Karakteristik dan Faktor-Faktor Hambatan Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan Pap smear di Wilayah Kerja Puskesmas Kedai Durian Kecamatan Medan Johor

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.

Pap smear

1.1 Pengertian Pap smear
Pap smear pertama kali diperkenalkan pada tahun 1928 oleh dokter Yunani
Dr. George N. Papanicolau dan Dr. Aurel Babel, tetapi mulai populer sejak tahun
1943. Pemakaian spatula diperkenalkan pada tahun 1947 oleh Dr. J. Ernest Ayre.
Papanicolaou smear atau Pap smear adalah metode yang digunakan untuk
mengetahui dan memeriksa sitologis leher rahim yang digunakan untuk
mendeteksi adanya kanker serviks atau sel prakanker (Aziz, 2006).
Tes Pap smear merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan
prakanker serviks dengan ketepatan diagnostik sitologi ± 90% pada displasia berat
(karsinoma in situ) dan 76% pada displasia ringan/ sedang. Pap smear sangat
efektif dalam mendeteksi perubahan prakanker pada serviks. Jika hasil Pap smear
menunjukkan displasia atau serviks tampak abnormal biasanya dilakukan
kolposkopi dan biopsi (Azis, 2006).
Pemeriksaan Pap smear menggunakan alat skrining kanker serviks uteri
yang dipergunakan untuk memantau perubahan sel epitel serviks uteri mulai dari

perubahan displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan karsinoma in
situ. Di negara maju tes Pap smear dilaksanakan periodik dan teratur terutama
pada wanita golongan risiko tinggi. Hal tersebut bertujuan untuk mendeteksi
karsinoma dini sehingga angka kesakitan akibat karsinoma serviks tidak
meningkat (Tambunan,1991).

Universitas Sumatera Utara

1.2 Program pemeriksaan Pap smear
Meskipun kanker serviks masih belum dapat dielimanasi, namun angka
kejadiannya dapat ditekan dengan melakukan pemeriksaan Pap smear dan
Inspeksi visual asam asetat, biopsi dan kolposkopi. Deteksi dini kanker serviks
sangat dianjurkan untuk setiap wanita yang sudah pernah melakukan hubungan
seksual (Bachnas, 2010). The British Columbia juga menyarankan tes Pap smear
dilakukan setiap tahun pada wanita resiko tinggi yaitu yang melakukan hubungan
seksual sebelum usia 20 tahun, dan mempunyai mitra seks lebih dari 2 orang
sepanjang hidupnya. American Cancer Society juga menyarankan hal yang sama
tetapi untuk kelompok yang tidak mempunyai resiko tinggi cukup 3 tahun sekali
(Ramli,2002).
Program pemeriksaan dini yang dianjurkan untuk pemeriksaan risiko

terjadinya kanker serviks menurut WHO dilakukan minimal satu kali pada
wanita di usia sekitar 35-49 tahun. Pada daerah dengan fasilitas tersedia,
maka pemeriksaan ini harus dilakukan setiap 10 tahun sekali pada wanita usia
35-55 tahun, dan pada daerah dengan fasilitas yang tersedia berlebih maka
pemeriksaan dilakukan tiap 5 tahun sekali. Namun, screening yang ideal
dilakukan adalah setiap 3 tahun sekali pada wanita usia 25-60 tahun dan dapat
dihentikan pada usia 70 tahun untuk wanita yang tidak memliki abnormalitas
pada hasil pemeriksaan tes Pap smear (Rasjidi, 2010). Departemen Kesehatan
RI menganjurkan bahwa semua wanita yang berusia 20-60 tahun harus
melakukan Pap smear paling tidak setiap 5 tahun (Ramli, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Tes pemeriksaan kanker serviks juga dapat diketahui dengan inspeksi
visual asam asetat (IVA). Inspeksi visual dengan asam asetat merupaka metode
deteksi dini kanker leher rahim dengan mengoleskan asam asetat (cuka) ke dalam
leher rahim oleh dokter atau bidan yang ahli. Bila terdapat lesi kanker, maka akan
terjadi perubahan warna menjadi agak keputihan pada leher rahim yang diperiksa.
Tujuan dilakukan skrining dengan menggunakan asam asetat juga untuk
mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini

terhadap kasus kanker serviks yang ditemukan, namun informasi tentang IVA
masih belum banyak diketahui oleh masyarakat dan sampai saat ini pencegahan
kanker serviks banyak dilakukan dengan metode Papanicolau smear (Melianti,
2011).
Pap smear dianggap paling efektif dalam mendeteksi dini kanker serviks
karena dilakukan di bawah pemeriksaan mikroskop. Tingkat efektivitasnya bisa
mencapai 90-95%. Pemeriksaan ini murah, cepat dan dapat dilakukan di
pelayanan kesehatan terdekat seperti puskesmas, rumah bersalin, rumah sakit,
klinik, praktik kedokteran dan dapat dilakukan kapan pun kecuali sedang haid
atau sesuai petunjuk dokter (Candraningsih, 2011).

1.3 Manfaat dan Keuntungan Pap smear
Pap smear berguna untuk mengetahui ada tidaknya radang dan tingkatan
radang pada rahim, adanya kelainan degeneratif pada rahim, serta ada tidaknya
tanda – tanda keganasan (kanker) pada rahim. Selain itu dengan melakukan tes
Pap smear, akan diketahui penyebab radang baik oleh parasit, bakteri maupun
jamur (Bohme, 2001)

Universitas Sumatera Utara


Menurut Ramli (2002), Pap smear mempunyai keuntungan yaitu: dapat
dikerjakan dengan cepat, sederhana, tidak sakit dan tidak merusak jaringan,
mudah diulang (bila sediaan apus yang dibuat kurang representatif, atau diulang
dalam waktu yang telah ditetapkan dalam program). Pemeriksaan tersebut juga
dapat menenangkan hati bagi sebagian besar orang yang mengalami perubahan
sebelum keganasan kanker mulut rahim ditemukan dan meningkatkan harapan
hidup bagi wanita (Nurhasanah, 2008)

1.4 Proses Pemeriksaan Pap smear
Pap smear merupakan pemeriksaan daerah seviks. Dalam melakukan
pemeriksaan serviks, perlu dijelaskan kepada pasien tujuan dan prosedur yang
akan dilakukan karena pasien biasanya gelisah dan berasumsi bahwa jika hasil
Pap smear abnormal berarti ada kanker pada tubuhnya. (Smeltzer; Bare, 2002).
Pengambilan Pap smear dilakukan 10 hari setelah bersih menstruasi dan 3
hari sebelum pengambilan tidak melakukan hubungan seksual, agar tidak
mengaburkan hasil pemeriksaan. Dalam pengambilan sediaan apusan lebih dulu
dituliskan data klinis pasien yang jelas pada lembar permintaan konsultasi
meliputi: nama, umur, alamat, usia menikah, jumlah paritas, tanggal haid terakhir,
kontrasepsi, riwayat radiasi / kemoterapi, keadaan klinis dan keluhan kemudian
membersihkan daerah vulva dari bagian yang terdekat sampai yang terjauh

dengan menggunakan kapas DTT dan untuk menampilkan serviks digunakan
spekulum cocor bebek. Menggeserkan spekulum cukup dilakukan sekali agar
tidak terjadi kerusakan sel (Evennet, 2003). Pengambilan sediaan apus berasal
dari kutub vagina,

dari mulut rahim, dan dari saluran serviks yang diambil

Universitas Sumatera Utara

dengan kapas lidi., kemudian mengoleskannya dengan kaca benda dan segera
difiksasi, dibiarkan dalam larutan fiksasi minimal selama 30 menit sambil
mengeringkannya di udara. Bahan fiksasi yang dapat dipakai adalah alkohol 95%.
Hal tersebut memerlukan keterampilan yang tinggi dari pengambil sediaan
(Bohme, C. 2001). Apabila tempat pewarnaan jauh dari tempat praktek atau
laboratorium, sediaan apus dimasukkan dalam amplop atau pembungkus agar
tidak pecah (Ramli, 2002).

