Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Dari Tandan Kelapa (Cocos Nucifera L) Sebagai Pengisi Plastik Polipropilena Yang Terbiodegradasikan

(1)

PEMANFAATAN SELULOSA MIKROKRISTAL DARI

TANDAN KELAPA (Cocos Nucifera L) SEBAGAI PENGISI

PLASTIK POLIPROPILENA YANG TERBIODEGRADASIKAN

TESIS

Oleh :

POPPY SYAHFRIANA 117006013/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PEMANFAATAN SELULOSA MIKROKRISTAL DARI TANDAN KELAPA

(Cocos Nucifera L) SEBAGAI PENGISI PLASTIK POLIPROPILENA

YANG TERBIODEGRADASIKAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Kimia Pada Fakultas Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

Poppy Syahfriana

117006013/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

Judul Tesis : PEMANFAATAN SELULOSA MIKROKRISTAL DARI TANDAN KELAPA (Cocos Nucifera L) SEBAGAI PENGISI PLASTIK POLIPROPILENA YANG TERBIODEGRADASIKAN

Nama Mahasiswa : Poppy Syahfriana Nomor Pokok : 117006013

Program Studi : Magister Ilmu Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Yugia Muis, M.Si)

Ketua Anggota

(Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D) (Dr. Sutarman, MSc)


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMANFAATAN SELULOSA MIKROKRISTAL DARI TANDAN KELAPA

(Cocos Nucifera L) SEBAGAI PENGISI PLASTIK POLIPROPILENA YANG TERBIODEGRADASIKAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya Tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 27 April 2013

Poppy Syahfriana NIM. 117006013


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai Sivitas Akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Poppy Syahfriana

Nomor Pokok : 117006013

Program Studi : Magister Ilmu Kimia Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusif Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

PEMANFAATAN SELULOSA MIKROKRISTAL DARI TANDAN KELAPA

(Cocos Nucifera L) SEBAGAI PENGISI PLASTIK POLIPROPILENA YANG TERBIODEGRADASIKAN

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 27 April 2013

Poppy Syahfriana NIM. 117006013


(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 27 April 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dr. Yugia Muis, M.Si

Anggota : 1. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 2. Prof.Dr. Harlem Marpaung

3. Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc 4. Eddyanto, Ph.D


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Siabu, Sumatera Utara pada tanggal 20 Oktober 1985, anak pertama dari Bapak Paino (alm) dan Ibu Ariani.

Penulis menimba ilmu di TK Aisyiah Medan pada tahun 1991-1992. Melanjutkan pendidikan di SD Negeri 066048 Medan pada Tahun 1992-1998, SLTP Negeri I8 Medan pada tahun 1998-2001, dan di SMA Negeri I2 Medan pada tahun 2001-2004. Kemudian melanjutkan jenjang perkuliahan dengan menjadi mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan pada tahun 2004-2008. Lalu melanjutkan kembali pendidikan pada program Magister Ilmu Kimia di Universitas Sumatera Utara 2011-2013.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas limpahan rezeki dan Rahmat dari Allah SWT. Salawat dan salam untuk Rasulullah Muhammad SAW karena jika bukan karena-Nya, saya tidak akan mampu mengerjakan penelitian serta tesis ini dengan baik.

Tesis berjudul “ PEMANFAATAN SELULOSA MIKROKRISTAL DARI TANDAN KELAPA (Cocos Nucifera L) SEBAGAI PENGISI PLASTIK POLIPROPILENA YANG TERBIODEGRADASIKAN” ini dibuat sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Magister Sains pada bidang ilmu Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya serta mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dan telah memberikan dukungan baik moril maupun materil. Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat yang mendalam penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:

Orang tua tercinta, Ayahanda Paino (alm) dan Ibunda Ariani yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, ketulusan dan keikhlasan dalam mendidik dan membesarkan penulis. Dan kepada Suami tercinta R. Akhir, juga kepada putraku Barack Ilmi Nugraha dan putriku tersayang Salma Adilla Putri yang telah memberikan semangat terbesar yang tidak ada henti-hentinya kepada penulis. Semoga kalian semua selalu dalam lindungan Allah SWT.

Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DMTH, MSc, CTM SpA (K) dan Dr. Sutarman, MSc selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Ibu Dr. Yugia Muis, M.Si selaku dosen pembimbing I, Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D selaku dosen Pembimbing II dan Bapak Prof.Dr. Harlem Marpaung, Bapak Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc dan Bapak Eddyanto, Ph.D selaku dosen penguji yang telah dengan sabar meluangkan waktu, tenaga dan


(9)

pikirannya serta memberikan masukan, saran, dan petunjuk kepada penulis dalam melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini.

Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc selaku ketua program studi dan sekretaris Pascasarjana Ilmu Kimia.

Bapak/Ibu dosen Pascasarjana Ilmu Kimia yang telah membimbing dan memotivasi serta memberi disiplin ilmu selama penulis menjalani studi.

Seluruh staf laboratorium Kimia Polimer dan Laboratorium Ilmu Dasar FMIPA USU, terima kasih atas bantuannya dalam penelitian.

Kepada staf tata usaha Pascasarjana Ilmu Kimia dan teknisi Laboratorium Kimia Polimer FMIPA-USU. Dan kepada teman – teman pasca sarjana angkatan 2011-2013 yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

Hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan,ketulusan dan keikhlasan yang telah kalian berikan kepada penulis. Penulis berharap limpahan Rahmat Allah selalu mengalir untuk kita semua. Terima kasih.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan menyempurnakan skripsi ini agar lebih baik lagi.

Akhirnya penulis berharap tesis ini memberikan manfaat bagi setiap pembaca maupun kemajuan penelitian dan ilmu pengetahuan yang akan datang.

Medan, 27 April 2013 Hormat Penulis


(10)

PEMANFAATAN SELULOSA MIKROKRISTAL DARI TANDAN KELAPA

(Cocos Nucifera L) SEBAGAI PENGISI PLASTIK POLIPROPILENA

YANG TERBIODEGRADASIKAN

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan dalam pembuatan komposit biodegradabel dengan pengisi mikrokristal selulosa yang bersumber dari tandan kelapa (Cocos Nucifera L) dan polipropilena. Karakterisasi hasil komposit yang diperoleh dianalisa gugus fungsi dengan uji FTIR, analisa sifat morfologi dengan uji SEM, analisa sifat thermal dengan uji DTA, analisa sifat mekanis dengan uji tarik, analisa XRD, dan analisa kemampuannya terurai di alam dengan uji biodegradabel. Hasil penelitian menunjukan bahwa komposit biodegradabel yang memiliki sifat terbaik dan sesuai dengan SNI 7188.7:2011 adalah dengan perbandingan PP dan MCC pada perbandingan 80% : 20% dimana mempunyai sifat mekanis yang paling maksimum dimana harga kekuatan tarik 25,722 N/m2 dan kemuluran 5,292%. Sedangkan pada perbandingan 70% : 30% harga kekuatan tarik 15,753 N/m2 dan kemuluran 3,760% .Dari uji DTA spesimen komposit PP : MCC (80:20) menunjukkan kenaikan temperatur leleh nya dari 62,65°C menjadi 62,85 °C dan kenaikan temperatur dekomposisi nya dari 376,28 °C menjadi 342,67 °C. Dari kedua data perbandingan spesimen pada uji XRD pada saat sebelum dan sesudah mengalami biodegradasi terlihat bahwa angle (ø2é) mengalami penurunan , sedangkan d–value

nya mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa pada komposit yang pertama mengalami penguraian adalah mikrokristal selulosa nya. Laju persentase biodegradasi yang paling tinggi yakni pada komposit biodegradabel dengan perbanding 80 : 20 yaitu pada tanah kompos sebesar 2,668%. Dan dari hasil FTIR menunjukkan bahwa setelah biodegradasi telihat kenaikan gugus δ(O-H) pada peak 3445cm-1 dan kenaikan gugus δ(>C=O) pada peak 1730 cm-1 .


(11)

THE USE OF MICROCRYSTAL CELLULOSE OF COCONUT BUNCHES

(Cocos Nucifera L) AS THE FILLER OF BIODEGRADABLE

POLIPROPILENA PLASTIC

ABSTRACT

A research has been done on the use of making a biodegradable composit with the microcrystal cellulose which is come from coconut bunches (Cocos Nucifera L)and polipropilena. The Characteristic of the composit result which is gain from the analisis of the function of DTA test, the analisis of the term of mechanism with the pulling test, the analisis of XRD, and the analisis of the capability to decompose in the field with biodegradable test. The result of the research shown that biodegradable composit which has the best characteristic and according to SNI 7188.7:2011 is with the comparison PP and MCC at the comparison 80% : 20%, which has the characteristic of the maximum mechanism which is the pull power price is 25,722 N/m2 and the flexibelity 3,760%. While at the comparison 70% : 30% pull power price is 15,753 N/m2 . From the DTA test the specimen composit PP : MCC (80:20), shown that the increase of the melting temperature from 62,65°C to 62,85 °C and the decrease of decomposition temperature from 376,28 °C to 342,67 °C. From those both data comparison specimen at XRD before and after test had biodegradaion. It shown that angle (ø2é) has decreased, while d–value has increased. This shown that at the first composit has become decomposer is microcrystal cellulose. The move of the highest biodegradation precentage is at the biodegradable composit with comparison 80: 20 that is at compose ground as 2,668%. And from FTIR result, it is found that after biodegratation, the cluster δ(O-H) at peak 3445cm-1 and the cluster δ(>C=O) at peak 1730 cm-1 have increased.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

DAFTAR SINGKATAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Permasalahan . 3

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4

1.7 Lokasi Penelitian 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Tandan Kelapa 7

2.2 Material Komposit 11

2.3 Poliproilena 17

2.3.1 Sifat -sifat Polipropilena 21

2.3.2 Penggunaan Polipropilena 22

2.4 Selulosa 23


(13)

2.5 Degradasi Bahan Polimer 29

2.6 Biodegradasi Polimer 32

2.7 Kekuatan Tarik UTS (Ultimate Tensile Strenght) 34

2.8 Mikroskop Elektron Payaran 35

2.9 Analisis Termal Bahan Polimer 36

2.1.0 Analisis Spektroskopi Infra Merah ( FT-IR ) 37

2.1.1 X-Ray Diffraction (XRD) 37

2.1.2 Mekanismee Reaksi . 38

BAB 3 METODE PENELITIAN 43

3.1 Alat dan Bahan 43

3.1.1 Alat yang Digunakan Pada Penelitian 43 3.1.2 Bahan yang Digunakan Pada Penelitian 44

3.2 Prosedur Penelitian 44

3.2.1 Penyediaan Serat Tandan Kelapa 44

3.2.2 Proses Delignifikasi 44

3.2.3 Proses Hidrolisa 45

3.2.4 Proses Pembuatan Mikrokristal 45

3.2.5 Proses Pembuatan Komposit 45

3.2.6 Pembuatan Film 46

3.2.7 Uji Biodegradasi 46

3.3 Bagan Penelitian 47

3.3.1 Pembuatan alfa Selulosa 47

3.3.2 Pembuatan Mikrokristal Selulosa 48 3.3.3 Pembuatan Film Polipropilena dengan Mikrokristal

Selulosa 49


(14)

BAB 4 PEMBAHASAN 51 4.1 Preparasi MCC dari Tandan Kelapa ( Cocos Nucifera L ) 51

4.1.1 Uji SEM Mikrokristal Selulosa 51

4.1.2 Uji FT-IR dari Mikrokristal Selulosa 52 4.1.3 Uji XRD dari Mikrokristal Selulosa 53 4.1.4 Uji DTA dari Mikrokristal Selulosa 54 4.2 Pengaruh Komposisi MCC Sebagai Penguat Komposit Polipropilena 55

