Penerapan Metode Pekerja Sosial dalam Penanganan Anak Berhadapan Hukum Oleh Pelayanan Anak dan Remaja kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Kesejahteraan Sosial
The Council on social Work Education dalam tahun 1959 menyatakan
bahwa:Pekerjaan Sosial berusaha untuk meningkatkan keberfungsian sosial
individu, secara sendiri-sendiri atau kelompok dengan kegiatan-kegiatan yang
dipusatkan pada hubungan-hubungan sosial mereka yang merupakan interaksi
antara orang dan lingkungan. kegitan-kegiatan ini dikelompokkan menjadi tiga
fungsi pemulihan kemampuan yang terganggu, penyediaan sumber-sumber
individu dan sosial, dan pencegahan disfungsi sosial.
Asosiasi Nasional Pekerja Sosial Amerika Serikat (NASW) pekerja sosial
dirumuskan sebagai berikut:Pekerjaan sosial adalah kegiatan profesional
membantu individu, kelompok, atau masyarakat untuk meningkatkan atau
memulihkan kemampuan mereka berfunsi sosial dan untuk menciptakan kondisi
sosial yang mendukung tujuan-tujuan ini. Praktik pekerjaan sosial terdiri atas
penerapan profesional dari nilai- nilai, prinsip-prinsip, dan teknik-teknikpekerjaan
sosial pada satu atau lebih dari tujuan-tujuan berikut: membantu orang
memperoleh pelayana-pelayan nyata; memberikan konseling dan psikoterapi
untuk individu-individu, keluarga-keluarga, dan kelompok-kelompok; membantu
komunitas atau kelompok memberikan atau memperbaiki pelayanan-pelayanan
sosial dan kesehatan; dan ikut serta dalam proses-proses legislatif yang berkaitan.
Praktik pekerjaan sosial memerlukan pengetahuan tentang perkembangan dan
Universitas Sumatera Utara
perilaku manusia; tentang institusi-institusi sosial, ekonomi dan kultural; dan
tentang interaksi antara semua faktor ini.
Siporin(dalam Fahrudin 2012:61) mendefenisikan pekerjaan sosial sebagai
berikut: Sebagai metode kelembagaan sosial untuk membantu orang untuk
mencegah dan memecahkan masalah-masalah sosial mereka, untuk memulihkan
dan meningkatkan keberfungsian sosial mereka. Lebih lanjut Siporinmenyatakan
bahwa pekerjaan sosial adalah suatu institusi sosial, suatu profesi pelayanan
manusia, dan suatu seni praktik teknis dan ilmiah.
Fungsi- fungsi inti dan pelayanan- pelayanan pertolongan khusus dalam
sistem kesejahteraan sosial dilaksanakan oleh anggota- anggota profesi pekerjaan
sosial dalam bentuk apa yang disebut sebagai praktik pekerjaan sosial. Defenisi
pekerjaan sosial internasional yang baru yang diterima oleh The International
Federation of Social Workers (IFSW) dan dibenarkan oleh NASW adalah sebagai
berikut:Profesi pekerjan sosial meningkatkan perubahan sosial, pemecahan
masalah
dalam
hubungan-hubungan
manusia
serta
pemberdayaan
dan
pembebasan orang untuk meningkatkan kesejahteraan. Dengan menggunakan
teori-teori perilaku manusia dan sistem sosial, pekerjaan sosial melakukan
intervensi pada titik-titik tempat orang berinteraksi dengan lingkungannya.
Prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan sosial merupakan dasar bagi
pekerjaan sosial (Fahrudin, 2012:60-62).
11
Universitas Sumatera Utara
2.2. Metode Pekerja Sosial
Pengertian metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai
tujuan yang ditentukan. Sedangkan menurut Departeman sosial. Metode adalah
suatu prosedur kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan oleh pekerja
sosial dalam pelayanan sosial. Sedangkan Concise Oxford dictionarymerumuskan
metode sebagai suatu bentuk prosedur tertentu dalam setiap cabang kapasitas
mental. Metode ini dipakai bila sesuai dan berhubungan dengan masalah yang
dipecahkan. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan metode adalah serangkaian cara kerja atau prosedur kerja yang
teratur dan sistematis yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan
sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan. Dengan demikian yang dimaksud
metode pekerja sosial adalah serangkaian cara kerja atau prosedur yang teratur
dan sistematis yang dilaksanakan oleh pekerja sosial dalam memberikan
pelayanan sosial kepada klien sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan
secara efektif.
Praktik pekerjaan sosial (Hermawati,32:2001) terdapat dua jenis metode
yaitu metode pokok dan metode bantu. Metode pokok berkenanaan dengan
pengetahuan dan pelayanan langsung kepada klien, sedangkan metode bantu
berkenaan dengan pengaturan pelayanan dan tidak langsung kepada klien.
2.2.1. Metode Bimbingan Sosial Perorangan (Social Case Work)
Definisi Bimbingan Sosial Perorangan tersebut tampak bahwa masingmasing ahli mempunyai penekanan tersendiri sehingga tidak sama antara satu
dengan yang lain. Friedlander pengetahuan dan keterampilan pekerjaan sosial.
12
Universitas Sumatera Utara
Meskipun demikian, secara menekankan pada cara menolong individu dengan
konsultasi; Helen Jaspan (dalam Huraerah,2001:33) menekankan pada proses
pemberian proses pemberian pertolongan yang didasarkan pada minat; dan
Bowers menekankan pada seni menolong dengan memadukan antara metode dari
ketiga ahli tersebut sama, yaitu memberikan pertolongan kepada individu atau
perorangan.
Individu dapat mencapai kehidupannya yang lebih baik, dalam arti lebih
memuaskan atau bermanfaatlebih dapat menolong dirinya sendiri; tidak
tergantung pada orang lain (mandiri) dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosialnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud Bimbingan
Sosial Perorangan serangkaian cara kerja atau prosedur yang teratur dan
sistematik untuk menolong individu yang mengalami permasalahn sosial yang
mengalami permasalahan sosial sehingga semua permasalahan tersebut dapat
diatasi dengan baik dan individu yang bersangkutan dapat melaksanakan tugatugas
kehidupan
serta
fungsi
sosialnya
secara
lebih
baik
pula
(Hermawati,2001:35).
1. Prinsip Praktik Bimbingan Sosial Perorangan
Prinsip praktik bimbingan sosial perorangan ada dua macam. Pertama,
prinsip umum, yaitu prinsip yang digunakan untuk semua jenis Pekerjaan
Bimbingan Sosial Perorangan. Kedua, prinsip yang hanya dipergunakan
sesuai dengan masalah yang dihadapi klien.
a. Prinsip Umum (General Principles)
13
Universitas Sumatera Utara
1) Prinsip Penerimaan.Pekerja sosial hendaknya dapat menerima klien
secara apa adanya lengkap dengan kelebihan dan kekuranganya,serta
menghargai dan menghormatinya secara manusiawi.
2) Prinsip Hubungan. Pekerja sosial hendaknya dapat menciptakan
hubungan yang harmonis dengan klien sehingga klien dipercaya dan
bersedia mengungkapkan permasalahan, situasi, dan kondisi yang
dialami dan dirasakannya secara terbuka. Pekerja sosial juga dapat
menjelaskan peranannya dan peranan (posisi) klien dalam proses
pemecahan masalah yang akan dilaksanakan bersama klien.
3) Prinsip Individualisasi. Pekerja sosial hendaknya dapat memandang
dengan memperlakukan klien sebagai suatu pribadi unik yang berdiri
sendiri dan berbeda dengan klien lain. Pekerja sosial hendaknya
memilih tindakan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
klien dan faktor-faktor yang mempengaruh serta mempertimbangkan
kekhususan yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan.
4) Prinsip Partisipasi. Pekerja sosial hendaknya dapat mengikutsertakan
klien secara aktif dalam usaha pertolongan yang dilakukan dengan
cara memanfaatkan potensi atau kemampuan yang dimilki klien
secara optimal. Pekerja sosial perlu selalu membimbing,mendorng
dan
menimbulkan
semangat
klien
untuk
menentukan
permasalahannya sendiri, memilih cara- cara penyelesaian yang
sesuai dengan dirinya; serta mendukung kegiatan yang dilaksanakan
pekerja sosial karena dirinya selalu dilibatkan dalam semua proses
kegiatan.
14
Universitas Sumatera Utara
5) Prinsip Kerahasiaan. Pekerja sosial hendaknya dapat menyimpan
atau merahasiakan keterangan yang diberikan klien dan tidak
memberitahukan (membicarakannya) kepada siapapun tanpa se izin
klien yang bersangkutan. Jika pekerja sosial merasa memerluka
keterangan dari orang lain, maka ia harus minta izin secara tertulis
dari klien dan keterangan ini juga harus dirahasiakan.
6) Prinsip Kesadaran Diri Pekerja Sosial. Pekerja sosial hendaknya
menyadri bahwa ia adalah seorang pekerja sosial yang sadar akan
kedudukannya sehingga dalam keadaan bagaimanapun tidak
terpengaruh oleh klien yang dapat berakibat tidak baik bagi
pekerjaannya.
b. Prinsip khusus (Differential principles)
1) Mengubah keadaan sekeliling dan mendorong ego. Untuk mengatasi
permasalahan klien, pekerja sosial dapat mengadakan perubahan
atau perbaikan keadaan di sekitar klien yang mempengaruhi tingkah
lakunya, atau yang menyebabkan kliennya mengalami permasalahan.
Di samping itu, pekerja sosial juga harus mampu mengubah
kepribadian klien yang menyebabkannya bermasalah sehingga klien
mendapatkan keseimbangan antara keadaan dirinya dan situasi sosial
yang mempengaruhi tingkah lakunya.
2) Penjelasan efek dan tingkah laku. Pekerja sosial hendaknya dapat
menjelaskan kepada klien tentang keadaan, persoalan, serta kejadiakejadian yang dialaminya sehinggga klien memahami permasalahan
dan efek tindakan atau tingkah lakunya terhadap dirinya sendiri,
15
Universitas Sumatera Utara
keluarga, dan masyarakat. Dengan pemahaman yang baik terhadap
efek dan tingkah lakunya, pekerja sosial dapat embantu klien untuk
mengubah persepsi dan kebiasaanya dalam bertingkah laku sehingga
diperoleh keseimbangan dan penyesuaian yang lebih baik.
3) Mengungkapkan penyebab tingkah laku yang dilupakan. Pekerja
sosial hendaknya mampu mendorong klien menyadari sebab-sebab
dari tingkah laku atau kejadian- kejadian yang menggoncangkannya
di masa lalu yang sebagian terlupakan, tetapi masih muncul dan
mempengaruhi perasaan, persepsi, dan tingkah lakunya hingga
sekarang.