1.5 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Pap smear
Hasil pemeriksaan akan menunjukkan hasil negatif jika tidak ditemukan
sel ganas, dapat mengulangi pemeriksaan sitologi dalam satu tahun lagi. Apabila

sediaan yang diperoleh tidak memuaskan dapat disebabkan karena fiksasi yang
kurang bagus, tidak ditemukan sel endoserviks, dan terjadi peradangan sel,
disarankan untuk mengulangi pemeriksaan sitologi kembali. Berdasarkan
klasifikasinya, Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas yaitu:
pada kelas I tidak ada sel abnormal, kelas II terdapat gambaran sitologi atipik,
namun tidak ada indikasi adanya keganasan, kelas III adalah gambaran sitologi
yang dicurigai keganasan, displasia ringan sampai sedang, kelas IV gambaran
sitologi dijumpai displasia berat dan kelas V adalah keganasan.
Hasil akan menunjukkan displasia jika terdapat sel-sel diskariotik baik
dalam derajat ringan, sedang, sampai karsinoma in situ sehingga penanganannya
harus lebih serius dan harus diamati minimal 6 bulan

berikutnya. Hasil

pemeriksaan akan positif jika terdapat sel - sel ganas pada pemeriksaan
mikroskopi dan penanganan harus dilakukan di rumah sakit (Ramli, 2002).

Universitas Sumatera Utara

2. Wanita Usia Subur

2.1 Pengertian Wanita Usia Subur
Yang dimaksud dengan wanita usia subur adalah wanita yang keadaan
organ reproduksinya berfungsi dengan baik antara umur 20-40 tahun, dimana
dalam masa ini wanita harus menjaga dan merawat personal higiene melalui
pemeliharaan keadaan alat kelaminnya. Puncak kesuburan ada pada rentang usia
20-29 tahun., dimana pada usia ini wanita memiliki kesempatan 95 % untuk hamil
dan pada usia 30-an persentasenya menurun hingga 90%, sedangkan memasuki
usia 40 tahun, kesempatan untuk hamil berkurang hingga menjadi 40 %. Setelah
usia 40 tahun, wanita hanya mempunyai maksimal 10 % kesempatan untuk hamil
(Sarlina, 2009).
Menurut Febriana (2007), ada beberapa tanda-tanda untuk mengetahui
wanita subur diantaranya adalah siklus haid wanita yang teratur setiap bulan. Satu
putaran haid dimulai dari hari pertama keluar haid hingga sehari sebelum haid
datang kembali. Biasanya berlangsung selama 28 hingga 30 hari. Oleh karena itu
siklus haid dapat dijadikan indikasi pertama untuk menandai seorang wanita subur
atau tidak. Kemajuan teknologi seperti ovulation thermometer juga dapat
dijadikan sebagai alat untuk mendeteksi kesuburan seorang wanita. Thermometer
ini akan mencatat perubahan suhu badan saat wanita mengeluarkan benih atau sel
telur. Bila benih keluar, biasanya termometer akan mencatat kenaikan suhu
sebanyak 0,2 derajat celsius selama 10 hari. Selain itu dapat dilakukan tes darah.

Tes darah dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon yang berperan pada
kesuburan seorang wanita. Wanita yang siklus haidnya tidak teratur, seperti

Universitas Sumatera Utara

datangnya haid tiga bulan sekali atau enam bulan sekali biasanya tidak subur. Jika
dalam kondisi seperti ini, beberapa tes darah perlu dilakukan untuk mengetahui
penyebab dari tidak lancarnya siklus haid.
Selain hal tersebut, kesuburan wanita juga dapat diketahui dari organ
tubuh, seperti buah dada, kelenjar tiroid pada leher, dan organ reproduksi.
Kelenjar tiroid yang mengeluarkan hormon tiroksin berlebihan akan mengganggu
proses pelepasan sel telur. sedangkan pemeriksaan buah dada ditujukan untuk
mengetahui hormon prolaktin di mana kandungan hormon prolaktin yang tinggi
akan mengganggu proses pengeluaran sel telur. Wanita yang pernah mengalami
keguguran, baik disengaja ataupun tidak, mempunyai peningkatan peluang
terjangkitnya kuman pada saluran reproduksi. Kuman ini akan menyebabkan
kerusakan dan penyumbatan saluran reproduksi.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kanker Leher Rahim
Pada Wanita Usia Subur

