Pengaruh Penambahan E-Glass Fiber Terhadap Sifat Mekanis Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas

Universitas Sumatera Utara

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Basis Gigi Tiruan
2.1.1 Pengertian
Basis gigi tiruan adalah bagian dari gigi tiruan yang bersandar pada jaringan
pendukung dan tempat melekatnya anasir gigi tiruan (McCabe & Walls 2008). Fungsi
basis gigi tiruan diantaranya menggantikan tulang alveolar yang sudah hilang,
mendukung anasir gigi tiruan, menerima beban fungsional, mendistribusikan beban
fungsional ke struktur pendukung rongga mulut, mengembalikan estetik wajah dan
menstimulasi jaringan di bawah residual ridge (Carr & Brown 2011).

2.1.2 Syarat Bahan Basis Gigi Tiruan
Syarat ideal suatu basis gigi tiruan dapat dibagi berdasarkan sifat fisis,
mekanis, kemis, biologis dan sifat lain yaitu: (Manappallil 2003; McCabe & Walls
2008; Powers & Sakaguchi 2009)
a.

Sifat fisis: Basis gigi tiruan yang ideal sebaiknya harus terlihat alami dengan


menyerupai jaringan lunak mulut.


Memiliki temperatur glass transition yang mampu untuk mencegah melunak

atau rusak selama pemakaian


Memiliki stabilitas dimensi yang baik

12
Universitas Sumatera Utara

13



Memiliki konduktivitas termal yang mampu mempertahankan kesehatan


jaringan mulut dan mampu mempertahankan reaksi normal terhadap rangsangan
panas dan dingin

b.

Radiopaque

Sifat mekanis: Meskipun banyak pilihan bahan yang dapat digunakan sebagai

basis gigi tiruan tetapi sebaiknya bahan basis memiliki:


Kekuatan impak yang cukup untuk tahan terhadap fraktur, kekuatan

transversal (fleksural) tidak kurang dari 60-65 MPa dan kekuatan fatigue yang tinggi


Modulus elastisitas yang tinggi (Paling sedikit 2000 MPa untuk polimer yang

dipolimerisasi dengan panas)



Ketahanan terhadap abrasi

c. Sifat kemis: Bahan basis sebaiknya tahan terhadap bahan kimia.


Memiliki warna yang baik, sehingga terlihat alami



Tidak larut dalam cairan rongga mulut



Tidak menyerap air dan saliva sehingga tidak merubah sifat mekanisnya serta

tetap higienis
d.


Sifat biologis: Pada saat bahan masih belum dimanipulasi, seharusnya bahan

tidak membahayakan pada saat diproses oleh tekniker.


Tidak toksik dan tidak menyebabkan iritasi



Jika terjadi

proses

absorpsi, basis sebaiknya

dapat

bertahan dari

perkembangan bakteri dan jamur


Universitas Sumatera Utara

14

e.

Sifat lain: Bahan basis sebaiknya tidak mahal, dapat tahan lama pada saat

disimpan, mudah dimanipulasi, pemrosesannya tidak membutuhkan alat yang mahal.

2.1.3 Klasifikasi Bahan Basis Gigi Tiruan
Bahan basis gigi tiruan polimer menurut ADA Spesifikasi No. 12 (ISO 1567),
diklasifikasikan menjadi lima (5) tipe: (Powers & Sakaguchi 2009)
1) Tipe 1 : Heat-polymerizable polymers
Klas 1 : Powder and liquid
Klas 2 : Plastic cake
2) Tipe 2 : Autopolymerizable polymers
Klas1 : Powder and liquid
Klas 2 : Powder and liquid pour-type resins

3) Tipe 3 : Thermoplastic blank or powder
4) Tipe 4 : Ligth-activated materials
5) Tipe 5 : Microwave-cured materials

2.2 Resin Akrilik Polimerisasi Panas
Resin akrilik polimerisasi panas merupakan bahan basis gigi tiruan polimer
yang paling banyak digunakan saat ini. Resin akrilik polimerisasi panas adalah salah
satu bahan basis gigi tiruan resin akrilik yang proses polimerisasinya dengan
pengaplikasian panas. Energi termal yang diperlukan untuk polimerisasi bahan
tersebut dengan menggunakan pemanasan air di dalam waterbath (Anusavice 2013).

Universitas Sumatera Utara

15

2.2.1 Komposisi
Resin akrilik polimerisasi panas tersedia dalam bentuk bubuk dan cairan.
Komposisi kimia bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas terdiri dari:
(Zarb dkk. 2004; Gladwin & Bagby 2009; Carr & Brown 2011)
a) Bubuk (Powder)

Polimer

: butiran atau granul polimetil metakrilat

Inisiator

: benzoyl peroxide

Pigmen/pewarna

: garam cadmium atau besi, atau pigmen organik

b) Cairan (Liquid)
Monomer

: metil metakrilat

Cross-linking agent

: ethyleneglycol dimethylacrylate


Inhibitor

: hydroquinone

2.2.2 Manipulasi
Resin akrilik polimerisasi panas dimanipulasi sehingga menghasilkan bentuk
yang keras dan kaku dengan teknik compression molding. Proses manipulasi resin
akrilik polimerisasi panas dengan teknik compression molding antara lain:
a) Perbandingan Polimer dan Monomer
Pencampuran polimer dan monomer dilakukan dengan perbandingan volume
3 : 1 atau perbandingan berat 2 : 1 (Van Noort 2007; Koudi & Patil 2007; McCabe &
Walls 2008).

