Penentuan Kadar Kalium Dalam Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guinensis Jack ) Dengan Metode Flame Photometry

(1)

PENENTUAN KADAR KALIUM DALAM TANDAN KOSONG

KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis Jack) DENGAN

METODE FLAME PHOTOMETRY

SKRIPSI

ANITA MARPAUNG

130822035

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

PENENTUAN KADAR KALIUM DALAM TANDAN KOSONG

KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis Jack) DENGAN

METODE FLAME PHOTOMETRY

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ANITA MARPAUNG

130822035

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KADAR KALIUM DALAM

TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis

guinensisJack ) DENGAN METODE FLAME

PHOTOMETRY

Kategori : Skripsi

Nama : ANITA MARPAUNG

Nomor Induk Mahasiswa : 130822035

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, April 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 , Pembimbing 1,

Jamahir Gultom, Ph. D Prof. Dr. Harlem Marpaung

NIP. 195209251977031001 NIP.194804141974031001

Disetujui oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR KALIUM DALAM TANDAN KOSONG

KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis Jack ) DENGAN

METODE FLAME PHOTOMETRY

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2015

ANITA MARPAUNG 130822035


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Sains di Fakultas MIPA USU. Adapun judul skripsi ini adalah “ Penentuan Kadar Kalium dalam Tandan Kosong Kelapa Sawit ( Elaeis guinensis Jack ) dengan metode Flame Photometry “.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Jamahir Gultom, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan panduan serta pemikiran dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS, selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Bapak Drs. Albert Pasaribu,M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU.

4. Bapak Dr. Darwin Yunus Nst, M.S, selaku Koordinator Kimia Ekstensi.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar FMIPA USU serta staf pegawai di Departemen Kimia FMIPA USU.

6. Teman-teman penulis semua Mahasiswa Kimia Ekstensi 2013 dan adik-adik Kimia Analis 2012 yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

7. Kak Tiwi Laboran Kimia Analitik FMIPA USU dan adik- adik S1 Kimia stambuk 2011 dan 2012 asisten Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU yang sangat membantu penulis hingga penelitian ini selesai.

Secara khusus penulis ingin menyampaikan juga rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak tercinta D. Marpaung dan Mama tercinta R. br. Siahaan yang senantiasa memberikan doa serta dukungan moril dan materil hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada kakak dan abang yang penulis kasihi Maria Marpaung, S.T, Meylinda Marpaung, Chrisnawaty Marpaung, S.Pi, Laurianus Malau, S.Ag dan Christison Marpaung,A.Md, yang selalu memberi dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Mengingat keterbatasan kemampuan dan waktu yang ada, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan segala saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2015 Penulis


(6)

PENENTUAN KADAR KALIUM DALAM TANDAN KOSONG

KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis Jack ) DENGAN METODE

FLAME PHOTOMETRY

ABSTRAK

Penelitian tentang penentuan kadar kalium dalam tandan kosong kelapa sawit ( Elaeis guinensis Jack ) telah dilakukan secara Flame Photometry. Sampel diambil dengan metode acak dari lima daerah di Sumatera Utara dengan perbedaan ketinggian yaitu Kecamatan Datuk Bandar, Tanjung Balai < 25 m dpl; Kecamatan Meranti, Kisaran 50-100 m dpl; Kecamatan Bosar Maligas, Simalungun 150-200 m dpl; Kecamatan Simarimbun, Pematang Siantar 250-300 m dpl dan Kecamatan Sari Matondang, Sidamanik 350-400 m dpl. Sampel didestruksi dengan dilarutkan dengan HNO3(p), ditambahkan H

2O2 30% dan dilanjutkan dengan pemanasan setelah penambahan HNO

3(p),. Penentuan kandungan kalium dilakukan dengan flame photometer pada

�spesifik 767,5 nm. Hasil yang diperoleh dari daerah Tanjung Balai 11,83 % ; Kisaran 17,56%; Simalungun 21,89%; Pematang Siantar 24,68 % dan Sidamanik 25,14 %. Dari data yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi suatu daerah dari permukaan air laut maka semakin rendah suhunya dan semakin baik penyerapan air , penyerapan nutrisi, potensi air kelapa sawit dan efisiensi cahaya sehingga kandungan kalium dalam tandan kosong kelapa sawit meningkat.


(7)

THE DETERMINATION OF POTASSIUM IN THE OIL PALM

EMPTY FRUIT BUNCHES WITH FLAME PHOTOMETRY

ABSTRACT

Research on the determination of potassium in the oil palm empty fruit bunches have done Flame Photometry. The samples were taken at random method from five areas in Northen Sumatera with a height difference is Datuk Bandar district at Tanjung Balai < 25 m asl, Meranti district at Kisaran 50-100 m asl, Bosar Maligas district at Simalungun 150-200 m asl, Simarimbun district at Pematang Siantar 250-300 m asl, and Sari Matondang district at Sidamanik 350-400 m asl. The sample digested destruction using HNO

3 concentrated and H2O2 30% than heating with the addition of HNO

3 concentrated. Determination of potassium content has done by flame photometre on �spesifik 767,5 nm. The result obtained from this reseach showed that Potassium contents in the samples respectively was Tanjung Balai 11,83%; Kisaran 17,56%; Simalungun 21,89%, Pematang Siantar 24,68%, and Sidamanik 25,14%. The data obtained showed the better the water absorption, nutrient uptake, water potensial in palm oil and eficiency of light so that the content of potassium in the cluster


(8)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Lokasi Penelitian 4

1.7. Metodologi Penelitian 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1. Kelapa Sawit 6

2.2. Jenis- Jenis dan Ekofisiologi Kelapa Sawit 7

2.2.1. Jenis- Jenis Kelapa Sawit 7

2.2.2. Ekofisiologi Kelapa Sawit 8

2.3. Tandan Kosong Kelapa Sawit 10

2.4. Pupuk 12

2.5. Kalium 13

2.5.1. Peranan Kalium dalam Tanaman 14

2.5.2. Defisiensi Kalium pada Tanaman 15

2.5.3. Toksis Kalium pada Tanaman 16

2.6. Destruksi 16

2.7. Flame Photometer 18

2.7.1. Prinsip Dasar Flame Photometer 18

2.7.2. Cara Kerja Flame Photometer 19

BAB 3. METODE PENELITIAN 21

3.1. Alat- Alat 21

3.2. Bahan-Bahan 21

3.3. Prosedur Penelitian 22

3.3.1. Pembuatan Larutan Standar Kalium 100 ppm 22 3.3.2. Pembuatan Larutan Seri Standar Kalium 1,2,3,4 ppm 22 3.3.3. Pembuatan Kurva Larutan Standar Kalium 22

3.3.4. Perlakuan Terhadap Sampel 22

3.3.4.1. Penyediaan Sampel 22

3.3.4.2. Penentuan Kadar Kalium dengan destruksi 23 Basah Menggunakan Flame Photometer


(9)

3.4. Bagan Penelitian 24

3.4.1. Penyediaan Sampel 24

3.4.2. Analisa Sampel dengan Destruksi Basah Menggunakan 25 Flame Photometer

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26

4.1. Hasil Penelitian 28

4.1.1. Pengolahan Data 28

4.1.1.1. Perhitungan Penetapan Garis Regresi 28 4.1.1.2. Perhitungan Koefisien Korelasi 29

4.1.1.3. Penentuan Kadar Analit 30

4.1.1.4. Perhitungan Persentase Kalium dalam Tandan

Kosong Kelapa Sawit 31

4.2. Pembahasan 32

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 36

5.1. Kesimpulan 36

5.2. Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit 11 Tabel 4.1. Data Persentase (%) Kalium dalam Tandan Kosong

Kelapa Sawit 26

Tabel 4.2. Data hasil pengukuran emisi dalam Larutan Standar K+ dengan Metode Flame Photometer pada

��������� = 767,5 nm 27

Tabel 4.3. Data Hasil Penurunan Persamaan Garis Regresi untuk

Larutan Seri standar K+ 28

Tabel 4.4. Data hasil pengukuran emisi dan kadar Kalium dalam


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tandan Kosong Kelapa Sawit 10

Gambar 2.2. Perkiraan Jumlah TKKS di Indonesia tahun 2000-2009 11 Gambar 2.3. Skema Peralatan Ringkas Flame Photometer 19 Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar K+ 27 Gambar 4.2. Grafik Analisis Kadar Kalium dalam Tandan Kosong


(12)

DAFTAR LAMPIRAN


(13)

