Analisa Perfomansi Alat Penukar Kalor Tiga Saluran Satu Laluan Dengan Aliran yang Terbagi Dalam Konfigurasi Aliran Berlawanan Arah dan Searah

BAB II
LANDASAN TEORI
Dasar teori penukar panas tiga saluran ini telah diberikan oleh C.L. Ko dan
Wedekind, dimana mereka memperoleh distribusi temperatur secara aksial
sepanajang pipa dan perhitugan ε-NTU pada penukar panas. Sebelum membahas
tentang analisa penukar kalor yang diperoleh oleh mereka, maka diberikan dasar
teori perpindahan panas konveksi pada pipa anulus yang diperoleh oleh Kays,
yang mana digunakan dalam penentuan koefisien perpindahan panas konveksi
pada anulus dan sebagai dasar untuk memperoleh nilai ε-NTU secara teoritis.
2.1 Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor merupakan suatu peralatan dimana terjadi suatu
perpindahan panas (kalor) antara dua buah fluida atau lebih yang memiliki
perbedaan temperature yaitu fluida yang bertemperature tinggi ke fluida yang
bertemperatur rendah, perpindahan panas tersebut terjadi baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Banyak jenis Heat Exchanger yang dibuat dan digunakan dalam pusat
pembangkit tenaga, unit pendingin, unit produksi udara, proses di industri, sistem
turbin gas, dan lain lain. Dalam heat exchanger tidak terjadi pencampuran seperti
dalam halnya suatu mixing chamber.
Suatu heat exchanger terdiri dari elemen penukar kalor yang disebut sebagai
inti atau matrix yang berisikan di dinding penukar panas, dan elemen distribusi

fluida seperti tangki, nozzle masukan, nozzle keluaran, pipa-pipa, dan lain-lain.
Biasanya, tidak ada pergerakan pada bagian-bagian dalam heat exchanger.
Namun, ada perkecualian untuk regenerator rotary dimana matriksnya digerakan
berputar dengan kecepatan yang dirancang. Dinding permukaan heat exchanger
adalah bagian yang bersinggungan langsung dengan fluida yang mentransfer
panasnya secara konduksi.
Hampir disemua heat exchanger, perpindahan panas didominasi oleh
konveksi dan konduksi dari fluida panas ke fluida dingin, dimana keduanya
4

Universitas Sumatera Utara

dipisahkan oleh dinding. Perpindahan panas secara konveksi sangat dipengaruhi
oleh bentuk geometri heat exchanger dan tiga bilangan tak berdimensi, yaitu
bilangan Reynold, bilangan Nusselt dan bilangan Prandtl fluida. Besar konveksi
yang terjadi dalam suatu double-pipe heat exchanger akan berbeda dengan crosflow heat exchanger atau compact heat exchanger atau plate heat exchanger
untuk berbeda temperatur yang sama. Sedang besar ketiga bilangan tak
berdimensi tersebut tergantung pada kecepatan aliran serta property fluida yang
meliputi massa jenis, viskositas absolut, panas jenis dan konduktivitas panas.


2.2 Klasifikasi Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor (Heat Exchanger) secara tipikal diklasifikasikan
berdasarkan susunan aliran (flow arrangement) dan tipe konstruksi.
a. Berdasarkan arah aliran fluida, heat exchanger dapat dibedakan menjadi :
1.

Heat Exchanger dengan aliran searah (co-current/parallel flow)
Pertukaran panas jenis ini, kedua fluida (dingin dan panas) masuk pada sisi

heat exchanger yang sama, mengalir dengan arah yang sama, dan keluar pada sisi
yang sama. Karakter heat exchanger jenis ini, temperatur fluida dingin yang
keluar dari heat exchanger (Tco) tidak dapat melebihi temperatur fluida panas
yang keluar (Tho), sehingga diperlukan media pendingin atau media pemanas yang
banyak. Berikut merupakan gambar aliran searah :

Gambar 2.1 parallel flow
Sumber : Franks.P.Incropera, 1996

2. Heat Exchanger dengan aliran berlawanan arah (counter-current flow)


5

Universitas Sumatera Utara

Heat Exchanger jenis ini memiliki karakteristik; kedua fluida (panas dan
dingin) masuk ke Heat exchanger dengan arah berlawanan, mengalir dengan arah
berlawanan dan keluar Heat exchanger pada sisi yang berlawanan. Berikut
merupakan gambar aliran berlawanan arah.

Gambar 2.2 Counter flow
Sumber : Franks.P.Incropera, 1996

3. Heat Exchanger dengan aliran menyilang (cross flow)

b. Berdasarkan proses perpindahan kalor, heat exchanger dapat dibedakan
menjadi
1. Aliran Campuran
Fluida yang mengalir didalam tabung digunakan untuk memanaskan,
sedangkan fluida yang dipanaskan dialirkan menyilang berkas tabung. Aliran
yang menyilang berkas tabung disebut arus campuran karena dapat bergerak

dengan bebas selama proses perpindahan panas.

Gambar 2.3 tidak bersirip dengan satu fluida campur
Sumber : Franks.P.Incropera, 1996

6

Universitas Sumatera Utara

Dalam aliran campuran terdapat beberapa tipe, yaitu :
 Immiscible fluids

 Gas liquid

 Liquid vapor
2. Aliran Tak Campuran
Untuk penukaran kalor ini, fluida pemanas dan fluida yang akan
dipanaskan terkurung didalam saluran-saluran sehingga fluida tidak dapat
bergerak bebas selama proses perpindahan kalor. fluida disebut fluida tak campur
karena sirip-sirip menghalangi gerakan fluida dalam satu arah y gerak tersebut

melintang ke arah aliran utama x.

Gambar 2.4 bersirip dengan kedua fluidanya tidak campur
Sumber : Franks.P.Incropera, 1996
Pada aliran tidak campuran terdapat beberapa tipe aliran, yaitu :

 Tipe dari satu fase

 Tipe dari banyak fase

 Tipe yang ditimbun (storage type)

 Tipe fluidized bed

c. Berdasarkan jumlah laluan fluida, heat exchanger dapat dibedakan menjadi
1. Shell Pass atau lintasan shell

7

Universitas Sumatera Utara


Yang dimaksud dengan pass shell adalah laluan yang dilakukan fluida
mulai dari saluran masuk, melewati bahagian dalam shell dan mengelilingi tabung
dan keluar dari tabung. Apabila laluan ini dilakukan satu kali maka disebut 1pass
shell.
2. Tube Pass atau lintasan tube
Yang dimaksud tube pass atau lintasan tube adalah laluan yang dilakukan
fluida mulai dari saluran masuk dan keluar melalui pipa tube disebut 1 pass tube.
Apabila fluida itu membelok lagi kedalam tube sehingga terjadi dua kali laluan
fluida dalam tube maka disebut 2 pass tube. Biasanya pass shell itu lebih sedikit
bila dibandingkan dengan pass tube, beberapa contoh dari jumlah laluan heat
exchanger dapat dilihat di bawah ini :
 Laluan 1-1

Yang dimaksud laluan 1-1 adalah aliran fluida panas dalam kondisi 1 pass
shell dan tube dalam kondisi 1 pass tube. Secara sederhana konstruksinya dapat
dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.5 Alat penukar kalor 1-1 pass
Sumber : Yunus. A. Chengel, 2003


Aliran fluida sebelah shell akan berbelok-belok mengikuti sekat-sekat yang ada,
Jumlah sekat yang dipasang akan mempengaruhi perpindahan panas yang terjadi.
 Laluan 1-2

Yang dimaksud laluan 1-2 adalah aliran didalam shell 1 pass, dan aliran
fluida pada sisi tube 2 pass. Untuk memperoleh laluan 2 pass pada sisi tube
dipergunakan floating heat seperti gambar di bawah ini:

8

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Alat penukar kalor 1-2 pass
Sumber : Yunus. A. Chengel, 2003
Selain laluan 1-1, 1-2 masih ada juga laluan 1-4 pass, 1-6 pass dan 1-8 pass. Pada
dasarnya, prinsip yang digunakan sama dengan laluan 1-1, 1-2 pass dan semua
jenis ini hampir sering di pakai oleh pabrik-pabrik.
d. Berdasarkan jumlah laluan fluida, heat exchanger dapat dibedakan menjadi
1. Dua jenis fluida

2. Tiga jenis fluida atau lebih
e. Berdasarkan kontruksi, heat exchanger dapat dibedakan menjadi
1. Konstruksi tabung (tubular)

 Tube ganda (double tube)

 Konstruksi shell and tube, Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod
baffle)

 Konstruksi tube spiral
2. Konstruksi tipe pelat
 Tipe pelat

 Tipe lamella
 Tipe spiral

 Tipe pelat koil

3. Konstruksi dengan luas permukaan Diperluas (extended surface)
 Sirip pelat (plate fin)

 Sirip tube (tube fin)
 Heat pipe wall

 Ordinary separating wall
9

Universitas Sumatera Utara

4. Konstruksi regeneratif
 Tipe rotary

 Tipe disk (piringan)
 Tipe drum



Tipe matrik tetap

Untuk semua jenis apat penukar kalor diatas terdapat suatu terminologi
yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang

dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular
Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan
untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena
alat ini beroperasi pada temperature dan tekanan yang tinggi.
Didalam standar mekanik TEMA, terdapat tiga macam kelas heat Exchanger,
yaitu :
1. Kelas R, yaitu untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya
untuk industri minyak.
2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi
ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.
3. Kelas B, yaitu alat yang biasa digunakan pada proses kimia.
2.3 Kegunaan Beberapa Jenis Alat Penukar Kalor
Begitu luas peralatan-peralatan yang mempergunakan tabung (tubular
equipment) dalam alat penukar kalor, maka untuk mencegah timbulnya kesimpang
siuran pengertian, perlu diberikan pengelompokan peralatan itu berdasarkan
fungsinya. Adapun pengelompokan itu adalah sebagai berikut:

2.3.1 Mesin Refrigrasi (Chiller)
Alat penukar kalor ini dipergunakan untuk pendinginan fluida sampai pada
temperatur sangat rendah. Temperatur pendingin di dalam mesin refrigrasi jauh

lebih rendah bila dibandingkan dengan pendingin yang dilakukan dengan

10

Universitas Sumatera Utara

pendingin air. Untuk mesin refrigrasi ini media pendingin yang dipergunakan
adalah amoniak atau freon.

Gambar 2.7. Mesin refrigrasi pendingin air (water cooled chiller)
Sumber : www.ahi-carrier.com.au
2.3.2 Kondensor
Alat

penukar

kalor

ini

digunakan

untuk

mendinginkan

atau

mengembunkan uap atau campuran uap sehingga berubah fase menjadi cairan.
Media pendingin biasanya dipakai air atau uap. Uap atau campuran uap akan
melepaskan panas latent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik
tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin
akan dimasukkan kedalam kondeser, lalu diembunkan menjadi kondesat. Adapun
gambar dari kondesor, sebagai berikut :

Gambar 2.8. Kondensor
Sumber : http://citrasejuk.blogspot.com

11

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Mesin Pendingin (Cooler)
Mesin pendingin (cooler) digunakan untuk mendinginkan (menurunkan
suhu) cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin.Disini
tidak dipermasalahkan perubahan fase seperti pada kondensor. Dengan
perkembangan teknologi dewasa ini maka mesin pendingin dipergunakan udara,
dengan bantuan fan (kipas).

Gambar 2.9. Mesin pendingin
Sumber : http://www.thermaxglobal.com/images/products/dry-cooler.jpg

2.3.4 Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida
untuk pemanasan fluida yang lain maka terjadi dua fungsi sekaligus yaitu
memanaskan fluida yang dingin dan mendinginkan fluida yang panas.

Gambar 2.10 Alat penukar kalor dengan tabung tipe U
Sumber : https://grabcad.com/library
12

Universitas Sumatera Utara

2.3.5 Pemanas Ulang (ReHeater)
Alat penukar kalor ini bertujuan untuk mendidihkan fluida kembali serta
mempergunakan sebagian cairan yang diproses. Proses yang terjadi pada pemanas
ulang ini adalah sama seperti hal nya proses yang terjadi pada alat pemindah kalor
jenis lainnya. Adapun media pemanas yang sering dipergunakan adalah uap atau
zat panas yang sedang diproses itu sendiri.

Gambar 2.11 Alat pemanasan ulang
Sumber : http://www.airbestpractices.com
2.3.6 Evaporator
Evaporator dipergunakan untuk menguapkan cairan yang ada pada
larutan, sehingga dari suatu larutan diperoleh yang lebih pekat. Media pemanas
yang dipergunakan adalah uap dengan tekanan rendah, sebab yang dimanfaatkan
adalah panas latent, yaitu mengubah fase uap menjadi fase air.

Gambar 2.12 Evaporator
Sumber : https://www.autohausaz.com

13

Universitas Sumatera Utara

2.3.7 Alat Pemanas Air Pengisi Ketel
Alat pemanas air pengisi ketel bertujuan untuk menaikkan suhu air
pengisi ketel sebelum air masuk ka dalam drum uap. Maksud pemanas itu adalah
untuk meringankan beban ketel. Konstruksinya terdiri dari pipa-pipa yang disusun
sedemikian rupa, airnya berada di dalam pipa dan pemanasnya di luar pipa.
Perpindahan panas terjadi secara konveksi dan konduksi media pemanas adalah
pembakaran gas asap hasil pembakaran bahan bakar dalam dapur ketel.

Gambar 2.13 Alat pemanas air pengisi ketel
Sumber : http://megproduction.blogspot.co.id/2011/04/reboiler-design.html
2.4 Jenis-jenis Alat Penukar Kalor
Jenis-jenis heat exchanger dapat dibedakan atas :
a. Jenis Shell and Tube
Jenis ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan dalam industri
perminyakan. Alat ini terdiri dari sebuah shell (tabung/slinder besar) dimana
didalamnya terdapat suatu bundle (berkas) pipa dengan diameter yang relatif
kecil. Satu jenis fluida mengalir didalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya
mengalir dibagian luar pipa tetapi masih didalam shell.
Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan
relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu
annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang
optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus sehingga terjadi

14

Universitas Sumatera Utara

perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular
pitch (pola segitiga) dan square pitch (pola segiempat).

Gambar 2.14. shell and tube heat exchanger
Sumber : http://www.southwestthermal.com/shell-tube-exchanger.html

b. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe)
Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang
ditunjukkan pada gambar 1 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti pada
gambar 1 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U yang
mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran cocurrent atau
Counter current. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan
dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat exchanger
merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran yang
kecil.

Gambar 2.15 Aliran double pipe heat exchanger
Sumber : http://www.engineeringexcelspreadsheets.com

15

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.16. Hairpin heat exchanger
Sumber : http://www.kochheattransfer.com
Exchanger ini menyediakan true counter current flow dan cocok untuk
temperature crossing, tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuhan yang moderat
(range surface area: 1 – 6000 ft2). Hairpin heat exchanger tersedia dalam :

 Single tube (double pipe) atau berbagai tabung dalam suatu hairpin shell
(multitube),

 Bare tubes, finned tube, U-Tubes,
 Straight tubes,

 Fixed tube sheets
Double pipe heat exchanger sangatlah berguna karena ini bisa digunakan
dan dipasang pada pipe-fitting dari bagian standar dan menghasilkan luas
permukaan panas yang besar. Double pipe exchanger biasanya dipasang dalam
12-, 15-, atau 20-ft panjang efektif, panjang efektif dapat membuat jarak dalam
each leg over di mana terjadi perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe
yang menonjol melewati the exchanger section. Susunan dari concentric tube
ditunjukan pada gambar dibawah ini :

16

Universitas Sumatera Utara

a) paralel flow

b) counter flow

Gambar 2.17. Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current
Sumber : Yunus. A. Chengel, 2003
Pada susunan cocurrent maka fluida di dalam tube sebelah dalam (inner
tubes) maupun yang di luar tube (dalam annulus), artinya satu lintasan tanpa
cabang.Sedangkan pada aliran countercurrent, di dalam tube sebelah dalam dan
fluida di dalam annulus masing-masing mempunyai cabang seperti terlihat pada
gambar berikut :

Gambar 2.18. Double-pipe heat exchangers in series
Sumber : http://malikhizbullah.wordpress.com

c. Koil Pipa
Heat exchanger ini mempunyai pipa berbentuk koil yang dibenamkan
didalam sebuah box berisi air dingin yang mengalir atau yang disemprotkan untuk
mendinginkan fluida panas yang mengalir didalam pipa.