Universitas Sumatera Utara

16

b) Proses Pencampuran Polimer dan Monomer
Polimer dan monomer dicampur dengan perbandingan yang tepat di dalam

wadah yang bersih, kering dan tertutup hingga homogen. Selama proses pencampuran
terdapat beberapa tahap yang terjadi, yaitu: (Zarb dkk. 2004; Mowade dkk. 2012;
Anusavice 2013)
1. Sandy stage: merupakan tahap terbentuknya campuran yang menyerupai
pasir basah. Pada tahap ini polimer secara bertahap bercampur dengan monomer.
2. Sticky stage: merupakan tahap ketika polimer mulai larut dalam monomer
sehingga akan terlihat seperti berserabut saat ditarik. Pada tahap ini monomer sudah
berpenetrasi dengan polimer.
3. Dough stage: merupakan tahap saat monomer sudah berpenetrasi
seluruhnya ke dalam polimer yang ditandai dengan konsistensi adonan mudah
diangkat dan tidak lengket lagi. Tahap ini merupakan waktu yang tepat memasukkan
adonan ke dalam mold.
4. Rubbery (elastic) stage: merupakan tahap saat monomer sudah tidak dapat
bercampur dengan polimer lagi. Pada tahap ini, akrilik akan berwujud seperti karet
dan tidak bisa lagi dimasukkan dalam mold.
5. Stiff stage adalah tahap sewaktu akrilik sudah kaku dan tidak dapat
dibentuk lagi.
c) Proses Pengisian dalam Mold
Pengisian dalam mold dilakukan pada fase dough stage yaitu setelah
pengisian dilakukan press hidrolik sebanyak 2 fase. Fase pertama yaitu dengan


Universitas Sumatera Utara

17

tekanan 1.000 psi supaya mold terisi secara padat dan kelebihannya dibuang dengan
lekron. Fase kedua dilakukan pengepresan dengan tekanan sebesar 2.200 psi dan
dibiarkan pada suhu kamar selama 30-60 menit (Salim 2010; Bhaskaran dkk. 2012).
d) Proses Kuring
Proses kuring dilakukan sebanyak 2 fase. Fase pertama dilakukan pada
waterbath pada suhu 70 oC selama 90 menit dan dilanjutkan dengan fase kedua yang
dilakukan pada suhu 100 oC selama 30 menit sesuai dengan JIS (Japan Industrial
Standard) (Sadamori dkk. 2007). Proses kuring dengan cara pemanasan yang tinggi
dan cepat dapat menyebabkan sebagian monomer tidak sempat berpolimerisasi
menjadi polimer sehingga dapat menguap dan membentuk bola-bola uap, bola uap
tersebut dapat terperangkap di dalam matriks resin sehingga menyebabkan terjadinya
internal porosity yang tidak terlihat (Powers & Sakaguchi 2009).
e) Proses Pendinginan dan Penyelesaian
Setelah proses kuring selesai, kuvet dikeluarkan dari waterbath dan dibiarkan
hingga mencapai suhu kamar, lalu resin akrilik dikeluarkan dari mold kemudian

dirapikan dengan menggunakan bur dan dipoles (Sadamori dkk. 2007; Powers &
Sakaguchi 2009).

2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan bahan basis gigi tiruan resin akrilik poliemerisasi panas adalah
sebagai berikut: (Van Noort 2007; McCabe & Walls 2008; Faot dkk. 2009; Soygun
dkk. 2013)

Universitas Sumatera Utara

18

1. Proses pembuatannya mudah dan hanya memerlukan peralatan sederhana
2. Mudah direparasi
3. Estetik yang baik karena warnanya yang menyerupai jaringan rongga
mulut
4. Stabilitas warna yang baik
5. Biokompatibel, yaitu tidak toksik dan tidak bersifat iritan
6. Tidak larut dalam cairan rongga mulut dan tidak mengabsorpsi saliva
7. Lebih kuat dibandingkan dengan resin swapolimerisasi
8. Harga yang lebih murah apabila dibandingkan dengan basis gigi tiruan
logam dan nilon termoplastik
Meskipun resin akrilik polimerisasi panas banyak digunakan karena dianggap
sebagai material yang paling ideal dalam beberapa aspek, namun masih memiliki
beberapa kekurangan yaitu: (Van Noort 2007; Gladwin & Bagby 2009; Powers &
Sakaguchi 2009; Mowade dkk. 2012)
1. Kekuatan impak (resistensi terhadap benturan) yang rendah
2. Kekuatan transversal (fleksural) yang rendah
3. Ketahanan terhadap fatique yang rendah
4. Ketahanan terhadap abrasi yang rendah
5. Konduktivitas termal yang rendah
6. Apabila proses polimerisasinya tidak sempurna, monomer sisa yang
berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi

Universitas Sumatera Utara

19

7. Working time yang lama apabila dibandingkan dengan resin akrilik
polimerisasi sinar dan resin akrilik swapolimerisasi

2.2.4 Sifat Resin
Sifat-sifat resin akrilk polimerisasi panas antara lain sifat kemis, biologis,
fisis dan mekanis: (Van Noort 2007; McCabe & Walls 2008; Powers & Sakaguchi
2009)