4.2.1 Data Uji Tarik 55

4.2.2 Kemungkinan Mekanisme Reaksi 58

4.2.3 Analisa Sifat Termal dengan Uji DTA (Diffrential Thermal

Analysis) 59

4.2.4 Analisis Sifat Morfologi dengan Uji SEM (Scanning

Electron Microscopy) 60

4.2.5 Analisis Gugus Fungsi dengan Uji FTIR ( Fourier Transform

Infra Red Spectroscopy) 63

4.2.6 Analisa Kristalinitas dengan Uji XRD (X-Ray Diffraction) 65 4.3 Analisa Kemampuannya Terurai di alam dengan Uji Biodegradable 66

4.3.1 Analisa Sifat Thermal dengan Uji DTA ( Diffrential Thermal

Analysis) 68

4.3.2 Analisa Kristalinitas dengan Uji XRD (X-Ray Diffraction) 69 4.3.3 Analisa Sifat Morfologi dengan Uji SEM (Scanning

Electron Microscopy) 70

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 71

5.1 Kesimpulan 71

5.2 Saran 73


(15)

Daftar Tabel

Nomor Judul Halaman 1. Tabel 2.1 Komposisi Kimia dari Berbagai Jenis Serat Lignoselulosa 10 2. Tabel 2.2 Komposisi Komia Berbagai Bagian dari Tanaman Kelapa 11

3. Tabel 2.3 Sifat Umum Polipropilena 20

4. Tabel 2.4 Sifat_sifat Fisika Selulosa 26

5. Tabel 4.1 Serapan Gugus Fungsi dari MCC 52 6. Tabel 4.2 Variasi Penambahan MCC Sebagai Bahan Pengisi

Polipropilena 55 7. Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Kekuatan Tarik dan Kemuluran

Komposit 56

8. Tabel 4.4 Hasil Uji DTA Sebelum Biodegradasi 60 9. Tabel 4.5 Bilangan Gelombang Polipropilena Murni 63 10. Tabel 4.6 Data Hasil Penurunan Massa (%) Spesimen Setelah Penanaman

Dalam Tanah 67

11. Tabel 4.7 Hasil Uji DTA Setelah Biodegradasi 69


(16)

Daftar Gambar

Nomor Judul Halaman 1. Gambar 2.1 Tanaman Kelapa dan Tandan Kelapa 9 2. Gambar 2.2 Pembagian Komposit Berdasarkan Konstituennya 12

3. Gambar 2.3 Skema Bahan Pengisi Polimer 15

4. Gambar 2.4 Rumus Bangun Selulosa 23

5. Gambar 2.5 Mekanisme Sirkulasi Degradasi Polimer 30 6. Gambar 4.1 Hasil Uji SEM dari Mikrokristalin Selulosa 51 7. Gambar 4.2 Hasil Uji FTIR Mikrokristal Selulosa 52 8. Gambar 4.3 Difrakogram Sinar X-Sampel MCC

9. Gambar 4.4 Difrakogram Sinar X-Sampel MCC Ardizone et al (1999) 54

10. Gambar 4.5 Hasil Uji DTA MCC 54

11. Gambar 4.6 Grafik Tensile Stenght (N/m2

PP-BPO-MCC-MA 56

) dalam Komposit 12. Gambar 4.7 Grafik Elongation et Break (%) dari komposit

PP-BPO-MCC-MA 57

13. Gambar 4.8 Hasil Uji SEM dari PP murni 61 14. Gambar 4.9 Hasil Uji SEM PP:MCC (70:30) Sebelum Biodegradasi 61 15. Gambar 4.1.0 Hasil Uji SEM PP:MCC (80:20) Sebelum Biodegradasi 62 16. Gambar 4.1.1 Hasil Spektrum FTIR PPMCC Sebelum dan Sesudah

Biodegradasi 64

17. Gambar 4.1.2 Hasil Uji XRD PPMCC (80:20) Sebelum Biodegradasi 65 18. Gambar 4.1.3 Hasil Uji XRD PPMCC (80:20) Sesudah Biodegradasi 69 19. Gambar 4.1.4 Hasil Uji SEM PP:MCC (80:20) Sesudah Biodegradasi 71


(17)

Daftar Lampiran

Nomor Judul Halaman 1. Lampiran 1 Perhitungan Kekuatan Tarik dan Kemulura 80 2. Lampiran 2 Perhitungan Persen Penurunan Massa Uji Biodegradable 83 3. Lampiran 3 Gambar Kromatogran Hasil Uji DTA Untuk MCC 84 4. Lampiran 4 Gambar Kromatogran Hasil Uji DTA Untuk PP Murni 85 5. Lampiran 5 Gambar Kromatogran Hasil Uji DTA Untuk PP:MCC

(70:30) Sebelum Biodegradasi 86 6. Lampiran 6 Gambar Kromatogran Hasil Uji DTA Untuk PP:MCC

(70:30) Setelah Biodegradasi 87 7. Lampiran 7 Gambar Kromatogran Hasil Uji DTA Untuk PP:MCC

(80:20) Sebelum Biodegradasi 88 8. Lampiran 8 Gambar Kromatogran Hasil Uji DTA Untuk PP:MCC

(80:20) Setelah Biodegradasi 89 9. Lampiran 9 Gambar Spektrum FTIR Polipropilena Murni 90 10. Lampiran 10 Gambar Spektrum FTIR PPMCC Sebelum dan Sesudah

Biodegradasi 91

11. Lampiran 11 Hasil Uji XRD Sebelum Biodegradasi 92 12. Lampiran 12 Hasil Uji XRDSesudah Biodegradasi 95


(18)

DAFTAR SINGKATAN

PP = Polipropilena

PPd = Polipropilena terdegradasi MA = Maleat Anhidrida

MCC = Mikrokristal Selulosa

PP-g-MA = Polipropilena tergrafting maleat anhidrida FTIR = Fourier Transform Infrared Spectroscopy SEM = Scanning Electron microscopy

BPO = Benzoil Peroksida


(19)

PEMANFAATAN SELULOSA MIKROKRISTAL DARI TANDAN KELAPA

(Cocos Nucifera L) SEBAGAI PENGISI PLASTIK POLIPROPILENA

YANG TERBIODEGRADASIKAN

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan dalam pembuatan komposit biodegradabel dengan pengisi mikrokristal selulosa yang bersumber dari tandan kelapa (Cocos Nucifera L) dan polipropilena. Karakterisasi hasil komposit yang diperoleh dianalisa gugus fungsi dengan uji FTIR, analisa sifat morfologi dengan uji SEM, analisa sifat thermal dengan uji DTA, analisa sifat mekanis dengan uji tarik, analisa XRD, dan analisa kemampuannya terurai di alam dengan uji biodegradabel. Hasil penelitian menunjukan bahwa komposit biodegradabel yang memiliki sifat terbaik dan sesuai dengan SNI 7188.7:2011 adalah dengan perbandingan PP dan MCC pada perbandingan 80% : 20% dimana mempunyai sifat mekanis yang paling maksimum dimana harga kekuatan tarik 25,722 N/m2 dan kemuluran 5,292%. Sedangkan pada perbandingan 70% : 30% harga kekuatan tarik 15,753 N/m2 dan kemuluran 3,760% .Dari uji DTA spesimen komposit PP : MCC (80:20) menunjukkan kenaikan temperatur leleh nya dari 62,65°C menjadi 62,85 °C dan kenaikan temperatur dekomposisi nya dari 376,28 °C menjadi 342,67 °C. Dari kedua data perbandingan spesimen pada uji XRD pada saat sebelum dan sesudah mengalami biodegradasi terlihat bahwa angle (ø2é) mengalami penurunan , sedangkan d–value

nya mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa pada komposit yang pertama mengalami penguraian adalah mikrokristal selulosa nya. Laju persentase biodegradasi yang paling tinggi yakni pada komposit biodegradabel dengan perbanding 80 : 20 yaitu pada tanah kompos sebesar 2,668%. Dan dari hasil FTIR menunjukkan bahwa setelah biodegradasi telihat kenaikan gugus δ(O-H) pada peak 3445cm-1 dan kenaikan gugus δ(>C=O) pada peak 1730 cm-1 .


(20)

THE USE OF MICROCRYSTAL CELLULOSE OF COCONUT BUNCHES

(Cocos Nucifera L) AS THE FILLER OF BIODEGRADABLE

POLIPROPILENA PLASTIC

ABSTRACT

A research has been done on the use of making a biodegradable composit with the microcrystal cellulose which is come from coconut bunches (Cocos Nucifera L)and polipropilena. The Characteristic of the composit result which is gain from the analisis of the function of DTA test, the analisis of the term of mechanism with the pulling test, the analisis of XRD, and the analisis of the capability to decompose in the field with biodegradable test. The result of the research shown that biodegradable composit which has the best characteristic and according to SNI 7188.7:2011 is with the comparison PP and MCC at the comparison 80% : 20%, which has the characteristic of the maximum mechanism which is the pull power price is 25,722 N/m2 and the flexibelity 3,760%. While at the comparison 70% : 30% pull power price is 15,753 N/m2 . From the DTA test the specimen composit PP : MCC (80:20), shown that the increase of the melting temperature from 62,65°C to 62,85 °C and the decrease of decomposition temperature from 376,28 °C to 342,67 °C. From those both data comparison specimen at XRD before and after test had biodegradaion. It shown that angle (ø2é) has decreased, while d–value has increased. This shown that at the first composit has become decomposer is microcrystal cellulose. The move of the highest biodegradation precentage is at the biodegradable composit with comparison 80: 20 that is at compose ground as 2,668%. And from FTIR result, it is found that after biodegratation, the cluster δ(O-H) at peak 3445cm-1 and the cluster δ(>C=O) at peak 1730 cm-1 have increased.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabodetabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah disebabkan sifat-sifat yang dimiliki oleh plastik, antara lain tidak membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air maupun tidak berkarat yang pada akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan kita, dan tidak dapatnya mikroorganisme yang terdapat dilingkungan untuk merombak dan menguraikan plastik. Informasi mengenai kemampuan lingkungan dalam menerima, merombak, dan menguraikan plastik sangat dibutuhkan saat ini.

Pengembangan bahan plastik biodegradabel merupakan alternatif untuk memecahkan masalah penanganan sampah plastik. Produksi bahan plastik biodegradabel mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kelestarian lingkungan (Pranamuda, 2011).

Tanaman kelapa merupakan jenis tanaman tropik. Tanaman ini dapat tumbuh baik di wilyah dengan iklim panas seperti di Amerika, Asia dan sebagian di Afrika. Tanaman kelapa mudah ditemui hampir di seluruh wilayah Nusantara, Kesemua bagian pohon kelapa berguna kecuali kemungkinannya bagian akar.Ohwoavworhua and Adelakun (2005) meneliti bahwa mikrokristalin selulosa umumnya dipakai sebagai bahan pengisi dan pengikat pada tablet obat karena kemampuan mengikatnya yang sangat baik sebagai dry binder. Pemilihan tandan kelapa (Cocos Nucifra L) sebagai bahan pembuatan mikrokristal selulosa adalah karena dilihat dari diameter dan panjang nya serat tandan kelapa merupakan serat multiseluler (Rajan, et al 2005), memiliki % lignin dan % selulosa yang tinggi sehingga membuat serat menjadi kuat dan kaku (Tsoumis, 1991) dan merupakan serat terorientasi.


