Perbandingan Karaktrisasi Basis Gigi Tiruan Berbahan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Dan Resin Akrilik Swapolimerisasi Dengan Penambahan Serat Kaca

(1)

PERBANDINGAN KARAKTRISASI BASIS GIGI TIRUAN

BERBAHAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS

DAN RESIN AKRILIK SWAPOLIMERISASI DENGAN

PENAMBAHAN SERAT KACA

SKRIPSI

NYTA EFHELZEN TAMPUBOLON

080801025

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

PERBANDINGAN KARAKTRISASI BASIS GIGI TIRUAN BERBAHAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DAN RESIN AKRILIK SWAPOLIMERISASI

DENGAN PENAMBAHAN SERAT KACA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NYTA EFHELZEN TAMPUBOLON 080801025

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN KARAKTRISASI BASIS GIGI TIRUAN BERBAHAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DAN RESIN AKRILIK SWAPOLIMERISASI

DENGAN PENAMBAHAN SERAT KACA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, 31 Juli 2012

Nyta Efhelzen Tampubolon 080801025


(4)

PERSETUJUAN

Judul : PERBANDINGAN KARAKTRISASI BASIS GIGI

TIRUAN BERBAHAN RESIN AKRILIK

POLIMERISASI PANAS DAN RESIN AKRILIK SWAPOLIMERISASI DENGAN PENAMBAHAN SERAT KACA

Kategori : SKRIPSI

Nama : NYTA EFHELZEN TAMPUBOLON

Nomor Induk Mahasiswa : 080801025

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) USU

Diluluskan di Medan, 31 Juli 2012

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang Dr. Zuriah Sitorus, MS NIP. 195510301980031003 NIP. 195607261984032003


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada Juli 2012

TIM PENGUJI

ANGGOTA : 1. Dr. Marhaposan Situmorang 2. Dr. Susilawati, M.Si

3. Drs. Aditia Warman, M.Si 4. Dr. Zuriah Sitorus, MS


(6)

PENGHARGAAN

Dengan mengucapkan syukur yang tiada hentinya pada Tuhan Yang Maha Esa yang tiada hentinya membuka jalan dan memberikan Anugrah – Nya yang terindah dalam doa dan pengharapan yang terpernah putus – putusnya kepada kita semua terutama kepada penulis, walaupun banyak sekali hal – hal sulit yang terasa tidak akan bisa terselesaikan ,namun segalanya menjadi mungkin bagi – Nya sehingga skripsi ini telah selesai disusun sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sains di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga saya persembahkan kepada ayahanda tercinta (M. Tampubolon) dan ibunda tercinta (R. br Manurung) atas kasih sayang, doa dan dana yang tiada putus – putusnya sehingga menghantarkan penulis ke jenjang sarjana. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada adik – adik ( Wardania Ningsih, Peres Handerson, dan Sabar Parningotan) dan segenap keluarga besar Tampubolon dan Manurung yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada :

1. Dr. Zuriah Sitorus, MS selaku dosen pembimbing penulis dalam penulisan skripsi ini yang telah banyak memberikan perhatian dan telah rela meluangkan waktu untuk membimbing, memberi pengarahan, memberi dorongan, keberanian serta motivasi kepada penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.

2. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku Ketua Departemen Fisika S1 Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Sutarman M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Universitas Sumatera Utara.

4. Jhon Dalton Nainggolan, S.Si atas semangat, motivasi, dorongan dan doa serta bantuan yang selalu diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Prof. Haslinda Z. Tamin,drg.,M.Kes.,Sp.Pros (K) , dan Siti Wahyuni,drg

selaku manager Unit Uji Laboratorium Dental FKG – USU yang telah banyak membantu dan memberikan masukan dan ide – ide yang berharga buat penulis dalam melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.

6. Bang Yudi, dkk selaku instruktur Laboratorium Dental FKG – USU yang membantu mengarahkan, serta mengajari penulis dalam melakukan penelitian dengan segenap kesabaran hati.

7. Tim penguji skripsi Pak Dr. Marhaposan Situmorang, Bu Dr.Susilawati, M.Si , Pak Drs. Aditia Warman M.Si yang telah membantu penulis dalam menyempurnakan skripsi ini,dan memberikan banyak masukan yang sangat berharga.


(7)

8. Prof. Pardamean Sebayang, MS selaku staf ahli di Penelitian Fisika Lipi Serpong atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

9. Seluruh pegawai Departemen Fisika, Kak Tini, Kak Yusfa, dan Bang Jo atas masukan dan bimbingan yang bermanfaat kepada penulis.

10.Ahli gigi Misli yang membantu pada awal penelitian ini, yang memberikan dasar ide pada awal penelitian dan sebagai inspirasi dalam penelitian ini. 11.Teman – teman seperjuangan di Departemen Fisika USU yaitu Ervinna

Tambunan, Elda Desi, Donal Edison, Mangara Sitanggang, Borasida Sihombing, Albert Daniel Saragih ,Melly Frizha, Roni Sinaga, Asman Marpaung, Indra Tarigan, Bheng An Ginting, Eben Ezer Situmorang, Lyri Martin, Metar Yosephin, Tri Andes Sinaga, Melati Putri Duha, Zulkarnaen Malau, Perdana Okto Manik, Rolas D Naingolan dan Hiras M Sitanggang. 12.Teman – teman terbaik penulis yang terutama Yosephin Romania Sidabutar,

Nya Daniati Malau, Teresia Novita, Elizabeth Situmorang atas bantuan, semangat, motovasi, dan dorongan yang diberikan dalam suka dan duka, dan teman – teman angkatan 2008 lain yang tidak mungkin disebutkan satu- persatu.

13.Adik-adik stbk 2009 (Helen,dkk), Adik – adik 2010( Faisal, Jantiber, Sahat, dkk), dan Adik – adik 2011 (Togar, Russel,Desi, Tabita, Rahel, Misael,Rendi, Lilis,dkk).

14.Kepada UKM FMIPA terutama buat kak Ana dan kak Reni atas bantuannya dalam mempermudah pengerjaan skripsi ini, dan kesabarannya yang telah diperlihatkan kepada penulis dalam menjilid skripsi ini.

15.Semoga segala kebaikan yang pernah mereka berikan kepada penulis mendapatkan imbalan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

16.Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar – besarnya apabila terdapat kesalahan selama penulis melalukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Akhirnya penulis menerima masukan dan saran yang membangun dari pembaca agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan,31 Juli 2012 Penulis

Nyta Ef Helzen Tampubolon NIM : 080801025


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

TIM PENGUJI SKRIPSI iii

PERNYATAAN iv

PENGHARGAAN v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Tempat Penelitian 4

1.7. Sistematika Penulisan 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Basis Gigi tiruan 6

2.2. Resin Akrilik Polimerisasi Panas 9 2.3. Resin Akrilik Swapolomerisasi 12

2.4. Penguat 15

2.5. Sifat Fisis 20

2.6. Analisa Mikrostruktur 23

2.7. Analisa Struktur Atom 25

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Rancangan Penelitian 32

3.2. Sampel Penelitian 32

3.3. Variabel Penelitian 32

3.4. Alat dan Bahan Penelitian 33

3.5. Tempat dan Waktu Penelitian 35

3.6. Diagram Alir Penelitian 36

3.7. Prosedur Penelitian 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


(9)

4.2. Porositas (Porosity) 53

4.3. Analisa Mikrostruktur 57

4.4. Analisa Struktur Atom 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 68

5.2 Saran 69

DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Data pengujian densitas untuk setiap komposisi dengan perlakuan

panas 46

Tabel 4.2 Data pengujian densitas untuk setiap komposisi tanpa perlakuan

panas 48

Tabel 4.3 Data pengujian porositas untuk setiap komposisi dengan perlakuan

panas 51

Tabel 4.4 Data pengujian porositas untuk setiap komposisi tanpa perlakuan

panas 53


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Basis gigitiruan berbahan resin akrilik 8 Gambar 2.2 Acron MC-GC America, Salah Satu Nama Dagang Resin Akrilik

Polimerisasi Panas 10

Gambar 2.3 Gambaran struktur kimia metil metakrilat dan poli(metil metakrilat) 13 Gambar 2.4 Gambaran struktur kimia metil metakrilat. 14 Gambar 2.5 Cara inisiasi radikal bebas untuk induksi polimerisasi resin

akrilik. 14

Gambar 2.6 Serat kaca berbentuk batang 17

Gambar 2.7 Serat Kaca Bentuk Anyaman 18

Gambar 2.8 Serat Kaca Bentuk Potongan Kecil 19

Gambar 2.9 Porositas di permukaan dan di dalam basis gigitiruan 20

Gambar 2.10 Tampilan hasil scanning SEM 23

Gambar 2.11 Diagram SEM 24

Gambar 2.12 Teknik EDS 30

Gambar 2.13 Contoh dari aplikasi EDS pada masing – masing persentase 30

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 36

Gambar 3.2 Model induk ukuran 80 mm x 10 mm x 4mm 40

Gambar 3.3 Vibrator 40

Gambar 3.4 Mould yang sudah diisi 41

Gambar 3.5 Unit Kuring (Filli Manfredi,Italia) 43 Gambar 3.6 Sampel resin akrilik setelah penyelesaian akhir 43

Gambar 3.7 Sampel pengujian densitas 44

Gambar 3.8 Pengujian porositas 45

Gambar 3.9 Skema dari SEM 46

Gambar 4.1 Hubungan densitas terhadap komposisi resin akrilik polimerisasi

panas 49

Gambar 4.2 Hubungan densitas terhadap resin akrilik swapolimerisasi 51 Gambar 4.3 Hubungan porositas terhadap komposisi resin akrilik polimerisasi

panas 54

Gambar 4.4 Hubungan porositas terhadap komposisi resin akrilik

swapolimerisasi 56

Gambar 4.5 SEM Resin akrilik swapolimerisasi komposisi 1 (kontrol) 57 Gambar 4.6 SEM Resin akrilik polimerisasi panas komposisi 1 (kontrol) 58 Gambar 4.7 SEM Resin akrilik swapolimerisasi komposisi 4 (penambahan serat

kaca 8 mm) 59

Gambar 4.8 SEM Resin akrilik polimerisasi panas komposisi 4 (penambahan serat

gelas 8mm) 60

Gambar 4.9 EDS spektrum resin akrilik swapolimerisasi komposisi 1 61 Gambar 4.10 EDX spektrum resin akrilik polimerisasi panas komposisi 1 62 Gambar 4.11 EDS spektrum resin akrilik swapolimerisasi komposisi 4 64 Gambar 4.12 EDS spektrum resin akrilik polimerisasi panas komposisi 4 66


(12)

ABSTRAK

Pada penelitian ini telah dibuat basis gigi tiruan dengan menggunakan resin akrilik polimerisasi panas dan resin akrilik swapolimerisasi dengan penambahan variasi serat kaca. Penambahan serat kaca ini berfungsi meningkatkan sifat fisis serta mikrostuktur dari basis gigi tiruan. Komposisi resin akrilik dan serat gelas dibuat dengan perbandingan 98,6 % : 1,4% dan variasi serat kaca yang digunakan adalah 4 mm, 6 mm, dan 8 mm. Pengujian yang dilakukan yaitu : densitas, porositas dan analisa mikrostruktur. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat kaca 4 mm merupakan kondisi optimum, diperoleh : densitas 1.3443 g/cm3, porositas 0.54 %. Sementara dengan menggunakan resin swapolimerisasi dengan penambahan serat kaca 6 mm merupakan kondisi optimum, diperoleh : densitas 1.36 g/cm3,porositas 0.53 %. Hasil pengujian mikrostruktur resin akrilik polimerisasi panas dengan menggunakan SEM dan SEM – EDS menunjukan serat kaca yang tersebar secara merata. Hasil EDS menunjukkan bahwa bahan polimer yang terkandung dalam resin akrilik swapolimerisasi adalah Carbon (C) 56.40% , Nitrogen (N) 8.28% , Oksigen (O) 31.31% ,dan dari bahan serat kaca yang terkandung Natrium (Na) 0.11%, Magnesium (Mg) 0.02% , Aluminium (Al) 0.16% , Silicon (Si) 0.38 %, Calsium (Ca) 0.19%, Cobalt (Co) 3.14 %. Sementara hasil EDS menunjukkan bahwa polimer yang terkandung dalam resin akrilik polimerisasi panas adalah Carbon (C) 55.89%, Nitrogen (N) 10.63%, Oksigen (O) 29.66%, dan dari bahan serat kaca yang terkandung Natrium (Na) 0.03%, Aluminium (Al) 0.19%, Silicon (Si) 0.71 %, Calsium (Ca) 0.35%, Cobalt (Co) 2.53 %.