2.2.4.1 Sifat Kemis
Salah satu faktor penting yang menentukan daya tahan material di dalam
rongga mulut adalah stabilitas kimia, sehingga bahan basis gigi tiruan harus stabil
secara kimia yaitu tidak larut dalam cairan apapun termasuk cairan dalam rongga
mulut, tidak mudah erosi dan tahan terhadap korosi. Sifat kemis resin akrilik
polimerisasi panas berhubungan dengan penyerapan air dan kelarutannya. Besarnya
penyerapan air resin akrilik polimerisasi panas adalah 0,6 mg/cm 2, sedangkan besar
kelarutan dalam cairan adalah 0,02 mg/cm2.

2.2.4.2 Sifat Biologis
Bahan basis gigi tiruan harus biokompatibel, tidak bersifat toksik, tidak
bersifat iritan, tidak karsinogenik dan tidak berpotensi menyebabkan alergi. Resin
akrilik polimerisasi panas merupakan bahan yang biokompatibel, tetapi monomer sisa
yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi. Besarnya monomer sisa pada resin
akrilik polimerisasi panas adalah 1-3% ketika dikuring dalam waktu kurang dari

Universitas Sumatera Utara

20

1 jam dalam air mendidih. Jumlah monomer sisa akan berkurang hingga 0,4% atau
bahkan lebih kecil apabila dikuring pada suhu 70 oC dan dipanaskan dengan air
mendidih selama 3 jam.

2.2.4.3 Sifat Fisis
Sifat fisis merupakan sifat suatu bahan yang diukur tanpa diberikan tekanan
atau gaya dan tidak mengubah sifat kemis dari bahan tersebut. Sifat fisis bahan basis
gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas meliputi konduktivitas termal, koefisien
ekspansi termal, stabilitas dimensi, densitas dan kestabilan warna.
Konduktivitas termal merupakan laju aliran panas per satuan gradien suhu
pada suatu benda. Konduktivitas termal diperlukan pada bahan basis gigi tiruan untuk
menahan stimulus panas dan dingin agar kesehatan rongga mulut dapat terjaga
dengan baik. Konduktivitas termal untuk resin akrilik polimerisasi panas adalah
5,7 x 10-4 oC/cm. Koefisien ekspansi termal adalah jumlah energi yang diabsorpsi
suatu benda ketika dipanaskan. Koefisien ekspansi termal untuk resin akrilik
polimerisasi panas adalah sebesar 81 x 10-6 oC. Stabilitas dimensi merupakan
kemampuan resin akrilik polimerisasi panas untuk mempertahankan bentuknya baik
setelah pemrosesan maupun sebelum pemrosesan. Besarnya penyusutan yang terjadi
selama polimerisasi resin akrilik polimerisasi panas adalah 0,97% volume. Besarnya
densitas resin akrilik polimerisasi panas adalah kira-kira sebesar 1,16 - 1,18 g/cm.
Kestabilan warna dapat ditentukan dengan pengukuran color stability test yaitu resin
akrilik disinari dengan sinar ultraviolet selama 24 jam, hasil yang diperoleh hanya

Universitas Sumatera Utara

21

boleh menunjukkan sedikit perubahan warna dibandingkan dengan sebelum
dilakukan penyinaran.

2.2.4.4 Sifat Mekanis
Sifat mekanis adalah sifat suatu bahan yang memiliki kekuatan untuk dapat
menahan tekanan yang diberikan sehingga bahan tidak mengalami perubahan bentuk
atau deformasi. Sifat mekanis merupakan respon yang terukur baik elastis maupun
plastis dari bahan bila terkena gaya atau distribusi tekanan. Sifat mekanis bahan basis
gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas diantaranya kekuatan tarik, kekuatan
impak, kekuatan transversal, kekuatan fatigue dan modulus elastisitas.
Kekuatan tarik merupakan tekanan tarik yang menyebabkan terpisahnya rantai
molekul-molekul polimer, yang sering menyebabkan terjadinya retak pada bahan
basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas. Kekuatan impak adalah kekuatan
yang menyebabkan suatu bahan menjadi patah akibat benturan yang tiba-tiba.
Kekuatan transversal (fleksural) merupakan ukuran kekuatan terhadap tekanan yang
terjadi pada bahan basis gigi tiruan akibat pengunyahan. Kekuatan fatigue yaitu
kekuatan yang menyebabkan patahnya basis gigi tiruan akibat pembengkokan yang
berulang yang disebabkan oleh pemakaian gigi tiruan yang terlalu lama. Modulus
elastisitas adalah sifat bahan yang memungkinkan untuk berubah bentuk jika diberi
beban dan bila beban tersebut dihilangkan akan kembali ke bentuk semula.
Berdasarkan international Standard Organization (ISO), syarat basis gigi tiruan ideal

Universitas Sumatera Utara

22

adalah memiliki modulus elastisitas paling sedikit 2000 MPa untuk polimer yang
dipolimerisasi dengan panas (Sitorus & Dahar 2012).