PENENTUAN KADAR KALIUM DALAM TANDAN KOSONG

KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis Jack ) DENGAN METODE

FLAME PHOTOMETRY

ABSTRAK

Penelitian tentang penentuan kadar kalium dalam tandan kosong kelapa sawit ( Elaeis guinensis Jack ) telah dilakukan secara Flame Photometry. Sampel diambil dengan metode acak dari lima daerah di Sumatera Utara dengan perbedaan ketinggian yaitu Kecamatan Datuk Bandar, Tanjung Balai < 25 m dpl; Kecamatan Meranti, Kisaran 50-100 m dpl; Kecamatan Bosar Maligas, Simalungun 150-200 m dpl; Kecamatan Simarimbun, Pematang Siantar 250-300 m dpl dan Kecamatan Sari Matondang, Sidamanik 350-400 m dpl. Sampel didestruksi dengan dilarutkan dengan HNO3(p), ditambahkan H

2O2 30% dan dilanjutkan dengan pemanasan setelah penambahan HNO

3(p),. Penentuan kandungan kalium dilakukan dengan flame photometer pada

�spesifik 767,5 nm. Hasil yang diperoleh dari daerah Tanjung Balai 11,83 % ; Kisaran 17,56%; Simalungun 21,89%; Pematang Siantar 24,68 % dan Sidamanik 25,14 %. Dari data yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi suatu daerah dari permukaan air laut maka semakin rendah suhunya dan semakin baik penyerapan air , penyerapan nutrisi, potensi air kelapa sawit dan efisiensi cahaya sehingga kandungan kalium dalam tandan kosong kelapa sawit meningkat.


(14)

THE DETERMINATION OF POTASSIUM IN THE OIL PALM

EMPTY FRUIT BUNCHES WITH FLAME PHOTOMETRY

ABSTRACT

Research on the determination of potassium in the oil palm empty fruit bunches have done Flame Photometry. The samples were taken at random method from five areas in Northen Sumatera with a height difference is Datuk Bandar district at Tanjung Balai < 25 m asl, Meranti district at Kisaran 50-100 m asl, Bosar Maligas district at Simalungun 150-200 m asl, Simarimbun district at Pematang Siantar 250-300 m asl, and Sari Matondang district at Sidamanik 350-400 m asl. The sample digested destruction using HNO

3 concentrated and H2O2 30% than heating with the addition of HNO

3 concentrated. Determination of potassium content has done by flame photometre on �spesifik 767,5 nm. The result obtained from this reseach showed that Potassium contents in the samples respectively was Tanjung Balai 11,83%; Kisaran 17,56%; Simalungun 21,89%, Pematang Siantar 24,68%, and Sidamanik 25,14%. The data obtained showed the better the water absorption, nutrient uptake, water potensial in palm oil and eficiency of light so that the content of potassium in the cluster


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack) adalah tanaman tropis penghasil minyak nabati yang hingga saat ini diakui paling produktif dan ekonomis dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya, misalnya kedelai, kacang tanah, kelapa, bunga matahari, dan lain- lain. ( Hadi, M. 2004).

Kelapa sawit adalah salah satu komoditas utama di Indonesia. Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Berdasarkan data Ditjenbun 2012, menyatakan bahwa luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 8.992.824 ha dengan lahan sawit terbesar berada di provinsi Riau yang mencapai 2.103.175 ha dan produksi tandan buah segar sebanyak 36.809.252 ton per tahun. Luas area dan produksi diperkirakan akan terus dengan pembukaan lahan-lahan sawit baru, terutama di pulau Kalimantan dan Papua.

Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencakup 19 provinsi, diantaranya Sumatera Utara. Sumatera Utara merupakan provinsi yang mempunyai luas areal kelapa sawit terbesar kedua setelah Riau yaitu sekitar 17,53% dari total areal kelapa sawit nasional. ( Pahan, I.2008). Perkebunan kelapa sawit yang tersebar di Sumatera Utara dimulai dari pesisir pantai sampai ke dataran tinggi yang memiliki kesuburan tanah berbeda dimana pesisir pantai lebih subur daripada dataran tinggi. Kandungan kalium dalam kelapa sawit lebih besar di dataran tinggi daripada di pesisir pantai. Padahal, pesisir pantai memiliki kesuburan tanah yang baik daripada dataran tinggi. Akan tetapi, penyerapan air dan penyerapan nutrisi tanah, dan potensi air kelapa sawit dataran tinggi lebih baik daripada pesisir pantai. Itu disebabkan karena adanya tekanan air yang mempengaruhi kecepatan fotosintesis. ( Gerritsma, W. 1998 ).


(16)

Corley and Mork (1990) membuktikan bahwa kenaikan kandungan kalium dalam tanaman berhubungan dengan konfersi efisiensi cahaya. Mereka menganalisis fisiologi dalam 20 jenis kelapa sawit yang tumbuh di daerah subur di Malaysia. Selanjutnya Squire (1990) menemukan kenaikan kandungan kalium tersebut dalam tanaman berbanding lurus dengan kenaikan konfersi efisiensi cahaya. Itu disebabkan karena kekurangan ketananan stomata pada karbon dioksida sehingga meningkatkan kandungan kalium dalam larutan. Kalium berfungsi meningkatkan produksi karbohidrat, pembentukan protein dan kecepatan translokasi gula dan tepung yang disimpan dalam buah.

Perkembangan kebun kelapa sawit di Sumatera Utara diikuti dengan berdirinya berbagai industri pengolahan kelapa sawit. Dalam proses pengolahan kelapa sawit dari buah segar hingga minyak kelapa sawit akan menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong kelapa sawit. Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah utama yaitu sekitar 23% dari proses pengolahan kelapa sawit. Setiap pengolahan 1 ton tandan buah segar akan dihasilkan tandan kosong kelapa sawit sekitar 230 kg. Dalam sebuah pabrik jika kapasitas pengolahan 100 ton/jam dengan waktu operasi selama 6 jam, maka akan dihasilkan sebanyak 132 ton tandan kosong kelapa sawit. (Fauzi Yan, 2012).

Komposisi kimia utama yang terdapat didalam tandan kosong sawit adalah

lignin 22,60 %, pentosan 25,90 %, α selulosa 45,80%, holoselulosa 71,80%,

pektin 12,85% ( Nuryanto, E. 2000 ). Kandungan unsur haranya juga bervariasi, secara umum dalam tandan kosong kelapa sawit mengandung K2O 30 %. Kalium dalam tandan kosong sawit telah menjadikan limbah ini mempunyai keuntungan karena dapat digunakan untuk mensubsitusi biaya pupuk kalium klorida (KCl). Pupuk kalium merupakan pupuk yang banyak diperdagangkan dan digunakan sebagai sumber dari kalium dioksida, yang dikenal sumber dari kalium. Walaupun sebenarnya pupuk kalium merupakan pupuk campuran kimia tertentu dan tidak murni mengandung kalium. ( Pahan, I. 2008 ).

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik meneliti kadar kalium dalam tandan kosong kelapa sawit dengan perbedaan ketinggian dari permukaan air laut.


(17)

Penentuan kadar kalium dari tandan kosong kelapa sawit dilakukan dengan destruksi basah untuk menghindari oksida- oksida logam kalium menguap sehingga memberikan hasil yang baik (Vivianti, 2003). Pada penelitian ini metode yang dipilih adalah penetapan kadar kalium dengan menggunakan metode flame photometer. Flame photometer adalah alat spekroskopi emisi nyala dengan teknik analisis unsur berdasarkan emisi atom yang dieksitasi di dalam sebuah nyala dengan tekanan termal yang digunakan terutama baik sekali dan lebih sensitif untuk penentuan alkali dan alkali tanah. ( Galeh, E. W. 1960 ). Selain itu, flame photometer juga membrikan cara yang mudah dan baik untuk analisa kalium dan natrium karena merupakan unsur yang memiliki spektrum nyala yang mudah tereksitasi sehingga mudah dideteksi . ( Vogel, 1994)

1.2Permasalahan

Penyebaran kelapa sawit di Sumatera Utara dari pesisir pantai sampai ke dataran tinggi yang memiliki kesuburan tanah, penyerapan air dan nutrisi, serta intensitas cahaya yang berbeda akan mempengaruhi kecepatan fotosintesa untuk pembentukan buah. Dalam hal ini, kalium berperan dalam proses fotosintesis. Perkembangan kebun kelapa sawit yang diikuti dengan semakin banyaknya didirikan pabrik kelapa sawit yang menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong sekitar 23% dan mengandung kalium yang cukup tinggi sehingga perlu diteliti kadar kalium tandan kosong kelapa sawit dan mencari tahu bagaimana perbedaan kadar kalium tandan kosong kelapa sawit yang tumbuh dari daerah pesisir pantai sampai dataran tinggi.

