B1J009154 - 2.

1
I. PENDAHULUAN

Pemanasan global adalah fenomena alam tentang suhu

bumi yang

mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Penyebab utama pemanasan global
adalah tingginya emisi gas rumah kaca di atmosfer. Gas rumah kaca akan menyerap
panas matahari sehingga terakumulasi di atmosfer. Semakin banyak gas rumah kaca
di atmosfer maka akan berdampak pada peningkatan suhu bumi. Jenis gas rumah
kaca yang paling dominan adalah CO2. Hasil penelitian Houghton et al., (2001)
mendapatkan bahwa konsentrasi CO2 di atmosfer semakin meningkat. Data
konsentrasi CO2 sejak awal revolusi industri sampai tahun 1988 bertambah sebesar
31%. Sejalan dengan peningkatan konsentrasi CO2 tersebut telah terjadi peningkatan
suhu permukaan bumi sebesar 0,0440oC per dekade.
perubahan iklim diakibatkan oleh pencemaran udara khususnya penggunaan
bahan bakar fossil di industri serta pembangkit listrik (Asdep emisi KLH, 2007).
Masyarakat dunia termasuk Indonesia banyak menggunakan bahan bakar fosil untuk
kegiatan industri dan transportasi. Semakin tinggi kegiatan tersebut maka semakin
besar emisi CO2 sehingga meningkatkan terjadinya pemanasan global. Berdasarkan

jumlah emisinya, Indonesia masuk dalam negara emitter CO2. Dewan Nasional
Perubahan Iklim (2009), menyatakan bahwa emisi CO2 Indonesia diperkirakan akan
naik sebesar 2% per tahun. Dengan kenaikan sebesar 2% tersebut maka pada tahun
2020 emisi Indonesia akan mencapai 2,8 miliar ton CO2 dan 3,6 miliar ton CO2
ekuivalen pada tahun 2030. Sumber utama dari kenaikan emisi tersebut berasal dari
pembangkit listrik, transportasi dan lahan gambut (Goldmisth dan Hexter, 1967).
Menurut Wetland Internasional (2006) dalam Hairiah dan Rahayu (2007),
Indonesia adalah negara penyumbang CO2 terbesar ketiga di dunia. Oleh karena itu,
Indonesia berkewajiban melakukan upaya yang dapat menurunkan emisi CO2. Salah

2
satu upaya yang dapat dilakukan Indonesia adalah menjaga kelestarian hutan. Hutan
memiliki daerah persebaran yang luas yang didukung oleh suatu struktur atau
komponen ekosistem yang beragam. Dengan keanekaragaman struktur di dalam
hutan terutama tegakan pohon-pohon penyusun hutan, maka hutan berperan penting
dalam penyediaan atmosfer udara yang baik serta komponen oksigen yang stabil
(Daniel et al.,1992)
Pepohonan penyusun hutan merupakan suatu komponen yang dapat
menyerap karbon atmosfer (carbon sequestration). Karbon yang diserap akan diubah
menjadi biomassa (carbon sink) dan sekaligus akan disimpan dalam sistem sebagai

stok karbon (carbon stock) atau cadangan karbon (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Semakin banyak menanam pohon maka semakin banyak CO2 atmosfer yang diserap,
oleh karena itu apabila Indonesia banyak membangun dan memlihara hutan maka
Indonesia telah membantu mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer.
Besarnya daya serap tegakan pohon di hutan dipengaruhi oleh faktor
fisiologis pohon. Faktor fisiologis tersebut diantaranya ialah laju fotosintesis. Laju
fotosintesis dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 atmosfer, temperatur udara,
kelembaban udara, kandungan klorofil, dan stomata. Kandungan krolofil dan jumlah
stomata persatuan luas daun dapat menentukan besarnya laju fotosintesis. Dengan
demikian semakin besar luas daun persatuan lahan maka akan semakin besar CO2
yang diserap. Namun demikian, luas daun akan bertambah banyak sejalan dengan
bertambahnya umur tegakan, oleh karena itu dapat diduga bahwa umur tegakan akan
berpengaruh pada daya serap CO2 (Departemen kehutanan, 2005).
Salah satu jenis hutan yang dapat dibangun secara lestari serta memiliki
potensi besar dalam menyerap CO2 atmosfer adalah hutan rakyat. Hutan rakyat
adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya

