Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru
BAB II
TINJAUAN UMUM
RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI
2.1
Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Gawat darurat adalah keadaan klinis
pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU No 44 tahun 2009).
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 4 dan 5,
dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliput i
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Pelayanan kesehatan promotif adalah kegiatan pelayanan kesehatan yang
lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan, pelayanan
kesehatan preventif adalah kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit, dan pelayanan kesehatan kuratif adalah kegiatan pengobatan
yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin, serta pelayanan kesehatan rehabilitatif
adalah kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat
sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk
Universitas Sumatera Utara
dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya,
untuk menjalankan tugas tersebut rumah sakit mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit
2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit secara Umum
Menurut Siregar dan Amalia (2004) rumah sakit diklasifikasikan
berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut:
1. Berdasarkan kepemilikan rumah sakit pemerintah, terdiri dari:
(a) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan
(b) Rumah sakit Pemerintah Daerah
(c) Rumah sakit Militer
(d) Rumah sakit BUMN
(e) Rumah sakit swasta yang dikelola oleh masyarakat
2. Berdasarkan jenis pelayanan, terdiri atas:
(a) Rumah sakit umum, memberi pelayanan kepada pasien dengan beragam
jenis penyakit
Universitas Sumatera Utara
(b) Rumah sakit khusus, memberi pelayanan pengobatan untuk pasien dengan
kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah. Contoh: rumah sakit
kanker, rumah sakit bersalin
3. Berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri atas 2 jenis, yaitu:
(a) Rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan
program latihan untuk berbagai profesi
(b)
Rumah
sakit
non
pendidikan,
yaitu
rumah
sakit
yang
tidak
menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi dan tidak
memiliki hubungan kerjasama dengan universitas
2.1.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah
Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi
rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur
pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan (Siregar dan Amalia, 2004; UU No 44,
2009).
1. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13
(tiga belas) subspesialis
2. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2
(dua) subspesialis dasar
Universitas Sumatera Utara
3. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medic
4. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis
dasar
2.1.4 Visi dan Misi Rumah Sakit
Visi rumah sakit merupakan pernyataan untuk mengkomunikasikan sifat
dari
keberadaan
rumah
sakit,
berkenaan
dengan
maksud,
lingkungan
usaha/kegiatan dan kepemimpinan kompetitif; memberikan kerangka kerja yang
mengatur hubungan antara rumah sakit dan stakeholder utamanya; dan untuk
menyatakan tujuan luas dari unjuk kerja rumah sakit.
Misi merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas tentang alasan
keberadaan rumah sakit, maksud, atau fungsi yang diinginkan untuk memenuhi
pengharapan dan kepuasan konsumen dan metode utama untuk memenuhi
maksud tersebut (Siregar dan Amalia, 2004).
2.2
Komite Medik dan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
2.2.1 Komite Medik
Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih
dari ketua staf medis fungsional (SMF) atau yang mewakili SMF yang ada di
rumah sakit. Komite medis berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
direktur utama (Depkes, 2004). Komite medik diberikan dua tugas utama yaitu
menyusun standar pelayanan medik dan memberikan pertimbangan kepada
direktur dalam hal (Anonim, 2010):
Universitas Sumatera Utara
a. Pembinaan, pengawasan dan penelitian mutu palayanan medis, hak-hak klinis
khusus kepada SMF, program pelayanan medis, pendidikan dan pelatihan
(Diklat), serta penelitian dan pengembangan (Litbang)
b. Pembinaan tenaga medis dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan etika
profesi
2.2.2
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
Berdasarkan Kepmenkes No 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di rumah sakit, panitia farmasi dan terapi adalah organisasi
yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi,
sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi
yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan panitia farmasi dan terapi adalah:
a) Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat
serta evaluasinya
b) melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan
2.2.2.1 Fungsi dan Ruang Lingkup
Fungsi dan ruang lingkup panitia farmasi dan terapi adalah:
a. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan
obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi
secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga
harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat
yang sama
Universitas Sumatera Utara
b. Panitia farmasi dan terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak
produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus
d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
dan perawat
2.2.2.2 Peran Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi
Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua
kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit
di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini, agar dapat mengemban tugasnya
secara baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam
dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmakoepidemologi,
dan farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk
memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di
rumah sakit (Kepmenkes, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Formularium Rumah Sakit
Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh panitia
farmasi dan terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap
batas waktu yang ditentukan. Sistem yang dipakai adalah suatu sistem di mana
prosesnya tetap berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu
digunakan oleh staf medis, di lain pihak panitia farmasi dan terapi mengadakan
evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran,
dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien (Depkes, 2004).
Pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk kepada
dokter, apoteker, perawat, serta petugas administrasi di rumah sakit dalam
menerapkan sistem formularium, meliputi (Depkes, 2004):
a. Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan
panitia farmasi dan terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan,
organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung sistem
formularium yang diusulkan oleh panitia farmasi dan terapi
b. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan
tiap-tiap institusi
c. Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditulis
oleh panitia farmasi dan terapi untuk menguasai sistem formularium yang
dikembangkan oleh panitia farmasi dan terapi
d. Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generic
e. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di instalasi
farmasi
Universitas Sumatera Utara
f. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek
terapinya sama, seperti:
1. Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik yang sama
untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta
2. Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus didasarkan
pada pertimbangan farmakologi dan terapi
3. Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat
dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh dokter
untuk mendiagnosa dan mengobati pasien
2.4
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
IFRS adalah fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan
seorang apoteker dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi
persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara
profesional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan;
pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi;
dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan;
pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh
perbekalan kesehatan di rumah sakit; serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan
Amalia, 2004).
2.4.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari
pemilihan,
perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
Universitas Sumatera Utara
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan, dengan tujuan (Depkes, 2004):
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien
b. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan
c. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi
d. Mewujudkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna
e. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan
a. Pemilihan
Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi
obat merupakan peran aktif apoteker dalam panitia farmasi dan terapi untuk
menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian.
b. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara
lain
konsumsi,
epidemiologi,
kombinasi
metode
konsumsi
dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan berdasarkan:
a. Daftar obat esensial nasional (DOEN) atau formularium, standar terapi rumah
sakit dan ketentuan setempat yang berlakudata catatan medic
Universitas Sumatera Utara
b. Anggaran yang tersedia
c. Penetapan prioritas
d. Siklus penyakit
e. Sisa stok
f. Data pemakaian periode lalu
g. Perencanaan pengembangan
c. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui:
1. Pembelian:
a. Secara tender (oleh panitia pembelian barang farmasi)
b. Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan
2. Produksi/pembuatan sediaan farmasi:
a. Produksi steril
b. Produksi non steril
c. Sumbangan/droping/hibah
d. Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan
kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi:
1. Sediaan farmasi dengan formula khusus
2. Sediaan farmasi dengan harga murah
3. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
4. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran
Universitas Sumatera Utara
5. Sediaan farmasi untuk penelitian
6. Sediaan nutrisi parenteral
7. Rekonstruksi sediaan obat kanker
d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
tender, konsinyasi atau sumbangan.
e. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang ditetapkan:
1. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya
2. Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya
3. Mudah tidaknya meledak/terbakar
4. Tahan/tidaknya terhadap cahaya
g. Pendistribusian
Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi
di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi
dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan:
1. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
2. Metode sentralisasi atau desentralisasi
3. Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Farmasi Klinis
Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan langsung yang diberikan
apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat. Pelayanan farmasi
klinik meliputi:
1. Pengkajian pelayanan dan resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian
obat (medication error).
