tata hukum indonesia dan bab1

MAKALAH
TATA HUKUM INDONESIA

O
L
E
H
INDRI PANGKERE
X KEPERAWATAN.2

SMK YADIKA MANADO
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Semakin berkembangnya pemikiran mahasiswa dewasa ini, tentunya sudah menjadi
kebutuhan yang wajib bahwa setiap mahasiswa harus mengeahui macam-macam hukum yang
ada di Indonesia ini, tidak terkecuali mahasiswa yuang tidak bergelut di bidang hukum
sekalipun.
Pengenalan berbagai macam hukum ini tentunya sangat diperlukan dimana seorang

mahasiswa akan mendapa predikat lebih di masyarakat, dan tentunya para mahasiswa dapat
menanggulangi ataupun memberikan sumbangsih pada setiap persoalan yang berkaitan
dengan dengan hukum minimal yang terjadi di masyarakt sekitarnya.
Dengan demikian, maka seorang mahasiswa dapat mengamalkan misi-misi
kiemahasiswaannya dengan baik di masayarakat. Dan disini kami mengawali pembahasan
hukum ini dari hukum perdata.
2. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimakud dengan hukum perdata?
2. Bagaimanakah sejarah erbenuknya hukum perdata?
3. Apa sajakah objek-objek kajian dari hukuim perdata?
3. Tujuan
1. Mengenalkan apa yang di maksud dengan hukum perdata.
2. Mengkaji berbagai pokok kajian hukum perdata

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Tata Hukum
Tata hukum ialah semua peraturan-peraturan hukum yang diadakan/diatur oleh negara atau
bagiannya dan berlaku pada waktu itu seluruh masyarakat dalam negara itu. Jelasnya, semua
hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu dalam suatu tempat tertentu.

Oleh karena itu ada sarjana yang mempersamakan tata hukum dengan Hukum Positif atau Ius
Constitutum.
Tata Hukum adalah susunan hukum yang berasal mula dari istilah rechts orde(bahasa
Belanda). Susunan hukum terdiri atas aturan-aturan hukum yang tertata sedemikian rupa
sehingga orang mudah menemukannya bila suatu ketika ia membutuhkan untuk
menyelesaikan peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat. Tata Hukum yang berlaku
dalam masyarakat karena disahkan oleh pemerintah masyarakat itu sendiri. Jika masyarakat
itu adalah masyarakat negara, yang mensahkan hukumnya adalah penguasa negara.
Tata Hukum Indonesia
Tata hukum suatu negara adalah tata hukum yang ditetapkan atau disahkan oleh negara
itu. Jadi tata hukum Indonesia adalah tata hukum yang ditetapkan oleh pemerintah negara
Indonesia. Tata hukum Indonesia juga terdiri atas aturan-aturan hukum yang ditata atau
disusun sedemikian rupa, dan aturan-aturan diantara satu dan lainnya saling berhubungan dan
saling menentukan. Aturan-aturan hukum yang berlaku di Indonesia berkembang secara
dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan kebutuhan masyarakat. Oleh
karenanya suatu aturan yang sudah tidak memenuhi kebutuhan masyarakat perlu diganti
dengan yang baru. Perkembangan masyarakat tertentu diikuti oleh perkembangan aturanaturan yang mengatur pergaulan hidup sehingga tata hukum pun selelalu berubah, begitu pula
tata hukum Indonesia. Suatu tata hukum yang selalu berubah-ubah mengikuti perkembangan
masyarakat di tempat mana tata hukum itu berlaku untuk memenuhi perasaan keadilan
berdasarkan kesadaran hukum masyarakat.

Aturan-aturan yang ditata sedemikian rupa menjadi ”tata hukum” tersebut antara satu dan
lainnya saling berhubungan dan saling menentukan
Tujuan tata hukun ialah untuk mempertahankan, memelihara dan melaksanakan tata tertib di
kalangan anggota-anggota masyarakat dalam negara itu dengan peraturan-peraturan yang
diadakan oleh negara atau bagian-bagiannya.