3
dengan ketentuan luasnya minimum 0,25 Ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan
dan tanaman lainnya lebih dari 50% serta jumlah pohon pada akhir siklus tidak

kurang dari 250 batang. Pola tanam hutan rakyat ada yang monokultur dan polikultur
(Sudianaet al., 2009). Salah satu hutan rakyat monokultur yang sedang marak
dikembangkan adalah hutan rakyat berbasis pohon jabon (Neolamarckia cadamba
(Roxb.) Bosser).
Jabon merupakan salah satu jenis tanaman lokal Indonesia,oleh karena itu
jabon sangat potensial untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman
seperti hutan rakyat, ataupun untuk reklamasi lahan bekas tambang, penghijauan dan
pohon peneduh (Mansur dan Tuheteru, 2010). Hal ini dikarenakan jabon dapat
tumbuh di berbagai tipe tanah, tidak memiliki hama dan pernyakit berbahaya yang
dapat mengganggu perkembangannya dan ketersediaan pengetahuan silvikulturnya
cukup lengkap (Pratiwi, 2003).
Jabon banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena tekstur kayunya yang
ringan. Kayu jabon dapat digunakan sebagai finir atau bahan baku kayu lapis karena
memiliki serat yang halus, dan berat kayu tergolong ringan. Batang jabon berbentuk
silindris sehingga tidak banyak bahan yang terbuang pada waktu masuk mesin rotary
(pengupasan). Finir yang dihasilkan jabon tidak mudah robek atau patah karena
panjang seratnya cukup tinggi. Pada proses perekatan, finir jabon yang direkat
dengan Urea Formaldehyde (UF) menghasilkan kayu lapis yang memenuhi
persyaratan standar Indonesia, Jepang dan Jerman (Martawijaya et al.,1981).
Dari segi ekologi, tegakan jabon mempunyai peran penting dalam siklus CO2.

Gas CO2 sebagai salah satu penyusun gas rumah kaca (GRK) terbesar di udara
diserap pohon untuk fotosintesis dan ditimbun sebagai karbon organik (C-organik)
dalam tubuh tanaman (biomassa). Jumlah karbon yang tersimpan dalam tubuh

4
tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan menggambarkan banyaknya CO2 di
atmosfer yang diserap oleh tanaman (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Kecepatan pertumbuhan jabon menunjukkan tingginya daya serap serta
penimbunan CO2 oleh jabon dalam biomassanya. Kapasitas daya serap dan
penimbunan CO2 dapat dikaji melalui proses fisiologis pohon yakni melalui
fotosintesis dan respirasi. Apabila hasil fotosintesis tumbuhan penyusun hutan lebih
besar dari respirasi, maka bahan organik hasil fotosintesis tersebut akan disimpan
dalam biomassa berupa kayu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa fotosintesis
adalah proses biokimia satu-satunya di bumi yang sangat penting dalam mengurangi
CO2 atmosfer. Lebih lanjut dapat dikatakan pula bahwa pembuatan hutan berkayu
menjadi sangat penting untuk menumpuk CO2. Dengan demikian dalam upaya
menurunkan CO2 atmosfer perlu dilakukan pembangunan hutan serta menjaga
kelestarian hutan agar kemampuan hutan dalam menyerap CO2 tetap terjaga dengan
baik.
Daya serap karbon suatu pohon dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah

satu faktor fisiologi yang mempengaruhi kemampuan atau efisiensi tumbuhan dalam
menyerap karbon untuk fotosintesis adalah umur. Jabon umur 12 hari mulai memiliki
kemampuan untuk melakukan fotosintesis, yakni melalui perluasan daun secara
penuh full leaf expansion (Mansur dan Tuheteru, 2010), dan akan menurun pada
umur tertentu ketika pohon telah mencapai ukuran optimal (Lukmaniah,2011). Selain
itu, daya serap karbon dipengaruhi pula oleh kesuburan pohon. Semakin baik kondisi
kesuburan pohon maka semakin besar daya serap karbonnya (Lakitan, 1993).
Kesuburan pohon tersebut berhubungan dengan luas daun.Tanaman yang
mempunyai daun yang lebih luas pada awal pertumbuhan lebih cepat tumbuh karena

