Optimasi Penempatan dan Kapasitas Distributed Generation (DG) dengan Menggunakan Artificial Immune Negative Selection

BAB II
DASAR TEORI
2.1.Studi Aliran Daya
Studi aliran daya di dalam sistem tenaga listrik merupakan studi yang
penting.Studi aliran daya merupakan studi yang mengungkapkan kinerja dan
aliran daya (nyata dan reaktif) untuk keadaan tertentu ketika sistem bekerja saat
tunak (steady state).Tujuan utama studi aliran daya adalah untuk menentukan
magnitudo atau besar tegangan, sudut/vektor tegangan, aliran daya aktif dan daya
reaktif pada saluran, serta rugi-rugi daya yang muncul dalam sistem tenaga.
2.1.1. Konsep Perhitungan Aliran Daya
Dalam penyelesaian (perhitungan) sebuah aliran daya, sistem dioperasikan
dalam kondisi/keadaan tunak dan keadaan seimbang. Setiap bus pada suatu sistem
tenaga listrik terdapat daya aktif P, daya reaktif Q, besar tegangan |V|, dan sudut
fasa tegangan δ. Jadi ada setiap bus terdapat empat besaran yaitu P, Q, |V|, dan δ.

Di dalam studi aliran daya, dua dari keempat besaran itu diketahui dan dua yang
lainnya perlu dicari. Berdasarkan hal tersebut diatas, bus-bus dibedakan menjadi
tiga jenis yaitu bus beban, bus generator, dan bus berayun/bus referensi (slack
bus) [4].
1.


Bus beban (Bus P-Q)
Bus beban adalah bus yang tidak memiliki unsur pembangkitan tenaga
listrik/generator dan yang terhubung secara langsung ke beban. Bus beban
sering disebut dengan bus P-Q, karena pada bus beban yang dapat diatur
adalah kapasitas daya yang terpasang. Pada bus ini, selisih daya yang
dibangkitkan oleh generator dengan daya yang diserap oleh beban diketahui
nilainya.Besar nilai P pada bus ini merupakan daya aktif terpasang yang
diukur dalam satuan Watt (W), sedangkan besar nilai Q merupakan daya
reaktif terpasang yang diukur dalam Volt Ampere Reaktif (VAR).Pada bus
ini, nilai P dan Q diketahui besarnya, sementara |V| dan δ harus dicari

(dihitung) berapa nilainya.
2.

Bus generator (Bus P-|V|)

4
Universitas Sumatera Utara

Bus generator atau biasa disebut bus voltage controlled merupakan bus yang

terhubung dengan generator yang dapat dikontrol daya aktif (P) dan tegangan
(|V|) yang biasanya dijaga konstan. Pengaturan daya aktif pada bus ini diatur
dengan mengontrol penggerak mula (prime mover), sedangkan pengaturan
tegangan pada bus ini diatur dengan mengontrol arus eksitasi pada generator.
Oleh karena daya aktif (P) dan tegangan (|V|) dapat dikontrol maka bus ini
sering disebut sebagai bus P-|V|. Pada bus ini, nilai P dan |V| diketahui
besarnya, sementara Q dan δ harus dicari (dihitung) berapa nilainya.

3.

Bus referensi (Slack bus)
Bus referensi (slack bus) adalah sebuah bus generator yang dianggap sebagai
bus utama karena merupakan bus yang memiliki kapasitas daya yang paling
besar. Oleh karena daya yang dapat disalurkan oleh bus ini besar, maka pada
bus ini hanya nilai tegangan |V| dan sudut fasa δ yang bisa diatur, sedangkan

besar daya aktif P dan daya reaktif Q akan dicari dalam perhitungan.
Dalam sistem pemrograman, tipe bus identik dengan kode angka, dimana
kode untuk bus referensi adalah angka 1, kode untuk bus generator adalah angka
2, dan kode untuk bus beban adalah angka 3. Untuk lebih jelasnya, pembagian

tipe dan kode bus dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2. 1Tipe bus dalam sistem tenaga listrik
Nilai yang