Suatu masyarakat yang menetapkan tata hukumnya sendiri dan oleh sebab itu turut serta
sendiri dalam berlakunya tata hukum itu, artinya tunduk sendiri terhadap tata hukum itu.
Tiap-tiap tata hukum mempunyai struktur tertentu, yakni strukturnya sendiri. Masyakat yang
menerapkan dan menuruti tata hukum itu hidup, berkembang, bergerak, berubah.
Demikianpun tata hukumnya, sehingga strukturnya dapat berubah pula, oleh sebab itu
dikatakan, bahwa tata hukum mempunyai struktur terbuka.
Tata hukum Indonesia ditetapkan oleh masyarakatt hukum Indonesia, ditetapkan oleh Negara
Indonesia. Oleh karena itu adanya Tata Hukum Indonesia baru sejak lahirnya Negara
Indonesia (17-08-1945). Pada saat berdirinya Negara Indonesia dibentuklah tata hukumnya.
Pelaksanaan tata atau susunan itu berlangsung selama ada pergaulan hidup manusia terus
berkembang. Oleh karena itu, tata hukum terdapat aturan hukum yang positif atau ius
constitutum, disamping aturan hukum sejenis yang pernah berlaku dan tetap dinamakan
sebagai hukum (recth). Dalam hukum positif di Indonesia, terdapat macam-macam tata
hukum di Indonesia antara lain sebagai berikut:

1. Hukum Tata Negara (HTN) adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai
organisasi dalam mencapai tujuannya dalam kemasyarakatan
2. Hukum Administrasi Negara (HAN) adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur
mengenai pengelolaan administrasi pemerintahan yang jika dalam arti luas bertujuan dalam
mengetahui cara tingkah laku negara dan alat-alat perlengkapan negara
3. Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi setiap tingkah
laku manusia untuk memenuhi kepentingan (kebutuhan)nya atau mengatur kepentingankepentingan seseorang.
4. Hukum Pidana adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
setiap manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum
5. Hukum Acara atau Hukum Formal adalah peraturan hukum yang mengatur mengenai
cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum materal. Tata hukum
Acara atau hukum formal dibagi menjadi dua antara lain..


Hukum acara pidana adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dalam cara
bagaimana pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana material



Hukum acara perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai cara

bagaimana mempertahankan dan menjalankan mengenai peraturan hukum perdata
material.

1. Pengertian hukum perdata
Hukum artinya segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang
tegas terhadap pelanggarnya. Hukum perdata adalah segala peraturan hukum yang
mengatur yang mengatur hubunga hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain.
Pada pengertian ini ada beberapa unsur yang perlu dibahas, unsur-unur tersebut antara
lain ialah peraturan hukum, hubungan hukum, dan orang. Dalam buku lain disebutkan
bahwa yang dimaksud hukum perdata ialah aturan-aturan atau norma-normayang
memberikan pembatasan dan oleh karenanyamemberikan perlindungan pada
kepentingan-kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara
kepentingan yang satu dengan yang lain dari orang-orang didalam suatu masyarakat
tertentu. Seperti yang tertera diatas, bahwa dari pengertian diatas terdapat beberapa unsur
dari hukum
perdata yaitu:
1. Peraturan hukum
Peraturan artinya rangkaian ketentuan mengenai ketertiban. Peraturan itu ada yang tertulis
dan ada yang tidak tertulis. Istilah “perdata” berasal dari bahasa sansekerta yang berarti
warga, pribadi, sipil, bukan militer. Hukum perdata artinya hukum mengenai warga, pribadi,