(22)

Pada penelitian ini digunakan maleat anhidrat sebagai copling agent dengan alasan bahwa kehadiran anhidrida maleat sebagai senyawa penghubung dapat meningkatkan adhesi antarmuka antara tepung kayu dan matriks pp dan membawa enkapsulasi yang lebih baik dari partikel kayu oleh plastik yang akibatnya menghasilkan modulus lentur tinggi (

Benzoil Peroksida merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikatan silang berbagai polimer dan materialnya. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagai pembentuk radikal bebas. Peroksida akan membentuk radikal yang memicu reaksi pengikat persilangan ( Al Malaika, 1997 ). Mekanisme penempelan gugus fungsi pada matriks polipropilena melalui pembentukan radikal pada atom C tersier dengan adanya inisiator Benzoil Peroksida maka atom H terlepas dan terbentuk radikal , selanjutnya akan berinteraksi melalui gugus vinil asam akrilat (Al Malaika, 1997).

Behzad Kord, 2011). Perubahan sifat fungsional dari polipropilena (baik yang berstruktur ataktik maupun isotaktik) akan menghasilkan hasil yang efektif untuk meningkatkan sifat kepolaran dari polipropilena (Zhang, 2005).

Telah banyak penelitian yang dilakukan dengan menggunakan bahan pengisi alami sebagai penguat pada komposit seperti: nenas, sisal, sabut kelapa, tempurung kelapa, rami, kapas, sekam padi, bambu dan tandan kosong kelapa sawit. Luo dan Netravali (1999) telah meneliti dan membuktikan bahwa sifat-sifat regangan dan fleksibilitas yang dihasilkan pada komposit dengan kandungan serat nenas yang berbeda-beda, lebih baik dibandingkan dengan resin tanpa pengisi. Belmeras, dkk (1983), menemukan bahwa serat-serat sisal dan kelapa sawit memiliki sifat regangan, sifat kimia dan fisika yang sama sehingga baik digunakan sebagai bahan pengisi. Selain itu, telah dilakukan pula penelitian oleh (Oksman, 2007) yaitu dengan mencampurkan 60% serat dengan polipropilena dan polipropilena yang telah dimodifikasi dengan memasukkan gugus fungsi berupa maleat anhidrida. Kenaikan jumlah serat yang digunakan mengakibatkan kenaikan kekakuan sifat komposit yang


(23)

anhidrida meningkatkan sifat kekakuan dan kekuatan komposit secara signifikan.

Abubakar (2009) juga telah melakukan penelitian mengenai Biodegrdasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fiber Recovery). Berdasarkan hasil uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan memanfaatkan mikrokristal selulosa dari tandan kelapa (Cocos Nucifera L)

sebagai bahan pengisi plastik polipropilena yang terbiodegradasikan.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang ditemui dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Preparasi MCC dari tandan kelapa sebagai pengisi plastik terbiodegradable.

2. Bagaimana pengaruh penambahan komposisi selulosa mikrokristal dari tandan kelapa dengan perbandingan tertentu sebagai penguat komposit polipropilena yang terbiodegradasikan.

3. Bagaimana pengaruh coupling agent anhidrida asam maleat (MA) terhadap morfologi dari sifat komposit polipropilena dengan bahan pengisi selulosa mikrokristal dari tandan kelapa dengan perbandingan tertentu sebagai penguat komposit polipropilena yang terbiodegradasikan .

4. Bagaimana karakteristik dan interaksi dari polipropilena dengan bahan pengisi selulosa mikrokristal dari tandan kelapa dengan adanya anhidrida asam maleat yang diperiksa dengan uji tarik, FT-IR, SEM, DTA, XRD dan uji biodegradasi. 1.3 Pembatasan Masalah

Adapun masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini akan dibatasi pada : 1. Serat yang digunakan adalah serat yang berasal dari tandan kelapa yang

selanjutnya dibuat menjadi mikrokristal.

2. Polipropilena yang digunakan adalah polipropilena komersial.

3. Perbandingan komposisi PP-MCC yang digunakan adalah 100 : 0 , 90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50.


(24)

4. Pembuatan film dilakukan dengan metode kempa ( hot press ) 1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menyelidiki pengaruh penambahan komposisi selulosa mikrokristal dari tandan kelapa dengan perbandingan tertentu sebagai penguat komposit polipropilena yang terbiodegradasikan.

2. Menyelidiki pengaruh coupling agent asam maleat anhidrat (MA) terhadap morfologi dari sifat komposit polipropilena dengan bahan pengisi selulosa mikrokristal dari tandan kelapa dengan perbandingan tertentu sebagai penguat komposit polipropilena yang terbiodegradasikan .

3. Menyelidiki karakteristik dan interaksi polipropilena dengan bahan pengisi selulosa mikrokristal dari tandan kelapa dengan adanya Maleat Anhidrat yang diperiksa dengan uji tarik, FT-IR, SEM, DTA, XRD dan uji biodegradasi.

1.5 Manfaat Penelitian

Adanya penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :

1. Memanfaatkan limbah tandan kelapa menjadi bahan yang mempunyai nilai ekonomis.

2. Pemanfaatan selulosa mikrokristal dari limbah tandan kelapa sebagai bahan alternatif pengisi komposit polipropilena yang terbiodegradasi

3. Dengan adanya bahan plastik yang biodegradable diharapkan dapat mengurangi masalah pencemaran limbah plastik .

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen Laboratorium yaitu terdiri dari tiga tahapan. Tahapan yang pertama adalah pemisahan α-selulosa dari serat tandan kelapa dilakukan dengan metode Okhamafe yang kemudaian di hidrolisa dengan HCl 2,5 N untuk memperoleh mikrokristal selulosa. Tahapan kedua adalah membuat larutan


(25)

xilena. Tahap ketiga adalah pembuatan film yang dilakukan dengan metode kempa tekan pada suhu 160oC

Adapun variabel yang digunakan adalah:

dengan menggunakan benzoil peroksida sebagai inisiator/zat pendegradasi, polipropilena tergrafting maleat anhidrida

Variabel bebas :

1. Serat tandan kelapa diambil secara acak dari limbah kelapa. 2. Variasi massa mikrokristal selulosa 1 g ; 2 g; 3 g; 4 g dan 5 g.

Variabel tetap :

1. Pembuatan alfa selulosa menggunakan serat tandan kelapa sebanyak 75 g dengan suhu 90 o

2. Suhu dalam pembuatan bahan campuran polypropilen dan mikrokristal selulosa C.

adalah 170 o

3. MA 3% dari total perbandingan komposisi (sebanyak 10 ml dalam larutan xylena).

C dengan pelarut Xylen dan waktu 15 menit.

4. BPO 1% dari berat MA (sebanyak 10 ml dalam larutan xylena). Variabel terikat:

1. Analisa gugus fungsi dengan uji FTIR 2. Analisa sifat mekanis dengan uji tarik

3. Analisa Morfologi dengan uji permukaan (SEM) 4. Analisa sifat thermalnya dengan uji DTA

5. Analisa kemampuannya terurai di alam dengan uji biodegradasi dalam bentuk penyimpanan dalam tanah selama 30 hari.


(26)

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar USU, Laboratorium Kimia Polimer USU, Laboratorium Politeknik Loksemawe Banda Aceh dan Laboratorium PTKI Medan.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tandan Kelapa (Cocos Nucifera L)

Tanaman kelapa (Cocos Nucifera L) termasuk genus cocos yang hanya memiliki satu species yaitu cocos nucifera L, tetapi memiliki fenotipik yang sangat beragam. Keanekaragaman tanaman ini terutama pada sifat kecepatan berbunga pertama , warna buah, bentuk dan ukuran buah, jumlah buah pertandan, tinggi batang, hasil dan kualitas kopra. Indonesia merupakan negara penghasil kelapa utama dunia dengan luas 3,9 juta hektar, diikuti dengan filiphina seluas 3,2 juta hektar dan india seluas 1,9 juta hektar (jabatan pertanian malaysia, 2007). Kelapa (cocos nicifera L) merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan budaya dalam kehidupan masyarakat indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh baik di wilayah dengan iklim panas seperti Amerika, Asia, dan di Afrika. Tinggi tanaman kelapa mencapai 20-30 m. Batangnya bergaris tengah 20-35 cm, lurus dan tidak bercabang. Biasanya satu tandan kelapa tumbuh pada satu ketiak daun, jadi jumlah tandan sama dengan jumlah daun. Tanaman kelapa memiliki taksonomi klasifikasi sebagai berikut: Kingdom :Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom :Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi :Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi :Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas :Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas :Arecidae

Ordo :Arecales

Famili

Genus


(28)

Tinggi tanaman kelapa mencapai 20-30 m. Batangnya bergaris tengah 20 – 35 cm, lurus dan tidak bercabang. Normalnya tanaman ini tumbuh tegak lurus pada permukaan tanah, kecuali pada tanah yang lunak, kelapa seringkali tumbuh miring. Karangan bunga kelapa yang biasa disebut manggar tumbuh keluar dari ketiak daun setelah pohon kelapa mencapai umur tertentu. Biasanya satu tandan tumbuh pada satu ketiak daun, jadi jumlah tandan sama dengan jumlah daun. Bunga betinanya dalam bahasa Jawa disebut bluluk, dapat dimakan. Cairan manis yang keluar dari tangkai bunga disebut nira. Bila manggar kelapa disadap niranya, maka dari manggar tersebut tidak akan dihasilkan buah kelapa.

Kesemua bagian pohon kelapa berguna kecuali kemungkinannya bagian akar. menyirip sejajar tunggal, pelepah pada ibu tangkai daun pendek, duduk pada batang, warna daun hijau kekuninga dilindungi oleh bractea; terdapat bunga jantan dan betina, berumah satu, bunga betina terletak di pangkal karangan, sedangkan bunga jantan di bagian yang jauh dari pangkal (http:/eemoo-espirit.blogspot.com/2010/09/kelepacoconut.html).

Batangnya, yang disebut glugu dipakai orang sebagai kayu dengan mutu menengah, dan daunnya dipakai sebagai atap rumah setelah dikeringkan. Daun muda kelapa, disebut janur, dipakai sebagai bahan anyaman dalam pembuatan ketupat atau berbagai bentuk hiasan yang sangat menarik, terutama oleh masyarakat Jawa dan Bali dalam berbagai upacara, dan menjadi bentuk kerajinan tangan yang berdiri sendiri (seni merangkai janur). Tangkai anak daun yang sudah dikeringkan, disebut lidi, dihimpun menjadi satu menjadi sapu.

kuning, hijau, atau coklat; buah tersusun dari

disebut sabut, melindungi bagia

endokarp melindungi


(29)

dan fase padatannya mengendap pada dinding endokarp ketika buah menua; embrio kecil dan baru membesar ketika buah siap untuk berkecambah.

Gambar 2.1. Tanaman Kelapa dan tandan kelapa

Konstituen utama dari serat kelapa adalah : 1. Selulosa

2. Hemiselulosa

3. Lignin dan komponen - komponen vital lainnya yang disebut dengan “building block” dalam struktur sel. Serat kelapa secara alami merupakan multiselular dan diameternya dan panjang seratnya berbeda dimensinya dan biasanya sangat tebal pada bagian tengah serat.

4. Serat kelapa mengandung volume lignin dengan persentase yang tertinggi, dimana membuat serat kelapa ini sangat kuat dan kaku jika dibandingkan dengan serat alami lainnya. Hal ini menjadi pelengkap fakta bahwa lignin membantu menyediakan jaringan tanaman dan sel – sel individu dengan kekuatan yang baik dan juga kekakuan dinding sel serat melindungi karbohidrat dari kerusakan secara fisik maupun kimia.

