Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan, Audit Client Tenure, Pergantian Auditor, Kesulitan Keuangan terhadap Pemberian Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Real Estate yang Terdaftar di BEI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan
perusahaan
mengindikasikan
kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Pada
penelitian
ini,
pertumbuhan
pertumbuhan penjualan.
perusahaan
perusahaan
diproksikan
dengan
Rasio ini mengukur seberapa baik
mempertahankan
posisi
ekonominya,
baik
dalam
industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan
(Weston dan Copeland, 1992 dalam Setyarno et al. , 2006).
Sebagai kegiatan operasi utama perusahaan, penjualan dituntut
untuk selalu mengalami peningkatan. Auditee yang mempunyai rasio
pertumbuhan penjualan yang positif mengindikasikan bahwa auditee
dapat
mempertahankan
posisi
ekonominya
dan
lebih
dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern).
Jika tingkat penjualan stabil, tanpa ada peningkatan, ada
indikasi
bahwa
perusahaan
mengalami
stagnan
yang
akan
mempengaruhi perkembangan perusahaan ke depan. Tapi jika tingkat
penjualan negatif, maka ada indikasi mengenai going concern
11
Universitas Sumatera Utara
perusahaan.
Hal ini dikarenakan penjualan merupakan aktivitas
operasi utama perusahaan yang menopang perusahaan sebagai sumber
pemasukan utama. Penjualan yang terus meningkat dari tahun ke
tahun akan memberi peluang auditee untuk memperoleh peningkatan
laba.
Semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan auditee, akan
semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit
going concern.
Selain itu, hal ini membuktikan bahwa sesuai dengan kondisi
yang dinyatakan dalam SA Seksi 341 (IAI, 2001) mengenai trend
negatif, yaitu jika perusahaan mengalami tingkat pertumbuhan
perusahaan
yang
negatif,
maka
ada
indikasi
mengenai
keberlangsungan usaha. Kesimpulannya, perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan perusahaan yang negatif akan memperoleh opini audit
going concern.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fanny dan Saputra
(2005) dengan menggunakan pertumbuhan aktiva sebagai proksi,
memperoleh hasil yang tidak signifikan. Pertumbuhan perusahaan
tidak mempengaruhi pemberian opini audit going concern. Santosa
dan Wedari (2007) dengan menggunakan laba sebagai proksi
pertumbuhan perusahaan memperoleh hasil yang sama bahwa
pertumbuhan
ternyata
tidak
memiliki
pengaruh
terhadap
kecenderungan pemberian opini audit going concern.
12
Universitas Sumatera Utara
H1 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going
concern.
2.1.2 Audit Client Tenure
Gheiger dan Raghunandan (2002) menyatakan tenure adalah
lamanya hubungan auditor klien diukur dengan jumlah tahun. Ketika
auditor memiliki jangka waktu hubungan yang lama dengan klien, hal
ini akan mendoromg pemahamam yang lebih atas kondisi keuangan
klien dan oleh karena itu mereka akan dapat mendeteksi masalah
going concern.
Dalam sudut pandang kedua, menjaga hubungan dengan kantor
akuntan publik yang sama untuk jangka waktu yang lama dianggap
lebih ekonomis untuk klien. Adanya hubungan antar auditor dengan
kliennya dalam waktu yang lama dikhwatirkan akan membuat auditor
kehilangan independensinya.
Karena antara auditor dengan klien
sudah terikat hubungan yang nyaman dan saling menguntungkan
sehingga kualitas audit menjadi rendah.
Auditor menjadi kurang
skeptis dan kurang waspada dalam mendapatkan bukti.
Rentang
hubungan yang lama ini berpotensi untuk menjadikan auditor cepat
puas pada apa yang dilakukan, melaksanakan prosedur audit yang
kurang tegas, dan terlalu tergantug pada pernyataan manajemen.