sipil, berkenaan dengan hak dan kewajiban.
2. Hubungan hukum
Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum. Hubungan yang diatur oleh
hukum itu adalah hak dan kewajiban warga, pribadi yang satu terhadap warga, pribadi yang
lain dalam hidup bermasyarakat. Jadi, hubungan hukum adalah hak dan kewajiban hukum
setiap warga atu pribadi dalam hidup bermasyarakat. Hak dan kewajiban tersebut apabila
tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi menurut hukum.
3. Orang ( person )
Orang ( peroon ) adalah subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban. Pendukung hak
dan kewajiban ini berupa manusia pribadi dan badan hukum.
Manusia pribadi adalah mahluk hidup ciptaan Tuhan, yang mempunyai akal, perasaan,
kehendak. Sedangkan badan hukum adalah gejala yuridis, badan ciptaan manusia berdasarkan

hukum.
Dari uraian mengenai definisi hukum perdata tersebut dapat dikenal adanya hukum perdata
tertulis dan hukum perdata tidak tertulis, hukum perdata dalam arti luas dan hukum perdata
dalam arti sempit, hukum perdata nasional dan hukum perdata internasional. Huku perdata
tertulis adalah hukum perdata yang dibuat oleh pembentuk undang-undang, yang
diundangkan dalam lembaran negara. Contohnya ialah hukum perdata barat yang dimuat
dalam B.W.(KUHPdt) yang diundangkan dalam Stb. 1847-23, UU perkawinan no.1 tahun

1974 yang diundanglkan dalam L N tahun 1974 no.1.
Hukum perdata tidak ertulis adalah hukum perdata yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat, dibuat oleh masyarakat , bukan oleh pembentuk undang-undang. Hukum perdata
tidak tertulis lazim disebut dengan istila “hukum adat”.
Hukum perdata dalam arti luas meliputi hukum perdata, hukum dagang an hukum adat.
Sedangkan hukum perdata dalam arti sempit hanya meliputi hukum perdata teretulis.
Hukumperdata nasional adalah hukum perdata yang pendukung hak dan kewajibannya
mempunyai kewarganegaraan yang sama yaitu warga Negara Indonesia. Sedangkan hukum
perdata internasional salah satu pendukung hak dan kewajibannya adalah warga Negara
asing.
2. Sejarah Hukum Perdata
a. Hukum Peradata Belanda
Hukum perdata belanda berasal dari hukum perdata Prancis, yang berinduk pada Code Civil
Prancis. Pada zaman pemerintahan Napoleon Bonaparte, Prancis pernah menjajah Belanda
dan Code Civil diberlakukan pula di Belanda. Setelah Belanda merdeka dari Prancis, Belanda
membentuk kitab Undang-Undang hukum perdata sendiri yang lepas dari pengaruh
kekuasaan Prancis.
Keinginan Belanda tersebut terealisasikan dengan pembentukan kodifikasi hukum perdata
Belanda yang selesai tanggal 5 Juli 1830 dan direncanakan diterapkan tanggal 1 Pebruari
1831. Tetapi dalam bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di daerah bagian selatan

Belanda, yang akhirnya keluar dari Belanda yang akhirnya disebut kerajaan Belgia. Karena
pemisahan ini, kodifikasi- pun baru dapat terwujud pada tanggal 1 Oktober 1838
Meskipun B.W.( Burgerlijik wetboek/ kitab UU hukum perdata belanda ) itu dibentuk oleh
Belanda, namun isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil Prancis.
b. Hukum Perdata Indonesia
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka B.W. Belanda ini juga diupayakan dapat

diberlakukan pula di Hindia Belanda pada waktu itu,yang berhasil disahkan tanggal 16 Mei
1846, dan diberlakukan tanggal 1 Mei 1848.
Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan aturan peralihan UUD45, maka B.W. Hindia
Belanda tetap diberlakukan sebelum digantikan oleh undang- undang yang baru, yang disebut
kitab undang- undang hukum perdata Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia
adalah hukum perdata barat( Belanda), yang berinduk pada kitab Undang- Undang Hukum
Perdata( KUHPdt), yang dalam bahasa aslinya disebut BUgerlijk Wetboek( B.W.) ini berlaku
di Hindia Belanda dulu. Poada pasal II aturan peralihan UUD 1945 yang berbunyi: “ segala
badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belumdiadakan yang
baru menurut UUD ini.” Ini berari bahwa ketentuan yang ada pada zaman hindia belanda,
khususnya hukum perdata, masih berlaku di Indonesia. Tujuannya untuk mencegah terjadinya
kekosongan hukum, dibidang hukum keperdataan.
3. Sitematika Kodifikasi