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker leher rahim
(serviks) pada wanita usia subur diantaranya adalah umur, usia pertama kawin
atau melakukan hubungan seksual,merokok, kontrasepsi yang digunakan, jumlah
paritas, sering berganti pasangan, dan deteksi dini yang tidak dilakukan (Azis,
2000).
Pada umumnya, wanita umur 30-55 tahun mempunyai resiko tinggi untuk
timbulnya kanker serviks, tetapi sekarang telah terjadi peningkatan jumlah wanita
muda yang sel-sel abnormalnya dapat didiagnosis pada sitologis serviks. Periode
laten dan fase pra invasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun.

Universitas Sumatera Utara

Puncak insiden karsinoma adalah usia 20-30 tahun dimana kejadian kanker di usia
muda disebabkan karena melakukan aktivitas seksual secara dini. Berdasarkan
penelitian yang pernah dilakukan di RSCM kanker serviks terjadi pada usia 25-34
tahun dan umur 35-54 tahun. Stadium IA lebih sering ditemukan pada kelompok
umur 40-49 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan pada
kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok
umur 35-44 tahun, dan stadium III B sering pada kelompok umur 45-54 tahun
(Yuliatin, 2010)

Infeksi virus Human Papilloma Virus (HPV) diduga sebagai penyebab
hampir 90 % kanker serviks uteri. HPV biasanya dapat terjadi melalui penyakit
menular seksual yang prosesnya memakan waktu 2-30 tahun kemudian dan pada
umumnya dapat meyebabkan peradangan pada genitalia wanita (Hacker, 2001
dalam Surbakti, 2004)
Umur merupakan salah satu faktor yang cukup penting untuk terjadinya
kanker serviks. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seksual
semakin besar resiko yang harus ditanggungnya untuk menderita kanker serviks,
karena terjadinya kanker leher rahim dengan masa laten kanker leher rahim
memerlukan waktu 30 tahun sejak melakukan hubungan seksual pertama,
sehingga hubungan seksual pertama dianggap awal dari mula proses munculnya
kanker leher rahim pada wanita (Riono, 1994 dalam Surbakti, 2004).
Wanita menikah di bawah usia 16 tahun biasanya 10 – 12 kali lebih besar
kemungkinan terjadi kanker leher rahim dibandingkan mereka yang menikah
setelah berusia 20 tahun ke atas karena pada usia tersebut kondisi rahim seorang

Universitas Sumatera Utara

remaja putri sangat sensitif. Serviks remaja lebih rentan terhadap stimulus
karsinogenik karena terdapat proses metaplasia skuamosa yang aktif, yang terjadi

di dalam zona transformasi selama periode perkembangan. Wanita perokok juga
lebih rentan terkena kanker leher rahim, karena rokok akan menghasilkan zat
karsinogen yang dapat menyebabkan turunnya daya tahan di daerah serviks.
(Azis, 2000).
Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama lebih dari 4 atau 5 tahun
juga dapat meningkatkan resiko terkena kanker leher rahim sebesar 1,5 – 2,5 kali.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita
sensitif terhadap HPV yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada genitalia
sehingga berisiko untuk terjadinya kanker leher rahim. Pil kontrasepsi oral diduga
akan menyebabkan defisiensi asam folat yang mengurangi metabolisme mutagen
sedangkan estrogen kemungkinan menjadi salah satu kofaktor yang membuat
replikasi DNA HPV (Ramli,2002)
Berdasarkan hasil penelitian Tambunan (1991), kanker leher rahim
dijumpai pada wanita yang sering partus atau melahirkan. Kategori partus sering
belum ada keseragaman akan tetapi menurut beberapa pakar berkisar antara 3 – 5
kali melahirkan. Kanker leher rahim berhubungan kuat dengan perilaku seksual
seperti mitra seks yang berganti-ganti, dan usia saat melakukan hubungan seks
yang pertama. Wanita yang melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun
atau mempunyai pasangan seksual berganti-ganti lebih beresiko untuk terjadi
kanker leher rahim karena berganti-ganti pasangan dalam

