Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan dengan Variasi Temperatur Air Panas Masuk Pada Kapasitas Aliran yang Konstan

(1)

ANALISIS DAN SIMULASI KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR

KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN

DENGAN VARIASI TEMPERATUR AIR PANAS

MASUK

PADA KAPASITAS ALIRAN YANG KONSTAN

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

WIRANATA SINURAT NIM : 100401102

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

ABSTRAK

Penggunaan Alat Penukar Kalor sekarang ini adalah sudah luas dan dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk meningkatkan efektifitas dan kualitas produk dengan cara memanfaatkan panas yang terbuang menjadi suatu pemanas ataupun sebaliknya memanfaatkan suhu buangan yang rendah menjadi suatu pendingin. Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa kondisi Alat Penukar Kalor di Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI) Medan dengan menghitung temperatur keluar Alat Penukar Kalor dengan metode NTU, perhitungan data di lapangan, dan dengan simulasi komputer Ansys Fluent. Untuk perhitungan metode NTU diperoleh efektifitas APK maksimum adalah 25,6 % pada temperatur fluida panas masuk (Th,i) 90 °C dan temperatur fluida dingin masuk

(Tc,i) 30 °C pada debit masuk fluida panas 100 l/jam dan debit masuk fluida dingin

500 l/jam. Untuk perhitungan data di lapangan diperoleh efektifitas APK maksimum adalah 37,7 % pada temperatur fluida panas masuk (Th,i) 80 °C dan

temperatur fluida dingin masuk (Tc,i) 30 °C pada debit masuk fluida panas 100

l/jam dan debit masuk fluida dingin 500 l/jam. Untuk perhitungan simulasi Ansys Fluent diperoleh efektifitas APK maksimum adalah 26 % pada temperatur fluida panas masuk (Th,i) 60 °C dan temperatur fluida dingin masuk (Tc,i) 30 °C pada

debit masuk fluida panas 100 l/jam dan debit masuk fluida dingin 500 l/jam. Dari perhitungan dengan metode NTU dan Ansys Fluent, dapat disimpulkan bahwa Alat Penukar Kalor di PTKI dalam kondisi kurang baik dan sangat dianjurkan untuk dilakukan maintenance.

Kata Kunci : Efektifitas, Alat Penukar Kalor tabung sepusat, temperatur fluida masuk, debit aliran masuk.


(3)

ABSTRACT

Nowday, using of the Heat Exchanger is widely used and as a way to increase of efectiveness and quality of the product by using waste heat become a heater or by using waste temperature outlet that colder become refrigating system. This research focussed on checking the condition of the Heat Exchanger in Institute Technology of Chemistry Industry by calculating the outlet temperature of the Heat Exchanger on NTU method, in-site calculation, and Ansys Fluent calculation. Using NTU method, the maximum efectiveness is obtained 25,6 % at hot fluid inlet (Th,i) 90 °C and cold fluid inlet (Tc,i) 30 °C at 100 l/jam hot fluid

flow rate and 500 l/jam cold fluid flow rate. In site calculation, the maximum efectiveness is obtained 37,7 % at hot fluid inlet (Th,i) 80 °C and cold fluid inlet

(Tc,i) 30 °C at 100 l/jam hot fluid flow rate and 500 l/jam cold fluid flow rate.

Using Ansys Fluent, the maximum efectiveness is obtained 26 % at hot fluid inlet (Th,i) 60 °C and cold fluid inlet (Tc,i) 30 °C at 100 l/jam hot fluid flow rate and

500 l/jam cold fluid flow rate. According to the calculation of NTU method and Ansys Fluent, it can be concluded that condition of the Heat Exchanger in Institute Technology of Chemistry Industry isn’t good and it is recommended to get some maintenance.

Keyword : Efectiveness, Concentric Tube Heat Exchanger, inlet temperature of the fluid, flow inlet.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji, syukur, dan hormat penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaanNya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat kelulusan tingkat Strata Satu di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan dengan Variasi Temperatur Air Panas Masuk Pada Kapasitas Aliran yang Konstan”. Dalam penulisan skripsi ini, banyak tantangan dan hambatan yang penulis hadapi, baik secara teknis maupun non teknis. Penulis telah berupaya keras dengan segala kemampuan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh, serta bimbingan dan arahan dari Dosen Pembimbing.

Selama penulisan skripsi ini, penulis juga mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua penulis, Almen Sinurat dan Nelsiana Simatupang yang tidak henti memberikan kasih tanpa mengharap balas melalui doa, keringat, dan restu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan kepada ibunda Kalina Sinaga yang telah melahirkan penulis ke dunia ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, D.E.A. selaku dosen pembimbing

yang sudah membimbing dan memberikan solusi dalam berbagai permasalahan yang penulis hadapi dalam proses penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik

Mesin Fakultas Teknik USU.

4. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin USU. 5. Ibu Darni selaku kepala Laboratorium OTK/OS di Pendidikan Teknologi

Kimia Industri (PTKI) yang telah membantu penulis dalam pengambilan data skripsi.

6. Kakak penulis dan adik penulis, Priska Sandi Sinurat dan Ivan Suryadi Sinurat atas perhatian dan dukungan yang telah diberikan yang diberikan. 7. Law rencius Simanjuntak selaku rekan skripsi dalam menghadapi setiap


(5)

8. Keluarga Besar Teknik Mesin USU Stambuk 2010, juga rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberi bantuan dan doa.

9. Raymond Ebenezer Sipayung atas bantuan dan dukungan selama kuliah dan pengerjaan skripsi.

10.Agelina Simanjuntak atas dukungan, doa, dan semangat yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan dimasa mendatang.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan, April 2015 Penulis

Wiranata Sinurat NIM. 100401102


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latarbelakang ... 2

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Batasan Masalah Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

1.5 Metodologi Penulisan ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Teori Dasar Alat Penukar Kalor ... 5

2.2 Jenis Alat Penukar Kalor ... 5

2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor... 9

2.3.1 Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe) ... 11

2.3.2 Shell And Tube Heat Exchanger ... 15

2.4 Jenis-Jenis Perpindahan Panas ... 21

2.4.1 Konduksi ... 21


(7)

2.4.3 Radiasi ... 23

2.5 Internal Flow (Aliran Dalam) ... 24

2.5.1 Aliran Di Dalam Pipa ... 24

2.5.2 Aliran Di Dalam Annulus Pipa ... 27

2.6 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ... 28

2.7 Faktor Kotoran ... 30

2.8 Analisis Alat Penukar Kalor Dengan Menggunakan Log Mean Temperature Difference (LMTD) ... 32

2.8.1 Aliran Paralel (Sejajar) ... 33

2.8.2 Aliran Berlawanan ... 36

2.9 Analisis Alat Penukar Kalor Dengan Menggunakan Metode Keefektifan-NTU ... 38

2.10 Ansys Fluent ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 49

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 49

3.2 Alat dan Bahan ... 49

3.2.1 Alat ... 49

3.2.2 Bahan ... 54

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 54

3.4 Metode Pengolahan Data ... 55

3.4.1 Metode Pengolahan Data Lapangan ... 56

3.4.2 Metode Pengolahan Data Secara Teori ... 57

3.4.3 Metode Pengolahan Data Secara Simulasi ... 58


(8)

BAB IV ANALISA DATA ... 60

4.1 Analisa Secara Teori (Metode NTU) ... 60

4.2 Analisa Data Lapangan ... 71

4.3 Analisa Secara Simulasi ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 82

5.1 Kesimpulan ... 82

5.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Centrifugal Chiller ... 6

Gambar 2.2 Kondensor ... 6

Gambar 2.3 Cooler ... 7

Gambar 2.4 Evaporator ... 7

Gambar 2.5 Reboiler tipe steam-heated forced circulation untuk menara destilasi ... 8

Gambar 2.6 : Heat Exchanger ... 8

Gambar 2.7 Alat Penukar kalor tabung sepusat (Pipa Polos) ... 14

Gambar 2.8 Alat Penukar kalor tabung sepusat (Dengan sirip lurus memanjang) ... 15

Gambar 2.9 Bentuk cangkang berdasarkan TEMA ... 17

Gambar 2.10 Bentuk sekat ... 20

Gambar 2.11 : Perpindahan Panas secara Konduksi ... 22

Gambar 2.12 : Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa... 23

Gambar 2.13 : Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas ... 24

Gambar 2.14 : Alat penukar kalor pipa ganda yang terdiri dari dua pipa sepusat ... 27

Gambar 2.15 : Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat ... 29

Gambar 2.16 : Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis Di ≈Do dan Ai ≈Ao ... 30


(10)

fluida dingin pada sebuah alat penukar kalor ... 32

Gambar 2.18 : Distribusi temperatur aliran sejajar ... 33

Gambar 2.19 : Distribusi temperatur aliran berlawanan ... 36

Gambar 3.1 alat penukar kalor tabung sepusat ... 49

Gambar 3.2 Flowmeter Air Dingin ... 50

Gambar 3.3 Flowmeter Air Panas ... 51

Gambar 3.4 Panel Pengaturan dan Pembacaan ... 51

Gambar 3.5 Pompa Air Panas ... 52

Gambar 3.6 Thermostat ... 53

Gambar 3.7 Laptop... 53

Gambar 3.8 Metode Pengumpulan Data ... 54

Gambar 3.9 Diagram alir pengolahan data lapangan ... 56

Gambar 3.10 Diagram alir pengolahan data secara teori ... 57

Gambar 3.11 Diagram alir pengolahan data secara simulasi ... 58

Gambar 4.1 Dimensi APK tabung sepusat ... 61

Gambar 4.2 Termokopel ... 74

Gambar 4.3 Geometry APK tabung sepusat ... 75

Gambar 4.4 Mesh APK Aliran air panas 100 l/jam ... 75


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bilangan Nusselt untuk aliran laminar berkembang penuh didalam annulus dengan salah satu permukaan pipa isotermal

dan permukaan lainnya adiabatik ... 28 Tabel 2.2 Faktor kotoran untuk berbagai fluida ... 32 Tabel 4.1 Efektifitas APK Secara Teori (Metode NTU) 70 Tabel 4.2 Efektifitas APK di Lapangan ... 72 Tabel 4.3 Efektifitas APK dengan menggunakan Ansys Fluent ... 76 Tabel 4.4 Efektifitas APK dengan metode NTU, perhitungan di lapangan,