17

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.19. Pipa Coil Heat Exchanger
Sumber : http://citrasejuk.blogspot.com
d. Jenis spiral
Jenis ini mempunyai bidang perpindahan panas yang melingkar. Karena
alirannya yang melingkar maka sistem ini dapat melakukan Self Cleaning dan
mempunyai efisiensi perpindahan panas yang baik, akan tetapi konstruksi seperti
ini tidak dapat dioperasikan pada tekanan tinggi.

Gambar 2.20. Spiral Heat Exchanger
Sumber : http://www.esuppliersindia.com/search_action.html
e. Gasket plate exchanger
Mempunyai bidang perpindahan panas yang terbentuk dari lembaran plat
yang dibuat beralur. Laluan fluida (biasanya untuk cairan) terdapat diantara
lembaran pelat yang dipisahkan gasket yang dirancang khusus sehingga dapat
memisahkan aliran dari kedua cairan. Perawatannya mudah dan mempunyai

18

Universitas Sumatera Utara

efisiensi perpindahan panas yang baik. Berikut gambar alat penukar kalor tipe
gasket plate exchanger :

Gambar 2.21. Gasket plate exchanger
Sumber : http://www.kelvion.com/typo3temp/_processed
2.5 Analisa Perpindahan Panas
Proses perpindahan panas yang terjadi pada alat perpindahan kalor (heat
exchanger) terjadi dalam dua bentuk yaitu konveksi-konduksi, proses perpindahan
panas ini hanya terjadi bila terdapat perbedaan temperatur di dalam atau antara
media.

2.5.1

Perpindahan Panas Konveksi pada Pipa Anulus

Gambar 2.22. Perpindahan panas pipa anulus
Sumber : Franks.P.Incropera, 1996

19

Universitas Sumatera Utara

Fluida melewati ruangan (anulus) yang dibentuk oleh beberapa tabung
konsentrik, dan perpindahan panas yang mungkin terjadi ke atau dari kedua
permukaan dalam dan luar. Dalam perhitungan, analisa fluks panas atau
temperatur dapat dilakukan secara terpisah pada masing-masing permukaan.
Dalam beberapa kasus, fluks panas dari masing-masing permukaan mungkin
dihitung dengan pernyataan yang berbentuk sebagai berikut :
qi” = hi (Ts,i – Tm)

2.1a

qo” = ho (Ts,o – Tm)

2.1b

dimana :
qi”

= fluks panas dinding dalam

qo”

= fluks panas dinding luar

hi

= koefisien perpindahan panas konveksi pada dinding dalam

ho

= koefisien perpindahan panas konveksi pada dinding luar

Ts,i

= temperatur dinding dalam

Ts,o

= temperatur dinding luar

Tm

= temperatur rata-rata aliran sepanjang permukaan silang tabung

Sebagai catatan bahwa koefisien konveksi terpisah untuk masing-masing
permukaan. Bilangan Nusselt berbentuk sebagai berikut :
Nui =
Nuo =
dimana : k

hi Dh

2.2a

k
ho Dh

2.2b

k

= koefisien konduksi fluida

Dh = (4A/P) =

4(π.4)(D02 − Di 2 )
πDo +πDi

= Do - Di

A

= Luas penampang tabung

P

= Kelilig penampang tabung

Do = Diameter luar
Di = Diameter dalam

20

Universitas Sumatera Utara

Untuk aliran laminar berkembang penuh dimana yang permukaannya di isolasi
dan permukaan yang lain dengan temperatur konstan, maka Nui, Nuo dapat dilihat
tabel berikut :
Tabel 2.1. Bilangan Nusselt untuk aliran laminar berkembang penuh pada pipa
anulus yang tabung dimana yang permukaan diisolasi dan permukaan yang lain
temperatur konstan
Di/Do
0
0,05
0,10
0,25
0,50
≈1,00

Nui
17,46
11,56
7,37
5,74
4,86

Nuo
3,66
4,06
4,11
4,23
4,43
4,86

Sumber : W.M. Kays, 1964

Bilangan-bilangan Nusselt di atas dapat langsung digunakan jika salah
satu permukaan dinding diisolasi, sehingga tidak ada perpindahan panas dari atau
ke permukaan tersebut. Sedangkan untuk salah satu permukaan yang mempunyai
fluks panas yang konstan, bilangan Nusselt berubah menjadi :
Nui =
Nuo =

Nu ᵢᵢ

2.3a

1−(q₀"/qᵢ")Ɵi
Nu ₀₀

2.3b

1−(qᵢ"/q₀")Ɵo

Nilai Nuii, Nuoo, Ɵi dan Ɵo diperoleh dari tabel 2.2 sebagai berikut :
Tabel 2.2. Koefisien pada aliran laminar berkembang penuh di dalam tabung
anulus dengan fluks panas konstan
Di/Do
0
0,05
0,10
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00

Nuii
17,81
11,91
8,499
6,583
5,912
5,88
5,385

Nuoo
4,364a
4,792
4,834
4,833
4,979
5,099
5,24
5,385b

Ɵ*i

2,18
1,383
0,905
0,603
0,473
0,401
0,346

Ɵ*o
0
0,0294
0,0562
0,1041
0,1823
0,2455
0,299
0,346

Sumber : W.M. Kays, 1964

21

Universitas Sumatera Utara

Dari tabel diatas adapun grafik hubungan bilangan nusselt dengan
koefisien yang berpengaruh untuk aliran laminar didalam pipa anulus dengan
fluks konstan, dengan aliran dan profil temperatur telah berkembang penuh,
gambar sebagai berikut :

Gambar 2.23. Bilangan Nusselt dan koefisien yang berpengaruh untuk aliran
laminar pada pipa anulus dengan fluks panas konstan, aliran dan profil temperatur
telah berkembang penuh.
Sumber : W.M. Kays, 1964

22

Universitas Sumatera Utara

2.6 Analisa Alat Penukar Kalor dengan Metode LMTD (Log Mean
Temperature Difference)
Persamaan perpindahan panas lokal melalui elemen ds dari sebuah apk.
Jika Th dan Tc adalah suhu kedua fluida

yang berada di elemen dan dari

permukaan APK maka laju perpindahan panas diantara kedua fluida melalui
elemen ds dituliskan dengan rumus :
dq = U dA (Th – Tc)
dimana, dq

2.3

: Laju perpindahan panas kedua fluida, W

U

: Koefisien perpindahan panas menyeluruh, W/m2.K

dA

: luas penampang tabung, m2

Th

: Suhu fluida panas, ⁰C

Tc

: Suhu fluida dingin, ⁰C

Gambar 2.24. distribusi suhu APK aliran searah
Sumber : Yunus. A. Chengel, 2003

Dalam desain dan prediksi unjuk kerja suatu alat penukar kalor, sagt
diperlukan mengetahui hubungan-hubungan antara laju perpindahan panas total
dengan temperatur fluida masukan atau keluaran, koefisien perpindahan panas
keseluruhan, dan luas permukaan total untuk perpidahan panas. Dua hubungan
yang telah tersedia diperoleh dari penerapan neraca kesetimbangan keseluruhan
pada fluida panas dan dingin seperti pada gambar 2.29. Intinya, jika q adalah laju