hubungan seksual

Universitas Sumatera Utara

memperbesar kemungkinan terinfeksi HPV dan resiko meningkat lebih dari 10
kali apabila bermitra seks 6 atau lebih (Azis, 2000).
Risiko juga meningkat bila berhubungan seks dengan laki-laki berisiko
tinggi (laki-laki yang banyak berhubungan seks dengan banyak wanita), atau lakilaki yang mengidap penyakit Condiloma akuminatum di penisnya (Widyastuti,
2010).
Kejadian kanker serviks dalam jangka waktu 10 tahun di Indonesia
mencapai

peningkatan peringkat kanker serviks sebagai penyebab kematian

terbanyak. Setiap tahun diperkirakan terdapat 190.000 penderita baru dan 1/5
penderita meninggal akibat penyakit kanker serviks. Tingginya angka kematian
penderita kanker serviks di Indonesia disebabkan karena sebagian besar penderita
kanker serviks (70 %) ditemukan pada stadium lanjut. (Aziz, 2006).
Angka kematian akibat kanker ini bisa dikurangi 3 – 35% bila dilakukan
tindakan preventif, screening dan deteksi dini, seperti dengan melakukan tes Pap
smear bagi mereka yang telah aktif secara seksual, karena dengan deteksi dini
dapat diketahui secara dini keadaan organ reproduksinya sehingga dapat
menurunkan angka kematian (Nugraha,2009).

3.

Wanita usia subur yang perlu melakukan pemeriksaan dini resiko
terjadinya kanker serviks
Menurut BKKBN (2006), wanita yang perlu melakukan pemeriksaan Pap

smear diantaranya adalah:
a. wanita yang telah melakukan hubungan seksual pada usia muda < 20 tahun
b. Wanita yang telah menikah dan berusia 30 tahun atau lebih

Universitas Sumatera Utara

c. Wanita usia muda yang telah melakukan hubungan seksual dini. Pada
dasarnya wanita usia muda memiliki mulut rahim yang belum matang,
ketika melakukan hubungan seksual dapat terjadi gesekan yang dapat
menimbulkan luka kecil, yang mengundang masuknya virus.
d. Wanita yang sering berganti-ganti pasangan seks
e. Wanita yang sering melahirkan. Berdasarkan paritas, pada umumnya kanker
serviks uteri paling banyak dijumpai pada wanita yang sering melahirkan.
Kategori sering belum ada keseragaman tetapi umumnya para ahli kanker
memberi batasan 3-5 kali melahirkan. (Tambunan, 1995)
f. Wanita perokok. Wanita perokok mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang bukan
perokok karena zat dalam rokok menyebabkan daya tahan leher rahim
menurun dan menjadi peka terhadap faktor-faktor pencetus terjadinya
kanker serviks (Surbakti, 2004)
g. Wanita menopause dan mengelurkan darah pervaginam
h. Peserta KB yang sudah > 5 tahun (terutama dengan kontrasepsi hormonal
atau IUD), karena tali IUD akan menyebabkan trauma pada serviks yang
menyebabkan timbulnya infeksi dan kemungkinan dikhawatirkan akan
terjadi proses metaplasia, sedangkan pada kontrasepsi hormonal dapat
terjadi perdarahan yang tidak teratur .
i. Wanita yang mengalami perdarahan setiap kali melakukan senggama
(contact bleeding) atau mengalami keputihan kronis.