5. Kandungan lignin juga mempengaruhi struktur; sifat; fleksibilitas, laju hidrolisis dan dengan kandungan lignin yang tinggi menjadikannya lebih halus dan lebih fleksibel (Rajan, et al, 2005).


(30)

Tabel 2.1 Komposisi Kimia dari Berbagai Jenis Serat Lignoselulosa Daun

kelapa sawit

Kelapa Daun nenas

Batang pisang

Softwood Hardwood

ekstraktif 4,5 6,4 5,5 10,6 0,2 – 8,5 0,1 – 7,7

Holoselulosa 83,5 56,3 80,5 65,2 60 – 80 71 - 89

α-selulosa 49,8 44,2 73,4 63,9 30 – 60 31 – 64

Lignin 20,5 32,8 10,5 18,6 21 – 37 14 – 34

Abu 2,4 2,2 2,0 1,5 < 1 < 1

Dikutip dari (Tsoumis, 1991) Hasil bioenergi kotor yang dihasilkan dari kelapa, termasuk nira, tempurung, dan sabut diperkirakan sebesar 316,1 MJ/pohon (Soerawidjaja (2006) di dalam Prastowo, (2007)). Tanaman kelapa yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bioenergi, diperhitungkan sekitar 25% dari luas areal tanam dan sekitar 25% yang memerlukan peremajaan, karena sudah tua, rusak, dan kurang terawat, sehingga diperhitungkan menghasilkan bioenergi sekitar 0,13 EJ atau 130 juta GJ (Prastowo, 2007).

Biomassa lignosellulosik dari tanaman kelapa seperti tandan kelapa, lembaran daun, dan sabut kelapa telah diujikan sebagai substrat untuk pembudidayaan jamur tiram Pleurotus sajr-caju (Fr.) yang dilaporkan oleh Thomas et al (1998). Budidaya jamur konsumsi adalah salah satu proses yang secara ekonomis dapat berjalan terus sebagai biokonversi dari limbah lignosellulosik. Tabel 2.2 Komposisi kimia dari bagian tanaman kelapa seperti yang dilaporkan oleh Thomas et al, 1998 adalah sebagai berikut :


(31)

Tabel 2.2 Komposisi kimia berbagai bagian dari tanaman kelapa

Bagian tanaman Selulosa (%)

Lignin (%)

Rasio selulosa lignin

Nitrogen (%)

Fenol (%)

Tangkai daun 31,73 25,08 1,31 0,31 2,84

Tandan 29,18 31,28 0,97 0,55 2,26

Pucuk daun muda 23,83 38,68 0,58 1,00 8,45

Sabut kelapa 22,00 34,73 0,06 0,41 1,28

Dikutip dari (Thomas et al, 1998) Pemilihan tandan kelapa (Cocos Nucifra L) sebagai bahan pembuatan mikrokristal selulosa adalah karena dilihat dari diameter dan panjang nya serat tandan kelapa merupakan serat multiseluler (Rajan et al, 2005) memiliki % lignin dan % slulosa yang tinggi sehingga membuat serat menjadi kuat dan kaku ( Tsoumis, 1991) dan merupakan serat terorientasi.

2.2 Material Komposit

Komposit adalah suatu bahan yang tersusun melalui pencampuran dua atau lebih bahan konstituen yang berbeda bentuk maupun komposisinya dan tidak larut satu sama lain. Penyusun komposit secara umum adalah logam, bahan organik dan anorganik. Bentuk bahan utama yang digunakan dalam pembentukan komposit adalah fiber, partikel, laminae atau layer, flakes, filler (pengisi) dan matriks. Matriks merupakan body constituent yang bertanggung jawab dalam pembentukan akhir komposit, sedangkan fiber, partikel, laminae, flake dan filler (pengisi), merupakan

constituent pembentuk struktur internal komposit.

Menurut Premasingan (2000) komposit dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Komposit jenis serat yang mengandung serat-serat pendek dengan diameter kecil yang disokong oleh matriks yang berfungsi untuk menguatkan komposit, seperti serat tandan sawit, serat sintetis, kaca atau logam.


(32)

2. Komposit jenis lamina yaitu komposit yang mengandung bahan pelapis yang diikat bersama antara satu sama lain dengan menggunakan pengikat.

3. Komposit jenis partikel yaitu partikel tersebar dan diikat bersama oleh matriks polimer.

Berdasarkan konstituennya (Schwart, 1984) komposit dapat dibagi menjadi lima , yaitu:

1. Komposit serat yang terdiri dari serat dengan atau tanpa matriks 2. Komposit flake yang terdiri dari flake dengan atau tanpa matriks 3. Komposit partikel yang terdiri dari partikel dengan atau tanpa matriks

4. Komposit rangka (komposit terisi) yang terdiri dari matriks rangka selanjar yang terisi dengan bahan kedua.

5. Komposit laminat yang terdiri dari konstituen lapiasan atau laminat.

Gambar 2.2 Pembagian komposit berdasarkan konstituennya (Schwartz,1984) Secara umum fasa matriks haruslah berperan sebagai (Kennedy dan Kelly, 1966): a. Bahan yang mampu memindahkan beban yang dikenakan kepada fasa tersebar atau

fasa penguat yang berfungsi sebagai media alas beban.

b. Bahan yang dapat menjaga fasa penguat atau fasa tersebar dari kerusakan oleh faktor lingkungan seperti kelembaban dan panas.

c. Pengikat yang memegang fasa penguat untuk menghasilkan antara muka fasa matriks dan fasa penguat yang kuat.


(33)

Fasa penguat atau fasa tersebar merupakan bahan yang bersifat lengai (inert)

dalam bentuk serat, partikel atau kepingan yang ditambahkan ke dalam fasa matriks untuk meningkatkan sifat mekanik dan fisik komposit, seperti kekuatan, kekakuan dan keliatan. Beberapa sifat yang dapat dihasilkan dengan menggunakan fasa penguat yaitu ( Ismail, 2004) : peningkatan sifat fisik, penyerapan kelembaban yang rendah, sifat pembahasan yang baik, biaya yang rendah dan mudah diperoleh, ketahanan api yang baik, ketahanan kimia yang baik, sifat kelarutan dalam air dan pelarut yang rendah, ketahanan terhadap panas yang baik, sifat penyebaran yang baik, dapat diperoleh dalam berbagai ukuran.

Komposit polipropilena dengan serat kayu (fiber wood) dapat digunakan sebagai pengganti bahan komposit konvensional yang mahal dan kurang bersahabat dengan lingkungan. Polipropilena adalah matrik polimer yang dapat didaur ulang sedangkan, serat kayu (fiber wood) diperoleh dari sumber yang dapat diperbaharui dan dapat terbiodegradasikan (Andrzejk, et al. 2004). Serat kayu yang merupakan serat alami (natural fiber) sebagai penguat (reinforcement) polipropilena mempunyai keuntungan dibandingkan dengan fiber glass, yaitu biaya rendah, berat jenis (density) rendah mempunyai kekakuan dan kekuatan yang spesifik, sifat termal yang baik, mempunyai nilai tambah dari hasil produksi pertanian yang rendah dan bersahabat dengan lingkungan seperti recovery energi dengan pembakaran yang bersih dari biodegradasi ( bledzki, A.K, et al. 1999)

Berbagai jenis pengisi digunakan dalam polimer alamiah dan polimaer sintetik untuk memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat fisik bahan. Penambahan pengisi bertujuan untuk mengurangi biaya, mewarnai dan menguatkan bahan polimer. Secara umum, keupayaan penguat suatu pengisi dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama yaitu: 1.Ukuran dan luas permukaan partikel

Peningkatan sifat fisik bahan polimer dapat dikaitkan denagn ukuran partikel pengisi. Contohnya, tegasandan modulus polimer berpengisi tergantung pada ukuran partikel. Ukuran partikel pengisi yang kecil akan meningkatkan tingkat penguatan polimer dibandingkan dengan ukuran partikel yang besar (Leblanc, 2002). Ukuran


(34)

partikel mempunyai hubungan secara langsung dengan permukaan per gram pengisi. Oleh sebab itu, ukuran partikel yang kecil akan memperluas permukaan sehingga interaksi diantara polimer matrik dan pengisi seterusnya akan meningkatkan penguatan baha polimer. Ringkaannya, semakin kecil ukuran partikel semakin tinggi interaksi antara pengisi dan matrik polimer. Kohls & beaucage (2002) melaporkan bahwa luas permukaan bahwa luas permukaan dapat ditingkatkan dengan adnya permukaan yang poros pada permukaan pengisi maka polimer dapat menembus masuk ke dalam permukaan yang poros semasa proses pencampuran.

Selain dari luas permukaan, kehomogenan penyebaran di dalam matrik polimer juga penting untuk meningkatka kekuatan interaksi diantara pengisi dan matriks polimer. Partikel yang berserakan secara homogen dapat meningkatkan interaksi mulai penyerapan polimer pada permukaan pengisi. Sebaliknya, partikel yang tidak berserakan secara homogen mungkin menghasilkan anglomerat dalam matriks polimer. Adanya anglomerat akan memperkecil luas permukaan dan seterusnya akan melemahkan interaksi diantara pengisi dan matriks dan mengakibatkan penurunan sifat fisik bahan polimer.

2.Bentuk dan Struktur Partikel

Bentuk partikel pengisi merupakan ciri yang penting selain dari pada ukuran partikel. Pengisi organik dan mineral memiliki bentuk yang berbeda. Terdapat tiga bentuk partikel pengisi yang utama yaitu sfera, platelet dan rod. Bentuk partikel dapat mempengaruhi sifat mekanik polimer

3. Aktivitas dan Sifat Kimia

Ukuran dan struktur partikel dikatagorikan sebagai ciri fisikal pengisi tetapi aktifitas permukaan dikatagorikan sebagai ciri kimia pengisi yang memberi kesan terhadap penguatan polimer (Kohls & Beucage, 2002). Kimia permukaan pengisi merupakan keupayaan pengisi untuk berinteraksi dengan polimer yang seterusnya akan menghasilkan ikatan. Pembentukan ikatan diantara polimer dan pengisi akan


(35)

meningkatkan kekuatan bahan. Ikatan diantara polimer dan pengisi dapat dibentuk apabila pengisi memiliki tempat yang aktif untuk berinteraksi dengan rantai polimer. Pengisi dapat diklasifikasikan menurut sifat - sifat kimia dan fisikanya.

Pada awalnya pengisi dapat dibagi atas pengisi organik dan anorganik tetapi dapat juga dibagikan pada pengisi berserat dan partikulat.

Ber

Gambar 2.3. Skema bahan pengisi polimer

Menurut Maulida, et al (2000), penggunaan pengisi alamiah sebagai penguat pada material komposit memberikan beberapa keuntungan dibanding bahan pengisi mineral, yaitu: kuat dan pejal, ringan, ramah lingkungan, sangat ekonomis dan sumber dapat diperbaharui. Tetapi disisi lain menurut Belmares, et al (1983), pengisi alamiah juga memiliki kelemahan dan kekurangan yaitu, mudah terurai karena kelembaban, adhesi permukaan yang lemah pada polimer hidrofobik, ukuran pengisi yang tidak seragam, tidak cocok dipakai pada temperatur tinggi dan mudah terpengaruh pada serangan serangga dan jamur. Diantara berbagai jenis bahan pengisi

Pengisi

Organik Anorganik

Berserat: -kapas -serbuk kayu -kelapa sawit -dsb

Tidak Berserat: -karbon hitam -grafit

-abu sekam padi -dsb

Berserat: -asbestos -serat kaca -serat kevlar -serat aramid -dsb

Tidak Berserat: -silika

-tanah liat -kalsium -mika -dsb


(36)

yang umum digunakan dalam komposit ialah serat kaca, serat karbon, serat kevlar, dan serat alamiah seperti serat kelapa, serat nenas, sera kelapa sawit, serat pohon karet, serbuk kayu dan sebagainya.

