Peranan kepolisian dalam penyidikan kasus Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan Kematian (studi kasus di polresta Pematang siantar)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan di bidang teknologi transportasi telah menyebabkan
perkembangan moda transportasi di Indonesia baik udara, darat, maupun laut
menjadi sangat beragam dan semakin cepat. Perkembangan transportasi,
khususnya transportasi darat telah semakin mempermudah mobilitas masyarakat
dari satu daerah ke daerah lain, namun di sisi lain seperti yang terlihat hampir di
semua kota-kota besar telah berdampak pada munculnya berbagai permasalahan
lalu lintas seperti pelanggaran, kemacetan dan kecelakaan lalu lintas yang dari
waktu ke waktu semakin kompleks.
Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (LLAJ)1 menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu
peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan
dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia
dan/atau kerugian harta benda.
Meskipun telah disosialisasikannya Undang-undang RI Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut, angka kecelakaan dan
pelanggaran lalu lintas di Indonesia tetap tinggi, sesuai dengan data yang berasal
dari Direktorat Lalu Lintas Markas Besar Kepolisian, angka kecelakaan lalu lintas

di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 57.726 kasus dengan angka pelanggaran
                                                            
1

Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(LLAJ).

Universitas Sumatera Utara

lalu lintas sebanyak 5.814.386 pelanggaran. Bahkan menurut data dari WHO,
kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh nomor 3 bagi masyarakat Indonesia,
setelah HIV/AIDS dan TB Paru. Pada tahun 2010, jumlah kematian akibat
kecelakaan telah mencapai 30.637 jiwa2, artinya dalam setiap 1 jam terdapat
sekitar 3-4 orang

atau setiap harinya sekitar 84 orang meninggal akibat

kecelakaan lalu lintas jalan. Secara nasional, Sebanyak 67% korban kecelakaan
berada pada usia produktif (22 - 50 tahun). Loss productivity dari korban dan

kerugian material akibat kecelakaan tersebut diperkirakan mencapai 2,9 - 3,1%
dari total PDB Indonesia, atau setara dengan Rp. 205 - 220 trilyun pada tahun
2010 dengan total PDB mencapai Rp. 7.000 trilyun.3
Penyebab meningkatnya kecelakaan di jalan selain pertambahan penduduk
dan kemakmuran yang menyebabkan semakin banyak orang bepergian, dan ini
berkisar dari sifat acuh perseorangan dan masyarakat terhadap pengekangan
emosional dan fisik agar dapat hidup aman pada lingkungan yang serba mesin.
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya kecelakaan adalah keadaan jalan dan
lingkungan, kondisi kendaraan, dan keadaan pengemudi. Salah satu permasalahan
lalu lintas yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah kecelakaan lalu lintas,
yang biasanya selalu berawal dari adanya pelanggaran lalu lintas. Yang dimaksud
dengan pelanggaran lalu lintas adalah penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan lalu lintas yang berlaku, bagi orang yang melanggar

                                                            
2

Berdasar data Kepolisian RI Tahun 2010.
Angkasa. 2013. Perlindungan Hukum terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas dalam
Perspektif Viktimologi. Makalah disampaikan dalam Training for Trainers on Victmology and

Victim Assistance Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban 18-28 Maret 2013 di Cikopo - Bogor
3

Universitas Sumatera Utara

dikenakan sanksi pidana dan proses pengajuan perkaranya menggunakan “Acara
Pemeriksaan Cepat” sesuai Pasal 205 KUHAP.4
Kecelakaan lalu lintas dapat terjadi dimana saja, baik di kota-kota besar
maupun di kota-kota kecil. Pematang Siantar sebagai kota yang terus berkembang
juga mengalami perubahan dalam pola transportasinya yang semakin berkembang
dan meningkatnya jumlah pengguna kendaraan, sehingga juga berdampak
terhadap perilaku penggunanya dengan berbagai macam perilaku berkendara yang
menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Data yang diperoleh dari Polresta Pematang
Siantar tentang jumlah kecelakaan dan akibatnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.1. Data Kecelakaan Lalu Lintas dan Akibatnya di Wilayah Polresta
Pematang Siantar Tahun 2012-2013