Universitas Sumatera Utara

j. Wanita yang berhubungan seks dengan laki-laki berisiko tinggi (laki-laki
yang banyak berhubungan seks dengan banyak wanita), atau laki-laki yang
mengidap penyakit Condiloma akuminatum dan HPV di penisnya.
Wanita yang dianjurkan untuk melakukan tes Pap smear pada umumya
adalah mereka yang tinggi aktifitas seksualnya walaupun keseluruhan wanita yang
sudah pernah melakukan hubungan seksual juga dianjurkan untuk memeriksakan
diri, diantaranya adalah: (Sukaca, 2009 dalam Nurhasanah, 2008).
a. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berusia muda sudah menikah atau
belum menikah namun aktivitas seksualnya sangat tinggi.
b. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berganti ganti pasangan seksual atau
pernah menderita infeksi HIV atau kutil kelamin.
c. Setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun.
d. Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB.
e. Sesudah 2 kali pap tes (-) dengan interval 3 tahun dengan catatan bahwa
wanita resiko tinggi harus lebih sering menjalankan Pap smear.
f. Sesering mungkin jika hasil Pap smear menunjukkan abnormal
g. Sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan prakanker maupun
kanker serviks.

4. Faktor-Faktor Hambatan Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan
Pap smear
Pemeriksaan dini kanker serviks merupakan langkah awal yang harus
dilakukan oleh setiap wanita. Pap smear adalah suatu test yang aman dan
murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk mendeteksi kelainan-

Universitas Sumatera Utara

kelainan yang ada dalam sel-sel leher rahim. Hasil penelitian Suwiyoga
(2001) dan Eltrikanawaty (2008) menunjukkan bahwa terdapat beberapa
hambatan wanita usia subur melakukan pemeriksaan dini kanker serviks
diantaranya adalah pengetahuan, agama, sosial budaya, sumber informasi,
ekonomi, motivasi, serta fasilitas dan pelayanan kesehatan.
4.1 Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh seseorang baik secara formal maupun
informal. Pengetahuan berhubungan erat dengan pendidikan, informasi dan
pengalaman. Pendidikan merupakan proses belajar yang pernah ditempuh
secara formal didalam lembaga pendidikan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin mudah baginya untuk menyerap pengetahuan.
Konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar, berarti di dalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan ke arah
yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang sehingga dapat menghasilkan
perubahan perilaku pada diri individu, kelompok, atau masyarakat
(Notoadmodjo, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah (2008) terhadap penderita
kanker leher rahim

dengan pendidikan yang lebih rendah diperoleh bahwa

pengetahuan yang dimiliki menjadi faktor risiko yang mempengaruhi wanita tidak
melakukan pemeriksaan Pap smear sebagai pencegahan dini resiko terjadinya
kanker serviks.

Universitas Sumatera Utara

4.2 Agama
Agama merupakan kepercayaan yang dianut oleh seseorang yang diyakini
dapat memberikan petunjuk dalam kehidupan sehari-hari. Agama juga
mengajarkan larangan-larangan yang harus dihindarkan dan merupakan faktor
utama yang berperan dalam menuntun sesorang untuk melakukan suatu tindakan.
sehingga seseorang yang taat memeluk ajaran agamanya tidak akan melanggar
perintah dan larangan yang diajarkan (Husein, 2004). Agama, keyakinan, dan
kebenaran merupakan kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan atau
menyatakan kepercayaan.
Menurut Handayani (2007) aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya dan
berdasarkan pandangan agama Islam tidak menyarankan seorang wanita untuk
memperlihatkan auratnya kepada orang lain kecuali muka dan telapak tangan,
sementara pemeriksaan serviks dengan metode Pap smear adalah dengan
mengambil bahan apusan dari organ reproduksi serviks

sehingga harus

menunjukkan bagian privasi yang sangat pribadi, akibatnya kondisi tersebut
menjadi alasan sebagian wanita enggan melakukan pemeriksaan Pap smear.
4.3 Sosial budaya
Budaya merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh individu dalam
kehidupan sehari-hari yang mempengaruhi sistem sosialnya. Sistem sosial-budaya
yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap dalam menerima informasi
yang didapat. Proses pembentukan budaya seringkali bermula dari keyakinan,
tata nilai atau adat kebiasaaan dan tradisi yang dianut oleh seseorang termasuk di
dalamnya merupakan sikap dan pola perilakunya diantara kelompok dalam