Telah banyak penelitian yang dilakukan dengan menggunakan bahan pengisi alami sebagai penguat pada komposit seperti: nenas, sisal, sabut kelapa, tempurung kelapa, rami, kapas, sekam padi, bambu dan tandan kosong kelapa sawit. Luo dan Netravali (1999) telah meneliti dan membuktikan bahwa sifat-sifat regangan dan fleksibilitas yang dihasilkan pada komposit dengan kandungan serat nenas yang berbeda-beda, lebih baik dibandingkan dengan resin tanpa pengisi. Belmeras, et al (1983), menemukan bahwa serat-serat sisal dan kelapa sawit memiliki sifat regangan, sifat kimia dan fisika yang sama sehingga baik digunakan sebagai bahan pengisi.

Serat selulosa saat ini banyak digunakan sebagai material penguat yang potensial karena memiliki banyak keuntungan seperti ketersediaan yang melimpah massa yang rendah, biodegradabel, murah, dapat diperbaharui, abrasif rendah, merupakan limbah biomassa, dan sifat-sifat mekanik yang baik (Bledzki et al, 1996)

Serat selulosa mempunyai kekuatan yang relatif tinggi, kekakuan yang tinggi, dan densitas yang rendah. 23. Perbedaan sifat mekanik dapat digabungkan kedalam serat alami selama periode pemrosesan. Teknik digesti pada serat adalah faktor yang sangat penting dalam menentukan struktur begitu juga nilai karakteristik serat. Modulus elastik dari sejumlah besar serat alami seperti kayu sekitar 10 GPa. Serat selulosa dengan modulus diatas 40 GPa dapat dipisahkan dari kayunya dengan proses kimia. Serat tersebut selanjutnya dapat dibagi menjadi mikrofibril dengan modulus elastik sebesar 70 GPa (Kalia et al, 2011).

Serat selulosa bersifat higroskopis; absorpsi kelembapan dapat menyebabkan penggelembungan serat sehingga menghasilkan keretakan mikro dari komposit dan degradasi sifat mekanik. Permasalahan ini dapat diatasi dengan mereaksikan serat ini dengan bahan kimia yang mengurangi gugus hidroksil yang terlibat dalam pembentukan ikatan hidrogen dalam molekul selulosa. Perlakuan secara kimia dapat


(37)

mengaktifkan gugus–gugus ini atau menghasilkan gugus baru yang dapat secara efektif terikat dengan matriks.

Nagaraja G. K et al, 2011 telah melaporkan pembuatan biokomposit berbahan modifikasi antara selulosa dengan poliasam laktat (PLA) dengan tujuan mengkarakterisasi sifat mekanik, absorpsi kelembapan, dan sifat biodegradasi. Hasilnya adalah bahwa selulosa dapat menurunkan absorpsi kelembapan, dan dapat juga mengurangi laju transmisi oksigen dengan meningkatkan konsentrasi selulosa modifikasi. Tetapi film modifikasi selulosa ini kurang efektif dalam memperlambat laju peresapan uap air (Laxmeshwar et al, 2012).

Perkembangan teknologi dewasa ini yang menuntut dihasilkannya produk yang ramah lingkungan dan lebih ekonomis, membuat setiap industri berusaha memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Di dalam pembuatan komposit, bahan pengisi yang mengandung selulosa menjadi perhatian yang besar karena kemampuannya sebagai penguat pada polimer – polimer termoplastik dengan titik peleburan yang rendah, salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan pengisi adalah selulosa yang diperoleh dari tandan kelapa.

2.3 Polipropilena

Salah satu bahan plastik yang umum digunakan adalah polipropilen (PP). Monomer-monomer penyusun rantai polipropilen adalah propilena yang diperoleh dari pemumian minyak bumi. Propilena, merupakan senyawa vinil yang memiliki struktur CH

2= CH-CH3. Secara industri polimerisasi polipropilena dilakukan dengan menggunakan katalisasi koordinasi. Proses polimerisasi ini akan menghasilkan suatu rantai linear yang terbentuk -A-A-A-A- dengan A merupakan propilena. Polipropilen biasanya didaur-ulang, dan simbol daur ulangnya adalah nomor "5": (http:// Wikipedia, diunduh pada september 2012). Berdasarkan struktur rantainya polipopilena terdapat tiga susunan gugus metil terhadap bidang utama rantai-rantai karbon, atau terdapat tiga isomer (taktisitas):


(38)

C H H C C C C C C C H CH3 H H H H H CH3 H H CH3 H H CH3 C H H C C C C C C C H CH3 H H H H H CH3 H H H CH3 CH3 H C H H C C C C C C C H CH3 H H H H CH3 H H H CH3 H H CH3

1. Isotaktik: Gugus-gugus metil berada pada sisi-sisi yang sama

2. Sindiotaktik: Gugus-gugus metil tertata secara berselang-seling pada sisi rantai

3. Ataktik: Gugus-gugus metil tertata secara acak pada rantai polipropilena (Hans, 1977).

Krisatlinitas merupaka sifat penting yang terdapat pada polimer yang menunjukkan susunan molekul yang lebih teratur. Sifat kristalinitas yang tinggi menyebabkan regangannya tinggi dan kaku. Dalam polipropilena, rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin dan amorf yang mana atom-atom yang terikat secara tetrahedral dengan sudut ikatan C-C sebesar 109,5°C dan membentuk rantai zig-zag planar (cowd, 1991). Polimer khas ruang (stereo spesifik) ini khususnya disintetik isotaktik sehingga kekristalinnya tinggi. Karena


(39)

keteraturan ruang ini rantai dapat terjejal sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas.

Kebanyakan polipropilena komersial merupakan isotaktik, Polipropilena memiliki titik lebur ~160 °C (320 °F), sebagaimana yang ditentukan Differential

Scanning Calorimetry

berawan, keras tetapi fleksibel, kuat, permukaan berlilin, tahan terhadap bahan kimia, panas dan minyak. Merupakan pilihan bahan plastik yang baik untuk kemasan pangan, tempat obat, botol susu, sedotan. Polipropilena juga lebih kuat dan lebih tahan dari polietilena.

Polypropylene memiliki sifat – sifat yang serupa dengan polyethylene Sifat mekaniknya dapat ditingkatkan sampai batas tertentu dengan jalan mencampurkan serat gelas dan pemuaian termal juga dapat diperbaiki sampai setingkat dengan bahan thermoseting. Sifat- sifat listriknya hampir sama dengan sifat-sifat pada polyethylene. Tahan kimianya kira-kira sama bahkan lebih baik dari pada polyethylene massa jenis tinggi.

Polypropylene paling umum digunakan untuk cetakan plastik, dimana hal ini disuntikkan ke dalam cetakan sementara cair, membentuk bentuk kompleks dengan biaya yang relatif rendah dan volume tinggi; contoh termasuk tutup botol, botol, dan alat kelengkapan. Polypropylene memiliki rumus molekul (C3H6)n. Massa jenisnya rendah (0,90 - 0,92) termasuk kelompok yang paling ringan diantara bahan polimer, dapat terbakar bila dinyalakan dibandingkan polyethylene massa jenis tinggi. Titik lelehnyanya tinggi sekali (176°C), kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekuatannya lebih tinggi tetapi tahan impaknya lebih rendah terutama pada temperatur rendah.Sifat-sifat umun polipropilena dapat dilihat pada tabel 2.3.


(40)

Tabel 2.3. Sifat Umum Polipropilena.

SIFAT UMUM POLIPPROPILENA

ASTM atau UL test

Properti Homopolimer

Co-Polymer

Flame Retardant

FISIK

D792 Densitas (lb/in3 (g/cm

) 3

0.333

) 0.905

0.333 0.897

0.035 0.988 D570 Daya serap air, 24jam (%) <0.01 0.01 0.02

MEKANIS

D638 Kekuatan Tarik (psi) 4,800 4,800 4,300 D638 Modulus Young (psi) 195,000 - -

D638 Elastisitas Yield (%) 12 23 28

D790 Kekuatan Lentur (psi) 7,000 5,400 - D790 Modulus Lentur (psi) 180,000 160,000 145,000 D695 Kekuatan Tekan (psi) 7,,000 6,000 -

D695 Modulus Tekan (psi) - - -

D785 Kekerasan, Rockwell R 92 80 -

D256 Pengaruh berkumai IZOD (ft-lb/in)

1.9 7.5 0.65

PANAS

D696 Koefisien Linear Ekspansi panas (x 10-5

6.2 in /in/°F)

6.6 -

D648 Defleksi panas suhu (°F / °C) pada 66 psi

pada 264 psi

210 / 99 125 / 52

173/ 78 110/ 43

106 / 41 57 / 14 D341 Titik Leleh (°F / °C) 327 / 164 327 327 / 164


(41)

2.3.1 Sifat-sifat Polipropilena

Poliproilena mempunyai konduktifitas panas yang rendah (0.12 w/m) , tegangan permukaan yang rendah, kekuatan benturan yang tinggi, tahan terhadap pelarut organk, bahan kimia organik, uap air, minyak, asam dan basa, isolator yang baik tetapi dapat dirusak oleh asam nitrat pekat, mudah terbakar dengan nyala yang lambat. Titik leleh 160 °C dan suhu dekomposisi 380 °C. Pada suhu kamar polipropilena nyaris tidak larut dalam toluena, dalam silena larut dengan pemanasan, akan tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida ( Al-malaika, 1983).

Sifat – sifat polipropilena serupa dengan sifat – sifat polietilen. Massa jenisnya rendah (0,90 – 0,92). Termasuk kelompok yang paling ringan diantara bahan polimer. Dapat terbakar jika dinyalakan , titik lunaknya tinggi sekali (176°C, Tm), kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekakuannya lebih tinggi, tetapi ketahanan impaknya rendah terutama pada suhu rendah. Sifat tembus cahayanya pada pencetakan lebih baik daripada polietilen dengan permukaan yang mengkilap, penyusutannya pada pencetakan kecil, penampilan dan ketelitian dimensinya lebih baik. Sifat mekaniknya dapat ditingkatkan sampai batas tertentu dengan jalan mencampurkan serat gelas. Pemuaian termal juga dapat diperbaiki sampai setingkat dengan resin termoset. Sifat – sifat listriknya hampir sama dengan sifat – sifat listrik polietilen. Ketahanan kimianya kira – kira sama bahkan lebih baik daripada polietilen massa jenis tinggi. Ketahanan retak – tegangannya sangat baik. Dalam hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon yang terklorinasi, larut pada 80°C atau lebih, tetapi pada suhu biasa hanya memuai.

Oleh karena itu sukar untuk diolah dengan perekatan dan pencapan seperti halnya dengan polietilen yang memerlukan perlakuan tertentu pada permukaannya. Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90 – 0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan


(42)

polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi. Kerapuhan polipropilena dibawah 0°C dapat dihilangkan dengan penggunaan bahan pengisi. Dengan bantuan pengisi dan penguat, akan terdapat adhesi yang baik.Polimer yang memiliki konduktivitas panas rendah seperti polipropilena (konduktivitas = 0,12 W/m) kristalinitasnya sangat rentan terhadap laju pendinginan. Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk barang jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat dari pada bagian luar, yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya, akan terjadi perbedaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya.

