Identifikasi Pewarna Rhodamin B Pada Arum Manis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Arum Manis
Arum manis atau disebut juga gulali adalah jenis penganan yang dibuat
dari pintalan gula yang dibakar terlebih dahulu. Makanan ini pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1904 oleh William Morrison dan Jhon C. Wharton, di
St. Louis World’s Fair dengan nama “Fairy Gloss” atau benang peri.
Arum manis dibuat dari gula yang diberi pewarna makanan. Mesin
pembuat arum manis modern memiliki daya kerja yang sama dengan mesin yang
lama. Bagian tengah dari mesin itu terdiri dari sebuah wadah kecil. Ke dalam
wadah kecil ini dimasukkan gula dan pewarna makanan. Pemanas yang berada di
tepi wadah tersebut mencairkan gula dan kemudian diputar melalui lubang-lubang
kecil dan hasilnya dipadatkan oleh udara. Selanjutnya benang-benang itu
dikumpulkan pada sebuah wadah logam yang besar. Operator mesin memutarmutar sepotong kayu kecil atau sebuah kerucut karton atau orang yang lebih
berpengalaman biasanya menggunakan tangan mereka sendiri ke sekeliling tepian
wadah besar penangkap gulali untuk mengumpulkannya.
Sebagian besar arum manis terdiri dari udara sehingga hasilnya sering kali
mengembang. Sebuah kerucut arum manis biasanya mencapai ukuran sebesar bola
basket atau ada juga yang memanjang. Arum manis biasanya ramai dijual di pasar
malam atau sirkus. Warna arum manis yang paling populer adalah merah jambu.

Akan tetapi arum manis dengan warna ungu dan biru juga menjadi pilihan favorit
beberapa orang.

13
Universitas Sumatera Utara

Arum manis terasa manis dan lengket. Meskipun bentuknya seperti benang
wol tetapi dapat segera mencair ketika dimasukkan ke dalam mulut juga dapat
berubah menjadi lengket bila terkena uap air. Karena gulanya bersifat higroskopis
dan mempunyai ruang permukaan yang sangat luas, ia akan menjadi makin keras,
kasar dan biasanya tidak begitu halus lagi setelah terpapar atmosfer. Dalam iklim
yang lembab arum manis harus segera dimakan dalam beberapa jam, atau ia akan
mengeras (Kompas.com).
2.2 Rhodamin B
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah

bahan yang biasanya tidak

digunakan dalam makanan dan biasanya bukan merupakan inggridien khas
pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja

ditambahkan kedalam pangan untuk

teknologi pada pembuatan, pengolahan,

penyiapan, perlakuan pengepakan, pengemasan penyimpanan atau pengangkutan
pangan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan
tersebut (Cahyadi, 2009).
Tujuan penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah meningkatkan
atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan
lebih menarik dan mempermudah preparasinya (Cahyadi, 2006).
Zat pewarna adalah zat yang sering digunakan untuk memberikan efek
warna pada makanan sehingga membuat warna makanan berubah dari pucat
menjadi lebih cerah dan menarik (Winarno, 1995).
Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna buatan yang
dilarang dan diizinkan untuk pangan diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Zat pewarna yang diizinkan

14
Universitas Sumatera Utara


penggunaannya di Indonesia adalah Amaranth Cl, Brilliant blue FCF CI, Ponceau
4R, Eritrosin, Tartrazine, Sunset yellow FCF CI, Hijau FCF, Food red 7,
Riboflavina dan lain-lain. Pewarna-pewarna ini diizinkan dengan penggunaan
batas maksimum secukupnya. Zat pewarna yang dilarang penggunaannya di
Indonesia adalah Ponceau 3 R, Ponceau SX, Methanil Yellow, Sudan I, Magenta,
Guinea Green B, Chrysoidine, Oil Yellow AB, Auramine, Oil Yellow OB, Butter
Yellow dan Rhodamin B. Pewarna-pewarna sama sekali tidak diperbolehkan ada
di dalam makanan (Cahyadi, 2006).
Rhodamin B yaitu zat pewarna berupa serbuk kristal berwarna hijau atau
ungu kemerahan, tidak berbau, serta mudah larut dalam larutan warna merah
terang berfluorosensi kuat dan biasanya digunakan sebagai bahan pewarna tekstil
atau pakaian. Berdasarkan Permenkes RI No. 033/2012 bahwa Rhodamin B
adalah salah satu bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaanya di dalam
makanan. Apabila Rhodamin B digunakan untuk mewarnai makanan maka akan
sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat yang bersifat
karsinogen (Cahyadi, 2009).
Rhodamin B memiliki berbagai nama lain, yaitu : Tetra ethyl rhodamin,
Rheomin B, D & C Red No. 19, C.I. Basic Violet 10, C.I. No 45179, Food Red
15, ADC Rhodamin B, Azizan Rhodamine dan Briliant Pink B. Sedangkan nama
kimianya adalah N - [9-(carboxyphenyl) – 6-(diethylamino) - 3H – xanten – 3 ylidene] – N-ethyleyhanaminium clorida. Rumus molekul dari Rhodamin B

adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar 479 g/mol. Selain latut dalam
air Rhodamin B juga larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH. Rumus kimia
Rhodamin B dapat dilihat pada gambar 2.1.

15
Universitas Sumatera Utara

Di dalam Rhodamin B terdapat ikatan dengan klorin (Cl) dimana senyawa
ini merupakan senyawa anorganik yang reaktif dan juga berbahaya. Selain
terdapat ikatan Rhodamin B dengan klorin terdapat juga ikatan konjugasi. Ikatan
konjugasi dari Rhodamin B ini yang menyebabkan Rhodamin B berwarna merah.
Ikatan konjugasi ini juga memiliki bahaya yang sama dengan ikatan antara
Rhodamin B dan Klorin yaitu dapat bersifat toksik apabila masuk kedalam tubuh
manusia. Atom Cl termasuk golongan halogen dan sifat halogen yang berada
dalam senyawa organik akan menyebabkan toksik dan karsinogenik.

Gambar 2.1 Rumus Kimia Rhodamin B (dikutip dari Jhon, 1980).
2.2.1 Efek Rhodamin B Terhadap Kesehatan
Rhodamin B mempunyai efek akut dan kronis. Pada efek akut, paparan
menyebabkan kerusakan parah pada mata, pada kontak dengan kulit akan

menyebabkan iritasi (kontak dengan aerosol Rhodamin B dalam 26 menit
menyebabkan efek irritant yang selesai dalam 24 jam), dan bila masuk pembuluh
darah melalui lesi, abrasi, atau luka akan menyebabkan kerusakan sistemik. Pada
efek kronis, tampak sifat-sifat karsinogenik dan genotoxin.

16
Universitas Sumatera Utara

Efek Genotoxin Rhodamin B masih merupakan perdebatan karena
penelitian-penelitian yang mengungkapkan efek tersebut tidak bisa membuktikan
kemurnian Rhodamin B, sehingga masih bisa dispekulasi bahwa penyebab
genotoxin dari Rhodamin B berasal dari ketidakmurnian zat itu, bukan dari
keberadaan zat pewarna itu sendiri. Ketidakmurnian disebabkan dari proses
produksi Rhodamin B yang menggunakan asam sulfat atau asam nitrat yang
tercemar oleh logam berat (Purmono, 2013).
Apabila dikonsumsi dalam waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya
gangguan fungsi hati maupun kanker. Jika terpapar Rhodamin B dalam jumlah
besar, dalam waktu singkat akan menyebabkan keracunan akut. Oleh karena itu,
Rhodamin B sangat berbahaya apabila terkonsumsi oleh manusia baik dalam
waktu singkat dengan dosis besar, maupun dalam jangka waktu lama dengan dosis

kecil.
Rhodamin B yang terkonsumsi melalui makanan akan mengakibatkan
iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan air
seni yang berwarna merah muda. Dengan menghirup Rhodamin B dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran
pernapasan. Demikian pula apabila kulit terkena Rhodamin B, maka kulit akan
mengalami iritasi. Bila mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami
iritasi dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata
(Yuliarti, 2007).
Makanan yang mengandung Rhodamin B memiliki karakteristik seperti
warna yang mencolok, cerah dan mengkilap, warnanya tidak homogen (ada yang
menggumpal), ada sedikit rasa pahit, muncul rasa gatal ditenggorokan setelah