13
Universitas Sumatera Utara
Dalam laporannya yang dikeluarkan oleh Bagian Praktek
Securities
of Exchange
Commision
(SEC) Komite Eksekutif
(American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) 1992
dalam Sinason et al., 2001) dinyatakan beberapa argumen yang dibuat
tentang audit tenure. Argumen ini menyatakan bahwa dalam jangka
panjang hubungan antara auditor dan perusahaan klien akan
menyebabkan masalah berikut :
a. Auditor mempunyai hubungan yang semakin dekat dengan
manajemen klien yang menyebabkan auditor kehilangan skeptisme
professional.
b. Auditor mungkin menganggap pengujian yang dilakukan sebagai
pengulangan dari perikatan sebelumnya sehingga auditor merasa
mengetahui lebih dulu hasil pengujian tersebut.
Hal ini
menyebabkan auditor kurang mampu mengevaluasi perubahan
penting dalam kondisi klien.
c. Auditor mungkin berkeinginan untuk menyelesaikan masalah
perusahaan klien dalam rangka mempertahankan hubungan baik
dengan klien, memenuhi keinginan klien mungkin menjadi
prioritas
auditor
dibandingkan
dengan
mengikuti
standar
professional. Untuk menjaga independensinya, beberapa negara
menetapkan peraturan mengenai rotasi KAP. Di Indonesia sendiri
peraturan rotasi KAP mengharuskan dilakukannya pergantian
14
Universitas Sumatera Utara
Kantor Akuntan Publik per 5 tahun dan auditor per 3 tahun yang
mengaudit sebuah perusahaan secara berturut-turut.
H2 : Audit client-tenure berpengaruh terhadap opini audit going
concern.
2.1.3
Pergantian Auditor
Perusahaan umumnya menggunakan pergantian auditor untuk
menghindari penerimaan opini going concern. Auditee yang diaudit
oleh KAP baru mungkin merasa lebih puas dengan beberapa
pertimbangan. Pertama perusahaan cenderung untuk mengganti
auditor karena ketidakpuasan akan pelayanan yang diberikan dari
auditor
sebelumnya
atau
mereka
mempunyai
beberapa
jenis
perselisihan dengan auditor sebelumnya. Schwartz dan Menon (1985)
menyatakan bahwa pergantian auditor banyak dilakukan pada
perusahaan yang bermasalah dibandingkan pada perusahaan yang
sehat.
Oleh karena itu, perusahaan mengganti auditor dalam tiga
tahun dengan harapan akan mengalami suatu peningkatan dalam
kepuasan klien. Kedua perikatan audit yang baru, ada ketidakyakinan
management klien terhadap kualitas pelayanan yang disediakan KAP.
Hal ini menimbulkan dorongan yang kuat dari KAP untuk
memprioritaskan pelayanan klien dalam tahun-tahun pertama setelah
15
Universitas Sumatera Utara
memperoleh klien yang baru. Klien-klien baru mungkin mendapatkan
perhatian khusus, dan mereka mungkin menikmati perspektif dan
pandangan yang berbeda yang diberikan oleh auditor baru.
Pergatian auditor yang dilakukan oleh perusahaan diharapkan
dapat mempengaruhi kepuasan klien.
Seorang auditor baru akan
cenderung memperlihatkan kinerjanya pada tahun-tahun pertama saat
auditor melakukan audit. Pada awal tahun kontrak pelaksanaan audit,
auditor baru akan berusaha mencari tahu kinerja auditor lama, dan
untuk itu auditor baru akan membandingkan dengan kinerja yang
mungkin dapat dicapainya.
pelaksanaan
audit
Harapan seorang auditor baru adalah
sebaik-baiknya,
tanpa
mengurangi
sikap
profesionalnya sebagai seorang auditor. Tujuan pergantian auditor
dimaksudkan untuk meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi atau
kondisi keuangan perusahaan. Pergantian auditor menyebabkan
dampak negatif.