Sistematika artinya susunan yang teratur, sitematika kodifikasi artinya susunan yang teratur
dari suatu kodifikasi. Sitematika itu meliputi isi dan bentuk kodifikasi. Sistematika kodifikasi
hukum perdata juga meliputi bentuk dan isi.
Sistematika bentuk kitab undang-undang hukum perdata (KUHPdt) meliputi urutan bentuk
bagian terbesar sampai pada bentuk bagian terkecil yaitu:
1. Kitab undang-undang terusun atas buku-buku
2. Tiap buku terusun atas bab-bab
3. Tiap bab tersusun atas bagian-bagian
4. Tiap bagian tersusun atas pasal-pasal
5. Tiap pasal tersusun atas aya-ayat
Sistematika isi kitab undang-undang hukum perdata meliputi kelompok materi berdasarkan
sistem fungsional. Sistem fungional ini ada dua macam, yaitu menurut pembentuk undangundang ( pembentuk B.W ) dan menurut ilmu pengetahuan hukum. Sistematika isi menurut
pembentuk B.W. meliputi empat kelompok materi seperti berikut ini:
1. Kelompok materi mengenai orang ( van personen )
2. Kelompok materi mengenai benda ( van zaken )
3. Kelompok materi mengenai perikatan ( van verbintenissen )
4. Kelompok materi mengenai pembuktian ( van bewijs, verjaring )
Sedangkan sistematika isi menurut ilmu pegetahuan hukum juga meliputi empat kelompok
materi eperti berikut ini:
1. Kelompok materi mengenai orang ( personenrecht )

2. Kelompok materi mengenai keluarga ( familierecht )

3. Kelompok materi mengenai harta kekayaan ( vermogensrecht )
4. Kelompok materi mengenai pewarisan ( erfreht )
Apabila sistematioka bentuk dan sistematika isi digabungkan, maka dapat dilihat sistematika
kitab undang-undang hukum perdata ( burgerlijik wetboek ) sebagai berikut:
1. Buku I mengenai orang
2. Buku II mengenai benda
3. Buku III mengenai perikatan
4. Buku IV mengenai pembuktian
Mengenai sitematika isi, ada perbedaan antara sistematika B.W.( KUHPdt) dan sistematika
ilmu pengeahuanhukum. Perbedaan tersebut disebabkan oleh latar belakang penyusunannya.
Penyusuna B.W. didasarkan pada sistem individualism ( kebebasan individu ) sebagai
pengaruh dari revolusi perancis. Hak milik (eigendom) adalah sentral, dan tidak dapat
diganggu gugat oleh iapapun juga. Hak dan kebebasan setiap individu harus dijamin.
Sedangkan sistematika ilmu pengetahuan hukum didasarkan pada perkembangan siklus
kehidupan manusia: lahir –dewasa ( kawin ) –cari harta ( nafkah hidup )- mati (pewarisan).
Dengan demikian perbedaan sistematioka tersebut dapat dilihat dalam hal materi berikut ini:
1. Buku I B.W. (KUHPdt) memuat ketentuan mengenai manusia pribadi dan keluarga
(perkawinan). Sedangkan ilmu penghetahuan hukum hanya memuat ketentuan mengenai