2.3 Kekuatan Impak
2.3.1 Pengertian
Kekuatan impak adalah ukuran energi yang diterima sebuah benda ketika
benda tersebut patah akibat suatu benturan yang terjadi secara tiba-tiba. Nilai
kekuatan impak yang diperlukan bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi
panas berdasarkan ISO 1567:1999 adalah 2 x 10-3 J/mm2 (Mc Cabe & Walls 2008).
Uzun dkk. (1999) menyatakan bahwa kekuatan impak resin akrilik polimerisasi panas
merk Trevalon, UK adalah 12,5 x 10-3 J/mm2. Goguta (2006) menyatakan nilai
kekuatan impak sebesar 4,7 x 10-3 J/mm2. Foat (2009) melaporkan nilai kekuatan
impak resin akrilik polimerisasi panas merk QC adalah 5,0 x 10-3 J/mm2.
Kegagalan klinis dari kekuatan impak terjadi diluar rongga mulut sebagai
akibat jatuhnya gigi tiruan saat dibersihkan, batuk atau bersin (El-Sheikh &
Al-Zahrani 2006). El-Sheikh dan Al-Zahrani (2006) melakukan survei fraktur gigi
tiruan dan melaporkan bahwa fraktur yang terjadi karena perbaikan gigi tiruan
dalam 3 tahun adalah sebesar 69,7%, sedangkan fraktur akibat kegagalan impak
adalah sebesar 80,4%. Hargreaves (yang dikutip dari El-Sheikh & Al-Zahrani 2006)
melaporkan 63% gigi tiruan patah setelah 3 tahun pemasangan.

Universitas Sumatera Utara

23

2.3.2 Alat Uji dan Cara Pengukuran
Pengukuran kekuatan impak bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi
panas dapat dilakukan dengan alat Izod dan Charpy. Teknik pengukuran kekuatan
impak pada kedua alat tersebut berbeda, dimana pada alat uji Izod sampel dijepit
vertikal pada salah satu ujungnya, sedangkan pada alat uji Charpy, kedua ujung
sampel dijepit dan diletakkan secara horizontal. Cara pengukuran kekuatan impak
adalah sampel dengan ukuran tertentu diletakkan pada alat penguji dengan lengan
pemukul yang dapat diayun dengan pendulum diujungnya. Pemukul tersebut
kemudian diayunkan ke arah sampel dan membentur sampel hingga patah,
selanjutnya energi yang tertera pada alat penguji dibaca dan dicatat lalu dilakukan
perhitungan kekuatan impak menggunakan rumus: (Van Noort 2007; Powers &
Sakaguchi 2009; Anusavice 2013).

Keterangan:
E

: Energi (Joule)

b

: Lebar batang uji (mm)

d

: Tebal batang uji (mm)

Universitas Sumatera Utara

24

2.4 Kekuatan Transversal
2.4.1 Pengertian
Kekuatan transversal (fleksural) suatu bahan adalah ukuran kekakuan dan
ketahanan terhadap fraktur. Kekuatan transversal memberikan indikasi material
performance dibawah static loading (Ming 2012). Kekuatan transversal dapat
diartikan sebagai pengukuran kolektif antara kekuatan tarik, kekuatan tekan dan
kekuatan geser secara bersamaan. Kekuatan transversal mewakili beban dan tekanan
pengunyahan yang dihasilkan oleh gigi tiruan di dalam rongga mulut. Standar
kekuatan transversal basis gigi tiruan tidak kurang dari 60 - 65 MPa (611,83 - 662,81
kg/cm2) (Kostoulas dkk. 2008). Semakin tinggi nilai kekuatan transversal basis gigi
tiruan resin akrilik polimerisasi panas, maka akan semakin baik (Chand dkk. 2011).
Uji kekuatan transversal sering digunakan untuk mengukur sifat mekanis dari suatu
basis gigi tiruan karena cukup mewakili tipe-tipe gaya yang terjadi selama proses
pengunyahan (Vojvodic dkk. 2009). Beberapa faktor yang mempengaruhi Kekuatan
transversal resin akrilik, diantaranya seperti berat molekul polimer, ukuran kristal
polimer, level residual monomer, komposisi plasticizer, sejumlah cross-linking agent,
porositas internal matriks polimer, ketebalan basis gigi tiruan, faktor pasien, tipe
pemolesan dan aksi bahan kimia (Paranhos 2008).

2.4.2 Alat Uji dan Cara Pengukuran
Kekuatan transversal dapat diukur dengan melakukan three-point bending test
menggunakan alat universal testing machine dan hasil yang diperoleh dinyatakan

Universitas Sumatera Utara

25

dalam unit MPa (Ming 2012). Pengukuran kekuatan transversal dilakukan dengan
cara beban diberikan pada sebuah benda berbentuk batang yang bertumpu pada kedua
ujungnya dan beban tersebut diberikan di tengah-tengahnya, selama batang uji
ditekan maka beban akan meningkat secara beraturan dan berhenti ketika batang uji
patah (Gambar 2.1) (Powers & Sakaguchi 2009; Unalan dkk. 2010; Anusavice 2013).
Hasil yang diperoleh akan dimasukkan dalam rumus kekuatan transversal.
Perhitungan kekuatan transversal dilakukan menggunakan rumus: (Narva dkk.
2005)

Keterangan:
σ : Kekuatan transversal (MPa)
� : Beban maksimum (N)

