HUKUM TATA NEGARA INDONESIA Perubahan Ke

HUKUM TATA NEGARA INDONESIA: Perubahan Kekuasaan MPR
Selama Periodesasi Konstitusi Indonesia
(sebelum dan sesudah amandemen UUD RI)

Disusun oleh:
TRI AYU DAMAI YANTI
Nim. 02011281621135
Kelas: Konstitusi B

FAKULTAS HUKUM
UNIVESITAS SRIWIJAYA
TAHUN AJARAN 2016/2017

PENDAHULUAN
Konstitusi sudah dikenal sejak zaman Yunani kuno, dimana konstitusi Athena yang
ditulis oleh seorang Xenophon (abad 425 SM) merupakan konstitusi pertama. Konstitusi pada
saat itu hanya diartikan secara materiil, namun perbedaan antara kontitusi dengan hukum
biasa sudah tergambar dalam pembedaan yang dilakukan oleh Aristoteles terhadap pengertian
kata politeia (konstitusi) dan nomoi (undang-undang biasa). Dalam bahasa Latin, istilah
konstitusi disebut dengan constitu, dalam bahasa Belanda dikenal dengan sebutan grondwet
(wet berarti undang-undang dan grond berarti dasar). Dalam bahasa Prancis dikenal sebagai

constituer (membentuk)1
Konstitusi sering disamakan dengan UUD, Sri Soemantri menyamakan arti keduanya
sebagai praktik ketatanegaraan di bagian besar dunia, termasuk Indonesia. Namun, Konstitusi
juga sering dibedakan, L.J. Apeldoorn membedakan bahwa konstitusi adalah muatan
peraturan tertulis dan tidak tertulis, sedangkan UUD adalah muatan tertulis dari konstitusi. 2
Negara yang konstitusinya tidak tertulis adalah negara Inggris karena tidak berbentuk suatu
naskah. Negara yang konstitusinya tertulis contohnya Indonesia memiliki UUD yang
dibukukan. Konstitusi dibuat sesingkat mungkin tetapi mencangkup seluruh kepentingan, dan
pada hakekatnya mengandung 3 hal.
1. Pengaturan tentang HAM,
2. Pengaturan tentang Struktur Negara,
3. Pengaturan tengang kekuasaan Negara.
Konstitusi dapat mengalami perubahan sesuai dengan klasifikasi konstitusi yang
digunakan setiap negara baik itu konstitusi rigid (kaku) dan/atau konstitusi flexible. Indonesia
terkualifikasi konstitusi rigid karena untuk melakukan perubahan pada konstitusi harus
melewati serangkaian prosedur yang terbilang rumit yang diatur dalam UU yang berlaku,
tepatnya perubahan UUD diatur dalam Pasal 37 UUD 1945, “(1) Usul perubahan pasalpasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis permusyawaratan
Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat. (2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar
diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah

beserta alasannya. (3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis
1 Sukerdja, Ahmad, HUKUM TATA NEGARA & HUKUM ADMINISTRASI NEGARA, (Jakarta Timur: Sinar
Grafika, 2014), hlm. 64 & 65.
2 Rahayu, Minto, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN, (Jakarta: Grasindo, 2007), hlm. 87.

Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat. (4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal UndangUndang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen
ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. (5) Khusus
mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.”
Tetapi walaupun dianggap rumit, Indonesia pernah mengalami beberapa kali perubahan
konstitusi, yaitu:
1. UUD 1945 (I) [sejak 18 Agustus 1945-]
2. Konstitusi RIS [sejak 27 Desember 1949-]
3. UUDS 1950 [sejak 17 Agustus 1950-]
4. UUD 1945 (II) [sejak 5 juli 1959-]
 Masa Orde Lama (Pemerintahan Soekarno)
 Masa Orde Baru (Pemerintahan Soeharto)
5. UUD 1945 era Reformasi
 Amandemen 1 (diterapkan 29 Oktober 1999)
 Amandemen 2 (diterapkan 18 Agustus 2000)

 Amandemen 3 (diterapkan 9 November 2001)
 Amandemen 4 (diterapkan 10 Agustus 2002)3
Menurut George Jellinek terdapat dua metode perubahan konstitusi. Pertama, yang disebut
“verfassungs-anderung”, yakni cara perubahan konstitusi yang dilakukan dengan sengaja
dengan cara yang ditentukan dalam konstitusi. Kedua, melalui prosedur yang disebut
“verfassungs-wandelung” yakni perubahan konstitusu yang dilakukan tidak berdasarkan cara
formal yang ditentukan dalam konstitusi sendiri, melainkan melalui jalur istimewa seperti,
revolusi, kudeta, dan konvensi.4
PEMBAHASAN
UUD 1945 berisikan 3 bagian yaitu, pembukaan, batang tubuh (16 bab, 37 pasal, 4
pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan), dan penjelasan. UUD 1945 mengatur
tugas dan wewenang Lembaga Negara, menurut teori klasik hukum negara meliputi,

3 Heydir, Laurel, HUKUM KONSTITUSI INDONESIA,
https://www.academia.edu/19263600/Hukum_Konstitusi_Indonesia, diakses 11 november 2017, jam 3:00 WIB.
4 Syahuri, Taufiqurrohman, TAFSIR KONSTITUSI BERBAGAI ASPEK HUKUM, (Jakarta: Kencana, 2011),
hlm. 66.

legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Terkhusus pada tugas MPR memiliki perubahan sebelum
dan sesudah amandemen UUD RI.