No
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Bulan

Jumlah
Kecelakaan

Januari
Pebruari
Maret
April

Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Jumlah

2012 2013
38
23
33
20
36
27
34
21
34

16
29
24
20
16
28
19
29
28
43
20
25
17
20
14
369 245

Akibatnya
Meninggal
Dunia

2012 2013
4
3
5
5
4
5
3
6
3
2
3
3
4
4
3
5
6
5
3

6
5
2
3
3
46
49

Luka Berat
2012
10
10
12
5
15
9
4
14
4
16

4
7
110

2013
9
12
8
6
10
4
5
8
6
10
5
9
92

Luka

Ringan
2012 2013
47
31
42
24
41
33
52
27
37
20
39
18
28
23
41
31
37
24

60
30
33
28
25
23
482
312

                                                            
4
M. Umar Maksum, Agus Suprianto, Thalis Noor Cahyadi, M, Ulinhuha, Afronji, 2009.
Cara Mudah Menghadapi Kasus-kasus Hukum Untuk Orang Awam. Yogyakarta: Sabda Media.
halaman 107.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah kecelakaan pada
tahun 2012 sebanyak 369 kasus kecelakaan dan pada tahun 2013 sebanyak 245
kasus kecelakaan. Akibat dari kecelakaan tersebut yang meninggal dunia pada
tahun 2012 sebanyak 46 orang dan tahun 2013 meningkat menjadi 49 orang,
luka berat pada tahun 2012 sebanyak 110 orang dan tahun 2013 sebanyak 92
orang. Luka ringan sebanyak 482 orang pada tahu 2013 dan 312 orang pada
tahun 2013.
Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu kejadian karena kelalaian
sehingga sebenarnya dapat dilakukan pencegahan. Pencegahan dapat dimulai dari
proses penyidikan kecelakaan lalu lintas yang benar mulai dari TKP sampai
proses P-21 (penyerahan berkas), pendataan yang benar, analisa yang akurat serta
melalui implementasi analisa kecelakaan lalu lintas (Traffic Accident Analysis)
yang konsisten. Implementasi Traffic Accident Analysis digunakan untuk
mengetahui keakuratan penyebab kecelakaan dari berbagai aspek: manusia,
kendaraan, jalan atau lingkungan. Dengan demikian Satuan Lalu Lintas akan
mampu merekonstruksi kasus-kasus kecelakaan yang membawa banyak korban,
baik untuk kepentingan pro-yustisia maupun pengkajian/penelitian guna
pengambilan keputusan yang akurat dalam rangka pencegahan/menanggulangi
kecelakaan.
Kepolisian Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang RI No. 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) merupakan hak
polisi untuk menegakkan dan menjalankan peraturan tersebut sesuai dengan yang

Universitas Sumatera Utara

seharusnya. Menurut Satjipto Rahardjo,5 sosok polisi yang ideal di seluruh dunia
adalah polisi yang cocok dengan masyarakat”. Dengan prinsip tersebut
masyarakat mengharapkan adanya polisi yang cocok dengan masyarakatnya, yang
berubah dari polisi yang antagonis (polisi yang tidak peka terhadap dinamika
tersebut

dan

menjalankan

gaya

pemolisian

yang

bertentangan

dengan

masyarakatnya) menjadi polisi yang protagonis (terbuka terhadap dinamika
perubahan masyarakat dan bersedia untuk mengakomodasikannya ke dalam tugastugasnya).
Peran polisi sangat besar di dalam penegakan hukum pidana. Polisi
sebagai bagian dari aparat penegak hukum merupakan salah satu subsistem
yang bertugas dalam bidang penyidik dan penyelidik tindak pidana seperti
halnya dalam penyidikan kasus kecelakaan lalu lintas.
Ketentuan umum yang diatur dalam Pasal 1 butir 1 dan 2 Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjelaskan tentang pengertian penyidik
dan penyidikan yang menyatakan bahwa penyidik adalah pejabat polisi Negara
Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang. Sedangkan penyidikan adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan pejabat penyidikan sesuai dengan cara yang diatur dalam undangundang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat
atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan
tersangkanya atau pelaku tindak pidananya.

                                                            
5

Satjipto Rahardjo, 2000, Menuju Kepolisian Republik Indonesia Mandiri yang
Profesional, Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja, halaman 10.

Universitas Sumatera Utara

Pertanggung jawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya
seseorang telah melakukan tindak pidana. Moeljatno6 mengatakan “orang tidak
mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan
perbuatan pidana. Dengan demikian, pertanggung jawaban pertama-tama
tergantung pada dilakukannya tindak pidana. Pertanggung jawaban pidana hanya
akan terjadi jika sebelumnya telah ada seseorang yang melakukan tindak pidana.
Sebaliknya, eksistensi suatu tindak pidana tidak tergantung apakah ada orangorang yang pada kenyataannya melakukan tindak pidana tersebut
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk
mengkaji mengenai peran yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam melakukan
penyidikan kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian korban
berdasarkan UU RI Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
(LLAJ). Untuk itu, penulis membuat penulisan hukum dalam bentuk skripsi
dengan judul: “PERANAN KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN
KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN
KEMATIAN (STUDI KASUS DI POLRESTA PEMATANG SIANTAR).”