� : Jarak antara kedua pendukung (mm)
� : Lebar batang uji (mm)

� : Tebal batang uji (mm)

Universitas Sumatera Utara

26

Gambar 2.1 Skematik three-point bending test (Dua dukungan dibawah
dan titik pusat beban di atas)
Sumber: Ming 2012, Effect of powered toothbrush cleaning
on acrylic resin dental prostheses

2.5 Modulus Elastisitas
2.5.1 Pengertian
Modulus elastisitas adalah sifat bahan yang memungkinkan untuk berubah
bentuk jika diberi beban dan bila beban tersebut dihilangkan akan kembali ke bentuk
semula. Modulus elastisitas diukur dengan kemiringan wilayah elastis dari grafik
tegangan-regangan (Anusavice 2013). Modulus elastisitas adalah ukuran dari
kekakuan bahan serta merupakan salah satu sifat yang mempengaruhi kekuatan
impak (Shay 2000). Meskipun kekakuan basis gigi tiruan dapat meningkat seiring
dengan meningkatnya ketebalan basis gigi tiruan, namun nilai modulus elastisitas
tidak berubah. Perbandingan antara tekanan (stress) dengan perubahan regangan
(strain) yang diakibatkan adalah konstan. Semakin tinggi nilai modulus elastisitas,
maka deformitas elastiknya akan semakin rendah dan bahan semakin kaku (Orsi dkk.
2012). Berdasarkan international Standar Organization (ISO), syarat basis gigi tiruan
ideal adalah memiliki modulus elastisitas paling sedikit 2000 MPa untuk polimer

Universitas Sumatera Utara

27

yang dipolimerisasi dengan panas. Resin akrilik memiliki kekakuan yang mencukupi
untuk digunakan sebagai gigi tiruan dengan rentang nilai modulus elastisitas
berdasarkan referensi American Society for Testing and Materials (ASTM) D638 atau
setara dengan ISO 527 yaitu 1264-3530 MPa, sedangkan pada refernsi Engineering
Tralbox sebesar 3200 MPa (Sitorus & Dahar 2012). Modulus elastisitas resin akrilik
dipengaruhi oleh derajat konversi yang dicapai matriks polimer, dimana semakin
tinggi derajat konversi polimer maka semakin besar kekakuan suatu bahan (Orsi dkk.
2012).

2.5.2 Alat Uji dan Cara Pengukuran
Modulus elastisitas diuji dengan menggunakan alat yang sama dengan
pengujian kekuatan transversal, yaitu Universal Testing Machine. Sampel resin
akrilik polimerisasi panas diletakkan pada alat uji, beri bantalan penekan di atasnya,
lalu pembebanan diberikan di tengah-tengah jarak sangga secara berkelanjutan
sampai beban maksimum dan timbul keretakan (Gambar 2.2). Besarnya defleksi atau
lenturan yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu.
Perhitungan modulus elastisitaas dapat dilakukan menggunakan rumus
berikut: (Narva dkk. 2005)

Keterangan:
E : Modulus elastisitas (GPa)

Universitas Sumatera Utara

28

S : Stiffnes (N/m)
� : Beban maksimum (N)

� : Jarak antara kedua pendukung (mm)
� : Lebar batang uji (mm)
� : Tebal batang uji (mm)
d : Defleksi (mm)

2.6 Glass Fiber
2.6.1 Pengertian
Glass fiber merupakan bahan yang terbuat dari kaca berupa serabut-serabut
halus berbentuk silinder (Obukuro dkk. 2008). Glass fiber dapat ditambahkan ke
dalam resin akrilik untuk memperbaiki sifat fisis dan mekanik resin akrilik. Glass
fiber dapat beradhesi dengn matriks polimer resin akilik sehingga memiliki ikatan
yang baik dengan resin akrilik, oleh karena itu memungkinkan untuk dijadikan
sebagai penguat bahan basis gigi tiruan resin akrilik (Yondem dkk. 2011). Glass fiber
berfungsi memberikan kekuatan pada bahan matriks dengan cara memindahkan gaya
beban yang dikenakan dari matriks yang lebih lemah pada glass fiber yang lebih kuat
(Matinlina dkk. 2004).

2.6.2 Jenis
Jenis glass fiber ada beberapa macam antara lain E-glass, S-glass, R-glass,
V-glass dan Cemfil. E-glass fiber adalah jenis fiber yang paling banyak digunakan,

Universitas Sumatera Utara

29

karena transparan dan dapat dengan mudah disesuaikan dengan bentuk dan ukuran
yang diperlukan (Loncar dkk. 2006; Beckwith 2009). Vakiparta dan Koskinen (2004)
melaporkan bahwa E-glass fiber non-sitotoksik dan dapat digunakan untuk
biomedikal. Goguta dkk. (2006) dalam penelitiannya melaporkan bahwa penambahan
E-glass fiber pada bahan basis gigi tiruan memiliki estetik yang sangat baik.