(12)

DAFTAR NOTASI

SIMBOL KETERANGAN

k Konduktifitas thermal W/m.K

SATUAN

A luas penampang tegak lurus bidang m2

ΔT Perbedaan Temperatur oC

q”x Fluks Panas W/m2

μ Viskositas Dinamis N.s/m2

ρ Massa Jenis kg/m3

cp Panas Jenis Fluida J/kg.K

V Kecepatan Fluida m/s

h Koefisien Perpindahan Panas Konveksi W/m2K

As Area permukaan perpindahan panas m2

Ts Temperatur Permukaan Benda oC

T Temperatur lingkungan sekitar benda oC

ε Efektifitas

σ konstanta Stefan-Boltzmann W/m2.K4

Laju aliran massa fluida kg/s

Re Bilangan Reynold

Diameter Pipa m

Dh Diameter hidrolik m

p Keliling penempang pipa m

Nu Bilangan Nusselt Pr Bilangan Prandtl


(13)

Di Diameter Dalam Tabung m

Nui Bilangan Nusselt tabung Bagian Dalam

Nuo Bilangan Nusselt tabung Bagian Luar

L Panjang tabung m

Tahanan Termal m2. °C/W

Ai Luas area permukaan dalam APK m2

Ao Luas area permukaan luar APK m2

U Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh W/m2°C

Q Laju Perpindahan Panas W

ṁc Laju aliran massa fluida dingin kg/s

ṁh Laju aliran massa fluida panas kg/s

cp,c Panas Jenis fluida dingin J/kg.K

cp,h Panas Jenis fluida panas J/kg.K

Th Suhu fluida panas °C

Tc Suhu fluida dingin °C

Th,i Temperatur fluida panas masuk °C

Th,o Temperatur fluida panas keluar °C

Tc,i Temperatur fluida dingin masuk °C

Tc,o Temperatur fluida dingin keluar °C

ΔTRL Beda Suhu rata-rata logaritma °C

Cc Kapasitas Fluida Dingin W/K


(14)

ABSTRAK

Penggunaan Alat Penukar Kalor sekarang ini adalah sudah luas dan dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk meningkatkan efektifitas dan kualitas produk dengan cara memanfaatkan panas yang terbuang menjadi suatu pemanas ataupun sebaliknya memanfaatkan suhu buangan yang rendah menjadi suatu pendingin. Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa kondisi Alat Penukar Kalor di Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI) Medan dengan menghitung temperatur keluar Alat Penukar Kalor dengan metode NTU, perhitungan data di lapangan, dan dengan simulasi komputer Ansys Fluent. Untuk perhitungan metode NTU diperoleh efektifitas APK maksimum adalah 25,6 % pada temperatur fluida panas masuk (Th,i) 90 °C dan temperatur fluida dingin masuk

(Tc,i) 30 °C pada debit masuk fluida panas 100 l/jam dan debit masuk fluida dingin

500 l/jam. Untuk perhitungan data di lapangan diperoleh efektifitas APK maksimum adalah 37,7 % pada temperatur fluida panas masuk (Th,i) 80 °C dan

temperatur fluida dingin masuk (Tc,i) 30 °C pada debit masuk fluida panas 100

l/jam dan debit masuk fluida dingin 500 l/jam. Untuk perhitungan simulasi Ansys Fluent diperoleh efektifitas APK maksimum adalah 26 % pada temperatur fluida panas masuk (Th,i) 60 °C dan temperatur fluida dingin masuk (Tc,i) 30 °C pada

debit masuk fluida panas 100 l/jam dan debit masuk fluida dingin 500 l/jam. Dari perhitungan dengan metode NTU dan Ansys Fluent, dapat disimpulkan bahwa Alat Penukar Kalor di PTKI dalam kondisi kurang baik dan sangat dianjurkan untuk dilakukan maintenance.

Kata Kunci : Efektifitas, Alat Penukar Kalor tabung sepusat, temperatur fluida masuk, debit aliran masuk.


(15)

ABSTRACT

Nowday, using of the Heat Exchanger is widely used and as a way to increase of efectiveness and quality of the product by using waste heat become a heater or by using waste temperature outlet that colder become refrigating system. This research focussed on checking the condition of the Heat Exchanger in Institute Technology of Chemistry Industry by calculating the outlet temperature of the Heat Exchanger on NTU method, in-site calculation, and Ansys Fluent calculation. Using NTU method, the maximum efectiveness is obtained 25,6 % at hot fluid inlet (Th,i) 90 °C and cold fluid inlet (Tc,i) 30 °C at 100 l/jam hot fluid

flow rate and 500 l/jam cold fluid flow rate. In site calculation, the maximum efectiveness is obtained 37,7 % at hot fluid inlet (Th,i) 80 °C and cold fluid inlet

(Tc,i) 30 °C at 100 l/jam hot fluid flow rate and 500 l/jam cold fluid flow rate.

Using Ansys Fluent, the maximum efectiveness is obtained 26 % at hot fluid inlet (Th,i) 60 °C and cold fluid inlet (Tc,i) 30 °C at 100 l/jam hot fluid flow rate and

500 l/jam cold fluid flow rate. According to the calculation of NTU method and Ansys Fluent, it can be concluded that condition of the Heat Exchanger in Institute Technology of Chemistry Industry isn’t good and it is recommended to get some maintenance.

Keyword : Efectiveness, Concentric Tube Heat Exchanger, inlet temperature of the fluid, flow inlet.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Era globalisasi dimulai dengan bermunculannya berbagai teknologi daya guna yang mempermudah manusia melakukan berbagai kegiatan. Teknologi diciptakan tidak hanya untuk mempermudah pekerjaan manusia, tetapi untuk meningkatkan nilai ekonomis juga yang berdampak kepada tingkat kesejahteraan manusia itu juga. Pada era sekarang ini juga kebutuhan manusia semakin meningkat dan bervariasi sehingga dibutuhkan suatu cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan zaman berakibat kepada kebutuhan manusia itu.

Sebagai contoh, saat ini kebutuhan manusia akan air hangat sudah dapat diperhitungkan. Oleh karena itu, manusia menciptakan alat yang dapat menghasilkan air panas dengan memindahkan panas. Proses memindahkan panas tersebut dapat berasal dari listrik yang menghasilkan panas yang kemudian berpindah, dan dapat juga berasal dari fluida panas yang bersirkulasi yang kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan air yang lebih panas dengan menggunakan alat yang disebut alat penukar kalor (APK). Berbagai cara dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang lebih ekonomis.

Dalam dunia industri alat penukar kalor ini sangat banyak digunakan. Berbagai jenis alat penukar kalor digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, seperti untuk memanaskan produk ataupun untuk mendinginkan produk. Misalkan pada industri zat kimia yang menginginkan suhu tertentu untuk mencegah produk mereka membeku pada saat dialirkan. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan suatu alat yakni alat penukar kalor. Dengan melewatkan zat kimia dan fluida panas didalam alat penukar kalor secara bersamaan akan mengakibatkan terjadinya perpindahan panas, sehingga temperatur zat kimia yang diinginkan dapat diperoleh.

Alat penukar kalor yang terdapat di Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI) Medan adalah jenis tabung sepusat yang digunakan sebagai bahan praktik


(17)

mahasiswa. Dari pengamatan penulis terhadap data-data percobaan di PTKI, rendahnya efektifitas alat penukar kalor pada saat percobaan yang dipengaruhi oleh umur pakai alat yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian untuk melihat seberapa jauh perbedaan keefektifan yang terjadi secara aktual dan teoritis.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk memeriksa kondisi sistem & alat penukar kalor tabung sepusat apakah masih dalam keadaan baik atau tidak.

2. Untuk mengetahui temperatur fluida panas dan fluida dingin yang keluar dari alat penukar kalor tabung sepusat, yakni yang terjadi di lapangan, secara teori, dan dengan simulasi.

3. Untuk mengetahui keefektifan alat penukar kalor tabung sepusat, yakni yang terjadi di lapangan, secara teori, dan dengan simulasi.

1.3 Batasan Masalah Penelitian

1. Tidak ada kehilangan panas yang terjadi pada APK karena permukaan luarnya telah diisolasi.

2. Kapasitas aliran yang terjadi di lapangan dianggap konstan. 3. Perhitungan dilakukan pada tekanan yang konstan.

4. Metode perhitungan keefektifan secara teori dilakukan dengan metode NTU.

5. Pemodelan APK dilakukan dengan software Solidworks dan analisis dilakukan dengan software Ansys 14.

6. Perhitungan secara simulasi dilakukan dalam kondisi steady.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Diperoleh perbedaan efektifitas yang terjadi yakni yang terjadi di lapangan, secara teori, dan dengan simulasi.

2. Diperoleh rekomendasi terbaik dari hasil analisa kondisi alat untuk pihak Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI) Medan.


(18)

1.5 Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Studi literatur, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang terkait.

b. Browsing internet, berupa studi artikel-artikel, gambar-gambar dan buku elektronik (e-book) serta data-data lain yang berhubungan.

c. Metode studi lapangan, yaitu dengan mengambil data dari laboratorium Teknik Kimia PTKI.

d. Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

1.6 Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup penelitian.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai neraca energi, jenis-jenis alat penukar kalor, metode LMTD, metode NTU.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan pengambilan data, alat-alat yang digunakan, dan cara melakukan penelitian.


(19)

Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari lapangan dan dibandingkan dengan hasil perhitungan secara teoritis dengan menggunakan metode NTU.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh. • Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.

Lampiran

Pada lampiran dapat dilihat hasil data yang diperoleh dari pengujian dalam bentuk tabel dan gambar


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor adalah alat yang memungkinkan terjadinya perpindahan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut. Alat penukar kalor biasanya digunakan secara praktis didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus pemanasan dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia dan proses pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan ruangan pencampuran yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua fluida bercampur. Sebagai contoh, pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang kecil dengan melewatkan udara diantaranya.

Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan koefisien perpindahan panas menyeluruh U yang memungkinkan untuk menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan

logarithmic mean temperature difference LMTD, yang sebanding dengan perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor. Ketika dua temperatur tidak diketahui kita dapat menganalisisnya dengan metode keefektifan-NTU.