Universitas Sumatera Utara

masyarakat (Soemardjan, 2004). Pada dasarnya, peran budaya terhadap kesehatan
masyarakat adalah membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau
kegiatan individu, kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan
kesehatan. Jika persepsi tentang kesehatan atau penyebab sakit berbeda dengan
konsep medis, tentunya upaya untuk mengatasinya juga berbeda, disesuaikan
dengan keyakinan atau kepercayaan yang sudah dianut secara turun-temurun
sehingga lebih banyak menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi
kesehatan dan untuk merubah perilaku sangat membutuhkan waktu dan cara yang
strategis ( Maas, 2004).
Perasaan malu, apatis dan takut merupakan hal yang termasuk dalam sikap
individu yang mempengaruhi sistem sosialnya. Menurut Ishak (2009) penyebab
rendahnya kesadaran wanita melakukan deteksi dini adalah rasa takut jika hasil
pemeriksaan atau skreening menyatakan bahwa mereka menderita kanker serviks
dan tidak jarang pula ketakutan yang tidak beralasan itu dihubungkan dengan
kematian, sehingga mereka lebih memilih untuk menghindarinya. Keengganan
wanita melakukan Pap smear juga disebabkan oleh perasaan malu untuk
memeriksa organ reproduksinya dengan alasan malu menunjukkan bagian privasi
pribadinya kepada tenaga kesehatan (Nuraora, 2008).
4.4 Sumber Informasi
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam
penyampaian informasi, merangsang pikiran dan kemampuan. Terdapat berbagai
media yang dapat dijadikan sarana dalam mendapatkan informasi mengenai Pap
smear, akan tetapi ada juga individu yang belum mendapatkan informai mengenai

Universitas Sumatera Utara

Pap smear atau metode untuk mendeteksi dini kanker serviks. Media informasi
untuk komunikasi massa terdiri dari media cetak, yaitu surat kabar, majalah, buku,
dan media elektronik yaitu radio, tv, maupun internet. Informasi tentang
kesehatan reproduksi dapat diperoleh masyarakat baik melalui petugas kesehatan,
media cetak dan media elektronik, teman, orangtua, tetangga, atau mencari tahu
sendiri (Candraningsih, 2011).
4.5 Ekonomi
Keadaan ekonomi masyarakat dapat memengaruhi sistem pelayanan
kesehatan. Ekonomi yang baik memungkinkan anggota keluarga untuk
memperoleh kebutuhan yang lebih tinggi, misalnya di bidang pendidikan,
kesehatan, pengembangan karir dan sebagainya. Pekerjaan adalah aktivitas rutin
yang dilakukan seseorang di luar ataupun di dalam rumah yang menghasilkan
imbalan berupa materi maupun uang. Pekerjaan berkaitan dengan penghasilan
yang diperoleh seseorang. Penghasilan merupakan ukuran yang sering digunakan
untuk melihat kondisi status sosial ekonomi pada suatu kelompok masyarakat.
Para isteri pekerja kasar 4 kali lebih memungkinkan untuk terjadinya kanker
serviks dibandingkan para isteri pekerja kantor atau pekerja ringan dimana standar
kebersihan yang baik mungkin tidak dapat dicapai dengan mudah (Hidayati, 2001
dalam Surbakti, 2004). Menurut MKI (2007) penelitian di Amerika pada April
2003 didapatkan hasil bahwa responden dengan tingkat penghasilan yang lebih
tinggi memiliki kemauan 1,56 kali lebih besar untuk menjalankan pemeriksaan
Pap smear dibandingkan responden dengan tingkat penghasilannya lebih rendah.