2.6.3 Bentuk
Glass fiber mempunyai beberapa bentuk diantaranya yaitu bentuk batang,
anyaman dan potongan kecil (Mathew 1999; Lee dkk. 2001). Glass fiber berbentuk
batang terbuat dari continuous unidirectional glass fiber yang terdiri atas 1.000200.000 serabut glass fiber dan diameter berkisar 3-25 µm (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Glass
fiber
bentuk
batang
Sumber: Glass_fiber,
2016, Wikipedia

Universitas Sumatera Utara

30

Beberapa peneliti menyatakan bahwa penggabungan glass fiber pada bahan
basis gigi tiruan resin akrilik akan meningkatkan kekuatan basis gigi tiruan, namun
terdapat kekurangan yaitu penanganannya lebih sulit dan penyerapan fiber dengan
resin akrilik kurang adekuat (Lee dkk. 2001; Goguta dkk. 2006; Obukura dkk. 2008).
Glass fiber bentuk anyaman memiliki ketebalan 0,005 mm. Glass fiber bentuk
anyaman dapat digunakan untuk mereparasi basis gigi tiruan. Uzun dkk. (1999)
menyatakan bahwa glass fiber berbentuk anyaman yang ditambahkan pada basis gigi
tiruan dapat meningkatkan kekuatan impak dan kekuatan transversal, namun glass
fiber bentuk anyaman memiliki kekurangan yaitu penempatannya pada mold yang
sulit (Lee dkk. 2007) (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Glass
fiber
bentuk anyaman
Sumber:
Fiberglass, 2016,
Wikipedia

Glass fiber berbentuk potongan kecil telah banyak digunakan untuk
memperkuat basis gigi tiruan karena memiliki banyak kelebihan yaitu cara
penggunaannya lebih mudah karena proses pencampuran antara glass fiber dan resin

Universitas Sumatera Utara

31

akrilik lebih sederhana, mudah dimanipulasi dan dimasukkan ke dalam adonan resin
akrilik serta lebih tersebar merata (Lee dkk. 2001) (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Glass fiber bentuk potongan
kecil
Sumber: Nandal dkk. 2013,
New era in denture base resins :
a review

Lee dkk. (2001) menyatakan bahwa glass fiber bentuk potongan kecil
berukuran 3mm yang ditambahkan pada bahan basis gigi tiruan resin akrilik
polimerisasi panas lebih dari 3% meningkatkan modulus elastisitas secara signifikan
dan konsentrasi 6% dan 9% meningkatkan kekuatan transversal.
2.6.4 Komposisi dan Fungsi
2.6.4.1 Komposisi
E-glass fiber mengandung beberapa bahan kimia sebagai komposisinya yaitu:
(Hyer 1998; Soygun dkk. 2013)


SiO2

: 55,2 %



Al2O3

: 15 %



B2O3

:6%



MgO

: 0,5 %

Universitas Sumatera Utara

32



CaO

: 22 %



K2O

: 0,2 %



Fe + Na + K : < 1 %

Glass fiber mengandung SiO2 sebagai komposisi utama yang memiliki sifat
kaku sehingga dapat berfungsi sebagai penguat, modulus elastisitas glass fiber yang
cukup tinggi menyebabkan sebagian besar beban yang diterima tidak menyebabkan
deformasi. Kandungan alumina yang tinggi, alkali yang rendah dan borosilicate
mengindikasikan E-glass fiber memiliki kekuatan transversal yang tinggi (Soygun
dkk. 2013). Glass fiber memiliki beberapa kelebihan yaitu memiliki kemampuan
untuk mengabsorpsi bila digunakan sebagai komposit, tahan terhadap suhu yang
tinggi, ekspansi termal yang rendah dan tidak menyerap air (Matthews & Rawlings
1999).

2.6.4.2 Fungsi
Penambahan fiber reinforced pada bahan basis gigi tiruan telah dilaporkan
beberapa peneliti dapat meningkatkan sifat mekanis bahan basis gigi tiruan
diantaranya kekuatan impak, kekuatan fatigue, kekuatan transversal, modulus
elastisitas dan daya tahan terhadap fraktur basis gigi tiruan resin akrilik. Glass fiber
digunakan sebagai bahan penguat yang ideal karena kualitas estetiknya yang baik
(Tacir dkk. 2006; Vojdani & Khaledi 2006; Nakamura dkk. 2007; Polat dkk. 2013).
Sifat mekanis bahan basis gigi tiruan dapat diperkuat dengan glass fiber
karena adanya adhesi yang kuat antara fiber dan matriks resin akrilik (Loncar dkk.

Universitas Sumatera Utara

33

2008). Glass fiber merupakan bahan yang paling efektif untuk meningkatkan
kekuatan transversal dan modulus elastisitas serta menurunkan nilai defleksi (Yu dkk.
2012). Nilai defleksi yang rendah berhubungan dengan kekakuan dan kekuatan bahan
basis gigi tiruan (Lee dkk. 2001). Glass fiber berbentuk potongan kecil dengan
konsentrasi 6% dan 9% yang ditambahkan pada bahan basis gig tiruan resin akrilik
dapat meningkatkan kekuatan transversal (Lee dkk. 2001).
Fiber yang ditambahkan dalam bahan basis gigi tiruan harus dapat menyatu
agar dapat diaplikasikan. Adhesi yang terjadi antar fiber dengan matriks polimer
menyebabkan penyatuan densitas diantara keduanya. Densitas merupakan fungsi
kerapatan komposisi sehinggga dengan menambahkan glass fiber yang nilai
densitasnya 2,79 gr/cm3 dapat mengisi rongga kosong pada resin akrilik polimerisasi
panas yang densitasnya relatif lebih rendah sehingga dapat meningkatkan kekuatan
bahan resin akrilik polimerisasi panas.