2. Teknik Pertolongan Bimbingan Sosial Perorangan
Tenik Pertolongan Bimbingan Sosial Perorangan diterapkan setelah terlebih
dahulu pekerja sosial memahami secara mendalam permasalahan yang
dialami klien dan situasi yang mempengaruhinya; memahami kemauan dan
keinginan
klien
serta
potensi
yang
dimilikinya
untuk
mengatasi
permasalahan; dan memahami kelemahan yang dimilki klien. Ada empat
macam teknik pertolongan dalam Bimbingan Sosial perseorangan yaitu
sebagai berikut:
a. Mengubah keadaan sekeliling, yaitu mengubah keadaan di sekitar klien,
baik yang bersifat fisik atau psikis yang mempengaruhi timbulnya
permasahan klien. Dengan demikian, klien dapat menyesuaikan diri
dengan keadaan tersebut secara lebih baik.
16
Universitas Sumatera Utara
b. Memberikan dorongan, yaitu memberi perhatian dan semangat kepada
klien sehingga klien dapat mengatahui cara- cara dalam memecahkan
masalah.
c. Menjelaskan persoalan, yaitu memberikan penjelasan kepada klien
tentang masalah yang dihadapi dan kenyataan yang sebebnarnya secara
ilmiah, logis,dan objektif sehingga mudah diterima dan dipahai oleh
klien.
d. Interpretasi, yaitu memberikan penjelasan secara mendalam tentang suatu
persoalan sehingga klien dapat memahami dengan baik persoalan yang
dialami. Pekerja sosial perlu mempunyai pengertian yang mendalam
terhadap klien dan penderitanya sehingga dapat mendiagnosis dan
mendorong klien dengan tepat.
3. Tahapan dan Proses Bimbingan Sosial Persorangan
a. Tahap Pengumpulan Data
Tahap ini merupakan upaya untuk mengumpulkan data atau keterangan
yang sebanyak-banyaknya tentang klien sehingga dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam membuat diagnosis permasalahan klien. Cara yang
ditempuh untuk mengumpulkan data ini melalui survei, penelitian,
penyelidikan, atau tanya jawab (interview).
b. Tahap Diagnosis
Tahap diagnosis merupakan upaya untuk menentukan apa yang harus
dikerjakan pekerja sosial dalam menolong klien. Cara yang ditempuh
adalah
dengan
manganalisis
data
yang
terkumpul,
menetapkan
permasalahan, dan menyusun rencana kerja kegiatan pertolongan yang
17
Universitas Sumatera Utara
akan dilakukan untuk membantu klien melalui Bimbingan Sosial
Perseorangan.
c. Tahap Penyembuhan
Tahap penyembuhan merupakan upaya untuk memberikan Pelayanan
Bimbingan Sosial Perseorangan kepada klien sesuai perencanan yang
dibuat hingga masalah yang dihadapi klien dapat teratasi.
4. Penerapan Metode Bimbingan Sosial Perseorangan melalui Case Study
Inti metode Bimbingan Sosial Perseorangan adalah suatu upaya untuk
membantu individu yang mengalami permasalahan dengan cara wawancara secara
pribadi antara klien dan pekerja sosial melalui tatap muka secara langsung ( face
to face). Dengan cara itu akan tumbuh saling percaya dan kerja sama yang baik
antara kedua belah pihak dalam mengatasi permasalahn yang ada sehingga dapat
digali informasi yang mendalam tentang klien, baik karakteristik, permasalahanpermasalahan yang dihadapi, situasi sosial yang mempengaruhi, maupun potensipotensi yang dimilki untuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Jadi, faktor utama yang menentukan keberhasilan metode ini terletak pada
kemampuan pekerja sosial dalam menjalin hubungan baik dengan klien dan
kemampuan menggali permasalahn yang ada.
Setelah permasalahan itu dapat diagnosis dengan tepat, cara yang paling
tepat adalah melalui studi kasus (case study). Dengan demikian, bimbingan sosial
perseorangan yang baik harus didasarkan pada keterangan dan fakta tentang
permasalahan yang dihadapi klien yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
klien atau orang lain yang diperlukan. Hasil wawancara yang tersususun secara
18
Universitas Sumatera Utara
teratur dan logis dalam menarik kesimpulan ini disebut case study yang
merupakan titik pangkal dalam usaha menolong klien.
2.2.2. Metode Bimbingan Sosial Kelompok (Social Group Work)
Friedlander (1965) mengemukakan bahwa pekerja sosial kelompok bekerja
dengan berbagai cara agar pergaulan di dalam kelompok dan kegiatan kerja
kelompok dan membantu perkembangan para individu anggota kelompok dan
membantu mencapai tujuan sosial yang dikehendaki.
1. Komponen Bimbingan Sosial Kelompok
Bimbingan sosial kelompok memiliki beberapa komponen yang saling
berkaitan erat satu sama lain, yaitu sebagai berikut:
a. Penyandang masalah, yaitu individu yang terkait dalam kelompok
b. Permasalahan yang dihadapi
c. Tempat untuk memecahkan masalah
d. Pekerja sosial tenaga profesional yang membantu memecahkan masalah.
Klien atau penyandang masalah yang ditangani melalui Bimbingan Sosial
Kelompok adalah individu yang tekait menjadi kelompok (anggota
kelompok) dan mengalami permasalahan di dalam kehidupan kelompoknya,
seperti tidak dapat bekerja sama dengan anggota kelompok lain, tidak bisa
menyasuaikan diri dengan norma-norma kelompoknya, merasa rendah diri,
minder, dan kurang percaya diri, merasa frustasi karena tidak bisa mengikuti
kegiatan kelompoknya, terjadi ketegangan antar anggota, ada masalah
dalam kelmpok yang belum terpecahkan, dan sebagainya.
2. Prinsip Bimbingan Sosial Kelompok
19
Universitas Sumatera Utara
Dalam melaksanakan Bimbingan Sosial Kelompok, terdapat dua prinsip
yang bersifat umum dan khusus. Prinsip umum merupakan dasar
pelaksanaan praktik pekerjaan sosial pada umumnya, sedangkan prinsip
khusus berkaitan langsung dengan prinsip yang diterapkan pada praktik
Metode Bimbingan Sosial Kelompok.
a. Prinsip umum (General Principles)
1) Keyakinan bahwa setiap manusia memiliki kehormatan diri,
kemuliaan, dan kesempurnaan yang harus dihargai dan dijunjung
tinggi.
2) Keyakinan bahwa setiap manusia yang memiliki penderitaan pribadi,
ekonomi, dan sosial mempunyai hak untuk menentukan sendiri apa
yang menjadi kebutuhannya dan bagaimana cara mengatasinya.
3) Keyakinan bahwa setiap manusia memiliki kesempatan yang sama,
yang hanya dibatasi oleh kemampuan masing-masing.
4) Keyakinan bahwa ketiga prinsip umum tersebut berhubungan dengan
tanggung jawab sosial terhadap dirinya, keluarga, dan masyarakat.
b. Prinsip umum (Differential Khusus)
Menurut H.B Trecker (1948), prinsip khusus Bimbingan Sosial
Kelompok adalah sebagai berikut:
1) Prinsip pembentukan kelompok yang terencana
2) Prinsip tujuan khusus
3) Prinsip hubungan petugas kelompok yang bertujuan
4) Prinsip individualisasi yang terus-menerus
5) Prinsip interaksi kelompok yang terpimpin
20
Universitas Sumatera Utara
6) Prinsip demokrasi yang menentukan keinginan kelompok sendiri
7) Prinsip fungsi organisasi yang fleksibel
8) Prinsip pengalaman program yang progresif
9) Prinsip penggunaan sumber
3. Teknik Bimbingan Sosial Kelompok
Bimbingan Sosial kelompok berusaha membantu individu yang menjadi
anggota kelompok untuk mencapai kemajuan secara optimal sehingga
kelompok tersebut mengalami kemajuan seperti yang diharapkan.
Dalam rangka perkembangan pribadi dan kelompok itulah diperlukan
teknik tertentu dalam Bimbingan Sosial Kelompok. Teknik yang
dimaksud adalah:
a. Diskusi merupakan percakapan informal antara dua orang atau lebih
tentang topik tertentu sehingga diperoleh berbagai pendapat,informasi,
dan pengalaman yang beragam, yang pada akhirnya dapat diperoleh
kesimpulan tentang topik yang dibicarakan.
b. Role playing (Permainan Peran) adalah suatu teknik yang dilaksanakan
dengan memainkan peranan tertentu seperti peran sesungguhnya dengan
tujuan memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk
mempraktikkan bagaimana semestinya bersikap atau bereaksi bila di
hadapkan kepada suatu masalah.
c. Studi kasus adalah kumpulan dari semua bahan (informasi) maupun fakta
yang berguna untuk memberikan suatu gambaran yang diperluan dalam
memahami orang yang terlibat dalam suatu kasus atau permasalahan.
21
Universitas Sumatera Utara
d. Brain Storming adalah suatu teknik untuk menyampaikan ide (gagasan)
dengan cara langsung, spontan, dan cepat dalam rangka memacahkan
masalah.
e. Interview kelompok adalah wawancara yang dilakukan sekelompok
anggota dengan harapan setelah kegiatan wawancara selesai akan
diperoleh bahan atau keterangan yang berguna untuk memecahkan
masalah.
Tahapan dalam proses Bimbingan Sosial Kelompok
a. Tahap Pengumpulan Data (Fact Finding)
b. Tahap Diagnosis
c. Tahap penyembuhan (Treatment)
4. Penerapan Metode Bimbingan Sosial Kelompok
Sasaran Bimbingan Sosial Kelompok adalah individu dan kelompok
sehingga bimbingan sosial yang diberikan pekerja sosial kepada mereka
hendaknya memperhatikan kedua unsur tersebut, yakni dinamika individu
dan kelompok. Penerapan metode Bimbingan Sosial Kelompok ini adalah
sebagai berikut.
a. Tahap Pengumpulan Data
b. Tahap Diagnosis
c. Tahap Penyembuhan
4.2.2. Metode Bimbingan Sosial Masyarakat (Social Community Organization)
Metode Bimbingan Sosial Masyarakat adalah badan-badan sosial yang tidak
memberika bantuan langsung kepada individu dan kelompok sosial, tetapi
dibentuk dengan tujuan untuk membantu, merencanakan, serta membiayai
22
Universitas Sumatera Utara
lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat menurut Friedlander dalam
Hermawati (2005:66).
1. Fungsi bimbingan sosial masyarakat
a. Pengumpulan Data (Fact Finding)
b. Pengembangan Program (program Developmental)
c. Patokan (standart)
d. Pengkoordinasian (Coordination)
e. Pendidikan (Education)
f. Dukungan dan Partisipatif (Support and Participation)
2. Prinsip Bimbingan Sosial Masyarakat
Metode Bimbingan Sosial Masyarakat memiliki prinsip umum dan prinsip
khusus yang menjadi dasar dalam pelaksanaan praktik pekerjaan sosial.
3. Teknik Bimbingan Sosial Masyarakat
Dalam melaksanakan Bimbingan Sosial Masyarakat diperlukan teknik
tertentu. Arthur Dunham (dalam Hermawati 2005:76), mengemukakan
empat metode teknik Bimbingan Sosial Masyarakat sebagai berikut:
a. Programming
b. Koordinasi dan Intergrasi
c. Pendidikan dan Promosi
d. Financing
4. Tahapan dalam Bimbingan Sosial Masyarakat
Menurut W.A Friedlander dalam Hermawati (2005:78), Metode Bimbingan
Sosial Masyarakat berlangsung dari proses permulaan hingga proses
terakhir seperti yang terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu sebagai berikut:
23
Universitas Sumatera Utara
a. Tahap penyelidikan
b. Tahap Diagnostik
c. Tahap Perencanaan
d. Tahap Pelaksanaan atau Tindakan
e. Penerapan Metode Bimbingan Sosial Masyarakat.