2.2 Jenis Alat Penukar Kalor

Secara umum, alat penukar kalor dapat dibagi berdasarkan fungsinya yakni :


(21)

a. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperature yang rendah. Temperature fluida hasil pendinginan didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon.

Gambar 2.1 Centrifugal Chiller

Sumber :http://energy-models.com/hvac-centrifugal-chillers

b. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas atent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat.


(22)

Sumber : http://artikel-teknologi.com/prinsip-kerja-kondensor/

c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin coler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan (kipas).

Gambar 2.3 Cooler

Sumber : http://howaswampcoolerworks.blogspot.com/

d. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair.

Gambar 2.4 Evaporator


(23)

e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada penyulingan minyak pada gambar 2.2, diperlihatkan sebuah reboiler dengan mempergunakan minyak (665 °F) sebagai media penguap, minyak tersebut akan keluar dari boiler dan mengalir didalam tube.

Gambar 2.5 Reboiler tipe steam-heated forced circulation untuk menara destilasi

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Reboiler

f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu:

• Memanaskan fluida

• Mendinginkan fluida yang panas

Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya.

Gambar 2.6 : Heat Exchanger


(24)

2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor

Menurut T. Kuppan, alat penukar kalor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yakni :

1.Klasifikasi berdasarkan proses transfer 1.1 Tipe Kontak Langsung

1.2 Tipe tidak Kontak langsung

1.2.1 Tipe Pentransferan langsung 1.2.2 Tipe Penyimpanan

2. Klasifikasi berdasarkan kepadatan permukaan

2.1 Compact (Kepadatan daerah permukaan >= 700 m2/m3) 2.2 Non-compact (Kepadatan daerah permukaan < 700 m2/m3) 3. Klasifikasi Berdasarkan Konstruksi

3.1 Tubular

3.1.1 Double-Pipe

3.1.2 Shell-and-tube

3.1.2.1 Plate baffle

3.1.2.2 Rod baffle

3.1.3 Spiral tube

3.2 Plate

3.2.1 Gasketed

3.2.2 Spiral

3.2.3 Lamella

3.3 Extended Surface

3.3.1 Plate-fin

3.3.2 Tube-fin

3.4 Regenerative

3.4.1 Rotory

3.4.1.1 Disk-type

3.4.1.2 drum-type

3.4.2 Fixed-matrix

4. Klasifikasi berdasarkan susunan aliran 4.1 Laluan tunggal


(25)

4.1.1 Aliran sejajar 4.1.2 Aliran berlawanan 4.1.3 Aliran menyilang 4.2 Laluan Banyak

4.2.1 Extended Surface heat exchanger

4.2.1.1 Cross counter flow

4.2.1.2 Cross parallel flow

4.2.2 Extended surface heat exchanger

4.2.2.1 Parallel counter flow shell and fluid mixed

4.2.2.1.1 M shell passes

4.2.2.1.2 N tube passes

4.2.2.2 Split flow

4.2.2.3 Divided-flow

4.2.3 Multi pass

4.2.3.1 N-paralel plate multi-pass

5. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida 5.1 Dua fluida

5.2 Tiga fluida 5.3 N-fluida (N>3)

6. Klasifikasi berdasarkan susunan mekanis aliran 6.1 Konveksi 1 fasa pada kedua sisi

6.2 Konveksi 1 fasa pada 1 sisi, konveksi 2 fasa pada sisi lainnya 6.3 Konveksi 2 fasa pada kedua sisi

6.4 Perpindahan panas secara radiasi yang dikombinasikan dengan konveksi

Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperature dan tekanan yang tinggi.


(26)

Didalam standar mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas heat Exchanger, yaitu :

1. Kelas R, yaitu untuk peraalatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak dan kimia berat.

2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa contoh alat penukar kalor yang digunakan dalam pemakaian yang luas :

1. Concentric Tube Heat Exchanger

Bentuk yang paling sederhana dari alat penukar kalor adalah tabung sepusat. Alat penukar kalor jenis ini terdiri dari dari dua pipa, yakni pipa didalam pipa. Fluida pertama mengalir didalam pipa yang terdalam, yakni pipa pusat dan fluida kedua mengalir didalam ruang anulus.

Dalam hal yang berkaitan dengan perancangan secara mekanikal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni :

1. Alat penukar kalor pipa lurus ganda

Alat penukar kalor pipa lurus ganda terdiri dari dua pipa yang memiliki sumbu yang sama. Alat penukar kalor jenis ini mudah dibuat dan relatif mudah untuk dibersihkan, dirawat, dan dimodifikasi. Namun, alat panukar kalor jenis ini membutuhkan banyak ruang dan memiliki kapasitas termal yang terbatas. Alat penukar kalor jenis ini kadang dibuat sendiri untuk aplikasi yang kecil. Tetapi kebanyakan alat penukar kalor jenis tabung sepusat dari pembuat yang ahli yang menyediakan jenis perancangan yang luas, termasuk jenis alat penukar kalor pipa lurus, U-tube, dan jenis lainnya. 2. Alat Penukar kalor pipa U

alat penukar kalor jenis ini didesai agar pipa U dapat dilepas dari cangkang penutupnya untuk pembersihan dan perawatan. Terdapat cangkang penutup yang dapat dilepas pada alat penukar kalor jenis ini yang menutup U-bend

dan pada ujungnya diikat dengan flange yang menggunakan baut dan mur. Pipa yang terdalam ditopang oleh oleh split ring yang dapat digerakkan ketika flange dibuka. Pada sambungan luarnya terdapapat flange yang


(27)

memiliki prinsip kerja yang sama. Sealing ring yang digunakan antara pipa dengan cangkang terbuat dari logam yang tahan terhadap tekanan.

3. Multitube Unit

Pada tipe multitube unit, laluan pipa ditutup oleh plat yang dilubangi yang berguna sebagai seal, yang disebut tube sheet. Untuk aplikasi tekanan rendah tube sheet ditutup oleh sebuah cincin yang ttahan terhadap tekanan untuk mencegah terjadinya kebocoran yang terjadi pada celah anatara pipa dengan cangkang. Untuk aplikasi tekanan tinggi terdapat separate sealing ring untuk mencegah terjadinya kebocoran pada sisi cangkang dan terdapat

indepandent seal untuk mencegah terjadinya kebocoran pada sisi pipa. Seperti pada alat penukar kalor tabung sepusat yang sederhana, tipe

multitube unit ini disusun atas split ring dan flange untuk memungkinkan terjadinya pelepasan bundle.

4. Sirip

Sirip dibentuk dari potongan logam, dibentuk berupa huruf U dan biasanya ditambahkan ke pipa dengan pengelasan titik. Umumnya material sirip adalah baja karbon, baja tahan karat, dan paduan logam lainnya. Sirip yang dibuat dari brass atau sejenisnya biasanya disolder dengan tembaga, nikel, atau pipa aluminium. Material tersebut memiliki range temperatur yang terbatas dan tidak melebihi 250 °C.

Jangkauan penggunaan alat penukar kalor tabung sepusat adalah luas. Alat penukar kalor jenis ini dapat didesain untuk bekerja pada tekanan tinggi (lebih dari 300 atm didalam cangkang dan 1400 atm didalam pipa) dan temperatur tinggi (≈ 600 °C), dan alat penukar kalor ini dapat dikerjakan dengan cara kerja yang sederhana dan relatif tidak mahal. Faktor lain yang dapat menjadi pertimbangan dalam memilih alat penukar kalor tabung sepusat adalah :

1. Konstruksi yang sederhana

Untuk aplikasi yang hanya membutuhkan laju perpindahan panas yang relatif kecil (misalnya < 1000 kW) dan tidak dibutuhkan peningkatan perpindahan panas, alat penukar kalor dengan pipa yang sederhana lebih diuntungkan karena hanya membutuhkan konstruksi yang sederhana.


(28)

2. Mudah untuk dirawat

Dalam pencegahan kebocoran alat penukar kalor dapat dicapai dengan sambungan flange dan ditutup dengan sealing ring. Hal tersebut dapat memungkinkan pipa dilepas dari cangkang sehingga dapat dibersihkan, dan merupakan suatu keuntungan pada aplikasi pipa sederhana dan pipa yang bersirip.

3. Aliran Berlawanan

Alat penukar kalor mengijinkan pertukaran panas aliran berlawanan dimana fluida dingin dapat dipanaskan ke temperatur diatas temperatur keluar fluida panas. Hal ini mematahkan dugaan adanya pendekatan perbedaan temperatur seperti yang terjadi pada aliran sejajar, ataupun laluan yang banyak.

4. Kemampuan untuk dibuat sirip pada pipa

Alat penukar kalor adalah jenis yang paling sesuai untuk dilakukan peningkatan luas permukaan perpindahan panas dengan adanya sirip. Sirip digunakan saat koefisien perpindahan panas anulus rendah. Hal ini terjadi saat fluida didalam cangkang adalah berupa gas ataupun fluida dengan viskositas yang tinggi.

5. Aplikasi Tekanan Tinggi

Dalam beban yang berat, alat penukar kalor tabung sepusat yang dirangkai secara seri akan membutuhkan diameter cangkang yang lebih kecil jika dibandingkan dengan alat penukar kalor tipe shell and tube (rentang diameter yang normal dari 50 sampai 200 mm). Oleh karena itu, tebal dinding cangkang lebih kecil, dan pada aplikasi tekanan yang tinggi hal ini dapat menjadi faktor yang penting dalam menentukan harga dan pengerjaan. Kesimpulan yang didapat adalah, alat penukar kalor tabung sepusat adalah bentuk yang paling sederhana dari alat penukar kalor dengan berbagai kelebihan, yakni untuk beban termal yang kecil dan untuk aplikasi beban tekanan yang tinggi. Penggunaan sirip untuk meningkatkan perpindahan panas sisi cangkang.