5
kemampuan menghasilkan fotosintat yang lebih tinggi dibanding tanaman dengan
luas daun yang lebih kecil (Sitompul dan Guritno, 1995).
Jabon (Neolamarckia cadamba(Roxb.) Bosser) termasuk kedalam tumbuhan
C3 (Permatasari, 2013), hal ini dibuktikan dengan ditemukannya sel seludang
pembuluh yang merupakan pembeda antara tanaman C3 dan C4 . Sel seludang
pembuluh umumnya ditemukan pada tanaman C4 sedangkan pada C3 jarang ditemui,
tampak samar dan memiliki klorofil sedikit. Salisbury dan Ross (1992) dalam
Hidayat (1995) bahwa tanaman C3 sering memiliki sel seludang pembuluh yang
lebih tersamar, sel seludang pembuluh mengandung kloroplas agak kecil sehingga

dengan menggunakan mikroskop cahaya tampak seperti kosong. Tumbuhan C3 dan
C4 memiliki anatomi yang berbeda (Hidayat, 1995). Potongan melintang daun C3
menunjukkan mayoritas sel yang megandung kloroplas. Sebaliknya, C4 memiliki dua
tipe sel yang mengandung kloroplas dan seludang pembuluh (bundle sheath) (Taiz,
2002).
Masa pertumbuhan jabon paling cepat adalah pada umur 4-6 tahun dengan
umur optimal panen pada umur 10-15 tahun. Namun demikian banyak petani yang
memanen jabon pada umur 5-6 tahun apabila lingkar batang (diameter batang)
setinggi dada telah mencapai lebih dari 30 cm. Pada umumnya pertumbuhan lingkar
batang pada usia 6 tahun bisa mencapai di atas 40-50 cm (Anonim, 2010).
Atas dasar hal-hal tersebut diatas maka perlu diuji daya serap karbon
tegakkan jabon (N. cadamba Roxb.) pada beberapa strata umur tegakan yang
berbeda.Adapun permasalahan yang dapat diajukan adalah sebagai berikut.
1. Apakah umur tegakkan jabon

(N. cadamba (Roxb.) Bosser) mempunyai

hubungan dengan daya serap karbondioksida?

6

2. Pada umur berapakah pohon jabon (N. cadamba (Roxb.) Bosser) yang paling
optimal dalam menyerap karbondioksida?
Tujuan yang ingin dicapai dengan penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui hubungan antara umur tegakkan jabon (N. cadamba (Roxb.) Bosser)
dengan daya serap karbondioksida.
2. Mengetahui umur pohon jabon (N. cadamba (Roxb.) Bosser) yang paling optimal
dalam menyerap karbondioksida.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
hubungan antara variasi umur tegakan jabon pada hutan rakyat dengan serapan
karbon, dan untuk memberikan pengertian terhadap masyarakat akan pentingnya
hutan rakyat untuk membantu dalam usaha pengurangan emisi karbon yang
menyebabkan pemanasan global yang membawa dampak negatif bagi kelangsungan
hidup manusia.

7
II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

1.