2.3 Konsep Anak
2.3.1 Pengertian Anak
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan
tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki
peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan
eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Ketentuan Pasal 28B ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk didalamnya hak
asasi Anak yang ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan
Hak Anak dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahu 1945 dan
beberapa persatuan perundanng-undangan yang baik yang bersifat nasional maupu
yang bersifat internasional. Jaminan ini dikuatkan melalui rativikasi konvensi
internasional tentang hak Anak, yaitu pengesahan Konvensi Anak melalui
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On
The Rights Of The Child ( Konvensi Tentang Hak Anak).
24
Universitas Sumatera Utara
Kesejahteraan anak adalah hak asasi anak yang harus diusahakan bersama.
Pelaksanaan pengadaan kesejahteraan bergantung pada partisipasi yang baik
antara objek dengan subjek dalam usaha pengadaan kesejahteraan anak tersebut.
Kesejahteraan dalam suatu masyarakat yang merata akan membawa akibat yang
baik pada keamanan dan stabilitas suatu masyarakat, yang selanjutnya akan
mempengaruhi pembangunan yang sedang diusahakan dalam masyarakat tersebut.
Pengadaan Kesejahteraan anak merupakan suatu kewajiban asasi setiap anggota
masyarakat yang harus didasarkan pada setiap anggota masyarakat. Pengahalang
kesejahteraan anak dengan perspektif kepentingan nasional masyarakat yang adil
dan makmur spiritual dan material, adalah sutu penyimpangan yang mengandung
faktor-faktor
kriminogen
(menimbulkan
kejahatan)
atau
viktimogen
(
menimbulkan korban) (Gosita, 2009:238).
2.3.2. Hak-Hak Anak
Berdasarkan Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak perubahan atas Undang-undang No.23 Tahun 2002, dijelaskan mengenai
penyelenggaraan perlindungan anak dalam rangka kesejahteraan anak. Ada empat
pemenuhan kesejaheraan anak yang wajib diperhatikan pemerintah yaitu:
1.Agama
Pasal 43 dijelaskan bahwa negara, pemerintah, masyarakat,keluarga, orang
tua, wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungan anak dalam memeluk
agamanya. Perlindungan anak memeluk agamanya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi pembinaan, pembimbingan, dan pengalaman agama
bagi anak.
25
Universitas Sumatera Utara
2.Kesehatan
Pasal 44 dijelaskan bahwa pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan
meyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar
setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam
kandungan; penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan uapaya kesehatan
secara komprhensif sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh
peran serta masyarakat; upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan. Upaya
kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diselenggarakan secara cuma-cuma bagi keluarga yang tidak mampu. Serta,
dipasal
46,
negara,
pemerintah,
keluarga,
dan
orang
tua
wajib
mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang
mengancam hidup dan menimbulkan kecatatan.
3.Pendidikan
Pasal 48 dijelaskan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan
dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Di pasal 49, negara,
pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
Sedangkan
pendidikan yang dimaksud dalam pasal 48 diarahkan pada pendidikan yang
a) Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan
mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal;
b) Pengembangan penghormatan atas hak asas; manusia dan kebebasan asai;
26
Universitas Sumatera Utara
c) Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan
nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional di mana anak bertempat tinggal,
dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yag berbeda-beda dari
peradaban sendiri;
d) Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab;
e) Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.
4.Sosial
Pasal 55 juga dijelaskan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan
pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun
luar lembaga; penyelenggaraan pemeliharaan dapat dilakukan oleh lembaga
masyarakat; Untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak
terlantar, lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat, dapat melakukan
kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait; Dalam hal penyelenggaraan
pemeliharaan dan perawatn pengawasannya dilakukan oleh Menteri Sosial.
Sedangkan
di
pasal
56
disebutkan
bahwa
Pemerintah
dalam
menyelenggarakan pemeliharaan a. Berpartisipasi; b.bebas menyatakan
pendapat dan berpikir sesui hati nurani dan agamanya; c. Bebas menerima
informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapanusia dan perkembagan
anak;
d.
Bebas
berserikat
dan
berkumpul;
e.
Bebas
beristirahat,bermain,berekreasi, berkreasi, dan berkarya seni budaya; dan f.
Memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan
keselamatan (Gautama, 2000: 22).
27
Universitas Sumatera Utara
2.4. Anak yang Berhadapan dengan Hukum
2.4.1. Pengertian Anak yang Berkonflik dengan Hukum
Konvensi Hak-hak anak tidak menyebutkan istilah anak yang berkonflik
dengan hukum (Children in Conflict with the law). Anak yang berkonflik dengan
hukum adalah anak yang menjadi tersangka, terdakwa, dan terpidana dalam suatu
sistem peradilan pidana. Dalam sistem Hukum pidana Indonesia, istilah anak yang
berkonflik dengan hukum baru muncul dalam Undang-Undang nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang ini tidak memberikan
Defenisi khusus tetapi pasal 64 ayat 1 menyebutkan bahwa perlindungan hukum
bagi anak yang berhadapan dengan hukum meliputi anak yang berkonflik dengan
hukum dan anak korban tindak pidana (Aviandari,2010:3).
Anak-anak yang mengahadapi kelaparan dan kemiskinan menjadi korban
kekerasan dalam keluarga atau penyalahgunaan, penelantaran, atau eksploitasi
serta mereka yang dihadapkan pada kekerasan, alkohol, menjadi korban
penyalahguanaan obat dan lain-lain pada umumnya terpaksa berhadapan dengan
hukum. Anak-anak ini mungkin tidak cukup mengembangkan kemampuan dan
keterampilan untuk dapat memecahkan masalah dengan positif. Mereka pada
umumnya berhubungan dengan kenakalan atau lebih jauh pada kejahatan atau
tindak pidana (Mulia, 2011).
Jika kita menyimak dalam pasal 6 UU No.3/1997 disebutkan, “hakim,
penuntut, penyidik, dan penasehat hukum serta petugas lainnya dalam sidang anak
tidak memakai toga atau pakaian dinas”. Hal ini penting karena anak berbeda
dengan orang dewasa yang membutuhkan penanganan yang berbeda pula. Namun
kenyataanya, umunya hakim menggunakan toga pada sidang anak. Sedangkan
28
Universitas Sumatera Utara
pasal 8 ayat 1 samapai 4 disebutkan, “hakim memeriksa anak dalam sidang
tertutup hanya dapat dihadiri oleh anak yang bersangkutan beserta orang tua, wali,
atau orang tua asuh. Penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan serta
orang-orang tertentu atas izin hakim dan majelis hakim”.
Undang-undang
Nomor
3
Tahun
1997
tentang
pengadilan
anak
dimaksudkan untuk melindungi dan mengayomi Anak yang berhadapan hukum
agar dapat menyonsong masa depannya yang masih panjang serta memberi
kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan agar diperoleh jati dirinya untuk
menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi diri
sendiri,keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pelaksanaanya anak yang
berhadapan dengan hukum cenderung merugikan anak dimana undang-undang
tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum
komprehensif memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan
dengan hukum (undang- undang RI tentang pidana anak).
Pasal 64 UU No. 23/2002 disebutkan perlindungan khusus bagi anak yang
berhadapan dengan hukum meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan
anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah
dan masyarakat (ayat 1) perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban
tindak pidana dilaksanakan melalui a) upaya rehabilitasi, baik dalam lemabaga
maupun luar lembaga, b) upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui
media massa dan untuk menghindari lebelisasi, c) pemberian jaminana
keselamatan bagi saksi dan korban dan saksi ahli, baik fisi, mental, maupun sosial
dan
d)
pemberian
aksebilitas
untuk
mendapatkan informasi
mengenai
perkembangan perkara (Ghufran, 2015: 208).
29
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Penyebab Anak berhadapan dengan hukum
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak berhadapan dengan hukum
meningkat dari tahun ke tahun, antara lain:
1. Kemiskinan
Faktor ini merupakan persoalan struktural yang hingga sekarang belum ada
resep yang tepat untuk memperbaikinya. Dimana ketika negara tidak bisa
menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup dan pendapatan yang layak
bagi orang tua yang mempunyai anak banyak maka anak-anaknya menjadi
putus sekolah. Karena pendidikan rendah dan si anak mencari pekerjaan
yang serabutan yang penting dapat duit kemudian bisa memenuhi kebutuhan
hidupnya. Apakah supaya nampak teman-temannya hebat dan bisa makan di
rumah makan yang enak dan setiap bulan membeli pakaian yang cantik dan
bersifat konsumtif. Karena tidak mampu menahan nafsu yang konsumtif dan
ketiadaan uang sehingga di sisi lain kadang- kadang membuat perampoka
bahkan sampai ada yang nekat membunuh korbannya untuk mendapatkan
baang atau kebutuhan yang diinginkannya.
2. Lingkungan keluarga
Permasalahan anak bersumber dari masalah- masalah keluarga. Ketika
orang tua mendidik anak terlalu keras sampai-sampai melakukan pemukulan
sehingga antara anak dan orang tua saling bermusuhan. Selain itu juga ada
ketidak pedulian dari orang tua terhadap nasib anaknya, sehingga begitu
mudahnya membiarkan anak bergaul dengan orang-orang yang prilakunya
menyimpang. Tidak adanya kontrol dan rasa tidak disayang orang tua inilah
30
Universitas Sumatera Utara
yang mendoronga anak sejak kecil sudah terbiasa untuk keluyuran dan
bergabung dengan teman-teman mereka yang sudah dewasa. Dari sinilah
awal mulainya si anak belajar keberanian untuk melakukan tindakan yang
melanggar hukum.
3. Kehadiran Geng
Bergabungnya anak-anak dengan Geng merupakan pilihan bagi anak yang
bermasalah dengan keluarga. Semakin sibuknya orang tua sehingga tidak
sempat lagi memperhatikan kegiatan anaknya sehari- hari membuat anaknya
mencari kelompok yang bisa mampu menjadi tempat ngobrol dan curahan
hati si anak. Geng telah menjadikan anak semakin berani untuk berbuat
nakal bahkan melakukan kejahatan. Dari Geng inilah melatih dirinya untuk
melakukan kenakalan dan lama-lama semakin berani dengan bentuk kualitas
kenakalan yang lebih tinggi.
4. Peran Aparat penegak hukum
Kasus yang pernah ditangani aparat penegak hukum cenderung lebih
membantu anak perilaku nakal dari pada mencegahnya (mereka berkolusi).