B. Perumusan masalah
Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting di dalam
penyusunan suatu penulisan hukum. Perumusan masalah di dalam suatu penelitian
dimaksudkan untuk menegaskan masalah yang akan diteliti, sehingga tujuan yang
akan dicapai menjadi lebih jelas dan sistematis. Dengan demikian akan diperoleh
hasil yang diharapkan.
                                                            
6

Moelyatno, 2008. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, halaman 14.

Universitas Sumatera Utara

Sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,
peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana aturan hukum kecelakaan berlalu lintas sebagai tindak pidana
kelalaian yang menyebabkan kematian pada orang lain?
2. Bagaimana peranan kepolisian dalam penyidikan kasus kecelakaan berlalu
lintas yang menyebabkan kematian?
3. Bagaimana kebijakan hukum polisi dalam menanggulangi kasus kecelakaan
berlalu lintas yang menyebabkan kematian?

C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas dan pasti agar penelitian
tersebut memiliki arahan dan pedoman yang pasti. Tujuan penelitian pada
prinsipnya mengungkapkan apa yang hendak dicapai oleh peneliti sebagai solusi
atas permasalahan yang dihadapi.7
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui kecelakaan berlalu lintas sebagai tindak pidana kelalaian
yang menyebabkan kematian pada orang lain.
2. Untuk mengetahui peran kepolisian dalam penyidikan kasus kecelakaan
berlalu lintas yang menyebabkan kematian orang lain.

                                                            
7

Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Cetakan III, Jakarta: UIPress, halaman 29.

Universitas Sumatera Utara

3. Untuk menganalisis kasus kecelakaan berlalu lintas yang menyebabkan
kematian (Studi Kasus di Polresta Pematang Siantar)
D. Manfaat Penelitian
Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat
diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari
penelitian ini antara lain:8
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan di bidang
hukum khususnya dalam bidang hukum Acara Pidana dalam hal peran
kepolisian dalam penyidikan kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan
kematian pada orang lain.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan, sumber referensi bagi
para pihak yang berkepentingan terhadap penelitian ini.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi tentang peran
kepolisian dalam penyidikan kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan
kematian pada orang lain.
4. Untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran baik masyarakat maupun
aparat penegak hukum mengenai kasus kecelakaan lalu lintas dan aspek
hukum yang berdampak pada korban menderita kematian.

                                                            
8

Amirudin dan Zainal Askin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Universitas Sumatera Utara

E. Tinjauan Kepustakaan
1. Tugas Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai salah satu pilar
pertahanan negara pada dasarnya mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana
ditetapkan secara yuridis dalam Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002
itu bukan sesuatu yang baru, melainkan sudah pernah diatur dalam produk hukum
sebelumnya yang sudah tidak berlaku lagi, terutama Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1997. Telah terjadi perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan
yang menegaskan pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masingmasing.
Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang selanjutnya disebut UU Kepolisian, pengertian
kepolisian adalah segala sesuatu hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.9 Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang bertujuan mengawal keamanan dan ketertiban
masyarakat dalam hal ini suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu
prasayarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka
terciptanya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban,
dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman yang membangun
                                                            
9

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia

Universitas Sumatera Utara

kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat
dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran
hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
Tugas POLRI yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepolisian Nomor
2 Tahun 2002 adalah sebagai berikut:
1. Tugas Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat antara lain:
Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan
segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu
lintas di jalan; membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat
terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.10
2. Tugas Polri sebagai penegak hukum antara lain: Turut serta dalam pembinaan
hukum nasional; memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian
khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk keamanan swakarsa;
melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
menyelenggarakan

identifikasi

kepolisian,

kedokteran

kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan untuk
kepentingan tugas kepolisian.11
                                                            
10
11

Pasal 14 ayat 1 huruf a, b dan c Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002.
Pasal 14 ayat 1 huruf d, e, f, g dan h Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002.