Materi, Lokasidan Waktu Penelitian


1.1 Materi Penelitian
1.1.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun pohon jabon,
Alkohol 70%,HCL 0,7%, NaOH 1 N, ZnSO4 5%, Ba(OH)2 0,3 N, Pereaksi Cu,
Pereaksi Nelson, Pereaksi Karbohidrat, Phenol merah, dan Aquades.
1.1.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah tabung reaksi, timbangan
analitik, soil tester, hygrometer, pipet kaca

berskala, labu ukur, oven,

spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 µm, silet, gunting daun, palstik
bening, botol gelap, alat tulis dan alat dokumentasi.
1.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada hutan rakyat jabon yang berada di wilayah
Kecamatan Baturraden

Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Analisis massa


karbohidrat sebagai dasar analisis daya serap CO2 dilalukan di Laboratorioum Kimia
Organik Prodi Kimia Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman.
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan (12 minggu) yakni pada bulan Juni
sampai Agustus 2013.
2.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode survey dengan pengambilan sampel
menggunakan teknik stratified random sampling. Strata yang digunakan adalah umur
tegakan jabon. Umur tegakan jabon dibedakan atas lima strata umur sebagai berikut:
1. Umur tegakan ≤ 1 tahun,
2. Umur tegakan > 1 sampai 2 tahun,

8
3. Umur tegakan > 2 sampai 3 tahun,
4. Umur tegakan > 3 sampai 4 tahun, dan
5. Umur tegakan > 4 sampai 5 tahun
Pada setiap strata umur tegakan diambil 5 pohon jabon secara acak.Pada
setiap pohon sampel tersebut kemudian diambil sampel daun sebanyak > 30 gram.

Pengambilan sampel daun dilakukan 2(dua) tahap yaitu pada pukul 04.00 WIB dan
11.00 WIB. Sampel daun jabon tersebut kemudian dianalisis massa karbohidrat dan
daya serap karbonnya di Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman. Data massa karbohidrat dan daya
serap CO2 yang dianalisis adalah selisih antara data yang diperoleh dari sampel daun
yang diambil pada pukul 11.00 WIB dengan data yang diperoleh dari sampel daun
yang diambil pada pukul 04.00 WIB.
2.1. Variabel Penelitian
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini berupa umur tegakan
Jabon dan variabel tergantungnya berupa daya serap daun jabon terhadap CO2.
Parameter yang diamati dalam penelitian adalah jumlah daun per pohon, luas
permukaan daun, dan kandungan CO2 pada daun.
2.2. Cara Kerja
2.2.1. Pengambilan Sampel Daun (Purwaningsih, 2007)
Pengambilan sampel daun dilakukan dengan cara pohon yang diambil
daunnya ditentukansecara acak, kemudian diambil daun sebanyak > 30 gram pada
pukul 03.00 - 04.00 dan 10.00 - 11.00 WIB. Setelah itu sampel daun dimasukkan
kedalam plastik yang telah berisi alkohol 70% lalu dilakukan perendaman selama
beberapa menit. Perendaman bertujuan untuk mencegah terjadinya fotosintesis dan


9
respirasi lanjutan setelah daun dipetik dari pohon. Sampel daun yang telah direndam
menggunakan alkohol 70% kemudian kering anginkan.
2.2.2. Penentuan Jumlah Daun Perpohon( Purwaningsih,2007)
Untuk menentukan daya serap CO2 per pohon, maka dihitung jumlah daun
perpohon. Jumlah cabang yang ada dalam satu pohon dihitung dan dikelompokkan
berdasarkan ukurannya, satu cabang dari setiap kelompok dihitung jumlah daunnya
kemudian jumlah daun setiap cabang pada setiap kelompok dikalikan jumlah
cabang yang terdapat pada tiap kelompoknya.Kemudian jumlah daun pada tiap
kelompok digabungkan, sehingga diperoleh jumlah daun perpohon.
2.2.3. Pengukuran Massa Karbohidrat (Sinambela , 2006)
Pengukuran massa karbohidrat untuk setiap strata umur tegakan pohon jabon
(N. Cadamba Roxb.) dilakukan denga cara sebagai berikut:
1.

Sampel daun 30 g ditimbang dan dihancurkan dengan cara menggerus
menggunakan mortar pada cawan porselin sampai halus. Sampel daun yang
halus dikeringkan dalam oven pada suhu ± 105°C selama 48 jam (36 jam
terlebih dahulu, lalu dilanjutkan 12 jam kemudian) untuk mendapatkan bobot
kering mutlak.