Disamping itu aparat penegak hukum juga sering melakukan tindakan
kekerasan terhadap anak yang dijadikan sebagai tersangka, padahal kesalah
yang dilakukan anak tersebut hanyalah mengetahui suatu kejadian tindak
pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Kasus seperti ini pernah
didampingi sampai ketingkat Pengadilan di wilayah hukum Nanggroe Aceh
Darrussalam. Perlakuan yang diberikan terhadap anak tentu sangat berat
baginya untuk menjalani hidup selanjutnya.karena hal ini merupakan
pengalaman yang sangat buruk bagi anak dan ini bisa membuat mereka jadi
31
Universitas Sumatera Utara
tidak jera, sebab bagi mereka sudah menganggap resiko (Pusat Kajian
Perlindungan Anak).
Menurut Robert M.Z.Lawang (2010), penyimpangan perilaku adalah semua
tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial
dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dari sitem itu untuk
memperbaiki perilaku menyimpang.
Macam-macam bentuk penyimpangan perilaku secara indivisual:
1.
Penyalahgunaan narkoba.
2.
Pelacuran
3.
Penyimpangan
Seksual
(homo,
lesbian,
boseksual,
paedofil,
sodomi,zina, seks bebas, transeksual).
4.
Gaya hidup ( wanita berpakaian minimalis di tempat umum, pria
beranting, suka berbohong, dan sebagainya).
2.5 Perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum
Pemahaman dan pemenjaraan terhadap anak-anak terutama yang terkait
kasus pidana mendapatkan perhatian banyak pihak. Pasalnya, sejumlah instrumen
mensyaratkan penangkapan, penahanan, dan pemenjaraan merupakan langkah
terakhir, bukan langkah pertama sebagaimana yang terjadi selama ini.
Bagaimanapun anak mempunyai potensi dan peluang yang besar untuk menjadi
lebih baikdan tidak melakukan lagi perbuatannya. Penangkapan, penahanan, dan
pemenjaraan hanya menutup ruang anak untuk menjadi lebih baik. di dalam sel
penjara, anak-anak belajar menjadi penjahat kelas kakap, baik dari sesama anak
32
Universitas Sumatera Utara
maupun orang dewasa. Karenanya sel dan penjara merupakan sekolah terbaik yag
menghasilkan penjahat kelas kakap (Ghufran, 2015: 209).
Perhatian bangsa dan negara Republik Indonesia terhadap eksistensi Anak
haruslah mejadi perhatian yang serius jika bangsa dan negara Indonesia mau
diperhitungkan oleh bangsa dan negara lain di dunia. Apalagi sudah ada kriteria
suatu bangsa atau negara yang bisa dikatakan menghormati hak suatu manusia
yang namanya “anak” yaitu dengan adanya Konvensi Anak-Anak yang
diratifikasi oleh Presiden Republik Indonesia oleh Keppres No. 36 tahun 1990
bertanggal 29 Agustus 1990.
Sesungguhnya pembangunan terhadap anak terdiri dari tiga kegitana utama
yaitu, pebinaan, pengembangan, dan perlindungan. Pebinaaan anak adalah suatu
usaha untuk membedakan yang terbaik bagi pertumbuhannya. Pengembangan
adalah menumbuhkan seluruh kemampuan dan bakatyang terkandung dalam diri
anak. Sedangkan perlindungan segala kegiatan untuk menjaga agar anak dapat
tumbuh dengan wajar secara lahir dan batin serta bebas dari segala bentuk
ancaman, hambatan dan gangguan.
Anak-anak yang mengahadapi kelaparan dan kemiskinan, menjadi korban
kekerasan dalam keluarga atau penyalahgunaan, penelantaran, eksploitasi serta
mereka
yang
dihadapkan
pada
kekerasan,
alkohol,
menjadi
korban
penyalahgunaan obat dan lain-lain pada umumnya terpaksa berhadapan dengan
hukum. Anak-anak ini mungkin tidak cukup mengembangkan kemampuan dan
keterampilan untuk dapat memecahkan masalah secara positif. Mereka pada
umumnya berhubungan dengan teman-teman atau orang-orang yang memiliki
tingkah laku yang mengarah pada kenakalan atau lebih jauh kepada kejahatan,
33
Universitas Sumatera Utara
atau tindak pidana. Banyak anak-anak tersebut putus sekolah dan sering kali
mereka tidak mendapat pengaruh positif lain yang dapat mengembalikan mereka
ke jalan positif pula (Pusat Kajian Perlindungan Anak).
2.6. Pendekatan Pekerja sosial dalam Penanggulangan Kenakalan Anak
Pendekatan pekerja sosial dalam penanggulangan anak nakal dapat disimak
dari Pendapat Friedlander (dalam Huraerah 2006: 99), sebagai berikut :
1.
Profesi pekerja sosial menyebutkan bahwa, anak dan remaja membutuhkan
batuan untuk menghidarkan diri dari perilaku anti sosial, baik mereka yang
akan diajukan ke pengadilan ataupun tidak. Pekerja sosial membantu
mereka untuk menyesuaikan diri dengan tradisi tradisional maupun perilaku
sosial yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
2. Anak yang berperilaku menyimpang tidak dapat diperlakukan sama, karena
perilaku ini berkembang di lingkungan yang berbeda. Perilaku menyimpang
dapat saja anak harus berhubungan dengan lembaga sosial atau polisi dan
dia kepengadilan. Pekerja sosial membantu sebab anak sebelum anak
mengalami kesulitan karena perilakunya.
Mengenai anak-anak yang berkonflik dengan hukum begitu KHA
menyebutnya, di Indonesia telah di sahkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang pengadilan Anak. Dalam UU disebutka bahwa pidana penjara yang
dijatuhkan pada anak paling lama seperdua dari maksimum ancaman pidana orang
dewasa. Alasan dibuat batas seperti ini karena sebagian anak-anak mereka masih
mempunyai masa depan dan usia yang panjang untuk memperbaiki kesalahan
yang dilakukannya. Anak yang berkonflik dengan hukum, tetap saja rentan
34
Universitas Sumatera Utara
terhadap perlakuan salah atau tindakan kekerasan dari aparat hukum. Mereka tetap
saja mengalami perlakuan tidak menusiawi, seperti mendapat perlakuan kejam
saat ditahan atau ketika menjalani pemeriksaan di kepolisian, dan lain-lain
(Huraerah, 2006 : 99-101).
2.7. Penelitian Terdahulu
Penelitian memaparkan dua penelitian terdahulu yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti. Penelitian terdahulu milik Syamsudin (2012) yang
berjudul “ Memahami dimensi spritualitas dalam praktek pekerja sosial”. Kajian
ini merupakan kajian literatur yang bertujuan untuk memberikan sumbangan
pemikiran terhadap pentingnya menggali aspek klien, untuk meningktkan
pengetahuan akan dalam memberikan pelayanan adalah penting juga pekerja
sosial mendapatkan pelatihan tertentu untuk mengahadapi isu spritualitas secara
profesional.
Penelitian yang dilakukan oleh Mulia Astuti Disertasinya berjudul “ Anak
berhadapan hukum ditinjau dari pola asuh dalam keluarga”. Metode yan
digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus terhadap keluarga dengan anak
yang berhadapan hukum. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara mendalam dengan orang tua, masyarakat dan studi dokumentasi. Anak
menjadi nakal karena pengasuhan dalam keluarga yang diterima anak tidak sesuai
dengan kaedah pola asuh yang baik.
35
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Pemikiran
Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang seutuhnya. Anak
merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita bangsa, memiliki
peran strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin
keberlangsungan eksisitensi bangsa dan negara di masa depan. Kesejahteraan
anak adalah hak asasi anak yang harus diusahakan bersama yang membawa akibat
yang baik pada keamanan dan stabilitas suatu masyarakat, yang selanjutnya akan
mempengaruhi pembangunan dalam masyarakat.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kenyataannya dewasa ini
pelanggaran hukum yang terjadi dalam masyarakat yang tidak hanya dilakukan
oleh orang tua, dewasa tetapi anak-anak juga sudah berkonflik dengan hukum.
Perkembangan zaman yang semakin maju mengubah perilaku dalam diri anakanak, yang mengakibatkan banyak persoalan yang sedang terjadi yang tidak
sewajarnya dilakukan oleh anak-anak. Salah satu masalah ini diakibatkan oleh
faktor lingkungan yang tidak yang tidak baik mengakibatkan Anak melakukan
tindakan yang melanggar hukum.
Pekerja sosial mampu membantu masalah yang telah terjadi dimana dalam
praktek pekerja sosial yang mempunyai tujuan membatu orang memperoleh
pelayanan-pelayanan nyata, memberikan konseling
untuk individu-individu,
keluarga-keluarga maupun kelompok-kelompok atau memperbaiki pelayananpelayanan sosial dan kesehatan. Sehingga, dalam praktik pekerjaan sosial
diperlukan metode-metode pekerja sosial untuk memudahkan pelaksanaan suatu
36
Universitas Sumatera Utara
kegiatan yang telah ditentukan yang terdiri dari metode bimbingan sosial
perseorangan, metode bimbingan sosial kelompok, metode bimbingan sosial
masyarakat supaya dalam menangani masalah tidak terulang masalah yang
dihadapi antara klien dengan masyarakat.
Menghadapi situasi ini, banyak masyarakat yang gelisah dengan masalah ini
karena anak sebagai penerus cita-cita bangsa dan negara. Karena banyaknya
pelanggaran yang dilakukan oleh anak-anak, mengakibatkan pemerintah turun
tangan dalam menghadapi masalah ini sehingga dibentuk UPT bina anak dan
remaja yang salah satunya menangani anak yang berhadapan dengan hukum
dengan tujuan mengurangi tingkat pelanggaran yag dilakukan oleh anak-anak
yang semakin banyak terjadi karena anak di harapakan menjadi penerus cita-cita
bangsa.
37
Universitas Sumatera Utara
Bagan alur pikir
UPT Pelayanan Anak dan Remaja
Pekerja Sosial
Metode Pekerja Sosial
Bimbingan Sosial Perseorangan
Bimbingan Sosial kelompok
Bimbingan Sosial Organisasi
Anak berhadapan hukum
2.9. Defenisi Konsep
Defenisi konsep merupakan upaya penegasan dan pembatasan makna
konsep dalam suatu penelitian. Dengan kata lain, peneliti berupaya mengiring
pada pemabaca hasil penelitian untuk memaknai konsep sesuai dengan yang
diinginkan dan dimaksudkan oleh peneliti. (Siagian, 2011:138).
Konsep adalah suatu makna yang berada di alam pikiran atau di dunia
kepahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang perkataan
atau kata-kata. Dengan demikian, konsep bukanlah objek gejalanya itu sendiri
konsep adalah suatu hasil pemaknaan di dalam intelektual manusia yang memang
merujuk ke gejala nyata ke alam empiris. Konsep adalah sarana merujuk kedunia
38
Universitas Sumatera Utara
empiris, dan bukan merupakan refleksi sempurna (mutlak) dunia empiris bahkan
konsep bukanlah dunia empiris itu sendiri. (Suyanto, 2005: 49).