23

Universitas Sumatera Utara

perpindahan panas total antara fluida pnas dan dingin dan pengabaian perpindahan
panas antara penukar kalor dan sekelilingnya, begitu juga perubahan energi
potensial dan kinetik, aplikasi dari neraca memberikan

dimana : q

q = ṁh (ih,i – ih,o)

2.4a

q = ṁc (ic,i – ic,o)

2.4b

= Laju perpindahan panas, Watt

ṁh = laju aliran massa panas, kg/s
ṁc = laju aliran massa dingin, kg/s
ih,i , ih,o = Entalpi aliran fluida panas
ic,i , ic,o = Entalpi aliran fluida dingin
Jika fluida tidak mengalami perubahan fasa dan mempunyai spesifikasi yang
konstan, persamaan di atas berubah menjadi :
q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o)

2.5a

q = ṁc cp,c (Tc,i – Tc,o)

2.5b

dimana temperature yang terlibat dalam persamaan di atas merupakan temperatur
rata-rata fluida dalam lokasi yang ditentukan. Persamaan-persamaan 2.4 dan 2.5
dapat digunakan untuk semua pola aliran dan tipe penukar kalor. Jika kita
ilustrasikan persamaan 2.4 dan 2.5 merupakan keseimbangan energi antara fluida
panas dan dingin pada penukar panas seperti pada gambar berikut

Gambar 2.25. Keseimbangan energi keseluruhan antara fluida panas dan dingin
pada penukar panas
Sumber : Franks.P.Incropera, 1996

24

Universitas Sumatera Utara

Pernyataan yang tepat diperoleh dari laju perpindahan panas q dengan
beda temoperatur antara panas dan dingin dimana :
ΔT =Th - Tc

2.6

Pernyataan di atas dapat menjadi perluasan dari hukum Newton untuk
pendingin, dengan koefisien perpindahan panas keseluruhan digunakan sebagai
pengganti koefisien perpindahan panas konveksi. Bagaimanapun ΔT bervariasi
dengan posisi dalam penukar panas, sehingga dibutuhkan suatu persamaan untuk
laju perpindahan panas dengan asumsi bahwa koefisien perpindahan panasnya
konstan, sebagai berikut
Q = UA ΔTm
Dimana : Q
A

2.7

= Laju perpindahan panas, Watt
= Luas penampang, m2

ΔTm = Log mean temperature differance (beda rata-rata temperatur), K
Persamaan diatas mungkin dapat digunakan bersama-sama dengan persamaanpersamaan sebelumnya untuk membuat suatu analisa terhadap penukar panas.
Tapi sebelumnya kita harus menentukan nilai ΔTm.
Asumsi-asumsi di atas akan digunakan sebagi dasar untuk persamaan ΔTm
dari sebuah penukar panas. Dengan menggunakan neraca energi untuk suatu
elemen difrensial untuk aliran yang paralel, dan aliran berlawanan.
a. Metode LMTD Pada Aliran Paralel
Metode ini dipakai dengan arah fluida panas dan fluida dingin pada arah
yang sama. Artinya perpindahan panas antara kedua fluida di dalam APK sama
besarnya baik ditinjau dari fluida panas atau pun dari fluida dingin. Sehingga
didapatkan rumus dan dapat dituliskan sebagai berikut

dimana, ṁh
ṁc

dq = - ṁh cph dTh = - Ch (dTh)

2.8

dq = - ṁc cpc dTc = - Cc (dTc)

2.9

: laju aliran massa fluida panas (kg/s)
: laju

aliran massa fluida dingin (kg/s)

25

Universitas Sumatera Utara

Cph

: panas jenis fluida panas (J/kg K)

Cpc

: panas jenis fluida dingin (J/kg K)

Ch

: laju kapasitas panas untuk fluida panas, W/K

Ch

: laju kapasitas panas untuk fluida dingin, W/K

Perpindahan panas sepanjang permukaan dA juga dapat diekpresikan sebagai
berikut :
dq = U ΔT dA

2.10

dimana ΔT = Th – Tc adalah perbedaan temperatur lokal antara fluida panas dan
dingin, seperti ilustrasi gambr berikut

Gambar 2.26. Distribusi temperatur untuk aliran paralel alat peukar kalor
Sumber : Franks.P.Incropera, 2003
Penentuan itegrasi dari persamaan 2.10 dan subtitusi persamaan 2.8 dan 2.9 ke
dalam persamaan 2.6
d(ΔT) = -dq (

1
�ℎ

+

1
��

)

26

Universitas Sumatera Utara

dq disubsitusikan dari persamaan 2.10 dan diintegrasiakn sepanjang penukar
panas, diperoleh :
2 �(∆�)

∫1

∆�₂

∆�
1

1

1

2

= −� (�ℎ + �� ) ∫1 ��
1

atau Ln (∆�₁) = -UA(�ℎ + �� ) dengan mensubsitusikan Ch dan Cc dari persamaan

2.5a dan 2.5b berturut-turut, akan diperoleh persamaan sebagai berikut :
� = ��

∆�₂ − ∆�₁
∆�₂
ln(
∆�₁)

Bagian terakhir dapat disebut sebagai perbedaan temperatur rata-rata
logaritma (LMTD atau log mean temperature difference) atau ΔTlm. Persamaan di
atas dapat ditulis sebagai berikut :
q= UA ΔTlm

2.11

di mana,
ΔTlm =

∆�₂− ∆�₁

2.12

∆�₂
)
∆�₁

ln (

ΔT1 = (Th,i – Tc,i)
ΔT2 = (Th,o – Tc,o)
dimana, q
U

2.13

: laju perpindahan panas, Watt
: koefisien perpindahan panas menyeluruh, W/m2K

ΔTlm : perbedaan temperatur rata-rata logaritma
Thi

: Suhu panas masuk, K

Tho

:

Tci

: Suhu

dingin masuk, K

Tco

: Suhu

dingin keluar, K

Suhu panas keluar, K

Untuk temperatur masukan dan keluaran yang sama, perbedaan temperatur ratarata logaritma untuk pola aliran yang berlawanan lebih besar dibandingkan
dengan pola aliran searah, ΔTlm,CF > ΔTlm,PF. Begitu juga untuk luas permukaan
yang dibutuhkan oleh aliran yang berlawanan lebih sedikit dibandingkan aliran
searah untuk laju perpindahan panas yang sama dengan asumsi nilai U-nya sama.

27

Universitas Sumatera Utara

Juga temperatur keluaran fluida dingin (Tc,o) dapat lebih tinggi dibandingkan
temperatur keluaran fluida panas sedangkan untuk aliran searah tidak dapat.
b. Metode LMTD Pada Aliran Berlawanan
Variasi dari temperature fluida dingin dan fluida panas pada APK dengan
arah aliran berlawanan ditunjukan pada gambar dibawah ini. Pada kasus ini fluida
dingin dan panas mengalir pada arah yang berlawanan. Temperatur keluaran
fluida dingin dapat melebihi temperatur keluaran fluida panas, namun hal seperti
ini jarang dijumpai. Normalnya temperatur keluaran fluida dingin tidak melebihi
temperatur keluaran fluida panas karena hal ini tidak sesuai dengan pernyataan
hukum kedua dari termodinamika.