Polipropilena mempunyai tegangan (tensile) yang rendah, kekuatan benturan (impact strength) yang tinggi dan ketahan yang tinggi terhadap pelarut organik. Polipropilena juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses dan sangat tahan terhadap air karena sedikit sekali menyerap air, dan sifat kekakuan yang tinggi. Seperti polyolefin lain, polipropilena juga mempunyai ketahan yang sangat baik terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alcohol dan sebagainya. Tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida. Sifat kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan daya regangannya tinggi, kaku dan keras (Ahmad Hafizullah,2011)

2.3.2 Penggunaan Polipropilena

Polipropilena diproduksi sejak tahun 1958 dengan menggunakan katalis ziegler. Polimer khas ruang (stereo spesifik) ini khususnya disintesis isotaktik sehingga kekristalannya tinggi. Karena keteraturan ruang polimer ini, rantai dapat terjejal sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas. Sebagai jenis plastik komoditas , polipropilena banyak digukana untuk bagian dalam mesin pencuci, komponen mobil dan suku cadang otomotif, botol kemasan, margarin, isolaor plastik, kemasan (berupa lembaran tipis) makanan dan barang (cowd, 1991). Juga dapat digunakan utuk memebuat tali, karpet, kursi, tangkai pegangan, dan film.


(43)

C C C O C C

CH O

C C C C H O H O H O H OH OH H CH2OH

H

H OH

H

CH2OH OH

H

Sedangkan polipropilena daur ulang dapat digunakan untuk membuat sikat gigi, corong minyak, dan kabel baterai.

2.4 Selulosa

Selulosa berasal dari kata Selopan yang terdiri dari cello dan phane yaitu

cellulose dan diaphane (bahasa Perancis) dimana cello artinya selulosa dan phane

artinya transparan. Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer berrantai panjang, polisakarida karbohidrat dari beta-glukosa. Selulosa merupakan komponen struktural utama dari tumbuhan dan tidak dapat dicerna oleh manusia. Rumus bangun selulosa dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2.4. Rumus Bangun Selulosa (C6H12O5) (Mimms, 1993)

Selulosa merupakan senyawa organik yang terdapat pada dinding sel bersana lignin berperan dalam mengokohkan struktur tumbuhan. Kira-kira 40-45 % bahan kering dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa (Eero Sjostrom,1995). Selulosa tersusun atas glukosa. Selulosa lazim disebut serat dan merupaka polisakarida terbanyak.

Selulosa banyak terdapat pada dinding sel tanaman, alga dan jamur. Beberapa bakteri mengeluarkan selulosa dalam bentuk biofin. Selulosa banyak dijumpai di alam. Sekitar 33% dari bagian tanaman terdir dari selulosa (pada kapas sekitar 90% dan pada kayusekitar 50%). Dalam industri selulosa digunakan sebagai bahan pembuatan pulp dan kapas yang akan memproduksi kertas dan karton. Tanaman selulosa dapat digunakan sebagai rayon. Selain itu selulosa juga dapat digunakan


(44)

sebagai sumber bahan bakar alternatif dengan mengubah selulosa dari energi menjadi biofluels. Beberapa batang, terutama skala pemamah biak dan pemakan rumput, dapat mencerna selulosa dengan bantuan mikroorganisme sinbiotik. Selulosa tidak dapat dicerna oleh manusia dan dalam bentuk serat berfungsi untuk melancarkan pembuangan sisa makanan.

Selulosa ditemukan oleh ahli kimia Prancis yang bernama Anselme Payen yang diisolasinya dari tanaman dan ditentukan rumus kimianya selulosa yang diperoleh berhasil memproduksi polimer termoplastik yaitu seluloid oleh Hyatt Manufacturing Company pada tahun 1870. Herman Staudinger menentukan struktur polimer selulosa pada tahun 1920. Pada tahun 1992 disintesa pertama sekali oleh Kobyasi dan Shoda. Selulosa tidak mempunyai rasa dan bau, bersifat hidrofilik, tidak larut dalam kebanyakan bahan pelarut organik serta dapat terbiodegradasi.

Dibandingkan denagn pati, selulosa lebih bersifat kristal dimana pati berubah dari kristal menjadi amorf pada suhu berkisar antara 60-70°C dalam air, selulosa pada suhu sekitar 320°C dan pada tekanan 25Mpa berubah menjadi bentuk amorf dalam air. Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linear dan mempunyai kecendrungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra dan intermolekul. Berkas-berkas molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk mikrofibril, dalam mana tempat-tempat yang sangat teratur (kristalin) diselingi dengan tempat-tempat yang kurang teratur (amorf). Mikrofibril membentuk fibril-fibril dan akhirnya serat-serat selulosa. Sebagai akibat dari struktur yang berserat dan ikatan-ikatan hidrogen yang kuat selulosa mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut.

Untuk mengetahui kualitas dari selulosa, antara lain dengan pemantauan

Derajat polimerisasi (DP). Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :


(45)

1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.

2. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 - 90, dapat mengendap bila dinetralkan.

3. Selulosa γ (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi derajat

polimerisasinya kurang dari 15.

Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murmi). Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak.

2.4.1 Sifat-sifat Selulosa

Morfologi selulosa mempunyai pengaruh yang besar pada reaktivitasnya. Gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah amorf sangat mudah dicapai dan mudah bereaksi, sedangkan gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan antar rantai yang kuat mungkin tidak dapat dicapai sama sekali. Pembengkakan awal selulosa diperlukan baik dalam eterifikasi (alkali) maupun dalam esterfikasi (asam) (Eero Sjőstrőm, 1995). Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia. Selulosa dengan rantai panjang mempunyai sifat fisik yang lebih kuat, lebih tahan lama terhadap degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh biologis. Sifat fisika dari selulosa yang penting adalah panjang, lebar dan tebal molekulnya. Sifat fisik lain dari selulosa adalah:

1. Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, fotokimia maupun secara mekanis sehingga berat molekulnya menurun.

2. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam larutan alkali.


(46)

3. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Bila selulosa cukup banyak mengandung air maka akan bersifat lunak. Jadi fungsi air disini adalah sebagai pelunak.

4. Selulosa dalam kristal mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan dengan bentuk amorfnya (Fengel, 1995).

Sifat-sifat fisika selulosa dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4. Sifat-sifat fisika selulosa

Sifat Nilai

Rumus Kimia (C6H10O5

Kandungan Selulosa 44 – 99.6 % )n

Densitas 1 – 1.1 g/cm

Temperatur Bakar 290°C

3

Temperatur Maksimum Penggunaan 200 °C Kandungan Kelembapan 2 – 10% Absorpsi Kelembapan 420 – 1000%

Kandungan Abu 0.13 – 0.4 %

Ukuran Pori 100°A ( hanya polimer BM < 10.000)

Panjang Serat 22 – 290 µm

Diameter Serat 5 – 30 µm

Luas Permukaan Spesifik 1 m2/g (kering) atau 100 – 200 m2

/g (basah)


(47)

2.4.2 Mikrokristal Selulosa ( MCC )

Salah satu turunan selulosa adalah mikrokristal selulosa. Selulosa mikrokristal diperkenalkan pada awal tahun 1960-an merupakan eksipien terbaik dalam pembuatan tablet secara cetak langsung . Selulosa mikrokristal dibuat dengan cara hidrolisis terkontrol alfa selulosa, suatu pulp dari tumbuhan yang berserat dengan larutan asam mineral encer (Rowe, et al., 2009). Selulosa mikrokristal dapat diperoleh secara komersial dari berbagai kualitas dan merek dagang. Salah satu produk selulosa mikrokristal di perdagangan dikenal dengan merek dagang Avicel. Di alam kristal selulosa terdapat dalam dua bentuk utama, triklinik dan monoklinik. Daerah kristal disebut kristalit selulosa yang dibentuk oleh rantai seulosa karena interaksi antara ikatan vander walls dan ikatan hidrogen. Mikrokristalin selulosa ( MCC ) merupakan bentuk yang dimurnikan dari subunit poliselubiosa yang berasal dari selulosa melalui hidrolisa asam dari tumbuhan kayu ( Batlista et al, 1997 ).

Mikrokristalin selulosa ( MCC ) merupakan bagian hasil hidrolisa dengan asam mineral encer. Mikrokristal selulosa memiliki struktur paling teratur, homogenitas yang tinggi diantara bahan selulosa dengan batas derajat polimerisasi 150-250. Selulosa mikrokristalin menunjkkan reaktivtas terhadap karboksimetilasi, asetilasi dan oksidasi ( Kazakova , 2008 )

Mikrokristalin selulosa (MCC) digambarkan sebagai hasil pemurnian, sebagian depolimerisasi selulosa dengan mereaksikan α-selulosa, yang didapat sebagai pulp dari tanaman yang berserat dengan suatu asam mineral. Mikrokristalin selulosa komersial didapat dari berbagai tanaman gymnospermae (umumnya tanaman conifer) dan berbagai softwood dan tanaman hardwood dicotyledons. Selulosa mikrokristal dibuat dari tumbuhan berkayu dan kapas. Produk komersial selulosa mikrokristal yang ada di pasaran bersumber dari tumbuhan berkayu, misalnya konifer (Bimte dan Tayade, 2007; Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005). Mikrokrisstalin selulosa sebagai penguat komposit polimer memiliki keuntungan seperti renewability, biodegradabilitas, sifat mekanik yang baik dan luas kapasitas grafting spesies kimia


(48)

(kimia modifikasi), untuk meningkatkan sifat penghalang ( yakubu, A et al, 2011). Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa selulosa mikrokristal dapat dihasilkan dari kulit kacang kedelai, sekam padi, ampas tebu, kulit kacang tanah, tongkol jagung, bambu India dan lain-lain (Ejikeme, 2000).

Hasil penelitian Ohwoavrhua et al (2011) bahwa mereka telah membuat dan mengkarakterisasi mikrokristalin selulosa yang diperoleh dari serat kasar tanaman

Cochlospermum planchonii yang digunakan sebagai bahan pengisi dan bahan pengikat dalam tablet obat – obatan. Berdasarkan hasil yang didapat, MCC yang dapat diekstrak sekitar 21%. Material selulosa tersusun sebagai serat – serat selulosa yang tidak teratur dengan kandungan kelembapan 7,2% dan kadar abu 0,12%. Densitas yang diperoleh 1,38 (Ohwoavrhua et al, (2011).

Yakubu et al (2011) juga telah melaporkan bahwa mikrokristalin selulosa juga dapat dimodifikasi secara kimia dengan proses blending dengan polimer sintetik yakni polietilen menghasilkan kemasan yang biodegradable yang diaplikasikan pada industri tekstil, makanan dan farmasi.

Hasil blending yang diperoleh antara MCC dengan polietilen menunjukkan peningkatan sifat – sifat fisik seperti fleksibilitas, kehalusan, transparansi, kekuatan dan biodegradabilitas yang mana menunjukkan peningkatan hidrofobisitas relatif terhadap sampel yang non modifikasi. Modifikasi ini sangat penting untuk membawa perubahan terhadap interaksi permukaan antara selulosa dengan HDPE (high density polyethylene) berdasarkan prinsip “like dissolve like” (Yakubu et al, 2011).