Universitas Sumatera Utara

Biaya

juga

mempengaruhi

seseorang

untuk

berperilaku

dalam

mendapatkan pengobatan. Apabila biaya yang dikeluarkan mahal maka seseorang
cenderung tidak mencari pengobatan. Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan
seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan menyebabkan 8% orang yang
melaporkan sakitnya terlambat dalam mencari pengobatan (Fatimah, 2009).
Akibatnya, pada golongan sosial ekonomi yang rendah sering kali terjadi
keganasan pada sel-sel mulut rahim hal ini karena ketidakmampuan melakukan
Pap smear secara rutin (Fitria, 2007).
Biaya Pap smear bagi golongan ekonomi lemah menyebabkan mereka
tidak mampu melakukan pemeriksaan Pap smear. Berdasarkan keterangan yang
diperoleh peneliti dari tenaga kesehatan (2011), biaya pemeriksaan Pap smear
berkisar sekitar Rp. 100.000-. sampai dengan Rp. 200.000,-. Beberapa responden
menyampaikan kepada peneliti bahwa mereka enggan mengeluarkan biaya
pemeriksaan Pap smear karena mereka lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan
sandang dan pangan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Eltrikanawati (2008),
bahwa semakin tinggi penghasilan responden maka perilaku akan semakin baik
dalam melakukan pemeriksaan kesehatan termasuk pemeriksaan dini resiko
terjadinya kanker serviks.
4.6 Motivasi dan Dukungan
Partisipasi suami dalam upaya pencegahan kanker seviks dapat
diwujudkan melalui berbagai tindakan, misalnya melalui dukungan sosial suami
terhadap kunjungan deteksi dini kanker leher rahim yang berfokus pada sifat
interaksi yang berlangsung. Keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

Universitas Sumatera Utara

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan
(Friedman, 1998 dalam Yatini, 2009). Dukungan suami atau keluarga merupakan
faktor yang dapat mendukung wanita usia subur melakukan pemeriksaan organ
reproduksi dan keterlibatan suami dalam kesehatan reproduksi pasangannya
memberikan dampak yang positif terhadap kesehatannya termasuk dalam hal
pemeriksaan Pap smear, namun faktanya partisipasi suami dalam kesehatan
reproduksi pasangannya sangat rendah (Ishak, 2009).
4.7 Fasilitas dan Pelayanan Kesehatan
Fasilitas sangat mendukung seseorang dalam melakukan suatu kegiatan.
Jarak pelayanan kesehatan, kurangnya tenaga terlatih untuk pengambilan
sediaan, tidak tersedianya peralatan dan bahan untuk pengambilan sediaan, tidak
tersedianya

sarana

pengiriman

sediaan,

tidak

tersedianya

laboratorium

pemrosesan sediaan dan tenaga ahli sitologi merupakan kendala seorang wanita
untuk melakukan pemeriksaan Pap smear (Nugraha, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Karakteristik dan Faktor-Faktor Hambatan Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan Pap smear di Wilayah Kerja Puskesmas Kedai Durian Kecamatan Medan Johor

0 0 11

Karakteristik dan Faktor-Faktor Hambatan Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan Pap smear di Wilayah Kerja Puskesmas Kedai Durian Kecamatan Medan Johor

0 0 2

Karakteristik dan Faktor-Faktor Hambatan Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan Pap smear di Wilayah Kerja Puskesmas Kedai Durian Kecamatan Medan Johor

0 0 6

Karakteristik dan Faktor-Faktor Hambatan Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan Pap smear di Wilayah Kerja Puskesmas Kedai Durian Kecamatan Medan Johor

0 1 3

Karakteristik dan Faktor-Faktor Hambatan Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan Pap smear di Wilayah Kerja Puskesmas Kedai Durian Kecamatan Medan Johor

0 1 17

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Sembahe Wilayah Kerja Puskesmas Sibolangit Tahun 2017

0 0 16

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Sembahe Wilayah Kerja Puskesmas Sibolangit Tahun 2017

0 0 2

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Sembahe Wilayah Kerja Puskesmas Sibolangit Tahun 2017

0 0 9

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Sembahe Wilayah Kerja Puskesmas Sibolangit Tahun 2017

0 0 18

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Sembahe Wilayah Kerja Puskesmas Sibolangit Tahun 2017

0 0 4