1.3Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada penentuan kadar kalium dalam tandan kosong kelapa sawit yang tumbuh di daratan dengan perbedaan ketinggian dari < 25-400 m dpl.


(18)

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kadar kalium yang terdapat pada tandan kosong kelapa sawit yang tumbuh di daratan dengan perbedaan ketinggian dari < 25-400 m dpl.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai kadar kalium yang terdapat pada tandan kosong kelapa sawit yang tumbuh pada dataran yang berbeda kepada masyarakat dan pemerintah sehingga dapat memanfaatkan industri yang berwawasan lingkungan.

1.6Lokasi Penelitian

Penelitian untuk preparasi sampel dan destruksi basah dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan analisa kadar kalium dalam sampel dengan Flame Photometer di Laboratorium Analitik PT. PP LONSUM Perdagangan, Sumatera Utara.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Laboratorium dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium dan bersifat purposive. 2. Analisa sampel dilakukan pada tandan kosong kelapa sawit yang diambil

secara acak tumbuh di daerah dengan perbedaan ketinggian dari permukaan air laut yaitu Kecamatan Datuk Bandar ( < 25 m dpl), Tanjung Balai; Kecamatan Meranti ( 50-100 m dpl ), Kisaran; Kecamatan Bosar


(19)

Maligas ( 150-200 m dpl ), Simalungun; Kecamatan Simarimbun ( 250-300 m dpl ), Pematang Siantar; dan Kecamatan Sari Matondang (350-400 m dpl ), Sidamanik.

3. Sampel dipreparasi dengan menggunakan metode destruksi basah. 4. Penentuan kadar kalium sampel dengan alat flame photometer pada

�spesifik 767,5 nm.

5. Kandungan logam kalium ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit

Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika. Brazil dipercaya sebagai tempat di mana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara, dan Pasifik Selatan. Benih kelapa sawit pertama kali yang ditanam di Indonesia pada tahun 1984 berasal dari Mauritius, Afrika. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanah Hitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt (Jerman) pada tahun 1911.

Kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional di Indonesia. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak kelapa sawit Indonesia.

Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta Sub – divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Cocoideae

Family : Palmae Genus : Elaeis


(21)

Spesies : Elaeis guineensis

( Hadi, M. 2004)

2.2. Jenis- Jenis dan Ekofisiologi Kelapa Sawit

2.2.1. Jenis – Jenis Kelapa Sawit

Kelapa sawit termasuk famili palmae. Tanaman kelapa sawit dibedakan atas beberapa varietas. Varietas kelapa sawit dibedakan menjadi 2 yaitu:

• Tebal tempurung dan daging buah serta warna kulit buahnya. 1. Dura

Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35-50%.

2. Pisifera

Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada. Persentase daging buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis pisifera tidak banyak diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain.

3. Tenera

Varietas ini mempunyai sifat yang berasal dari induknya Dura dan Pisifera yang banyak ditanam di perkebunan saat ini. Ketebalan tempurung berkisar antara 0,5-4 mm, dan terdapat lingkaran serabut diseklilingnya. Persentase daging buah tinggi sekitar 60-96%.

4. Macro carya

Ketebalan tempurung berkisar 5 mm, sedangkan daging buahnya sangat tipis. • Varietas berdasarkan warna kulit buah

1. Nigrecens

Pada waktu muda buah berwarna ungu dan berubah menjadi hitam pada saat buahnya matak. Varietas ini banyak ditanam di perkebunan.

2. Vierescens

Pada waktu muda buah berwarna hijau dan ketika matak berwarna jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan. Varietas ini jarang dijumpai


(22)

3. Albescens

Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah masak menjadi kekunuing-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman. Varietas ini juga jarang dijumpai.

2.2.2. Ekofisiologi Kelapa Sawit

Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi berbagai faktor, baik faktor dari luar maupun dari dalam tanaman kelapa sawit itu sendiri. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor lingkungan, genetis, dan faktor genetis-agronomis. Dalam ekofisiologi ini, faktor lingkungan yang paling dominan yaitu faktor iklim meliputi curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembapan udara, angin dan faktor keadaan tanah.

Faktor Iklim

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah disekitar lintang utara-selatan 12º pada ketinggian 0-500 m dpl. Beberapa faktor iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembapan udara, dan angin.

a. Curah hujan

Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2.000-2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Curah hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit. Oleh sebab itu, musim kemarau yang berkepanjangan akan menurunkan produksi.

b. Sinar matahari

Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah. Untuk itu, intensitas, kualitas, dan lama penyinaran sangat berpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa


(23)

sawit antara 5-7 jam/hari. Penyinaran yang kurang dapat memyebabkan berkurangnya asimilasi dan gangguan penyakit.

c. Suhu

Tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang optimum 24-28º C untuk dapat tumbuh dengan baik. Meskipun demikian tanaman masih bisa hidup pada suhu rendah 18º C dan tertinggi 32º C. beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendah suhu adalah lama penyinaran dan ketinggian tempat. Makin lama penyinaran atau makin rendah suatu tempat, makin tinggi suhunya. Suhu berpengaruh terhadap masa pembungaan dan kematangan buah. Tanaman kelapa sawit yang ditanam lebih dari ketinggian 500 m dpl akan terlambat berbunga satu tahun jika dibandingkan dengan yang ditanam di dataran rendah.

d. Kelembapan udara dan angin

Kelembapan optimum bagi pertumbuhan sawit adalah 80%. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan.

Faktor Keadaan Tanah

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial, atau regosol. Namun, kemampuan produksi kelapa sawit pada masing-masing jenis tanah tersebut tidak sama. Ada dua sifat utama tanah sebagai media tumbuh, yaitu sifat fisik dan sifat kimia tanah.

a. Sifat fisik tanah

Sifat fisik tanah meliputi tekstur, struktur, konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan permukaan air tanah. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas sedang dan mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm tanpa lapisan padas. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal.


(24)

b. Sifat kimia tanah

Sifat kimia tanah dapat dilihat dari tingkat keasaman dan komposisi kandungan hara mineralnya. Sifat fisik kimia tanah bermanfaat dalam menentukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah.

Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat kimia yang istimewa karena kekurangan satu unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4,0-6,5 sedangkan pH optimumnya adalah 5-5,5. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang tinggi. ( Fauzi, Y. 2004)

2.3. Tandan Kosong Kelapa Sawit

Tandan kosong kelapa sawit adalah produk dari pabrik sawit setelah tandan buah segar disterilisasi dan diambil buahnya. Tandan kosong kelapa sawit merupakan salah satu limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Dalam satu ton kelapa sawit, terdapat 230-250 kg tandan kosong kelapa sawit, 130-150 serat, 65 kg cangkang dan 55-60 kg biji dan 160-200 kg minyak mentah. (Yan Fauzi, 2012)


(25)

Berdasarkan data dari Dirjenbun, potensi limbah TKKS ini sangatlah besar seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.2.

Gambar 2.2. perkiraan jumlah TKKS di Indonesia sejak tahun 2000-2009 berdasarkan data produksi CPO Indonesia.

Tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan organik memiliki suatu karakteristik dasar berupa sifat kimia. Sifat kimia tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 komposisi kimia tandan kelapa sawit

No Komponen Kimia Komposisi (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. Lignin Pentosan α selulosa Holoselulosa Pektin Abu -Kalium (K2O) -Magnesium (MgO) -Kalsium (CaO) -Pospat (P2O5)

22,60 25,90 45,80 71,80 12,85 1,6 30 5 4 2,3 (Nuryanto, 2000)


(26)

Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit memiliki keuntungan karena mengandung kalium (K2O) yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk mensubsitusi biaya pupuk kalium klorida.

Selain itu, karena sifatnya yang sangat alkalis ( pH 12), pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit dapat memperbaiki pH tanah masam, mengaktifkan pertumbuhan akar, serta meningkatkan ketersediaan hara tanah dan aktivitas mikroorganisme. Atas pertimbangan tersebut, tandan kosong kelapa sawit dilihat sebagai produk bernilai tinggi dan dianggap penting untuk membantu dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tandan buah segar tanaman kelapa sawit.