Untuk lebih memahami konsep yang digunakan, maka peneliti membatasi
konsep yang digunakan sebagai berikut:
1. Penerapan metode pekerja sosial ini digunakan untuk penanganan anak
berhadapan hukum yang dilakukan oleh UPT pelayanan Anak dan Remaja
di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
2. Anak yang berhadapan dengan hukum berada di UPT pelayanan Anak dan
Remaja di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
39
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Kesejahteraan Sosial
The Council on social Work Education dalam tahun 1959 menyatakan
bahwa:Pekerjaan Sosial berusaha untuk meningkatkan keberfungsian sosial
individu, secara sendiri-sendiri atau kelompok dengan kegiatan-kegiatan yang
dipusatkan pada hubungan-hubungan sosial mereka yang merupakan interaksi
antara orang dan lingkungan. kegitan-kegiatan ini dikelompokkan menjadi tiga
fungsi pemulihan kemampuan yang terganggu, penyediaan sumber-sumber
individu dan sosial, dan pencegahan disfungsi sosial.
Asosiasi Nasional Pekerja Sosial Amerika Serikat (NASW) pekerja sosial
dirumuskan sebagai berikut:Pekerjaan sosial adalah kegiatan profesional
membantu individu, kelompok, atau masyarakat untuk meningkatkan atau
memulihkan kemampuan mereka berfunsi sosial dan untuk menciptakan kondisi
sosial yang mendukung tujuan-tujuan ini. Praktik pekerjaan sosial terdiri atas
penerapan profesional dari nilai- nilai, prinsip-prinsip, dan teknik-teknikpekerjaan
sosial pada satu atau lebih dari tujuan-tujuan berikut: membantu orang
memperoleh pelayana-pelayan nyata; memberikan konseling dan psikoterapi
untuk individu-individu, keluarga-keluarga, dan kelompok-kelompok; membantu
komunitas atau kelompok memberikan atau memperbaiki pelayanan-pelayanan
sosial dan kesehatan; dan ikut serta dalam proses-proses legislatif yang berkaitan.
Praktik pekerjaan sosial memerlukan pengetahuan tentang perkembangan dan
Universitas Sumatera Utara
perilaku manusia; tentang institusi-institusi sosial, ekonomi dan kultural; dan
tentang interaksi antara semua faktor ini.
Siporin(dalam Fahrudin 2012:61) mendefenisikan pekerjaan sosial sebagai
berikut: Sebagai metode kelembagaan sosial untuk membantu orang untuk
mencegah dan memecahkan masalah-masalah sosial mereka, untuk memulihkan
dan meningkatkan keberfungsian sosial mereka. Lebih lanjut Siporinmenyatakan
bahwa pekerjaan sosial adalah suatu institusi sosial, suatu profesi pelayanan
manusia, dan suatu seni praktik teknis dan ilmiah.
Fungsi- fungsi inti dan pelayanan- pelayanan pertolongan khusus dalam
sistem kesejahteraan sosial dilaksanakan oleh anggota- anggota profesi pekerjaan
sosial dalam bentuk apa yang disebut sebagai praktik pekerjaan sosial. Defenisi
pekerjaan sosial internasional yang baru yang diterima oleh The International
Federation of Social Workers (IFSW) dan dibenarkan oleh NASW adalah sebagai
berikut:Profesi pekerjan sosial meningkatkan perubahan sosial, pemecahan
masalah
dalam
hubungan-hubungan
manusia
serta
pemberdayaan
dan
pembebasan orang untuk meningkatkan kesejahteraan. Dengan menggunakan
teori-teori perilaku manusia dan sistem sosial, pekerjaan sosial melakukan
intervensi pada titik-titik tempat orang berinteraksi dengan lingkungannya.
Prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan sosial merupakan dasar bagi
pekerjaan sosial (Fahrudin, 2012:60-62).
11
Universitas Sumatera Utara
2.2. Metode Pekerja Sosial
Pengertian metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai
tujuan yang ditentukan. Sedangkan menurut Departeman sosial. Metode adalah
suatu prosedur kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan oleh pekerja
sosial dalam pelayanan sosial. Sedangkan Concise Oxford dictionarymerumuskan
metode sebagai suatu bentuk prosedur tertentu dalam setiap cabang kapasitas
mental. Metode ini dipakai bila sesuai dan berhubungan dengan masalah yang
dipecahkan. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan metode adalah serangkaian cara kerja atau prosedur kerja yang
teratur dan sistematis yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan
sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan. Dengan demikian yang dimaksud
metode pekerja sosial adalah serangkaian cara kerja atau prosedur yang teratur
dan sistematis yang dilaksanakan oleh pekerja sosial dalam memberikan
pelayanan sosial kepada klien sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan
secara efektif.
Praktik pekerjaan sosial (Hermawati,32:2001) terdapat dua jenis metode
yaitu metode pokok dan metode bantu. Metode pokok berkenanaan dengan
pengetahuan dan pelayanan langsung kepada klien, sedangkan metode bantu
berkenaan dengan pengaturan pelayanan dan tidak langsung kepada klien.
2.2.1. Metode Bimbingan Sosial Perorangan (Social Case Work)
Definisi Bimbingan Sosial Perorangan tersebut tampak bahwa masingmasing ahli mempunyai penekanan tersendiri sehingga tidak sama antara satu
dengan yang lain. Friedlander pengetahuan dan keterampilan pekerjaan sosial.
12
Universitas Sumatera Utara
Meskipun demikian, secara menekankan pada cara menolong individu dengan
konsultasi; Helen Jaspan (dalam Huraerah,2001:33) menekankan pada proses
pemberian proses pemberian pertolongan yang didasarkan pada minat; dan
Bowers menekankan pada seni menolong dengan memadukan antara metode dari
ketiga ahli tersebut sama, yaitu memberikan pertolongan kepada individu atau
perorangan.
Individu dapat mencapai kehidupannya yang lebih baik, dalam arti lebih
memuaskan atau bermanfaatlebih dapat menolong dirinya sendiri; tidak
tergantung pada orang lain (mandiri) dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosialnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud Bimbingan
Sosial Perorangan serangkaian cara kerja atau prosedur yang teratur dan
sistematik untuk menolong individu yang mengalami permasalahn sosial yang
mengalami permasalahan sosial sehingga semua permasalahan tersebut dapat
diatasi dengan baik dan individu yang bersangkutan dapat melaksanakan tugatugas
kehidupan
serta
fungsi
sosialnya
secara
lebih
baik
pula
(Hermawati,2001:35).
1. Prinsip Praktik Bimbingan Sosial Perorangan
Prinsip praktik bimbingan sosial perorangan ada dua macam. Pertama,
prinsip umum, yaitu prinsip yang digunakan untuk semua jenis Pekerjaan
Bimbingan Sosial Perorangan. Kedua, prinsip yang hanya dipergunakan
sesuai dengan masalah yang dihadapi klien.
a. Prinsip Umum (General Principles)
13
Universitas Sumatera Utara
1) Prinsip Penerimaan.Pekerja sosial hendaknya dapat menerima klien
secara apa adanya lengkap dengan kelebihan dan kekuranganya,serta
menghargai dan menghormatinya secara manusiawi.
2) Prinsip Hubungan. Pekerja sosial hendaknya dapat menciptakan
hubungan yang harmonis dengan klien sehingga klien dipercaya dan
bersedia mengungkapkan permasalahan, situasi, dan kondisi yang
dialami dan dirasakannya secara terbuka. Pekerja sosial juga dapat
menjelaskan peranannya dan peranan (posisi) klien dalam proses
pemecahan masalah yang akan dilaksanakan bersama klien.
3) Prinsip Individualisasi. Pekerja sosial hendaknya dapat memandang
dengan memperlakukan klien sebagai suatu pribadi unik yang berdiri
sendiri dan berbeda dengan klien lain. Pekerja sosial hendaknya
memilih tindakan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
klien dan faktor-faktor yang mempengaruh serta mempertimbangkan
kekhususan yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan.
4) Prinsip Partisipasi. Pekerja sosial hendaknya dapat mengikutsertakan
klien secara aktif dalam usaha pertolongan yang dilakukan dengan
cara memanfaatkan potensi atau kemampuan yang dimilki klien
secara optimal. Pekerja sosial perlu selalu membimbing,mendorng
dan
menimbulkan
semangat
klien
untuk
menentukan
permasalahannya sendiri, memilih cara- cara penyelesaian yang
sesuai dengan dirinya; serta mendukung kegiatan yang dilaksanakan
pekerja sosial karena dirinya selalu dilibatkan dalam semua proses
kegiatan.
14
Universitas Sumatera Utara
5) Prinsip Kerahasiaan. Pekerja sosial hendaknya dapat menyimpan
atau merahasiakan keterangan yang diberikan klien dan tidak
memberitahukan (membicarakannya) kepada siapapun tanpa se izin
klien yang bersangkutan. Jika pekerja sosial merasa memerluka
keterangan dari orang lain, maka ia harus minta izin secara tertulis
dari klien dan keterangan ini juga harus dirahasiakan.
6) Prinsip Kesadaran Diri Pekerja Sosial. Pekerja sosial hendaknya
menyadri bahwa ia adalah seorang pekerja sosial yang sadar akan
kedudukannya sehingga dalam keadaan bagaimanapun tidak
terpengaruh oleh klien yang dapat berakibat tidak baik bagi
pekerjaannya.
b. Prinsip khusus (Differential principles)
1) Mengubah keadaan sekeliling dan mendorong ego. Untuk mengatasi
permasalahan klien, pekerja sosial dapat mengadakan perubahan
atau perbaikan keadaan di sekitar klien yang mempengaruhi tingkah
lakunya, atau yang menyebabkan kliennya mengalami permasalahan.
Di samping itu, pekerja sosial juga harus mampu mengubah
kepribadian klien yang menyebabkannya bermasalah sehingga klien
mendapatkan keseimbangan antara keadaan dirinya dan situasi sosial
yang mempengaruhi tingkah lakunya.
2) Penjelasan efek dan tingkah laku. Pekerja sosial hendaknya dapat
menjelaskan kepada klien tentang keadaan, persoalan, serta kejadiakejadian yang dialaminya sehinggga klien memahami permasalahan
dan efek tindakan atau tingkah lakunya terhadap dirinya sendiri,
15
Universitas Sumatera Utara
keluarga, dan masyarakat. Dengan pemahaman yang baik terhadap
efek dan tingkah lakunya, pekerja sosial dapat embantu klien untuk
mengubah persepsi dan kebiasaanya dalam bertingkah laku sehingga
diperoleh keseimbangan dan penyesuaian yang lebih baik.
3) Mengungkapkan penyebab tingkah laku yang dilupakan. Pekerja
sosial hendaknya mampu mendorong klien menyadari sebab-sebab
dari tingkah laku atau kejadian- kejadian yang menggoncangkannya
di masa lalu yang sebagian terlupakan, tetapi masih muncul dan
mempengaruhi perasaan, persepsi, dan tingkah lakunya hingga
sekarang.
2. Teknik Pertolongan Bimbingan Sosial Perorangan
Tenik Pertolongan Bimbingan Sosial Perorangan diterapkan setelah terlebih
dahulu pekerja sosial memahami secara mendalam permasalahan yang
dialami klien dan situasi yang mempengaruhinya; memahami kemauan dan
keinginan
klien
serta
potensi
yang
dimilikinya
untuk
mengatasi
permasalahan; dan memahami kelemahan yang dimilki klien. Ada empat
macam teknik pertolongan dalam Bimbingan Sosial perseorangan yaitu
sebagai berikut:
a. Mengubah keadaan sekeliling, yaitu mengubah keadaan di sekitar klien,
baik yang bersifat fisik atau psikis yang mempengaruhi timbulnya
permasahan klien. Dengan demikian, klien dapat menyesuaikan diri
dengan keadaan tersebut secara lebih baik.