(13)

COMPARATIVE CHARACTERIZATION OF DENTURE MATERIALS BASED ON ACRYLIC RESIN COMPOSITE AND ACRYLIC RESIN SWAPOLIMERISASION WITH THE ADDITION OF GLASS FIBER

ABSTRACT

In this study has been made denture base by using acrylic resin polymerization heat and acrylic resin swapolymerization with the addition of glass fiber variation. The addition of glass fiber as well as improve the physical properties of denture base microstructure. Composition of acrylic resin and glass fibers are made with a ratio of 98.6%: 1.4% and the variation of the glass fiber used was 4 mm, 6 mm and 8 mm. Tests performed are: density, porosity and microstructure analysis. From the results showed that the thermal polymerization of acrylic resin with the addition of 4 mm glass fiber is the optimum condition, is obtained: 1.3443 g/cm3 density, porosity of 0.54%. While using swapolymerization resin with the addition of glass fibers of 6 mm is the optimum conditions, is obtained: 1.3626 g/cm3 density, porosity of 0.53%. The results of testing the heat of polymerization of acrylic resin microstructure using SEM and SEM - EDS showed that glass fibers are spread evenly. EDS results showed that the polymer material is contained in an acrylic resin swapolymerization is Carbon (C) 56.40%, Nitrogen (N) 8.28%, Oxygen (O) 31.31%, and of glass fiber materials contained sodium (Na) 0.11%, Magnesium (mg) 0.02%, aluminum (Al) 0.16%, Silicon (Si) 0.38%, calcium (Ca) 0.19%, Cobalt (Co) 3.14%. While the EDS results showed that the polymer contained in the heat of polymerization of acrylic resin is Carbon (C) 55.89%, Nitrogen (N) 10.63%, Oxygen (O) 29.66%, and of glass fiber materials contained sodium (Na) 0.03%, Aluminum (Al) 0.19%, Silicon (Si) 0.71%, calcium (Ca) 0.35%, Cobalt (Co) 2.53%.


(14)

ABSTRAK

Pada penelitian ini telah dibuat basis gigi tiruan dengan menggunakan resin akrilik polimerisasi panas dan resin akrilik swapolimerisasi dengan penambahan variasi serat kaca. Penambahan serat kaca ini berfungsi meningkatkan sifat fisis serta mikrostuktur dari basis gigi tiruan. Komposisi resin akrilik dan serat gelas dibuat dengan perbandingan 98,6 % : 1,4% dan variasi serat kaca yang digunakan adalah 4 mm, 6 mm, dan 8 mm. Pengujian yang dilakukan yaitu : densitas, porositas dan analisa mikrostruktur. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat kaca 4 mm merupakan kondisi optimum, diperoleh : densitas 1.3443 g/cm3, porositas 0.54 %. Sementara dengan menggunakan resin swapolimerisasi dengan penambahan serat kaca 6 mm merupakan kondisi optimum, diperoleh : densitas 1.36 g/cm3,porositas 0.53 %. Hasil pengujian mikrostruktur resin akrilik polimerisasi panas dengan menggunakan SEM dan SEM – EDS menunjukan serat kaca yang tersebar secara merata. Hasil EDS menunjukkan bahwa bahan polimer yang terkandung dalam resin akrilik swapolimerisasi adalah Carbon (C) 56.40% , Nitrogen (N) 8.28% , Oksigen (O) 31.31% ,dan dari bahan serat kaca yang terkandung Natrium (Na) 0.11%, Magnesium (Mg) 0.02% , Aluminium (Al) 0.16% , Silicon (Si) 0.38 %, Calsium (Ca) 0.19%, Cobalt (Co) 3.14 %. Sementara hasil EDS menunjukkan bahwa polimer yang terkandung dalam resin akrilik polimerisasi panas adalah Carbon (C) 55.89%, Nitrogen (N) 10.63%, Oksigen (O) 29.66%, dan dari bahan serat kaca yang terkandung Natrium (Na) 0.03%, Aluminium (Al) 0.19%, Silicon (Si) 0.71 %, Calsium (Ca) 0.35%, Cobalt (Co) 2.53 %.


(15)

COMPARATIVE CHARACTERIZATION OF DENTURE MATERIALS BASED ON ACRYLIC RESIN COMPOSITE AND ACRYLIC RESIN SWAPOLIMERISASION WITH THE ADDITION OF GLASS FIBER

ABSTRACT

In this study has been made denture base by using acrylic resin polymerization heat and acrylic resin swapolymerization with the addition of glass fiber variation. The addition of glass fiber as well as improve the physical properties of denture base microstructure. Composition of acrylic resin and glass fibers are made with a ratio of 98.6%: 1.4% and the variation of the glass fiber used was 4 mm, 6 mm and 8 mm. Tests performed are: density, porosity and microstructure analysis. From the results showed that the thermal polymerization of acrylic resin with the addition of 4 mm glass fiber is the optimum condition, is obtained: 1.3443 g/cm3 density, porosity of 0.54%. While using swapolymerization resin with the addition of glass fibers of 6 mm is the optimum conditions, is obtained: 1.3626 g/cm3 density, porosity of 0.53%. The results of testing the heat of polymerization of acrylic resin microstructure using SEM and SEM - EDS showed that glass fibers are spread evenly. EDS results showed that the polymer material is contained in an acrylic resin swapolymerization is Carbon (C) 56.40%, Nitrogen (N) 8.28%, Oxygen (O) 31.31%, and of glass fiber materials contained sodium (Na) 0.11%, Magnesium (mg) 0.02%, aluminum (Al) 0.16%, Silicon (Si) 0.38%, calcium (Ca) 0.19%, Cobalt (Co) 3.14%. While the EDS results showed that the polymer contained in the heat of polymerization of acrylic resin is Carbon (C) 55.89%, Nitrogen (N) 10.63%, Oxygen (O) 29.66%, and of glass fiber materials contained sodium (Na) 0.03%, Aluminum (Al) 0.19%, Silicon (Si) 0.71%, calcium (Ca) 0.35%, Cobalt (Co) 2.53%.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan basis gigi tiruan dalam dunia kedokteran gigi merupakan suatu hal yang sangat umum kita dengar, bahkan ada yang kita gunakan. Basis gigi tiruan merupakan bagian dari gigi tiruan tempat melekatnya anasir gigi tiruan. Sampai saat ini kebanyakan basis gigi tiruan terbuat dari non – logam terutama polimer karena mudah didapat, memiliki kestabilan dimensi, mudah dimanipulasi, warna yang stabil dan biokompatibel atau tidak beracun. (SK Khindria : 2008)

Pada umumnya pembuatan basis gigi tiruan ini hanya dibuat di labolarotirum kedokteran gigi oleh dokter gigi. Namun pada kenyataannya tidak hanya dalam dunia kedokteran gigi saja yang dapat membuat basis gigi tiruan, telah banyak ahli – ahli gigi yang telah mampu menyaingi pembuatan basis gigi tiruan. Kecenderungan masyarakat membuat basis gigi tiruan di ahli – ahli gigi semakin meningkat, ditambah dengan harga yang ditawarkan lebih terjangkau. Sebagian besar basis gigi tiruan yang dibuat di ahli gigi menggunakan resin akrilik swapolimerisasi, sementara di dunia kedokteran gigi, bahan basis gigi tiruan yang digunakan dalam rongga mulut menggunakan resin akrilik polimerisasi panas. Hal ini menjadikan tolak ukur pembuatan basis gigi tiruan yang sangat bertolak belakang karena menggunakan bahan resin yang berbeda, baik pada komposisi, maupun pada perlakuannya. Selain itu, kelemahan dari kedua resin ini yaitu mudah fraktur, porositasnya mudah terbentuk dan penyebaran resin yang tidak merata.

Beberapa pendekatan yang telah dilakukan untuk meningkatkan sifat fisis dan sifat mekanik bahan resin agar lebih tahan terhadap fraktur, diantaranya ialah dengan menambahkan bahan penguat, dapat berupa bahan kimia, logam dan serat. Beberapa


(17)

penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan sifat mekanik dan densitas resin aklirik, yaitu dengan penambahan bahan penguat serat, seperti aramid, polietilen, karbon dan serat kaca. Valittu (1994) menyatakan bahwa gabungan serat dengan material resin akrilik akan meningkatkan ketahanan bahan resin terhadap fraktur dan kekuatan serat kaca adalah sifat yang paling penting untuk meningkatkan kekuatan impak dan bahan yang rapuh seperti resin akrilik. Uzun (1999) menyatakan bahwa dengan menggunakan resin akrilik polimerisasi panas yang ditambahkan serat kaca akan meningkatkan kekuatan impak. Fatma Unalan (2010) menyatakan bahwa penambahan serat kaca potongan kecil pada resin akrilik meningkatkan kekuatan transversal dan serat kaca potongan kecil lebih efektif meningkatkan kekuatan transversal polimetal metakrilat dari pada bentuk lain.

Serat kaca yang ditambahkan kedalam resin akrilik menunjukkan densitas dan sifat mekanik yang lebih bagus dibandingkan dengan resin akrilik tanpa penambahan serat kaca. Serat kaca sangat estetis dan dapat beradhesi dengan matriks polimer di dalam resin akrilik sehingga memiliki kekuatan yang baik dengan resin akrilik, oleh karena itu serat kaca menjadi pilihan untuk ditambahkan ke dalam resin akrilik sebagai bahan penguat. Hasil penelitian Rohani (2010) yang menggunakan resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah dengan serat kaca potongan kecil dapat meningkatkan kekuatan impak dan transversalnya.