2.4. Pupuk

Kemampuan lahan dalam penyediaan unsur hara secara terus menerus bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangatlah terbatas. Keterbatasan daya dukung lahan dalam penyediaan hara ini harus diimbangi dengan penambahan unsur hara melalui pemupukan. Pupuk adalah bahan kimia yang diberikan ke dalam tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah yang menyebabkan tingkat produksi tanaman menjadi relatif stabil serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit dan pengaruh iklim yang tidak menguntungkan. (Pahan, I. 2008)

Tanaman terdiri dari 92 unsur,tetapi hanya 16 unsur esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dari 16 unsur tersebut, unsur C,H, dan O diperoleh dari udara dan air (dalam bentuk CO2 dan H2O), sedangkan 13 unsur esensial lainnya diperoleh dari dalam tanah yang sering disebut ”unsur hara esensial”.

Berdasarkan jumlah unsur hara yang dibutuhkan dalam tanaman dibedakan atas sebagai berikut:


(27)

a. Unsur hara makro (N, P, K, S, Ca, Mg) yaitu unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar yang berkisar antara 3-20 g/Kg berat kering tanaman, yaitu unsur. Unsur hara makro terdiri dari unsur hara utama (N, P, K) yaitu unsur hara yang diberikan dalam bentuk pupuk pada seluruh jenis tanaman dan seluruh jenis tanah dan unsur hara sekunder (S, Ca, Mg) yaitu unsur hara yang hanya diberikan pada beberapa jenis tanaman pada jenis tanah tertentu.

b. Unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, Cu, Mo, Cl, dan B) yaitu unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif sedikit yang nilai kritisnya sekitar 3-5 g/Kg berat kering tanaman. ( Madjid, 2010)

2.5. Kalium

Kalium berasal dari kata yang sebenarnya adalah kalium karbonat yang merupakan salah satu garam kalium yang pertama kali ditemukan dan diperoleh hasil pembakaran tanaman. Kalium klorida dan sulfat merupakan dua komponen yang sangat penting dalam campuran pupuk. Kalium dalam bentuk oksidanya sangat mudah larut dalam air walaupun dalam air dingin. Kalium juga dapat larut dalam alkohol. ( Tredwell, 1963)

Kalium merupakan salah satu unsur hara makro esensial ketiga yang dibutuhkan tanaman setelah nitrogen dan fospor, bahkan kadang- kadang melebihi jumlah nitrogen, seperti halnya kebutuhan kalium pada tanaman yang menghasilkan umbi-umbian

Kadar kalium total di dalam tanah pada umumnya cukup tinggi sekitar 26% dari total berat tanah. Akan tetapi kalium yang tersedia di dalam tanah cukup rendah. Sumber utama hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi sekitar 3,11% K2O sedangkan air laut mengandung kalium sekitar 0,04% K2O. Rata- rata kadar kalium pada lapisan tanah pertanian berkisar 0,83%. Hal ini 5 kali lebih besar dari nitrogen dan 12 kali lebih besar dari fospor. Pemupukan hara nitrogen dan fospor dalam jumlah besar ikut memperbesar penyerapan kalium dari


(28)

bahan tanah, ditambah dengan pencucian dan erosi yang menyebabkan kehilangan kalium cukup besar. (Madjid, 2010)

2.5.1. Peranan Kalium dalam Tanaman

Kalium merupakan unsur hara yang mudah mengadakan persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya, misalnya khlor, dan magnesium. Unsur kalium berfungsi bagi tanaman yaitu untuk :

a. Mempercepat pembentukan zat karbohidrat dan protein dalam tanaman. b. Memperkokoh tubuh tanaman.

c. Mempertinggi resistensi terhadap serangan hama/ penyakit dan kekeringan.

d. Meningkatkan kualitas biji/ buah.

Kalium diserap dalam bentuk K+ (terutama pada tanaman muda). Menurut penelitian, kalium banyak terdapat pada sel-sel muda atau bagian tanaman yang banyak mengandung protein, inti- inti sel tidak mengandung kalium. Pada sel zat ini terdapat sebagai ion di dalam cairan sel dan keadaan demikian akan merupakan bagian yang penting dalam melaksanakan turgor yang disebabkan oleh tekanan osmotis. Selain ion kalium mempunyai fungsi fisiologis yang khusus pada asimilasi zat arang, yang berarti apabila tanaman sama sekali tidak diberi kalium, maka asimilasi akan terhenti. ( Sutedjo, 2002)

Kalium di dalam tanaman bukan sebgai sebagai pembangun tetapi berperan sebagai pengatur berbagai proses fisiologi tanaman seperti merawat kondisi air di dalam sel dan jaringan, mengatur turgor atau tegangan sel, membuka dan menutup stomata, serta mengatur akumulasi dan translokasi karbohidrat yang baru terbentuk. Dengan baiknya pengaturan ini maka pertumbuhan tanaman menjadi merata dan pesat serta ketahanan penyakit meningkat. ( Yos Sutiyoso, 2003)


(29)

Tumbuhan dapat tumbuh dari tanah dataran sampai ke pesisir pantai yang memiliki kesuburan tanah berbeda, dimana daerah pesisir pantai lebih subur dibandingkan dataran tinggi. Disamping itu, penyerapan air, penyerapan nutrisi, dan potensi air tumbuhan daerah dataran tinggi lebih baik dibandingkan pesisir pantai. Hal itu disebabkan karena adanya tekanan air yang akan mempengaruhi kecepatan fotosintesis. ( Gerristman, 1988). Fotosintesis adalah suatu proses pembentukan karbohidrat ( glukosa ) dari karbon dioksida dan air. Pada tumbuhan, karbohidrat terdapat sebagai selulosa yaitu senyawa yang membentuk dinding sel tumbuhan. Energi yang terdapat dalam karbohidrat itu pada dasarnya berasal dari energi matahari. Karbohirat, dalam hal ini glukosa, dibentuk dari karbon dioksida dan air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun. Selanjutnya, glukosa yang terjadi disimpan dalam bentik yang lain, misalnya pada buah dan umbi. Secara garis besar reaksi fotosintesis sebagai berikut :

Sinar matahari

6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 H2O Klorofil

( Poedjiadi, 1994 )

Kemudian Squire ( 1990 ) menganalis daun tumbuhan dan menemukan kandungan kalium berbanding lurus dengan korelasi efisiensi cahaya yang disebabkan pengurangan ketahanan stomata terhadap karbon dioksida yang sehingga terjadi peningkatan kalium.

2.5.2. Defisiensi Kalium Pada Tanaman

Defisiensi kalium menyebabkan tanaman tampak kerdil, jarak antar ruas memendek, ujung dan tepi daun menjadi hitam seperti hangus (Scorch), tepi daun melekuk ke bawah yang dimulai dari daun terbawah, tanaman mudah rebah dan rentan terhadap penyakit, serta produksi buah menurunyang diikuti dengan penurunan kualitas. Selain itu, tanaman menjadi rentan terhadap kelebihan amonium dengan gejala klorosis atau berbintik hitam yang tersebar di permukaan


(30)

daun khususnya pada tanaman dikotil, sedangkan pda tanaman monokotil, ujung dan tepi daun mengering.

2.5.3 Toksis Kalium Pada Tanaman

Bila unsur kalium berlebihan pada tanaman maka akan tampak gejala yang bertentangan (antagonis) dengan Magnesium atau terjadi defisiensi Magnesium. Sering juga terjadi antagonis dengan Kalsium sehingga menunjukkan gejala defisiensi Kalsium. Selain itu, ada kemungkinan terjadi antagonis dengan Mangan, Zink dan Besi. Sebenarnya tanaman tidak akan menyerap unsur kalium secara berlebihan. Namun, kelebihan terjadi akibat unsur kalium yang berlebih di larutan air dalam tanah. Oleh karena itu, dianjurkan digunakan kadar kalium yang cukup, tetapi sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga tidak menyebabkan antagonis. (Yos Sutiyoso, 2003)

2.6. Destruksi

Destruksi merupakan suatu cara perlakuan perombakan senyawa menjadi unsur-unsurnya sehingga dapat dianalisis, dengan kata lain perombakan bentuk organik dari logam menjadi bentuk logam-logam anorganik. Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal dalam ilmu kimia yaitu destruksi basah (oksidasi basah) dan destruksi kering (oksidasi kering).

Kedua destruksi ini memiliki teknik pengerjaan dan lama pemanasan atau pendestruksian yang berbeda. Destruksi dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

a) Destruksi basah

Destruksi basah merupakan perombakan sampel dengan asam kuat baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat


(31)

oksidator.Pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah adalah asam nitrat, asam sulfat, asam perkhlorat, asam klorida dan dapat digunakan secara tunggal maupun campuran. (Vivianti, 2003)

Destruksi basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud mengurangi kehilangan mineral akibat penguapan. Pada tahap selanjutnya, proses seringkali berlangsung sangat cepat akibat pengaruh asam perklorat atau hidrat peroksida.