16
Universitas Sumatera Utara
b. Memberikan dorongan, yaitu memberi perhatian dan semangat kepada
klien sehingga klien dapat mengatahui cara- cara dalam memecahkan
masalah.
c. Menjelaskan persoalan, yaitu memberikan penjelasan kepada klien
tentang masalah yang dihadapi dan kenyataan yang sebebnarnya secara
ilmiah, logis,dan objektif sehingga mudah diterima dan dipahai oleh
klien.
d. Interpretasi, yaitu memberikan penjelasan secara mendalam tentang suatu
persoalan sehingga klien dapat memahami dengan baik persoalan yang
dialami. Pekerja sosial perlu mempunyai pengertian yang mendalam
terhadap klien dan penderitanya sehingga dapat mendiagnosis dan
mendorong klien dengan tepat.
3. Tahapan dan Proses Bimbingan Sosial Persorangan
a. Tahap Pengumpulan Data
Tahap ini merupakan upaya untuk mengumpulkan data atau keterangan
yang sebanyak-banyaknya tentang klien sehingga dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam membuat diagnosis permasalahan klien. Cara yang
ditempuh untuk mengumpulkan data ini melalui survei, penelitian,
penyelidikan, atau tanya jawab (interview).
b. Tahap Diagnosis
Tahap diagnosis merupakan upaya untuk menentukan apa yang harus
dikerjakan pekerja sosial dalam menolong klien. Cara yang ditempuh
adalah
dengan
manganalisis
data
yang
terkumpul,
menetapkan
permasalahan, dan menyusun rencana kerja kegiatan pertolongan yang
17
Universitas Sumatera Utara
akan dilakukan untuk membantu klien melalui Bimbingan Sosial
Perseorangan.
c. Tahap Penyembuhan
Tahap penyembuhan merupakan upaya untuk memberikan Pelayanan
Bimbingan Sosial Perseorangan kepada klien sesuai perencanan yang
dibuat hingga masalah yang dihadapi klien dapat teratasi.
4. Penerapan Metode Bimbingan Sosial Perseorangan melalui Case Study
Inti metode Bimbingan Sosial Perseorangan adalah suatu upaya untuk
membantu individu yang mengalami permasalahan dengan cara wawancara secara
pribadi antara klien dan pekerja sosial melalui tatap muka secara langsung ( face
to face). Dengan cara itu akan tumbuh saling percaya dan kerja sama yang baik
antara kedua belah pihak dalam mengatasi permasalahn yang ada sehingga dapat
digali informasi yang mendalam tentang klien, baik karakteristik, permasalahanpermasalahan yang dihadapi, situasi sosial yang mempengaruhi, maupun potensipotensi yang dimilki untuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Jadi, faktor utama yang menentukan keberhasilan metode ini terletak pada
kemampuan pekerja sosial dalam menjalin hubungan baik dengan klien dan
kemampuan menggali permasalahn yang ada.
Setelah permasalahan itu dapat diagnosis dengan tepat, cara yang paling
tepat adalah melalui studi kasus (case study). Dengan demikian, bimbingan sosial
perseorangan yang baik harus didasarkan pada keterangan dan fakta tentang
permasalahan yang dihadapi klien yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
klien atau orang lain yang diperlukan. Hasil wawancara yang tersususun secara
18
Universitas Sumatera Utara
teratur dan logis dalam menarik kesimpulan ini disebut case study yang
merupakan titik pangkal dalam usaha menolong klien.
2.2.2. Metode Bimbingan Sosial Kelompok (Social Group Work)
Friedlander (1965) mengemukakan bahwa pekerja sosial kelompok bekerja
dengan berbagai cara agar pergaulan di dalam kelompok dan kegiatan kerja
kelompok dan membantu perkembangan para individu anggota kelompok dan
membantu mencapai tujuan sosial yang dikehendaki.
1. Komponen Bimbingan Sosial Kelompok
Bimbingan sosial kelompok memiliki beberapa komponen yang saling
berkaitan erat satu sama lain, yaitu sebagai berikut:
a. Penyandang masalah, yaitu individu yang terkait dalam kelompok
b. Permasalahan yang dihadapi
c. Tempat untuk memecahkan masalah
d. Pekerja sosial tenaga profesional yang membantu memecahkan masalah.
Klien atau penyandang masalah yang ditangani melalui Bimbingan Sosial
Kelompok adalah individu yang tekait menjadi kelompok (anggota
kelompok) dan mengalami permasalahan di dalam kehidupan kelompoknya,
seperti tidak dapat bekerja sama dengan anggota kelompok lain, tidak bisa
menyasuaikan diri dengan norma-norma kelompoknya, merasa rendah diri,
minder, dan kurang percaya diri, merasa frustasi karena tidak bisa mengikuti
kegiatan kelompoknya, terjadi ketegangan antar anggota, ada masalah
dalam kelmpok yang belum terpecahkan, dan sebagainya.
2. Prinsip Bimbingan Sosial Kelompok
19
Universitas Sumatera Utara
Dalam melaksanakan Bimbingan Sosial Kelompok, terdapat dua prinsip
yang bersifat umum dan khusus. Prinsip umum merupakan dasar
pelaksanaan praktik pekerjaan sosial pada umumnya, sedangkan prinsip
khusus berkaitan langsung dengan prinsip yang diterapkan pada praktik
Metode Bimbingan Sosial Kelompok.
a. Prinsip umum (General Principles)
1) Keyakinan bahwa setiap manusia memiliki kehormatan diri,
kemuliaan, dan kesempurnaan yang harus dihargai dan dijunjung
tinggi.
2) Keyakinan bahwa setiap manusia yang memiliki penderitaan pribadi,
ekonomi, dan sosial mempunyai hak untuk menentukan sendiri apa
yang menjadi kebutuhannya dan bagaimana cara mengatasinya.
3) Keyakinan bahwa setiap manusia memiliki kesempatan yang sama,
yang hanya dibatasi oleh kemampuan masing-masing.
4) Keyakinan bahwa ketiga prinsip umum tersebut berhubungan dengan
tanggung jawab sosial terhadap dirinya, keluarga, dan masyarakat.
b. Prinsip umum (Differential Khusus)
Menurut H.B Trecker (1948), prinsip khusus Bimbingan Sosial
Kelompok adalah sebagai berikut:
1) Prinsip pembentukan kelompok yang terencana
2) Prinsip tujuan khusus
3) Prinsip hubungan petugas kelompok yang bertujuan
4) Prinsip individualisasi yang terus-menerus
5) Prinsip interaksi kelompok yang terpimpin
20
Universitas Sumatera Utara
6) Prinsip demokrasi yang menentukan keinginan kelompok sendiri
7) Prinsip fungsi organisasi yang fleksibel
8) Prinsip pengalaman program yang progresif
9) Prinsip penggunaan sumber
3. Teknik Bimbingan Sosial Kelompok
Bimbingan Sosial kelompok berusaha membantu individu yang menjadi
anggota kelompok untuk mencapai kemajuan secara optimal sehingga
kelompok tersebut mengalami kemajuan seperti yang diharapkan.
Dalam rangka perkembangan pribadi dan kelompok itulah diperlukan
teknik tertentu dalam Bimbingan Sosial Kelompok. Teknik yang
dimaksud adalah:
a. Diskusi merupakan percakapan informal antara dua orang atau lebih
tentang topik tertentu sehingga diperoleh berbagai pendapat,informasi,
dan pengalaman yang beragam, yang pada akhirnya dapat diperoleh
kesimpulan tentang topik yang dibicarakan.
b. Role playing (Permainan Peran) adalah suatu teknik yang dilaksanakan
dengan memainkan peranan tertentu seperti peran sesungguhnya dengan
tujuan memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk
mempraktikkan bagaimana semestinya bersikap atau bereaksi bila di
hadapkan kepada suatu masalah.
c. Studi kasus adalah kumpulan dari semua bahan (informasi) maupun fakta
yang berguna untuk memberikan suatu gambaran yang diperluan dalam
memahami orang yang terlibat dalam suatu kasus atau permasalahan.
21
Universitas Sumatera Utara
d. Brain Storming adalah suatu teknik untuk menyampaikan ide (gagasan)
dengan cara langsung, spontan, dan cepat dalam rangka memacahkan
masalah.
e. Interview kelompok adalah wawancara yang dilakukan sekelompok
anggota dengan harapan setelah kegiatan wawancara selesai akan
diperoleh bahan atau keterangan yang berguna untuk memecahkan
masalah.
Tahapan dalam proses Bimbingan Sosial Kelompok
a. Tahap Pengumpulan Data (Fact Finding)
b. Tahap Diagnosis
c. Tahap penyembuhan (Treatment)
4. Penerapan Metode Bimbingan Sosial Kelompok
Sasaran Bimbingan Sosial Kelompok adalah individu dan kelompok
sehingga bimbingan sosial yang diberikan pekerja sosial kepada mereka
hendaknya memperhatikan kedua unsur tersebut, yakni dinamika individu
dan kelompok. Penerapan metode Bimbingan Sosial Kelompok ini adalah
sebagai berikut.
a. Tahap Pengumpulan Data
b. Tahap Diagnosis
c. Tahap Penyembuhan
4.2.2. Metode Bimbingan Sosial Masyarakat (Social Community Organization)
Metode Bimbingan Sosial Masyarakat adalah badan-badan sosial yang tidak
memberika bantuan langsung kepada individu dan kelompok sosial, tetapi
dibentuk dengan tujuan untuk membantu, merencanakan, serta membiayai
22
Universitas Sumatera Utara
lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat menurut Friedlander dalam
Hermawati (2005:66).
1. Fungsi bimbingan sosial masyarakat
a. Pengumpulan Data (Fact Finding)
b. Pengembangan Program (program Developmental)
c. Patokan (standart)
d. Pengkoordinasian (Coordination)
e. Pendidikan (Education)
f. Dukungan dan Partisipatif (Support and Participation)
2. Prinsip Bimbingan Sosial Masyarakat
Metode Bimbingan Sosial Masyarakat memiliki prinsip umum dan prinsip
khusus yang menjadi dasar dalam pelaksanaan praktik pekerjaan sosial.
3. Teknik Bimbingan Sosial Masyarakat
Dalam melaksanakan Bimbingan Sosial Masyarakat diperlukan teknik
tertentu. Arthur Dunham (dalam Hermawati 2005:76), mengemukakan
empat metode teknik Bimbingan Sosial Masyarakat sebagai berikut:
a. Programming
b. Koordinasi dan Intergrasi
c. Pendidikan dan Promosi
d. Financing
4. Tahapan dalam Bimbingan Sosial Masyarakat
Menurut W.A Friedlander dalam Hermawati (2005:78), Metode Bimbingan
Sosial Masyarakat berlangsung dari proses permulaan hingga proses
terakhir seperti yang terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu sebagai berikut:
23
Universitas Sumatera Utara
a. Tahap penyelidikan
b. Tahap Diagnostik
c. Tahap Perencanaan
d. Tahap Pelaksanaan atau Tindakan
e. Penerapan Metode Bimbingan Sosial Masyarakat.