Selulosa fibril secara alami memiliki polaritas permukaan yang tinggi (hidrofilik) dimana tidak dapat berinteraksi dengan baik dengan permukaan yang bersifat hidrofobik yang umumnya digunakan dalam polimer sintetik. Mikrokristalin selulosa sebagai penguat polimer komposit menarik perhatian lebih karena kelebihannya yang potensial seperti sifat terbarukan, biodegradabilitas, sifat mekanik yang baik dan kapasitas luas permukaannya yang memungkinkan penyesuaian atau


(49)

Hasil penelitian dari Yakubu et al (2011), yang memodifikasi mikrokristalin selulosa yang telah diasetilasi dan diblending dengan polietilen (AMCCPB) memperlihatkan kenaikan sifat mekanik dan sifat kimia, sebagai contoh dihasilkannya tekstur yang halus, transparan, fleksibel, dan biodegradabel.

Karekteristik yang dihasilkan dari proses blending antara mikrokristalin selulosa terasetilasi dengan polietilen mengindikasikan bahwa sifat penahan dalam selulosa dapat berinteraksi dengan polimer sintetik dan karenanya, dimungkinkan untuk proses blending dalam aplikasi untuk kemasan pada makanan, farmasi dan industri tekstil (Yakubu et al, 2011).

2.5 Degradasi Bahan Polimer

Degradasi adalah pemutusan rantai molekul polimer akibat adanya pengaruh cahaya panas, atmosfer, dan lingkungan. Material polimer yang telah mengalami degradasi akan mengalami oksidasi dengan sendirinya (auto-oksidasi) membentuk radikal peroksida, kemudian radikal ini akan merusak rantai olimer lain, sehingga proses perusakannya akan terus menerus terjadi. Polimer alam, seperti halnya lignin dan polisakarida, dapat terdegradasi menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana. Mekanisme umum degradasi polimer menjadi molekul yang sederhana dapat dijelaskan secara kimiawi. Organisme hidup mempunyai kemampuan untuk memproduksi bermacam-macam enzim yang dapat menghancurkan struktur biopolimer. Kerja suatu enzim sebagai katalisator dalam merombak struktur polimer merupakan kerja yang spesifik, artinya suatu enzim tertentu hanya memiliki kemampuan untuk mengkatalisis suatu reaksi kimia tertentu pula.

Biodegradasi material organik, terutama Biodegradasi material organik, terutama polimer alam seperti selulosa, lignin, atau karet alam, dapat terjadi akibat serangan secara mikrobiologis terhadap material tersebut. Mikroorganisme mempunyai kemampuan memproduksi bermacam-macam enzim yang dapat bereaksi dengan polimer alam. Reaksi enzimatik terhadap polimer merupakan suatu proses kimiawi dimana mikroorganisme memperoleh sumber makanan dari polimer.


(50)

Fenomena biodegradasi terhadap material organik, termasuk polimer, terlihat dari fakta bahwa dalam siklus makanan di alam, secara langsung atau tidak, cepat atau berangsur-angsur, material yang ada akan berkurang jumlahnya, artinya material inilah yang sebagian atau seluruhnya digunakan sebagai sumber

nutrisi oleh mikroorganisme.

Studi tentang biodegradasi dapat dilakukan dalam lingkungan yang sesungguhnya; yaitu dipendam dalam tanah, atau dilakukan dengan metode simulasi. Metode simulasi dapat dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme campuran atau dengan mikroorganisme tertentu yang telah diketahui jenisnya. Hasil yang ada menunjukkan bahwa laju biodegradasi oleh mikroorganisme campuran umumnya berlangsung lebih cepat, namun sukar untuk memperkirakan mekanisme degradasi yang terjadi. Pada tulisan ini akan dibahas berbagai karakterisasi yang perlu dilakukan untuk menentukan kemudahan biodegradasi dari polimer dan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi, sifat termal, dan kristalinitas akibat biodegradasi serta pengamatan kerusakan permukaan akibat biodegradasi. Kemudahan biodegradasi dapat dilakukan melalui analisis kuantitatif dengan teknik gravimetri.

Kestabilan polimer akan terganggu dan berkurang bahkan hilang seiring berjalannya waktu, proses ini dikenal dengan proses degradasi polimer. Penggunaan bahan polipropilena dalam lingkunagn suhu tinggi, misalnya dalam suku cadang mesin dan industri otomotif, selalu diharapkan dengan masalah degradasi termal. Mekanisme sirkulasi degraddasi polimer dapat dilihat pada gambar 2.5


(51)

Tahap pertama adalah tahap inisiasi , dimana pada tahap ini radikal bebas menginisiasi terjadinya reaksi oksidasi , tahap kedua adalah propagasi dimana radikal bebas yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen daan diakhiri dengan tahap terminasi atau tahap pengakhiran dari reaksi oksidasi . Kenaikan energi kinetik molekul pada suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya pemutusan rantai polimer (R-R) membentuk makroradikal, yang memicu degradasi selanjutnya, seperti yang ditunjukkan pada reaksi berikut :

R R 2R*

Degradasi polimer merupakan suatu proses kerusakan atau penurunan mutu yang pada dasarnya berkaitan dengan terjadinya perubahan sifat, karena putusnya ikatan rantai. Selama proses pengolahan menjadi barang setengah jadi, bahan polimer ini juga mengalami degradasi oleh pengaruh radiasi ultra violet dalam sinar matahari. Disamping itu kondisi lingkungan seperti adanya oksigen dan bahan-bahan kimia oksidator turut pula mempengaruhi kecepatan degradasi. Jika bahan baku polimer dikenakan terhadap kondisi tertentu maka akan mengalami degradasi. Perubahan yang diamati selama degradasi dapat dilihat dari hasil perubahan struktur dari bahan polimer., kehilangan atau perubahan dalam setiap bahan senyawa dan perubahn sifat-sifat mekanis. Proses degradasi polimer dapat dipercepat atau pun diperlambat. Faktor-faktor yang dapat mempercepat terjadinya degradasi polimer adalah antara lain : panas (degradasi termal), penyinaran (degradasi UV), gesekan, bakteri (biodegradasi), oksigen (bahan kimia), waktu atau umur polimer (Gerald dan Norman,G, 1985)

Penurunan kestabilan/ degradasi polimer ini tidak hanya membuat suatu polimer itu hancur tetapi juga dengan terjadinya penurunan sifat seperti menurunnya elastisitas (kehilangan kekenyalan sehingga jaddi lembut/lengket), perubahan warna (jadi buram), dan terjadinya proses oksidasi bahkan polimer bisa mengalami proses depolimerisasi yang lebih dikenal dengan perombakan polimer. Misalnya bila dipanasskan beberapa polimer terurai akibat kehilangan satuan monomernya satu per


(52)

satu pada reaksi yang ada pada dasarnya merupakan reaksi kebalikan dari polimerisasi.

Polimerisasi

Monomer Polimer Depolimerisasi

Pengguraian polimer oleh energi bahan biasanya terabaikan pada suhu normal karena energi pengaktifan bagi depolimerisasi sangat tinggi dibandingkan dengan polimerisasinya. Namun pada suhu tinggi laju depolimerisasi menjadi sama. Kemerosotan mutu polimer sering kali terjadi karena pengaruh gabungan dari sinar matahari dan oksigen. Pengaruh gabungan ini mengeraskan permukaan polimer sehingga polimer menjadi rapuh. Adakalanya bahan bening menjadi berwarna gelap kerena atom hidrogen berlepasan dari rantai sebagai radikal, membentuk gas hidrogen atau air, akibat oksidasi menghasilkan sederetan ikatan ganda yang terberbentuk dalam polimer (Cowd, 1991).

2.6 Biodegradasi Polimer

Polimer terbiodegradasikan bila ditempatkan di lingkungan bioaktif, seperti kompos, akan pecah menjadi gas karbon dioksida dan air di bawah aksi bakteri dan jamur. Ada dua langkah utama didalam proses biodegradasi, pertama melibatkan depolimerisasi atau pemutusan rantai polimer menjadi oligometer, dan yang kedua adalah mineralisasi dari oligomer yang dihasilkan. Langkah depolimerisasi secara normal terjadi diluar mikroorganisme dan melibatkan endo dan ekso enzim.endo enzim menyebabkan pemelahan acak di rantai utama, sementara eksso enzim menyebabkan pemutusan urutan dari terminal monomer dalam rantai polimer utama. Begitu depolimerisasi terjadi, fragmen oligomer ukuran kecil terbentuk. Fragmen ini diangkut ke dalam sel dimana mineralisasi terjadi. Mineralisasi digambarkan sebagai konversi polimer ke dalam biomassa, mineral, air, CO2, CH4, dan N2. Langakh mineralisasinya biasanya terjadi secara intraseluler. (Abubakar, 2009)


(53)

Persyaratan yang utama untuk memulai proses biodegradasi adalah bahwa rantai polimer harus berisi ikatan kimia yang bersifat rentan terhadap hidrolisis atau oksidasi yang enzimatik. Gugus fungsi kimia yang paling umum dengan sifat ini adalah ester. Ikatan peptida didalam protein dapat juga dihidrolisis secara enzimatis. Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan degradasi adalah percabangan, hidrofilisitas/ hidrofobisitas, berat molekul, kristalinitas, stereokimia, kelenturan rantai, dan morfologi. Polisakarida dan protein adalah substrat yang baik untuk serangan enzimatik karena sifatnya yang hidrofilik. Ketiadaan pencabangan dan menurunnya kristalinitas juga meningkatka biodegradabilitas. Persyaratan berikutnya untuk biodegradasi adalah keberadaan dari mikroorganisme yang ssuai untuk menyatukan enzim spesifik yang diperlukan untuk depolimerisasi dan mineralisasi polimer target. Dua langkah ini dalam proses biodegradasi mungkin tidak melibatkan mikroorganisme yang sama. Poliemer alami, seperti polisakarida, protein, dan selulosa, dengan mudah terbiodegradasi karena banyak mikroorganisme menghassilkan enzim yang diperlukan untuk metabolisme senyawa ini tersedia secara alami. Persyaratan terakhir untuk proses biodegradasi adalah suatu lingkungan yang dengan baik diatur dimana mikroorganisme yang diinginkan dapat tumbuh dengan subur.

Plastik sampai ketanah dengan dua cara yaitu secara sengaja (pengkomposan dan keperluan pertanian) dan secara tidak sengaja (pembuangan). Faktor lingkungan pada tanah dibagi menjadi dua kelas, yaitu:

a. Faktor permukaan (sinar matahari : efek irradiasi UV, dan efek panas, curah hujan dan irigasi, makrorganisme).

b. Faktor bawah tanah (struktur tanah : tekstur, sifat kimia-fisika tanah : temperatur, mimeral, dan kapasitas penukar kation, bahan organik, air, pH, kandungan gas, sifat biologi tanah)

Degradasi mengubah kimia poliemer sehingga meterial yang aman sebelumnya bisa bersifat racun setelah biodegradasi. Produk intermediet dapat berupa monomer, oligomer, turunan metabolik dan dapat berinteraksi dengan organisme


(54)

hidup. Sehingga penting untuk mengetahui pengaruh ekotoksik polimer terhadap tanah. Metode yang dapat dilakukan adalah :

a. Keracunan pada hewan (nematoda, oligovhaeta, anthropoda, dan gastropoda). b. Keracunan pada tumbuhan.

c. Keracunan pada mikroba ( metabolisme, jumlah, pertumbuhan, kelakuan). (Bastioli, 2005)

Prosedur analitik untuk mengamati biodegradasi antara lain dengan : pengamatan visual, perubahan sifat mekanik dan massa molar, pengukuran pengurangan berat (penentuan polimer residu), konsumsi O2/ perubahan CO2, penentuan biogas, pelabelan radio aktif, pembentukan daerah nyata (pada cawan agar), pengukuran DOC, penurunan densitass optik, penurunan ukuran partikel, dan penentuan asam bebas. Standardisasi uji biodegradasi berdasarkan lingkungan uji yakni pengujian kompos, pengujian biodegradasi anaerobik, dan pengujian biodegradasi tanah (Abubakar, 2009).

