Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal Terhadap Pendapatan Perkapita Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Landasan Teori

2.1.1 Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah perwujudan dari pelaksanaan urusan pemerintah
berdasarkan asas desentralisasi yaknipenyerahan urusan pemerintah daerah kepada
daerah untuk mengurus rumah tangganya.Salah satu urusan yang diserahkan kepada
daerah adalah mengenai urusan yang memberikan penghasilan kepada pemerintah
daerah dan potensial untuk dikembangkan dalam penggalian sumber-sumber
pendapatan baru bagi daerah bersangkutan karena PAD ini sangat diharapkan dapat
membiayai pengeluaran rutin daerah.
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat
5 “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus diri sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”
Menurut Saragih (2003 :39 dan 40) kata autonomy berasal dari bahasa Yunani
(Greek), yakni kata autonomia, yang artinya: “The quality orstate being independent,
free, and self directing. Atau The degree of self determination or political control

passed by a minority group, territorial division or political unit in its relation to the
state or political unit in its relation to the state or political community of which it

Universitas Sumatera Utara

forms a part and extending from local to full independence.” Sedangkan menurut
Encyclopedia of Social Science dalam Ahmad Yani (2002 : 5) pengertiannya yang
orisinal, otonomi adalah The legal self suffiency of social body and its actual
independence.
Sejalan dengan bergulirnya pelaksanaan otonomi daerah di tanah air, setiap
pemerintahan kabupaten dan kota melakukan berbagai pembenahan menuju kearah
terselenggaranya otonomi di masing-masing daerah di kabupaten dan kota. Hal yang
sangat penting dalam menjawab berbagai isu dalam implementasi daerah tersebut
adalah tersedianya sistem dan mekanisme kerja organisasi perangkat daerah.

2.1.2 Desentralisasi Fiskal
2.1.2.1 Definisi Desentralisasi
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 Ayat
7 dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan
Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 8, “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang

pemerintahan oleh oleh pemerintah daerah kepada otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.2 Definisi Desentralisasi Fiskal
Menurut Saragih (2003: 83) desentralisasi fiskal secara singkat dapat diartikan
sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi
kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas
pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang
pemerintahan yang dilimpahkan.

2.1.2.3 Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal
Tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan desentralisasi fiskal sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun
1999 yang secara serentak diberlakukan di seluruh provinsi di Indonesia. Menurut
Widjaja (2004: 65) “dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan
undang-Undang No. 25 tahun 1999, mulai tanggal 1 Januari 2001 Menteri Dalam
Negeri dan otonomi daerah member petunjuk yang dapat dipedomani dalam
penyusunan dan pelaksanaan APBD”. Menurut Sekretaris Ditjen Perimbangan

Keuangan Pusat dan Daerah Departemen Keungan Negara Djoko Hidayanto (2004 :
53) “pelaksanaan Otonomi daerah di Indonesia efektif dimulai pada tanggal 1 Januari
2001”. Menurut Direktur dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Departemen
Keuangan Republik Indonesia Kadjatmiko (2004 : 92) “1 Januari 2001 merupakan
momentum awal yang mempunyai arti penting bagi bangsa Indonesia khususnya bagi

Universitas Sumatera Utara

penyelenggara pemerintah di daerah, karena pada tahun tersebut kebijakan tentang
otonomi daerah mulai dilaksanakan secara efektif ”. Menurut Widjaja (2004 : 100)
“Inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan
pelaksanaan daerah dimulai dari tahun 2001”.
Misi utama pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah :
1.

Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan
masyarakat

2.


Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah

3.

Memberdayakan

dan

menciptakan

ruang

bagi

masyarakat

untuk

berpartisipasi dalam pembangunan


2.1.3 Pendapatan Perkapita
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)adalah jumlah nilai tambah bruto
yang dihasilkan seluruh unit usaha dalm wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Salah satu manfaat
data PDRB adalah untuk mengetahui tingkat produk yang dihasilkan oleh seluruh
faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian
pada suatu periode

di suatu daerah tertentu. PDRB atas dasar harga berlaku

menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan
harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun
tertentu sebagai dasar penghitungannya.
Selanjutnya menurut Kuncoro (2004), Gaspersz dan Feoni (2003) indikator
pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) atau
PDRB dianggap tidak selalu tepat karena tidak mencerminkan makna pertumbuhan