2.3 Konsep Anak
2.3.1 Pengertian Anak
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan
tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki
peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan
eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Ketentuan Pasal 28B ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk didalamnya hak
asasi Anak yang ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan
Hak Anak dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahu 1945 dan
beberapa persatuan perundanng-undangan yang baik yang bersifat nasional maupu
yang bersifat internasional. Jaminan ini dikuatkan melalui rativikasi konvensi
internasional tentang hak Anak, yaitu pengesahan Konvensi Anak melalui
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On
The Rights Of The Child ( Konvensi Tentang Hak Anak).
24
Universitas Sumatera Utara
Kesejahteraan anak adalah hak asasi anak yang harus diusahakan bersama.
Pelaksanaan pengadaan kesejahteraan bergantung pada partisipasi yang baik
antara objek dengan subjek dalam usaha pengadaan kesejahteraan anak tersebut.
Kesejahteraan dalam suatu masyarakat yang merata akan membawa akibat yang
baik pada keamanan dan stabilitas suatu masyarakat, yang selanjutnya akan
mempengaruhi pembangunan yang sedang diusahakan dalam masyarakat tersebut.
Pengadaan Kesejahteraan anak merupakan suatu kewajiban asasi setiap anggota
masyarakat yang harus didasarkan pada setiap anggota masyarakat. Pengahalang
kesejahteraan anak dengan perspektif kepentingan nasional masyarakat yang adil
dan makmur spiritual dan material, adalah sutu penyimpangan yang mengandung
faktor-faktor
kriminogen
(menimbulkan
kejahatan)
atau
viktimogen
(
menimbulkan korban) (Gosita, 2009:238).
2.3.2. Hak-Hak Anak
Berdasarkan Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak perubahan atas Undang-undang No.23 Tahun 2002, dijelaskan mengenai
penyelenggaraan perlindungan anak dalam rangka kesejahteraan anak. Ada empat
pemenuhan kesejaheraan anak yang wajib diperhatikan pemerintah yaitu:
1.Agama
Pasal 43 dijelaskan bahwa negara, pemerintah, masyarakat,keluarga, orang
tua, wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungan anak dalam memeluk
agamanya. Perlindungan anak memeluk agamanya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi pembinaan, pembimbingan, dan pengalaman agama
bagi anak.
25
Universitas Sumatera Utara
2.Kesehatan
Pasal 44 dijelaskan bahwa pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan
meyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar
setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam
kandungan; penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan uapaya kesehatan
secara komprhensif sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh
peran serta masyarakat; upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan. Upaya
kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diselenggarakan secara cuma-cuma bagi keluarga yang tidak mampu. Serta,
dipasal
46,
negara,
pemerintah,
keluarga,
dan
orang
tua
wajib
mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang
mengancam hidup dan menimbulkan kecatatan.
3.Pendidikan
Pasal 48 dijelaskan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan
dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Di pasal 49, negara,
pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
Sedangkan
pendidikan yang dimaksud dalam pasal 48 diarahkan pada pendidikan yang
a) Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan
mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal;
b) Pengembangan penghormatan atas hak asas; manusia dan kebebasan asai;
26
Universitas Sumatera Utara
c) Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan
nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional di mana anak bertempat tinggal,
dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yag berbeda-beda dari
peradaban sendiri;
d) Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab;
e) Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.
4.Sosial
Pasal 55 juga dijelaskan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan
pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun
luar lembaga; penyelenggaraan pemeliharaan dapat dilakukan oleh lembaga
masyarakat; Untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak
terlantar, lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat, dapat melakukan
kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait; Dalam hal penyelenggaraan
pemeliharaan dan perawatn pengawasannya dilakukan oleh Menteri Sosial.
Sedangkan
di
pasal
56
disebutkan
bahwa
Pemerintah
dalam
menyelenggarakan pemeliharaan a. Berpartisipasi; b.bebas menyatakan
pendapat dan berpikir sesui hati nurani dan agamanya; c. Bebas menerima
informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapanusia dan perkembagan
anak;
d.
Bebas
berserikat
dan
berkumpul;
e.
Bebas
beristirahat,bermain,berekreasi, berkreasi, dan berkarya seni budaya; dan f.
Memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan
keselamatan (Gautama, 2000: 22).
27
Universitas Sumatera Utara
2.4. Anak yang Berhadapan dengan Hukum
2.4.1. Pengertian Anak yang Berkonflik dengan Hukum
Konvensi Hak-hak anak tidak menyebutkan istilah anak yang berkonflik
dengan hukum (Children in Conflict with the law). Anak yang berkonflik dengan
hukum adalah anak yang menjadi tersangka, terdakwa, dan terpidana dalam suatu
sistem peradilan pidana. Dalam sistem Hukum pidana Indonesia, istilah anak yang
berkonflik dengan hukum baru muncul dalam Undang-Undang nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang ini tidak memberikan
Defenisi khusus tetapi pasal 64 ayat 1 menyebutkan bahwa perlindungan hukum
bagi anak yang berhadapan dengan hukum meliputi anak yang berkonflik dengan
hukum dan anak korban tindak pidana (Aviandari,2010:3).
Anak-anak yang mengahadapi kelaparan dan kemiskinan menjadi korban
kekerasan dalam keluarga atau penyalahgunaan, penelantaran, atau eksploitasi
serta mereka yang dihadapkan pada kekerasan, alkohol, menjadi korban
penyalahguanaan obat dan lain-lain pada umumnya terpaksa berhadapan dengan
hukum. Anak-anak ini mungkin tidak cukup mengembangkan kemampuan dan
keterampilan untuk dapat memecahkan masalah dengan positif. Mereka pada
umumnya berhubungan dengan kenakalan atau lebih jauh pada kejahatan atau
tindak pidana (Mulia, 2011).
Jika kita menyimak dalam pasal 6 UU No.3/1997 disebutkan, “hakim,
penuntut, penyidik, dan penasehat hukum serta petugas lainnya dalam sidang anak
tidak memakai toga atau pakaian dinas”. Hal ini penting karena anak berbeda
dengan orang dewasa yang membutuhkan penanganan yang berbeda pula. Namun
kenyataanya, umunya hakim menggunakan toga pada sidang anak. Sedangkan
28
Universitas Sumatera Utara
pasal 8 ayat 1 samapai 4 disebutkan, “hakim memeriksa anak dalam sidang
tertutup hanya dapat dihadiri oleh anak yang bersangkutan beserta orang tua, wali,
atau orang tua asuh. Penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan serta
orang-orang tertentu atas izin hakim dan majelis hakim”.
Undang-undang
Nomor
3
Tahun
1997
tentang
pengadilan
anak
dimaksudkan untuk melindungi dan mengayomi Anak yang berhadapan hukum
agar dapat menyonsong masa depannya yang masih panjang serta memberi
kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan agar diperoleh jati dirinya untuk
menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi diri
sendiri,keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pelaksanaanya anak yang
berhadapan dengan hukum cenderung merugikan anak dimana undang-undang
tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum
komprehensif memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan
dengan hukum (undang- undang RI tentang pidana anak).
Pasal 64 UU No. 23/2002 disebutkan perlindungan khusus bagi anak yang
berhadapan dengan hukum meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan
anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah
dan masyarakat (ayat 1) perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban
tindak pidana dilaksanakan melalui a) upaya rehabilitasi, baik dalam lemabaga
maupun luar lembaga, b) upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui
media massa dan untuk menghindari lebelisasi, c) pemberian jaminana
keselamatan bagi saksi dan korban dan saksi ahli, baik fisi, mental, maupun sosial
dan
d)
pemberian
aksebilitas
untuk
mendapatkan informasi
mengenai
perkembangan perkara (Ghufran, 2015: 208).
29
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Penyebab Anak berhadapan dengan hukum
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak berhadapan dengan hukum
meningkat dari tahun ke tahun, antara lain:
1. Kemiskinan
Faktor ini merupakan persoalan struktural yang hingga sekarang belum ada
resep yang tepat untuk memperbaikinya. Dimana ketika negara tidak bisa
menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup dan pendapatan yang layak
bagi orang tua yang mempunyai anak banyak maka anak-anaknya menjadi
putus sekolah. Karena pendidikan rendah dan si anak mencari pekerjaan
yang serabutan yang penting dapat duit kemudian bisa memenuhi kebutuhan
hidupnya. Apakah supaya nampak teman-temannya hebat dan bisa makan di
rumah makan yang enak dan setiap bulan membeli pakaian yang cantik dan
bersifat konsumtif. Karena tidak mampu menahan nafsu yang konsumtif dan
ketiadaan uang sehingga di sisi lain kadang- kadang membuat perampoka
bahkan sampai ada yang nekat membunuh korbannya untuk mendapatkan
baang atau kebutuhan yang diinginkannya.
2. Lingkungan keluarga
Permasalahan anak bersumber dari masalah- masalah keluarga. Ketika
orang tua mendidik anak terlalu keras sampai-sampai melakukan pemukulan
sehingga antara anak dan orang tua saling bermusuhan. Selain itu juga ada
ketidak pedulian dari orang tua terhadap nasib anaknya, sehingga begitu
mudahnya membiarkan anak bergaul dengan orang-orang yang prilakunya
menyimpang. Tidak adanya kontrol dan rasa tidak disayang orang tua inilah
30
Universitas Sumatera Utara
yang mendoronga anak sejak kecil sudah terbiasa untuk keluyuran dan
bergabung dengan teman-teman mereka yang sudah dewasa. Dari sinilah
awal mulainya si anak belajar keberanian untuk melakukan tindakan yang
melanggar hukum.
3. Kehadiran Geng
Bergabungnya anak-anak dengan Geng merupakan pilihan bagi anak yang
bermasalah dengan keluarga. Semakin sibuknya orang tua sehingga tidak
sempat lagi memperhatikan kegiatan anaknya sehari- hari membuat anaknya
mencari kelompok yang bisa mampu menjadi tempat ngobrol dan curahan
hati si anak. Geng telah menjadikan anak semakin berani untuk berbuat
nakal bahkan melakukan kejahatan. Dari Geng inilah melatih dirinya untuk
melakukan kenakalan dan lama-lama semakin berani dengan bentuk kualitas
kenakalan yang lebih tinggi.
4. Peran Aparat penegak hukum
Kasus yang pernah ditangani aparat penegak hukum cenderung lebih
membantu anak perilaku nakal dari pada mencegahnya (mereka berkolusi).
Disamping itu aparat penegak hukum juga sering melakukan tindakan
kekerasan terhadap anak yang dijadikan sebagai tersangka, padahal kesalah
yang dilakukan anak tersebut hanyalah mengetahui suatu kejadian tindak
pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Kasus seperti ini pernah
didampingi sampai ketingkat Pengadilan di wilayah hukum Nanggroe Aceh
Darrussalam. Perlakuan yang diberikan terhadap anak tentu sangat berat
baginya untuk menjalani hidup selanjutnya.karena hal ini merupakan
pengalaman yang sangat buruk bagi anak dan ini bisa membuat mereka jadi
31
Universitas Sumatera Utara
tidak jera, sebab bagi mereka sudah menganggap resiko (Pusat Kajian
Perlindungan Anak).