H3 : Pergantian auditor berpengaruh terhadap opini audit going
concern.
2.1.4
Kesulitan Keuangan
Kesulitan keuangan (Financial distress) merupakan suatu
kondisi perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Hal
ini dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan.
Untuk dapat
16
Universitas Sumatera Utara
menilai kesehatan suatu perusahaan dapat digunakan laporan keuangan
yang terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi, ikhtisar laba yang
ditahan, dan laporan posisi keuangan.
Hoffer (1980: 20) dan Witaker (199: 24) dalam (Endri, 2009)
memberikan perumpamaan bahwa kondisi financial distress sebagai
suatu kondisi dari perusahaan yang mengalami laba bersih (net profit)
negatif selama kurun waktu beberapa tahun. Kebangkrutan sebagai
akibat kegagalan kemudian didefinisikan dalam berbagai arti, yaitu :
kegagalan ekonomi dan kegagalan keuangan (Adnan dan Kurniasih,
2000:
137).
Kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi
perusahaan untuk dapat menghasilkan laba (Endri, 2009).
Perusahaan yang kondisinya buruk, banyak ditemukan
indikator masalah going concern (Ramadhany, 2004).
Perusahaan
yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan, tidak menerima
opini going concern dari auditor.
Namun semakin buruknya
perusahaan akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima
opini audit going concern (McKeown, 1991 dalam Januarti, 2009).
Pemakai laporan keuangan seringkali merasa pengeluaran opini going
concern sebagai sebuah prediksi kebangkrutan (Altman, 1982 dalam
Setiawan, 2006).
Altman
(1968)
telah
melakukan
studi
serupa
untuk
menemukan suatu model prediksi kebangkrutan dalam beberapa
17
Universitas Sumatera Utara
periode sebelum kebangkrutan benar-benar terjadi.
Altman dan
McGough (1974) dalam Fanny dan Saputra (2005) menyarankan agar
penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor
untuk
memutuskan
kemampuan
perusahaan
mempertahankan
kelangsungan hidupnya, karena penelitiannya menememukan bahwa
tingkat prediksi kebangkrutan dengan menggunakan suatu model
prediksi mencapai tingkat keakuratan hingga 82%. Penelitian yang
dilakukan oleh Setyarno, et al. (2006) juga berhasil membuktikan
bahwa model prediksi Altman berpengaruh terhadap penerimaan opini
audit going concern.
Model Z-score Altman sampai sekarang adalah yang paling
banyak digunakan oleh para peneliti, praktisi serta akademisi dibidang
akuntansi dibandingkan dengan model prediksi kebangkrutan lainnya
(Altman, 1993 dalam Fanny dan Saputra 2005).
Model yang
dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi.
Model Z-score dinilai dapat menganalisis dengan baik dan
handal tanpa memperhatikan ukuran perusahaan yang dianalisis.
Apabila perusahaan sangat makmur didapat Z-score mulai turun tajam
maka perusahaan harus waspada terhadap kebangkrutan. Atau apabila
perusahaan baru survive, maka Z-score dapat membantu perusahaan
mengevaluasi dampak yang telah diperhitungkan dari perubahan
upaya-upaya manajemen perusahaan.
18
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Altman untuk perusahaan yang
bangkrut dan tidak bangkrut menunjukkan nilai tertentu. Kriteria yang
digunakan untuk dapat memprediksi kebangkrutan sebuah perusahaan
dengan model diskriminan adalah dengan melihat zone of ignorance
yaitu daerah nilai Z.