Nilai yang

diketahui

dihitung

3

P, Q

|V|, δ

Bus generator

2


P, |V|

Q, δ

Bus referensi

1

|V|, δ

P, Q

Tipe Bus

Kode Bus

Bus beban

5

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Persamaan Aliran Daya
Sistem tenaga listrik tidak hanya terdiri dari dua bus, melainkan terdiri dari
beberapa bus yang saling interkoneksi satu sama lainnya. Daya listrik yang
diinjeksikan oleh generator kepada salah satu bus tidak hanya diserap oleh bus
beban melainkan juga diserap oleh bus lainnya yang juga terkoneksi. Diagram
satu garis beberapa bus dari suatu sistem tenaga listrik diperlihatkan pada Gambar
2.1 [5].
V
V1

yi1

V2

yi2
Ii

Vn


yin

yi0

Gambar 2. 1 Diagram satu garis dari n-bus dalam suatu sistem tenaga listrik

Arus pada bus i merupakan perkalian antara admitansi y dengan tegangan
V, dan dalam bentuk persamaan dapat dituliskan:
-

=

j≠i

(2.1)

Atau dapat ditulis:
=
= (


+
+

(
+

)+
+

+

(

)+

+

(


)

)
(2.2)

Kemudian defenisikan menjadi:
=

+

+

+

+

=
=

6

Universitas Sumatera Utara

=
Sehingga Ii pada Persamaan (2.2) dapat ditulis:
=

+

+

+

+

(2.3)

Atau dapat ditulis:
=

+


|

|| |

(2.4)

Persamaan daya pada bus i adalah:
=

; dimana

adalah V conjugate pada bus i
=

(2.5)

Dengan mensubsitusikan Persamaan (2.5) ke Persamaan (2.4), maka diperoleh:
=


+

|

|| |

(2.6)

Dari Persamaan (2.6) diatas terlihat bahwa persamaan aliran daya bersifat tidak
linear dan harus diselesaikan dengan metode iterasi.

2.1.3. Metode Penyelesaian Aliran Daya
Pada sistem n-bus, penyelesaian aliran daya menggunakan persamaan
aliran daya. Metode yang umum digunakan untuk menyelesaikan aliran daya
adalah metode Gauss-Seidel, Newton-Raphson, dan Fast Decoupled. Tetapi
metode yang dibahas pada tugas akhir ini adalah Newton-Raphson.

Metode Newton-Raphson
Untuk mencari nilai aliran daya pada jaringan, perlu dilakukan iterasi
untuk memperoleh nilai tegangan yang konstan. Setelah mencapai nilai tegangan
yang konstan, maka dapat dicari nilai daya semu pada jaringan. Dari Persamaan
(2.6) diperoleh:

7
Universitas Sumatera Utara

=

=

|| |=

|

= P + jQ =

| || | (cos

| || |
+ sin

(

)

)(

(2.7)

)

(2.8)

Dimana apabila Persamaan di atas dipecah dalam bentuk daya aktif dan reaktif,
maka Persamaan untuk masing-masing daya aktif (P) dan daya reaktif (Q) adalah
[4]:
=

| || | (

cos

+

sin

)=

-

(2.9)

=

| || | (

sin

+

cos

)=

-

(2.10)

Untuk menerapkan metode Newton-Raphson pada penyelesaian Persamaan aliran
daya, terlebih dahulu dinyatakan tegangan bus dan admitansi saluran dalam
bentuk polar. Jika dipilih bentuk polar dan diuraikan Persamaan (2.8) kedalam
unsur nyata dan khayalnya maka persamaannya:
=

+j

=| |
=

(2.11)
=| |

(2.12)

-

= cos

(2.13)
+ j sin

(2.14)