(29)

Gambar 2.7 Alat Penukar kalor tabung sepusat (Pipa Polos)


(30)

Gambar 2.8 Alat Penukar kalor tabung sepusat (Dengan sirip lurus memanjang)

Sumber : Process Heat Transfer,G.F Hewitt

2. Shell And Tube Heat Exchanger

Fitur-fitur secara mekanikal yang spesifik dari sebuah alat penukar kalor memiliki pengaruh terhadap performansi secara termal karena perubahan perancangan secara mekanikal akan berpengaruh terhadap aliran fluida didalam alat penukar kalor dan secara langsung akan mempengaruhi proses perpindahan


(31)

panas. Terdapat berbagai susunan secara mekanikal diciptakan. Untuk menghindari terjadinya berbagai pendapat yang berbeda tentang hal tersebut,

Tubular Exchanger Manufacturers’ Association (TEMA) telah

mengklasifikasikan tipe dan susunan dari alat penukar kalor, khususnya jenis shell and tube (tabung cangkang) yang telah diterima oleh seluruh dunia.

2.1 Tipe Cangkang

Tipe yang paling sederhana memiliki nozel masuk dan keluar pada sudut yang berbeda dan ujung yang berbeda dari sebuah alat penukar kalor dengan satu laluan cangkang. Alat penukar kalor tipe itu biasanya disebut TEMA tipe E. Metode dalam merancang biasanya berdasarkan tipe E, namun dapat dimodifikasi. Tipe cangkang yang lain yang diakui oleh TEMA dapat dideskripsikan dengan sederhana sebagai berikut :

1. TEMA tipe F

Cangkang tipe ini memiliki dua laluan cangkang karena tipe ini memiliki sekat longitudinal. Susunan ini digunakan dalam aplikasi dua cangkang disusun secara seri, karena pendekatan temperatur seperti contoh, temperatur keluar fluida panas yang diinginkan agar mendekati temperatur masuk fluida dingin dan/atau menghindari rendahnya kapasitas aliran yang berada pada sisi cangkang jika memakai cangkang tipe E. Penurunan tekanan yang terjadi pada tipe F ini adalah mendekati 8 kali lebih besar daripada tipe E, tetapi hal ini dapat diterima dalam aplikasi tertentu. Potensi kebocoran antara sekat longitudinal dengan cangkang menjadi pertimbangan pemakaian.

2. TEMA tipe G

Tipe ini biasanya disebut tipe split flow, dengan sekat longitudinal. Penurunan tekanan yang terjadi pada tipe ini adalah sama dengan tipe E, tetapi keefektifan termal lebih baik daripada tipe E. Tipe ini digunakan biasanya untuk reboilers, tetapi kadang-kadang digunakan untuk aliran yang tidak mengalami perubahan fasa.

3. TEMA tipe J

Tipe ini biasanya disebut tipe divided flow, dimana terdapat satu nozel masuk dan dua nozel keluar aliran, sehingga membagi aliran menjadi dua.


(32)

Akibatnya penurunan tekanan mendekati seperdelapan tipe E. Penggunaan utama tipe ini adalah untuk aplikasi dengan tekanan rendah seperti coolers

dan kondensor. 4. TEMA tipe X

Tipe ini memiliki aliran murni yang menyilang pada sisi cangkang, tanpa sekat menyilang. Hasilnya adalah terjadi penurunan tekanan yang sangat rendah. Tipe ini digunakan untuk fluida gas dan uap kondensat pada tekanan rendah.

Gambar 2.9 Bentuk cangkang berdasarkan TEMA

Sumber : Process Heat Transfer,G.F Hewitt 2.2 Tube Bundle

Bentuk-bentuk tube bundle (pengikat tabung) adalah hal yang penting dalam perencanaan thermohydraulic dari sebuah pengikat. Perencanaan yang teliti harus menyertakan perhitungan terhadap tekanan dari fluida didalam cangkang dan didalam tabung, yang akan berpengaruh terhadap masalah kebocoran pada saat proses diantara pengikat tabung dengan cangkang. Kebocoran seperti itu tidak dapat ditoleransi di berbagai aplikasi dimana kemurnian yang tinggi dibutuhkan ataupun dibutuhkan produk yang tidak terkontaminasi.


(33)

Perancangan mekanikal pengikat tabung terdiri dari pertimbangan yang seksama mengenai ekspansi termal. Alternatif-alternatif lain ditawarkan yakni :

1. Fixed tube sheet

2. Floating head

3. U-tube bundle

2.3 Diameter Tabung Alat Penukar Kalor

Luas permukaan perpindahan panas yang lebih besar dapat terjadi pada diameter tabung yang kecil. Dalam pembersihan tabung lebih mudah melakukannya pada diameter minimum yakni tabung dengan OD 20 mm. Mengurangi diameter tabung akan membutuhkan panjang tabung yang lebih pendek, tetapi pada saat pembersihan tabung akan perlu melakukan berbagai operasi tiap tube sheet nya. Hal lainnya adalah, diameter tabung yang kecil akan meningkatkan kemungkinan terjadinya getaran pada tabung.

2.4 Panjang Tabung Alat Penukar Kalor

Secara umum, semakin panjang tabung, akan semakin rendah harga alat penukar kalor pada luas permukaan yang ditentukan. Ini juga akan berakibat pada akan semakin kecilnya diameter cangkang, semakin tipisnya tube sheet dan

flange, akan semakin sedikit yang akan ditopang dan semakin sedikit lubang yang akan dibuat. Semakin panjangnya tabung juga akan berakibat pada kapasitas aliran yang mengalir akan relatif rendah.

Jumlah tabung tiap laluan tabung ditentukan untuk mendapatkan kecepatan fluida yang dibutuhkan. Panjang total tabung tiap laluan tabung ditentukan oleh besarnya perpindahan panas yang dibutuhkan. Selanjutnya, perancangan tabung yang sesuai untuk cangkang sehingga didapatkan kecepatan yang sesuai didalam cangkang.

Semakin panjang tabung akan lebih sulit untuk menentukan perancangan cangkang yang sesuai. Secara singkat, semakin panjang tabung akan membuat semakin sulit dalam perancangan sekat yang sesuai untuk menopang tabung.

Biasanya rasio/perbandingan panjang tabung terhadap diameter cangkang adalah 5-10 untuk menghasilkan performansi yang terbaik.


(34)

2.5 Susunan dan Jarak Tabung

Gambar dibawah akan memberikan gambaran tentang susunan tabung yang utama yang terdapat pada alat penukar kalor tabung cangkang, yakni

equilateral triangular, segi empat sama sisi, segi empat berpola zigzag. Susunan

triangular memberikan hasil yang kuat terhadap tube sheet, bentuk segi empat sama sisi adalah susunan yang sederhana dan memudahkan dalam proses perawatan.

Secara umum, jarak paling kecil dari bentuk triangular 30° adalah lebih baik dalam menghasilkan jenis aliran turbulent dan lamainar, sedangkan dalam hal pembersihan digunakan sudut 90° dan 45° dengan jarak 6,4 clearance.

2.6 Perancangan Baffle (Sekat)

Fungsi dari sekat yang menyilang adalah untuk mengarahkan aliran melewati tube bundle dan untuk menopang tabung secara mekanik agar tidak bergeser dan tidak bergetar. Bentuk yang paling umum digunakan adalah

segmental baffle. Jarak sekat harus diatur pada jarak minimum dan maksimum untuk performasi termohidrorika dan dalam menopang tabung. Rasio antara jarak antarsekat terhadap bentuk sekat adalah hal yang sangat penting dalam merancang untuk menghasilkan konversi penurunan tekanan ke perpindahan panas yang efisien. Jika penurunan tekanan yang rendah adalah yang ingin dicapai, maka dapat menggunakan sekat tipe disk-and-doughnut yang akan mengurangi penurunan tekanan sekitar 60%. Menurut TEMA, ada beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan dalam mengatur jarak sekat :

1. Jarak minimum : Sekat seharusnya tidak diletakkan lebih dekat dari 1/5 ukuran diameter dalam (ID) cangkang atau 50 mm, melainkan lebih besar. Namun, perancangan khusus membutuhkan jarak sekat yang lebih dekat.

2. Jarak maksimum : Kegagalan utama saat terjadi getaran pada tabung adalah terjadi pada tabung yang tidak ditopang yang lebih dari 80 % dari standar TEMA.


(35)

Gambar 2.10 Bentuk sekat

Sumber : Process Heat Transfer,G.F Hewitt

Untuk dapat mengetahui dengan baik proses perancangan, kita dapat mengikuti beberapa pertimbangan yang diajukan oleh Taborek :

1. Tentukan fluida yang akan mengalir didalam cangkang dan didalam tabung. Secara normal, keputusan ini akan dibuat untuk mengurangi harga akaibat daya pompa yang keluar. Sebagai contoh, air digunakan untuk mendinginkan minyak, minyak yang memiliki viskositas (kekentalan) yang lebih tinggi akan mengalir didalam cangkang. Kecenderungan untuk korosi, kerak, dan masalah dalam membersihkan kerak pada tabung, dan masalah berat yang adalah perlu dipertimbangkan.

2. Pada proses awal, perancang harus memperkirakan harga dalam perhitungan dengan membandingkan dengan :


(36)

a. Keakurasian perhitungan

b. Investasi didalam alat penukar kalor

c. Harga jika terjadi kesalahan dalam menghitung

3. Membuat perkiraan kasar tentang ukuran alat penukar kalor yang akan dirancang, misalnya nilai koefisien perpindahan panas U ataupun hal lainnya yang dapat diketahui melalui pengalaman. Hal ini akan membatasi akibat dalam perhitungan trial and error. Hal itu dapat membantu dalam mengukur kapasitas aliran dan mencegah terjadinya variasi temperatur serta mencegah terjadinya error.

4. Hitung perpindahan panas yang terjadi, penurunan tekanan yang terjadi, dan harga berbagai jenis konfigurasi alat penukar kalor yang mungkin diaplikasikan. Hal ini biasanya dilakukan dengan bantuan program komputer dalam skala besar yang telah dikembangkan dan ditingkatkan.

2.4 Jenis-Jenis Perpindahan Panas 1. Konduksi

Sebuah batang silinder dengan material tertentu diisolasi pada sisi terluarnya dan pada kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang berbeda yakni T1 > T2 . Perbedaan temperatur tersebut menyebabkan perpindahan panas

secara konduksi pada arah x positif. Kita dapat mengukur laju perpindahan panas

qx, dan kita dapat menentukan qx bergantung pada variabel-variabel berikut : ΔT,

yakni perbedaan temperatur ; Δx, yakni panjang batang ; dan A, yakni luas penampang tegak lurus bidang.

