Kajian Terhadap Penyediaan Selulosa Mikrokristal dari Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis) dengan Metode Hidrolisis Menggunakan Asam Klorida (HCl)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

TANAMAN KELAPA SAWIT
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis) berasal dari Nigeria, Afrika

Barat, pada kenyatannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya,
seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu
memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.Indonesia merupakan
penghasil utama minyak sawit [10]. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman
monokotil tergolong kedalam famili Palmacea yang termasuk tanaman yang
tingginya mencapai 24 meter, memiliki batas umur produktif relatif pendek 25 –
30 tahun dan setelah mencapai umur daur harus dilakukan peremajaan dengan
tanaman muda. Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan yang mempunyai
kontribusi penting dalam pembangunan ekonomi pada umumnya, dan dalam
pembangunan agro industri di Indonesia pada khususnya.Setelah terbukti
perkebunan kelapa sawit menghasilkan keuntungan yang cukup tinggi sekitar
17.317.295 ton, banyak perusahaan asing ingin berinvestasi di bidang perkebunan
kelapa sawit [10]. Industri minyak sawit merupakan kontributor penting dalam

produksi di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cerah. Industri
ini juga berkontribusi dalam pembangunan daerah, sebagai sumber daya penting
untuk pengentasan kemiskinan melalui budidaya pertanian dan pemprosesan
selanjutnya [11]
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang
diperdagangkan, baik untuk industri dalam negeri maupun ekspor.Indonesia
merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia.Perkebunan kelapa
sawit Indonesia terdapat di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
Bangka Belitung, dan Papua dengan pengembangan terbesar dilakukan di
Kalimantan. Perkebunan kelapa sawit secara nasional di tahun 2008 memiliki
areal seluas 7.099.388 ha, dengan produksi 19,2 ton [11].

Universitas Sumatera Utara

2.2

TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
Secara umum, limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam

yaitu limbah cair, padat dan gas. Limbah padat yang berasal dari proses

pengolahan berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS), cangkang atau
tempurung, serabut atau serat, sludge atau lumpur dan bungkil [12].
Kelapa sawit menghasilkan limbah yang dapat memberikan manfaat yang
besar bagi kehidupan, diantaranya sebagai pupuk organik dan sebagai arang aktif.
Salah satu limbah padat industri kelapa sawit adalah tandan kosong kelapa sawit
(TKKS).Tandan kosong sawit juga menghasilkan serat kuat sebagai bahan pengisi
dalam produk serat berkaret, diantaranya jok mobil, matras dan papan
komposit.Limbah padat mempunyai ciri khas pada komposisinya. Komponen
terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa, disamping komponen lain
meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa, dan lignin [1].
Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah utama berligniselulosa
yang belum termanfaatkan secara optimal dari industri pengolahan kelapa sawit.
Basis satu ton tandan buah segar akan dihasilkan minyak sawit kasar sebanyak
0,21 ton (21%), minyak inti sawit sebanyak 0,05 ton (0,5%) dan sisanya
merupakan limbah dalam bentuk tandan kosong, serat dan cangkang biji yang
masing – masing sebanyak 0,23 ton (23%), 0,135 ton (13,5%) dan 0,055 ton
(5,5%). Selama ini pengolahan/pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit oleh
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) masih sangat terbatas yaitu dibakar dalam incinerator,
ditimbun (open dumping), dijadikan mulsa diperkebunan kelapa sawit, atau diolah
menjadi kompos. Namun karena adanya beberapa kendala seperti waktu

pengomposan yang cukup lama sampai 6 – 12 bulan, fasilitas yang harus
disediakan, dan biaya pengolahan tandan kosong kelapa sawit tersebut. Maka cara
– cara tersebut kurang diminati oleh PKS. Selain jumlah yang melimpah juga
karena kandungan selulosa tandan kelapa sawit yang cukup tinggi yaitu sebesar
45% maka tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk dikembangkan menjadi
barang yang lebih berguna [13].
Selain itu pertimbangan terhadap pencemaran yang ditimbulkan dari
industri kelapa sawit dan potensi bahan organik yang terkandung dalam limbah
kelapa sawit, menuntut suatu perkebunan kelapa sawit untuk mengelola