Persamaan (2.9) dan (2.10) merupakan langkah awal perhitungan aliran daya
dengan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran menggunkan proses iterasi
(k+1), untuk iterasi pertama nilai k = 0, pada itersi merupakan nilai perkiraan awal
yang ditetapkan sebelum dimulai perhitungan aliran daya. Hasil perhitungan daya
menggunakan Persamaan (2.9) dan (2.10) akan diperoleh nilai
Hasil ini digunakan untuk menghitung nilai

( )

dan

( )

( )

dan

( )

.

menggunakan

persamaan berikut:
( )

=

( )

=

( )
( )

(2.15)
(2.16)

Hasil perhitungan Persamaan (2.15) dan (2.16) digunakan untuk membentuk
matriks Jacobian, persamaan matriks jacobian dapat dilihat pada persamaan
berikut:

8
Universitas Sumatera Utara

( )

( )

:

:

( )
( )

( )

( )

:

( )

|

:

:

( )

( )

:

( )

:

( )

:

( )

|

|

:

( )

|

=

( )

:

|

|

:

( )

|

( )

|

|

|

:

:

:

|

( )

( )

|

|

(2.17)

( )

( )

( )

|

:

( )

( )

:

( )

|

|

Secara umum Persamaan (2.17) dapat disederhanakan kedalam persamaan
berikut:
( )

( )

=

( )

| |(

(2.18)

)

Unsur Jacobian diperoleh dengan membuat turunan parsial dari Persamaan
(2.9) dan Persamaan (2.10) dan memasukkan nilai tegangan perkiraan pada iterasi
pertama atau yang diperhitungkan dalam yang terdahulu dan terakhir. Dari
Persamaan (2.9) dan (2.10) kita dapat menulis matriks jacobian sebagai berikut:
=
=

(
(

sin

+

sin

cos(

cos(

)

(2.19)

))

(2.20)

Bentuk umum yang serupa dapat diperoleh dari Persamaan (2.9) dan (2.10),
sehingga dapat dicari untuk submatriks jacobian yang lain. Setelah nilai matriks
jacobian didapat, maka kita dapat menghitung nilai

( )

dan | |(

)

dengan cara

menginvers matriks jacobian. Sehingga diperoleh persamaan:
( )

|
Setelah nilai

( )

dan | |(

)

( )

=

|( )

(2.21)

( )

didapat, kita dapat menghitung nilai tersebut untuk

iterasi berikutnya, yaitu dengan menambahkan nilai

( )

( )
dan | | , sehingga

diperoleh persamaan berikut:
(

| |(

)

=
)

( )

+

( )

( )
(
=| | + | |

(2.22)
)

(2.23)

9
Universitas Sumatera Utara

Hasil perhitungan Persamaan (2.20) dan (2.21) digunakan lagi untuk prose iterasi
selanjutnya, yaitu dengan memasukkan nilai ini ke dalam Persamaan (2.9) dan
(2.10) sebagai langkah awal perhitungan aliran daya. Proses ini dilakukan terusmenerus yaitu n-iterasi sampai diperoleh nilai yang konvergen.
2.2.Rugi-rugi daya pada saluran
Rugi-rugi daya pada saluran dapat direpresentasikan berdasarkan Gambar
2.2dibawah ini [5].

Gambar 2. 2 Diagram representasi rugi-rugi daya

Dari gambar di atas dapat dinyatakan bahwa arus yang mengalir dari i ke j adalah:
=

+

=

(

-

)+

(2.24)

Begitu pula sebaliknya, arus yang mengalir dari j ke i dapat dinyatakan dengan:
=
Daya semu

+

=

dari bus i ke j dan

(

-

)+

(2.25)

dari bus j ke i yang terjadi pada konduktor

adalah:
=

(2.26)

=

(2.27)

Rugi – rugi daya yang terjadi dari i ke j secara aljabar dapat ditulis sebagai
berikut:
=

+

(2.28)

Dengan begitu, untuk menghitung nilai rugi – rugi secara keseluruhan dari
jaringan dapat dihitung dengan menjumlahkan seluruh rugi – rugi yang diperoleh
pada setiap saluran.