Gambar 2.27. Distribusi temperatur untuk aliran berlawanan alat peukar kalor
Sumber : Franks.P.Incropera, 2003
Untuk temperatur masuk dan keluar fluida yang telah ditetapkan, harga
dari LMTD untuk APK aliran berlawanan lebih besar dibandingkan dengan APK
28

Universitas Sumatera Utara

aliran searah dan untuk luasan

pun APK aliran berlawanan lebih kecil

dibandingkan dengan APK aliran searah. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
terlebih dahulu dapat ditentukan dengan persamaan LMTD untuk aliran
berlawanan berikut.
q= UA ΔTlm
dimana, q

2.14

: laju perpindahan panas, Watt

U

: koefisien perpindahan panas menyeluruh, W/m2K

A

: Luas penampang pipa, m2

ΔTlm : perbedaan temperatur rata-rata logaritma
ΔTlm =
ΔT1 = Tho - Tci

∆�₂− ��₁
∆�₂
ln
�� ₁

=

∆�₁− ��₂
ln

∆�₁
�� ₂

ΔT2 = Thi - Tco
Dimana, Tho

: Suhu panas keluar, ⁰K

Thi

: Suhu panas masuk, ⁰K

Tco

: Suhu dingin keluar, ⁰K

Tco

: Suhu dingin keluar, ⁰K

2.7 Analisa Penukar Kalor dengan Metode ε-NTU (efectivines – Number
Transfer of Unit)

Dalam kasus yang sederhana, dimana temperatur masukan fluida
diketahui dan temperatur keluaran diketahui atau ditentukan dari persamaan
neraca energi persamaan (2.4b) dan (2.5b) maka analisa LMTD dapat digunakan.
Nilai dari ΔTm untuk penukar panas dapat ditentukan. Bagaimanapun jika hanya
temperatur masukan yang diketahui, penggunaan analisa LMTD membutuhkan
prosedur iterasi. Dalam banyak kasus sangat mungkin untuk menggunakan sebuah
pendekatan alternatif, yaitu metode analisa ε-NTU.
Dalam menjelaskan effektivitas dari sebuah penukar panas, pertama-tama
harus ditentukan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin pada penukar
panas, qmaks. Perpindahan panas ini dapat dicapai oleh penukar panas berlawanan
29

Universitas Sumatera Utara

arah yang mempunyai panjang tak hingga. Dalam penukar panas, salah satu fluida
akan mengalami perbedaan temperatur yang maksimum, Th,i - Tc,i. Untuk
menggambarkannya, kondisi yang dipilih untuk Cc < Ch, pada persamaan (2.8)
dan (2.9), dTc > dTh. Fluida yang dingin akan mengalami perubahan temperatur
yang besar, dan untuk L, akan dipanaskan hingga temperatur masukan fluida
panas (Tc,o = Th,i). Sehingga dari persamaan (2.5b).
Cc < Ch

qmax = Cc (Th,i – Tc,i)

Begitu juga, jika Ch < Cc, fluida panas akan mengalami perubahan
temperatur yang besar dan akan didinginkan hingga temperatur masukan fluida
dingin (Th,o = Tc,,i). Dari persamaan (2.4b), diperoleh
qmax = Cmin (Th,i – Tc,i)

2.15

Rasio kapasitas aliran, Cmin yang mana bernilai lebih kecil antara Cc atau Ch.
Persamaan (2.15) memberikan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin
terjadi pada penukar panas.
Dalam mendefinisikan efektifitas (effektiveness), ε sebagai rasio laju
perpindahan panas aktual untuk sebuah penukar panas dengan laju perpindahan
panas maksimum yang mungkin terjadi :

ε=



2.16

� ���

Dari persamaan (2.4b), (2.5b) dan (2,15), persamaan diatas menjadi :

Atau

�=
�=

�ℎ (�ℎ,�−�ℎ,�)

2.17

�� (�� ,�−�� ,�)

2.18

���� (�ℎ,�−��,�)
���� (�ℎ,�−��,�)

Dari definisi efektifitas, yang mana tdak berdimensi, harus berada dalam
jangkauan 0 ≤ ε ≤ 1 . Hal ini sangat berguna, jika ε, Th,i, dan Tc,i diketahui, laju
perpindahan panas aktual dapat ditentukan sebagai berikut :
q

= ε Cmin (Th,i – Tc,i)

2.19

Untuk sembarang penukar panas dapat ditunjukkan bahwa :
ε = �(

��� ,����
�����

)

2.20

30

Universitas Sumatera Utara

di mana Cmin / Cmaks sama dengan Cc / Ch atau Ch / Cc, bergantung pada besaran
kapasitas laju perpindahan panas dingin dan panas. Jumlah unit perpindahan panas
(Numbers Transfer of Units) adalah sebuah parameter tidak berdimensi yang
digunakan secara luas dalam analisa penukar panas dan didefinisikan sebagai
berikut :
NTU =

��

2.21

����

2.8 Distribusi Temperatur Secara Aksial dan Hubungan ε-NTU pada
Penukar Kalor Tiga Saluran dengan Aliran yang Terbagi

Pemodelan secara teoritis untuk penukar panas tiga saluran ini telah dilakukan
oleh C.L Ko dan Wedekind, yang sama telah diperoleh persamaan-persamaan
untuk penentuan karateristik dari penukar panas ini. Skematik sederhana penukar
panas ini dapat dilihat dalam Gambar 2.28. Kerangka fluida dipisah dalam saluran
dua sisi (saluran nomor 2 dan 3) dan tabung fluida yang tidak dipisah pada saluran
pusat (saluran nomor 1), yang mana disebut juga sebagai saluran refrensi. Jika
aliran yang terpisah pada dua sisi saluran mempunyai arah aliran yang sama
dengan aliran yang tidak terpisah pada saluran acua seperti yang ditunjukkan
dalam Gambar 2.28. Konfigurasi ini disebut aliran paralel/searah. Jika aliran yang
terbagi ini mempunyai arah aliran yang berlawanan dengan arah aliran pada
saluran refrensi disebut sebagai aliran berlawanan. Geometri saluran dapat berupa
anular, bulat, segiempat atau berbentuk lainnya, sepanjang batas yang umum ada
antara dua saluran yang berdekatan.

Gambar 2.28. Skematik alat penukar kalor tiga saluran
Sumber : Thejas G.M, 2014

31

Universitas Sumatera Utara

2.8.1 Persamaan-persamaan Diffrensial Membentuk Distribusi Temperatur
Aksial
Laju-laju aliran massa dan panas spesifik panas dari fluida dalam saluran
satu, dua dan tiga seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.28 berturut-turut
diberi notasi m1, m2, m3 dan cp1, cp2 dan cp3. Temperatur dari fluida yang mengalir
dalam masing-masing saluran juga ditandai secara berturut-turut sebagai berikut :
T1, T2dan T3. Begitu juga temperatur masukan dan keluaran dari aliran-aliran
fluida ini ditandai sebagai berikut : T1i, T2i , T3i dan T1o, T2o , T3o. Panjang total
dari penukar panas dilambangkan dengan L dan koordinat aksial dari setiap titik
dalam penukar panas dicatat sebgai x, dengan x = 0 terletak pada letak masukan
pada saluran pusat (saluran 1). Koefisien perpindahan panas seluruhnya untuk laju
perpindahan panas transversal dari saluran 1 ke saluran 2, Q12 ditunjukkan dengan
U12 ditunjukkan sebagai U12 dan untuk perpindahan panas transversal dari saluran
1 ke saluran 3, Q13 ditunjukkan dengan U13. Koefisien-koefisien ini didasarkan
pada luas permukaan refrensi, A12, yang mana dapat ditunjukkan dengan perkalian
dari keliling dari saluran acuan P12 dan P13 dengan panjang penukar panas L.
Sebagai sebuah acuan untuk arah aliran, aliran pada saluran 1 akan selalu bernilai
positif dalam arah x. Asumsi yang digunakan dalam metode LMTD klasik untuk
memperoleh persamaan dasar dalam menerangkan kelakuan perpindahan paans
untuk penukar panas ini.
Persamaan difrensial yang membentuk distribusi temperatur aksial untuk
aliran pada sebuah saluran yang khusus dapat diformulasikan dengan menerapkan
bentuk keadaan tunak dari prinsip kekekalan energi pada volume atur
sembarangan dengan panjang Δx, terletak antara x dan x +Δx. Konduksi aksial
dalam fluida dan dalam dinding saluran diabaikan. Mengabaikan semua
perubahan dalam energi kinetik maupun energi potensial dan mengasumsikan
bahwa perpindahan panas hanya mengambil tempat antara dua fluida dalam ketiga
saluran, dapat diperoleh sebuah pernyataan yang menunjukkan laju perubahan
entalpi dari fluida yang mengalir melaui volume atur akan sama dengan laju
perpindahan panas. Lalu untuk aliran fluida dalam slauran 1, prinsip kekekalan
enrgi menghasilkan :