2.

200 mg sampel daun yang sudah kering ditimbang dan ditambahkan 20 ml HCl
0,7 N.

3.

Hidrolisis : selama 2,5 jam dalam penangas air lalu disaring dalam labu ukur
100 ml.

4.

Larutan dinetralkan dengan NaOH 1N setelah diberikan phenol merah (terjadi
perubahan larutan dari berwarna biru dan setelah titrasi berubah menjadi warna
merah muda).

10
5.

5 ml ZnSO4 5% dan 5 ml Ba(OH)2 0,3 N ditambahkan ke dalam larutan dengan
tujuan mengendapkan protein dari sampel (agar gugusan CHO yang terjadi
benar-benar karbohidrat).

6.

Larutan akuades ditambahkan sampai tanda tera 100 ml.

7.

Larutan disaring kembali dan diambil larutan yang sudah jernih (super natan).

8.

Pipet 1 ml larutan yang sudah jernih (supernatan) dalam tabung kimia.

9.

Deret standar karbohidrat 0, 5, 10, 15, 20, 25 ml dibuat.
Pereaksi Cu ditambahkan sebanyak 2 ml lalu dipanaskan dalam penangas air
selama 10 menit lalu didinginkan.

10. Pereaksi Nelson ditambahkan dengan 20 ml H2O sampai tanda tera pada
masing-masing deret standar karbohidrat lalu dikocok dan dibiarkan selama 20
menit.
11. Larutan diukur dengan spektrofotometer pada gelombang 500 μ m.
12. Persensentase karbohidrat dihitung dengan cara:
A x 100 x 20 x 100% : 1000000...…………………………………... 1
S 0,2 1
Keterangan :
A : Absorbsi karbohidrat contoh
S : rata-rata standar karbohidrat
100 dan20 merupakan faktor pengenceran
0,2
1

Selanjutnya massa karbohidrat dihitung dari persentase karbohidrat yang telah
ditemukan dengan rumus sebagai berikut:
Persentase Karbohidrat x Bobot Basah daun

..............................2

Massa karbohidrat (setara glukosa) yang diperoleh dari metode karbohidrat
dikonversikan ke massa karbon dioksida dari perbandingan mol setelah disetarakan
koefisien reaksinya berdasarkan persamaan reaksi fotosintesis:
6CO2 + 6H2O → C6H12O6 + 6O2

11
Dari persamaan reaksi tersebut dapat dilihat 1(satu) mol glukosa (C 6H12O6) setara
dengan 6 (enam) mol karbon dioksida (CO2). Cara perhitungannya adalah sebagai
berikut:
1.Mol C6H12O6 = Massa C6H12O6: Mr C6H12O6
.........................3
2.Massa CO2 = 6 Mol C6H12O6X Mr CO2

Keterangan : Ar C = 12; Ar H = 1, Ar O = 16
Mr C6H12O6 = (6xAr C)+(12xAr H)+(6xAr O)
= (6x12)+(12x1)+(6x16) = 180
Mr. CO2

= Ar C+(2xAr O)
= 12+(2x16) = 44

2.2.4. Pengukuran Luas Daun
Luas daun diukur dengan menggunakan metode gravimetri (Sitompul dan
Guritno, 1995) sebagai berikut:
1. Ambil daun yang akan dihitung luas daunnya.
2. Mengukur luas kertas yang akan di jadikan sebagai cetakan daun yaitu
dengan rumus panjang x lebar sehingga diperoleh nilai luas kertas (LK).
3. Menimbang kertas yang dijadikan sebagai cetakan daun sehingga diperoleh
bobot kertas (Wt).
4. Membuat pola daun yang dijadikan sebagai sampel diatas kertas cetakan yang
telah diketahui luas dan bobotnya, setelah itu pola daun kertas yg telah
digunting ditimbang sehingga diperoleh bobot kertas replika daun (Wt).