10
Universitas Sumatera Utara

=

; (i≠j)

(2.29)

2.3.Impedansi Seri pada Jaringan
2.3.1. Resistansi
Besar resistansi konduktor pada jaringan sangat besar pengaruhnya
terhadap besar rugi-rugi daya yang terjadi pada jaringan sehingga diperlukan
upaya untuk mengurangi rugi-rugi daya dengan berbagai cara. Adapun persamaan
resistansi pada konduktor dapat dihitung dengan rumus [4] :
(2.30)

R0 =
Dimana:

R0 = Resistansi/tahanan konduktor (Ω )
= Resistivitas konduktor (Ω

m)

L = Panjang konduktor (m)
A = Luas penampang konduktor (m2)
Besar hambatan suatu kawat penghantar:

• Sebanding dengan panjang kawat penghantar, artinya makin panjang
penghantar, makin besar hambatannya.

• Bergantung pada jenis bahan kawat (sebanding dengan hambatan jenis
kawat).

• Berbanding terbalik dengan luas penampang kawat, artinya makin kecil
luas penampang, makin besar hambatannya.
Nilai hambatan suatu penghantar tidak bergantung pada beda potensialnya. Beda
potensial hanya dapat mengubah kuat arus yang melalui penghantar itu. Jika
penghantar yang dilalui sangat panjang, kuat arusnya akan berkurang. Hal itu
terjadi karena diperlukan energi yang sangat besar untuk mengalirkan arus listrik
pada penghantar panjang.Keadaan seperti itu dikatakan tegangan listrik
turun.Makin panjang penghantar, makin besar pula penurunan tegangan listrik.
2.3.2.

Induktansi
Pada sistem tiga fasa, jarak antar jari-jari konduktor Dab, Dbc, Dca biasanya

tidak sama. Untuk beberapa konfigurasi konduktor, nilai rata-rata dari induktansi

11
Universitas Sumatera Utara

dan kapasitansi dapat ditemukan dengan representasi sistem dengan sebuah jarak
equilateral ekuivalen. Jarak equilateral tersebut dihitung dengan rumus:
=

=(

x

x

)

(2.31)

Pada kenyataannya, saluran biasanya ditransposed seperti pada Gambar 2.3
berikut ini.

Gambar 2. 3Transposisi pada saluran tiga fasa

Nilai induktansi perfasa dapat dihitung:
= 2 10

ln

/

(2.32)

/

(2.33)

Dan reaktansi induktif perfasa adalah:
= 0.1213 ln

2.3.3. Perhitungan per unit
Untuk memudahkan perhitungan maka dilakukan konversi ke dalam per
unit dari tiap Z, berikut contoh perhitungannya
Daya base (P) = 30 MVA
Tegangan Nominal (V) = 20 kV

=

=

20
= 13.333 ohm
30

Setelah itu menghitung nilai impedansi dalam p.u (Z p.u), dengan menggunakan rumus :
=

(2.34)

Sebagai contoh :
Z = 0.5701 + j 2.5403
Maka,

12
Universitas Sumatera Utara

=

=

.

.
.