yang sebenarnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa indikator pendapatan perkapita lebih
komprehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi karena lebih menekankan
kemampuan daerah untuk meningkatkan PDRB karena secara simultan menunjukkan
pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring
dengan laju pertumbuhan penduduk.
Hukum Wagner merupakan teori mengenai perkembangan presentase
pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadap Gross National Product (GNP).
Wagner menyatakan dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita
meningkat

secara

relative

pengeluaran

pemerintah

juga


akan

meningkat

(Mangkoesoebroto, 2011). Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan
pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu tuntutan peningkatan perlindungan
keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang
mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi, dan ketidakefisienan
birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka
panjang (Boediono, 1999). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek yaitu proses,
output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses
bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Hal ini mencerminkan aspek dinamis dari
suatu perekonomian yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau
berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan
output perkapita. Dalam hal ini berkaitan output total (Gross Domestic Product) dan
jumlah penduduk karena output perkapita adalah total dibagi dengan jumlah

penduduk. Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa
yang terjadi dengan output total di satu pihak dan jumlah penduduk di pihak lain.
Pendekatan alternative penyebab semakin meningkatnya jumlah anggaran pemerintah
antara lain:
a.

Pertumbuhan pendapatan perkapita; oleh karena proporsi antara barang
sosial selalu berubah sesuai dengan kenaikan pendapatan perkapita dan
bahwa porsi barang-barang social selalu mengalami peningkatan. Hal ini
membawa implikasi bahwa kebijakan anggaran yang efisien menghendaki
adanya peningkatan rasio pembelanjaan pemerintah terhadap Gross
National Product (GNP).

b.

Perubahan populasi penduduk; perubahan populasi bias merupakan suatu
penentu

utama


porsi

pengeluaran

pemerintah.

Perubahan

tingkat

pertumbuhan populasi menyebabkan perubahan distribusi umur dan

Universitas Sumatera Utara

kecenderungan ini direfleksikan dalam perubahan pengeluaran sperti
kebutuhan pendidikan, fasilitas perumahan, dan sebagainya. Oleh sebab itu
kebutuhan akan pelayanan umum dipengaruhi pula oleh faktor-faktor
seperi mobilitas penduduk yang dapat mendorong pertumbuhan kota-kota
baru dan berakibat meningkatnya permintaan fasilitas publik
Menurut Badan Pusat Statistik, “ pendapatan Perkapita adalah gambaran rata

rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil yang diterima oleh
setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi yang terjadi di suatu daerah.

���������� ��������� =

������ℎ���
�����ℎ �������� ��ℎ���

2.1.4 Dana Alokasi Umum (DAU)
2.1.4.1 Pengertian DAU
Dana ini adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Pembagian dana
untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan daerah penghasil cenderung
menimbulkan ketimpangan antar daerah dengan mempertimbangkan kebutuhan
dan potensi daerah. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar namun
kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi DAU yang relatif kecil.

Universitas Sumatera Utara


Sebaliknya daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan
fiskalnya besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar, dengan maksud
melihat kemampuan APBD dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan daerah dalam
rangka pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD
dikurangi dengan belanja pegawai (Halim 2009).
Menurut Halim (2009) ketimpangan ekonomi antara satu Provinsi dengan
Provinsi lain tidak dapat dihindari dengan adanya desentralisasi fiskal, disebabkan
oleh minimnya sumber pajak dan Sumber Daya Alam yang kurang dapat digali
oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat berinisiatif memberikan subsidi berupa
DAU kepada daerah untuk menanggulangi ketimpangan tersebut. Bagi daerah
yang tingkat kemiskinanya lebih tinggi, akan diberikan DAU lebih besar
dibanding daerah yang kaya dan begitu juga sebaliknya. Selain itu untuk
mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penugasaan pajak
antara pusat dan daerah telah diatasi dengan adanya kebijakan bagi hasil dan DAU
minimal sebesar 26% dari Penerimaan Dalam Negeri. DAU akan memberikan
kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber pembiayaan untuk membiayai
kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah.
DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan
tujuan

pemerataan

kemampuan

keuangan

antar

daerah

untuk

membiayai

kebutuhan pembelanjaan. Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan
adalah sebagai berikut (Halim 2009):

Universitas Sumatera Utara

1.

DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari penerimaan dalam negeri
yang ditetapkan dalam APBN.

2.

DAU untuk daerah propinsi dan untuk Kabupaten/Kota ditetapkan
masing-masing 10% dan 90% dari DAU sebagaimana ditetapkan diatas.

3.

DAU untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan
perkalian jumlah DAU untuk Kabupaten/Kota yang ditetapkan APBN
dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

4.

Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan
proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Menurut UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan
kewenangan Pemda, Pempus akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri
dari DAU, DAK, dan DBH yang terdiri dari pajak dan Sumber Daya Alam. Selain
itu, Pemerintah Daerah memiliki sumber pendanaan sendiri berupa PAD,
pembiayaan, dan lain-lain pendapatan yang sah.Kebijakan penggunaan semua
dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari
Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah
Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.
Menurut

Undang-undang

No.33

Tahun

2004

tentang

Perimbangan

Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah
(Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan
Fiscal Gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan atas kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

daerah dengan potensi daerah. DAU digunakan untuk menutup celah yang terjadi
karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada
(Rahmawati 2010).
2.1.4.2. Prinsip Dasar Alokasi DAU
Ririn (2011) menyatakan bahwa prinsip dasar untuk alokasi DAU adalah
sebagai berikut :
1.

Kecukupan. Prinsip mendasar yang pertama adalah prinsip kecukupan.
Sebagai

suatu bentuk penerimaan, sistem DAU harus memberikan

sejumlah dana yang cukup kepada daerah. Hal ini berarti, perkataan
cukup harusdiartikan dalam kaitannya dengan beban fungsi sebagaimana
diketahui, beban finansial dalam menjalankan fungsi tidaklah statis,
melainkan cenderung meningkat karena satu atau berbagai faktor. Oleh
karena itulah
pemerintah

maka

penerimaan

daerah mampu

pun

membiayai

seharusnya
beban

naik

sehingga

anggarannya.

Bila

alokasiDAU mampu merespon terhadap kenaikan beban anggaran yang
relevan, maka sistem DAU dikatakan memenuhi prinsip kecukupan.
2.

Netralitas dan efisiensi. Desain dari sistem alokasi harus netral dan efisien.
Netral artinya suatu sistem alokasi harus diupayakan sedemikian rupa
sehingga efeknya justru memperbaiki (bukannya menimbulkan) distorsi
dalam harga relatif dalam perekonomian daerah. Efisien artinya sistem

Universitas Sumatera Utara

alokasi DAU tidak boleh menciptakan distorsi dalam struktur harga
input, untuk itu

sistem alokasi harus memanfaatkan

berbagai

jenis

instrumen finansial alternatif relevan yang tersedia.
3.

Akuntabilitas. Sesuai dengan namanya yaitu Dana Alokasi Umum,
maka penggunaan terhadap dana fiskal ini sebaiknya dilepaskan ke daerah,
karena peran daerah akan
alokasi,

maka

sangat

dominan

dalam

penentuan

arah

peranlembaga DPRD, pers dan masyarakat di daerah

bersangkutan amatlah penting dalam proses penentuan prioritas anggaran
yang perlu dibiayai DAU. Format yang seperti ini, format akuntabilitas
yang relevan adalah akuntabilitas kepada elektoral

(accountability

to

electorates) dan bukan akuntabilitas finansial kepada pusat (financial
accountability to the centre).
4.

Relevansi dengan tujuan. Sistem alokasi DAU sejauh mungkin harus
mengacu pada tujuan pemberian alokasi sebagaimana dimaksudkan
dalam UU. Alokasi DAU ditujukan untuk membiayai sebagian dari
beban fungsi yang dijalankan, hal-hal yang merupakan prioritas dan
target-target nasional yang harus dicapai. Perlu diingat bahwa kedua UU
telah mencantumkan secara eksplisit beberapa hal yang menjadi tujuan
yang ingin dicapai lewat program desentralisasi.

5.

Keadilan. Prinsip

dasar

pemerataan kemampuan

keadilan

alokasi

keuangan

antar

DAU
daerah

bertujuan
untuk

untuk

mendanai

kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi.

Universitas Sumatera Utara

6.

Objektivitas dan transparansi. Sebuah sistem alokasi DAU yang baik
harus didasarkan pada upaya untuk meminimumkan kemungkinan
manipulasi, maka sistem alokasi DAU harus dibuat sejelas mungkin
dan formulanya pun dibuat se-transparan mungkin. Prinsip transparansi
akan dapat dipenuhi bila formula tersebut bisa dipahami oleh khalayak
umum. Oleh karena itu maka indikator yang digunakan sedapat mungkin
adalah indikator yang sifatnya obyektif sehingga tidak menimbulkan
interpretasi yang ambivalen.

7.