17
Universitas Sumatera Utara

mengonsumsinya. Makanan yang biasanya ditambahkan pewarna Rhodamin B
seperti permen, sirup, cenil, kerupuk, saus, dan arum manis.
2.2.2 Jalur Masuk Rhodamin B ke Dalam Tubuh
Ada berbagai macam jalan/route of entry dari Rhodamin B ke dalam tubuh

manusia, yaitu kontak melalui inhalasi/terhirup, kontak melalui dermal/kulit,
kontak melalui oral/makanan dan minuman.
Alur masuknya Rhodamin B melalui inhalasi :
1. Rhodamin B terhirup, masuk melalui saluran pernafasan.
2. Rhodamin B terakumulasi di alveoli-alveoli, menghalangi difusi oksigen ke
dalam darah.
3. Rhodamin B yang terakumulasi akan menyebabkan inflamasi pada dinding
alveoli, hal ini disebabkan karena radikal bebas yang terkandung dalam
senyawa Rhodamin B mengganggu sirkulasi oksigen dan nutrisi ke dalam selsel, dan selanjutnya mengakibatkan iskemik pada sel tersebut. Iskemik yang
berkelanjutan akan menjadi infark, dan berujung pada nekrosis. Respon
terhadap Rhodamin B pada rute ini termasuk respon akut.
Alur masuknya Rhodamin B melalui kulit :
1. Rhodamin B menempel di permukaan kulit, namun tidak akan terserap, hanya
menimbulkan iritasi.
Alur masuknya Rhodamin B melalui makanan dan minuman :
1. Rhodamin B masuk melalui makanan dan minuman lewat mulut
2. Rhodamin B masuk ke lambung, mulai terjadi penyerapan.
3. Penyerapan secara maksimal terjadi di usus halus.

18

Universitas Sumatera Utara

4. Setelah diserap di usus halus, Rhodamin B ikut terbawa bersama nutrisi-nutrisi
makanan ke hepar melalui vena porta.
5. Dalam vena porta, hepar berusaha melakukan detoksifikasi Rhodamin B
dengan bantuan sel Kupfer yang memang berguna untuk memfagosit senyawasenyawa asing (Purmono, 2013).
2.2.3 Metabolisme Rhodamin B pada Tubuh
Rhodamin B secara ekstensif diabsorbsi oleh gastrointedstinal dan
dimetabolisme pada anjing, kucing dan tikus dengan hanya 3-5% dari dosis
Rhodamin B yang diberikan dan dapat ditemukan dalam bentuk aslinya atau tanpa
adanya perubahan dalam urin dan feces.
Proses metabolisme dari Rhodamin B bisa menjadi salah satu penyebab
kerusakan organ secara sistemik yang disebabkan oleh kepolaran zat tersebut.
Akibat kepolaran tersebut, Rhodamin B yang tidak termetabolisme oleh hepar
akan menyebar mengikuti aliran darah dengan berinteraksi dengan asam amino
dalam gobin darah, menciptakan goblin adduct. Adduct adalah suatu bentuk
kompleks saat senyawa kimia berikatan dengan molekul biologi. Tujuan utama
penentuan level adduct adalah sebagai salah satu parameter resiko paparan
senyawa mutagenik dan karsinogenik (Purnamasari, 2013).
2.2.4 Analisis Rhodamin B

Analisis Rhodamin B dapat dilakukan dengan 2 cara: (Cahyadi, 2006)
1. Cara reaksi kimia, yaitu dengan cara menambahkan pereaksi-pereaksi seperti
HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10% dan NH4OH10%. Kemudian diamati
reaksi apa yang terjadi (perubahan warna) pada masing-masing sampel yang
telah dilakukan pemisahan dari bahan-bahan pengganggu (matriks).

19
Universitas Sumatera Utara

2. Cara Kromatografi Kertas, yaitu dengan menimbang sejumlah sampel
kemudian ditambahkan asam asetat encer lalu dimasukkan benang wool bebas
lemak

dan

dipanaskan

selama

30


menit

sambil

diadu.

Benang

wooldipanaskandari larutan dan dicuci dengan air dingin berulang-ulang
hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan
ammonia 10% diatas penangas air hingga sempurna. Larutan berwarna yang
dapat dicuci lagi dengan air hingga bebas ammonia. Totolkan pada kertas
kromatografi, juga totolkan zat warna pembanding yang cocok. Jarak rambatan
elusi 12 cm dari tepi bawah kertas. Lalu dielusi dengan menggunakan eluen I(
etilmetalketon : aseton : air = 70 : 30 :30) dan eluen II ( 2 gr NaCl dalam 100
ml etanol 50%). Keringkan kertas kromatografi di udara pada suhu kamar.
Amati

bercak-bercak


yang

timbul.