LD = Wr x LK
Wt
.................................4
Keterangan :
LD = Luas Daun (cm2)
Wr = Bobot Kertas Replika Daun (g)
LK = Luas Kertas (cm2)
Wt = Bobot Seluruh Kertas (g)

12
2.2.5. Prosedur Perhitungan Daya Serap Karbondioksida (Sinambela,2006 dan
Purwaningsih, 2007)
Untuk mengetahui besarnya daya serap jabon terhadap karbon dioksida maka
data yang dihasilkan dari uji Laboratorium dimasukkan kedalam perhitungan dengan
persamaan sebagai berikut :
Daya Serap CO2 per luas Daun (D) = Massa CO2 : Luas Daun (30 g sampel)
.

 Penentuan Karbondioksida yang diserap bersih perluas daun perjam
(Dt)
Dt = D : ∆t

…………………………….5

Keterangan :
Dt = Daya serap bersih CO2 per luas daun.
D = Daya serap CO2 per luas sampel daun
Δ t = selisih waktu pengambilan sample yang dimulai pukul 05.30 sampai
dengan pukul 11.00.

 Penentuan Karbondioksida yang diserap bersih per Helai Daun (Dl) per
jam
Dl = Dt x luas per helai daun
...............................6
Keterangan:
Dl = Daya serap per helai daun
Dt = Daya serap bersih CO2 per luas daun per jam

 Penentuan Karbondioksida yang diserap bersih per pohon (Dn) per jam
Dn = ∑ d x Dl
.............................................7
Keterangan:
Dn = Daya serap bersih CO2 per pohon per jam
Σd = Jumlah daun tiap pohon.
Dl = Daya serap per helai daun

13
 Penentuan karbondioksida yang diserap bersih per hektar lahan (Dh)
Dh = Dn x K pohon/Ha
......................................8

Keterangan :
Dh = Daya serap bersih CO2 per hektar lahan per jam
Dn = Daya serap bersih CO2 per pohon per jam
K = Kerapatan pohon per Ha lahan (10000 : jarak tanam)

 Penentuan karbondioksida yang diserap bersih per hektar per tahun
Dy = [ (Dn x t) + (Dnx(12,07-t) x 0,46)] x 365

...........9

Keterangan :
Dy = Daya serap CO2 per hektar
Dn= Daya serap per pohon per jam
A = nilai rata-rata lama penyinaran maksimum per hari, (12,07 jam/hari), (Sitompul dan
Guritno).
t
= nilai rata-rata lama penyinaran aktual per hari ( 4,05 jam/hari)
0,46 = perbandingan antara rata-rata per hari laju fotosintesis pada hari mendung dengan hari
cerah ( Sitompul dan Guritno, 1995)
365 = jumlah hari dalam satu tahun

3. Metode Analisis
3.1. Analisis Varian (ANOVA)
Analisis Varian (ANOVA) digunakan untuk mengetahui pengaruh umur
tegakan hutan rakyat terhadap daya serap karbon dioksida pada tegakan jabon (N.
cadamba Miq.).Hasil analisis varian menunjukan perbedaan yang nyata sehingga
dilanjutkan dengan uji lanjutpada tingkat kepercayaan 95% atau 99%. Koefisien
keragaman yang dihasilkan dalam penelitian ini diatas 20% maka uji lanjut yang
digunakan adalah uji Duncan, menurut Hanafiah (1993), Jika KK (koefisien
keragaman) besar, (minimal 10% pada kondisi homogen atau minimal 20% pada
kondisi heterogen), uji lanjut yang sebaiknya digunakan adalah Duncan.
3.2. Analisis Korelasi dan Regresi
Analisis korelasi digunakan untuk menguji hubungan antara umur tegakan
hutan rakyat jabon (N. Cadamba Roxb) dengan daya serap karbondioksida,
sedangkan analisis regresi digunakan untuk mengetahui pola hubungan antara umur

14
tegakan jabon dan kemampuan jabon dalam menyerap karbondioksida. Analisis
tersebut menggunakan persamaan umum sebagai berikut :
Y = a + bX
Keterangan :
Y = Daya serap karbon dioksida
b = Koefisien peubah bebas
a = Konstanta
X = Umur tegakan