Menurut Robert M.Z.Lawang (2010), penyimpangan perilaku adalah semua
tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial
dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dari sitem itu untuk
memperbaiki perilaku menyimpang.
Macam-macam bentuk penyimpangan perilaku secara indivisual:
1.
Penyalahgunaan narkoba.
2.
Pelacuran
3.
Penyimpangan
Seksual
(homo,
lesbian,
boseksual,
paedofil,
sodomi,zina, seks bebas, transeksual).
4.
Gaya hidup ( wanita berpakaian minimalis di tempat umum, pria
beranting, suka berbohong, dan sebagainya).
2.5 Perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum
Pemahaman dan pemenjaraan terhadap anak-anak terutama yang terkait
kasus pidana mendapatkan perhatian banyak pihak. Pasalnya, sejumlah instrumen
mensyaratkan penangkapan, penahanan, dan pemenjaraan merupakan langkah
terakhir, bukan langkah pertama sebagaimana yang terjadi selama ini.
Bagaimanapun anak mempunyai potensi dan peluang yang besar untuk menjadi
lebih baikdan tidak melakukan lagi perbuatannya. Penangkapan, penahanan, dan
pemenjaraan hanya menutup ruang anak untuk menjadi lebih baik. di dalam sel
penjara, anak-anak belajar menjadi penjahat kelas kakap, baik dari sesama anak
32
Universitas Sumatera Utara
maupun orang dewasa. Karenanya sel dan penjara merupakan sekolah terbaik yag
menghasilkan penjahat kelas kakap (Ghufran, 2015: 209).
Perhatian bangsa dan negara Republik Indonesia terhadap eksistensi Anak
haruslah mejadi perhatian yang serius jika bangsa dan negara Indonesia mau
diperhitungkan oleh bangsa dan negara lain di dunia. Apalagi sudah ada kriteria
suatu bangsa atau negara yang bisa dikatakan menghormati hak suatu manusia
yang namanya “anak” yaitu dengan adanya Konvensi Anak-Anak yang
diratifikasi oleh Presiden Republik Indonesia oleh Keppres No. 36 tahun 1990
bertanggal 29 Agustus 1990.
Sesungguhnya pembangunan terhadap anak terdiri dari tiga kegitana utama
yaitu, pebinaan, pengembangan, dan perlindungan. Pebinaaan anak adalah suatu
usaha untuk membedakan yang terbaik bagi pertumbuhannya. Pengembangan
adalah menumbuhkan seluruh kemampuan dan bakatyang terkandung dalam diri
anak. Sedangkan perlindungan segala kegiatan untuk menjaga agar anak dapat
tumbuh dengan wajar secara lahir dan batin serta bebas dari segala bentuk
ancaman, hambatan dan gangguan.
Anak-anak yang mengahadapi kelaparan dan kemiskinan, menjadi korban
kekerasan dalam keluarga atau penyalahgunaan, penelantaran, eksploitasi serta
mereka
yang
dihadapkan
pada
kekerasan,
alkohol,
menjadi
korban
penyalahgunaan obat dan lain-lain pada umumnya terpaksa berhadapan dengan
hukum. Anak-anak ini mungkin tidak cukup mengembangkan kemampuan dan
keterampilan untuk dapat memecahkan masalah secara positif. Mereka pada
umumnya berhubungan dengan teman-teman atau orang-orang yang memiliki
tingkah laku yang mengarah pada kenakalan atau lebih jauh kepada kejahatan,
33
Universitas Sumatera Utara
atau tindak pidana. Banyak anak-anak tersebut putus sekolah dan sering kali
mereka tidak mendapat pengaruh positif lain yang dapat mengembalikan mereka
ke jalan positif pula (Pusat Kajian Perlindungan Anak).
2.6. Pendekatan Pekerja sosial dalam Penanggulangan Kenakalan Anak
Pendekatan pekerja sosial dalam penanggulangan anak nakal dapat disimak
dari Pendapat Friedlander (dalam Huraerah 2006: 99), sebagai berikut :
1.
Profesi pekerja sosial menyebutkan bahwa, anak dan remaja membutuhkan
batuan untuk menghidarkan diri dari perilaku anti sosial, baik mereka yang
akan diajukan ke pengadilan ataupun tidak. Pekerja sosial membantu
mereka untuk menyesuaikan diri dengan tradisi tradisional maupun perilaku
sosial yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
2. Anak yang berperilaku menyimpang tidak dapat diperlakukan sama, karena
perilaku ini berkembang di lingkungan yang berbeda. Perilaku menyimpang
dapat saja anak harus berhubungan dengan lembaga sosial atau polisi dan
dia kepengadilan. Pekerja sosial membantu sebab anak sebelum anak
mengalami kesulitan karena perilakunya.
Mengenai anak-anak yang berkonflik dengan hukum begitu KHA
menyebutnya, di Indonesia telah di sahkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang pengadilan Anak. Dalam UU disebutka bahwa pidana penjara yang
dijatuhkan pada anak paling lama seperdua dari maksimum ancaman pidana orang
dewasa. Alasan dibuat batas seperti ini karena sebagian anak-anak mereka masih
mempunyai masa depan dan usia yang panjang untuk memperbaiki kesalahan
yang dilakukannya. Anak yang berkonflik dengan hukum, tetap saja rentan
34
Universitas Sumatera Utara
terhadap perlakuan salah atau tindakan kekerasan dari aparat hukum. Mereka tetap
saja mengalami perlakuan tidak menusiawi, seperti mendapat perlakuan kejam
saat ditahan atau ketika menjalani pemeriksaan di kepolisian, dan lain-lain
(Huraerah, 2006 : 99-101).
2.7. Penelitian Terdahulu
Penelitian memaparkan dua penelitian terdahulu yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti. Penelitian terdahulu milik Syamsudin (2012) yang
berjudul “ Memahami dimensi spritualitas dalam praktek pekerja sosial”. Kajian
ini merupakan kajian literatur yang bertujuan untuk memberikan sumbangan
pemikiran terhadap pentingnya menggali aspek klien, untuk meningktkan
pengetahuan akan dalam memberikan pelayanan adalah penting juga pekerja
sosial mendapatkan pelatihan tertentu untuk mengahadapi isu spritualitas secara
profesional.
Penelitian yang dilakukan oleh Mulia Astuti Disertasinya berjudul “ Anak
berhadapan hukum ditinjau dari pola asuh dalam keluarga”. Metode yan
digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus terhadap keluarga dengan anak
yang berhadapan hukum. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara mendalam dengan orang tua, masyarakat dan studi dokumentasi. Anak
menjadi nakal karena pengasuhan dalam keluarga yang diterima anak tidak sesuai
dengan kaedah pola asuh yang baik.
35
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Pemikiran
Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang seutuhnya. Anak
merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita bangsa, memiliki
peran strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin
keberlangsungan eksisitensi bangsa dan negara di masa depan. Kesejahteraan
anak adalah hak asasi anak yang harus diusahakan bersama yang membawa akibat
yang baik pada keamanan dan stabilitas suatu masyarakat, yang selanjutnya akan
mempengaruhi pembangunan dalam masyarakat.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kenyataannya dewasa ini
pelanggaran hukum yang terjadi dalam masyarakat yang tidak hanya dilakukan
oleh orang tua, dewasa tetapi anak-anak juga sudah berkonflik dengan hukum.
Perkembangan zaman yang semakin maju mengubah perilaku dalam diri anakanak, yang mengakibatkan banyak persoalan yang sedang terjadi yang tidak
sewajarnya dilakukan oleh anak-anak. Salah satu masalah ini diakibatkan oleh
faktor lingkungan yang tidak yang tidak baik mengakibatkan Anak melakukan
tindakan yang melanggar hukum.
Pekerja sosial mampu membantu masalah yang telah terjadi dimana dalam
praktek pekerja sosial yang mempunyai tujuan membatu orang memperoleh
pelayanan-pelayanan nyata, memberikan konseling
untuk individu-individu,
keluarga-keluarga maupun kelompok-kelompok atau memperbaiki pelayananpelayanan sosial dan kesehatan. Sehingga, dalam praktik pekerjaan sosial
diperlukan metode-metode pekerja sosial untuk memudahkan pelaksanaan suatu
36
Universitas Sumatera Utara
kegiatan yang telah ditentukan yang terdiri dari metode bimbingan sosial
perseorangan, metode bimbingan sosial kelompok, metode bimbingan sosial
masyarakat supaya dalam menangani masalah tidak terulang masalah yang
dihadapi antara klien dengan masyarakat.
Menghadapi situasi ini, banyak masyarakat yang gelisah dengan masalah ini
karena anak sebagai penerus cita-cita bangsa dan negara. Karena banyaknya
pelanggaran yang dilakukan oleh anak-anak, mengakibatkan pemerintah turun
tangan dalam menghadapi masalah ini sehingga dibentuk UPT bina anak dan
remaja yang salah satunya menangani anak yang berhadapan dengan hukum
dengan tujuan mengurangi tingkat pelanggaran yag dilakukan oleh anak-anak
yang semakin banyak terjadi karena anak di harapakan menjadi penerus cita-cita
bangsa.
37
Universitas Sumatera Utara
Bagan alur pikir
UPT Pelayanan Anak dan Remaja
Pekerja Sosial
Metode Pekerja Sosial
Bimbingan Sosial Perseorangan
Bimbingan Sosial kelompok
Bimbingan Sosial Organisasi
Anak berhadapan hukum
2.9. Defenisi Konsep
Defenisi konsep merupakan upaya penegasan dan pembatasan makna
konsep dalam suatu penelitian. Dengan kata lain, peneliti berupaya mengiring
pada pemabaca hasil penelitian untuk memaknai konsep sesuai dengan yang
diinginkan dan dimaksudkan oleh peneliti. (Siagian, 2011:138).
Konsep adalah suatu makna yang berada di alam pikiran atau di dunia
kepahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang perkataan
atau kata-kata. Dengan demikian, konsep bukanlah objek gejalanya itu sendiri
konsep adalah suatu hasil pemaknaan di dalam intelektual manusia yang memang
merujuk ke gejala nyata ke alam empiris. Konsep adalah sarana merujuk kedunia
38
Universitas Sumatera Utara
empiris, dan bukan merupakan refleksi sempurna (mutlak) dunia empiris bahkan
konsep bukanlah dunia empiris itu sendiri. (Suyanto, 2005: 49).
Untuk lebih memahami konsep yang digunakan, maka peneliti membatasi
konsep yang digunakan sebagai berikut:
1. Penerapan metode pekerja sosial ini digunakan untuk penanganan anak
berhadapan hukum yang dilakukan oleh UPT pelayanan Anak dan Remaja
di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
2. Anak yang berhadapan dengan hukum berada di UPT pelayanan Anak dan
Remaja di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
39
Universitas Sumatera Utara