Berdasarkan uraian di atas penulis melakukan penelitian, sampai pada akhirnya penulis meakukan penelitian untuk membandingkan adanya pengaruh yang signifikan dan kolerasi antara bahan gigi tiruan dengan menggunakan resin akrilik polimerisasi panas dan bahan resin akrilik swapolimerisasi dengan penambahan serat kaca potongan kecil. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menghasilkan bahan gigi tiruan yang memiliki sifat fisis serta mikrostruktur yang baik sertat dapat diaplikasikan .


(18)

1. Bagaimana pengaruh serat kaca terhadap kualitas bahan basis gigi tiruan dari resin akrilik swapolimerisasi panas dan resin akrilik polimerisasi panas.

2. Bagaimana kualitas bahan basis gigi tiruan berdasarkan sifat fisis dan mikrostruktur dengan berbahan resin swapolimerisasi dan bahan basis gigitiruan polimerisasi panas.

1.3 Batasan Masalah

Penulis membatasi masalah yang akan dibahas untuk mencapai hasil pembahasan yang maksimum. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Penambahan serat kaca dengan ukuran 4mm, 6mm, dan 8mm. 2. Pengujian bahan melalui:

a. Pengujian sifat fisis

 Densitas ( Density)

 Porositas ( Porosity)

b. Pengujian analisa Mikrostruktur

 SEM (Scanning Electron Microscope)

 EDS (Energy Dispersi Spectroscopy X – Ray )

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan utama penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbandingan sifat fisis bahan basis gigi tiruan dengan menggunakan self – curing dan hot curing tanpa penambahan serat dan dengan penambahan serat kaca potongan kecil ukuran 4 mm, 6 mm dan 8 mm.


(19)

2. Untuk mengetahui perbandingan mikrostuktur bahan basis gigi tiruan dengan menggunakan self – curing dan hot curing tanpa penambahan serat dan dengan penambahan serat kaca potongan kecil.

3. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan bahan resin akrilik polimerisasi panas, dan resin akrilik swapolimerisasi pada basis gigi tiruan.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah

1. Untuk menambah wawasan tentang perbandingan bahan basis gigi tiruan dengan resin akrilik polimerisasi panas dan resin akrilik swapolimerisasi tanpa penambahan serat kaca dan dengan penambahan serat kaca potongan kecil ukuran 4 mm,6 mm dan 8 mm.

2. Sebagai pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan daya tahan resin aklirik terhadap fraktur.

3. Sebagai dasar penelitian lanjut tentang bahan penguat kaca.

1.6 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Uji Dental Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Polimer FMIPA Universitas Sumatera Utara , Laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Sumatera Utara, Ahli Gigi Misli Jl. Sri Gunting Komp.Sri Gunting Medan, dan Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Indonesia.

1.7 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan Skripsi ini adalah: BAB 1 Pendahuluan


(20)

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang rancangan penelitian, tempat dan waktu penelitian, peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian,pembuatan sampel dan pengujian sampel.

BAB IV Hasil dan Pembahasan Penelitian

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian, dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian lebih lanjut.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Basis Gigi Tiruan

2. 1. 1 Pengertian

Berdasarkan The Glossary of Prosthodontic Terms (GPT) edisi 8 (2005), basis gigitiruan adalah bagian dari suatu gigi tiruan yang bersandar pada jaringan pendukung dan tempat anasir gigi tiruan dilekatkan dan bahan basis gigi tiruan adalah suatu bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan basis gigi tiruan. Daya tahan, penampilan dan sifat – sifat dari suatu basis gigi tiruan sangat dipengaruhi oleh bahan basis tersebut. Berbagai bahan telah digunakan untuk membuat gigi tiruan, namun belum ada bahan yang dapat memenuhi semua persyaratan bahan basis gigi tiruan. (RG Craig ,2000)

2.1.2 Persyaratan

Berdasarkan International Organization for Standardization (ISO), syarat-syarat bahan basis gigi tiruan yang ideal adalah:

a. Biokompatibel : tidak toksik dan non-iritan

b. Karakteristik permukaan : permukaan halus, keras dan kilat

c. Warna : translusen dan warna merata, bila perlu, mengandung serat secara merata

d. Stabilitas warna : tidak boleh menunjukkan lebih dari sedikit perubahan dalam warna, yang hanya dapat dilihat bila diperhatikan

e. Translusensi: dapat dilihat dari sisi lawan lempeng uji spesimen f. Bebas dari porositas : tidak boleh menunjukkan rongga kosong


(22)

g. Kekuatan lentur : tidak kurang dari 60-65 MPa

h. Modulus elastisitas : paling sedikit 2000 MPa untuk polimer yang dipolimerisasi dengan panas dan paling sedikit 1500 MPa untuk polimer swapolimerisasi i. Tidak ada monomer sisa

j. Tidak menyerap cairan k. Tidak dapat larut

Sampai saat ini belum ada satu pun bahan yang mampu memenuhi semua kriteria tersebut di atas. ( Combe. EC,1986)

2.1.2 Bahan Basis Gigi Tiruan

Berbagai bahan telah digunakan dalam pembuatan basis gigi tiruan. Kayu, tulang, ivory, keramik, logam, logam aloi dan berbagai polimer telah diaplikasikan untuk basis gigitiruan. Perkembangan yang pesat dalam bahan basis gigi tiruan menyebabkan terjadinya peralihan dari penggunaan bahan alami menjadi penggunaan resin sintetis dalam pembuatan basis gigi tiruan. (AB. Car, 2005 ; J Kenneth Anusavice , 2003).

Ada dua kelompok resin akrilik dalam kedokteran gigi. Satu kelompok adalah turunan asam akrilik, CH=CHCOOH dan kelompok lain dari asam metakrilik CH2=C(CH3)COOH. Setiap molekul metil metakrilat dianggap sebagai „mer‟. Pada keadaan yang sesuai, molekul metil metakrilat akan menyambung membentuk suatu rantai poli (metilmetakrilat).

Gambar 2.1 Basis gigi tiruan berbahan resin akrilik (Oleh Endang Dwiyana Label: bahan kuliah)


(23)

Secara garis besar , resin aklirik yang digunakan di kedokteran dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu resin akrilik swapolimerisasi (resin akrilik cold curing atau self curing autopolimeryzing), resin aklirik polimerisasi sinar (light cured resin), dan resin aklirik polimerisasi panas (heat cured resin acrylic). Resin akrilik swapolimerisasi (resin akrilik cold curing atau self curing autopolimeryzing) yaitu resin aklirik yang ditambahkan activator kimia yaitu dimeti-para-toluidin karena memerlukan aktivasi secara kimia dalam proses polimerisasi selama 5 menit. Resin ini jarang digunakan sebagai bahan pembuat basis gigi tiruan karena kekuatan dan stabilitas warnanya tidak sebaik resin aklirik polimerisasi panas, selain itu jumlah monomer sisa pada resin akrilik swapolimerisasi lebih tinggi dibanding pada resin akrilik polimerisasi panas. Resin aklirik polimerisasi sinar (light cured resin) adalah resin aklirik dalam bentuk lembaran dan benang serta dibungkus dengan kantung kedap cahaya atau dalam bentuk pasta dan sebagai inisiator polimerisasi ditambah camphoroquinone. Penyinaran selama 5 menit memerlukan gelombang cahaya sebesar 400 – 500 nm sehingga memerlukan unit kuring khusus dengan menggunakan empat buah lampu ultraviolet. Bahan ini juga jarang dipakai karena disamping memerlukan unit kuring khusus, bahan ini juga memiliki kekuatan perlekatan yang rendah terhadap anasir gigi tiruan berbahan resin jika dibandingkan dengan resin aklirik polimerisasi panas.(SK Khindria, 2009 ; J Kenneth Anusavice ,2003 ; I Nirwana ,2005)

Resin akrilik polimerisasi panas (heat cured resin acrylic) adalah resin aklirik yang polimerisasinya dengan pemanasan. Energi termal yang diperlukan untuk polimerisasi dapat diperoleh dengan menggunakan pemanasan air atau oven gelombang mikro.

2.2 Resin Akrilik Polimerisasi Panas

Resin akrilik telah digunakan sebagai basis gigi tiruan selama lebih dari 60 tahun dan saat ini merupakan bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigi tiruan. Resin akrilik polimerisasi panas merupakan polimer yang paling banyak digunakan saat ini dalam pembuatan basis gig tiruan karena bernilai estetis dan ekonomi, memiliki sifat fisis dan mekanis yang cukup baik, serta mudah dimanipulasi dengan peralatan yang sederhana.( RG Craig , 2000 ; AWG Walls , 2008) Walaupun


(24)

demikian, resin akrilik polimerisasi panas masih memiliki kekurangan yaitu mudah fraktur. ( G Uzun , 2001)

2.2.1 Komposisi

Resin akrilik polimerisasi panas terdiri dari : (SK Khindria ,2009 ; K Kortrakuljig , 2008 ; F Foat ,2009)

A. Bubuk

 Polimer (poli metal metakrilat)

 Initiator : berupa 0,2 – 0,5 % benzoil peroksida

 Pigmen : merkuri sulfit atau cadmium sulfit

Plasticizer : dibutil phthalate

Opacifiers : seng atau Titanium oksida B. Cairan

 Monomer (metil metakrilat)

 Stabilizer : sekitar 0,006 % hidroquinon untuk mencegah berlangsungnya polimerisasi selama penyimpanan.

 Bahan untuk memacu ikatan silang, seperti etilen glikol dimetakrilat (1 – 2 %)

Gambar 2.2 : Acron MC-GC America,Salah Satu Nama Dagang Resin Akrilik Polimerisasi Panas (Nirwana I, Soekartono RH. Sitotoksisitas resin akrilik hybrid setelah penambahan glass fiber dengan metode


(25)

2.2.2 Manipulasi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat manipulasi resin akrilik polimerisasi panas yaitu:

a. Perbandingan polimer dan monomer

Perbandingan yang umum digunakan adalah 3,5 : 1 satuan volume atau 2,5 : 1 satuan berat. Bila monomer terlalu sedikit maka tidak semua polimer sanggup dibasahi oleh monomer akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan bergranul. Sebaliknya, monomer juga tidak boleh terlalu banyak karena dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pada adonan resin akrilik. (K Kortrakuljig , 2008)

b. Pencampuran

Polimer dan monomer dengan perbandingan yang benar dicampurkan dalam tempat yang tertutup lalu dibiarkan beberapa menit sampai mencapai fase dough.( SK Khindria ,2009)

Pada saat pencampuran ada empat tahapan yang terjadi, yaitu:

1. Sandy stage adalah terbentuknya campuran yang menyerupai pasir basah.

2. Sticky stage adalah saat bahan akan merekat ketika bubuk mulai larut dalam cairan dan berserat ketika ditarik.

3. Dough stage adalah saat konsistensi adonan mudah diangkat dan tidak melekat lagi, dimana tahap ini merupakan waktu yang tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mould dan kebanyakan dicapai dalam waktu 10 menit.