Jika ΔT dan Δx adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka kita dapat melihat bahwa qx berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama, jika

ΔT dan A adalah konstan, kita dapat melihat bahwa qx berbanding terbalik dengan

Δx. Apabila A dan Δx konstan, maka kita dapat melihat bahwa qx berbanding lurus

dengan ΔT. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa

qx A (2.1)

Berikut ini adalah gambar perpindahan panas secara konduksi melalui sebuah percobaan.


(37)

Gambar 2.11 : Perpindahan Panas secara Konduksi

Sumber : Fundamental of Heat and Mass Transfer, Incropera

Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, kita akan menemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun, kita juga menemukan bahwa untuk nilai A, Δx, dan ΔT yang sama, akan menghasilkan nilai

qx yang lebih kecil untuk plastik daripada bermaterial logam. Sehingga

kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan memasukkan koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh,

qx = kA (2.2)

k, adalah konduktivitas thermal (W/m.K), yang adalah merupakan sifat material yang penting. Dengan menggunakan limit Δx 0 kita mendapatkan persamaan untuk laju perpindahan panas,

qx = -kA

(2.3)

atau persamaan flux panas menjadi,

q”x = = -k (2.4)

2. Konveksi

Mekanisme perpindahan panas dapat berupa konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi dan konveksi adalah membutuhkan media perantara dalam proses perpindahan panasnya. Berbeda dengan konduksi, pada konveksi membutuhkan gerakan fluida untuk dapat memindahkan panas.

Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat bergantung pada sifat-sifat fluida seperti viskositas dinamis μ, konduktivitas termal k, massa


(38)

jenis ρ, dan spesifik panas Cp, dan dipengaruhi oleh kecepatan fluida Ѵ. Konveksi

juga bergantung pada bentuk dan kekasaran permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau turbulen. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Oleh karena itu, konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling kompleks.

Gambar 2.12 : Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan panas secara konveksi berbanding lururs dengan perbedaan temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan.

Qkonveksi = hAs(Ts - T∞) (2.5)

h merupakan koefisien perpindahan panas konduksi, As merupakan area

permukaan perpindahan panas, Ts merupakan temperatur permukaan benda, T∞

merupakan temperatur lingkungan sekitar benda.

3. Radiasi

Radiasi berbeda dengan mekanisme perpindahan panas secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara radiasi tidak membutuhkan kehadiran suatu material sebagai media perpindahan panas. Faktanya, energi yang ditransfer dengan radiasi adalah yang tercepat (secepat kecepatan cahaya) dan dapat terjadi pada ruangan vakum. Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi terjadi dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Pada radiasi, perpindahan panas dapat terjadi pada 2 benda yang memiliki


(39)

temperatur yang tinggi dan dipisahkan oleh benda yang memiliki temperatur yang lebih rendah.

Dengan menganggap permukaan benda yang kecil As, emisifitas ε, dan

kemampuan untuk menyerap α pada temperatur T yang terdiri dari keisotermalan yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda blackbody. Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap radiasi yang sempurna. Pada temperatur dan panjang gelombang tertentu, tidak ada permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak daripada blackbody.Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan panjang gelombang dan arahnya. Blackbody

juga memancarkan energi radiasi yang merata dalam segala arah dalam setiap unit area searah dengan arah emisi,yang disebut sebagai pemancar diffuse. Diffuse

dapat diartikan sebagai arah yang bebas untuk berdiri sendiri. Hal ini dapat kita lihat pada gambar berikut

Gambar 2.13 : Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

Energi radisi yang dipancarkan oleh sebuah blackbody tiap satuan waktu dan tiap satuan luasan area ditetapkan secara eksperimental oleh Joseph Stefan pada tahun 1879 dan dapat dituliskan

Eb (T)= σT 4 (w/m2) (2.6)

σ = 5,67 x 10-8 W/m2.K4 adalah konstanta Stefan-Boltzmann dan T adalah temperatur absolut dari suatu permukaan (K). Persamaan ini diverifikasi secara teori pada tahun 1884 oleh Ludwig Boltzman. Eb merupakan kekuatan emisifitas

blackbody.

2.5 Internal Flow (Aliran Dalam) 2.5.1 Aliran Di Dalam Pipa


(40)

Cairan atau gas yang melewati pipa atau duct biasanya digunakan dalam proses pemanasan ataupun pendinginan. Fluida yang digunakan dalam banyak aplikasi tersebut dipaksa untuk mengalir dengan menggunakan kipas ataupun pompa melalui sebuah pipa yang panjang yang diharapkan terjadi perpindahan panas. Pada aliran dalam dibatasi oleh luas permukaan bagian dalam pipa, dan terdapat batasan seberapa besar lapisan batas dapat berkembang. Aliran dalam adalah bukan aliran yang bebas sehingga kita membutuhkan suatu alternatif. Kecepatan fluida didalam pipa berubah dari nol pada permukaan karena tidak ada slip yang terjadi, sampai kecepatan maksimum pada pusat pipa. Disisi lain, sangat nyaman untuk menghitung dengan menggunakan kecepatan rata-rata u dengan asumsi bahwa aliran adalah inkompresibel pada saat luas permukaan pipa konstan.

Kecepatan rata-rata aktual pada saat kondisi pemanasan dan pendinginan dapat berubah karena perubahan massa jenis dengan temperatur. Secara praktis, kita menghitung sifat-sifat fluida pada temperatur rata-rata dan menganggapnya konstan. Persamaan untuk menghitung kecepatan rata-rata berasal dari hukum kekekalan massa, yakni

ṁ= ρuAc = (2.7)

adalah laju aliran massa, ρ adalah rapat massa, Ac adalah luas permukaan, dan

u(r,x) adalah profil kecepatan. Sehingga kecepatan rata-rata untuk aliran inkompresibel pada sebuah pipa dengan radius R adalah

u = = = (2.8)

Aliran didalam pipa dapat berupa aliran laminar ataupun turbulen, bergantung pada kondisi aliran. Aliran fluida digambarkan dengan menggunakan garis arus dan pada kecepatan yang rendah terjadi aliran laminar, tetapi berubah menjadi aliran turbulen ketika kecepatannya meningkat melalui nilai kritis. Transisi dari aliran laminar ke aliran turbulen tidak terjadi dalam waktu yang singkat, namun itu terjadi melalui rentang kecepatan yang fluktuatif diantara laminar dan turbulen sebelum aliran tersebut menjadi aliran yang turbulen. Kebanyakan aliran yang masuk kedalam pipa adalah turbulen. Aliran laminar terjadi ketika fluida yang mengalir memiliki viskositas yang tinggi seperti minyak


(41)

yang mengalir didalam pipa yang memiliki diameter yang kecil, ataupun pada jarak yang dekat. Untuk aliran didalam pipa yang memiliki penampang lingkaran, bilangan Reynold didefenisikan sebagai

Re = = (2.9)

V adalah kecepatan rata-rata fluida, D adalah diameter pipa, dan v adalah viskositas kinematik fluida.

Untuk aliran yang mengalir pada pipa yang tidak memiliki penampang lingkaran, bilangan Reynold bergantung pada diameter hidraulik Dh yang didefenisikan

sebagai

Dh = (2.10)

p adalah keliling penampang pipa. Dengan menghitung bilangan Reynold, dapat ditentukan jenis aliran yang terjadi

Re < 2300 aliran laminar 2300 ≤ Re ≤ 10000 aliran transisi

Re > 10000 aliran turbulen

Untuk aliran laminar dengan pipa berbentuk lingkaran dengan panjang L

dengan temperatur permukaan yang konstan, bilangan Nusselt rata-rata untuk daerah masuk termal dapat dicari dengan persamaan (Edwards et al.,1979)

Nu = 3.66 +

(2.11)

Untuk aliran transisi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Gnielinski (1976)

Nu = (2.12)

Rumus Gnielinski berlaku pada 0,5 ≤ Pr ≤ 2000 3x103 < Re < 5x106

Untuk menghitung faktor gesekan yang terjadi dapat dihitung dengan persamaan

pertama Petukhov (1970)


(42)

Ketika perbedaan temperatur antara permukaan pipa dengan fluida kerja besar, sangat penting untuk menghitung variasi kekentalan dengan temperatur. Bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran laminar yang berkembang pada sebuah pipa berpenampang lingkaran dapat ditentukan dengan persamaan Sieder dan Tate (1936) yakni

Nu = 1,86

(2.14)

Semua sifat fluida dihitung pada temperatur rata-rata fluida, kecuali μs dihitung

pada temperatur permukaan pipa.

Untuk aliran turbulen berkembang penuh didalam pipa yang halus, sebuah persamaan sederhana untuk menghitung bilangan Nusselt dapat diperoleh yakni

Nu = 0,023 Re0,8 Pr1/3 (2.15)

dengan syarat bahwa : 0,7 ≤ Pr ≤ 160 Re > 10000

Persamaan diatas disebut Persamaan Colburn. Keakurasian persamaan diatas dapat ditingkatkan dengan memodifikasinya menjadi

Nu = 0,023 Re0,8 Pr n (2.16)

Untuk proses pemanasan digunakan n = 0,4 dan untuk proses pendinginan digunakan n = 0,3. Persamaan ini disebut Persamaan Dittus-Boelter (1930) dan persamaan ini lebih baik daripada persamaan Colburn.

2.5.2 Aliran Di Dalam Annulus Pipa

Beberapa peralatan pemindah panas terdiri dari dua pipa sepusat, yang biasanya disebut alat penukar kalor pipa ganda. Pada alat tersebut, salah satu fluida mengalir didalam pipa sedangkan fluida yang lainnya mengalir didalam ruang annulus. Persamaan pembentuk untuk kedua aliran adalah identik.

Gambar 2.14 Alat penukar kalor pipa ganda yang terdiri dari dua pipa Sepusat


(43)

Dengan menganggap diameter dalam Di dan diameter luar Do, diameter

hidraulik annulus adalah

Dh = = = Do - Di (2.17)

Pada alat penukar kalor tabung sepusat ini terdapat dua bilangan Nusselt, yakni pada permukaan dalam pipa Nui dan pada permukaan dalam pipa Nuo.