32

Universitas Sumatera Utara

m1.cp1[T1 (x+Δx) – T1] =
�−∆�

− ∫�

�−∆�

�12 P12 (T1-T2) dx - ∫�

�13 P13 (T1-T3) dx

2.22

Aliran pada saluran 1 menukar panas dengan fluida dalam kedua saluran 2 dan 3.
Persamaan (2.22) adalah sebuah penyataan yang umum dan dapat diterapkan pada
semua kasus denga perpindahan panas yang terjadi dari fluida 1 ke fluida 2 dan 3
atau sebaliknya dikarenakan konsitensi tandanya.
Pernyataan yang sama untuk aliran yang terpisah dalam saluran 2 dan 3
dapat diperoleh sebagai berikut dengan mengetahui pertukaran panas dari masingmasing fluida dengan fluida 1 :
�−∆�

m2.cp2[T2 (x+Δx) – T2] = ± ∫�

�−∆�

m3.cp3[T3 (x+Δx) – T3] = ± ∫�

�12 P12 (T1-T2) dx

�13 P13 (T1-T3) dx

2.23
2.24

Seperti dengan yang telah disebutkan sebelumnya, jika arah aliran dari

aliran-aliran yang terpisah dalam saluran 2 dan 3 sama dengan aliran dalam
saluran 1 (arah x positif), penukar panas mempunyai konfigurasi aliran paralel,
dan tanda pada sisi kanan Persamaan 2.23 dan 2.24 adalah positif. Jika arah aliran
dari fluida 2 dan 3 belawanan arah dengan aliran fluida 1 (arah x negatif),
pengaturan jenis ini menunjukkan sebagai konfigurasi aliran yang berlawanan,
dan tanda negatif harus dipilih untuk sisi kanan Persamaan (2.23) dan (2.24).
Masing-masing dari persamaan di atas dapat dikonversikan ke dalam
sebuah persamaan dengan membagi mereka dengan pnjang volume atur, Δx, dan
lalu mengambil limit Δx mendekati nol. Pasangan persamaan diffrensial ysng
dihasilkan untuk masing-masing aliran saluran dinyatakan sebagai berikut :
(i)

Saluran 1
dT ₁
dx

(ii)

C₁

Saluran 2
dT ₂
dx

(iii)

U₁₂ P₁₂

= −
= ±

U₁₂ P₁₂
C₁

Saluran 3
dT ₃
dx



U₁₃ P₁₃
C₃

(T₁ − T₂) −

U₁₃ P₁₃
C₁

(T₁ − T₃)

2.25

(T₁ − T₂)

2.26

(T₁ − T₃)

2.27

33

Universitas Sumatera Utara

Dimana laju kapasitas aliran, C = m.cp secara berturut-turut unutk masing-masing
aliran saluran berikut ini :
C1 = m cp1, C2 = m cp2, C3 = m cp3

2.28

Kombinasi Persamaan (2.25) hingga Persamaan (2.27), dapat memperoleh :
��
��

��
��

+ �₁� + �₂� = 0

2.29

+ �₄� + �₃� = 0

2.30

Parameter-parameter dalam persamaan diatas didefinisikan sebagai berikut :
u = T1 – T2,

v = T1 - T3,
�₂ =

U₁₃ P₁₃ L
C₁

z = x/L,

, dan �₃ =

U₁₂ P₁₂ L
C₁

2.31

Rasio laju kapasitas aliran dapat juga didefinisikan sebagai berikut :
s1 = C1/C2 dan s2 = C1/C3

2.32

Lalu, koefisien a1 dan a4 dapat dinyatakan dala a2 dan a3 untuk masing-masing
konfigurasi aliran yang berbeda sebagai :
(1) Aliran paralel
a1 = a3 ( 1+s1 ) dan a4 = a2 ( 1 + s2 )

2.33

(2) Aliran berlawanan arah (counterflows)
a1 = a3 ( 1- s1 ) dan a4 = a2 ( 1 - s2 )

2.34

Untuk sebuah penukar panas tiga saluran satu lewatan aliran yang terpisah
sangat mungkin untuk menyatakan laju total perpindahan panas dan efektifitas
dari penukar panas sama dengan yang dinyatakan pada penukar panas dua saluran
standard. Memperlakukan aliran-aliran dalam saluran 2 dan 3 sebagai aliran
dengan kerangka aliran terpisah (split shell-flows), dapat dinyatakan laju total
perpindahan panas penukar panas, Q, dalam sebuah temperatur ekuivalen shellflow, Ts, sebagai berikut :
1

Q = UePeL∫0 (T₁ − Ts)dz

2.35

34

Universitas Sumatera Utara

Koefisien perpindahan paans ekuivalen Ue didasarkan pada sebuah keliling
ekuivalen, Pe. Temperatur ekuivalen shell-flow dapat dihubungkan dengan
temperatur dari fluida dalam saluran-saluran sisi aliran yang terpisah sebagai
berikut :
Ts,= λT2 + (1-λ)T3

2.36

Di mana parameter, λ, didefinisikan sebagai berikut :
λ=

C₂

2.37

Cs

Laju total kapasitas aliran dari shell-flow yang terpisah didefinisikan
sebagai :
Cs = C2 + C3

2.38

Penggunaan sisi kanan Persamaan (2.22), dan parameter-parameter yang
didefinisikan dalam Persamaan (2.31), dapat menyatakan laju total perpindahan
panas sebagai :
1

1

Q = U12P12L∫0 udz + U13P13L∫0 vdz

2.39

Efektifitas penukar panas, s, dapat didefinisikan sama dengan untuk penukar
panas dua saluran seperti beriuit ini :
ε=

Q
Cmin (T₁i – Tsi )

2.40

Rasio minimum kapasitas aliran Cmin yang mana bernilai lebih kecil
diantara C1 atau Cs. Kalau fluida aliran 2 dan 3 adalah dua cabang dari shell-flow
yang terpisah, maka diasumsikan

temperatur masukan keduanya sama, dan

sehingga, sama dengan temperatur masukan dari temperatur ekuivalen shell flow,
Tsi. Kita dapat juga mendefinisikan NTU ekuivalen dari penukar panas ini sama
dengan yang dilakukan pada penukar panas ini sama dengan yang dilakukan pada
penukar panas dua saluran menjadi :
NTU =

Ue .Pe .L
Cmin

2.41

35

Universitas Sumatera Utara

Untuk menurunkan hubungan antara ekuivalen dan NTU, kita dapat
definisikan rasio kapasitas aliran terbagi μ = Cmin / Cmax , sehingga parameter ini
dapat dievalusikan sebagai :
C₁

Cs

μ = C₂ jika C1 ≤Cs dan μ =C1 jika C1≥ Cs
2.8.2

2.42

Solusi Umum

Persamaan (2.25) dan (2.26) dapat dikombinasikan ke dalam persamaan
difrensial orde kedua berikut dengan menghilangkan variabel tak bebas v :
d₂u
dz ₂

du

+ (a₁ + a₄) dx + (a₁a₄ − a₂a₃)u = 0

2.43

Solusi umum dari persamaan diatas unutk kasus a1.a4 ≠ a2.a3
U = e-az (A sinh βz + B cosh βz)

Dimana α = (a1 + a2)/2 dan β = �([(a₁ − a₂)²/4] + a₁α₂). Untuk sebuah penukar
panas tiga saluran, kedua s1 dan s2 tidak dapat nol

Konstanta yang tidak tentu, A dan B dapat dihitung dengan menggunakan
kondisi akhir pada masukan dan keluaran. Solusi umum dari variabel tak bebas v
dapat juga diperoleh seperti berikut dengan mensubtitusikan persamaan (2.44) ke
dalam persamaan (2.29) :
V = (a-az/a2) [(Aϒ –Bβ) sinh βz + (βϒ – Aβ)cosh βz]