Rumus Model Altman Z-score untuk perusahaan manufaktur
dan go public:
�= ,
+ ,
+ ,
�
ℎ
�
+ ,6
ℎ
ℎ
ℎ
+ ,
�
ℎ
ℎ
�
Tabel 2.1
Kriteria titik cut off Model Z-score
Kriteria
Tidak bangkrut jika Z lebih besar dari (>)
Daerah rawan bangkrut (grey area)
Bangkrut jika Z kurang dari (
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan
perusahaan
mengindikasikan
kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Pada
penelitian
ini,
pertumbuhan
pertumbuhan penjualan.
perusahaan
perusahaan
diproksikan
dengan
Rasio ini mengukur seberapa baik
mempertahankan
posisi
ekonominya,
baik
dalam
industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan
(Weston dan Copeland, 1992 dalam Setyarno et al. , 2006).
Sebagai kegiatan operasi utama perusahaan, penjualan dituntut
untuk selalu mengalami peningkatan. Auditee yang mempunyai rasio
pertumbuhan penjualan yang positif mengindikasikan bahwa auditee
dapat
mempertahankan
posisi
ekonominya
dan
lebih
dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern).
Jika tingkat penjualan stabil, tanpa ada peningkatan, ada
indikasi
bahwa
perusahaan
mengalami
stagnan
yang
akan
mempengaruhi perkembangan perusahaan ke depan. Tapi jika tingkat
penjualan negatif, maka ada indikasi mengenai going concern
11
Universitas Sumatera Utara
perusahaan.
Hal ini dikarenakan penjualan merupakan aktivitas
operasi utama perusahaan yang menopang perusahaan sebagai sumber
pemasukan utama. Penjualan yang terus meningkat dari tahun ke
tahun akan memberi peluang auditee untuk memperoleh peningkatan
laba.
Semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan auditee, akan
semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit
going concern.
Selain itu, hal ini membuktikan bahwa sesuai dengan kondisi
yang dinyatakan dalam SA Seksi 341 (IAI, 2001) mengenai trend
negatif, yaitu jika perusahaan mengalami tingkat pertumbuhan
perusahaan
yang
negatif,
maka
ada
indikasi
mengenai
keberlangsungan usaha. Kesimpulannya, perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan perusahaan yang negatif akan memperoleh opini audit
going concern.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fanny dan Saputra
(2005) dengan menggunakan pertumbuhan aktiva sebagai proksi,
memperoleh hasil yang tidak signifikan. Pertumbuhan perusahaan
tidak mempengaruhi pemberian opini audit going concern. Santosa
dan Wedari (2007) dengan menggunakan laba sebagai proksi
pertumbuhan perusahaan memperoleh hasil yang sama bahwa
pertumbuhan
ternyata
tidak
memiliki
pengaruh
terhadap
kecenderungan pemberian opini audit going concern.
12
Universitas Sumatera Utara
H1 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going
concern.
2.1.2 Audit Client Tenure
Gheiger dan Raghunandan (2002) menyatakan tenure adalah
lamanya hubungan auditor klien diukur dengan jumlah tahun. Ketika
auditor memiliki jangka waktu hubungan yang lama dengan klien, hal
ini akan mendoromg pemahamam yang lebih atas kondisi keuangan
klien dan oleh karena itu mereka akan dapat mendeteksi masalah
going concern.
Dalam sudut pandang kedua, menjaga hubungan dengan kantor
akuntan publik yang sama untuk jangka waktu yang lama dianggap
lebih ekonomis untuk klien. Adanya hubungan antar auditor dengan
kliennya dalam waktu yang lama dikhwatirkan akan membuat auditor
kehilangan independensinya.
Karena antara auditor dengan klien
sudah terikat hubungan yang nyaman dan saling menguntungkan
sehingga kualitas audit menjadi rendah.
Auditor menjadi kurang
skeptis dan kurang waspada dalam mendapatkan bukti.
Rentang
hubungan yang lama ini berpotensi untuk menjadikan auditor cepat
puas pada apa yang dilakukan, melaksanakan prosedur audit yang
kurang tegas, dan terlalu tergantug pada pernyataan manajemen.