Destruksi basah pada umumnya digunakan untuk menganalisa arsen, tembaga, timah hitam, timah putih, dan seng.

Ada tiga macam cara kerja destruksi basah dapat dilakukan yaitu : 1. Destruksi basah menggunakan HNO3 dan H2SO4

2. Destruksi basah menggunakan HNO3, H2SO4 dan HClO4

3. Destruksi basah menggunakan HNO3, H2SO4 dan H2O2 ( Apriyanto, 1989) b) Destruksi kering

Destruksi kering merupakan perombakan logam organik dalam sampel menjadi logam anorganik dengan pengabuan sampel dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-500oC, tetapi suhu ini sangat tergantung terhadap jenis sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan suhu pengabuan dengan sistem ini terlebih dahulu ditinjau jenis logam yang akan dianalisis. Bila oksida-oksida logam yang terbentuk mudah menguap, maka perlakuan ini tidak memberikan hasil yang baik, disebabkan pada suhu tertentu oksida logam tersebut sudah habis menguap. (Vivianti, 2003)

Pengabuan kering dapat diterapkan pada hamper semua analisa mineral, kecuali merkuri dan arsen. Cara ini tidak membutuhkan ketelitian sehingga mampu menganalisa bahan lebih banyak daripada pengabuan basah. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa kandungan Ca, Mg, P dan K. Akan tetapi, kehilangan K terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi. Oleh


(32)

karena itu, untuk menganalisa K harus dihindari suhu lebih tinggi dari 480 ºC. (Apriyanto, 1989)

2.7. Flame Photometer

Flame photometer adalah suatu alat spektroskopi emisi nyala dengan teknik analisis unsur berdasarkan emisi atom yang dieksitasi di dalam sebuah nyala dengan tekanan termal. Itu umumnya digunakan terutama baik sekali untuk penentuan logam alkali dan logam alkali tanah. ( Galeh W. Ewing, 1960)

Emisi energi radiasi oleh atom unsur memungkinkan untuk melakukan analisa kualitatif dan kuantitatif unsur terebut. Pada spektroskopi emisi nyala atom unsur yang potensial eksitasinya rendah dimana diekstesi dalam nyala api dan pada waktu kembali ke tingkat dasarnya, mengemisikan radiasi panjang gelombang unsur yang khas. Kekuatan emisi radiasi atom yang tereksitasi merupakan ukuran dari banyaknya atom unsur dalam nyala api. Pada flame photometer, monokromator dibaca sepanjang rentang ultraviolet-sinar tampak dan spektrumnya direkam, puncak yang teramati pada panjang gelombang tertentu menunjukkan identitas unsur.( Satiadarma, 2004)

2.7.1. Prinsip Dasar Flame Photometer

Secara umum, nyala mengubah padatan atau cairan ke bentuk uap dan memecahkannya ke bentuk molekul atau atom-atom yang sederhana kemudian mengeksitasi partikel-partikel tersebut sehingga menghasilkan emisi cahaya. Pada nyala ini, air atau pelarut diuapkan dan garam-garam kering tinggal dalam nyala. Jika pemanasan diteruskan pada suhu yang lebih tinggi, garam-garam tersebut diuapkan dan molekul terdisosiasi menjadi atom-atom netral dimana akan menunjukkan emisi. Uap atom logam atau molekul yang mengandung atom-atom yang diinginkan dieksitasi oleh energi termal dari nyala. Dari tingkat tereksitasi, elektron cenderung untuk kembali ke keadaan dasar dengan radiasi emisi. Suatu


(33)

unsur akan memperlihatkan sifat-sifat spektrum yang khas. Biasanya spektrum garis diperoleh dari atom sedangkan molekul menghasilkan spektrum pita atau pita kontinu. Eksitasi menyebabkan elektron naik ke tingkat energi yang lebih tinggi. Elektron kembali ke tingkat dasar disertai dengan energi radiasi. (Khopkar, 2010)

2.7.2. Cara Kerja Flame Photometer

B

A C D ` E F

(1) (2)

G Gambar 2.3. Skema Peralatan Ringkas Flame Photometer

Keterangan Gambar:

A = Bahan Bakar Gas B = Nyala

(1) = Pengatur Tekanan (2) = Pengatur aliran C = Atomizer

D =Monokromator E = Fotodetektor F = Amplifier G = Recorder

Standar dan sampel analit harus merupakan larutan encer dan jernih. Cara kerja flame photometer adalah sampel yang diinjeksikan mengalir melalui pipa kapiler


(34)

dinebulasi ke dalam ruang pembakar, mengalami desolvatasi, vaporasi, dan atomisasi dalam nyala api. Dalam nyala api, atom dan molekul naik sampai ke tingkat tereksitasi melalui pertumbukan termal dengan konstituen gas yang menyala. Pada waktu kembali ke tingakat dasar, radiasi yang diemisikan dilewatkan monokromator untuk mengisolasi panjang gelombang khas untuk analisa unsur tertentu. Sebuah fotodetektor mengukur kekuatan radiasi emisi, diperkuat dan diteruskan ke dalam sistem pemprosesan, dan alat pembaca meter, perekam atau mikrokomputer.

Kekuatan radiasi spektrum emisi yang diukur pada frekuensi tertentu tergantung pada banyaknya atom unsur yang secar stimultan mengalami transisi spektrum yang berhubungan dengan garis emisi. Semakin tinggi temperatur nyala api, semakin besar jumlah atom yang terekstaasi. (Satiadarma, 2004). Flame photometer dimaksudkan terutama untuk analisa natrium dan kalium,yakni unsur- unsur yang memiliki spektrum nyala yang mudah tereksitasi, dengan intensitas yang cukup untuk dideteksi dengan sebuah fotodetektor. ( Vogel, 1994).


(35)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat – Alat

- Flame Photometer Xp 2011

- Oven

- Pipet volume Pyrex

- Labu takar Pyrex

- Erlenmeyer Pyrex

- pH meter Lutron

- Neraca analitis Mettler PM 400

- Hot plate Fisher

- Gelas Erlenmeyer Pyrex

- Gelas beaker Pyrex

- Cawan Porselen

- Kertas Saring Whatman No.42

- Corong 3.2. Bahan – Bahan

- Larutan induk Kalium 1000 ppm p.a (E.Merck) - Asam Nitrat (HNO3) pekat p.a (E.Merck) - Hidrogen Peroksida (H2O2) 30% p.a (E.Merck) - Akuades

- Tandan Kosong Kelapa Sawit dari Tanjung Balai - Tandan Kosong Kelapa Sawit dari Kisaran - Tandan Kosong Kelapa Sawit dari Lima Puluh - Tandan Kosong Kelapa Sawit dari Pematang Siantar - Tandan Kosong Kelapa Sawit dari Sidamanik


(36)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan Standar kalium 100 ppm

Sebanyak 10 mL dipipet dari larutan induk kalium 1000 ppm dan dimasukkan ke dalam labu tabu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.2 Pembuatan Larutan Seri Standar Kalium 1,0; 2,0; 3,0; dan 4,0 ppm

Dari larutan standar kalium 100 ppm dipipet 1, 2, 3 dan 4 mL lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.3. Pembuatan Kurva Larutan Standar Kalium

Larutan seri standar Kalium 0 ppm diukur emisinya dengan menggunakan flame photometer pada �spesifik 767,5 nm. Perlakukan dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar Kalium 1,0; 2,0; 3,0; dan 4,0 ppm.

3.3.4. Perlakuan terhadap Sampel

3.3.4.1. Penyediaan Sampel

Tandan kosong kelapa sawit yang telah dipotong-potong dicuci dengan akuades kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 105ºC selama 5 jam untuk menghilangkan kadar airnya. Setelah 5 jam sampel dikeluarkan dari oven selanjutnya dihaluskan hingga menjadi serbuk homogen.


(37)

3.3.4.2. Penentuan Kadar Kalium dalam Sampel dengan Destruksi Basah menggunakan Flame Photometer

Sebanyak 3 gram sampel kering halus dimasukkan ke dalam cawan porselen lalu ditambahkan 10 mL HNO3, dipanaskan di atas hot plate selama 30 menit pada temperatur 120ºC sampai hampir kering. Setelah dingin ditambahkan 3 mL H2O2 30%, kemudian ditambahkan 5 mL HNO3 pekat sampai timbul asap putih. Pemanasan diteruskan selama 30 menit lalu didinginkan. Setelah dingin, disaring dengan kertas saring whatman No.42 dan filtratnya ditampung pada labu takar 50 mL dan diatur pH 2- 4. Selanjutnya diukur emisi sampel menggunakan flame photometer.