2.45

Untuk a1.a4 ≠ a2.a3 dan ϒ = (a4 – a1)/2
Kondisi batas dalam kasus umum dapat dinyatakan sebagai :
Pada z = 0 ; u = uA dan v = vA
Pada z = I ; u = uL dan v = vL
Parameter-parameter uA, vA, uL dan vL bergantung pada konfigurasi aliran
dari penukar panas. Secara umum, parameter-parameter ini adalah fungsi dari
temperatur masukan dan keluaran dan sebagai akibatnya, mereka dapat juga
menjadikan suatu variabel yang tidak tentu. Dalam beberapa kasus, perbedaan
temperatur uA dan vA masukan atau ditentukan dari manipulasi persamaan (2.44)
36

Universitas Sumatera Utara

dan (2.45) untuk memenuhi kondisi batas masukan. Sehingga solusi umum dari
perbedaan-perbedaan temperatur untuk kasus a1.a4 ≠ a2.a3 dapat dinyatakan dalam
bentuk uA dan vA, seperti berikut :
1

u = e-αz [ uA cosh βz + β (ϒ.uA – α2. vA) sinh βz]
1

v = e-αz [ vA cosh βz + β (ϒ.vA – α2. uA) sinh βz]

2.48
2.49

Untuk kasus a1.a4 = a2.a3, solusi umumnya menjadi :
1

u = 2α [(α4 uA – α2 vA) + (α1 uA + α2 vA)e-2αz]
1

u = 2α [(α1 vA – α3 uA) + (α3 uA + α4 vA)e-2αz]

2.50
2.51

Perbedaan temperatur pada x = L untuk kasus a1.a4 ≠ a2.a3, dapat ditentukan
sebagai
1

uL = e-αL [ uA cosh βL + β (ϒ uA – α2 vA) sinh βL]

vL = e-α [vA cosh βL -

1

β

(ϒ vA – α3 uA) sinh βL]

2.52
2.53

Temperatur keluaran aliran-aliran fluida dalam semua saluran dapat
ditentukan dengan menghitung perbedaan temperatur pada x = 0 dengan
penggunaan temperatur masukan dari aliran –aliran fluida dalam ketiga saluran,
T1i, T2i, dan T3i . hasil- hasil untuk konfigurasi aliran searah dan aliran berlawanan
arah dapat disingkat seperti di bawah ini :
(1) Konfigurasi aliran searah (selalu a1.a4 ≠ a2.a3) :
Perbedaan temperatur pada x = 0 dapat ditentukan sebagai berikut :
uA = T1i – T2i

2.54

vA = T1i – T3i

2.55

Temperatur keluaran dari fluida-fluda yang mengalir dapat ditunjukkan
dengan :
T1o =

C₁ T₁ᵢ + C₂(UL + T₂ᵢ) + C₃ (vL + T₃ᵢ)
C₁ + C₂ + C₃

2.56

T2o = T1o - uL

2.57

T3o = T1o - vL

2.58

Perbedaan temeperatur pada x = L dapat dihitung dengan persamaan-persamaan
(2.52) dan (2.53).

37

Universitas Sumatera Utara

(2) Konfigurasi aliran yang berlawanan arah :
Perbedaan temperatur pada x = 0 dapat ditentukan dengan pemanfaatan
persamaan-persamaan (2.52) – (2.53) menjadi :
1

uA = b₁ (b₄.b₆ - b₃. b₇)

2.59

1

vA = b₂ (b2.b7 – b4. b5)

2.60

dimana untuk kasus α1.α4 ≠ α2.α3
b1 = b2.b6 – b3.b5
1

b2 = coshβ + β (α3 + ϒ)sinhβ
1

b4 = β (ϒ – α2)sinhβ – coshβ
b4 = eα (T3i – T2i)

ϒ

1

b5 = s₁ - e-α (Cosh β + β Sinh β)
b6 =

α₂ -α
e
β

1

Sinh β + s₂

1

1

b7 = (s₁ − 1)(T1i – T2i) + s₂ (T1i – T2i)

untuk kasus α1.α4 = α2.α3, maka parameter b2 – b7 dievaluasi menjadi sebagai

berikut :
b1 = b2.b6 – b3.b5
b2 = a3 + a4 – s1.a3 e-2α
b3 = s2. a2 . e-2α – a1 –a2
b4 = 2α (T3i – T2i)
b5 = a4 b6 = -a2 -

2.α
s1
2.α
s2

+a1 e-2α
+ a2. e-2α
1

1

s₁

s2

b7 = 2α [(T1i – T2i)(1- ) -

(T1i – T3i)]

Temperatur keluaran dari fluida yang mengalir dalam ketiga saluran yang
berbeda dapat ditentukan sebagai :
1

1

T1o = T1i + s₁(T2i + uA – T1i) + s₂ (T3i + vA – T1i)

2.61

T2o = T1i - uA

2.62

T3o = T1i - vA

2.63
38

Universitas Sumatera Utara

Laju perpindahan panas total dari penukar panas ini, Q, dapat diperoleh dari
temperatur keluaran ini :
Q = C1 (T1i – T1o) = C2 (T2o – T2i) + C3(T3o – T3i)

2.64

Untuk sebuah penukar panas dengan aliran yang terpisah dalam konfigurasi
aliran yang berlawanan, solusi tidak dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan di atas jika rasio kapasitas panas persisi sema dengan satu (μ = 1 dan
C1 = C2).
2.8.3 Hubungan ε-NTU pada Penukar Kalor Tiga Saluran
Laju perpindahan panas total melalui luas diffrensial pada Gambar 2.28
dapat dinyatakan sebagai berikut :
δQ = Ue Pe (T1 – Ts) dx

2.65

= U12 P12 (T1 – T2) dx + U13 P13 (T1 – T3) dx
Perpindahan panas diasumsikan dari fluida dalam saluran 1 ke aliran yang
terbagi dalam saluran 3 dengan secara berturut-turut sebuah temperatur ekuivalen,
sebuah koefisien perpindahan panas ekuivalen dan sebuah keliling menjadi Ts, Ue,
Pe. Bagaimanapun analisa dapat juga diterapkan untuk kasus dengan arah
perpindahan panas yang berlawanan arah dengan persamaan diatas, karena
perubahan-perubahan tanda secara simultan tidak memberikan pengaruh pada
hasil akhir dari persamaan dasar tersebut.
Dengan mensubsitusikan persamaan (2.36) ke dalam persamaan (2.65) dan
dengan integrasi, dapat diperoleh persamaan untuk x = 0 dan x = L, sebagai
berikut :
UePe =
dimana
1

ϴ = ∫0 u. dz

C₁(α₃ϴ + α₂Ø)

2.66

L[λϴ + (1 – λ) Ø]

dan

1

Ø = ∫0 v. dz

Penggunaan Persamaan (2.52) dan (2.53) untuk mengevaluasikan integrasi diatas,
salah satu dapat menyatakan parameter-parameter yang tidak tentu ϴ dan Ø,
untuk kasus α₁.α₄ ≠ α₂. α₃ sebagai :

39

Universitas Sumatera Utara

γ

γ

ϴ = uA [ α7 (1 - β ) – α8 ( 1 + β )] +
γ

γ

Va α₂

φ= VA [ α7 (1 + β ) + α8 ( β − 1 )] +

β

ua α₃
β

( α₇ + α₈ )

( α₇ + α₈ )

2.67a
2.67b

Untuk kasus α₁.α₄ = α₂. α₃, parameternya sebagai berikut :
1

1

ϴ = 2α [ a4 ua - a2 va + 2α (a1ua +a2 va)(1 – e-2α)]
1

1

φ= 2α [ a1 va - a3 ua + 2α (a3ua +a5 va)(1 – e-2α)]

2.68a
2.68b

dimana
α₇ =

1
2 (α + β)

dan α8 =

[1 – e-(α+β)]

1

2 (α + β)

[1 – e-(β-α)]