Tujuan pengkajian pelayanan dan resep untuk menganalisa adanya
masalah terkait obat; bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep. Kegiatan yang dilakukan yaitu apoteker harus
melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan
farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat
jalan. Persyaratan administrasi meliputi:
1. Nama, umur, jenis kelamin, dan berat badan serta tinggi badan pasien
2. Nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter
3. Tanggal resep
4. Ruangan/unit asal resep
Persyaratan farmasetik meliput i:
1. Nama obat, bentuk, dan kekuatan sediaan
2. Dosis dan jumlah obat
Universitas Sumatera Utara
3. Stabilitas
4. Aturan dan cara penggunaan
Persyaratan klinis meliputi:
1. Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat
2. Duplikasi pengobatan
3. Alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
4. Kontraindikasi
5. Interaksi obat
2. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat adalah proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat pasien. Tujuan:
1. Membandingkan
riwayat
penggunaan
obat
dengan
data
rekam
medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan informasi
penggunaan obat
2. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan
3. Mendokumentasikan adanya alergi dan ROTD
4. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat
5. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan obat
6. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan
7. melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang
digunakan
Universitas Sumatera Utara
8. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat
9. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat
10. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu kepatuhan
minum obat (concordance aids)
11. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan
dokter
12. Mengidentifikasi terapi lain misalnya suplemen, dan pengobatan alternatif
yang mungkin digunakan oleh pasien
Kegiatan yang dilakukan meliputi penelusuran riwayat penggunaan obat
kepada pasien/keluarganya, dan melakukan penilaian terhadap pengaturan
penggunaan obat pasien. Informasi yang harus didapatkan adalah nama obat
(termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan indikasi
dan lama penggunaan obat, ROTD termasuk riwayat alergi, dan kepatuhan
terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa).
3. Pelayanan lnformasi obat (PIO)
PIO adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi
obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang
dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan
lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit. Tujuan:
1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di
lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit
2. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan
obat/perbekalan farmasi, terutama bagi komite/sub komite farmasi dan terapi
3. Menunjang penggunaan obat yang rasional
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi:
1. Menjawah pertanyaan
2. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter
3. Menyediakan informasi bagi komite/sub komite farmasi dan terapi
sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit
4. Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat
jalan dan rawat inap
5. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya
6. Melakukan penelitian
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
1. Sumber daya manusia
2. Tempat
3. Perlengkapan
4. Konseling
Konseling obat adalah suatu proses diskusi antara apoteker dengan
pasien/keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk memberikan
kesempatan kepada pasien/keluarga pasien mengeksplorasikan diri dan membantu
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran sehingga pasien/keluarga
pasien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam penggunaan obat yang
benar termasuk swamedikasi. Tujuan umum konseling adalah meningkatkan
keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko efek
samping, meningkatkan cost effectiveness dan menghormati pilihan pasien dalam
menjalankan terapi. Tujuan khusus dari konseling adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien
2. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
3. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat
4. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat dengan
penyakitnya
5. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
6. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat
7. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi
8. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
9. Membimbing dan membina pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat
mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien
Kegiatan yang dilakukan dalam konseling meliputi:
1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
2. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui
three prime questions
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat
5. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien
6. Dokumentasi
Faktor yang perlu diperhatikan:
Universitas Sumatera Utara
1. Kriteria pasien
a) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan ginjal,
ibu hamil dan menyusui)
b) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi,
dll)
c) Pasien
yang
menggunakan
obat-obatan
dengan
instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off)
d) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin)
e) Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi)
f) Pasien yang memiliki riwayat kepatuhan rendah
2. Sarana dan prasarana
a) Ruangan atau tempat konseling
b) alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling)
5. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan
terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit
atas permintaan pasien yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di
rumah (home pharmacy care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus
Universitas Sumatera Utara
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien
dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain.
6. Pemantauan terapi obat (PTO)
PTO adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan
terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Tujuan pemantauan terapi
obat adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko ROTD.
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, ROTD
2. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
3. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat
Tahapan pemantauan terapi obat yaitu:
1. Pengumpulan data pasien
2. Identifikasi masalah terkait obat
3. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
4. Pemantauan
5. Tindak lanjut
Faktor yang harus diperhatikan:
1. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis bukti terkini dan
terpercaya
2. Kerahasiaan informasi
3. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat)
Universitas Sumatera Utara
7.
Monitoring efek samping obat (MESO)
MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respons terhadap obat yang
tidak dikehendaki (ROTD) yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan terapi. Efek samping obat adalah
reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
Tujuan:
1. Menemukan efek samping obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal, frekuensinya jarang
2. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah dikenal
dan yang baru saja ditemukan
3. mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
angka Kejadian dan hebatnya efek samping obat
4. Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
5. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO):
1. Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
2. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami ESO
3. Mengevaluasi laporan ESO
4. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di komite/sub komite farmasi
dan terapi
5. Melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional
Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Kerjasama dengan komite farmasi dan terapi dan ruang rawat
Universitas Sumatera Utara
2. Ketersediaan formulir monitoring efek samping obat
8. Evaluasi penggunaan obat (EPO)
EPO merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan:
1. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan
2. Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu
3. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat
4. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat
Kegiatan praktek EPO adalah mengevaluasi penggunaan obat secara
kualitatif. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada EPO meliputi indikator
peresepan, indikator pelayanan, indikator fasilitas.
9. Pengelolaan dan Penggunaan Obat Secara Rasional (PPOSR)
PPOSR adalah pengelolaan obat yang dilaksanakan secara efektif dan
efisien dimana pemanfaatan atau efikasi, keamanan (safety) dan mutu (quality)
obat terjamin; serta penggunaan obat secara 4 Tepat 1 Waspada, artinya harus
diberikan dengan indikasi yang tepat, untuk penderita yang tepat dengan jenis
obat yang tepat dan diberikan dengan regimen dosis yang tepat serta senantiasa
waspada terhadap kemungkinan terjadinya efek obat yang tidak diinginkan.