4. Rubber hard stage adalah tahap seperti karet dan tidak dapat dibentuk dengan kompresi konvensional.

c. Pengisian

Sebelum pengisian, dinding mould diberi bahan separator untuk mencegah merembesnya cairan ke bahan mould dan berpolimerisasi sehingga menghasilkan permukaan yang kasar, merekat dengan bahan tanam gips dan mencegah air dari gipsmasuk ke dalam resin akrilik. (AWG Walls, 2008)


(26)

Pengisian adonan ke dalam mould harus diperhatikan agar terisi penuh dan saat dipres terdapat tekanan yang cukup pada mould. Setelah pengisian adonan ke dalam mould penuh kemudian dilakukan pres pertama sebesar 1000 psi ditunggu selama 5 menit agar mould terisi padat dan kelebihan resin dibuang, kemudian dilakukan pres terakhir dengan tekanan 2200 psi ditunggu selama 5 menit. Selanjutnya kuvet dipasang mur dan dilakukan proses kuring.(K Kortrakuljig : 2008; R Arudanti ,2008) Namun untuk pengisian adonan dengan cara klasik, tidak perlu dilakukan proses kuring karena menggunakan resin swapolimerisasi (self curing).

d. Kuring

Kuvet dibiarkan pada temperatur kamar kemudian dipanaskan pada suhu 70 dibiarkan selama 30 menit, dan selanjutnya 100 dibiarkan selama 90 menit. (G Uzun , 2001)

Proses kuring resin akrilik dilakukan dengan cara mengaplikasikan panas pada resin dengan merendam kuvet dalam air yang dipanaskan hingga mencapai suhu 70oC selama 30 menit kemudian dilanjutkan selama 90 menit pada suhu 100oC. Pengaplikasian panas harus teratur karena reaksi kimia antara monomer dan polimer bersifat eksotermis. Bila polimerisasi telah dimulai maka suhu resin akrilik akan jauh lebih tinggi dari airnya dan monomer akan mendidih pada temperatur 212oF atau 100oC, oleh karena itu pada tahap awal proses kuring, suhu air harus dijaga jangan terlalu tinggi.

Setelah proses polimerisasi selesai kemudian kuvet dibiarkan dingin secara perlahan hingga sama dengan suhu ruangan. Bahan resin yang telah selesai berpolimerisasi dikeluarkan dari bahan mold. Selanjutnya dilakukan pemolesan resin akrilik untuk mendapatkan permukaan yang halus dan mengkilap.

2.2.3 Keuntungan dan Kerugian

Sebagai bahan pembuat gigi tiruan, resin akrilik polimerisasi panas menunjukkan beberapa keuntungan: (AB Carr , 2005 ; G Uzun ,2001)

a. Warnanya harmonis dengan jaringan sekitarnya, sehingga memenuhi faktor estetik b. Dapat dilapis dan dicekatkan kembali


(27)

d. Teknik pembuatan dan pemolesannya mudah e. Biaya murah

Di samping keuntungan tersebut, resin juga memiliki beberapa kerugian: a. Penghantar suhu yang buruk

b. Dimensinya tidak stabil baik pada waktu pembuatan, pemakaian dan reparasi c. Mudah terjadi abrasi pada saat pembersihan atau pemakaian

d. Walaupun dalam derajat kecil, resin menyerap cairan mulut sehingga mempengaruhi stabilitas warna.

2.3 Resin Akrilik Swapolimerisasi

Akrilik ini terdiri dari 2 bagian yaitu bubuk polimer dan cairan monomer. Komposisi bubuk polimer adalah poli( metil metakrilat ), organic peroxide initiator, agen titanium dioksida dan pigmen inorganik ( untuk warna ).(JM Powers ,2008 ; KJ Anusavice , 2003 ; DB Barbosa , 2007)

2.3.1 Komposisi

Bubuk polimer yaitu poli( metil metakrilat ) adalah resin transparan yang dapat menyalurkan cahaya dalam range ultraviolet hingga yang mempunyai wavelength 250nm. Ia mempunyai kekerasan dari 18 hingga 20 Knoop Number. Kekuatan tensilnya dianggarkan dalam 60 Mpa, ketumpatannya adalah 1.19 g/cm2 dan modulus elasticity dianggarkan 2.4 Gpa (2400 Mpa). (JM Powers ,2008 ; KJ Anusavice , 2003 ; DB Barbosa , 2007)

Polimer ini sangat stabil. Ia tidak mengalami diskolorisasi dalam cahaya ultraviolet, secara kimiawi stabil dalam panas dan melembut pada 125°C dan dapat dibentuk seperti bahan termoplastik. Depolimerisasi terjadi pada suhu di antara 125°C dan 200°C. Sekitar suhu 450°C, 90% polimer telah terdepolimerisasi membentuk monomer. (JM Powers ,2008 ; KJ Anusavice , 2003 ; DB Barbosa , 2007).Poli (metil metakrilat) mempunyai kecenderungan untuk meresap air melalui proses imbibisi. Ini karena, struktur non-kristalinnya mempunyai tenaga internal yang tinggi. Jadi, diffusi molekul dapat terjadi dengan mudah karena tidak memerlukan tenaga aktivasi yang banyak. Disebabkan poli (metil metakrilat) adalah polimer yang linear seperti yang


(28)

ditunjukkan oleh Gambar 2.3, ia dapat larut dalam beberapa pelarut organik seperti kloroform dan aseton.

Gambar 2.3 : Gambaran struktur kimia metil metakrilat dan poli(metil metakrilat). (From : Craig RG, Powers JM. Restorative Dental Materials. 11th Ed.Missouri : Mosby Inc 2002 : 272)

Komposisi cairan monomer adalah metil metakrilat, hidroquinon inhibitor untuk mencegah polimerisasi spontan, dimethacrylate atau agen cross linked, organic amine accelerator dan dyed synthetic fibers ( untuk estetik). Agen cross linked ditambahkan pada monomer agar terjadi ikatan kovalen antara 2 rantai ketika berlakunya polimerisasi.

Cross linked polimer akrilik adalah lebih kaku, lebih tahan terhadap perubahan suhu dan lebih tahan larut dibandingkan dengan polimer yang non cross linked. Cross linked polimer juga lebih tahan terhadap surface cracking atau crazing didalam mulut dan tahan terhadap keterlarutan dalam pelarut organik seperti etanol. Ia juga lebih mudah digrind dan dipolish. Cairan monomer adalah metil metakrilat yaitu suatu cairan bening pada suhu ruangan yang mempunyai sifat fisikal berikut:

a. Berat molekul : 100 u b. Suhu lebur : - 48°C c. Suhu didih : 100.8°C

d. Ketumpatan : 0.945 g/mL pada 20°C e. Tenaga polimerisasi : 12.9 kcal/mol

Metil metakrilat menunjukkan tekanan uap yang tinggi dan merupakan pelarut organik yang baik. Struktur molekul metil metakrilat ditunjukkan oleh Gambar 2.4.


(29)

Gambar 2.4 : Gambaran struktur kimia metil metakrilat. (From : Powers JM, Wataha JC. Dental Materials Properties and Manipulation. 9th Ed. Missouri: Mosby Elsevier 2008 : 290)

Self cure resin akrilik diaktivasi oleh bahan kimia penurun (reducing agent) yang disebut initiator yang ditambahkan pada cairan monomer. Bahan kimia ini yang selalu digunakan adalah tertiary aromatic anime. Reducing agent ini bereaksi dengan benzoyl peroxide pada suhu kamar untuk menghasilkan radikal bebas peroksida, yang akan menginisiasi proses polimerisasi monomer. Cara inisiasi radikal bebas untuk ketiga – tiga jenis resin akrilik ditunjukkan oleh Gambar 2.5.

Gambar 2.5 : Cara inisiasi radikal bebas untuk induksi polimerisasi resin akrilik. (From: Powers JM, Wataha JC. Dental Materials

Properties and Manipulation. 9th Ed. Missouri : Mosby Elsevier 2008 : 292)

Perbedaan paling jelas antara self cure dan heat cure akrilik adalah pada proses aktivasi (induksi) polimerisasi. Heat cure diaktivasi oleh panas, sedangkan self cure diaktivasi oleh bahan kimia.


(30)

2.4 Penguat

Beberapa pendekatan untuk memperkuat resin akrilik diantaranya dengan modifikasi secara kimia, penambahan penguat logam dan penambahan serat ke dalam polimetil metakrilat. (I Nirwana, 2005)

Gigi tiruan berbasis resin akrilik dapat dimodifikasi secara kimia dengan penggabungan butadiene-styrene rubber dengan metal metakrilat. Modifikasi ini meningkatkan kekuatan mekanik terutama kekuatan impak sehingga sering disebut resin high impact.( AWG Walls, 2008)

Penambahan penguat logam pada basis gigi tiruan dapat mempengaruhi daya tahan resin akrilik terhadap fraktur. Jenis penguat ini jarang digunakan karena kurang estetis, mudah korosi dan adhesi yang kurang bagus terhadap matriks polimer.( I Nirwana, 2005)

Faktor yang paling penting dalam kekuatan resin adalah derajat polimerisasi yang ditunjukkan oleh akrilik tersebut. Lebih tinggi derajat polimerisasi, lebih tinggi kekuatan akrilik. Self cure akrilik biasanya menunjukkan kekuatan yang kurang dibandingkan dengan heat cure akrilik karena ia mempunyai level residual monomer yang lebih tinggi. (Wataha Powers JM,2008; Anusavice KJ, 2003; Dhuru VB )

2.4.1 Penguat Serat

Penambahan bahan penguat serat telah diakui dapat meningkatkan sifat mekanis resin akrilik terutama untuk memperkuat basis gigi tiruan resin akrilik, namun penggunaannya belum umum di bidang kedokteran gigi. Penambahan serat pada basis gigitiruan dapat mempengaruhi kekuatan impak, kekuatan transversal (Rohani, 2011) modulus elastisitas dan daya tahan terhadap fraktur basis gigitiruan resin akrilik.(http://en.wikipedia.org/wiki/Fiberglass (24 Mei 2012) Terdapat bebebrapa jenis penguat serat yaitu aramid, karbom, polieter, dan serat kaca.( G Uzun, 2001 ; D Jagger, 1999)


(31)

2.4.2 Serat Kaca

2.4.2.1 Pengertian

Serat kaca (fiberglass) adalah kaca cair yang ditarik menjadi serat tipis dengan garis tengah sekitar 0,005 mm – 0,01 mm. Serat kaca merupakan material yang terbuat dari serabut-serabut yang sangat halus dari kaca. Serat kaca dapat beradhesi dengan matriks polimer didalam resin akrilik sehingga memiliki kekuatan ikatan yang baik dengan resin akrilik, oleh karena itu serta kaca menjadi pilihan untuk ditambahkan ke dalam resin akrilik sebagai bahan penguat.