Universitas Sumatera Utara

limbahnya. Langkah tersebut merupakan upaya untuk mengurangi dampak negatif
demi mewujudkan industri yang berwawasan lingkungan. Salah satu pemanfaatan
limbah dari PKS adalah pemanfaatan limbah sebagai pupuk, seperti limbah padat
dapat berupa janjangan kosong (TKKS).Hasil samping dari industri perkebunan
kelapa sawit seluruhnya dapat dimanfaatkan jika para pelaku industri ini mampu
mengelolanya dengan baik [5].Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari
jumlah pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai alternatif pupuk organik yang
akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi [11]. Berdasarkan struktur

TKKS yang terdiri dari berbagai macam serat (selulosa, hemiselulolsa, dan lignin)
menunjukkan TKKS merupakan kumpulan jutaan serat organik yang memiliki
kemampuan dalam menahan air yang ada disekitarnya, dan jumlah TKKS ini
sangat melimpah.Tetapi belum dimanfaatkan secara baik oleh sebagian besar
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Indonesia.Pengolahan/pemanfaatan TKKS oleh
PKS masih sangat terbatas [13]. Sehingga selain hanya dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan pupuk, dapat dilakukan alternatif lainnya untuk memenuhi
potensi tandan kosong kelapa sawit yang masih sangat terbatas pemanfaatannya
maka tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan selulosa mikrokristal.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tjahjono Herawan dan Meta Rivani
(2013), tandan kosong kelapa sawit seperti biomassa pada umumnya adalah
sumber paling penting untuk bahan kimia, material dan produk bernilai lainnya.
Salah satu jenis bahan kimia yang dapat dikembangkan dari tandan kosong kelapa
sawit adalah selulosa mikrokristal [9].

2.3

SELULOSA


2.3.1

Struktur Selulosa
Selulosa merupakan salah satu polimer yang tersedia melimpah di alam.

Produksi selulosa sekitar 100 milyar ton setiap tahunnya.Sebagian dihasilkan
dalam bentuk selulosa murni seperti yang terdapat dalam rambut biji tanaman
kapas.Namun paling banyak adalah yang berkombinasi dengan lignin dan
polisakarida lain seperti hemiselulosa dalam dinding sel tumbuhan berkayu, baik
pada kayu lunak dan keras, jerami atau bambu. Selulosa tersusun dari unit-unit

Universitas Sumatera Utara

anhidroglukopiranosa
membentuk

suatu

yang
rantai


tersambung

dengan

makromolekul

tidak

ikatan

β-1,4-glikosidik

bercabang.

Setiap

unit

anhidroglukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil seperti yang terlihat pada

Gambar 2.1. Selulosa mempunyai rumus empirik (C6H10O5)n dengan n ~ 1500
dan berat molekul ~ 243.000 [14].

Gambar 2.1. Struktur Selulosa [14]

Selulosa mengandung sekitar 50 - 90% bagian kristal dan sisanya amorf.
Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan
selalu berikatan dengan bahan lain seperti lignin dan hemiselulosa. Molekul
selulosa merupakan mikrofibil dari glukosa yang terikat satu dengan lainnya
membentuk rantai polimer yang sangat panjang. Adanya lignin serta hemiselulosa
di sekeliling selulosa merupakan hambatan utama untuk menghidrolisis selulosa
[14]. Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia.Selulosa dengan
rantai panjang mempunyai sifat fisik yang lebih kuat, lebih tahan lama terhadap
degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh
biologis. Sifat fisik lain dari selulosa adalah [14] :
1. Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, secara kimia maupun
mekanis sehingga berat molekulnya menurun.
2. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut
dalam larutan alkali.
3. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh.

Bila selulosa banyak mengandung air maka akan bersifat lunak.
4. Selulosa dalam bentuk kristal, mempunyai kekuatan lebih baik jika
dibandingkan dengan bentuk amorfnya.

Universitas Sumatera Utara

Turunan selulosa telah digunakan secara luas dalam sediaan farmasi
seperti etil selulosa, metil selulosa, karboksimetil selulosa, dan dalam bentuk
lainnya yang digunakan dalam sediaan oral, topikal, dan injeksi.Sebagai contoh,
karboksimetil selulosa merupakan bahan utama dari SeprafilmTM, yang
digunakan untuk mencegah adesi setelah pembedahan.Baru-baru ini, penggunaan
selulosa mikrokristal dalam emulsi dan formulasi injeksi semipadat telah
dijelaskan. Penggunaan bentuk-bentuk selulosa dalam sediaan disebabkan sifatnya
yang inert dan biokompatibilitas yang sangat baik pada manusia [14].