2.6.5 Manipulasi
Penelitian Prasad dkk. (2011) melaporkan bahwa penggunaan monomer
sebagai bahan impregnasi glass fiber yang ditambahkan ke dalam resin akrilik
polimerisasi panas menunjukkan adanya peningkatan kekuatan impak pada bahan
basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas. Tetapi penggunaan monomer yang
yang hanya membasahi glass fiber belum dapat meningkatkan kekuatan mekanis
bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas secara maksimal. Glass fiber
memiliki sifat hidrofobik dan sangat sulit menyerap cairan serta memiliki tegangan

Universitas Sumatera Utara

34

permukaan yang rendah. Karena alasan tersebut glass fiber sulit menyerap monomer,
sehingga ketika ditambahkan ke dalam resin akrilik polimerissasi panas, tidak terjadi
adhesi yang baik antara permukaan glass fiber dengan matriks polimer. Untuk
meningkatkan adhesinya, dapat ditambahkan silane coupling agent pada glass fiber.
Silane coupling agent yang umum digunakan pada glass fiber adalah methacryloxipropyltrimethoxysilane. Silane coupling agent dapat meningkatkan energi permukaan
pada glass fiber dengan cara berperan sebagai gugus karbon perantara untuk
mengikat permukaan glass fiber dengan matriks polimer kemudian adhesi terbentuk
antara permukaan glass fiber dengan matriks polimer sehingga menjadi lebih kuat
dan pada akhirnya dapat meningkatkan kekuatan mekanis seperti kekuatan impak,
kekuatan fatigue, kekuatan transversal dan modulus elastisitas bahan basis gigi tiruan
resin akrilik polimerisasi panas secara maksimal.

2.6.6 Mekanisme Peningkatan Kekuatan Impak, Kekuatan Transversal dan
Modulus Elastisitas dengan Penambahan E-Glass Fiber
E-glass fiber dalam komposisinya mengandung Si2O3 dalam persentase yang
tiggi. Si2O3 merupakan senyawa yang terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat
serta memiliki struktur kimia yang isotropik yaitu empat atom oksigen terikat pada
posisi sudut tetrahedral disekitar pusat atom silika. Ikatan kovalen yang kuat dan
struktur kimia yang isotropik menyebabkan Si 2O3 memiliki kekuatan yang tinggi.
Si2O3 yang terkandung dalam E-glass fiber inilah yang menjadikan glass fiber kuat
dan mampu menyerap beban yang diterima oleh basis gigi tiruan resin akrilik

Universitas Sumatera Utara

35

polimerisasi panas, baik beban yang berasal dari pengunyahan di dalam rongga mulut
maupun beban tiba-tiba yang diterima saat basis gigi tiruan terjatuh. Transfer beban
dari bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas yang memiliki kekuatan
rendah kepada E-glass fiber yang memiliki kekuatan tinggi merupakan kunci utama
terjadinya peningkatan sifat mekanis dari bahan basis gigi tiruan resin akrilik
polimerisasi panas. Saat beban berhasil ditransfer dari bahan basis gigi tiruan resin
akrilik polimerisasi panas kepada E-glass fiber, maka terjadi peningkatan kekuatan
impak dan transversal sehingga basis gigi tiruan tidak mudah mengalami fraktur
(Monaco 2005; Mowade 2012)
Selain Si2O3 terdapat boron trioksida (B2O3) pada komposisi E-glass fiber
yang dapat meningkatkan stabilitas hidrolitik dari permukaan E-glass fiber.
Komposisi B2O3 dalam E-glass fiber bertujuan menurunkan sifat CaO yang tidak
tahan terhadap air dan asam. Penurunan konsentrasi CaO dan peningkatan konsentrasi
B2O3 menghasilkan stabilitas hidrolitik pada permukaan E-glass fiber sehingga
ion O- pada CaO tidak digantikan oleh ion H+ atau OH- pada air karena penggantian
ion O- pada CaO oleh ion H+ atau OH- menyebabkan ikatan kovalen pada E-glass
fiber menjadi lemah dan dapat menurunkan kekuatan E-glass fiber. Hal serupa juga
terjadi pada bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dengan
penyerapan air yang tinggi. Penyerapan air dapat menurunkan kekuatan bahan basis
gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas. Adanya B2O3 dalam komposisi E-glass
fiber menyebabkan E-glass fiber sedikit menyerap air dan secara tidak langsung juga
mengurangi penyerapan air oleh basis gigi tiruan sehingga kekuatan impak dan

Universitas Sumatera Utara

36

transversal dari bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dapat
meningkat (Monaco 2005; Mowade dkk. 2012).