Efektivitas dari serat kaca tergantung dari material yang digunakan, kuantitas serat dengan matrik polimer, orientasi dari serat, diameter, panjang, adhesi serat terhadap matriks polimer dan sifat – sifat serat dan polimer.(SI Lee ,2001)

2.4.2.2 Komposisi

Serat kaca mengandung beberapa bahan kimia sebagai komposisinya yaitu :

 SiO2 : 55,2 %

 Al2O3 : 14,8 %

 B2O3 : 7,3 %

 MgO : 3,3 %

 CaO : 18,7%

 K2O : 0,2 %

 Na2O3, Fe2O3, F2: 0,3% (HM. Hyer,1998)

ditambahkan pada resin akrilik dapat mempengaruhi kekuatan resin akrilik. Stipho, dkk (1998) menyimpulkan bahwa penambahan serat kaca pada bahan basis gigi tiruan sebesar 1% dapat meningkatkan kekuatan transversal basis gigi tiruan tetapi bila


(32)

konsentrasi yang diberikan lebih dari 1% dapat melemahkan kekuatan transversal basis gigi tiruan.

2.4.3 Bentuk-bentuk

Serat kaca mempunyai beberapa bentuk diantaranya adalah bentuk batang, anyaman dan potongan kecil.

2.4.3.1 Batang

Serat kaca berbentuk batang terbuat dari serat kaca continuous unidirectional yang terdiri atas 1.000 – 200.000 serabut serat kaca dan diameternya adalah 3 – 25 μm (gambar 1). Beberapa penelitian menyatakan bahwa penggabungan serat kaca pada bahan basis gigi tiruan resin akrilik akan meningkatkan kekuatan basis gigi tiruan, tetapi terdapat beberapa kekurangan yaitu penanganan yang lebih sulit dan penyerapan serat dengan resin akrilik tidak adekuat.(Lee dkk,2001 ; L. Goguta dkk, 2006 ; M.Obukuro dkk,2008)

Gambar 2.6 Serat kaca berbentuk batang (Lee SI, Kim CW, Kim YS. Effect of chopped glass fiber on the strength of heat-cured PMMA resin. J Korean Acad Prosthodont 2001)


(33)

2.4.3.2 Anyaman

Serat kaca bentuk anyaman dapat digunakan untuk mereparasi basis gigi tiruan. Serat kaca bentuk anyaman memiliki ketebalan 0,005 mm (gambar 2). Uzun, dkk (1999) menyatakan bahwa serat kaca berbentuk anyaman yang ditambahkan pada bahan basis gigi tiruan dapat meningkatkan kekuatan impak dan kekuatan transversal. (Uzun G, 1999)

Gambar 2.7 Serat Kaca Bentuk Anyaman (Lee SI, Kim CW, Kim YS. Effect of chopped glass fiber on the strength of heat-cured PMMA resin. J Korean Acad Prosthodont 2001)

2.4.3.3 Potongan Kecil

Pemakaian serat kaca berbentuk potongan kecil telah banyak dilakukan dalam beberapa penelitian. Kelebihan serat kaca berbentuk potongan kecil yaitu lebih praktis dan lebih tersebar merata pada resin akrilik (gambar 2.3) (Uzun G,1999 ; Lee dkk 2001). Keuntungan menggunakan serat kaca potongan kecil yaitu lebih mudah menempatkannya pada resin akrilik dan dianggap lebih mewakili ukuran yang cocok pada saat manipulasi resin akrilik sehingga bentuk ini lebih praktis digunakan.

Lee, dkk (2007) menyatakan bahwa serat kaca berbentuk potongan kecil berukuran 3 mm yang ditambahkan pada bahan basis gigi tiruan resin akrilik dapat meningkatkan kekuatan transversal (Lee,2007). Tacir, dkk (2006) menyatakan bahwa serat kaca berbentuk potongan kecil 2% yang ditambahkan pada bahan basis gigi


(34)

tiruan dapat meningkatkan kekuatan impak dan menurunkan kekuatan transversal (IH Tacir dkk, 2006). Valittu (1994) menyatakan bahwa gabungan serat dengan material resin akrilik akan meningkatkan ketahanan bahan resin akrilik terhadap fraktur dan kekuatan serat kaca adalah sifat yang penting untuk meningkatkan kekuatan impak terhadap bahan yang rapuh seperti resin akrilik.(HD Stipho, 1998 ; R Mahalistiyani ,2006). Uzun (1999) menyatakan bahwa dengan menggunakan resin akrilik polimerisasi panas yang ditambahkan serat kaca akan meningkatkan kekuatan impak. (D Jagger , 1999) Kanie (2000) menyatakan bahwa kekuatan impak basis gigi tiruan polimer dengan penambahan serat kaca berbagai betuk lebih besar dari pada basis gigi tiruan polimer yang tidak ditambahkan serat kaca.Goguta. L (2006) menyatakan bahwa serat kaca yang ditambahkan pada basis gigitiruan resin akrilik dapat meningkatkan kekuatan impak. Tacir dkk (2006) menyatakan bahwa penambahan serat kaca potongan kecil pada resin aklirik dapat meningkatkan kekuatan impak dan menurunkan kekuatan transversalnya.(IH Tachir, 2006)

Penambahan serat kaca ke dalam resin akrilik dapat menimbulkan kesulitan dalam penyatuan serat kaca ke dalam matriks polimer, tetapi masalah ini dapat diatasi dengan mengubah viskositas campuran antara resin akrilik dan serat kaca dengan cara merendam serat kaca yang akan digunakan ke dalam sejumlah monomer selama beberapa menit lalu ditiriskan sehingga serat kaca lebih mudah meresap ke dalam resin akrilik.(Soekartono , 2005 ; IH Tacir dkk, 2006)


(35)

Gambar 2.8 Serat Kaca Bentuk Potongan Kecil (Lee SI, Kim CW, Kim YS. Effect of chopped glass fiber on the strength of heat-cured PMMA resin. J Korean Acad Prosthodont 2001)

2.5 Sifat Fisis

Sifat fisis adalah sifat suatu bahan yang diukur tanpa diberikan tekanan atau gaya dan tidak mengubah sifat kimia dari bahan tersebut. Sifat fisis terdiri atas massa jenis, ekspansi termal, porositas,kekasaran permukaan,dan densitas. (GA Zarb , 2004)

a. Massa Jenis

Resin akrilik memiliki massa jenis yang relatif rendah yaitu sekitar 1,2 g/cm3. Hal ini disebabkan resin akrilik terdiri dari kumpulan atom-atom ringan, seperti karbon, oksigen dan hidrogen. (GA Zarb , 2004)

b. Ekspansi Termal

Koefisien ekspansi termal resin akrilik polimerisasi panas adalah sekitar 80 ppm/oC. Nilai ini merupakan angka yang cukup tinggi dari kelompok resin. Umumnya hal ini tidak menimbulkan masalah, namun terdapat kemungkinan bahwa anasir gigi tiruan porselen yang tersusun pada basis gigi tiruan dapat menjadi longgar dan lepas akibat perbedaan ekspansi dan kontraksi. (SK Khindria, 2009)

c. Porositas

Adanya gelembung atau porositas di permukaan dan di bawah permukaan dapat mempengaruhi sifat fisis, estetik dan kebersihan basis gigi tiruan. (Gambar 2.9) Porositas cenderung terjadi pada bagian basis gigi tiruan yang lebih tebal. Porositas polimer yang rendah, disertai temperatur resin akrilik selama kuring mencapai atau melebihi titik didih bahan tersebut. (D. Jagger, 1999)


(36)

a b c d

Gambar 2.9 : Porositas di permukaan dan di dalam basis gigitiruan (IH Tachir, 2006)

a: porositas di permukaan basis gigitiruan

b: porositas di permukaan basis gigitiruan dilihat dengan mikroskop elektron

c: porositas di dalam basis gigitiruan

d: porositas di dalam basis gigitiruan dilihat dengan mikroskope elektron

Porositas juga dapat berasal dari pengadukan komponen bubuk dan cairan yang tidak tepat. Timbulnya porositas dapat diminimalkan dengan adonan resin akrilik yang homogen, penggunaan perbandingan polimer dan monomer yang tepat, prosedur pengadukan yang terkontrol dengan baik, serta waktu pengisian bahan ke dalam mould yang tepat .(D. Jagger, 1999)

Porositas dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0% sampai 90% tergantung dari jenis dan aplikasinya. Porositas suatu bahan dinyatakan dengan persamaan:

(2.1)

Dengan : P = porositas (%)

= massa awal sampel setelah dikeringkan di dalam oven (g) = massa setelah direbus dalam air (g)

= massa sampel ketika digantung dalam air (g) = massa kawat penggantung sampel (g)

(ASTM C 373)


(37)

Beberapa peneliti menyatakan bahwa resin akrilik polimerisasi panas memiliki permukaan yang halus dan mampu mempertahankan pemolesan yang baik selama jangka waktu pemakaian yang panjang. (PK Vallitu, 1994) Kekasaran permukaan dari bahan kedokteran gigi yang dipertimbangkan ideal oleh Quirynen dkk. dan Bollen

dkk. adalah mendekati 0,2 μm atau kurang. Untuk resin akrilik, sedikit perbedaan dari 0,2 μm dapat diabaikan. Hal ini disebabkan resin akrilik mengandung monomer sisa

yang memiliki efek sitotoksik terhadap sejumlah bakteri sehingga dapat mengurangi perlekatan bakteri pada permukaan resin akrilik.(SI Lee, 2007)

Pemolesan gigi tiruan akrilik dapat dilakukan dengan pemolesan mekanis, atau dengan pemolesan kemis merendam akrilik dalam larutan pemolesan kemis yang telah dipanaskan. Pemolesan kemis memiliki keuntungan yaitu waktu yang dibutuhkan lebih singkat. Selain pemolesan mekanis dan kemis, juga dapat digunakan sealant yang diaktivasi dengan sinar ultraviolet untuk pemolesan. Sofou dkk. (2001) menyatakan bahwa kekasaran permukaan yang dihasilkan dengan bahan ini sama dengan yang dihasilkan oleh pemolesan mekanis. Cara ini juga cukup hemat waktu seperti pemolesan kemis dan Valittu (1996) menemukan bahwa sealant ini menurunkan tingkat monomer sisa.(Anonymous , 2008) Pfeiffer dan Rosenbauer (2004) serta Valittu (1996) menyatakan bahwa resin akrilik yang dipoles dengan baik menunjukkan penurunan pelepasan monomer yang signifikan dibandingkan dengan yang tidak dipoles.(M. Ferbiani, 2003).

e. Densitas ( Density)

Resin akrilik memiliki massa jenis yaitu sekitar 1,2 g/cm3. Hal ini disebabkan resin terdiri dari kumpulan atom – atom ringan, seperti karbon, oksigen, dan hydrogen. (Polat TN, 2003)

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hbungannya dapat dituliskan sebagai berikut:

(2.2)


(38)

m = massa sampel (g) v = volume sampel (cm3) ( MM. Ristic, 1979)

f. Monomer sisa

Monomer sisa berpengaruh pada berat molekul rata-rata. Polimerisasi pada suhu yang terlalu rendah dan dalam waktu singkat menghasilkan monomer sisa lebih tinggi. Monomer sisa yang tinggi berpotensi untuk menyebabkan iritasi jaringan mulut, inflamasi dan alergi, selain itu juga dapat mempengaruhi sifat fisik resin akrilik yang dihasilkan karena monomer sisa akan bertindak sebagai plasticizer yang menyebabkan resin akrilik menjadi fleksibel dan kekuatannya menurun. Pada akrilik yang telah berpolimerisasi secara benar, masih terdapat monomer sisa sebesar 0.2 sampai 0.5%.12 Proses kuring yang adekuat pada temperatur tinggi sangat direkomendasikan untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien yang diketahui memiliki riwayat alergi terhadap MMA (Metil Metakrilat).

g. Absorbsi air

Resin akrilik polimerisasi panas relatif menyerap air lebih sedikit pada lingkungan yang basah. Nilai absorbsi air oleh resin akrilik yaitu 0.69%mg/cm2. Absorbsi air oleh resin akrilik terjadi akibat proses difusi, dimana molekul air dapat diadsorbsi pada permukaan polimer yang padat dan beberapa lagi dapat menempati posisi di antara rantai polimer. Hal inilah yang menyebabkan rantai polimer mengalami ekspansi.12,13 Setiap kenaikan berat akrilik sebesar 1% yang disebabkan oleh absorbsi air menyebabkan terjadinya ekspansi linear sebesar 0.23%. Sebaliknya pengeringan bahan ini akan disertai oleh timbulnya kontraksi.

h. Retak

Pada permukaan resin akrilik dapat terjadi retak. Hal ini diduga karena adanya tekanan tarik (tensile stress) yang menyebabkan terpisahnya molekul-molekul polimer. Keretakan seperti ini dapat terjadi oleh karena stress mekanik, stress akibat perbedaan ekspansi termis dan kerja bahan pelarut. Adanya crazing (retak kecil) dapat memperlemah gigi tiruan.