= 0.0428 + 0.1905

2.4.Distributed Generation
Distributed Generation (DG) mempunyai definisi-definisi yang berbeda
menurut beberapa standar yang dikeluarkan. DG merupakan setiap teknologi
pembangkit tenaga listrik yang menghasilkan daya di atau dekat dari lokasi beban,
baik terhubung kepada sistem distribusi, terhubung langsung kepada pelanggan,
atau keduanya. DG juga dapat didefinisikan sebagai pembangkitan listrik oleh
fasilitas pembangkit yang lebih kecil dari pembangkit utama sehingga
memungkinkan interkoneksi pada setiap titik disistem kelistrikan.
Beberapa definisi umum yang digunakan untuk menjelaskan DG
berdasarkan ukuran daya pembangkit yaitu[6]:
1) The Electric Power Research Institute menyatakan bahwa DG sebagai
pembangkitan tenaga listrik dengan daya beberapa KW hingga 50 MW.
2) Berdasarkan The Gas Research Institute, DG mempunyai daya di antara
25 KW dan 25 MW.
3) Preston dan Rastler mendefinisikan ukuran dari DG dari beberapa KW
hingga lebih dari 100 MW.
4) CIGRE mendefinisikan DG sebagai pembangkit kecil dengan ukuran 50
KW hingga 100 MW.
Adapun pembagian jenis DG berdasarkan ukuran pembangkitan dapat
dibedakan menjadi 4 yaitu [2]:
1) Micro yaitu DG dengan ukuran 1 Watt hingga 5 KW.
2) Small yaitu DG dengan ukuran 5 KW hingga 5 MW.
3) Medium yaitu DG dengan ukuran 5 MW hingga 50 MW.
4) Large yaitu DG dengan ukuran 50 MW hingga 300 MW.

2.4.1. Dampak dari Distributed Generation yang Terpasang pada Jaringan
Seiring dengan kenaikan akan kebutuhan energi listrik, sistem tenaga
listrik telah berkembang dari tahun ke tahun. Pada saat sekarang, pembangkit

13
Universitas Sumatera Utara

listrik energi terbarukan menjadi pilihan yang utama dengan berkurangnya sumber
energi yang tidak dapat diperbarui. Biasanya suatu sistem pembangkit energi
terbarukan diinterkoneksikan dengan jaringan distribusi pada sisi beban, dimana
sistem tersebut telah meninggalkan sistem tenaga listrik konvensional.
Pada sistem tenaga listrik konvensional energi listrik dibangkitkan pada
stasiun pusat pembangkit dengan daya yang besar. Kemudian pada stasiun ini,
tegangan dinaikkan menjadi tegangan tinggi, ekstra tinggi, dan ultra tinggi untuk
ditransmisikan dengan jarak yang jauh dan diinterkoneksikan dengan sistem
transmisi tenaga listrik. Kemudian tegangan tinggi tersebut diturunkan menjadi
tegangan menengah untuk didistribusikan pada jaringan distribusi, dan diturunkan
lagi menjadi tegangan rendah yang menuju beban. Sistem tenaga listrik yang
demikian disebut dengan sistem tenaga listrik konvensional dan dapat dilihat pada
Gambar 2.4 [7].

Gambar 2. 4 Sistem tenaga listrik konvensional

Dengan ditinggalkannya sistem tenaga listrik konvensional, tentu saja
akan merubah operasi sistem dan kontrol pada sistem tenaga listrik. Tanpa
diinterkoneksikan DG pada jaringan distribusi, arah aliran daya pada sistem selalu
bergerak satu arah dari stasiun pusat pembangkit sampai pada beban, dengan
diinterkoneksikan DG pada jaringan distribusi akan berdampak pada pola aliran

14
Universitas Sumatera Utara

daya. Aliran daya yang satu arah pada sistem tenaga listrik konvensional tidak
dapat dianggap lagi dengan adanya DG pada jaringan distribusi. Akibatnya,
dengan ada DG pada jaringan distribusi akan berdampak pada operasi sistem dan
kontrol jaringan distribusi. Interkoneksi DG pada jaringan distribusi dapat dilihat
pada Gambar 2.5 [7].