Kegiatan pengelolaan dan penggunaan obat dimulai dari:
1. Pemilihan jenis obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan
2. Perencanaan untuk mengadakan obat dan alat kesehatan tersebut dalam jenis,
jumlah, waktu dan tempat yang tepat.
3. Pengadaan berdasarkan pertimbangan dana yang tersedia dilakukan skala
prioritas pengadaan yang tepat.
Universitas Sumatera Utara
4. Penyimpanan yang tepat sesuai dengan sifat masing-masing obat dan alat
kesehatan.
5. Penyaluran kepada unit-unit pelayanan dan penunjang yang membutuhkan
obat dan alat kesehatan tersebut di Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah
Pusat, Instalasi Rawat Jalan, dan Instalasi Rawat Inap.
6. Penulisan resep oleh dokter (Prescribing Process).
7. peracikan oleh farmasis (Dispensing Process).
8. Pemberian oleh perawat kepada penderita (Administration Process).
9. penggunaan oleh penderita (Consuming Process).
10. Pemantauan khasiat dan keamanan obat oleh dokter, perawat, farmasis dan
penderita.
Seluruh kegiatan pengelolaan dan penggunaan obat yang dimulai dari
pertama sampai langkah ke-10 disebut sebagai Lingkar Sepuluh Kegiatan
Pengelolaan Dan Penggunaan Obat Secara Rasional (LSK-PPOSR), dimana jika
semua langkah dilakukan dengan tepat, maka diharapkan akan dapat dicegah
timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dan pengelolaan dan penggunaan obat
dan alat kesehatan.
10. Dispensing sediaan khusus
Dispensing sediaan khusus steril dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit
dengan tekhnik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya
kesalahan pemberian obat. Tujuan dilakukan dispensing sediaan khusus adalah
untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan
zat berbahaya, dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
Universitas Sumatera Utara
(a) Pencampuran obat suntik
Pencampuran obat steril dilakukan sesuai kebutuhan pasien yang
menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan dosis
yang ditetapkan. Kegiatan yang dilakukan meliputi mencampur sediaan intravena
ke dalam cairan infus, melarutkan sediaan intravena bentuk serbuk dengan pelarut
yang sesuai, dan mengemas mejadi sediaan siap pakai. Faktor yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pencampuran obat suntik adalah ruangan khusus,
lemari pencampuran biological safety cabinet, dan HEPA filter
(b) Penyiapan nutrisi parenteral
Kegiatan pencampuran nutrisi parenteral dilakukan oleh tenaga yang
terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan
formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai. Kegiatan yang
dilakukan meliputi mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin,
mineral untuk kebutuhan perorangan, dan mengemas ke dalam kantong khusus
untuk nutrisi. Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat dan ahli gizi
2. Sarana dan prasarana
3. Ruangan khusus
4. Lemari pencampuran biological safety cabinet
5. Kantong khusus untuk nutrisi parenteral
(c) Penanganan sediaan sitotoksik
Penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai
kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada
keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik
Universitas Sumatera Utara
dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada
saat pencampuran, distribusi, maupun pemberian kepada pasien sampai kepada
pembuangan
limbahnya.
Secara operasional
dalam
mempersiapkan dan
melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang
memadai. Kegiatan:
1. Melakukan perhitungan dosis secara akurat
2. Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
3. Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan
4. Mengemas dalam pengemas tertentu
5. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai
2. Lemari pencampuran biological safety cabinet
3. HEPA filter
4. Alat pelindung diri
5. Sumber daya manusia yang terlatih
6. Cara pemberian obat kanker
11. Pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)
PKOD dilakukan untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan kadar obat
tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang
sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter. Tujuan:
1. Mengetahui kadar obat dalam darah
2. Memberikan rekomendasi pada dokter yang merawat
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. Memisahkan serum dan plasma darah
2. Memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan menggunakan alat
TDM
3. Membuat rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil pemeriksaan
Faktor-faktor yang peru diperhatikan adalah:
1. Alat therapeutic drug monitoring/instrument untuk mengukur kadar obat
2. Reagen sesuai obat yang diperiksa
2.5
Instalasi Central Sterilization Supply Department (CSSD)
Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau instalasi pusat
pelayanan sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang
menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat
atau bahan yang membutuhkan kondisi steril (Hidayat, 2003).
Berdirinya CSSD di rumah sakit dilatar belakangi oleh:
a. Besarnya angka kematian akibat infeksi nosocomial
b. kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi manusia
di lingkungan rumah sakit
Fungsi utama CSSD adalah menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk
keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsinya adalah
menerima,
memproses,
mensterilkan,
menyimpan
serta
mendistribusikan
peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan
pasien. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari proses pembilasan,
pembersihan/dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan pengemasan, memberi
label, sterilisasi, sampai proses distribusi (Hidayat, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan pemakai alat steril
terbesar. Pemilihan lokasi seperti ini maka selain meningkatkan pengendalian
infeksi dengan meminimalkan resiko kontaminasi silang, serta meminimalkan lalu
lintas transportasi alat steril (Hidayat, 2003).
Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan berupaya
untuk mencegah resiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit.
Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya
angka infeksi nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai keberhasilan tersebut
maka perlu dilakukan pengendalian infeksi di rumah sakit.
Pusat sterilisasi merupakan salah satu mata rantai yang penting untuk
pengendalian infeksi dan berperan dalam upaya menekan kejadian infeksi. Untuk
melaksanakan tugas dan fungsi sterilisasi, pusat sterilisasi sangat bergantung pada
unit penunjang lain seperti unsur pelayanan medik, unsur penunjang medik,
maupun instalasi antara lain perlengkapan, pemeliharaan sarana rumah sakit,
sanitasi, dan lain-lain. Apabila terjadi hambatan pada salah satu sub unit di atas
maka pada akhirnya akan mengganggu proses dan hasil sterilisasi.
Bila ditinjau dari volume alat dan bahan yang harus disterilkan di rumah
sakit demikian besar, maka rumah sakit dianjurkan untuk mempunyai suatu
instalasi pusat sterilisasi tersendiri, yang merupakan salah satu instalasi penunjang
medik yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada wakil
direktur penunjang medik. Instalasi pusat sterilisasi ini bertugas untuk
memberikan pelayanan terhadap semua kebutuhan kondisi steril atau bebas dari
semua mikroorganisme (termasuk endospora) secara cepat dan tepat.