(38)

3.4. Bagan Penelitian 3.4.1 Penyediaan Sampel

Dipotong kecil-kecil.

Dimasukkan dalam cawan penguap. Dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 5 jam.

Dihaluskan Sampel kering

Tandan kosong kelapa sawit


(39)

3.4.2. Analisa Sampel dengan Destruksi Basah menggunakan Flame Photometer

Dimasukkan kedalam cawan porselen Ditambahkan 10 mL HNO3 (pekat)

Dipanaskan di atas hot plate selama 30 menit Didinginkan

Ditambah 3 mL H2O2 30% Ditambah 5 mL H2SO4 (pekat)

Dipanaskan selama 30 menit hingga hampir kering

Didinginkan

Disaring dengan kertas whatman No.42

Ditampung dalam labu takar 50 mL Diatur pH 2 - 4

Diukur dengan alat Flame Photometer 3 g sampel kering

Larutan sampel

Larutan sampel

Filtrat Residu


(40)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dari penelitian ini diperoleh data hasil persentase Kalium dalam tandan kosong kelapa sawit yang tumbuh di daerah dengan perbedaan ketinggian dari permukaan air laut pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data Persentase (%) Kalium dalam Tandan Kosong Kelapa Sawit

NO

Sampel Kandungan

Kalium ( % ) Daerah Ketinggian dari permukaan air laut

1. Tjg Balai < 25 m 11,83

2. Kisaran 50-100 m 17,56

3. Lima Puluh 150-200 m 21,89

4. P.Siantar 250-300 m 24,68

5. Sidamanik 350-400 m 25,14

Data hasil pengukuran emisi larutan standar K+ pada tandan kosong kelapa sawit dengan metode flame photometer adalah seperti pada tabel 4.2.


(41)

Tabel 4.2. Data Hasil Pengukuran Emisi Larutan Standar K+ dengan Flame Photometer

NO Kadar ( ppm) Emisi

E1 E1 E1 E

1 0 0,3300 0,3200 0,3400 0,3300 2 1 3,2200 3,2400 3,2300 3,2300 3 2 9,0400 9,0300 9,0600 9,0500 4 3 13,9900 13,9900 13,9800 13,9867 5 4 19,2300 19,2500 19,2300 19,2367

Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalium

4.1.1. Pengolahan Data

4.1.1.1. Perhitungan Penetapan Garis Regresi

Hasil pengukuran emisi dari larutan seri standar kalium diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh suatu kurva klaibrasi berupa garis linear ( gambar 4.1 ). Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi ini dpat diturunkan dengan menggunakan metode Least Square sebagai berikut :

-5 0 5 10 15 20

0 1 2 3 4 5

E

mi

si

konsentrasi larutan seri standar K+

y = 4,8570X - 0,5473 R 2 = 0,995


(42)

Tabel 4.3. Data Hasil Perhitungan Persamaan Garis Regresi Larutan Seri Standar Kalium

No Xi Yi (Xi - X) (Xi-X)2 (Yi -Y) (Yi - Y)2 (Xi-X )(Yi-Y) 1 0,0000 0,3300 -2,0000 4,0000 -8,8367 78,0869 17,6734 2 1,0000 3,2300 -1,0000 1,0000 -5,9367 35,2442 5,9367 3 2,0000 9,0500 0,0000 0,0000 -0,1167 0,0136 0,0000 4 3,0000 13,9867 1,0000 1,0000 4,8200 23,2323 4,8200 5 4,0000 19,2367 2,0000 4,0000 10,0700 101,4046 20,1400 10,0000 45,8334 0,0000 10,0000 -0,0001 237,9816 48,5700 Dimana harga X rata- rata ( X ) = ��

=

10

5 = 2,0000

Dimana harga Y rata-rata (Y) = ��

=

45.8334

5 = 9,1667

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis : Y=aX + b, dimana a = slope dan b = intersept. Harga slope ( a ) dapat ditentukan dengan mensubsitusikan nilai-nilai dari tabel diatas ke Y dalam persamaan berikut :

a =Σ ( ��−� )( ��−� )

Σ ( Xi−X )2

=

48,5700

10 = 4,8570

harga intersept (b) diperoleh melalui subsitusi harga a ke persamaan berikut : Y = aX + b

b = Y – aX

= 9,1667- 4,8570 (2) = - 0,5473


(43)

4.1.1.2. Perhitungan Koefisien Korelasi

Untuk menentukan apakah harga X dan Y mempunyai kesesuaian maka korelasi X dan Y harus baik yang ditentukan oleh koefisien korelasi yang dihitung dengan rumus berikut :

r = Σ ( ��−� )( ��−� )

�Σ(Xi−X)2 (Yi−Y)2

r = 48,5700

√10 x237,9816 = 0,9956

4.1.2.3. Penentuan Kadar Analit

Kadar analit dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubsitusikan nilai Y (emisi) yang diperoleh dari data hasil pengukuran terhadap garis regresi dan kurva kalibrasi dengan menggunakan emisi sampel pada tabel 4.3.


(44)

Tabel 4.4. Data Hasil Pengukuran Emisi (E) dan Kadar Kalium dalam Tandan Kosong Kelapa Sawit

NO

Sampel Emisi Kadar

kalium (ppm) Daerah Ketinggian dari Permukaan air laut

E1 E2 E3 E

1. Tjg Balai < 25 m 7,0700 7,1300 7,1100 7,1033

1,5751 ±0,04902

2. Kisaran 50-100 m 10,5500 10,5800 10,5700 10,5667

2,2882

±0,02408

3. Lima

Puluh 150-200 m 13,2100 13,2000 13,2400 13,2167

2,8338

±0,03311

4. P.Siantar 250-300 m 14,8900 14,8500 14,8800 14,8733

3,1749

±0,03311

5. Sidamanik 350-400 m 15,1400 15,1300 15,1600 15,1433

3,2304

±0,03655

Untuk sampel tandan kosong kelapa sawit daerah Tanjung Balai diperoleh emisi: E1 = 7,0700

E2 = 7,1300 E3 = 7,1100

Dengan mensubsitusi nilai Y (emisi) ke persamaan regresi berikut ini : Y = 4,8570 X – 0,5473

Maka akan diperoleh : X1 = 1,5682 X2 = 1,5806 X3 = 1,5764

Dengan demikian kandungan kalium dalam tandan kosong kelapa sawit daerah Tanjung Balai adalah:


(45)

��

=

Ʃ∑��

=

4,7254

3 = 1,5751

(�1− ����)2 = (1,5682−1,5751)2 = 0,4761 �10−4 (�2− ����)2 = (1,5806−1,5751)2 = 0,3025 �10−4 (�3− ����)2 = (1,5764−1,5751)2 = 0,0169�10−4

Ʃ∑ (�� − �)2 = 0,795510−4+

Maka

=

Ʃ(��−��)2

�−1

=

0,7955�10−4

2 = 0,0199

Harga

=

√�

=

0,0199

√3 = 0,0114

Dari data hasil distribusi t student untuk n = 3, dengan derajat kebebasan (dk) = n -1 = 2. Untuk derajat kepercayaan 95% (p = 0,05), nilai t = 4,30 maka:

d = t (0,05 x (n – 1)) � d = 4,30 (0,5 x 2) x 0,0114 = 0,04902 ppm

Sehingga diperoleh hasil pengukuran kandungan kalium dalam tandan kosong kelapa sawit daerah Tanjung Balai sebesar : 1,5751 ± 0,04902 ppm

Dengan cara yang sama, hasil perhitungan kandungan kalium untuk sampel tandan kosong kelapa sawit daerah Kisaran, Lima Puluh, Pematang Siantar dan Sidamanik dapat dilihat pada Tabel 4.3.