Kesederhanaan. Rumusan

alokasi

DAU

harus

sederhana

(tidak

kompleks). Rumusan tidak boleh terlampau kompleks sehingga sulit
dimengerti orang, namun tidak boleh pula terlalu sederhana sehingga
menimbulkan perdebatan dan kemungkinan ketidak-adilan. Rumusan
sebaiknya tidak memanfaatkan sejumlah besar variabel dimana jumlah
variabel yang dipakai menjadi relatif terlalu besar ketimbang jumlah dana
yang ingin dialokasikan.

2.1.5 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari
sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terdiri
atas :

Universitas Sumatera Utara

1. Hasil pajak daerah yaitu pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
kepada semua objek pajak, seperti orang / badan, benda bergerak / tidak
bergerak.
2. Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan
suatu jasa/fasilitas yang berlaku oleh pemerintah daerah secara langsung dan
nyata.
3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan antara lain laba dividen, penjualan saham milik daerah.
4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah antara lain hasil penjualan asset
tetap dan jasa giro (Sirozujilam dan Mahali, 2011)

Menurut Mardiasmo (2002) “PAD adalah penerimaan daerah dari sektor pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.Menurut Halim (2003) PAD
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, dituntut kemandirian pemerintahan
daerah untuk dapat melaksanakan kebijakan desentralisasi fiscal secara lebih
bertanggung jawab.Oleh karena itu, pajak dan Retribusi yang telah diserahkan
menjadi urusan pemerintah daerah sebagai bagian dari kebijakan desentralisasi fiskal
baik untuk provinsi maupun kabupaten/kota harus dikelola dan ditingkatkan sebagai
salah satu sumber pendapatan asli daerah.Hal ini mengingat Pajak dan Retribusi

Universitas Sumatera Utara

merupakan pendapatan asli daerah dan menjadi sumber pendanaan bagi
keberlangsungan pembangunan daerah dalam kerangka otonomi daerah (Undangundang nomor 28 Tahun 2009).
PAD yang tinggi belum merupakan jaminan tingginya pendapatan masyarakat
di suatu daerah (regional income). Namun demikian, tingginya PAD dapat menjadi
sumberdaya yang sangat penting bagi pemerintah daerah di dalam pengembangan
wilayah termasuk dalam peningkatan pendapatan masyarakatnya (Rustiadi, Ghifari,
Suradinata, Wijanarko, Supranto, Karmaji, Oyong, Nurbaya dan Martha, 2010).
Perolehan PAD diperlukan bagi manajemen pemanfaatan dana yang mampu
digunakan semaksimal mungkin bagi kemakmuran masyarakat yang sebesar-besarnya
melalui program-program dan kegiatan-kegiatan yang diluncurkan pemerintah daerah
tersebut (Rustiadi, Ghifari, Suradinata, Wijanarko, Supranto, Karmaji, Oyong,
Nurbaya dan Martha, 2010).

2.1.6 Belanja Modal
Menurut Halim (2004:73), “Belanja Modal merupakan belanja pemerintah
daerah yang manfaatnya melebihi satu anggaran dan akan menambah aset atau
kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti
biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum.”
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002,
belanja modal dibagi menjadi:

Universitas Sumatera Utara

a.

Belanja Pelayanan Publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati
secara langsung oleh masyarakat umum.

b.

Belanja Aparatur Daerah, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara
langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan secara langsung oleh
aparatur.

Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, belanja menurut kelompok
belanja terdiri dari:
a.

Belanja Tidak Langsung
Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak
terkait

secara

langsung

dengan

pelaksanaan

program

dan

kegiatan.Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja
yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan social,
belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
b.

Belanja Langsung
Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.Kelompok belanja
langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdir dari belanja pegawai
yang

dimaksudkan

untuk

pengeluaran

honorarium/upah

dalam

melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah; belanja barang
dan jasa belanja modal.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006, “Belanja modal digunakan untuk
pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan
asset tetap berwujud dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan asset
tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan
dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan asset tetap lainnya.”
Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan
pemerintah

daerah

setempat

dalam

rangka

meningkatkan

kepercayaan

publik.Pergeseran ini dilakukan untuk meningkatkan investasi modal dalam bentuk
asset tetap.Semakin tinggi investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas
peayanan publik, karena aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal
merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah
daerah.
Proses pembuatan keputusan pengalokasian belanja modal menjadi sangat
dinamis karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki serta terdapat banyak pihak
dengan kepentingan dan preferensi yang berbeda. Pengalokasian sumber daya ke
dalam anggaran belanja modal merupakan sebuah proses yang sarat dengan
kepentingan-kepentingan politis. Anggaran ini sebenarnya dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan publik akan sarana dan prasarana umum yang diberikan secara
cuma-cuma oleh pemerintah daerah. Namun, adanya kepentingan politik dari
lembaga legislatif yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

alokasi belanja modal terdistorsi dan sering tidak efektif dalam memecahkan
permasalahan di masyarakat.