Alur aktivitas fungsional CSSD secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Pembilasan : pembilasan alat-alat yang telah digunakan, tidak dilakukan di
ruang perawatan.
2. Pembersihan : semua peralatan pakai ulang harus dibersihkan secara baik
sebelum dilakukan proses disinfeksi dan sterilisasi.
3. Pengeringan : dilakukan sampai kering
4. Inspeksi dan pengemasan : setiap alat bongkar pasang harus diperiksa
kelengkapannya, sementara untuk bahan linen harus diperhatikan densitas
maksimumnya.
5. Memberi label : setiap kemasan harus mempunyai label yang menjelaskan isi
dari kemasan, cara sterilisasi, tanggal sterilisasi, dan kadaluarsa proses
sterilisasi.
6. Pembuatan : membuat dan mempersiapkan kapas serta kasa balut, yang
kemudian akan disterilkan.
7. Sterilisasi : sebaiknya diberikan tanggung jawab kepada staf yang terlatih.
8. Penyimpanan : harus diatur secara baik dengan mempertahankan kondisi
penyimpanan yang baik
9. Distribusi : dapat dilakukan berbagai sistem distribusi sesuai dengan rumah
sakit masing-masing.
Adapun tujuan dari pusat sterilisasi adalah :
1. Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril untuk
mencegah terjadinya infeksi.
2. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah serta
menanggulangi infeksi nosocomial
Universitas Sumatera Utara
3. Efisiensi tenaga medis/paramedik untuk kegiatan yang berorientasi pada
pelayanan terhadap pasien.
4. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang
dihasilkan.
Ketersediaan ruangan CSSD yang memadai merupakan suatu keharusan
untuk keefisienan dan keoptimalan fungsi kerja CSSD. Untuk menghindari
terjadinya kontaminasi silang di CSSD maka ruangan CSSD dibagi menjadi 5
bagian :
1) Daerah
dekontaminasi
:
terjadi
proses
penerimaan
barang
kotor,
dekontaminasi, dan pembersihan.
2) Daerah pengemasan alat : untuk melakukan pengemasan terhadap alat bongkar
pasang maupun pengemasan dan penyimpanan alat bersih
3) Daerah prossesing linen : linen diinspeksi, dilipat, dan dikemas untuk
persiapan sterilisasi. Selain linen pada daerah ini dipersiapkan pula bahanbahan seperti kain kasa, cotton swabs, dll.
4) Daerah sterilisasi : tempat dimana proses sterilisasi dilakukan
5) Daerah penyimpanan barang steril : sebaiknya letaknya berdekatan dengan
proses sterilisasi dilakukan. Tersedia mesin sterilisasi dua pintu dimana pintu
belakang langsung berhubungan dengan ruang penyimpanan.
a. Sentral gas medis adalah seperangkat prasarana peralatan dan atau tabung
gas/liquid yang menyimpan beberapa gas medis tertentu yang dapat disalurkan
melalui pipa instalasi gas medis
b. Instalasi gas medis adalah seperangkat sentral gas medis, instalasi pipa gas
medis sampai ke outlet
Universitas Sumatera Utara
c. Outlet adalah keluaran gas medis melalui dinding
2.6
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang
dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara
umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu
sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.
2.6.1. Jenis-jenis limbah
Jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian sebagai berikut ini :
1. Limbah klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin pembedahan dan
di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan
resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staf Rumah Sakit. Oleh
karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. Contoh limbah jenis
tersebut ialah perban atau pembungkusyang kotor, cairan badan, anggota badan
yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urine,produk darah dan
limbah sisa rekonstruksi sitotoksik.
2. Limbah bukan klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik
yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko
sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar
untuk mengangkut dan menbuangnya.
Berikut adalah tabel yang menyajikan contoh sistem kondisifikasi limbah rumah
sakit dengan menggunakan warna :
Universitas Sumatera Utara
Jenis limbah
Warna
Klinik
Kuning
Bukan klinik
Hitam
Kotor / terinfeksi
Merah
Dari kamar operasi
Hijau/biru
Tabel 1. Kondisifikasi limbah rumah sakit
2.6.2. Pengelolaan limbah
Pengolahan limbah RS Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai
cara. Yang diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce)
dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur
ulang (recycle), dan pengolahan (treatment) (Slamet Riyadi, 2000).
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut
:Pemisahan Limbah
a. Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
b. Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
c. Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang
menunjukkan kemana kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi aau
dibuang (Koesno Putranto. H, 1995).
1. Penyimpanan Limbah
Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai
gantinya dapat digunkanan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal
sehingga dapat diperloleh dengan mudah) kantung kertas ini dapat ditempeli
Universitas Sumatera Utara
dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan ditong dengan kode warna
dibangsal dan unit-unit lain.
2. Penanganan Limbah
a. Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian.
Kemudian diikiat bagian atasnya dan diberik label yang jelas
b. Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga jika dibawa
mengayun menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat tertentu untuk
dikumpulkan
c. Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna
yang sama telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang sesuai
d. Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan
hewan perusak sebelum diangkut ketempat pembuangan.
3. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode
warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor, limbah
bagian Klinik dibawa keinsenerator. Pengangkutan dengan kendaraan khusus
(mungkin ada kerjasama dengan dinas pekerja umum) kendaraan yang digunakan
untuk mengangkut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan setiap
hari, jika perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan
menggunakan larutan klorin.
4. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat
dibuang ditempat penimbunan sampah (Land-fill site), limbah klinik harus
dibakar (insenerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dan ditanam, limbah
Universitas Sumatera Utara
dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai
membusuk.(Bambang Heruhadi, 2000).
Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri,
insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-1500
ÂșC atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang
dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula
mempertoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah
sakit yang berasal dari rumah sakit yang lain. Insinerator modern yang baik tentu
saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung
limbah klinik maupun limbah bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk
farmasi yang tidak terpakai lagi.
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan
kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi
sebagai berikut :
1. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter
2. Tebarkan limbah klinik didasar lubang samapi setinggi 75 cm
3. Lapisan limbah yang ditimbun bisa ditanamkan samapai ketinggian 0,5
meter dibawah permukaan tanah
4. Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah (Setyo Sarwanto, 2003).
Semua petugas yang menangani limbah klinik perlu dilatih secara
memadai dan mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan jika
mengalami inokulasi atau kontaminasi badan. Semua petugas harus menggunakan
pakaian pelindung yang memadai, imunisasi terhadap hepatitis B sangat
Universitas Sumatera Utara
dianjurkan dan catatan mengenai imunisasi tersebut sebaiknya tersimpan dibagian
kesehatan kerja (Moersidik. S.S, 1995).