2.3.2

Selulosa Mikrokristal
Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang dimurnikan secara parsial,


berwarna putih, serbuk kristal yang terdiri atas partikel-partikel yang menyerap.
Selulosa mikrokristal secara komersial tersedia dalam berbagai ukuran partikel
dan tingkat kelembapan sehingga mempunyai sifat dan penggunaan yang berbeda.
Selulosa mikrokristal secara luas digunakan dalam farmasi, terutama sebagai
pengikat/pengisi dalam formulasi tablet dan kapsul yang dapat digunakan dalam
proses granulasi basah dan kempa langsung. Selain digunakan sebagai
pengikat/pengisi, selulosa mikrokristal juga mempunyai sifat lubrikan dan
disintegran yang dapat berguna dalam pentabletan [15].Struktur selulosa
mikrokristaldapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Struktur Selulosa Mikrokristal [15].

Selulosa mikrokristal telah dibuat dari beberapa sumber alam, seperti dari
serat rami, kulit kapas, ampas tebu, jerami, lenan dengan cara menghidrolisis αselulosa dengan larutan asam encer pada suhu tinggi. Padaproses hidrolisis asam,
bagian non kristal terhidrolisis sehingga bagian kristal tertinggal. Hidrolisis αselulosa ini akan mengakibatkan pemendekan rantai, sehingga selulosa

Universitas Sumatera Utara

mikrokristal memiliki rumus molekul (C6H10O5)n, dimana n ~ 220, dengan berat
molekul: ~ 32.400 [15].

Selulosa dapat larut segera dalam asam pekat.Pelarutan dalam asam pekat
mengakibatkan pemecahan rantai selulosa secara hidrolitik.Oleh karena itu,
selulosa mikrokristal dapat dihasilkan dengan mereaksikan selulosa di dalam
larutan asam mineral yang mendidih selama waktu tertentu. Proses tersebut
bertujuan untuk menurunkan berat molekul, derajat polimerisasi, dan panjang
rantai selulosa sehingga membentuk mikrokristal [3]. Selulosa mikrokristal
dikenalkan pada tahun 1960-an dan digunakan sebagai pengikat, pengisi dalam
tablet, penghilang lemak, stabilizer dalam industri makanan, komposit dalam
kayu, industri plastik, dan kosmetik. Selulosa mikrokristal dianggap sebagai
bahan tambahan terbaik untuk pembuatan tablet cetak langsung, bisa sebagai
bahan pengisi, pengikat pada tablet dengan konsentrasi 20 % - 90 %, penghancur
tablet dengan konsentrasi 5 % – 20 % [16].
Selulosa mikrokristal adalah bentuk selulosa dari bagian non serat yang
telah terdepolimerisasi parsial dan dimurnikan, berwarna putih, berbentuk serbuk
dan merupakan partikel berpori.Selulosa mikrokristal telah dikembangkan dalam
berbagai aplikasi industri seperti edible fil, yogurt, dan khususnya sebagai penguat
dan pengisi pada matrik polimer atau biokomposit [9].

2.4.


PEMBUATAN SELULOSA MIKROKRISTAL
Pembuatan selulosa mikrokristal dari biomassa tandan kosong kelapa

sawit dilakukan dengan mengisolasi selulosa yang terkandung dalam tandan
kosong kelapa sawit. Kemudian, selulosa yang diperoleh disiolasi untuk
mendapatkan α-selulosa. α-selulosa kemudian diproses untuk memproduksi
selulosa mikrokristal. Beberapa proses yang dapat digunakan untuk memproduksi
selulosa mikrokristal, yaitu:
1. Proses hidrolisis asam
Proses hidrolisis dengan asam merupakan metode konvensional dalam
pembuatan selulosa mikrokristal. Menurut U.S.Pat.No.3,954,727 proses reaksi
hidrolisis selulosa dengan asam membentuk selulosa mikrokristal dilakukan
dalam reaktor batch. Larutan asam yang dapat digunakan adalah asam klorida