Bilangan Nusselt untuk aliran laminar yang berkembang penuh dengan permukaan yang temperaturnya konstan dan permukaan luarnya diisolasi, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 : Bilangan Nusselt untuk aliran laminar berkembang penuh didalam annulus dengan salah satu permukaan pipa isotermal dan permukaan lainnya adiabatik

Di/Do Nui Nuo

0 - 3,66

0,05 17,46 4,06

0,10 11,56 4,11

0,25 7,37 4,23

0,50 5,74 4,43

1,00 4,86 4,86

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

Jika bilangan Nusselt diketahui, koefisien perpindahan panas untuk permukaan pipa bagian dalam dan bagian luar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

Nui=

(2.18)

Nuo=

(2.19)

2.6 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh

Sebuah alat penukar kalor terdiri dari 2 fluida yang mengalir yang dipisahkan oleh sebuah dinding yang solid. Pertama sekali panas dipindahkan dari fluida panas ke dinding melalui konveksi, kemudian melewati dinding melalui konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi melalui konveksi. Efek radiasi


(44)

apapun biasanya termasuk didalam koefisien perpindahan panas konveksi. Jaringan tahanan panas dihubungkan dengan proses perpindahan panas ini yang terdiri dari dua tahanan panas konveksi dan satu tahanan panas konduksi seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut

Gambar 2.15 : Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

Huruf kecil i dan o adalah permukaan dalam dan permukaan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung sepusat, Ai = DiL dan Ao = DoL, sehingga tahanan

termal dinding tabung adalah


(45)

Gambar 2.16 : Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis

Di ≈Do dan Ai ≈Ao

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

k adalah konduktivitas termal dinding dan L adalah panjang tabung. Sehingga tahanan termal total menjadi

R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro = + + (2.21)

Dalam menganalisis alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggabungkan semua tahanan panas yang terjadi pada fluida panas sampai fluida dingin menjadi sebuah tahanan panas R, dan laju perpindahan panas diantara kedua fluida adalah

Q = = UA ΔT = UiAiΔT = UoAo ΔT (2.22)

U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2°C). Rumus diatas menjadi :

=

=

=

R = + Rdinding + (2.23)

Sebagai catatan bahwa UiAi = UoAo tetapi Ui ≠ Uo kecuali Ai = Ao

2.7 Faktor Kotoran

Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran


(46)

pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rf yang menjadi ukuran dalam

tahanan termal.

Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor. Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan.

Mekanisme dimana permukaan menjadi berkerak dapat dipisahkan dan diklasifikasikan berdasarkan proses yakni :

1. Crystallization fouling ; Pengendapan dan/atau kristal pada permukaan. 2. Particulate fouling ; Akumulasi partikel dari aliran fluida pada permukaan. 3. Biological fouling ; Pengendapan dan pertumbuhan mikroorganisme yang

terdapat pada permukaan yang secara alami akibat dari proses yang terjadi pada aliran.

4. Chemical reaction fouling ; Pengendapan terbentuk akibat dari satu atau lebih reaksi kimia terhadap pereaksi yang terkandung dalam fluida yang mengalir. 5. Corrossion fouling : Efek dari korosi pada permukaan alat penukar kalor itu

sendiri ataupun bagian lain yang terdapat pada bagian proses.

6. Freezing fouling : Pengendapan terdiri dari lapisan yang membeku akibat dari partikel fluida pada proses.

Tahanan yang diakibatkan oleh kerak dapat dituliskan dalam persamaan berikut :

Rf =

(2.24)

x adalah tebal lapisan kerak dan k adalah konduktifitas termal kerak.

Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi :


(47)

Ai = DiL dan Ao = DoL adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar

kalor.

Rf,i dan Rf,o adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat penukar kalor.

Tabel 2.2 : Faktor kotoran untuk berbagai fluida

Fluid Rf, m

2

. °C/W Distiled water, sea water, river water, boiled feedwater :

Below 50 °C Above 50 °C

0.0001 0.0002

Fuel oil 0.0009

Steam (oil-free) 0.0001

Refrigerants (liquid) 0.0002

Refrigerants (vapor) 0.0004

Alcohol vapors 0.0001

Air 0.0004

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

2.8 Analisis Alat Penukar Kalor Dengan Menggunakan Log Mean

Temperature Difference (LMTD)

Dalam merancang ataupun memprediksi performansi alat penukar kalor, sangatlah perlu untuk menghubungkan antara laju perpindahan panas total terhadap temperatur fluida yang masuk dan keluar, koefisien perpindahan panas menyeluruh, dan luas permukaan total untuk laju perpindahan panas. Persamaan perpindahan panas antara fluida panas dan fluida dingin adalah setimbang. Jika Q

adalah laju perpindahan panas antara fluida panas dengan fluida dingin dan dengan mengabaikan perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar kalor dengan lingkungan, mengabaikan perubahan energi potensial dan energi kinetik, dan dengan mengaplikasikan persamaan energi steady, diperoleh persamaan


(48)

Gambar 2.17 : Kesetimbangan energi total untuk fluida panas dan fluida dingin pada sebuah alat penukar kalor

Sumber : Fundamental of Heat and Mass Transfer, Incropera

q = ṁc(ic,o – ic,i) = ṁh(ih,i – ih,o) (2.26)

i adalah entalpi fluida. Subsript h dan c adalah menandakan fluida hot (panas) dan fluida cold (dingin), sedangkan subscript i dan o adalah kondisi inlet (masuk) dan

outlet (keluar) fluida. Jika fluida tidak mengalami perubahan fasa dan diasumsikan pada kondisi panas jenis yang konstan, maka persamaan menjadi

Q = ṁhcp,h(Th,i – Th,o) = ṁccp,c(Tc,o – Tc,i) (2.27)

Jika Th dan Tc adalah suhu kedua fluida yang berada di elemen dA dari

permukaan alat penukar kalor. Maka laju perpindahan panas yang terjadi diantara kedua fluida melaui elemen dA dapat dituliskan sebagai berikut

dQ = U dA (Th – Tc) (2.28)

2.8.1 Aliran Paralel (Sejajar)

Laju perpindahan panas = Laju perpindahan panas pada fluida panas pada fluida dingin


(49)

Gambar 2.18 : Distribusi temperatur aliran sejajar

Sumber : Fundamental of Heat and Mass Transfer, Incropera

dQ = ṁhcp,h

(-

dTh) = ṁccp,c

(

dTc) (2.29)

atau

dQ = -ṁhcp,h

(

dTh) = ṁccp,c(dTc) (2.30)

ṁh = Laju aliran massa fluida panas (kg/s)

ṁc

= Laju aliran massa fluida dingin (kg/s)

cp,h = Panas jenis fluida panas (J/kg.K)

cp,c = Panas jenis fluida dingin (J/kg.K)

Th,i = Temperatur fluida panas masuk (K)

Th,o = Temperatur fluida panas keluar (K)

Tc,i = Temperatur fluida dingin masuk (K)

Tc,o = Temperatur fluida dingin keluar (K)

Panas yang dilepas = Panas yang dilepas oleh fluida panas oleh fluida dingin

(dTh < 0) (dTc >0)

dTh = -

(2.31)

dTc =

(2.32)

dTh – dTc = d (Th – Tc) (2.33)

= -

(2.34)

= -dQ

(2.35)

dTh – dTc = -U dA (Th – Tc) (2.36)

= -U dA (2.37)


(50)

= -U

(2.38)

ln

= -U A (2.39)

ln(Th,o , Tc,o) – ln(Th,i , Tc,i) = -U A

(2.40)

ln = -U A (2.41)

berdasarkan neraca entalpi bahwa laju perpindahan panas Q :

Q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o) = ṁc cp,c(Tc,o – Tc,i) (2.42)

diperoleh persamaan :

ṁh cp,h =

(2.43)

ṁc cp,c =

(2.44)

ln

= -U A

(2.45)

= - [Th,i – Th,o+ Tc,o – Tc,i] (2.46)

= [(Th,o –Tc,o) – (Th,i – Tc,i)] (2.47)

Q = U A

(2.48)

bila :

ΔT2 = (2.49)

ΔT1 = (2.50)

maka persamaan Q menjadi :

Q = U A

(2.51)

atau


(51)

2.8.2 Aliran Berlawanan

Laju perpindahan panas = Laju perpindahan panas pada fluida panas pada fluida dingin

Gambar 2.19 : Distribusi temperatur aliran berlawanan

Sumber : Fundamental of Heat and Mass Transfer, Incropera

dQ = ṁhcp,h

(-

dTh) = ṁccp,c

(-

dTc) (2.53)

atau

dQ = -ṁhcp,h

(

dTh) = -ṁccp,c(dTc) (2.54)

Panas yang dilepas = Panas yang dilepas oleh fluida panas oleh fluida dingin

(dTh < 0) (dTc < 0)

dTh = -

(2.55)


(52)

dTh – dTc = d (Th – Tc) (2.57)

= -

(2.58)

= -dQ

(2.59)

dTh – dTc = -U dA (Th – Tc)

(2.60)

= -U dA

(2.61)

dengan mengintegralkan kedua ruas, maka

= -U

(2.62)

ln

= -U A

(2.63)

ln(Th,o , Tc,i) – ln(Th,i , Tc,o) = -U A

(2.64)

ln

= -U A

(2.65)

berdasarkan neraca entalpi bahwa laju perpindahan panas Q :

Q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o) = ṁc cp,c(Tc,o – Tc,i) (2.66)

diperoleh persamaan :

ṁh cp,h =

(2.67)

ṁc cp,c =

(2.68)

ln

= -U A

(2.69)

= - [Th,i – Th,o- Tc,o + Tc,i] (2.70)


(53)

Q = U A

(2.72) bila :

ΔT2 = (2.73)

ΔT1 = (2.74)

maka persamaan Q menjadi :

Q = U A

(2.75)

atau

Q = U A ΔTRL = U A (LMTD) (2.76)

2.9 Analisis Alat Penukar Kalor Dengan Menggunakan Metode

Keefektifan-NTU

Metode log mean temperature difference dapat digunakan dalam menganalisis alat penukar kalor jika temperatur fluida masuk diketahui dan temperatur fluida keluar adalah spesifik atau dapat diperoleh dari persamaan kesetimbangan energi. Namun, jika hanya temperatur fluida masuk diketahui, metode LMTD tidak dapat digunakan. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan alternatif yang lain yakni dengan menggunakan metode keefektifan-NTU.