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN UMUM
RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI
2.1
Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Gawat darurat adalah keadaan klinis
pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU No 44 tahun 2009).
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 4 dan 5,
dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliput i
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Pelayanan kesehatan promotif adalah kegiatan pelayanan kesehatan yang
lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan, pelayanan
kesehatan preventif adalah kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit, dan pelayanan kesehatan kuratif adalah kegiatan pengobatan
yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin, serta pelayanan kesehatan rehabilitatif
adalah kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat
sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk
Universitas Sumatera Utara
dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya,
untuk menjalankan tugas tersebut rumah sakit mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit
2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit secara Umum
Menurut Siregar dan Amalia (2004) rumah sakit diklasifikasikan
berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut:
1. Berdasarkan kepemilikan rumah sakit pemerintah, terdiri dari:
(a) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan
(b) Rumah sakit Pemerintah Daerah
(c) Rumah sakit Militer
(d) Rumah sakit BUMN
(e) Rumah sakit swasta yang dikelola oleh masyarakat
2. Berdasarkan jenis pelayanan, terdiri atas:
(a) Rumah sakit umum, memberi pelayanan kepada pasien dengan beragam
jenis penyakit
Universitas Sumatera Utara
(b) Rumah sakit khusus, memberi pelayanan pengobatan untuk pasien dengan
kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah. Contoh: rumah sakit
kanker, rumah sakit bersalin
3. Berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri atas 2 jenis, yaitu:
(a) Rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan
program latihan untuk berbagai profesi
(b)
Rumah
sakit
non
pendidikan,
yaitu
rumah
sakit
yang
tidak
menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi dan tidak
memiliki hubungan kerjasama dengan universitas
2.1.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah
Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi
rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur
pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan (Siregar dan Amalia, 2004; UU No 44,
2009).
1. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13
(tiga belas) subspesialis
2. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2
(dua) subspesialis dasar
Universitas Sumatera Utara
3. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medic
4. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis
dasar
2.1.4 Visi dan Misi Rumah Sakit
Visi rumah sakit merupakan pernyataan untuk mengkomunikasikan sifat
dari
keberadaan
rumah
sakit,
berkenaan
dengan
maksud,
lingkungan
usaha/kegiatan dan kepemimpinan kompetitif; memberikan kerangka kerja yang
mengatur hubungan antara rumah sakit dan stakeholder utamanya; dan untuk
menyatakan tujuan luas dari unjuk kerja rumah sakit.
Misi merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas tentang alasan
keberadaan rumah sakit, maksud, atau fungsi yang diinginkan untuk memenuhi
pengharapan dan kepuasan konsumen dan metode utama untuk memenuhi
maksud tersebut (Siregar dan Amalia, 2004).
2.2
Komite Medik dan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
2.2.1 Komite Medik
Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih
dari ketua staf medis fungsional (SMF) atau yang mewakili SMF yang ada di
rumah sakit. Komite medis berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
direktur utama (Depkes, 2004). Komite medik diberikan dua tugas utama yaitu
menyusun standar pelayanan medik dan memberikan pertimbangan kepada
direktur dalam hal (Anonim, 2010):
Universitas Sumatera Utara
a. Pembinaan, pengawasan dan penelitian mutu palayanan medis, hak-hak klinis
khusus kepada SMF, program pelayanan medis, pendidikan dan pelatihan
(Diklat), serta penelitian dan pengembangan (Litbang)
b. Pembinaan tenaga medis dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan etika
profesi
2.2.2
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
Berdasarkan Kepmenkes No 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di rumah sakit, panitia farmasi dan terapi adalah organisasi
yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi,
sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi
yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan panitia farmasi dan terapi adalah:
a) Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat
serta evaluasinya
b) melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan
2.2.2.1 Fungsi dan Ruang Lingkup
Fungsi dan ruang lingkup panitia farmasi dan terapi adalah:
a. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan
obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi
secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga
harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat
yang sama
Universitas Sumatera Utara
b. Panitia farmasi dan terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak
produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus
d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
dan perawat
2.2.2.2 Peran Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi
Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua
kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit
di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini, agar dapat mengemban tugasnya
secara baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam
dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmakoepidemologi,
dan farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk
memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di
rumah sakit (Kepmenkes, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Formularium Rumah Sakit
Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh panitia
farmasi dan terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap
batas waktu yang ditentukan. Sistem yang dipakai adalah suatu sistem di mana
prosesnya tetap berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu
digunakan oleh staf medis, di lain pihak panitia farmasi dan terapi mengadakan
evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran,
dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien (Depkes, 2004).
Pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk kepada
dokter, apoteker, perawat, serta petugas administrasi di rumah sakit dalam
menerapkan sistem formularium, meliputi (Depkes, 2004):
a. Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan
panitia farmasi dan terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan,
organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung sistem
formularium yang diusulkan oleh panitia farmasi dan terapi
b. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan
tiap-tiap institusi
c. Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditulis
oleh panitia farmasi dan terapi untuk menguasai sistem formularium yang
dikembangkan oleh panitia farmasi dan terapi
d. Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generic
e. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di instalasi
farmasi
Universitas Sumatera Utara
f. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek
terapinya sama, seperti:
1. Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik yang sama
untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta
2. Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus didasarkan
pada pertimbangan farmakologi dan terapi
3. Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat
dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh dokter
untuk mendiagnosa dan mengobati pasien
2.4
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
IFRS adalah fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan
seorang apoteker dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi
persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara
profesional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan;
pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi;
dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan;
pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh
perbekalan kesehatan di rumah sakit; serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan
Amalia, 2004).
2.4.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari
pemilihan,
perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
Universitas Sumatera Utara
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan, dengan tujuan (Depkes, 2004):
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien
b. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan
c. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi
d. Mewujudkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna
e. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan
a. Pemilihan
Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi
obat merupakan peran aktif apoteker dalam panitia farmasi dan terapi untuk
menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian.
b. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara
lain
konsumsi,
epidemiologi,
kombinasi
metode
konsumsi
dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan berdasarkan:
a. Daftar obat esensial nasional (DOEN) atau formularium, standar terapi rumah
sakit dan ketentuan setempat yang berlakudata catatan medic
Universitas Sumatera Utara
b. Anggaran yang tersedia
c. Penetapan prioritas
d. Siklus penyakit
e. Sisa stok
f. Data pemakaian periode lalu
g. Perencanaan pengembangan
c. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui:
1. Pembelian:
a. Secara tender (oleh panitia pembelian barang farmasi)
b. Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan
2. Produksi/pembuatan sediaan farmasi:
a. Produksi steril
b. Produksi non steril
c. Sumbangan/droping/hibah
d. Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan
kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi:
1. Sediaan farmasi dengan formula khusus
2. Sediaan farmasi dengan harga murah
3. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
4. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran
Universitas Sumatera Utara
5. Sediaan farmasi untuk penelitian
6. Sediaan nutrisi parenteral
7. Rekonstruksi sediaan obat kanker
d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
tender, konsinyasi atau sumbangan.
e. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang ditetapkan:
1. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya
2. Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya
3. Mudah tidaknya meledak/terbakar
4. Tahan/tidaknya terhadap cahaya
g. Pendistribusian
Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi
di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi
dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan:
1. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
2. Metode sentralisasi atau desentralisasi
3. Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Farmasi Klinis
Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan langsung yang diberikan
apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat. Pelayanan farmasi
klinik meliputi:
1. Pengkajian pelayanan dan resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian
obat (medication error).