2.2 Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya Adi
dan Harianto (2007) yang meneliti tentang hubungan antara Dana Alokasi Umum ,
Belanja Modal, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pendapatan perkapita.
Penelitian ini menemukan bahwa DAU sangat berpengaruh terhadap belanja
modal.Belanja modal mempunyai dampak yang signifikan dan negativ terhadap
pendapatan perkapita dalam hubungan langsung. PAD sangat berpengaruh terhadap
pendapatan perkapita, tetapi pertumbuhan yang terjadi masih kurang merata sehingga
banyak ketimpangan/jarak ekonomi antar daerah. DAU mempunyai dampak yang
signifikan terhadap PAD melalui belanja modal (efek tidak langsung).
Ramayanti (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh PAD dan Transfer
Pemerintah Pusat terhadap Pendapatan Perkapita Masyarakat Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara.Variabel dalam penelitian ini adalah PAD dan Transfer
Pemerintah Pusat sebagai variabel independen dan Pendapatan Perkapita sebagai
variabel dependen.Hasil penelitian ini membuktikan bahwa, secara parsial
Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap peningkatan Pendapatan
Perkapita, sedangkan Transfer Pemerintah Pusat tidak berpengaruh signifikan.Secara

Universitas Sumatera Utara

simultan, Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh
signifikan terhadap peningkatan Pendapatan Perkapita.
Jayanti (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh Belanja Modal dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pendapatan Perkapita.Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa belanja modal berpengaruh negative dan signifikan terhadap
Pendapatan Perkapita di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Perkapita di Kabupaten dan
Kota provinsi Jawa Tengah.Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Perkapita penduduk di
Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Tengah.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti
Adi dan
Harianto
(2007)

Judul
Penelitian
Hubungan
antara DAU,
Belanja Modal,
dan PAD dan
Pendapatan
Perkapita

Variabel
Penelitian
DAU, Belanja
Modal, PAD, dan
Pendapatan
Perkapita

Ramayanti
(2011)

Pengaruh PAD
dan Transfer

PAD, Transfer
Pemerintah Pusat,

Hasil Penelitian
Dana Alokasi Umum sangat
berpengaruh terhadap Belanja
Modal. Belanja Modal
mempunyai dampak yang
signifikan dan negatif terhadap
Pendapatan Perkapita dalam
hubungan langsung. Pendapatan
Asli Daerah sangat berpengaruh
terhadap Pendapatan Perkapita.
Dana Alokasi Umum
mempunyai dampak yang
signifikan terhadap Pendapatan
Asli Daerah melalui Belanja
Modal (efek tidak langsung).
Secara parsial Pendapatan Asli
Daerah berpengaruh signifikan

Universitas Sumatera Utara

Pemerintah
Pusat terhadap
Pendapatan
Perkapita
Masyarakat
Kabupaten/Kot
a di Provinsi
Sumatera
Utara

dan Pendapatan
Perkapita

terhadap peningkatan
Pendapatan Perkapita,
sedangkan Transfer
Pemerintah Pusat tidak
berpengaruh signifikan. Secara
simultan, Pendapatan Asli
Daerah dan Transfer
Pemerintah Pusat berpengaruh
signifikan terhadap
peningkatan Pendapatan
Perkapita.

Jayanti
(2011)

Belanja Modal
dan
Pendapatan
Asli Daerah
(PAD)
terhadap
Pendapatan
Perkapita

Belanja Modal,
PAD, dan
Pendapatan
Perkapita

Bangun
(2009)

Pengaruh Dana
Alokasi
Khusus,
Dana Alokasi
Umum, dan
Pendapatan
Asli Daerah
Terhadap
Pendapatan
Perkapita

DAK, DAU,
PAD, dan
Pendapatan
Perkapita

Belanja modal berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap
Pendapatan Perkapita di
Kabupaten/Kota di Jawa
Tengah. Pendapatan Asli
Daerah berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
Pendapatan Perkapita di
Kabupaten dan Kota provinsi
Jawa Tengah. Pendapatan Asli
Daerah dan Belanja Modal
secara bersama-sama
berpengaruh signifikan
terhadap Pendapatan Perkapita
penduduk di Kabupaten dan
Kota Provinsi Jawa Tengah.
Secara simultan, DAK, DAU,
dan PAD berepengaruh
terhadap pendapatan perkapita.
Secara parsial DAK tidak
berpengaruh terhadap
pendapatan perkapita. Secara
parsial DAU berpengaruh
negative secara sgnifikan
terhadap pendapatan perkapita.
Secara parsial PAD
berpengaruh positif secara
signifikan terhadap PAD.