Gambar 2. 5 Interkoneksi DG pada jaringan distribusi
Pada jaringan distribusi radial, tegangan akan turun pada akhir penyulang
jaringan distribusi, hal ini dikarenakan voltage drop. Dengan adanya DG pada
jaringan distribusi hal tersebut akan berubah. DG akan menaikkan tegangan pada
pada titik interkoneksi DG, sehingga tegangan pada sepanjang penyulang jaringan
distribusi juga akan naik. Untuk itu perlu dilakukan studi aliran daya pada
jaringan distribusi yang diinterkoneksikan DG, agar operasi sistem distribusi
dapat berjalan dengan baik.
2.4.2. Kalkulasi Drop Tegangan pada saat penambahan DG
Beban dan DG yang terpasang pada saluran yang memiliki impedansi R +
jX dapat dilihat pada gambar 2.6 .Arus
daya

=

+

dan tegangan pengirim

pada sisi pengirim menghasilkan
dinyatakan pada persamaan berikut

:
15
Universitas Sumatera Utara

=

=

(2.35)

Dengan cara yang sama daya beban
penerima

=

+

dan tegangan pada sisi

akan menjadi persamaan berikut :

=

=

(2.36)

Maka drop tegangan pada saluran

|=| ( +

=|

=

adalah

(

)

(

)|
)

(2.37)

Dimana , P dan Q adalah daya aktif dan reaktif.
Pada aliran daya, tegangan pada sudut δ yaitu diantara

dan

terlihat

kecil pada gambar 2.6 b dan drop tegangan dapat dilakukan dengan pendekatan
(2.38)

(a)

(b)

Gambar 2. 6 Saluran dengan beban akhir (a)one-line diagram; (b)phasor diagram
Persamaan (2.37) juga dapat digunakan untuk mengkakulasi kenaikan tegangan yang
disebakan oleh DG, hal yang akan diperhatikan adalah daya aktif dan reaktif yang
digunakan. Daya yang bertanda positif ketika menyearap dari saluran dan negative
ketikan menginjeksikan ke saluran. Drop tegangan pada saluran dengan satu beban dan
satu DG dapat terlihat pada gambar 2.7 dan persamaan berikut [7]:

16
Universitas Sumatera Utara

=
Dimana

dan

(

)

(

)

(2.39)

adalah daya aktif dan reaktif yang dihasilkan oleh DG.

Gambar 2. 7 Saluran dengan satu beban dan satu DG
2.4.3. Pengaturan tegangan DG dan pengaruh terhadap rugi-rugi
Pada gambar 2.6 a terdapat dua simpul pada saluran, rugi daya aktif pada
saluran atau biasa disebut lossesdan di simbolkan sebagai PLosses, di kalkulasikan
sebagai berikut :

=

=

(2.40)

Dan pada saluran dengan n simpul, maka losses L adalah

=

+

+

+

=

(2.41)

Untuk saluran dengan beban dan DG pada gambar 2.7 dengan DG menghasilkan
daya aktif dan menarik daya reaktif sehingga rumus nya dapat di nyatakan
sebagai berikut [7] :

=

(

)

(

)

(2.42)

Dimana penambahan kapasitas DG dapat mengurangi rugi-rugi pada saluran, sebagai
contoh kasus :
Contoh 2.1

17
Universitas Sumatera Utara

Kasus ini berlaku untuk satu line saja, tidak berlaku pada kasus percabangan atau
simpul pada saluran,

= 30 MW

cos

= 22.5MVAR

= 0.8

= 0.1586

Pada saat DG dikoneksikan dengan kapasitas 0.75 MW dan cos φ = 0.8,
Maka, losses(L) adalah

=

=
=

(

(30

) +(

+

)

0.75) + (22.5 + 0.5625)
0.1586
20

855.56 + 531.87
0.1586
400

= 0.5501 MW
Dan jika dikoneksikan dengan kapasitas 1 MW dan memiliki cos φ = 0.8, maka hasil nya
adalah :

=

=
=

(

(30

) +(

+

)

1) + (22.5 + 0.75)
0.1586
20

841 + 540.56
0.1586
400

= 0.5477 MW
Dari contoh diatas maka dapat digambarkan bahwa losses pada kapasitas 1 MW sebesar
0.5477 MW lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas 0.75 MW sebesar 0.5501 MW.