(39)

i. Ketepatan dimensional

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi ketepatan dimensional resin akrilik adalah ekspansi mold sewaktu pengisian resin akrilik, ekspansi termal resin akrilik, kontraksi sewaktu polimerisasi, kontraksi termis sewaktu pendinginan dan hilangnya stress yang terjadi sewaktu pemolesan basis gigi tiruan resin akrilik.

j. Kestabilan dimensional

Kestabilan dimensional berhubungan dengan absorbsi air oleh resin akrilik. Absorbsi air dapat menyebabkan ekspansi pada resin akrilik. Pada resin akrilik dapat terjadi hilangnya internal stress selama pemakaian gigi tiruan. Pengaruh ini sangat kecil dan secara klinis tidak bermakna.

k. Resisten terhadap asam, basa, dan pelarut organic

Resistensi resin akrilik terhadap larutan yang mengandung asam atau basa lemah adalah baik. Penggunaan alkohol dapat menyebabkan retaknya protesa. Ethanol juga berfungsi sebagai plasticizer dan dapat mengurangi temperatur transisi kaca. Oleh karena itu, larutan yang mengandung alkohol sebaiknya tidak digunakan untuk membersihkan protesa.

2.6 Analisa Mikrostruktur

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop electron yang banyak digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM banyak digunakan kerena memiliki kombinasi yang unik, mulai dari persiapan spesimen yang simple dan mudah, kapabilitas tampilang yang bagus serta fleksibel.


(40)

Gambar 2.10 Tampilan hasil scanning SEM (http://www.microscopy.ethz. ch/sem.htm)

Sem digunakan pada sampel yang tebal dan memungkinkan untuk analisis permukaan. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan didifraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola – pola difraksi. Pola – pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan ukuran sel satuan dari sampel. Sem juga dapat digunakan untuk menyimpulkan data – data kristalografi, sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa.


(41)

Prinsip kerja SEM dapat dilihat pada Gambar 2.11. Dua sinar electron digunakan secara simultan. Satu strike specimen digunakan untuk menguji dan strike yang lain adalah CRT (Cathode Ray Tube) member tampilan yang dapat dilihat oleh operator. Akibat tumbukan pada spesimen dapat dihasilkan satu jenis elekron dan emisi foton. Sinyal yang terpilih dikoleksi, dideteksi dan dikuatkan untuk memodulasi tingkat keterangan dari sinar elektron yang kedua, maka sejumlah besar sinar akan menghasilkan bintik gelap. SEM menggunakan prinsip scanning, maksudnya berkas elektron diarahkan dari titik ke titik pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik ke titik yang lain pada suatu daerah objek menyerupai gerakan membaca. Gerakan membaca ini disebut dengan scanning.

Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, elektron coloumb dan display console. Elektron Coloumb merupakan elektron beam scanning.Sedangkan display console merupakan elektron sekunder yang didalamnnya terdapat CRT. Pancaran elektron energy tinggi dihasilkan oleh elektron gun yang kedua tipenya berdasar pada pemanfaaatan arus. Yang pertama pistol termionik dimana pancaran elektron tercapai dengan pemanasan tungseng atau filament katoda pada suhu 1500 K sampai 3000 K. Katoda merupakan kutub negative yang dibutuhkan untuk mempercepat tegangan E0

ke anoda yang diground, sehingga elektron yang bermuatan negative dipercepat dari katoda dan meninggalkan anoda dengan energi E0 kali elektron volt (KeV). pistol

termionik sangat luas penggunaannya karena relative aman untuk digunakan dalam tabung vakum 10-9 Torr, atau lebih kecil dari pada itu.

Sumber alternative lain dari pistol field emission dimana ujung kawat wolframtidak membutuhkan pemanasan yang dapat dilakukan pada suhu kamar, menuju tabung vakum yang dipercepat seperti pada pistol termionik kearah anoda. Pistol field emission terantung dari permukaan emitter yang secara otomatis bersih, sehingga harus bekerja pada operasi kevakuman yang ultra tinggi kira – kira 10-9 Torr, namun jika lebih besar maka akan lebih baik. Jarak panjang dari emitter electron coloumb. Pemnacaran elektron dari elektron coloumb pada chamber harus dipompa cukup vakum menggunakan oil – diffusion, turbo molecular, atau pompa ion. (Chan, 1993)


(42)

2.7 Analisa Struktur Atom

Energi-dispersif spektroskopi sinar-X (EDS atau EDX) adalah sebuah teknik analisis yang digunakan untuk elemen analisis atau karakterisasi kimia sampel. Ini adalah salah satu varian dari fluoresensi sinar-X spektroskopi yang bergantung pada penyelidikan sampel melalui interaksi antara radiasi elektromagnetik dan materi, menganalisis sinar-X yang dipancarkan oleh materi dalam menanggapi pukulan dengan partikel bermuatan.

Kemampuan karakterisasi karena sebagian besar prinsip dasar bahwa setiap elemen memiliki unit struktur atom yang memungkinkan sinar-X yang merupakan ciri khas dari struktur atom suatu unsure untuk didefinisikan secara unik dari satu sama lain. Untuk merangsang emisi sinar-X karakterisasi dari spesimen, sinar energi tinggi partikel bermuatan seperti elektron atau proton, atau sinar – X, difokuskan ke dalam sampel yang sedang dipelajari. Pada saat istirahat, atom dalam sampel mengadung keadaaan dasar (atau tereksitasi) elektron ditingkat energi diskrit atau kulit elektron terikat inti. Balok insiden dapat meningkatkan sebuah elektron dalam shell batin, mengeluarkannya dari shell sementara menciptakan lubang elektron dimana elektron itu. Elektron dari luar, energi yang lebih tinggi shell kemudian mengisi lubang, dan perbedaan energi antara energi yang lebih tinggi shell dan shell energi yang lebih rendah mungkin akan dirilis dalam bentuk sinar – X. Jumlah dan energi dari sinar – X dipancarkan dari spesiment dapat diukur oleh spektrometer energi disperse. Sebagai energi dari sinar – X karakteristik dari perbedaan energi antara dua cangkang, dan struktur atom unsure dari mana mereka dipancarkan, ini memungkinkan komposisi unsure dari specimen yang akan diukur.

Ada empat komponen utama dari setup EDS yaitu sumber sinar, detector sinar

– X, prosesor pulsa, dan analisa. Mikroscope Electron Scanning dilengkapi dengan katoda dan magnetic lensa untuk membuat dan fokus sinar elektron, dan sejak 1960-an mereka telah dilengkapi dengan kemampuan analisis unsur. Sebuah detektor digunakan untuk mengkonversi sinar – X energi ketegangan sinyal, informasi ini dikirim ke prosesor pulsa, yang mengukur sinyal dan melewati mereka ke sebuah analyzer untuk menampilkan data dan analisis. Akurasi dari EDS spectrum dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Jendela di depan detektor dapat menyerap energi


(43)

rendah sinar – X ( yaitu EDS detektor tidak dapat mendeteksi unsur – unsur dengan umur atom kurang dari 4, yaitu H, Dia, dan Li). Over – voltage di EDS mengubah puncak ukuran – meningkatkan over – tegangan pada SEM peregeseran spektrum ke energi yang lebih besar, membuat energi yang lebih tinggi dan lebih rendah, lebih besar puncak – puncak energi yang lebih kecil. Juga banyak unsur akan memiliki puncak yang tumpang tindih (misalnya, Ti K α β dan VK, Mn, dan Fe β K Kα ). Keakuratan spektrum juga dapat dipengaruhi oleh sifat sampel. Sinar – X dapat dihasilkan melalui setiap atom dalam sampel yang cukup gembira dengan berkas yang masuk. Sinar – X dipancarkan ke segala arah sehingga mereka munkin tidak semua lolos sampel. Kemungkinan sinar – X melarikan diri specimen, dan dengan demikian yang tersedia untuk mendeteksi dan mengukur, tergantung pada energi sinar – X dan jumlah dan kepadatan bahan tersebut harus melewati. Hal ini dapat mengakibatkan akurasi berkurang dalam sampel homogen dan kasar.

Dengan biaya-biaya dari Scanning Electron Microscopes (SEM) yang turun dalam beberapa tahun terakhir, SEM berubah melebihi pusat bursa yang berkisar pada pusat-pusat penelitian, universitas, pusat-pusat analisis, dan sebagainya menjadi suatu alat yang aplikasinya lebih luas yang mencakup sekolah-sekolah tinggi dan divisi pengendalian mutu dari banyak industri. Demikian juga dengan munculnya kebutuhan untuk memahami komposisi dan distribusi dari unsur-unsur disamping untuk mengamati bentuk material, sekarang telah lazim untuk bisnis dan organisasi-organisasi memperkenalkan alat analisa „Energy Dispersive X-Ray‟ (EDX).

SEM dan EDX telah dirancang secara konvensional untuk penggunaannya oleh ahli teknologi analitis. Akan tetapi, dengan perkembangan bursa dari SEM/EDX yang cepat, dibutuhkan perkembangan untuk meningkatkan kemampuan dari alat-alat ini sehingga dapat digunakan dengan mudah oleh ahli mesin yang bekerja dalam pengendalian mutu. Juga dengan kemajuan dalam bidang elektronik, operasi SEM/EDX telah berubah dari analog menjadi operasi digital, dengan pengatur alat dan pengolahan data yang dilakukan oleh computer. Biasanya, suatu sistem operasi WindowsTM dan aplikasi Windows digunakan, membuat lingkungan system yang hampir setiap orang dapat menggunakan dengan mudah.