Universitas Sumatera Utara

(HCl) atau asam sulfat (H2SO4). Larutan asam tersebut berfungsi untuk
melarutkan selulosa amorf. Kondisi operasi yang dibutuhkan untuk menjalankan
reaksi adalah suhu di atas 160°C. Terdapat beberapa kerugian dalam penggunaan
metode konvensional, yaitu beroperasi pada suhu tinggi.Larutan asam yang
bekerja pada temperatur atau tekanan tinggi berpotensi menimbulkan masalah
korosi terhadap reaktor.Selain itu, membutuhkan larutan asam dalam jumlah
besar untuk menghidrolisis selulosa. Sehingga, pada akhir proses reaksi akan
menyisakan larutan asam dalam jumlah besar [17].
2. Proses kontak uap
Proses kedua untuk memperoleh selulosa mikrokristal dijelaskan dalam
U.S.Pat.No.5,769,934 diproduksi dengan cara mengkontakkan selulosa dengan
steam bertekanan pada temperature antara 180°C sampai 350°C selama waktu
yang cukup untuk mecapai kondisi LODP (levelling-off degree of polymerization).
Proses pengontakkan bertujuan untuk menghidrolisis selulosa dan menghilangkan
lignin dan hemiselulosa. Uap jenuh secara terus menerus diumpankan ke dalam
reaktor sampai mencapai tekanan 430 psig.Tekanan di dalam reaktor antara 390
psig (2,689 Pa) sampai 430 psig (2,965 Pa). Kelebihan dari proses ini adalah tidak
membutuhkan larutan asam. Selulosa mikrokristal yang diproduksi dengan proses
kontak berbentuk koloid [18].
3. Proses hidrolisis gas
Proses hidrolisis gas merupakan proses hidrolisis dengan menggunakan
gas dijelaskan pada U.S.Pat.No.5,543,511 selulosa dihidrolisis sebagian di dalam
reaktor bertekanan menggunakan air dan menjaga suhu reaktor pada suhu reaksi,
100 DP (degree of polymerization). Kemudian, menginjeksikan gas oksigen atau
karbon dioksida dengan menjaga tekanan antara 0,1 sampai 60 bar pada 20°C.
Rasio antara selulosa dan air dalam reaktor yaitu 1:8 sampai 1:20 (V/V).
Kelebihan dari proses ini yaitu dapat menghasilkan yield di atas 95 %. Proses ini
dikategorikan ramah lingkungan karena air limbah yang dihasilkan tidak lagi
mengandung garam inorganik. Namun proses ini hanya sesuai untuk bahan baku
selulosa murni [19].

Universitas Sumatera Utara

4. Proses ekstruksi reaktif
Pembuatan selulosa mikrokristal dengan menggunakan proses ekstruksi
reaktif menurut U.S.Pat.No.6,228,213, ekstruksi tahap pertama melibatkan
natrium hidroksida (NaOH) yang dilakukan pada rentang temperatur 140°C
sampai 170°C untuk menghilangkan senyawa kompleks lignocellulosic.
Kemudian, tahap kedua yaitu dengan melibatkan larutan asam yang dilakukan
pada suhu 140°C. Selulosa dan larutan asam direaksikan dalam screw
conveyor.Screw conveyor terdiri atas screw dan barrel. Screw diputar sehingga
menghasilkan tekanan pada selulosa, kemudian selulosa bercampur dengan
larutan asam membentuk selulosa mikrokristal. Kelebihan proses ini yaitu dapat
dijalankan pada proses kontinyu untuk memproduksi selulosa mikrokristal dengan
waktu reaksi lebih cepat dan dengan efisiensi yang baik. Dilihat dari segi produk,
partikel selulosa mikrokristal yang dihasilkan kecil sehingga tidak membutuhkan
perlakuan tambahan untuk memperkecil partikel [20].
5. Proses enzim
Proses enzim untuk menghasilkan selulosa mikrokristal, hidrolisis
dilakukan dengan menggunakan enzim sebagai katalis. Enzim yang digunakan
dihasilkan dari mikroba seperti enzim α-amylase yang dipakai untuk hidrolisis
pati menjadi glukosa dan maltosa.Dalam hidrolisis selulosa, mikroba yang
digunakan dapat berupa Trichoderma viride. Mikroba tersebut akan menghasilkan
enzim endo-celullase yang dapat memutus bagian amorf α-cellulose secara
selektif. Kondisi operasi yang disarankan dalam proses ini adalah 50-60°C dan pH
2,5 - 3. Proses ini memiliki beberapa kelebihan yaitu, hidrolisis dengan enzim
lebih bersih dan prosesnya lebih selektif, bekerja pada tekanan dan temperatur
yang sedang. Namun, proses hidrolisis dengan menggunakan enzim terjadi secara
lambat dengan waktu reaksi sekitar 24 sampai 48 jam. Ditinjau dari waktu reaksi,
proses ini tidak cocok untuk aplikasi secara komersial [21].
Berdasarkan uraian proses di atas, proses yang dipilih dalam penelitian ini
adalah proses hidrolisis asam. Proses ini memiliki kelebihan dari segi waktu
reaksi, ekonomis, dan juga peralatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yuvraj,dkk (2009) proses hidrolisis selulosa dengan asam lebih sering digunakan