18
Universitas Sumatera Utara

2.5.

Kekebalan tubuh berbasis Negative Selection

Dalam sistem kekebalan tubuh keberadaan setiap sel tubuh (antigen)
senantiasa terindentifikasi. Sel asing penyebab gangguan disebut dengan nonselfantigensedangkan sel anggota tubuh disebut dengan self-antigen. Pada permukaan
antigen (self antigen atau nonsefl-antigen) terdapat satu atau lebih molekul
pengenal dengan bentuk spesifik disebut epitopes. Molekul-molekul epitopes
adalah ciri dari suatu antigendan inilah yang dideteksi oleh sistem kekebalan
tubuh untuk membedakan antara self-antigen dan nonself-antigen. (lihat Gambar
2.8 a dan b)
Bagian dari sistem kekebalan tubuh yang bertanggung jawab terhadap
identifikasi antigen dan membunuh

nonself antigen yang merugikan adalah

limposit.Untuk itu limposit akan menghasilkan sel-T yang didesain hanya dapat
mengenal self-antigen. (lihat Gambar 2.8 c)
Seiring berjalannya waktu sel-T senantiasa melakuan pemantauan secara
kontinyu terhadap keberadaan sel-sel dalam tubuh. Apabila ditemukan selasing
yang profilnya tidak sama dengan self-antigen (berarti nonself-antigen termonitor)
maka sel-T akan menjadikannya sebagai detector, dan selanjutnya dikirim ke
aliran darah untuk memburu nonself-antigen serupa yang telah dan akan masuk ke
tubuh. Peristiwa ini disebut sebagai negative selection. (lihat Gambar 2.8 d)
Tingkat keberhasian sel-T dalam membedakan bentuk antara self-antigen
dan nonself-antigen terletak pada kecocokan saling berkomplemen antara pola
reseptor sel-T dengan epitopes dari nonself-antigen, dan direpresentasikan sebagai
ukuran affinity (lihat Gambar 2.8 e).
Melalui proses negative selection dengan formulasi affinity yang tepat
maka tubuh dapat dipastikan kebal terhadap penyakit. Gambar menunjukkan
flowchart proses negative selection secara lengkap [8].

19
Universitas Sumatera Utara

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

20
Universitas Sumatera Utara

(f)
Gambar 2. 8 Sistem kekebalan tubuh yang berbasis negative selection
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)

Antigen tipe nonself-antigen
Antigen tipe self-antigen
Sel-T yang dihasilkan limposit
Proses negative selection
Flowchart negative selection
Gambaran tentang affinity

2.5.1. Identifikasi permasalahan sistem
Dalam mengoptimasi penempatan
direpresentasikan

menjadi

DG

parameter-parameter

harus
sistem

terlebih

dahulu

kekebalan

tubuh.

Selanjutnya dilakukan peniruan pada setiap langkah-langkah proses yang terjadi
pada sistem kekebalan tubuh melalui algoritma pemograman sesuai dengan Tabel
2.2.
Tabel 2. 2Representasi permasalah dalam pengoptimasian DG pada
jaringan 20 kV.
SISTEM KEKEBALAN

Permasalahan pada jaringan distribusi 20

TUBUH

kV

Antigen

Sistem jaringan (Besar tegangan pada
masing-masing bus pada kondisi normal
dan abnormal pada jaringan 20 kV)

Self-antigen

Tegangan bus pada kondisi normal

Nonself-antigen

Tegangan bus pada kondisi abnormal

Sel-T

Agen pencari
Formulasi tegangan pada :

21
Universitas Sumatera Utara

0,95 pu ≤ V bus ≤ 1,05 pu
Detektor

Formulasi tegangan abnormal pada
Vbus < 0,95 pu atau Vbus > 1,05 pu

Affinity

Fungsi Objektif
Min F = PLoss=

Dengan mengkoneksikan DG dengan kapasitas tertentu maka hal yang
diperhatikan adalah tegangan setiap bus yang terpasang dan menganalisa daya
dengan menggunakan Matlab. Hal ini dilakukan secara berulang hingga di
dapatkan rugi-rugi daya yang paling minimum setelah pemasangan DG secara
bertahap pada bus tertentu [8].