NTU dari sebuah penukar panas dengan kerangka pemisah aliran di bawah sebuah
kondisi umum dapat dinyatakan dalam solusi dengan mensubsitusikan persamaan
(2.66) ke persamaan (2.41), maka diperoleh persamaan sebagai berikut :
NTU = �

C₁

Cmin

α₃ ϴ +α₂ Ø

� �λϴ + (1 – λ)Ø�

2.69

Berdasarkan definisi kesamaan jumlah unit perpindahan panas (NTU) yang
ditunjukkan persamaan (2.41), ini dapat juga dinyatakan sebagai :

dimana; NTU1 =

NTU = �

U₁₂ P₁₂ L
Cmin

Ntu ₁ ϴ +Ntu ₂ Ø
λϴ + (1 – λ)Ø

dan NTU2 =



2.70

U₁₃ P₁₃ L
Cmin

Jumlah unit perpindahan panas (NTU) ini berhubungan dengan bagian laju
perpindahan panas dapat dinyatakan sebagai :

dimana; NTU1 =

NTU = �

U₁₂ P₁₂ L
Cmin

Ntu ₁ ϴ +Ntu ₂ Ø
λϴ + (1 – λ)Ø

dan NTU2 =



2.70

U₁₃ P₁₃ L
Cmin

Jumlah unit perpindahan panas (NTU) ini berhubungan dengan bagian laju
perpindahan panas dapat dinyatakan sebagai :
C₁

Jika μ = Cs ≤ 1 ; NTU1 = α3 dan NTU2 = α2
Cs

α₃

Jika μ = C₁ ≤ 1 ; NTU1 = μ dan NTU2 =

α₂
μ

2.71
2.72

40

Universitas Sumatera Utara

Hubungan antara efektifitas dan kesamaan jumlah unit perindahan panas
(NTU) ekuivalen untuk penukar panas tiga saluran lewatan tunggal dengan aliran
yang terpisah dapat diperoleh dalam bentuk yang sama dengan yang diperoleh
untuk penukar panas dua saluran yang klasik.
Efektifitas dari sebuah penukar panas tiga saluran dengan aliran yang
terbagi dan jumlah unit perpindahan panas secara berturut-turut didefinisikan
sebagai yang ditunjukkan dalam Persamaan-persamaan (2.40) dan (2.41). Untuk
memperoleh hubungan merekan untuk kedua konfigurasi aliran searah dan
berlawanan arah, sebuah panjang difrensial dari penukar panas, dx dapat
dipertimbangkan.
Asumsi bahwa tidak ada energi yang hilang dari penukar panas, kondisi
neraca energi keseluruhan adalah :
Q = C1 (T1i – T1o) = Cs (Tso – Tsi)

2.73

Di mana temperatur masukan dan keluaran dari aliran pusat dalam saluran 1 scera
berturut-turut ditulis sebagai T1i dan T1o. Dengan cara yang sama, untuk aliran
terbagi ekuivalen itu secara berturut-turut ditulis sebagai Tsi dan Tso. Dengan
mensubsitusikan persamaan (2.73) ke dalam persamaaan (2.40), efektifitas
penukar panas dapat dinyatakan sebagai berikut :
ε=

τ c₁

2.74

∆ Cmin

dimana ∆ = T1i – Tsi dan � = T1i – T1o. Berdasarkan Persamaan-persamaan (2.65),
(2.73), (2.74) dan (2.40), hubungan-hubungan anatara efektifitas dan jumlah unit

perpindahan panas untuk kedua konfigurasi dapat diperoleh seperti yang
ditunjukkan dibawah.
Penukar Panas searah :
Kondisi neraaca energi dapat dinyatakan sebagai berikut
δQ = -C. dT1 = Cs. dTs

2.75

Kombinasi persamaan-persamaan (2.65) dan (2.73) dapat diperoleh :
d(T₁−Ts )
(T₁ − Ts )

1

1

= - �C₁ + Cs � Ue Pe dx

2.76

41

Universitas Sumatera Utara

Integrasi persamaan di atas untuk x = 0 ke x = L dan subsitusikan persamaan
(2.40) ke dalam pernyataan yang dihasilkan, kita memperoleh :
σ



1

1

= Exp �− �C₁ + Cs � NTU Cmin�

2.77

Di mana � = T1o – Tso. Hasil dapat memperoleh pernyataan efektifitas ini dengan
memanfaatkan persamaan (2.73), sebagai berikut
�₁

� = ∆ − �1 − �� � �

2.78

Persamaan di atas di subsitusikan ke dalam persamaan (2.74), diperoleh :

ε=

C₁
Cmin



σ

C₁
1−� �
Cs

1−� �



2.79

Oleh karenanya, dengan mensubsitusikan persamaan (2.77) ke dalam persamaan
(2.79), efektifitas dapat dinyatakan sebagi berikut :

ε = (C₁ + Cs ) �1 − exp �– Ntu
Cmin

(C₁ + Cs )
Cmax

��

2.80

Persamaan ini dapat ditulis dalam bentuk yang lain, yaitu :

ε=

1
(1 + � )

[1-e-(1 + μ) NTU]

2.81

Penukar panas berlawanan arah
Kondisi neraca energi untuk konfigurasi aliran berlawanan dapat dinyatakan
sebagai :
δQ = -C1dT1 = - CsdTs

2.82

Persamaan (2.65) dan persamaan (2.82) dikombinasikan akan diperoleh :
d(T₁−Ts )
(T₁ − Ts )

1

1

= �Cs − C₁� Ue Pe dx

2.83

Persamaan (2.79) diintegarasikan terhadap x (untuk x = 0 hingga x = L) dan
persamaan (2.40) disubsitusikan ke dalam hasil yang diperoleh :
ω
η

1

1

= Exp � �Cs − C₁� NTU Cmin�

2.84

di mana, ω : T1o - Tsi

η : T1i - Tso
Berdasarkan pada definisi perbedaan temperatur, diperoleh hubungan seperti
berikut :
ω=∆-�

2.85
42

Universitas Sumatera Utara

Sebagai tambahan, hubungan berikut dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan

Dokumen yang terkait

Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan dengan Variasi Temperatur Air Panas Masuk Pada Kapasitas Aliran yang Konstan

2 65 102

Analisis dan simulasi efektifitas alat penukar kalor tabung sepusat aliran berlawanan dengan variasi temperaturairpanas yang mengalir dalam tabung dalam (tube)

0 56 132

Analisa Perfomansi Alat Penukar Kalor Tiga Saluran Satu Laluan Dengan Aliran yang Terbagi Dalam Konfigurasi Aliran Berlawanan Arah dan Searah

6 32 144

Analisis dan simulasi efektifitas alat penukar kalor tabung sepusat aliran berlawanan dengan variasi temperaturairpanas yang mengalir dalam tabung dalam (tube)

0 1 21

Analisis dan simulasi efektifitas alat penukar kalor tabung sepusat aliran berlawanan dengan variasi temperaturairpanas yang mengalir dalam tabung dalam (tube)

0 0 2

Analisa Perfomansi Alat Penukar Kalor Tiga Saluran Satu Laluan Dengan Aliran yang Terbagi Dalam Konfigurasi Aliran Berlawanan Arah dan Searah

0 0 16

Analisa Perfomansi Alat Penukar Kalor Tiga Saluran Satu Laluan Dengan Aliran yang Terbagi Dalam Konfigurasi Aliran Berlawanan Arah dan Searah

0 0 2

Analisa Perfomansi Alat Penukar Kalor Tiga Saluran Satu Laluan Dengan Aliran yang Terbagi Dalam Konfigurasi Aliran Berlawanan Arah dan Searah

0 0 3

Analisa Perfomansi Alat Penukar Kalor Tiga Saluran Satu Laluan Dengan Aliran yang Terbagi Dalam Konfigurasi Aliran Berlawanan Arah dan Searah

0 1 3

Analisa Perfomansi Alat Penukar Kalor Tiga Saluran Satu Laluan Dengan Aliran yang Terbagi Dalam Konfigurasi Aliran Berlawanan Arah dan Searah

0 1 39