Universitas Sumatera Utara

karena waktu reaksi berlangsung singkat daripada proses lainnya dan jumlah
larutan asam yang digunakan sedikit [22].
Pemilihan metode hidrolisis asam untuk pembuatan selulosa mikrokristal
dalam penelitian ini juga di dukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yang
menggunakan metode yang sama dalam pembuatan selulosa mikrokristal yaitu
proses hidrolisis asam, dimana asam yang digunakan adalah asam klorida (HCl).
Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Gusrianto,dkk
(2011) dengan judul Preparasi dan Karakteristik Mikrokristalin Selulosa dari
Limbah Serbuk Kayu Pengergajian dengan menggunakan metode hidrolisis asam
yaitu asam klorida (HCl) menghasilkan selulosa mikrokristal sebesar 33 % [3].
Hasil penelitian lainnya yang telah dilakukan oleh Zulharmita,dkk (2012)
Pembuatan Mikrokristalin Selulosa dari Ampas Tebu(Saccharum officinarum L)
dengan menghidrolisis alfa selulosa dengan HCl 2,5 N sebanyak 1,2 liter
didapatkan selulosa mikrokristal sebanyak 71,5 gram (28,6 %) [23]. Sedangkan
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Halim,dkk (2002) pada Pembuatan
Mikrokristalin Selulosa dari Jerami Padi (Oriza sativa linn) dengan Variasi Waktu
Hidrolisa, α-selulosa yang diperoleh dari Jerami Padi dihidrolisa dengan HCl 2,5
N pada temperatur 100°C waktu hidrolisa divariasikan selama 1, 1,5, 2 dan 2,5
jam. Selulosa mikrokristal yang dihasilkan sekitar 40 % dengan hasil terbaik
lama proses hidrolisa selama 1,5 jam [6].

2.4.1

Metode Hidrolisis Asam
Hidrolisis selulosa yang umum digunakan adalah dengan menggunakan

asam kuat. Asam kuat dapat menghilangkan bagian amorf dari suatu rantai
selulosa sehingga isolasi pada bagian

kristal selulosa dapat dilakukan.

Mekanisme hidrolisis selulosa dengan asam kuat ditunjukkan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Mekanisme Hidrolisis Asam [15].

Universitas Sumatera Utara

Hidrolisis selulosa dipengaruhi oleh konsentrasi asam yang digunakan.
Bagian amorf dari suatu rantai selulosa lebih mudah dihidrolisis dengan asam
daripada dalam bentuk kristal. Prosedur khas yang dilakukan adalah
menghidrolisis selulosa murni dengan asam kuat dalam kondisi temperatur,
pengadukan, dan waktu yang terkendali. Proses kimia dimulai dengan
penghilangan ikatan antar polisakarida pada permukaan serat selulosa dan diikuti
dengan pecah dan rusaknya bagian amorf sehingga melepaskan bagian kristal
selulosa. Setelah hidrolisis dilakukan, suspensi yang dihasilkan diencerkan dengan
air, dan dicuci dengan beberapa kali. Jenis asam mineral yang digunakan dalam
tahap hidrolisis memiliki pengaruh besar pada sifat permukaan kristal selulosa
[15].
Metode hidrolisis selulosa dengan menggunakan asam merupakan metode
yang sering digunakan untuk menghilangkan bagian amorf dari selulosa tetapi
penggunaan larutan asam masih terbatas hanya dilakukan dalam skala
laboratorium. Dari hasil penelitian yang dilakukan Daniel,dkk (2006) ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hidrolisis selulosa mikrokristal antara
lain : konsentrasi awal/jumlah dari selulosa mikrokristal, konsentrasi asam yang
digunakan, waktu dan temperatur hidrolisis [24].

2.5

ANALISIS SELULOSA MIKROKRISTAL

2.5.1

Sifat- Sifat Fisikokimia Selulosa Mikrokristal

a.

Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses

pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu
kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya
rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut.
Karakteristik bentuk yaitu sampel diletakan di atas dasar yang berwarna putih,
diamati bentuk atau rupa dan warna [23].
b.