Sebelum perubahan UUD 1945, Republik Indonesia (RI) menganut prinsip supremasi
MPR sebagai salah satu bentuk varian sistem supremasi parlemen yang dikenal di dunia. 5
Lembaga MPR disebut sebagai pelaku tertinggi kedaulatan rakyat bahkan dalam Pasal I ayat
(2) UUD 1945 sebelum perubahan dirumuskan dengan kalimat: “Kedaulatan di tanggan
rakyat dan dilakukan sepenuhkan oleh Majelis Pemusyawaratan Rakyat.” Sekarang, isi pasal
tersebut diubah menjadi, “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang Dasar.” Hal ini sangat mempertegas bahwa kedaulatan tersebut dilaksanakan
menurut konstitusi yang berlaku di RI dan pelaku pelaksananya tidak hanya dari Lembaga
MPR tapi mencangkup seluruh Lembaga Negara. Hal ini juga memperjelas bahwa MPR
bukanlah Lembaga Negara tertinggi lagi melainkan setara dengan yang lainnya. Adapun
perubahan lembaga negara sebelum dan sesudah amandemen UUD RI, yaitu:
1. Sebelum amandemen.
Lembaga tertinggi negara adalah MPR. Lembaga tinggi negara adalah Presiden, DPR,
MA, DPA, BPK.
2. Sesudah amandemen.
Lembaga Negara sesudah amandemen UUD 1945 terbagi menjadi 3 lembaga negara
yaitu:
 Lembaga Negara Utama: - legislatif: MPR, DPR, DPD.
- eksekutif: Pres/Wapres, Kementrian negara.
- yudikatif: MA dan MK.
 Lembaga Negara Pendukung, BPK, KY, KPU, dll.

 Lembaga Negara Tambahan, dibentuk dengan UU dan PP/Perpres/Keppres.6
Sebelum perubahan UUD 1945, MPR berwenang memilih Presiden dan Wakil
Presiden hal ini dikarenakan penjelasan pada pasal 3 UUD 1945, “Majelis Permusyawaratan
Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan Negara.”
Karena adanya penataan ulang sistem ketatanegaraan secara teoritis terjadi perubahan
fundamental, yaitu sistem yang vertical hierarkis dengan prinsip supremasi MPR menjadi
horizontal fugsional dengan prinsip check and balances dimana terdapat proses mengawasi
dan saling mengimbangi antarlembaga negara dalam kedudukan yang setara.7 Hal ini
menunjukan bahwa MPR tidak lagi menjadi haluan Negara karena diperkuatnya kelembagaan
DPR, pembentukan lembaga-lembaga baru untuk menunjang kelangsungan pemerintahan
5 Huda, Ni’matul, HUKUM TATANEGARA INDONESIA, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 149.
6 Heydir, Laurel, op. cit.
7 Huda, Ni’matul, op. cit., hlm165.

untuk mencapai tujuan negara dan terkhusus pada wewenang MPR untuk memilih Presiden
dan Wakil Presiden dan MPR. Maka perubahan pasal 3 UUD 1945 menjadi tiga ayat yaitu,
“(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undangundang Dasar. (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden.(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.”
Pada masa sekarang tugas dan wewenang MPR sudah diatur dalam Undang-Undang

Nasional yaitu terdapat dalam UU RI No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan
DPRD. Tepatnya MPR dimuat tersendiri pada BAB II yaitu bagian kesatu mengenai susunan
dan kedudukan, bagian kedua mengenai tugas dan wewenang, bagian ketiga mengenai
keanggotaan, bagian keempat mengenai hak dan kewajiban anggota, bagian kelima fraksi dan
kelompok anggota MPR, bagian keenam mengenai alat kelengkapan, bagian ketujuh
mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang, bagian kedelapan mengenai pelaksaan hak
anggota, dan bagian kesepulun mengenai penggatian antarwaktu.
PENUTUP
Konstitusi merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap bangsa dan negara
untuk mencerminkan sistem ketatanegaraan setiap masing-masing negara. Sesuai dengan
penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa konstitusi akan tetap dan terus berkembang
sesuai dengan perkembangan masyarakat terhadap pemerintahan yang ada baik dapat
dipengaruhi melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, budaya dan lain sebagainya.
Setiap terjadinya perubahan pada konstitusi dapat memberikan dampak pada masyarakat baik
itu positif maupun dampak negatif.
Terlepas dari hal tersebut, terjadinya perubahan konstitusi juga dapat dikatakan
sebagai pemenuhan cita-cita dari suatu bangsa/negara. Perubahan ini juga dikarenakan
ketidakcocokannya lagi sistem yang lama dengan masyarakat yang diatur sebagai contohnya
kekuasaan MPR yang sudah dijelaskan sebelumnya dan juga pada perubahan kekuasaan
Lembaga Negara lainnya.


DAFTAR PUSTAKA
Heydir, Laurel. 2017. “HUKUM KONSTITUSI NDONESIA”.
https://www.academia.edu/19263600/Hukum_Konstitusi_Indonesia,
diakses 11 November 2017, jam 3:00 WIB.
Huda, Ni’matul. 2010. “HUKUM TATANEGARA INDONESIA”. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Rahayu, Minto. 2007. “PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN”. Jakarta: Grasindo.
Sukerdja, Ahmad. 2014. “HUKUM TATA NEGARA & HUKUM ADMINISTRASI
NEGARA”. Jakarta Timur: Sinar Grafika.
Syahuri, Taufiqurrohman. 2011. “TAFSIR KONSTITUSI BERBAGAI ASPEK HUKUM”.
Jakarta: Kencana.