13
Universitas Sumatera Utara
Dalam laporannya yang dikeluarkan oleh Bagian Praktek
Securities
of Exchange
Commision
(SEC) Komite Eksekutif
(American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) 1992
dalam Sinason et al., 2001) dinyatakan beberapa argumen yang dibuat
tentang audit tenure. Argumen ini menyatakan bahwa dalam jangka
panjang hubungan antara auditor dan perusahaan klien akan
menyebabkan masalah berikut :
a. Auditor mempunyai hubungan yang semakin dekat dengan
manajemen klien yang menyebabkan auditor kehilangan skeptisme
professional.
b. Auditor mungkin menganggap pengujian yang dilakukan sebagai
pengulangan dari perikatan sebelumnya sehingga auditor merasa
mengetahui lebih dulu hasil pengujian tersebut.
Hal ini
menyebabkan auditor kurang mampu mengevaluasi perubahan
penting dalam kondisi klien.
c. Auditor mungkin berkeinginan untuk menyelesaikan masalah
perusahaan klien dalam rangka mempertahankan hubungan baik
dengan klien, memenuhi keinginan klien mungkin menjadi
prioritas
auditor
dibandingkan
dengan
mengikuti
standar
professional. Untuk menjaga independensinya, beberapa negara
menetapkan peraturan mengenai rotasi KAP. Di Indonesia sendiri
peraturan rotasi KAP mengharuskan dilakukannya pergantian
14
Universitas Sumatera Utara
Kantor Akuntan Publik per 5 tahun dan auditor per 3 tahun yang
mengaudit sebuah perusahaan secara berturut-turut.
H2 : Audit client-tenure berpengaruh terhadap opini audit going
concern.
2.1.3
Pergantian Auditor
Perusahaan umumnya menggunakan pergantian auditor untuk
menghindari penerimaan opini going concern. Auditee yang diaudit
oleh KAP baru mungkin merasa lebih puas dengan beberapa
pertimbangan. Pertama perusahaan cenderung untuk mengganti
auditor karena ketidakpuasan akan pelayanan yang diberikan dari
auditor
sebelumnya
atau
mereka
mempunyai
beberapa
jenis
perselisihan dengan auditor sebelumnya. Schwartz dan Menon (1985)
menyatakan bahwa pergantian auditor banyak dilakukan pada
perusahaan yang bermasalah dibandingkan pada perusahaan yang
sehat.
Oleh karena itu, perusahaan mengganti auditor dalam tiga
tahun dengan harapan akan mengalami suatu peningkatan dalam
kepuasan klien. Kedua perikatan audit yang baru, ada ketidakyakinan
management klien terhadap kualitas pelayanan yang disediakan KAP.
Hal ini menimbulkan dorongan yang kuat dari KAP untuk
memprioritaskan pelayanan klien dalam tahun-tahun pertama setelah
15
Universitas Sumatera Utara
memperoleh klien yang baru. Klien-klien baru mungkin mendapatkan
perhatian khusus, dan mereka mungkin menikmati perspektif dan
pandangan yang berbeda yang diberikan oleh auditor baru.
Pergatian auditor yang dilakukan oleh perusahaan diharapkan
dapat mempengaruhi kepuasan klien.
Seorang auditor baru akan
cenderung memperlihatkan kinerjanya pada tahun-tahun pertama saat
auditor melakukan audit. Pada awal tahun kontrak pelaksanaan audit,
auditor baru akan berusaha mencari tahu kinerja auditor lama, dan
untuk itu auditor baru akan membandingkan dengan kinerja yang
mungkin dapat dicapainya.
pelaksanaan
audit
Harapan seorang auditor baru adalah
sebaik-baiknya,
tanpa
mengurangi
sikap
profesionalnya sebagai seorang auditor. Tujuan pergantian auditor
dimaksudkan untuk meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi atau
kondisi keuangan perusahaan. Pergantian auditor menyebabkan
dampak negatif.
H3 : Pergantian auditor berpengaruh terhadap opini audit going
concern.