manusia pribadi dan badan hukum, keduanya sebagai pendukung hak dan keajiban.
2. Buku II B.W. (KUHPdt) memuat ketentuan mengenai benda dan waris. Sedangkan ilmu
pengeahuan hukun hanya memuat keentuan mengenai harta kekayaan yang meliputi benda
dan perikatan.
3. Buku III B.W. (KUHPdt) memuat ketentuan mengenai perikatan. Sedangkan ilmu
pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai harta kekayaan yang meliputi benda dan
perikatan.
4. Buku IV B.W.(KUHPdt) memuat ketentuan mengenai bukti dan daluarsa. Sedangkan ilmu
pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai pewarisan, sedangkan mengenai bukti dan
daluarsa termasuk materi hukum perdata
4. Sumber Hukum Peradata
Yang dimksud sumber hukum perdata adalah asal mula hukum perdata, atau tempat di mana
hukum perdata ditemukan. Asal mula itu menunjuk pada seajrah asalnya dan
pembentukannya. Sedangkan “ tempat” menunjuk kepada rumusan- rumusan itu dimuat dan
dapat dibaca. Pengertian sumber hukum perdata dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Sumber dalam arti formal
Sumber dalam arti “ sejarah asalnya” hukum perdata adalah hukum perdata buatan

pemerintah colonial Belanda yang terhimpun dalam B.W. ( KUHPdt). Berdasarkan aturan
peralihan UUD45, B.W. ( KUHPdt) itu dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti
dengan undang-undang baru berdasarkan UUD45.
Sumber dalam arti “pembentukannya” adalah pembentuk undang-undang beradsarkan
UUD45 ditetapkan oleh rakyat Indonesia, yang didalamnya termasuk juga aturan peralihan.
Atas dasar aturann peralihan itu, B.W. (KUHPdt) dinyatakan tetap berlaku. Ini berarti
pembentuk UUD Indonesia ikut menyatakan berlakunya B.W.(KUHPdt).
a. Sumber dalam arti material
Sumber dalam arti “tempat” adalah Staatsblad atau lembaran Negara dimana rumusan
ketentuan undang-undang hukum peradata dapat dibaca oleh umum. Selain itu, keputusan
hakim yang disebut yurisprudensi juga termasuk sumber dalam arti tempat, dimana hukum
perdata bentukan hakim dapat dibaca.
Sumber hukum perdata dalam arti material umumnya masih bekas peninggalan zaman
colonial dahulu, terutama terdapat dalam Staatblad. Sedangkan yang lainnya sebagian besar
yurisprudensi Mahkamah Agung R.I. dan sebagian kecil saja adalah Lembaran Negara R.I.
yang memuat hukum perdata R.I.
5. Kitab undang-undang hukum perdata
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia adalah
adopsi dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda
dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda). Untuk Indonesia yang saat itu
masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda
sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis, dengan beberapa penyesuaian.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
1. Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu
hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum.
Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran,
kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk
bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan
di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
2. Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur
hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain
hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda
berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan, dan kapal dengan berat tertentu);

(ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap
sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih
atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan
tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula
bagian mengenai penjaminan dengan hipotik. telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU tentang hak tanggungan.
3. Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga
perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum
yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara
lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan)
undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara
pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, kitab undang-undang hukum
dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer,
khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
4. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum
(khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum
perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
6. Object, Subject, dan Causa dalam Perhubungan Hukum
Perhubungan hukum adalah perhubungan antara seorang manusia dan lain orang manusia,
atau yang dalam hal ini disamakan dengan manusia yaitu badan hukum, atau antara seorang
manusia dan suatu harta benda yang ada peraturannaya dalam hukum dengan rangkaian
kewajiban-kewajiban hukum dan hak-hak perseorangan.
Object dalam perhubungan hukum adalah hal yang diwajibkan atau hal terhadap mana
seorang mempunyai hak.
Subject dalam perhubungan hukum adalah seorang manusia atau badan hukum yang
mendapat beban kewajiban atau yang diberikan hak untuk sesuatu.
Causa dalam perhubungan hukum adalah hal yang menyebabkan adanya perhubungan
hukum, yaitu rangkaian kepentingan-kepentingan yang harus dijaga dan diperhatikan secara
yang termaktub dalam isi perhubungan hukum itu.
Dalam perhubungan hukum antara seorang manusia atau suatu badan hukum dan suatu harta
benda, objectnya adalah harta benda itu, terhadap dimana seorang manusia atau badan hukum
itu mempunyai hak-hak dan atau kewajiban- kewajiban. Misalnya dalam perhubungan hukum
yang merupakan hak milik atas suatu tanah pekarangan, object adalah tanah pekarangan itu.
Si pemilik ada hak untuk menggunakan, meminjamkan, menjual, menukarkan dan lain-lain