4.1.2.4. Persentase Kandungan Kalium pada Tandan Kosong Kelapa Sawit

Persentase Kalium dalam sampel dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut :

% K = ������


(46)

Dimana : C = Konsentrasi ( μg/mL ) Fp = Faktor Pengenceran V = Volume sampel m = Massa sampel

Dari persamaan diatas maka dapat dihitung (%) K pada sampel : a. Daerah Tanjung Balai

% K = 7,1033 μg

��

� x 50mLx1000

3,0016� �106μg� x 100 % = 11,83 %

b. Daerah Kisaran % K = 10,5667

μg ��

� x 50mLx1000

3,0072� �106μg� x 100 % = 17,56 %

c. Daerah Lima Puluh % K = 13,2167

μg ��

� x 50mLx1000

3,0182� �106μg� x 100 % = 21,89 %

d. Daerah Pematang Siantar % K = 14,8733

μg ��

� x 50mLx1000

3,0123� �106μg� x 100 % = 24,68 %

e. Daerah Sidamanik % K = 15,1433

μg ��

� x 50mLx1000


(47)

4.2. Pembahasan

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack) adalah tanaman tropis penghasil minyak nabati yang merupakan salah satu komoditas utama di Indonesia. Luas area dan produksi terus meningkat dengan dibukanya lahan-lahan sawit baru. Perkembangan kebun kelapa sawit Indonesia diikuti dengan didirikannya berbagai industri pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong kelapa sawit. Tandan kosong kelapa sawit adalah produk dari pabrik sawit setelah tandan buah segar disterilisasi dan diambil buahnya. Tandan kosong kelapa sawit yang dihasilkan sekitar 23% dari proses pengolahan kelapa sawit dan umumnya mengandung unsur hara kalium 30%. ( Fauzi Yan, 2002 )

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar kalium dengan perbedaan ketinggian dari permukaan air laut, dimana sampel didestruksi basah dan dianalisis menggunakan flame photometer. Sampel didestruksi basah agar senyawa- senyawa organik habis terdekomposisi sempurna dan menghindari pengabuan pada suhu yang tinggi karena K merupakan logam yang mudah menguap sehingga memberikan hasil yang baik. Flame photometer adalah alat spektrofometer emisi nyala untuk penentuan logam renik dalam sampel cair. Flame photometer memberikan cara mudah untuk penentuan logam alkali, alkali tanah, Fe, Mn, Cu selain unsur bukan logam H, B, C, N, P, As, O, S, Se, Te, halogenida dan gas mulia. (Satiadarma, 2004).

Setiap tanaman memerlukan paling sedikit 16 unsur agar pertumbuhannya normal. 3 unsur dari 16 unsur tersebut adalah unsur C,H, dan O diperoleh dari udara sedangkan 13 unsur lainnya disediakan oleh tanah, diantaranya N, P, K, Mg, S, Cl, Fe, Mn, Zn, Cu, B dan Mo. Suatu tanah dikatakan subur apabila mengandung ke 13 unsur tersebut. Kebutuhan akan unsur hara berbeda- beda. Hal inilah yang mendasari pembuatan pupuk diantaranya pupuk kalium. (Pinus, L. 2010)


(48)

Kurva kalibrasi larutan standar K ( Gambar 4.2 ) dibuat dengan memvariasikan konsentrasi larutan standar K menggunakan persamaan Least Square sehingga diperoleh garis linear Y = 4,8570X- 0,5473 dengan grafik terlampir ( Gambar 4.3 ).

Penentuan kadar kalium yang didasarkan pada pembacaan emisi nyala dengan panjang gelombang λspesifik 767,5 nm dan pengolahan data sehingga diperoleh persentase kalium pada masing- masing sampel tandan kosong kelapa sawit. Hasil analisis sampel dapat dilihat pada gambar 4.3 dibawah ini.

Gambar 4.2. Grafik Analisis Kadar Kalium dalam Tandan Kosong Kelapa Sawit

Grafik analisis memberikan informasi bahwa tandan kosong kelapa sawit dari Kecamatan Sari Matondang, Sidamanik; Kecamatan Simarimbun, Siantar; Kecamatan Seimangke, Lima Puluh; Kecamatan Meranti, Kisaran dan Kecamatan Datuk Bandar, Tanjung balai dengan perbedaan ketinggian dari permukaan air laut memiliki kandungan kalium yang berbeda dalam masing- masing tandan kosong kelapa sawit. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar kalium dalam tandan kosong kelapa sawit dari Sidamanik dengan ketinggian 300-400 m dpl jauh lebih besar dibandingkan Tanjung Balai dengan ketinggian < 25 m dpl.

0 5 10 15 20 25 30


(49)

Hal itu disebabkan semakin rendah suatu tempat, maka semakin tinggi suhu dan intensitas cahayanya. Dimana kandungan kalium dalam tanaman berbanding lurus dengan efisiensi cahaya yang menyebabkan ketahanan stomata terhadap karbon dioksida sehungga konsentrasi kalium meningkat. ( Squire, 1990). Efisiensi cahaya didefinisikan sebagai jumlah jam penyinaran terhadap kelapa sawit 5-12jam/ hari dengan kelembapan 80 %, dimana daerah pesisir pantai sampai dataran tinggi dengan ketinggian < 500 m dpl memiliki panjang penyinaran rata- rata 5- 12 jam/ hari. Akan tetapi di daerah pesisir pantai (Tanjung Balai ) kelembapan udara < 80 % sehingga konversi efiensi cahaya kurang baik dan kandungan kalium dalam tanaman lebih kecil dibandingkan daerah dataran tinggi ( Sidamanik). ( Pahan, 2008 )

Faktor lainnya disebabkan karena kesuburan tanah pesisir pantai (Tanjung balai) sampai ke dataran tinggi ( Sidamanik ) berbeda dimana daerah pesisir pantai lebih subur dibandingkan dataran tinggi. Akan tetapi penyerapan air, penyerapan nurisi dan potensi air kelapa sawit dataran tinggi lebih baik. Ini terjadi karena adanya tekanan air yang mempengaruhi kecepatan fotosintesis. (Gerristma, 1988). Kalium berperan dalam proses fotosintesis untuk pembentukan karbohidrat, pembentukan protein dan kecepatan translokasi gula dan tepung yang disimpan dalam buah. ( Squire, 1990 )


(50)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari data yang diperoleh pada penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa kadar kalium tandan kosong kelapa sawit yang tumbuh di daerah dataran tinggi Sidamanik lebih besar, dibandingkan dengan daerah pesisir pantai, Tanjung Balai.

5.2. Saran

Dari hasil penelitian ini hanya memberikan kadar kalium saja sebagai limbah yang mempunyai nilai pemanfaatan sebagai sumber pupuk kalium. Tandan kosong sawit mengandung banyak mineral- mineral lain yang dibutuhkan oleh tanaman. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap pemanfaatan tandan kosong dengan kandungan mineral yang terdapat dalamnya untuk dapat dimanfaatkan sebagai limbah ramah lingkungan.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, A. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.

Corley, R. H. V and Mork,C. K. 1972. Effects of Nitrogen, Phosporus, Potassium On Growth of The Palm Oil. Amsterdam: Explanation Agriculture.

Ditjenbun. 2012. Statistik Perkebunan Sawit. Jakarta: Kementerian Pertanian. Galen, E. W. Instrumental Methods of Chemical Analysis. Fourth Edition. Tokyo:

Seton Hall University.

Gerritsma, W. 1988. Light Interception, Leaf Photosyntetic and sink- source

relations in Oil Palm. Wageningen: Technical report, Departement

Theoritical Production Ecology , Departement Tropical Crop Science, Agricultucal University.

Fauzi, Y. 2004. Kelapa sawit. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Fauzi, Y. Hartono, R. Satyawibawa, I. Widyastuti, Y. E. 2012. Budidaya,

Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha, dan Pemasaran Kelapa sawit. Cetakan I. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hadi, M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Edisi Pertama. Jakarta: Adi Cipta Karya Nusa.

Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan Saptoraharjo. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

Madjid, M. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Medan: USU Press. Nuryanto, E. 2000. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Sumber

Bahan Kimia. Volume 8. Medan: Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Poedjiadi, A. 1994. Dasar- Dasar Biokimia. Jakarta: UI- Press.

Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Cetakan IV. Jakarta: Penebar Swadaya.


(52)

Satiadarma, K. 2004. Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi Pertama. Yogyakarta: Airlangga University Press.

Sutedjo. 1987. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Swadaya.

Sutiyoso, Y. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik Tanaman Sayur, Tanaman Buah,

Tanaman Bunga. Jakarta: Penebar swadaya.

Squire, G.R. 1990. The Physiology of Tropical Crop Production. Kuala Lumpur: C. A. B. International United Kingdom.Techniques in Environmental physiology of Oil Palm.

Tredwell, F.P. 1963. Analytical Chemistry. Volume I. New York: John Wiley and Sons.