(44)

Berdasarkan pada kebutuhan dan perubahan bursa dalam lingkungan teknologi, maka dibuatlah SEM-EDX yang merupakan suatu system analisis yang menggabungkan SEM dan EDX menjadi satu unit.

2.7.1 Prinsip Kerja SEM – EDS

SEM membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar electron berenergi tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 keV, melewati sampel dan kemudian

mendeteksi „secondary electron‟ dan „backscattered electron‟ yang dikeluarkan.

‘Secondary electron’ berasal pada 5-15 nm dari permukaan sampel dan memberikan informasi topografi dan untuk tingkat yang kurang, pada variasi unsur dalam sampel.

„Backscattered electron‟ terlepas dari daerah sampel yang lebih dalam dan

memberikan informasi terutama pada jumlah atom rata-rata dari sampel.

Peristiwa tumbukan berkas sinar electron, yaitu ketika memberikan energi pada sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-x yang merupakan karakteristik dari atom-atom sampel. Energi dari sinar-x digolongkan dalam suatu tebaran energi spectrometer dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur-unsur dalam sampel.

Berkas elektron primer berinteraksi dengan sampel di sejumlah cara kunci:

 elektron primer menghasilkan elektron energi yang rendah sekunder, yang cenderung menekankan sifat topografi spesimen

 elektron primer dapat backscattered yang menghasilkan gambar dengan tingkat tinggi nomor atom kontras (Z)

 atom terionisasi dapat bersantai transisi elektron shell-ke-shell, yang mengakibatkan baik emisi X-ray atau elektron Auger ejeksi. Sinar-X dipancarkan merupakan karakteristik dari unsur-unsur dalam beberapa pM atas sampel ( Martinez, 2010 ).

Insiden elektron sinar membangkitkan elektron dalam keadaan energi yang lebih rendah, mendorong ejeksi mereka dan mengakibatkan pembentukan lubang elektron dalam struktur elektronik atom.Elektron dari kulit, energi luar yang lebih tinggi kemudian mengisi lubang, dan kelebihan energi elektron tersebut dilepaskan dalam bentuk foton sinar-X. Pelepasan ini sinar-X menciptakan garis spektrum yang


(45)

sangat spesifik untuk setiap elemen. Dengan cara ini data X-ray emisi dapat dianalisis untuk karakterisasi sampel di pertanyaan. Sebagai contoh, kehadiran tembaga ditunjukkan oleh dua K puncak disebut demikian (K dan K α β) pada sekitar 8,0 dan 8,9 keV dan puncak α L pada 0,85 eV. Dalam unsur-unsur berat seperti tungsten, sebuah ot transisi yang berbeda yang mungkin dan banyak puncak karena itu hadir( Irawan, 2010 ).

Energy Dispersive X-ray (EDX) analisis adalah alat yang berharga untuk analisis kuantitatif dan kualitatif elemen. Metode ini memungkinkan cepat dan analisis kimia non-destruktif dengan resolusi spasial dalam rezim mikrometer. Hal ini didasarkan pada analisis spektral radiasi sinar-X karakteristik yang dipancarkan dari atom sampel pada iradiasi dengan berkas elektron difokuskan dari SEM. Dalam sistem kami spektroskopi dari foton sinar-X dipancarkan dilakukan oleh detektor-Li Si dengan resolusi energi sekitar 150 eV pada 5 mm jarak kerja( Martinez, 2010 ).

2.7.2 Aplikasi

SEM-EDX adalah nama (dispersive X-ray spektroskopi) energi analisis yang dilakukan dengan menggunakan SEM . Alat dipakai umumnya untuk aplikasi yang cukup bervariasi pada permasalahan eksplorasi dan produksi migas, termasuk didalamnya: Evaluasi kualitas batuan reservoir melalui studi diagnosa yang meliputi identifikasi dan interpretasi keberadaan mineral dan distribusinya pada sistem porositas batuan. Investigasi permasalahan produksi migas seperti efek dari clay minerals, steamfloods dan chemical treatments yang terjadi pada peralatan pemboran, gravelpacks dan pada reservoir Identifikasi dari mikrofosil untuk penentuan umur dan lingkungan pengendapan ( Taufik, 2008 ).

Instrumen ini sangat cocok untuk berbagai jenis investigasi. Hal ini mungkin untuk menyelidiki misalnya struktur serat kayu dan kertas, logam.permukaan fraktur, produksi cacat di karet dan plastic. Detail terkecil yang dapat dilihat pada gambar SEM adalah 4-5 nm (4-5 sepersejuta milimeter). Detail terkecil yang dapat dianalisis adalah pM 2-3 (2-3 seperseribu milimeter).


(46)

Hampir sama dengan SEM hanya saja pada SEM EDX merupakan dua perangkat analisis yang digabungkan menjadi satu panel analitis sehingga mempermudah proses analitis dan lebih efisien. Pada dasarnya SEM EDX merupakan pengembangan SEM. Analisa SEM EDX dilakukan untuk memproleh gambaran permukaan atau fitur material dengan resolusi yang sangat tinggi hingga memperoleh suatu tampilan dari permukaan sampel yang kemudian di komputasikan dengan software untuk menganalisis komponen materialnya baik dari kuantitatif mau pun dari kualitalitatifnya.Daftar berikut ini merangkum fungsi yang berkontribusi pada operabilitas luar biasa dari SEM-EDX.

1. Menu Fungsi ini digunakan untuk mengatur secara bersamaan, menyimpan, dan mengingat parameter untuk analisis SEM dan EDX.

2. Kondisi pengukuran EDX dapat diatur dari Unit SEM (Spektral pengukuran, multi-titik pengukuran, pemetaan, tampilan menganalisis elemen pada SEM monitor).

3. Image data yang diperoleh dengan SEM dapat digunakan sebagai data dasar untuk EDX.

4. Menetapkan kondisi untuk unit SEM secara otomatis dipindahkan ke unit EDX( Rahmat, 2010 ).


(47)

Namun untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang mengandung multi atom para peneliti lebih banyak mengunakan teknik EDS (Energy Dispersive Spectroscopy). Sebagian besar alat SEM dilengkapi dengan kemampuan ini, namun tidak semua SEM punya fitur ini. EDS dihasilkan dari Sinar X karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak – puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung. Dengan EDS kita juga bisa membuat elemental mapping (pemetaan elemen) dengan memberikan warna berbeda – beda dari masing – masing elemen di permukaan bahan. EDS bisa digunakan untuk menganalisa secara kunatitatif dari persentase masing – masing elemen. Contoh dari aplikasi EDS digambarkan pada diagram dibawah ini.

(sumber: umich.edu)


(48)

Aplikasi dari teknik SEM – EDS dirangkum sebagai berikut:

1. Topografi: Menganalisa permukaan dan teksture (kekerasan, reflektivitas dsb) 2. Morfologi: Menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel

3. Komposisi: Menganalisa komposisi dari permukaan benda secara kuantitatif dan kualitatif.

Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain: 1. Memerlukan kondisi vakum


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratories.

3.2. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah resin akrilik polimerisasi panas, resin akrilik swapolimerisasi tanpa serat kaca dan resin akrilik polimerisasi panas, resin akrilik swapolimerisasi dengan serat kaca potongan kecil ukuran 4 mm, 6 mm, dan 8 mm.

3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Klasifikasi Variabel

3.3.1.1 Variabel Bebas

Resin akrilik polimerisasi panas tanpa penambahan serat kaca (kontrol), dan resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat kaca ukuran 4 mm, 6 mm, dan 8 mm serta resin akrilik swapolimerisasi tanpa penambahan serat kaca (kontrol), dan resin akrilik swapolimerisasi dengan penambahan serat kaca ukuran 4 mm, 6 mm, dan 8 mm.

3.3.1.2 Variabel Terikat

Densitas, porositas, dan analisa mikrostruktur dengan SEM dan EDS.

3.3.2 Defenisi Operasional

1. Resin Akrilik Polimerisasi Panas adalah bahan resin yang memerlukan energy panas untuk polimerisasi. Jenis resin yang digunakan adalah GC AMERICA INC yang proses pengadonan dan kuring dilakukan sesuai petunjuk pabrik.

2. Resin Akrilik Swapolimerisasi adalah bahan resin yang memerlukan aktivasi secara kimia dalam proses polimerisasinya. Jenis resin yang


(50)

digunakan adalah GC AMERICA INC yang proses pengadonan dilakukan sesuai petujnuk pabrik dan tidak memerlukan proses kuring.

3. Bentuk serat kaca yang digunakan pada penelitian ini adalah serat kaca dengan ukuran 4 mm, 6 mm, dan 8 mm. Sedangkan berat serat kaca yang digunakan adalah sebanyak 0.13 gr untuk tiga buah sampel yang setara dengan 1% dari total berat polimer dan monomer dengan perbandingan 0,13 gr : 9 gr : 3,6 ml.

4. Densitas adalah ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v). 5. Porositas atau fraksi void adalah ukuran kekosongan dalam suatu material, dan merupakan sebagian kecil dari volume void atas volume total, antara 0 – 1, atau sebagai persentase antara 0 – 100%.

6. Analisa mikrostruktur SEM – EDS adalah sebuah teknik analisis yang digunakan untuk elemen analisis atau karakterisasi kimia sampel. Ini adalah salah satu varian dari fluoresensi sinar – X spektroskopi yang bergantung pada penyelidikan sampel melalui interaksi antara radiasi elektromagnetik dan materi, menganalisi dipukuli dengan partikel bermuatan. Kemampuan karakterisasi karena sebagian besar prinsip dasar bahwa setiap elemen memiliki unit struktur atom yang memungkinkan sinar – X yang merupakan ciri khas dari struktur atom suatu unsur untuk diidentifikasi secara unik dari satu sama lain.

3.4. Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1. Alat Penelitian

3.4.1.1 Alat yang digunakan untuk pemuatan sampel

1. Model Induk dari logam stainless steel dengan ukuran 80mm x 10mm x 4mm dan 65,0 mm x 10,0 mm x 2,5 mm

2. Kuvet besat (Smith, China) 3. Mangkuk karet dan Spatula


(51)

4. Alat pengaduk resin aklirik dan wadah mengaduk resin aklirik dari porselen

5. Beaker Glass 6. Neraca Digital 7. Masker

8. Sarung tangan

9. Unit kuring (Filli Manfredi, Italia) 10. Press hidraulik ( OL 57 Manfredi, Italia) 11. Vibrator

3.4.2. Alat yang Digunakan untuk Menguji Sampel

1. Alat uji untuk mengukur densitas

a) Oven : untuk mengeringkan sampel

b) Neraca Digital : untuk menimbang massa sampel dan massa resin

c) Beaker Glass : untuk menakar volume air 2. Alat uji untuk mengukur porositas

a) Oven : untuk mengeringkan sampel

b) Neraca Digital : untuk menimbang massa sampel dan massa resin

c) Beaker Glass : untuk menakar volume air d) Wadah : tempat resin akrilik e) Kawat/statif : alat menggantung sampel 3. Alat yang digunakan untuk menganalisis mikrostruktur

a) SEM ( Scanning Electron Microscope)

b) EDS ( Electron Dispersi Spectroscopy X – Ray) 3.4.3. Bahan – Bahan

1. Resin akrilik polimerisasi panas ( Resin Acrylique Polimerisasi Panas, GC,AMERICA INC)

2. Resin akrilik swapolimerisasi ( Self – Curing GC,AMERICA INC) 3. Minyak gigi ( Self – cure acrylic)


(52)

4. Tepung Gips biru (Moldano)

5. Serat kaca potongan kecil ukuran 4mm, 6mm, dan 8mm (Taiwan, Glass Taiwan)

6. Air

7. Kertas pasir waterproff (Global. No 300 , 600 dan 800) 8. Vaselin

9. Plastik selopan

10.Cold Mould Seal (GC,AMERICA INC)

3.5. Tempat dan Waktu Penelitian

3.5.1. Tempat Pembuatan Sampel

Laboratorium Uji Dental Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3.5.2. Tempat Pengujian Sampel

Laboratorium Polimer FMIPA Universitas Sumatera Utara , Laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Sumatera Utara, dan Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Indonesia.