sebagainya terhadap tanah pekarangan itu. Sebaliknya, pemilik juga memiliki kewajiban
yaitu dalam pemakaian tanah itu harus mengingati kepentingan tetangga dan tidak boleh
menggunakan tanah nya sedemikian rupa sehingga dapat merugiukan tetangganya. Misalnya
mendirikan dinding yang begitu tinggi, sehingga tetangganya tidak dapat melihat sinar
matahari.
PENGERTIAN HUKUM PIDANA
Hukum Pidana, sebagai salah satu bagian independen dari Hukum Publik merupakan salah
satu instrumen hukum yang sangat urgen eksistensinya sejak zaman dahulu. Hukum ini ditilik
sangat penting eksistensinya dalam menjamin keamanan masyarakat dari ancaman tindak
pidana, menjaga stabilitas negara dan (bahkan) merupakan “lembaga moral” yang berperan
merehabilitasi para pelaku pidana. Hukum ini terus berkembang sesuai dengan tuntutan
tindak pidana yang ada di setiap masanya.

Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan
memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Seperti
perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang
Korupsi, Undang-Undang HAM dan lain sebagainya. Hukum pidana adalah hukum yang
mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman bagi yang
melanggarnya. Perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana adalah:
• Pembunuhan
• Pencurian
• Penipuan
• Perampokan
• Penganiayaan
• Pemerkosaan
• Korupsi
Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-Najar dalam diktat “Pengantar Ilmu Hukum”-nya
mengetengahkan defenisi Hukum Pidana sebagai “Kumpulan kaidah-kaidah Hukum yang
menentukan perbuatan-perbuatan pidana yang dilarang oleh Undang-Undang, hukumanhukuman bagi yang melakukannya, prosedur yang harus dilalui oleh terdakwa dan
pengadilannya, serta hukuman yang ditetapkan atas terdakwa.”
Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara,

yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
• Menetukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan
tersebut.
• Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
• Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada
orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Menurut Sudarto, pengertian Pidana sendiri ialah nestapa yang diberikan oleh Negara kepada
seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Undang-undang
(hukum pidana), sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.
B. Tujuan Hukum Pidana
Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah :
• Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik.
• Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan
dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkunganya
Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala
sosial yang kurang sehat di samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik.
Jadi Hukum Pidana, ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum. Tetapi kalau di dalam
kehidupan ini masih ada manusia yang melakukan perbuatan tidak baik yang kadang-kadang
merusak lingkungan hidup manusia lain, sebenarnya sebagai akibat dari moralitas individu
itu. Dan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu perbuatan yang tidak baik
itu(sebagai pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana), maka dipelajari oleh
“kriminologi”.
Di dalam kriminologi itulah akan diteliti mengapa sampai seseorang melakukan suatu
tindakan tertentu yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup sosial. Di samping itu juga ada
ilmu lain yang membantu hukum pidana, yaitu ilmu Psikologi. Jadi, kriminologi sebagai
salah satu ilmu yang membantu hukum pidana bertugas mempelajari sebab-sebab seseorang
melakukan perbuatan pidana, apa motivasinya, bagaimana akibatnya dan tindakan apa yang
dapat dilakukan untuk meniadakan perbuatan itu.
C. Klasifikasi Hukum Pidana
Secara substansial atau Ius Poenalle ini merupakan hukum pidana
Dalam arti obyektif yaitu “sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau

keharusan-keharusan dimana terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman”. Hukum
Pidana terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu:
• Hukum Materil ialah cabang Hukum Pidana yang menentukan perbuatan-perbuatan
kriminal yang dilarang oleh Undang-Undang, dan hukuman-hukuman yang ditetapkan bagi
yang melakukannya. Cabang yang merupakan bagian dari Hukum Publik ini mepunyai
keterkaitan dengan cabang Ilmu Hukum Pidana lainnya, seperti Hukum Acara Pidana, Ilmu
Kriminologi dan lain sebagainya.
• Hukum Formil (Hukum Acara Pidana) Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum
acara. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar hukum
(materil) itu terwujud atau dapat diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang memenuhi
perbuatannya. Tanpa hukum acara maka tidak ada manfaat hukum materiil. Untuk
menegakkan ketentuan hukum pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum perdata
maka ada hukum acara perdata. Hukum acara ini harus dikuasai para praktisi hukum, polisi,
jaksa, pengacara, hakim.
Dr. Mansur Sa’id Isma’il dalam diktat “Hukum Acara Pidana”-nya memaparkan defenisi
Hukum Acara Pidana sebagai ”kumpulan kaidah-kaidah yang mengatur dakwa pidana—
mulai dari prosedur pelaksanaannya sejak waktu terjadinya pidana sampai penetapan hukum
atasnya, hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan hukum yang tumbuh dari
prosedur tersebut—baik yang berkaitan dengan dugaan pidana maupun dugaan perdata yang
merupakan dakwa turunan dari dakwa pidana, dan juga pelaksanaan peradilannnya.”. Dari
sini, jelas bahwa substansi Hukum Acara Pidana meliputi:
• Dakwa Pidana, sejak waktu terjadinya tindak pidana sampai berakhirnya hukum atasnya
dengan beragam tingkatannya.
• Dakwa Perdata, yang sering terjadi akibat dari tindak pidana dan yang diangkat sebagai
dakwa turunan dari dakwa pidana.
• Pelaksanaan Peradilan, yang meniscayakan campur-tangan pengadilan.
Dan atas dasar ini, Hukum Acara Pidana, sesuai dengan kepentingan-kepentingan yang
merupakan tujuan pelaksanaannya, dikategorikan sebagai cabang dari Hukum Publik, karena
sifat global sebagian besar dakwa pidana yang diaturnya dan karena terkait dengan
kepentingan Negara dalam menjamin efisiensi Hukum Kriminal. Oleh sebab itu, UndangUndang Hukum Acara ditujukan untuk permasalahan-permasalahan yang relatif rumit dan
kompleks, karena harus menjamin keselarasan antara hak masyarakat dalam menghukum
pelaku pidana, dan hak pelaku pidana tersebut atas jaminan kebebasannya dan nama baiknya,
dan jika memungkinkan juga, berikut pembelaan atasnya. Untuk mewujudkan tujuan ini, para
ahli telah bersepakat bahwa Hukum Acara Pidana harus benar-benar menjamin kedua belah