2.7 Kekuatan Tarik UTS ( Ultimate Tensile Strength)

Kekuatan tarik / tegangan merupakan salah satu sifat dasar bahan polimer yang penting dan sering digunakkan untuk karakterisasi satu bahan polimer. Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui perubahan bentuk sampel atau bahan yang diuji. Pertambahan panjang (∆l) yang terjadi akibat kakas tarikan yang diberikan pada sampel uji disebut dengan deformasi sedangkan regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang semula.. Rumus regangan dapat dilihat pada pers (1)

ɛ = ∆�

� 0 x 100% ...(1)

keterangan :

ɛ = Regangan (%) l0

∆l = Pertambahan panjang (mm) = Panjang mula-mula (mm)


(55)

Dengan demikian regangan merupakan ukuran kekenyalan (kemuluran) suatu bahan yang biasanya dinyatakan dalam %. Besarnya kekuatan tarik dapat diperoleh dari kurva aluran tegangan atau regangan. Kekuatan tarik atau tegangan diukur dari besarnya beban maksimum (F maks) yang digunakan untuk memutuskan / mematahkan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang awal (Ao

σ =�����

�0 ...(2)

) dan secara matematis dapat dilihat pada pers (2).

Keterangan :

σ = tegangan atau kekuatan tarik (kgf/mm2 F

) maks

A

= baban maksimum (kgf) 0 = luas penampang (mm2)

2.8 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Teknik SEM merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan spesimen. Gambar tampilan permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan tonjolan , lekukan dan lubang pada permukaan , gambar topografi diperoleh dari penangkapan sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor sehingga diperoleh gambar khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen, selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan film hitam putih.

Pada dasarnya SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan yang dipantulkan atau berkas sinar elektrom sekunder. SEM menggunakan prinsip scanning dimana berkas elektron diarahkan pada titik-titik pada permukaan spesimen. Gerakan elektron tersebut dinamakan scanning atau gerakan membaca. Sampel yang akan dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitasnya rendah sehingga saat analisa SEM , bahan polimer harus dilapisi dengan bahan konduktor yang tipis. Konduktor yang biasa digunakan adalah perak , tetapi untuk


(56)

analisa pada jangka waktu yang lama penggunaan emas atau campuran emas dan paladium akan lebih baik.

2.9 Analisis Termal Bahan Polimer

Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi juga terjadi proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya .

Differensial Thermal Analysis (DTA) adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk menentukan sifat termal suatu bahan polimer. DTA merupakan suatu metode yang dapat mencatat perbedaan suhu antara sampel dan senyawa pmbanding, baik terhaap waktu ataupun suhu.

Dalam bidang polimer DTA sering digunakan untuk menentukan temperatur leleh (Tm) dan temperatur gelas (Tg). Temperatur leleh adalah temperatur pada saat polimer mengalami pelelehan secara sempurna , sedangkan temperatur transisi gelas (Tg

Metode DTA mempunyai kelebihan dapat memberikan hasil yang spesifik untuk suatu sampel, karena tidak ada dua materi yang memberikan suatu kurva yang sama persis walaupun mempunyai perbedaan yang sangat kecil dari struktur kristal dan komposisi kimia. Puncak-puncak yang dihasilkan akan berbeda baik dari luas ataupun bentuk puncak sehingga kurva yang dihassilkan khas untuk setiap jenis material. Kekurangan DTA adalah terlihat perbedaan yang nyata pada jangkauan temperatur yang lebar sehingga diperlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai jangkauan tersebut, dan kurva yang dihassilkan sangat tergantung pada peralatan dan teknik penentuan sehingga untuk jenis material yang sama jika dianalisis dengan dua alat yang berbeda akan memberikan kurva yang sedikit berbeda.

) adalah temperatur pada saat terjadinya perubahan sifat polimer dari elastis menjadi kaku.


(57)

2.1.0 Analisis Spektroskopi Infra Merah (FT-IR)

Spektroskoi IR merupakan suatu metoda analisis yang dipakai untuk karakterisasi bahan polimer dan analisis gugus fungsi, dengan cara menentukan dan merekam hasil spektra residu dengan serapan energi oleh molekul organik dalam daerah sinar infra merah. Daerah infra merah didefinisikan sebagai daerah yang memiliki panjang gelombang 1 – 500 nm. Setiap gugus dalam molekul umumnya mempunyai karakteristik sendiri, sehingga spektroskopi IR dapat digunakan untuk mendeteksi gugus yang spesifik pada polimer. Intensitas pita serapan merupakan ukuran konsentrasi gugus yang khas yang dimiliki oleh polimer (Seymour, 1975). Untuk dapat mengidentifikasi data infra merah dari bahan polimer, diperlukan suatu persyaratan yaitu zat yang diselidiki harus homogen secara kimia. Tahap awal identifikasi bahan polimer, serapan yang karakteristik untuk masing-masing bahan polimer harus diketahui dengna membandingkan spektrum yang telah dikenal. Pita serapan yang khas akan ditunjukkan oleh monomer penyusunan material dan struktur molekulnya (Billmayer, 1984)

Metoda ini didasarkan pada interaksi antara radiasi infra merah dengan materi (interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik). Interaksi ini berupa absorpsi pada frekuensi atau panjang gelombang tertentu yang berhubungan dengan energi transisi antara berbagai keadaan energi vibrasi, rotasi, dan molekul. Radiasi infra merah yang pentinga dalam penentuan struktur atau analisa gugus fungsi terletak pada 400 cm-1 – 650cm-1

2.1.1 X-Ray Diffraction (XRD)

X-Ray Diffraction (XRD) adalah teknik analitik yang sesuai untuk menguji Kristal zat padat, seperti keramik, logam, materi elektronik, materi geologi, organic, dan polimer. Materi tersebut dapat berupa serbuk, kristal tunggal, film tipis dengan banyak lapisan (multilayer thin-film), lembaran, serat (fiber), atau materi dengan bentuk tak beraturan. Prinsip dasar yang digunakan untuk menentukan system kristal adalah dengan menggunakan Hukum Bragg pada persamaan (3)


(58)

2 d sin Ѳ = n λ ...(3)

dimana d adalah jarak antar bidang kisi, Ѳ adalah sudut pengukuran, n adalah indeks, sedangkan λ adalah panjang gelombang sumber sinar-x . Prinsip kerja XRD adalah difraksi sinar –X yang disebabkan oleh adanya hubungan fasa tertentu antara dua gerak gelombang atau lebih sehinnga paduan gelombang tersebut saling menguatkan. Sinar –X dihamburkan oleh atom-atom dalam zat padat mineral. Ketika sinar –X jatuh pada kristal dari mineral maka akan terjadi hamburan ke segala arah yang bersifat koheren. Sifat hamburan sinar –X yang koheren mengakibatkan sifat saling menguatkan atau saling melemahkan pada paduan gelombang.

2.1.2 Mekanisme Reaksi

Berikut adalah kemungkinan reaksi yang terjadi pada penelitian yang dilakukan 1. Dekomposisi Peroksida

Benzoil Peroksida radikal Benzoil peroksida

.

+ CO2

C O

O O

C

O

2 C

O

O

135oC


(1)

Lampiran 11

Hasil uji XRD sebelum Biodegradasi

# Data Infomation

Group : Standard Data : poppy

Sample Nmae : PP:MCC sebelum biodegradasi Comment :

Date & Time : 04-01-13 12:11:26 # Measurement Condition

X-ray tube

target : Cu

voltage : 40.0 (kV) current : 30.0 (mA) Slits

Auto Slit : not Used

divergence slit : 1.00000 (deg) scatter slit : 1.00000 (deg) receiving slit : 0.30000(mm) Scanning

drive axis : Theta-2Theta

scan range : 10.0000 - 40.0000 (deg) scan mode : Continuous Scan

scan speed : 2.0000 (deg/min) sampling pitch : 0.0200 (deg) preset time : 0.60 (sec) # Data Process Condition

Smoothing [ AUTO ] smoothing points : 21 B.G.Subtruction [ AUTO ] sampling points : 27 repeat times : 30

Ka1-a2 Separate [ MANUAL ] Ka1 a2 ratio : 50 (%) Peak Search [ AUTO ] differential points : 23

FWHM threhold : 0.050 (deg) intensity threhold : 30 (par mil) FWHM ratio (n-1)/n : 2

System error Correction [ YES ]


(2)

(3)

(4)

Lampiran 12

Hasil uji XRD sebelum Biodegradasi

# Data Infomation

Group : Standard Data : poppy1

Sample Nmae : pp:mcc sesudah biodegradasi Comment :

Date & Time : 04-02-13 10:31:57 # Measurement Condition

X-ray tube

target : Cu

voltage : 40.0 (kV) current : 30.0 (mA) Slits

Auto Slit : not Used

divergence slit : 1.00000 (deg) scatter slit : 1.00000 (deg) receiving slit : 0.30000(mm) Scanning

drive axis : Theta-2Theta

scan range : 10.0000 - 40.0000 (deg) scan mode : Continuous Scan

scan speed : 2.0000 (deg/min) sampling pitch : 0.0200 (deg) preset time : 0.60 (sec) # Data Process Condition

Smoothing [ AUTO ] smoothing points : 0 B.G.Subtruction [ AUTO ] sampling points : 0 repeat times : 0


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Sebagai Bahan Pengisi Tablet Ekstrak Etanol Sabut Buah Pinang (Areca Catechu L.)

5 81 94

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Limbah Tandan Kelapa Mudan Cocos nucifera Linn) sebagai Bahan Pengisi dalam Film layak Makan Pati Tapioka dengan Gliserol sebagai Plastisiser

17 142 134

PEMBUATAN MIKROKRISTAL SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

6 43 55

KEMAMPUAN ALFA SELULOSA DARI SABUT KELAPA HIJAU (Cocos nucifera L.) SEBAGAI BIOADSORBEN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd).

0 2 13

Optimasi Hidrolisis Selulosa dari Tandan Kosong Kelapa Sawit menjadi Selulosa Mikrokristal dan Aplikasi sebagai Pengisi pada Komposit Polimer Termoplastik Pati Singkong

0 0 20

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Limbah Tandan Kelapa Mudan Cocos nucifera Linn) sebagai Bahan Pengisi dalam Film layak Makan Pati Tapioka dengan Gliserol sebagai Plastisiser

0 1 7

PEMANFAATAN MIKROKRISTAL SELULOSA LIMBAH TANDAN KELAPA MUDA (Cocos nucifera Linn) SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM FILM LAYAK MAKAN PATI TAPIOKA DENGAN GLISEROL SEBAGAI PLASTISISER

0 0 18

Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Dari Tandan Kelapa (Cocos Nucifera L) Sebagai Pengisi Plastik Polipropilena Yang Terbiodegradasikan

0 1 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kelapa (Cocos Nucifera L) - Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Dari Tandan Kelapa (Cocos Nucifera L) Sebagai Pengisi Plastik Polipropilena Yang Terbiodegradasikan

0 0 36

PEMANFAATAN SELULOSA MIKROKRISTAL DARI TANDAN KELAPA (Cocos Nucifera L) SEBAGAI PENGISI PLASTIK POLIPROPILENA YANG TERBIODEGRADASIKAN

0 0 18