Tujuan pengkajian pelayanan dan resep untuk menganalisa adanya
masalah terkait obat; bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep. Kegiatan yang dilakukan yaitu apoteker harus
melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan
farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat
jalan. Persyaratan administrasi meliputi:
1. Nama, umur, jenis kelamin, dan berat badan serta tinggi badan pasien
2. Nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter
3. Tanggal resep
4. Ruangan/unit asal resep
Persyaratan farmasetik meliput i:
1. Nama obat, bentuk, dan kekuatan sediaan
2. Dosis dan jumlah obat
Universitas Sumatera Utara
3. Stabilitas
4. Aturan dan cara penggunaan
Persyaratan klinis meliputi:
1. Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat
2. Duplikasi pengobatan
3. Alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
4. Kontraindikasi
5. Interaksi obat
2. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat adalah proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat pasien. Tujuan:
1. Membandingkan
riwayat
penggunaan
obat
dengan
data
rekam
medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan informasi
penggunaan obat
2. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan
3. Mendokumentasikan adanya alergi dan ROTD
4. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat
5. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan obat
6. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan
7. melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang
digunakan
Universitas Sumatera Utara
8. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat
9. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat
10. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu kepatuhan
minum obat (concordance aids)
11. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan
dokter
12. Mengidentifikasi terapi lain misalnya suplemen, dan pengobatan alternatif
yang mungkin digunakan oleh pasien
Kegiatan yang dilakukan meliputi penelusuran riwayat penggunaan obat
kepada pasien/keluarganya, dan melakukan penilaian terhadap pengaturan
penggunaan obat pasien. Informasi yang harus didapatkan adalah nama obat
(termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan indikasi
dan lama penggunaan obat, ROTD termasuk riwayat alergi, dan kepatuhan
terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa).
3. Pelayanan lnformasi obat (PIO)
PIO adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi
obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang
dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan
lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit. Tujuan:
1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di
lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit
2. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan
obat/perbekalan farmasi, terutama bagi komite/sub komite farmasi dan terapi
3. Menunjang penggunaan obat yang rasional
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi:
1. Menjawah pertanyaan
2. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter
3. Menyediakan informasi bagi komite/sub komite farmasi dan terapi
sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit
4. Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat
jalan dan rawat inap
5. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya
6. Melakukan penelitian
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
1. Sumber daya manusia
2. Tempat
3. Perlengkapan
4. Konseling
Konseling obat adalah suatu proses diskusi antara apoteker dengan
pasien/keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk memberikan
kesempatan kepada pasien/keluarga pasien mengeksplorasikan diri dan membantu
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran sehingga pasien/keluarga
pasien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam penggunaan obat yang
benar termasuk swamedikasi. Tujuan umum konseling adalah meningkatkan
keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko efek
samping, meningkatkan cost effectiveness dan menghormati pilihan pasien dalam
menjalankan terapi. Tujuan khusus dari konseling adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien
2. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
3. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat
4. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat dengan
penyakitnya
5. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
6. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat
7. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi
8. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
9. Membimbing dan membina pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat
mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien
Kegiatan yang dilakukan dalam konseling meliputi:
1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
2. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui
three prime questions
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat
5. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien
6. Dokumentasi
Faktor yang perlu diperhatikan:
Universitas Sumatera Utara
1. Kriteria pasien
a) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan ginjal,
ibu hamil dan menyusui)
b) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi,
dll)
c) Pasien
yang
menggunakan
obat-obatan
dengan
instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off)
d) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin)
e) Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi)
f) Pasien yang memiliki riwayat kepatuhan rendah
2. Sarana dan prasarana
a) Ruangan atau tempat konseling
b) alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling)
5. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan
terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit
atas permintaan pasien yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di
rumah (home pharmacy care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus
Universitas Sumatera Utara
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien
dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain.
6. Pemantauan terapi obat (PTO)
PTO adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan
terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Tujuan pemantauan terapi
obat adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko ROTD.
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, ROTD
2. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
3. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat
Tahapan pemantauan terapi obat yaitu:
1. Pengumpulan data pasien
2. Identifikasi masalah terkait obat
3. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
4. Pemantauan
5. Tindak lanjut
Faktor yang harus diperhatikan:
1. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis bukti terkini dan
terpercaya
2. Kerahasiaan informasi
3. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat)
Universitas Sumatera Utara
7.
Monitoring efek samping obat (MESO)
MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respons terhadap obat yang
tidak dikehendaki (ROTD) yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan terapi. Efek samping obat adalah
reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
Tujuan:
1. Menemukan efek samping obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal, frekuensinya jarang
2. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah dikenal
dan yang baru saja ditemukan
3. mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
angka Kejadian dan hebatnya efek samping obat
4. Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
5. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO):
1. Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
2. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami ESO
3. Mengevaluasi laporan ESO
4. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di komite/sub komite farmasi
dan terapi
5. Melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional
Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Kerjasama dengan komite farmasi dan terapi dan ruang rawat
Universitas Sumatera Utara
2. Ketersediaan formulir monitoring efek samping obat
8. Evaluasi penggunaan obat (EPO)
EPO merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan:
1. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan
2. Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu
3. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat
4. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat
Kegiatan praktek EPO adalah mengevaluasi penggunaan obat secara
kualitatif. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada EPO meliputi indikator
peresepan, indikator pelayanan, indikator fasilitas.
9. Pengelolaan dan Penggunaan Obat Secara Rasional (PPOSR)
PPOSR adalah pengelolaan obat yang dilaksanakan secara efektif dan
efisien dimana pemanfaatan atau efikasi, keamanan (safety) dan mutu (quality)
obat terjamin; serta penggunaan obat secara 4 Tepat 1 Waspada, artinya harus
diberikan dengan indikasi yang tepat, untuk penderita yang tepat dengan jenis
obat yang tepat dan diberikan dengan regimen dosis yang tepat serta senantiasa
waspada terhadap kemungkinan terjadinya efek obat yang tidak diinginkan.