Uji pH
Uji pH digunakan untuk menentukan derajat keasaman atau kebasaan dari

suatu larutan.Pengukuran dan pengendalian pH adalah sangat penting untuk

Universitas Sumatera Utara

berbagai studi kimia dan biologi di laboratorium dan berbagai bidang industri
[25].
c.

Zat Larut Dalam Air

Zat larut dalam air adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut
(solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent) [25].
d.

Susut Pengeringan

Pengeringan (drying) zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair
lain dari bahan padat. Persentase susut pengeringan dapat ditentukan dengan
perbandingan berat sampel dengan berat setelah dikeringkan [25]. Kemudian
dihitung susut pengeringan dengan rumus [23] :
X =

(B−A)−(C−A)
(B−A)

× 100%

(2.1)

X = Susut pengeringan (g)
A = Berat krus kosong (g)
B = Berat krus + sampel sebelum dikeringkan (g)
C = Berat krus + sampel setelah dikeringkan (g)

2.5.2

Karakteristik Selulosa Mikrokristal

a.

Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR)
Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) merupakanspektroskopi

inframerah yang dilengkapi dengan transformasi fourier untuk deteksi dan
analisis hasil spektrumnya.Intispektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson
yaitu alat untuk menganalisisfrekuensi dalam sinyal gabungan [26].
Pada analisa ini, sinar inframerah ditembakkan pada sampel.Sebagian
radiasi inframerah diabsorbsi oleh sampel dan sebagian lainnya ditransmisikan.
Hasil spektrum memperlihatkan absorbs dan transmisi molekul, membentuk sidik
jari molekul sampel [27].
b.

X-Ray Diffraction (XRD)
Karakterisasi XRD bertujuan untuk menganalisis struktur kristal. Prinsip

kerja XRD adalah difraksi sinar–X yang disebabkan oleh adanya hubungan fasa
tertentu antara dua gerak gelombang atau lebih sehingga paduan gelombang

Universitas Sumatera Utara

tersebut saling menguatkan. Sinar-X dihamburkan oleh atom – atom dalam zat
padat material. Ketika sinar-X jatuh pada kristal dari material maka akan terjadi
hamburan ke segala arah yang bersifat koheren. Sifat hamburan sinar-X yang
koheren mengakibatkan sifat saling menguatkan atau saling melemahkan pada
paduan gelombang [28].

c.

Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM (Scanning Electron Microscopy) merupakan salah satu jenis

mikroskop electron yang menggunakan elektron untuk menggambarkan bentuk
permukaan dari material yang dianalisis. Penggunaan SEMdiawali dengan
merekatkan sampel dengan stab yang terbuat dari logam spesimen palladium
kemudian sampel dibersihkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam ruangan yang
khusus dan disinari dengan pancaran elektron bertenaga 10 kV sehingga sampel
mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat di deteksi dan
detector scientor [7].

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Dari Tandan Kelapa (Cocos Nucifera L) Sebagai Pengisi Plastik Polipropilena Yang Terbiodegradasikan

15 97 116

Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jack) Terhadap Produk Karet Nanokomposit Dengan Teknik Pencelupan

8 70 75

Penentuan Kadar Kalium Dalam Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guinensis Jack ) Dengan Metode Flame Photometry

38 192 52

PEMBUATAN MIKROKRISTAL SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

6 43 55

Kajian Terhadap Penyediaan Selulosa Mikrokristal dari Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis) dengan Metode Hidrolisis Menggunakan Asam Klorida (HCl)

15 41 70

Kajian Terhadap Penyediaan Selulosa Mikrokristal dari Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis) dengan Metode Hidrolisis Menggunakan Asam Klorida (HCl)

0 0 17

Kajian Terhadap Penyediaan Selulosa Mikrokristal dari Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis) dengan Metode Hidrolisis Menggunakan Asam Klorida (HCl)

0 0 2

Kajian Terhadap Penyediaan Selulosa Mikrokristal dari Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis) dengan Metode Hidrolisis Menggunakan Asam Klorida (HCl)

0 0 4

Kajian Terhadap Penyediaan Selulosa Mikrokristal dari Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis) dengan Metode Hidrolisis Menggunakan Asam Klorida (HCl)

0 2 3

Kajian Terhadap Penyediaan Selulosa Mikrokristal dari Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis) dengan Metode Hidrolisis Menggunakan Asam Klorida (HCl)

0 0 13