2.5.2. Mekanisme proses negative selection
Proses mekanisme dalam pengoptimasian ini adalah dengan menghasilkan
detektor-detektor yang kompeten dengan cara membandingkan setiap tegangan
yang dibuat secara acak (antigen) dengan formulasi tegangan normal yang
dimiliki sistem (sel T). Bila ternyata hasil tidak sama maka antigen tadi dapat
diterima menjadi sebuah detektor untuk system [9].
Proses pendeteksian sistem bertujuan untuk menemukan tegangan bus
yang abnormal (lebih kecil dari 0,95 pu atau lebih besar dari 1,05 pu) dengan
cara membandingkan setiap tegangan setiap bus dengan detector-detektor yang
telah terbentuk sebelumnya. Bila tegangan bus sama dengan profil detektor
berarti tegangan abnormal telah terdeteksi dan akan dihapus dari sistem, tetapi
bila tidak maka tegangan tersebut akan diteruskan ke proses sistem selanjutnya.
Berikut tahapan dari kinerja program yang akan di implementasikan
dalam sistem kelistrikan :
1. Membangun populasi
Membangun populasi yang dimaksud adalah dengan menginput data
tegangan pada tiap bus dan rugi-rugi saluran. Pada data ini data

22
Universitas Sumatera Utara

tegangan yang dikenal sebagai self-antigen dan nonself-antigen pada
program.

2. Menciptakan detektor
Detektor dibangkitkan dengan cara mengoperasikan sel-T untuk
mencari tegangan yang berada di bawah ketetapan yang dibuat
(nonself-antigen) yaitu dengan cara membandingkan level tegangan
pada tiap bus. Nonself-antigen yang terdeteksi akan di ubah menjadi
detektor dan akan disimpan. Detektor ini akan bekerja untuk mencari
profil yang serupa dengan dirinya

3. Melakukan proses perbandingan
Setelah melakukan pendeteksian terhadap setiap bus maka akan
dilakukan perhitungan jumlah bus yang berada dibawah atau diatas
tegangan standart dengan yang standart. Proses perbandingan dengan
cara integer yaitu bilangan bulat.

4. Melakukan penambahan kapasitas
Apabila didapati bahwa tegangan tidak sesuai standart lebih banyak
daripada tegangan yang sesuai standart maka dilakukan penambahan
kapasitas yang ditentukan. Apabila kapasitas mencapai yang di
tentukan maka dilakukan perhitungan fungsi objektif yaitu :

=

…………………………(2.43)

5. Perhitungan Fitness
Perhitungan fitness di lakukan dengan cara memasukkan fungsi
objektif kedalam fungsi fitness yaitu dengan rumus :

=

…………………………(2.44)

6. Setelah itu, proses 1 sampai 5 akan dilakukan program terhadap bus
yang berbeda yang akan dikoneksikan sampai bus yang diingingkan
selesai terdeteksi.

23
Universitas Sumatera Utara

7. Setelah semua bus yang terpilih dideteksi maka hasil akhir akan
ditampilkan yaitu yang memiliki nilai fitness paling besar adalah
posisi bus yang paling baik dan optimal untuk pemasangan DG.
Fitnees yang paling besar di sebabkan karena rugi-rugi pada saluran
yang dihitung lebih kecil dan rata-rata level tegangan berada pada
batas standart yang diinginkan.

24
Universitas Sumatera Utara