Untuk menentukan keefektifan alat penukar kalor, pertama sekali kita harus menentukan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi pada alat penukar kalor tersebut. Secara prinsip, laju perpindahan maksimum ini dapat dicapai pada alat penukar kalor dengan aliran yang berlawanan dengan panjang yang tidak terhingga.

Metode NTU adalah bergantung pada parameter yang tidak berdimensi yang disebut keefektifan laju perpindahan panas, ε yang didefenisikan sebagai berikut


(54)

Laju perpindahan panas aktual yang terjadi pada sebuah alat penukar kalor dapat ditentukan dari persamaan kesetimbangan energi yang terjadi pada fluida panas dan fluida dingin yang dituliskan pada persamaan berikut

Q = Cc(Tc,o – Tc,i) = Ch(Th,i – Th,o) (2.78)

dimana Cc = ṁccp,cdan Ch = ṁhcp,h (2.79)

Cc dan Ch adalah kapasitas panas fluida dingin dan kapasitas panas fluida

panas. Untuk menentukan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi pada sebuah alat penukar kalor, pertama sekali kita menganggap bahwa perbedaan temperatur maksimum yang berada pada sebuah alat penukar kalor adalah perbedaan antara temperatur masuk pada fluida panas dan pada fluida dingin, yakni

ΔTmaks = Th,i – Tc,i (2.80)

Perpindahan panas pada sebuah alat penukar kalor akan mendapatkan nilai maksimum pada saat

1. Fluida dingin dipanaskan hingga mencapai temperatur masuk fluida panas, atau 2. Fluida panas didinginkan hingga mencapai temperatur masuk fluida dingin Kondisi pembatas diatas tidak akan dicapai kecuali kapasitas panas fluida panas dan fluida dingin adalah sama (Cc = Ch). Pada saat Cc ≠ Ch, yang adalah

merupakan kasus yang biasanya terjadi, fluida yang memiliki kapasitas panas yang lebih kecil akan memiliki perubahan temperatur yang lebih besar, sehingga berdasarkan pengalaman akan mencapai temperatur maksimum, dimana pada kondisi tersebut perpindahan panas akan berhenti. Sehingga laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi adalah

Qmaksimum = Cmin(Th,i – Tc,i) (2.81)

Cmin

diperoleh dari perhitungan

Ccdan Ch yang lebih kecil.

ε = = =

(2.82)

Bila Ch = Cmin maka keefektifan ε

ε =

(2.83)


(55)

ε =

(2.84) Keefektifan sebuah alat penukar kalor bergantung pada bentuk dan ukuran alat penukar kalor dan arah aliran yang terjadi. Oleh karena itu, perbedaan tipe pada alat penukar kalor akan menghasilkan persamaan keefektifan yang berbeda. Berikut ini akan dijabarkan persamaan keefektifan ε alat penukar kalor tipe

double-pipe dengan aliran sejajar.

ln = -U A

(2.85)

ln = -U A

(2.86)

= exp (2.87)

sebelumnya diketahui bahwa

dQ = U dA (Th – Tc) (2.88)

Berdasarkan neraca entalpi bahwa dQ adalah :

dQ = ṁhcp,h

(-

dTh) = ṁccp,c

(

dTc) (2.89)

atau

dQ = -ṁhcp,h

(

dTh) = ṁccp,c(dTc) (2.90)

dTh = -

(2.91)

dTc =

(2.92)

dTh – dTc = d (Th – Tc) (2.93)

= -

(2.94)

= -dQ

(2.95)

dTh – dTc = -U dA (Th – Tc)

(2.96)


(56)

dengan mengintegralkan kedua ruas, maka

= -U

(2.98)

ln

= -U A

(2.99)

ln(Th,o , Tc,o) – ln(Th,i , Tc,i) = -U A

(2.100)

ln

= -U A

(2.101)

= exp (2.102)

= exp (2.103)

= exp (2.104)

Berdasarkan neraca entalpi :

Q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o) = ṁc cp,c(Tc,o – Tc,i) (2.105)

Ch(Th,i – Th,o) = Cc (Tc,o – Tc,i) (2.106)

(Th,i – Th,o) = (Tc,o – Tc,i) (2.107)

Tc,o

= Tc,i

+

(Th,i – Th,o) (2.108)

Tc,o + Th,o – Th,o = Tc,i +Th,i – Th,i + (Th,i – Th,o) (2.109)

-(Th,o –Tc,o) + Th,o = -(Th,i – Tc,i) + Th,i + (Th,i – Th,o) (2.110)

-(Th,o –Tc,o) = - (Th,i – Tc,i) + (Th,i –Th,o) + (Th,i – Th,o) (2.111)

= 1 -

-

(2.112)


(57)

= 1 - ε

(2.114)

ε

=

(Bila Ch = Cmin& Cc = Cmaks) (2.115)

= exp (2.116)

Berdasarkan neraca entalpi :

Ch(Th,i – Th,o) = Cc (Tc,o – Tc,i) (2.117)

(Th,i – Th,o) = (Tc,o – Tc,i)

(2.118)

= Th,i – Th,o + Tc,i + Tc,o - Tc,i - Tc,o

(2.119)

= - (Th,o – Tc,o) + (Th,i – Tc,i) – (Tc,o – Tc,i) (2.120)

= 1 -

-

(2.121)

= 1 - ε

(2.122)

exp =1 - ε

(2.123)

ε

=

(Bila Cc = Cmin& Ch = Cmaks) (2.124)

Dapat disimpulkan bahwa rumus keefektifan alat penukar kalor tipe double-pipe

dengan aliran sejajar adalah

ε

=

(2.125)


(58)

ε

=

(2.126)

dimana :

NTU =

(2.127)


(59)

2.10 Ansys Fluent

Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah metode perhitungan dengan sebuah kontrol dimensi, luas dan volume dengan memanfaatkan bantuan komputasi komputer untuk melakukan perhitungan pada tiap-tiap elemen pembaginya. Prinsipnya adalah suatu ruang yang berisi fluida yang akan dilakukan penghitungan dibagi menjadi beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan prosesnya dinamakan meshing. Bagian-bagian yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol penghitungan yang akan dilakukan adalah aplikasi.

Kontrol-kontrol penghitungan ini beserta kontrol-kontrol penghitungan lainnya merupakan pembagian ruang yang disebut tadi atau meshing. Nantinya, pada setiap titik kontrol penghitungan akan dilakukan penghitungan oleh aplikasi dengan batasan domain dan boundary condition yang telah ditentukan. Prinsip inilah yang banyak dipakai pada proses penghitungan dengan menggunakan bantuan komputasi komputer. Contoh lain penerapan prinsip ini adalah Finite Element Analysis (FEA) yang digunakan untuk menghitung tegangan yang terjadi pada benda solid.

Sejarah CFD berawal pada tahun 60-an dan terkenal pada tahun 70-an awalnya pemakaian konsep CFD hanya digunakan untuk aliran fluida dan reaksi kimia, namun seiring dengan perkembangannya industri ditahun 90-an membuat

CFD makin dibutuhkan pada berbagai aplikasi lain. Contoh sekarang ini banyak sekali paket-paket softwareCAD menyertakan konsep CFD yang dipakai untuk menganalisa stress yang terjadi pada desain yang dibuat. Pemakaian CFD secara umum dipakai untuk memprediksi :

a. Aliran dan panas b. Transfer massa

c. Perubahan fasa seperti pada proses melting, pengembunan dan pendidihan d. Reaksi kimia seperti pembakaran

e. Gerakan mekanis seperti piston dan fan

f. Tegangan dan tumpuan pada benda solid g. Gelembung elektromagnetik


(60)

CFD adalah penghitungan yang mengkhususkan pada fluida. Mulai dari aliran fluida, heat transfer dan reaksi kimia yang terjadi pada fluida. Atas prinsip-prinsip dasar mekanika fluida, konservasi energi, momentum, massa, serta species, penghitungan dengan CFD dapat dilakukian. Secara sederhana proses penghitungan yang dilakukan oleh aplikasi CFD adalah dengan kontrol-kontrol penghitungan yang telah dilakukan maka kontrol penghitungan tersebut akan melibatkan dengan memanfaatkan persamaan- persamaan yang terlibat. Persaman-persamaan ini adalah persamaan yang membangkitkan dengan memasukan parameter apa saja yang terlibat dalam domain. Misalnya ketika suatu model yang akan dianalisis melibatkan temperatur berarti model tersebut melibatkan persamaan energi atau konservasi dari energi tersebut. Inisialisasi awal dari persaman adalah boundary condition. Boundary condition adalah kondisi di mana kontrol-kontrol perhitungan didefinisikan sebagai definisi awal yang akan dilibatkan kekontrol-kontrol penghitungan yang berdekatan dengannya melalui persaman-persamaan yang terlibat.

Secara umum proses penghitungan CFD terdiri atas 3 bagian utama: a. Prepocessor

Prepocessor adalah tahap dimana data diinput mulai dari pendefinisian domain serta pendefinisian kondisi batas atau boundary condition. Ditahap ini juga sebuah benda atau ruangan yang akan dianalisis dibagi-bagi dengan jumlah

grid tertentu atau sering juga disebut dengan meshing.

b. Processor

Tahap selanjutnya adalah processor, pada tahap ini dilakukan proses penghitungan data-data input dengan persamaan yang terlibat secara iteratif. Artinya penghitungan dilakukan hingga hasil menuju error terkecil atau hingga mencapai nilai yang konvergen. Penghitungan dilakukan secara menyeluruh terhadap volume kontrol dengan proses integrasi persamaan diskrit.

c. Post processor

Tahap akhir merupakan tahap post processor di mana hasil perhitungan diinterpretasikan ke dalam gambar, grafik bahkan animasi dengan pola warna tertentu.