3.5.3. Waktu Penelitian


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

4. Nilai rerata densitas resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat kaca potongan kecil yang paling baik (optimum) terdapat pada penambahan serat kaca potongan kecil ukuran 4 mm yaitu 1.3443 g/cm3 dengan nilai porositas yaitu 0.537% Sedangkan nilai rerata densitas resin akrilik swapolimerisasi dengan penambahan serat kaca potongan kecil yang paling baik (optimum) terdapat pada penambahan serat kaca potongan kecil ukuran 8 mm yaitu 1.0986 g/cm3 dengan nilai porositas yaitu 0,528%.

5. Dari pengujian mikrostruktur yang dilakukan dapat dilihat dari Scaanning Electron Microscope (SEM) dapat disimpulkan permukaan sampel dimana resin akrilik tersebar secara merata yaitu pada resin akrilik polimerisasi panas dan swapolimerisasi tanpa penambahan serat.Dan penambahan serat yang baik (optimum) yaitu pada ukuran 4 mm untuk perlakuan panas,dan 8 mm untuk tanpa perlakuan. Pada pengujian EDS resin akrilik polimerisasi panas tanpa serat dapat dilihat struktur atom yang terkandung, yaitu elemen Carbon (C) yang persentase massanya sebesar 60.74 %, Oksigen (O) 39.01%, Magnesium (Mg) 0.07%. Sementara itu hasil EDS pada resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat kaca ukuran 8 mm dapat dilihat struktur atom yang terkandung, yaitu Carbon (C) 55.89%, Nitrogen (N) 10.63%, Oksigen (O) 29.66%. Pada pengujian EDS resin akrilik swapolimerisasi tanpa serat dapat dilihat struktur atom yang terkandung, Carbon (C) 58.24%, Nitrogen (N) yang persentase massanya sebesar 26.37%, Oksigen (O) 0.34%, Sulfur (S) yang persentase massanya sebesar 0.23%. Sementara hasil EDS dengan penambahan serat kaca ukuran 8 mm dapat dilihat struktur atom yang


(2)

Natrium (Na) 0.11%, Magnesium (Mg) yang persentase massanya sebesar 0.02%.

6. Untuk penggunaan basis gigi tiruan dalam rongga mulut sangat baik jika menggunakan bahan resin akrilik polimerisasi panas karena bahan ini memiliki sisa monomer yang hampir tidak ada, sebab di kuring pada suhu 100 . Sementara jika menggunakan resin akrilik swapolimerisasi monomer yang tersisa sangat banyak, hal ini menimbulkan bau pada mulut dan perlekatan anasir gigi tiruan tidak optimal.

5.2 Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai resin akrilik swapolimerisasi dengan penambahan serat kaca agar dapat menghasilkan sifat fisis dan mikirostruktur yang lebih seimbang.

2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang penambahan serat kaca dengan konsentrasi dan ukuran yang berbeda – beda yang dapat meningkatkan sifat fisis dan memperbaiki struktur atom dengan yang lebih baik lagi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, Kenneth J. Phillips. Buku ajar ilmu bahan kedokteran gigi. Trans. Johan Arif Budiman, Susi Puwoko. Lilian Juwono, eds. Edisi 10. Jakarta: EGC, 2003: 49-55, 197-210.

Anonymous. Dental material. 28 Juli 2008. <http://choybuccuq.blogspot.com/ 2008/07/dental-material.html> (24 Oktober 2010)

Arudanti R, Patil NP. An investigation into the transversal and impact strength of a new indigenous high impact denture base resin, DPT-Tuff and its comparison with most commonly used two denture base resin. J Indiana Pros Soc 2008; 8(2): 133-8.

Barbosa DB, de Souza RF, Pero AC, et al. Flexural Strength of Acrylic Resins Polymerized by Different Cycles. J Appl Oral Sci 2007; 15(5): 424 - 8

Carr AB, McGivney GP, Brown DT. McCrackens’s removable partial prosthodontics. 11th ed. Philadelphia: Elsevier Mosby, 2005: 9.

Combe, EC. Sari dental material. Trans. Slamat Tarigan. Jakarta: Balai Pustaka, 1992. Craig RG, Powers JM, Wataha JC. Dental Material: properties and manipulation. 7th

ed. India: Mosby, 2000: 264.

Dhuru VB. Contemporary Dental Materials. 1st Ed. New Delhi: Oxford University Press 2004 : 44 – 55.

Edu/microscopy http://mse.iastate. /college.html( 12 Juni 2012)

Ferracane, JL. Materials in dentistry: principles and applications. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Wiliams & Walkins, 2001: 262-5.

Febriani M. Pengaruh penambahan serat pada basis gigitiruan resin akrilik (studi pustaka). Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi 2003; 1(2): 129-32. Foat F, Panza LHV, Garcia R, Cury A. Impact and flexural strength, and morphology

of acrylic resins with impact modifiers. Dent J 2009; 3: 137-143.

Goguta L, Marsavina L, Bratu D, Topala F. Impact strength of acrylic heat curing denture base resin reinforced woth e-glass fibers. J Timisoara Medical 2006. Hyer MW. Stress analysis of fiber-reinforced composite materials. Singapore:


(4)

Irawan, 2010, Energi dispersif X-Ray Analisis, (http://artikelbiboer.blogspot.com), diakses 15 Mei 2012.

Jagger D, Harrison A. Complete dentures-problems solving. London: British Dental Association, 1999: 9.

JC. Dental Materials Properties and Manipulation. 9th Ed. Missouri : Mosby Elsevier 2008 : 290)

Khindria SK, Mittal S, Sukhija U. Evolution of denture base material. J Indian Prost Soc 2009; 9: 64-9.

Kortrakulkij K. Effect of denture cleanser on color stability and flexural strength of denture base material. Thesis. Mahidol, Thailand: Mahidol University, 2008: 1-8.

Noort R. Introduction to dental materials. 3rd ed. London: Mosby Elsevier, 2007: 216-22.

Lee SI, Kim CW, Kim YS. Effect of chopped glass fiber on the strength of heat-cured PMMA resin. J Korean Acad Prosthodont 2001; 39(6): 590-6.

Lee SI, Kim CW, Lim YJ, Kim MJ, Yun SD. Strength of glass fiber reinforced PMMA resin and surface roughness change after abrasion test. J Korean Acad Prosthodont 2007.

Manappallil, JJ. Basic dental materials. 1st de. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers, 1998: 106.

Martinez,M.,2010,Sebuah Pemahaman DasarScanning Electron Microscopy (SEM) and Mikroskop Elektron (SEM) dan Energy Dispersive X-ray Detection (EDX) Energi dispersif X-ray Deteksi (EDX),(http://karya_ilmiah.um.ac.id), diakses 15 September 2010.

Nirwana I, Soekartono RH. Sitotoksisitas resin akrilik hybrid setelah penambahan glass fiber dengan metode berbeda. J Dent 2005; 38: 59.

Obukuro M, Takahashi Y, Shimizu H. Effect of diameter of glass fibers on flexural properties of fiber-reinforced composites. Dent Mater J 2008; 27(4): 541-8. Oktaviana, A., 2009, Teknologi Penginderaan Mikroskopi, Universitas Sebelas Maret,

Surakarta.

Oktoviawan, N., 2010, Transmission Electron Microscope (TEM), (http://one.indoskripsi.com), diakses 15 Mei 2012.


(5)

Powers JM, Wataha JC. Dental Materials Properties and Manipulation. 9th Ed. Missouri : Mosby Elsevier 2008 : 286 – 93, 299 – 300.

Powers JM, Wataha JC. Dental Materials Properties and Manipulation. 9th Ed. Missouri : Mosby Elsevier 2008 : 292.

Ramadhani H, Suci. 2011. Pembuatan dan karakterisari bahan gingiva tiruan berbasis resin akrilik dengan penambahan serat kaca. Skripsi. Medan : Departemen Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara: 6, 11-25, 35-36.

Ramlah, Rohani. 2011. Pengaruh penambahan serat kaca potongan kecil dengan ukuran berbeda terhadap kekuatan impak dan transversal resinakrilik

polimerisasi panas. Skripsi. Medan : Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara: 1-4, 23-33.

Rahmat, 2010, SEM Microscope, (http://www.chem_is_try.org),diakses 15 Mei 2012. Sofiah Binti Azmi. 2010. Kekuatan Transversal Resin Akrilik Self Cured yang

Direndam Di dalam Air Selama Proses Polimerisasi. Skripsi : Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara.

Stipho, HD. Repair of acrylic base reinforced with glass fiber. J. Prosthet Dent 1998 ; 80(5) : 546 – 50.

Tacir IH, Kama JD, Zortuk M, Eskimez S. Flexural properties of glass fibre reinforced acrylic resin polymers. J Australian Dent 2006; 51(1): 52-6. Uzun G, Hersek N, Tincer T. Effect of five woven fiber reinforcements on the impact

and transverse strength of a denture base resin. J Prosthet Dent 1999; 81: 616-20.

Zarb GA, Bolender CL, Eckert SE, et al. Prostodontic treatment for edentulous patients: complete dentures and implant- supported prostheses. India: Elsevier. 2004: 190-5.

Tacir IH, Kama JD, Zortuk M, Eskimez S. Flexural properties of glass fibre reinforced acrylic resin polymers. J Australian Dent 2006; 51(1): 52-6. Vallitu, PK. Acrylic resin fiber composite. Part II. The effect of polymerization

shrinkage of polymethylmethacrylate applied to fibre roving on transverse strength. J Prosthet Dent 1994; 71(5): 616.


(6)

Walls AWG, Mccabe JF. Applied dental materials 9th ed. Munksgaard: Blackwell, 2008: 110.

Yurugi, T., Ito, S., Numata, Y., Sykes, K., 2001, “SEM/EDX-Integrated Analysis System, SEM- EDX Series”, Readout No. 22.

http://www.jeolusa.com/sem/docs/sem_guide/tbcontd.html ( 12 Juni 2012) http://www.microscopy.ethz.ch/sem.htm ( 12 Juni 2012)

wikipedia.http://en. org/wiki/Fiberglass (24 Mei 2012) wikipedia.http://org.(22 Mei 2012)