pihak—pelaku pidana dan korban.
Hukum Pidana dalam arti Dalam arti Subyektif, yang disebut juga “Ius Puniendi”, yaitu
“sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang
melakukan perbuatan yang dilarang”.
D. Ruang Lingkup Hukum Pidana
Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana
atau delik ataupun tindak pidana. Menurut Simons peristiwa pidana ialah perbuatan salah dan
melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan seseorang yang mampu bertanggung
jawab. Jadi unsur-unsur peristiwa pidana, yaitu:.
• Sikap tindak atau perikelakuan manusia
. Melanggar hukum, kecuali bila ada dasar pembenaran; Didasarkan pada kesalahan, kecuali
bila ada dasar penghapusan kesalahan.
Sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi adalah
- Perilaku manusia ; Bila seekor singa membunuh seorang anak maka singa tidak dapat
dihukum
- Terjadi dalam suatu keadaan, dimana sikap tindak tersebut melanggar hukum,
misalnya anak yang bermain bola menyebabkan pecahnya kaca rumah orang.
- Pelaku harus mengetahui atau sepantasnya mengetahui tindakan tersebut merupakan
pelanggaran hukum; Dengan pecahnya kaca jendela rumah orang tersebut tentu diketahui
oleh yang melakukannya bahwa akan menimbulkan kerugian orang lain.
- Tidak ada penyimpangan kejiwaan yang mempengaruhi sikap tindak tersebut.Orang yang
memecahkan kaca tersebut adalah orang yang sehat dan bukan orang yang cacat mental.
Dilihat dari perumusannya, maka peristiwa pidana/delik dapat dibedakan dalam :
• Delik formil, tekanan perumusan delik ini ialah sikap tindak atau perikelakuan yang
dilarang tanpa merumuskan akibatnya.
• Delik materiil, tekanan perumusan delik ini adalah akibat dari suatu sikap tindak atau
perikelakuan.
Misalnya pasal 359 KUHP :
Dalam Hukum Pidana ada suatu adagium yang berbunyi : “Nullum delictum nulla poena sine
praevia lege poenali”, artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa ada peraturan
yang mengatur perbuatan tersebut sebelumnya. Ketentuan inilah yang disebut sebagai asas
legalitas .
Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai asas
ruang lingkup berlakunya kitab undang-undang hukum pidana. Asas ruang lingkup

berlakunya aturan hukum pidana, ialah
1. Asas Teritorialitas (teritorialitets beginsel)
2. Asas nasionalitas aktif (actief nationaliteitsbeginsel)
3. Asas Nasionalitas Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel)
E. Sistem Hukuman
Sistem hukuman yang dicantumkan dalam pasal 10 tentang pidana pokok dan tambahan,
menyatakan bahwa hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana
terdiri dari :
a. Hukuman Pokok (hoofd straffen ).
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
b. Hukuman Tambahan (Bijkomende staffen)
1. Pencabutan beberapa hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Hukum perdata merupakan hukum yang mengatur keteraturan masyarakat, di mana dalam
lingkup perseorangan. Hukum perdata yang diterapkan di berbagai negara berbeda-beda,
aakan tetapi secara umum hampeir ada kemiripan hukum perdata dari negara-negara tertentu.

Adanya kemiripan tersebut antara lain disebabkan karena telah adanya penjajahan negara satu
terhadap negara lain, sehingga aturan-aturan dari negara penjajahpun secara perlahan-lahan
berbaur dengan tata cara dan aturan-aturan yang ada di pribumi.
Hukum perdata secara tertulis/formal di himpun menjadi suatu undang-undang. Apabila
undang-undang di buat dalam bentuk kodifikasi, maka harus dapat memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:
1. Meliputi bidang hukum tertentu
2. Tersusun secara sistematis
3. Memuat materi yang lengkap
4. Penerapannya memberikan penyelesaian tuntas
Adapun dasar bberlakunya hukum perdata adalah ketentuan undang-undang, perjanjian yang
dibuat oleh pihak-pihak, dan keputusan hakim. Realisasi keberlakuan itu adalah pelaksanaan
kewajiban hukum, yaitu melaksanakan perintah dan menjkauhi larangan yang ditetapkan oleh
hukum. Dan tentunya kewajiban harus diimbangi dengan hak.

Daftar Pustaka
Vollmar. HFA, Pengantar study hukum perdata, PT. Raja grafindo persada, Jakarta 1996
WP. Asas-asas hukum perdata, pustaka hidayah, Bandung, 1990
Subekti, pokok-pokok hukum perdata, PT. intermasa, Bandung, 1980
Abdul khadir Muhammad, hukum perdata Indonesia, PT. citra aditya bakti, Bandar lampung,
2000
Soeroso, perbandingan hukum perdata, sinar grafika, Jakarta, 1995
http://wapedia.mobi/id/hukum_indonesia