2.7

Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Permukaan Fraktur Basis Gigi
Tiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas

2.7.1 Gambaran Makroskopis Permukaan Fraktur Basis Gigi Tiruan Resin
Akrilik Polimerisasi Panas
Gambaran makroskopis dari permukaan fraktur gigi tiruan resin akrilik
polimerisasi panas dapat dilihat secara visual bentuk patahan yang terjadi apakah
termasuk karakteristik Brittle fracture atau ductile fracture. Brittle fracture adalah
kegagalan suatu bahan dengan minimum deformasi plastis. Jika bagian-bagian yang
rusak dari brittle fracture dicocokkan kembali, bentuk asli dan ukuran sampel dapat
kembali seperti semula. Brittle fracture didefinisikan sebagai fraktur yang terjadi
pada atau dibawah elastic limit dari suatu bahan. Brittle fracture tidak menghasilkan
deformasi plastis sehingga membutuhkan sedikit energi untuk mematahkan suatu
bahan dibandingkan ductile failure.
Ductile fracture didefinisikan sebagai fraktur yang terjadi akibat propagasi
lambat dari retakan dengan sejumlah besar deformasi plastis. Ada tiga tahap dalam
ductile fracture, sampel mulai necking kemudian terbentuk minute cavities di necked
region dimana deformasi plastis terkonsentrasi, karena kombinasi dislokasi
pembentukan necked micro crack terbentuk di pusat sampel. Akhirnya retakan ini

Universitas Sumatera Utara

37

tumbuh menyebar ke permukaan sampel dalam arah 45° terhadap sumbu tarik dan
mengakibatkan fraktur (cup-end-cone-type fractureI) (Zhigilei 2010).

2.7.2

Gambaran Mikroskopis Permukaan Fraktur Basis Gigi Tiruan Resin

Akrilik Polimerisasi Panas
Gambaran mikroskopis dari permukaan fraktur basis gigi tiruan resin akrilik
polimerisasi panas dapat diobservasi menggunakan Scanning Electron Microscope.
Melalui analisa SEM dapat dievaluasi permukaan fraktur untuk menilai kualitas
permukaan dan porositas basis gigi tiruan (Moldonado 2012). Analisis SEM dapat
digunakan untuk melihat adanya void atau gelembung udara dari permukaan fraktur,
impregnasi dan distribusi dari fiber reinforced pada matriks polimer, ikatan meshwork
dengan matriks polimer dan tekstur sisi atas dan sisi bawah dari sampel (Kiilu 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.8 Kerangka Teori
Pembuatan Gigi Tiruan
Rencana Perawatan

Kondisi anatomi
rongga mulut

Basis Gigi Tiruan
Palatum Dalam
Klasifikasi Bahan

Linggir Datar

Modifikasi
ADA Spesifikasi No. 12

Torus Maksila/ Mandibula
Serat Penguat

Tipe 2: Autopolymerizable
polymers

Tipe 1: Heat
polymerizable
polymers

Tipe 3:
Thermoplastic
blank or
powder

Tipe 4: Light activated
materials

Tipe 5:
Microwavecured
materials

Komposisi

S-Glass
Manipulasi

Mekanis

Kekuatan
Impak

Fisis

Kekuatan
Fatigue

Sifat

Biologis

Kekuatan
Transversal

Kelebihan

Kemis

Kekurangan

Perlekatan Frenulum
Tinggi

Glass Fiber

Fungsi

Resin Akrilik
Polimerisasi
Panas (RAPP)

Frenulum Tebal

E-Glass

Jenis

Bentuk

Cara
Aplikasi

Anyaman
Batang
Potongan
Kecil

Modulus
Elastisitas

38
Universitas Sumatera Utara

2.9 Kerangka Konsep
Bahan Basis Resin Akrilik
Polimerisasi Panas

Kekuatan
Impak

Kekuatan
Fatigue

Kondisi Anatomi
Rongga Mulut

Kekuatan
Transversal

Modulus
Elastisitas

E-Glass Fiber

Linggir Datar
Torus Maksila/
Mandibula

Ikatan
Kovalen kuat

Impregnated
dengan silane
coupling agent

Aplikasi

Adhesi antara
E-Glass Fiber
dengan matriks
polimer

B 2O 3

Si2O3

Fraktur
Palatum Dalam

Jenis &
bentuk

Fiber reinforced

Kelemahan

E-glass fiber
potongan kecil
3 mm (1%, 1,5%)

Struktur kimia
isotropik

Kekuatan yang tinggi pada
E-Glass Fiber

Penurunan Konsentrasi
CaO

Peningkatan stabilitas hidrolitik
permukaan glass fiber

Frenulum Tebal
Perlekatan
Frenulum Tinggi

Adhesi antara E-Glass Fiber
dengan matriks polimer

Penyerapan air pada bahan
basis gigi tiruan berkurang

Transfer beban dari bahan basis
gigi tiruan kepada E-Glass Fiber

Beban diterima tanpa
menimbulkan deformasi

Sifat mekanis basis gigi
tiruan meningkat

Kekuatan
Impak

Kekuatan
Transversal

Modulus
Elastisitas

Universitas Sumatera Utara

39

40

2.10 Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh penambahan E-glass fiber 1% dan 1,5% terhadap kekuatan
impak basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas.
2. Ada pengaruh penambahan E-glass fiber 1% dan 1,5% terhadap kekuatan
transversal basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas.
3. Ada pengaruh penambahan E-glass fiber 1% dan 1,5% terhadap modulus
elastisitas basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas.
4. Ada korelasi antara kekuatan impak, kekuatan transversal dan modulus
elastisitas basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas setelah ditambahkan
E-glass fiber 1% dan 1,5%.

Universitas Sumatera Utara