Lalu

dihitung

nilai

Rf

dengan

membandingkan jarak gerak zat terlarut dengan jarak gerak zat pelarut.
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari padatan atau
cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan satu
atau lebih komponendari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair
(solven) sebagai separating agen. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut
yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran.
Beberapa metode ekstraksi antara lain : (Depkes RI, 2006)
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa
kali pengadukan pada suhu ruangan. Prosedurnya dilakukan dengan merendam
sampel dalam pelarut yang sesuai dalam wadah tertutup. Pengadukan dilakukan

20
Universitas Sumatera Utara

agar dapat meningkatkan kecepatan ekstraksi. Kelemahan dari maserasi adalah
prosesnya membutuhan waktu yang cukup lama. Ekstraksi secara menyeluruh
juga dapat menghabiskan sejumlah besar volume pelarut yang dapat berpotensi
hilangnya metabolit. Beberapa senyawa juga tidak terekstraksi secara efisien jika
kurang terlarut pada suhu kamar (27ºC). Ekstraksi secara maserasi dilakukan pada
suhu kamar (27ºC), sehingga tidak menyebabkan degradasi metabolit yang tidak
tahan panas.
2. Perkolasi
Perkolasi merupakan proses mengekstraksi senyawa terlarut dari jaringan
selular simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang
umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Perkolasi cukup sesuai, baik untuk
ekstraksi pendahuluan maupun dalam jumlah besar.
3. Soxhlet
Metode ekstraksi dengan prinsip pemanasan dan perendaman sampel. Hal
itu menyebabkan terjadinya pemecahan dan perendaman sampel. Hali itu
menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan membran sel aktif perbedaan
tekanan antar didalam dan di luar sel. Dengan demikian, metabolit sekunder yang
ada di dalam sitoplasma akan terlarut kedalam pelarut organik. Larutan itu
kemudian menguap keatas dan melewati pendingin udara yang akan terkumpul
kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping soxhlet maka akan
terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang akan menghasilkan ekstrak
yang baik.

21
Universitas Sumatera Utara

4. Refluks
Ekstraksi

dengan

cara

ini

pada

dasarnya

adalah

ekstraksi

berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari
dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu
dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan
diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam
sampel tersebut. Ekstraksi ini biasanya dilakukan tiga kali dan setiap kali
diekstraksi selama empat jam.
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada suhu
yang lebih tinggi dari suhu ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada suhu 4050ºC.
6. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada suhu penangas air (bejana infus
tercelup dalam penangas air mendidih), suhu terukur (96-98ºC) selama waktu
tertentu (15-20 menit).
7. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan suhu sampai titik
didih air, yaitu pada suhu 90-100ºC selama 30 menit.
Jenis-jenis pelarut yang biasa digunakan pada ekstraksi adalah:
Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari yang
aman digunakan adalah air, etanol, etanol–air atau eter. Pemilihan cairan penyari
harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus
memenuhi kriteria berikut:

22
Universitas Sumatera Utara

1. Selektivitas
2. Kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut.
3. Ekonomis
4. Rumah lingkungan
5. Keamanan
Etanol merupakan golongan alkohol dengan jumlah atom karbon dua dan
mempunyai nilai kepolaran 0,68 (Ashurst, 1995). Keuntungan penggunaan etanol
sebagai pelarut adalah mempunyai titik didih yang rendah sehingga lebih mudah
menguap. Oleh karena itu jumlah etanol yang tertinggal dalam ekstrak sangat
sedikit.
Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif,mikrobia
sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral absorpsinya baik,
etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, panas yang
diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa,
minyak menguap, gklikosida, kurkumin, kumarin, antrakuinon, flavonoid, seroid,
damar dan klorofil dengan demikian zat pengganggu yang terlarut hanya sedikit.
Etanol tida menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki
stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan lain dari etanol mampu mengendapkan
albumin dan menghambat kerja enzim. Etanol 70% sangat efektif dalam
menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal dimana bahan pengganggu hanya
dalam skala kecil yang turun kedalam cairan pengekstraksi (Khopkar, 1990).

23
Universitas Sumatera Utara