Sumatera Utara

hujan paling tinggi, dengan curah hujan total mencapai 5220 mm, sedang curah hujan
terendah terjadi pada tahun 2003 dengan total curah hujan mencapai 2115 mm.
Produksi kelapa sawit tertinggi adalah pada tahun 2008 dengan total jumlah produksi
sebesar 279.540 kg, sedang yang terendah pada tahun 1990 sebesar 440.328 kg.
Produksi kelapa sawit mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan atau
umur kelapa sawit serta perluasan wilayah perkebunan.
Berdasarkan penelitian Pasaribu dkk. (2012) di perkebunan kelapa sawit di
PPKS sub unit Kalianta Kabun Riau, besar kecilnya curah hujan sangat
mempengaruhi nilai lolosan tajuk dan aliran batang serta intersepsi yang terjadi setiap
bulannya. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa lolosan tajuk pada tegakan
kelapa sawit cukup tinggi di wilayah ini. Pada bulan Desember 2009 nilai lolosan
tajuk mencapai 353.9 mm. Tingginya nilai lolosan tajuk pada bulan ini dikarenakan
oleh tingginya curah hujan pada bulan tersebut. Sebaliknya pada bulan Juni 2011
memiliki curah hujan yang rendah sehingga perolehan nilai lolosan tajuk pada bulan
ini hanya sebesar 2.2 mm. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan dan produksi
tanaman kelapa sawit adalah di atas 2000 mm dan merata sepanjang tahun. Hujan
yang tidak turun selama 3 bulan menyebabkan pertumbuhan kuncup daun terhambat
sampai hujan turun (anak daun atau janur tidak dapat memecah). Hujan yang lama
tidak turun juga banyak berpengaruh terhadap produksi buah, karena buah yang
sudah cukup umur tidak mau masak (brondol) sampai hujan turun.
Kekeringan dengan defisit air di atas 250 mm pertahun akan mengakibatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit terganggu yang berlangsung sampai
2–3 tahun ke depan. Sebagai contoh, produksi tandan buah segar di Kebun Bekri

Universitas Sumatera Utara

(Lampung) menurun akibat kekeringan pada musim kemarau panjang yang terjadi
pada tahun 1982. Penurunan tersebut 5–11 % pada tahun berjalan, 14–55 % pada
tahun 1983, dan 4–30 % pada tahun 1984

(Lubis, 1992).

Berdasarkan penelitian Prihutami (2011) di Sungai Bahaur Estate Kalimantan
Tengah, yang menyatakan bahwa umur tanaman memiliki peranan yang sangat
penting terhadap produksi TBS kelapa sawit. Hasil analisis menunjukkan umur
tanaman 7-11 tahun memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS. Tanaman
kelapa sawit pada umur 7-11 tahun dapat mencapai produksi optimum dengan jumlah
TBS yang dihasikan banyak dan berat janjang yang dihasilkan juga cukup tinggi
sehingga berpengaruh kepada pencapaian produksi TBS per hektarnya yang tinggi
pula.
Gambaran Umum PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Dadap
Sejarah Singkat Perusahaan
Kebun Sei Dadap adalah salah satu unit usaha dari PT. perkebunan nusantara
III (Persero), sebelumnya merupakan 2 perkebunan Kebun Sei Dadap dan Kebun
Hessa milik Perusahaan Hindia Belanda yang bernama NV. Rubber Company
Maatcchapaj Amsterdam (NV. RCMA).
Sejalan dengan proses “Nasionalisasi” Perusahaan perkebunan Asing,
berdasarkan Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang Republik Indonesia No.
49/UU/58 dialihkan menjadi Perusahaan Perkebunan Negara baru cabang Sumatera
Utara (PPN Baru Cabang Sumut).
Selanjutnya pada tahun 1961 menjadi Perusahaan Perkebunan Negara Sumut
IV (PPN Sumut IV) dan pada tahun 1963 kebun Sei Dadap menjadi Perusahaan

Universitas Sumatera Utara

Perkebunan Karet V (PPN Karet V) sedangkan Kebun Hessa menjadi Perkebunan
Karet VIII (PPN Karet VIII).
Pada tahun 1968 PPN tersebut diorganisasikan menjadi Perusahaan Negara
Perkebunan V (PTP. V Persero) dengan Kantor Direksi berkedudukan di Sei Karang.
Diawali dengan Penggabungan Manajemen pada tahun 1994, dan diteruskan
dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No : 8 tahun 1996 tanggal 14
pebruari 1996 sesuai Wilayah Kerjanya PTP III, PTP IV, dan PTP V dilebur menjadi
PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) dengan kantor direksi berkedudukan di
medan.
Letak Geografis Perusahaan
Lokasi kebun Sei Dadap berada di Kecamatan Sei Dadap Kabupaten Asahan.
Jarak dengan Kota Medan sebagai ibukota provinsi Sumatera Utara berkisar 167 Km,
dan dari Kota Kisaran 7 Km.
Keadaan Tanah
Topografi tanahnya sebagian besar tergolong datar hingga berombak. Jenis
tanah padsolik kuning, alluvial, dan hidromorfik kelabu.
Luas kebun
Kebun sei dadap memeliki luas HGU seluas 4.694,61 Ha, terdiri dari 6
afdeling tanaman kelapa sawit dan emplasmen.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16 dan 19 Tahun di Kebun Bah Jambi PT Perkebunan Nusantara IV Persero

31 176 110

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

1 14 114

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16 dan 19 Tahun di Kebun Bah Jambi PT Perkebunan Nusantara IV Persero

0 5 110

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16 dan 19 Tahun di Kebun Bah Jambi PT Perkebunan Nusantara IV Persero

0 0 14

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16 dan 19 Tahun di Kebun Bah Jambi PT Perkebunan Nusantara IV Persero

0 0 2

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 15

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 2

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 3

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 3

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 15