Kegiatan pengelolaan dan penggunaan obat dimulai dari:
1. Pemilihan jenis obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan
2. Perencanaan untuk mengadakan obat dan alat kesehatan tersebut dalam jenis,
jumlah, waktu dan tempat yang tepat.
3. Pengadaan berdasarkan pertimbangan dana yang tersedia dilakukan skala
prioritas pengadaan yang tepat.
Universitas Sumatera Utara
4. Penyimpanan yang tepat sesuai dengan sifat masing-masing obat dan alat
kesehatan.
5. Penyaluran kepada unit-unit pelayanan dan penunjang yang membutuhkan
obat dan alat kesehatan tersebut di Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah
Pusat, Instalasi Rawat Jalan, dan Instalasi Rawat Inap.
6. Penulisan resep oleh dokter (Prescribing Process).
7. peracikan oleh farmasis (Dispensing Process).
8. Pemberian oleh perawat kepada penderita (Administration Process).
9. penggunaan oleh penderita (Consuming Process).
10. Pemantauan khasiat dan keamanan obat oleh dokter, perawat, farmasis dan
penderita.
Seluruh kegiatan pengelolaan dan penggunaan obat yang dimulai dari
pertama sampai langkah ke-10 disebut sebagai Lingkar Sepuluh Kegiatan
Pengelolaan Dan Penggunaan Obat Secara Rasional (LSK-PPOSR), dimana jika
semua langkah dilakukan dengan tepat, maka diharapkan akan dapat dicegah
timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dan pengelolaan dan penggunaan obat
dan alat kesehatan.
10. Dispensing sediaan khusus
Dispensing sediaan khusus steril dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit
dengan tekhnik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya
kesalahan pemberian obat. Tujuan dilakukan dispensing sediaan khusus adalah
untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan
zat berbahaya, dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
Universitas Sumatera Utara
(a) Pencampuran obat suntik
Pencampuran obat steril dilakukan sesuai kebutuhan pasien yang
menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan dosis
yang ditetapkan. Kegiatan yang dilakukan meliputi mencampur sediaan intravena
ke dalam cairan infus, melarutkan sediaan intravena bentuk serbuk dengan pelarut
yang sesuai, dan mengemas mejadi sediaan siap pakai. Faktor yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pencampuran obat suntik adalah ruangan khusus,
lemari pencampuran biological safety cabinet, dan HEPA filter
(b) Penyiapan nutrisi parenteral
Kegiatan pencampuran nutrisi parenteral dilakukan oleh tenaga yang
terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan
formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai. Kegiatan yang
dilakukan meliputi mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin,
mineral untuk kebutuhan perorangan, dan mengemas ke dalam kantong khusus
untuk nutrisi. Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat dan ahli gizi
2. Sarana dan prasarana
3. Ruangan khusus
4. Lemari pencampuran biological safety cabinet
5. Kantong khusus untuk nutrisi parenteral
(c) Penanganan sediaan sitotoksik
Penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai
kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada
keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik
Universitas Sumatera Utara
dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada
saat pencampuran, distribusi, maupun pemberian kepada pasien sampai kepada
pembuangan
limbahnya.
Secara operasional
dalam
mempersiapkan dan
melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang
memadai. Kegiatan:
1. Melakukan perhitungan dosis secara akurat
2. Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
3. Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan
4. Mengemas dalam pengemas tertentu
5. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai
2. Lemari pencampuran biological safety cabinet
3. HEPA filter
4. Alat pelindung diri
5. Sumber daya manusia yang terlatih
6. Cara pemberian obat kanker
11. Pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)
PKOD dilakukan untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan kadar obat
tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang
sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter. Tujuan:
1. Mengetahui kadar obat dalam darah
2. Memberikan rekomendasi pada dokter yang merawat
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. Memisahkan serum dan plasma darah
2. Memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan menggunakan alat
TDM
3. Membuat rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil pemeriksaan
Faktor-faktor yang peru diperhatikan adalah:
1. Alat therapeutic drug monitoring/instrument untuk mengukur kadar obat
2. Reagen sesuai obat yang diperiksa
2.5
Instalasi Central Sterilization Supply Department (CSSD)
Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau instalasi pusat
pelayanan sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang
menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat
atau bahan yang membutuhkan kondisi steril (Hidayat, 2003).
Berdirinya CSSD di rumah sakit dilatar belakangi oleh:
a. Besarnya angka kematian akibat infeksi nosocomial
b. kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi manusia
di lingkungan rumah sakit
Fungsi utama CSSD adalah menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk
keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsinya adalah
menerima,
memproses,
mensterilkan,
menyimpan
serta
mendistribusikan
peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan
pasien. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari proses pembilasan,
pembersihan/dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan pengemasan, memberi
label, sterilisasi, sampai proses distribusi (Hidayat, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan pemakai alat steril
terbesar. Pemilihan lokasi seperti ini maka selain meningkatkan pengendalian
infeksi dengan meminimalkan resiko kontaminasi silang, serta meminimalkan lalu
lintas transportasi alat steril (Hidayat, 2003).
Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan berupaya
untuk mencegah resiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit.
Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya
angka infeksi nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai keberhasilan tersebut
maka perlu dilakukan pengendalian infeksi di rumah sakit.
Pusat sterilisasi merupakan salah satu mata rantai yang penting untuk
pengendalian infeksi dan berperan dalam upaya menekan kejadian infeksi. Untuk
melaksanakan tugas dan fungsi sterilisasi, pusat sterilisasi sangat bergantung pada
unit penunjang lain seperti unsur pelayanan medik, unsur penunjang medik,
maupun instalasi antara lain perlengkapan, pemeliharaan sarana rumah sakit,
sanitasi, dan lain-lain. Apabila terjadi hambatan pada salah satu sub unit di atas
maka pada akhirnya akan mengganggu proses dan hasil sterilisasi.
Bila ditinjau dari volume alat dan bahan yang harus disterilkan di rumah
sakit demikian besar, maka rumah sakit dianjurkan untuk mempunyai suatu
instalasi pusat sterilisasi tersendiri, yang merupakan salah satu instalasi penunjang
medik yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada wakil
direktur penunjang medik. Instalasi pusat sterilisasi ini bertugas untuk
memberikan pelayanan terhadap semua kebutuhan kondisi steril atau bebas dari
semua mikroorganisme (termasuk endospora) secara cepat dan tepat.