(61)

Masalah aliran fluida didasarkan pada hukum kekekalan massa, momentum dan energi. Hukum-hukum ini dituliskan didalam istilah persamaan turunan parsial dan diselesaikan dengan teknik metode elemen hingga.

1. Persamaan Kontinuitas

Dari persamaan hukum kekekalan massa, hukum kontinuitas menjadi :

+ + + = 0 (2.129)

dimana : Vx, Vy dan Vz= Komponen vektor kecepatan pada sumbu x, y dan z ρ = massa jenis

x, y, z = Kordinat Kartesius global t = Waktu

2. Persamaan Momentum

Dalam fluida Newtonian, hubungan antara tegangan dengan laju deformasi pada fluida adalah :

τij = -Pδij + μ + δij λ

(2.130)

dimana : τij = tensor tegangan

ui = kecepatan ortogonal (u1 = Vx, u2 = Vy, u3 = Vz) μ = Viskositas dinamis

λ = koefisien kedua dari kecepatan

Istilah final, produk dari koefisien kedua viskositas dan divergensi, adalah nol untuk rapat massa fluida yang konstan dan dianggap cukup kecil untuk diabaikan pada cairan tekan.

Persamaan momentum, tanpa melakukan asumsi yang lebih jauh dengan memperhatikan sifat-sifat fluida adalah sebagai berikut :

+ + + = ρgx - + Rx +

+ + + Tx (2.131)


(1)

Tabel 4.4 Efektifitas APK dengan metode NTU, perhitungan di lapangan, dan dengan Ansys Fluent

Qair panas

(l/jam)

Qair dingin

(l/jam) Th,i(°C) Tc,i(°C)

Hasil Perhitungan metode NTU

Hasil Perhitungan di Lapangan

Hasil Perhitungan Ansys Fluent

Th,o(°C) Tc,o(°C) ε(%) Th,o(°C) Tc,o(°C) ε(%) Th,o(°C) Tc,o(°C) ε(%)

100 100

60 30 56,5805 33,386 11,39847 52,8333 34,5 23,889 56,973 33,018 10,09 70 30 65,311 34,6254 11,7226 59,8333 39,8667 25,41675 65,97 34,024 10,075 80 30 74,0077 35,888 11,98455 66,2333 42,9667 27,5334 74,958 35,0315 10,084 90 30 82,6807 37,1638 12,19885 74,0667 46,0333 26,5555 83,948 36,04 10,087

100 200

60 30 56,0758 31,9426 13,0807 51,5 33 28,33333 56,89 31,5268 10,367

70 30 64,6018 32,662 13,49538 58 34,5 30 65,86 32,038 10,35

80 30 73,0851 33,3966 13,82987 64,0667 35,6 31,8666 74,825 32,5505 10,35 90 30 81,539 34,1397 14,10172 71,1667 36,8667 31,388833 83,79 33,064 10.35

100 300

60 30 55,7554 31,4009 14,14875 51,1667 32 29,444333 56,865 31,028 10,45 70 30 64,1489 31,9237 14,6277 56,9333 32,5333 32,66675 65,82 31,386 10,45 80 30 72,4928 32,4585 15,01432 63,0667 33,6 33,8666 74,784 31,732 10,432 90 30 80,8033 32,9999 15,32787 70 35,2 33,33333 83,741 32,078 10,4317

100 400

60 30 53,5373 31,6005 21,54219 49,8333 31 33,889 52,5 31,85 25 70 30 60,9494 32,2334 22,62653 56,0667 31,5 34,83325 60,064 32,47 24,84


(2)

80 30 68,2349 32,8926 23,53016 62,0667 32,3333 35,8666 67,58 33,088 24,84 90 30 75,4338 33,5681 24,27693 69,1 34,1333 34,8333 75,095 33,705 24,8417

100 500

60 30 53,2086 31,3456 22,63812 49,6 30,7667 34,66666 52,19 31,552 26,0333 70 30 60,4729 31,8808 23,81785 55,8333 31,3333 35,41675 59,59 32,07 26,025 80 30 67,5992 32,4392 24,80159 61,1333 31,7 37,7334 66,99 32,588 26,02 90 30 74,6321 33,0118 25,61318 68 33,1333 36,6666 74,4 33,106 26

200 100

60 30 57,9833 33,9933 13,311 54,6 36,7 22,3333 58,43 33,23 10,7667 70 30 67,2691 35,3865 13,4663 62,9 40,4667 26,1667 67,85 34,308 10,77 80 30 76,5417 36,7940 13,5880 69,9667 43,9667 27,9334 77,313 35,385 10,77 90 30 85,8034 38,2111 13,6852 77,5 48,1 30,1667 86,785 36,462 10,77

200 200

60 30 57,6189 32,3568 7,93688 53,2 33,5 22,6667 58,41 31,653 5,3 70 30 66,7705 33,1839 8,07378 61,3333 35,3 21,6667 67,865 32,196 5,3375 80 30 75,9056 34,0202 8,18874 67,0667 36,6 25,8666 77,324 32,73 5,352 90 30 85,0277 34,8623 8,28722 76,2333 38,9333 22,9445 86,751 33,27 5,415

200 300

60 30 57,3766 31,7311 8,74482 52,8 32,6333 24 58,39 31,112 5,3667 70 30 66,4376 32,3413 8,90591 60,2333 34,0333 24,4167 67,843 31,48 5,3925 80 30 75,4797 32,9588 9,0406 67,2667 35,1667 25,4666 77,29 31,843 5,42 90 30 84,5069 33,5807 9,15512 74,6667 37,3333 25,5555 86,705 32,216 5,49167


(3)

70 30 63,6821 33,1165 15,79468 59,8333 33,1667 25,4167 62,775 33,552 18,0625

80 30 71,9018 33,9793 16,19634 67 34,2 26 70,976 34,44 18,048

90 30 80,0765 34,8574 16,53915 73,3333 35,3667 27,7778 79,18 35,328 18,03333

200 500

60 30 55,0602 31,9567 16,46605 52,1333 31,9333 26,2223 54,301 32,276 18,99667 70 30 63,2036 32,6821 16,99108 59,3 32,7 26,75 62,304 33,035 19,24 80 30 71,2826 33,4270 17,43489 65,9333 33,5333 28,1334 70,391 33,794 19,218 90 30 79,3139 34,1847 17,81017 72,5 34,6 29,1667 78,477 34,553 19,205


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Diperoleh temperatur fluida panas keluar dan fluida dingin keluar yang jauh berbeda dengan hasil perhitungan secara teori dengan metode NTU, yang dapat dilihat pada bab 4.

2. Diperoleh keefektifan maksimum di lapangan sebesar 37,7334 % pada kapasitas aliran air dingin 100 l/jam dan aliran air panas 500 l/jam pada temperatur air panas masuk 80°C dan temperatur air dingin masuk 30°C. Keefektifan maksimum secara teori sebesar 25,61318 % pada kapasitas aliran air dingin 100 l/jam dan aliran air panas 500 l/jam pada temperatur air panas masuk 90°C dan temperatur air dingin masuk 30°C.

Untuk perhitungan Ansys Fluent diperoleh efektifitas APK maksimum adalah 26,0333 % pada temperatur fluida panas masuk (Th,i) 60 °C dan temperatur fluida dingin masuk (Tc,i) 30 °C pada debit masuk fluida panas 100 l/jam dan debit masuk fluida dingin 500 l/jam.

5.2 Saran

1. Alat ukur sebaiknya dikalibrasi terlebih dahulu sebelum dilakukan penelitian agar diperoleh hasil pengukuran yang akurat.

2. Kapasitas aliran sebaiknya dijaga konstan agar diperoleh hasil perhitungan efektifitas yang akurat.

3. Alat ukur temperatur yang digunakan sebaiknya alat ukur digital agar diperoleh pembacaan alat ukur yang lebih akurat.

4. Diperlukan pengembangan-pengembangan yang lebih mendalam mengenai analisis dan simulasi alat penukar kalor ini agar didapatkan hasil perhitungan yang lebih akurat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ansys, Inc. 2006. Modelling Turbulent Flows. Ansys, Inc

Bhanuchandrarao, D [et al]. 2013. CFD Analysis And Performance Of Parallel And Counter Flow In Concentric Tube Heat Exchangers. International

Journal of Engineering Research & Technology (IJERT) Vol 2 Issue 11.

Cengel, Yunus.A. 2003. Heat Transfer: A Practical Approach, 2nd ed. New York : McGraw-Hill

Hewitt, G. F. [et al.]. 1994. Process Heat Transfer. New York : CRC Press, Inc https://fauzanahmad.wordpress.com/ (diakses tanggal 30 maret 2015)

http://hadibudi.blogspot.com/2013/06/laporan-cfd-bab-1-2.html (diakses tanggal 30 maret 2015)

http://rofimoch.blogspot.com/2013/04/makalah-alat-penukar-kalor.html (diakses tanggal 21 november 2014)

https://www.academia.edu/Download (diakses tanggal 23 november 2014)

Incropera F.P. Fundamentas Of Heat and Mass Transfer, 6th ed. New York : John Wiley & Sons

Kern, D. Q. 1950. Process Heat Transfer. New York : McGraw-Hill

Kohnke, Peter. 1999. Ansys Theory Reference, 11th ed. Canonsburg : SAS IP, Inc Kuppan, T. 2000. Heat Exchanger Design Handbook. New York : Marcel Dekker,

Inc

Lienhard, John. H. 2008. A Heat Transfer Handbook, 3rd ed. Cambridge : Phlogiston Press

McCabe, Warren L [et al.]. 1993. Unit Operations of Chemical Engineering,


(6)

Perry, Robert H [et al.]. 1997. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 7th ed. New York : McGraw-Hill

Tubular Exchanger Manufacturers’ Association (TEMA). 1988. Standard of

Tubular Exchanger Manufacturers’ Association, 7th ed. TEMA. New


Dokumen yang terkait

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 37 150

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

5 28 150

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 27

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 2

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 4

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 53

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 1

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan dengan Variasi Temperatur Air Panas Masuk Pada Kapasitas Aliran yang Konstan

0 1 45

ANALISIS DAN SIMULASI KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI TEMPERATUR AIR PANAS MASUK PADA KAPASITAS ALIRAN YANG KONSTAN

0 0 13