Vivianti. 2003. Studi perbandingan destruksi logam krom total menggunakan metode destruksi basah dan kering dengan pelarut hno3 (p) dan hcl (p)dalam limbah padat industri pelapisan logam. Skripsi. Medan: Jurusan kimia FMIPA USU.

Vogel, A.I. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Vogel, A.I. 1985. Buku Teks Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi Kelima. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.


(1)

4.2. Pembahasan

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack) adalah tanaman tropis penghasil minyak nabati yang merupakan salah satu komoditas utama di Indonesia. Luas area dan produksi terus meningkat dengan dibukanya lahan-lahan sawit baru. Perkembangan kebun kelapa sawit Indonesia diikuti dengan didirikannya berbagai industri pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong kelapa sawit. Tandan kosong kelapa sawit adalah produk dari pabrik sawit setelah tandan buah segar disterilisasi dan diambil buahnya. Tandan kosong kelapa sawit yang dihasilkan sekitar 23% dari proses pengolahan kelapa sawit dan umumnya mengandung unsur hara kalium 30%. ( Fauzi Yan, 2002 )

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar kalium dengan perbedaan ketinggian dari permukaan air laut, dimana sampel didestruksi basah dan dianalisis menggunakan flame photometer. Sampel didestruksi basah agar senyawa- senyawa organik habis terdekomposisi sempurna dan menghindari pengabuan pada suhu yang tinggi karena K merupakan logam yang mudah menguap sehingga memberikan hasil yang baik. Flame photometer adalah alat spektrofometer emisi nyala untuk penentuan logam renik dalam sampel cair. Flame photometer memberikan cara mudah untuk penentuan logam alkali, alkali tanah, Fe, Mn, Cu selain unsur bukan logam H, B, C, N, P, As, O, S, Se, Te, halogenida dan gas mulia. (Satiadarma, 2004).

Setiap tanaman memerlukan paling sedikit 16 unsur agar pertumbuhannya normal. 3 unsur dari 16 unsur tersebut adalah unsur C,H, dan O diperoleh dari udara sedangkan 13 unsur lainnya disediakan oleh tanah, diantaranya N, P, K, Mg, S, Cl, Fe, Mn, Zn, Cu, B dan Mo. Suatu tanah dikatakan subur apabila mengandung ke 13 unsur tersebut. Kebutuhan akan unsur hara berbeda- beda. Hal inilah yang mendasari pembuatan pupuk diantaranya pupuk kalium. (Pinus, L. 2010)


(2)

Kurva kalibrasi larutan standar K ( Gambar 4.2 ) dibuat dengan memvariasikan konsentrasi larutan standar K menggunakan persamaan Least Square sehingga diperoleh garis linear Y = 4,8570X- 0,5473 dengan grafik terlampir ( Gambar 4.3 ).

Penentuan kadar kalium yang didasarkan pada pembacaan emisi nyala dengan panjang gelombang λspesifik 767,5 nm dan pengolahan data sehingga diperoleh persentase kalium pada masing- masing sampel tandan kosong kelapa sawit. Hasil analisis sampel dapat dilihat pada gambar 4.3 dibawah ini.

Gambar 4.2. Grafik Analisis Kadar Kalium dalam Tandan Kosong Kelapa Sawit

Grafik analisis memberikan informasi bahwa tandan kosong kelapa sawit dari Kecamatan Sari Matondang, Sidamanik; Kecamatan Simarimbun, Siantar; Kecamatan Seimangke, Lima Puluh; Kecamatan Meranti, Kisaran dan Kecamatan Datuk Bandar, Tanjung balai dengan perbedaan ketinggian dari permukaan air laut memiliki kandungan kalium yang berbeda dalam masing- masing tandan kosong kelapa sawit. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar kalium dalam tandan kosong kelapa sawit dari Sidamanik dengan ketinggian 300-400 m dpl jauh lebih besar dibandingkan Tanjung Balai dengan ketinggian < 25 m dpl.

0 5 10 15 20 25 30


(3)

Hal itu disebabkan semakin rendah suatu tempat, maka semakin tinggi suhu dan intensitas cahayanya. Dimana kandungan kalium dalam tanaman berbanding lurus dengan efisiensi cahaya yang menyebabkan ketahanan stomata terhadap karbon dioksida sehungga konsentrasi kalium meningkat. ( Squire, 1990). Efisiensi cahaya didefinisikan sebagai jumlah jam penyinaran terhadap kelapa sawit 5-12jam/ hari dengan kelembapan 80 %, dimana daerah pesisir pantai sampai dataran tinggi dengan ketinggian < 500 m dpl memiliki panjang penyinaran rata- rata 5- 12 jam/ hari. Akan tetapi di daerah pesisir pantai (Tanjung Balai ) kelembapan udara < 80 % sehingga konversi efiensi cahaya kurang baik dan kandungan kalium dalam tanaman lebih kecil dibandingkan daerah dataran tinggi ( Sidamanik). ( Pahan, 2008 )

Faktor lainnya disebabkan karena kesuburan tanah pesisir pantai (Tanjung balai) sampai ke dataran tinggi ( Sidamanik ) berbeda dimana daerah pesisir pantai lebih subur dibandingkan dataran tinggi. Akan tetapi penyerapan air, penyerapan nurisi dan potensi air kelapa sawit dataran tinggi lebih baik. Ini terjadi karena adanya tekanan air yang mempengaruhi kecepatan fotosintesis. (Gerristma, 1988). Kalium berperan dalam proses fotosintesis untuk pembentukan karbohidrat, pembentukan protein dan kecepatan translokasi gula dan tepung yang disimpan dalam buah. ( Squire, 1990 )


(4)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari data yang diperoleh pada penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa kadar kalium tandan kosong kelapa sawit yang tumbuh di daerah dataran tinggi Sidamanik lebih besar, dibandingkan dengan daerah pesisir pantai, Tanjung Balai.

5.2. Saran

Dari hasil penelitian ini hanya memberikan kadar kalium saja sebagai limbah yang mempunyai nilai pemanfaatan sebagai sumber pupuk kalium. Tandan kosong sawit mengandung banyak mineral- mineral lain yang dibutuhkan oleh tanaman. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap pemanfaatan tandan kosong dengan kandungan mineral yang terdapat dalamnya untuk dapat dimanfaatkan sebagai limbah ramah lingkungan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, A. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.

Corley, R. H. V and Mork,C. K. 1972. Effects of Nitrogen, Phosporus, Potassium On Growth of The Palm Oil. Amsterdam: Explanation Agriculture.

Ditjenbun. 2012. Statistik Perkebunan Sawit. Jakarta: Kementerian Pertanian.

Galen, E. W. Instrumental Methods of Chemical Analysis. Fourth Edition. Tokyo: Seton Hall University.

Gerritsma, W. 1988. Light Interception, Leaf Photosyntetic and sink- source relations in Oil Palm. Wageningen: Technical report, Departement Theoritical Production Ecology , Departement Tropical Crop Science, Agricultucal University.

Fauzi, Y. 2004. Kelapa sawit. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Fauzi, Y. Hartono, R. Satyawibawa, I. Widyastuti, Y. E. 2012. Budidaya,

Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha, dan Pemasaran Kelapa sawit. Cetakan I. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hadi, M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Edisi Pertama. Jakarta: Adi Cipta Karya Nusa.

Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan Saptoraharjo. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

Madjid, M. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Medan: USU Press.

Nuryanto, E. 2000. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Sumber Bahan Kimia. Volume 8. Medan: Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar- Dasar Biokimia. Jakarta: UI- Press.

Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Cetakan IV. Jakarta: Penebar Swadaya.


(6)

Satiadarma, K. 2004. Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi Pertama. Yogyakarta: Airlangga University Press.

Sutedjo. 1987. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Swadaya.

Sutiyoso, Y. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik Tanaman Sayur, Tanaman Buah, Tanaman Bunga. Jakarta: Penebar swadaya.

Squire, G.R. 1990. The Physiology of Tropical Crop Production. Kuala Lumpur: C. A. B. International United Kingdom.Techniques in Environmental physiology of Oil Palm.

Tredwell, F.P. 1963. Analytical Chemistry. Volume I. New York: John Wiley and Sons.

Vivianti. 2003. Studi perbandingan destruksi logam krom total menggunakan metode destruksi basah dan kering dengan pelarut hno3 (p) dan hcl (p)dalam limbah padat industri pelapisan logam. Skripsi. Medan: Jurusan kimia FMIPA USU.

Vogel, A.I. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Vogel, A.I. 1985. Buku Teks Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi Kelima. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.