Alur aktivitas fungsional CSSD secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Pembilasan : pembilasan alat-alat yang telah digunakan, tidak dilakukan di
ruang perawatan.
2. Pembersihan : semua peralatan pakai ulang harus dibersihkan secara baik
sebelum dilakukan proses disinfeksi dan sterilisasi.
3. Pengeringan : dilakukan sampai kering
4. Inspeksi dan pengemasan : setiap alat bongkar pasang harus diperiksa
kelengkapannya, sementara untuk bahan linen harus diperhatikan densitas
maksimumnya.
5. Memberi label : setiap kemasan harus mempunyai label yang menjelaskan isi
dari kemasan, cara sterilisasi, tanggal sterilisasi, dan kadaluarsa proses
sterilisasi.
6. Pembuatan : membuat dan mempersiapkan kapas serta kasa balut, yang
kemudian akan disterilkan.
7. Sterilisasi : sebaiknya diberikan tanggung jawab kepada staf yang terlatih.
8. Penyimpanan : harus diatur secara baik dengan mempertahankan kondisi
penyimpanan yang baik
9. Distribusi : dapat dilakukan berbagai sistem distribusi sesuai dengan rumah
sakit masing-masing.
Adapun tujuan dari pusat sterilisasi adalah :
1. Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril untuk
mencegah terjadinya infeksi.
2. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah serta
menanggulangi infeksi nosocomial
Universitas Sumatera Utara
3. Efisiensi tenaga medis/paramedik untuk kegiatan yang berorientasi pada
pelayanan terhadap pasien.
4. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang
dihasilkan.
Ketersediaan ruangan CSSD yang memadai merupakan suatu keharusan
untuk keefisienan dan keoptimalan fungsi kerja CSSD. Untuk menghindari
terjadinya kontaminasi silang di CSSD maka ruangan CSSD dibagi menjadi 5
bagian :
1) Daerah
dekontaminasi
:
terjadi
proses
penerimaan
barang
kotor,
dekontaminasi, dan pembersihan.
2) Daerah pengemasan alat : untuk melakukan pengemasan terhadap alat bongkar
pasang maupun pengemasan dan penyimpanan alat bersih
3) Daerah prossesing linen : linen diinspeksi, dilipat, dan dikemas untuk
persiapan sterilisasi. Selain linen pada daerah ini dipersiapkan pula bahanbahan seperti kain kasa, cotton swabs, dll.
4) Daerah sterilisasi : tempat dimana proses sterilisasi dilakukan
5) Daerah penyimpanan barang steril : sebaiknya letaknya berdekatan dengan
proses sterilisasi dilakukan. Tersedia mesin sterilisasi dua pintu dimana pintu
belakang langsung berhubungan dengan ruang penyimpanan.
a. Sentral gas medis adalah seperangkat prasarana peralatan dan atau tabung
gas/liquid yang menyimpan beberapa gas medis tertentu yang dapat disalurkan
melalui pipa instalasi gas medis
b. Instalasi gas medis adalah seperangkat sentral gas medis, instalasi pipa gas
medis sampai ke outlet
Universitas Sumatera Utara
c. Outlet adalah keluaran gas medis melalui dinding
2.6
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang
dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara
umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu
sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.
2.6.1. Jenis-jenis limbah
Jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian sebagai berikut ini :
1. Limbah klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin pembedahan dan
di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan
resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staf Rumah Sakit. Oleh
karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. Contoh limbah jenis
tersebut ialah perban atau pembungkusyang kotor, cairan badan, anggota badan
yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urine,produk darah dan
limbah sisa rekonstruksi sitotoksik.
2. Limbah bukan klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik
yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko
sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar
untuk mengangkut dan menbuangnya.
Berikut adalah tabel yang menyajikan contoh sistem kondisifikasi limbah rumah
sakit dengan menggunakan warna :
Universitas Sumatera Utara
Jenis limbah
Warna
Klinik
Kuning
Bukan klinik
Hitam
Kotor / terinfeksi
Merah
Dari kamar operasi
Hijau/biru
Tabel 1. Kondisifikasi limbah rumah sakit
2.6.2. Pengelolaan limbah
Pengolahan limbah RS Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai
cara. Yang diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce)
dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur
ulang (recycle), dan pengolahan (treatment) (Slamet Riyadi, 2000).
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut
:Pemisahan Limbah
a. Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
b. Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
c. Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang
menunjukkan kemana kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi aau
dibuang (Koesno Putranto. H, 1995).
1. Penyimpanan Limbah
Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai
gantinya dapat digunkanan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal
sehingga dapat diperloleh dengan mudah) kantung kertas ini dapat ditempeli
Universitas Sumatera Utara
dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan ditong dengan kode warna
dibangsal dan unit-unit lain.
2. Penanganan Limbah
a. Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian.
Kemudian diikiat bagian atasnya dan diberik label yang jelas
b. Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga jika dibawa
mengayun menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat tertentu untuk
dikumpulkan
c. Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna
yang sama telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang sesuai
d. Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan
hewan perusak sebelum diangkut ketempat pembuangan.
3. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode
warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor, limbah
bagian Klinik dibawa keinsenerator. Pengangkutan dengan kendaraan khusus
(mungkin ada kerjasama dengan dinas pekerja umum) kendaraan yang digunakan
untuk mengangkut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan setiap
hari, jika perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan
menggunakan larutan klorin.
4. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat
dibuang ditempat penimbunan sampah (Land-fill site), limbah klinik harus
dibakar (insenerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dan ditanam, limbah
Universitas Sumatera Utara
dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai
membusuk.(Bambang Heruhadi, 2000).
Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri,
insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-1500
ÂșC atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang
dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula
mempertoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah
sakit yang berasal dari rumah sakit yang lain. Insinerator modern yang baik tentu
saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung
limbah klinik maupun limbah bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk
farmasi yang tidak terpakai lagi.
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan
kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi
sebagai berikut :
1. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter
2. Tebarkan limbah klinik didasar lubang samapi setinggi 75 cm
3. Lapisan limbah yang ditimbun bisa ditanamkan samapai ketinggian 0,5
meter dibawah permukaan tanah
4. Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah (Setyo Sarwanto, 2003).
Semua petugas yang menangani limbah klinik perlu dilatih secara
memadai dan mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan jika
mengalami inokulasi atau kontaminasi badan. Semua petugas harus menggunakan
pakaian pelindung yang memadai, imunisasi terhadap hepatitis B sangat
Universitas Sumatera Utara
dianjurkan dan catatan mengenai imunisasi tersebut sebaiknya tersimpan dibagian
kesehatan kerja (Moersidik. S.S, 1995).
Universitas Sumatera Utara