Universitas Sumatera Utara

2.3 Kerangka Konseptual
Menurut Erlina (2008 :38) kerangka teoritis adalah suatu model yang
menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting
yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Hubungan yang dijelaskan adalah
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dan juga jika ada variabel lain
yang menyertainya.
Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis dan tinjauan penelitian
terdahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual penelitian sebagai berikut :
Variabel Independen (X)

Dana Alokasi Umum (DAU)
(X1)

�1

Pendapatan Perkapita
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
�4 Variabel Dependen
�2
(X2)
(Y)
Belanja Modal
(X3)

�3

Pendapatan perkapita merupakan besarnya pendapatan rata-rata penduduk di
suatu daerah yang diperoleh dari Produk Domestik Regional Bruto tanpa minyak dan
gas dari tiap kabupaten/kota dibagi dengan jumlah penduduk pada wilayah
tersebut.Pendapatan perkapita mengindikasikan apakah pertumbuhan perekonomian

Universitas Sumatera Utara

di suatu daerah telah tumbuh atau tidak.Pertumbuhan pendapatan perkapita dapat
disebabkan oleh banyak faktor.Dalam penelitian ini faktor tersebut adalah Dana
Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal.
DAU diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka pemerataan
keuangan dan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.Pembagian DAU berdasarkan bobot dari masing-masing daerah, yang
ditetapkan berdasarkan ataskebutuhan wilayah otonomi daerah dan potensi ekonomi
daerah. Pengelolaan DAU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan peningkatan
kesejahteraan masyrakat yang denga sendirinya akan berdampak pada pertumbuhan
pendapatan perkapita.
PAD merupakan salah satu unsur yang menentukan dalam pembangunan di
daerah. Pemerintah daerah harus mampu menggali dan mengelola sumber-sumber
PAD yang potensial sebagai salah satu sumber pendapatan dalam pemerintah daerah
demi terwujudnya kemandirian daerah. Daerah membutuhkan dana yang berasal dari
pendapatan asli daerah dalam penyelenggaraan urusan rumah tangga. Tanpa sumbersumber keuangan yang cukup maka usaha daerah untuk meningkatkan pendapatan
perkapita akan menemui halangan. Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD
yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki Pendapatan Perkapita yang
lebih baik.

Universitas Sumatera Utara

Berbagai penerimaan yang diperoleh tidak akan berpengaruh langsung kepada
masyarakat apabila tidak melakukan strategi belanja yang efektif. Salah satu belanja
daerah yang menentukan pertumbuhan pendapatan perkapita dan pembangunan
ekonomi adalah belanja modal yang efektif dan efisien. Belanja modal berpengaruh
langsung terhadap tingkat produktivitas masyarakat, dimana masyarakat akan lebih
produktif ketika infrastruktur dan sarana umum lengkap, dan pada gilirannya akan
berpengaruh terhadap tingkat kemakmuran rakyat atau pendapatan perkapita daerah
tersebut.

2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dikembangkan dari telaah teoritis sebagai jawaban sementara dari
masalah atau pertanyaan penelitian yang memerlukan pengujian secara empiris
(Sugiyono, 2007 : 51). Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: Dana
Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal berpengaruh secara
simultan dan parsial Terhadap Pendapatan Perkapita Pada Kabupaten/Kota di
Sumatera Barat.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal terhadap Pendapatan Perkapita pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara

2 77 79

Pengaruh Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pendapatan Perkapita

0 52 113

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal Terhadap Pendapatan Perkapita Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat

1 11 95

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal Terhadap PDRB (Studi Kasus Provinsi Sumatera Barat).

0 0 39

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal Terhadap Pendapatan Perkapita Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat

0 0 13

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal Terhadap Pendapatan Perkapita Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat

0 0 2

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal Terhadap Pendapatan Perkapita Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat

0 0 9

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal Terhadap Pendapatan Perkapita Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat

0 0 3

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal Terhadap Pendapatan Perkapita Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat

0 0 11

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal terhadap Pendapatan Perkapita pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara

0 0 10