2.1.4
Kesulitan Keuangan
Kesulitan keuangan (Financial distress) merupakan suatu
kondisi perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Hal
ini dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan.
Untuk dapat
16
Universitas Sumatera Utara
menilai kesehatan suatu perusahaan dapat digunakan laporan keuangan
yang terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi, ikhtisar laba yang
ditahan, dan laporan posisi keuangan.
Hoffer (1980: 20) dan Witaker (199: 24) dalam (Endri, 2009)
memberikan perumpamaan bahwa kondisi financial distress sebagai
suatu kondisi dari perusahaan yang mengalami laba bersih (net profit)
negatif selama kurun waktu beberapa tahun. Kebangkrutan sebagai
akibat kegagalan kemudian didefinisikan dalam berbagai arti, yaitu :
kegagalan ekonomi dan kegagalan keuangan (Adnan dan Kurniasih,
2000:
137).
Kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi
perusahaan untuk dapat menghasilkan laba (Endri, 2009).
Perusahaan yang kondisinya buruk, banyak ditemukan
indikator masalah going concern (Ramadhany, 2004).
Perusahaan
yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan, tidak menerima
opini going concern dari auditor.
Namun semakin buruknya
perusahaan akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima
opini audit going concern (McKeown, 1991 dalam Januarti, 2009).
Pemakai laporan keuangan seringkali merasa pengeluaran opini going
concern sebagai sebuah prediksi kebangkrutan (Altman, 1982 dalam
Setiawan, 2006).
Altman
(1968)
telah
melakukan
studi
serupa
untuk
menemukan suatu model prediksi kebangkrutan dalam beberapa
17
Universitas Sumatera Utara
periode sebelum kebangkrutan benar-benar terjadi.
Altman dan
McGough (1974) dalam Fanny dan Saputra (2005) menyarankan agar
penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor
untuk
memutuskan
kemampuan
perusahaan
mempertahankan
kelangsungan hidupnya, karena penelitiannya menememukan bahwa
tingkat prediksi kebangkrutan dengan menggunakan suatu model
prediksi mencapai tingkat keakuratan hingga 82%. Penelitian yang
dilakukan oleh Setyarno, et al. (2006) juga berhasil membuktikan
bahwa model prediksi Altman berpengaruh terhadap penerimaan opini
audit going concern.
Model Z-score Altman sampai sekarang adalah yang paling
banyak digunakan oleh para peneliti, praktisi serta akademisi dibidang
akuntansi dibandingkan dengan model prediksi kebangkrutan lainnya
(Altman, 1993 dalam Fanny dan Saputra 2005).
Model yang
dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi.
Model Z-score dinilai dapat menganalisis dengan baik dan
handal tanpa memperhatikan ukuran perusahaan yang dianalisis.
Apabila perusahaan sangat makmur didapat Z-score mulai turun tajam
maka perusahaan harus waspada terhadap kebangkrutan. Atau apabila
perusahaan baru survive, maka Z-score dapat membantu perusahaan
mengevaluasi dampak yang telah diperhitungkan dari perubahan
upaya-upaya manajemen perusahaan.
18
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Altman untuk perusahaan yang
bangkrut dan tidak bangkrut menunjukkan nilai tertentu. Kriteria yang
digunakan untuk dapat memprediksi kebangkrutan sebuah perusahaan
dengan model diskriminan adalah dengan melihat zone of ignorance
yaitu daerah nilai Z.
Rumus Model Altman Z-score untuk perusahaan manufaktur
dan go public:
�= ,
+ ,
+ ,
�
ℎ
�
+ ,6
ℎ
ℎ
ℎ
+ ,
�
ℎ
ℎ
�
Tabel 2.1
Kriteria titik cut off Model Z-score
Kriteria
Tidak bangkrut jika Z lebih besar dari (>)
Daerah rawan bangkrut (grey area)
Bangkrut jika Z kurang dari (