Universitas Sumatera Utara

3. Tugas Polri sebagai pengayom dan pelayan masyarakat antara lain:
Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan
hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan
bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani
oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; memberikan pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian.12
Berkaitan dengan penegakan hukum, peran Polri diantaranya yaitu
melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Salah
satu tindak pidana yang menjadi tanggungjawab Polri yaitu menanggulangi kasus
kecelakaan lalu lintas.

2. Peran dan Fungsi Polisi dalam Penyidikan
Kepolisian merupakan salah satu lembaga pemerintah yang memiliki
peranan penting dalam negara hukum. Di dalam negara hukum kehidupan
hukum sangat ditentukan oleh faktor struktur atau lembaga hukum, di samping
faktor-faktor lain, seperti faktor substansi hukum dan faktor kultur hukum.
Dengan demikian, efektivitas operasional dari struktur atau lembaga hukum
sangat ditentukan oleh kedudukannya dalam organisasi negara.13
Dalam Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tugas pokok Kepolisian
                                                            
12

Pasal 14 ayat 1 huruf I, j dan k Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002
Sadjijono, 2008 Seri Hukum Kepolisian, Polri dan Good Governance, Jakarta:
Laksbang Mediatama, halaman 1.
13

Universitas Sumatera Utara

Negara Republik Indonesia adalah: memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat.14
Peran dan fungsi Polri sebagai penegak hukum antara lain: turut serta
dalam pembinaan hukum nasional; memelihara ketertiban dan menjamin
keamanan umum; melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis
terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk
keamanan swakarsa; melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua
tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan

lainnya;

menyelenggarakan

identifikasi

kepolisian,

kedokteran

kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
untuk kepentingan tugas kepolisian.15
Dalam Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (LLAJ) disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.16
Peran polisi sangat besar di dalam penegakan hukum pidana. Polisi
sebagai bagian dari aparat penegak hukum merupakan salah satu subsistem
yang bertugas dalam bidang penyidik dan penyelidik tindak pidana.
Kedudukan Polri sebagai penegak hukum tersebut ditetapkan dalam Undang                                                            
14

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Bab III,
Pasal 13.
15
Pasal 14 ayat 1 huruf d, e, f, g dan h Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2002.
16
Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(LLAJ), halaman 6.

Universitas Sumatera Utara

undang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 butir (1) dan
Pasal 2 bahwa:
Pasal 1 butir (1)
“Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Pasal 2
“Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di
bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat.17
Dari bunyi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 1 butir (1) dan
Pasal 2 tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa Polri dalam kedudukannya
sebagai aparat penegak hukum mempunyai fungsi menegakkan hukum di
bidang yudisial, tugas preventif maupun represif.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sadjijono18 bahwa fungsi kepolisian
tentunya berkaitan erat dengan tugas dan wewenang lembaga kepolisian yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan dari dibentuknya lembaga tersebut. Secara
umum, tujuan dibentuknya lembaga kepolisian adalah untuk menciptakan
kondisi

aman,

tenteram

dan

tertib

dalam

masyarakat.

Dalam

menyelenggarakan tugas dan wewenang tersebut dicapai melalui tugas
preventif, pre-emtif dan tugas represif.
 

Fungsi penegakan hukum kepolisian tertuang dalam pasal 14 ayat (1)

huruf g Undang-undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002 tentang kewenangan
polisi dalam penyidikan bahwa Polisi berwenang melakukan penyidikan terhadap
semua tindak pidana. Pasal ini memberikan penegasan bahwa kedudukan Polri
                                                            
17
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
18
Sadjijono, Opcit, halaman 194.

Universitas Sumatera Utara

sebagai penyidik dalam tindak pidana memberikan semangat dalam kepastian
hukum dalam era supremasi hukum.
Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia (POLRI)
atau pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (Pasal 1 butir 1
KUHAP).19
Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan penyelidikan (pasal 1 butir 4
jo pasal 4 KUHAP). Sesuai dengan perumusan tersebut maka setiap pejabat
Polisi Negara RI (POLRI) dari pangkat yang paling rendah sampai dengan
pangkat yang tertinggi adalah penyelidik. Untuk mengetahui kewenangan
penyelidik dapat dibaca pasal 5 KUHAP.20
Pasal 5.
(1) Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 4:
a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana.
2. Mencari keterangan dan barang bukti.
3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan
menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.
4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggungjawab.
b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
1. Penangkapan,
larangan
meninggalkan
tempat,
penggeledahan dan penyitaan.
2. Pemeriksaan dan penyitaan surat.
3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
4. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

                                                            
19
Kuffal, HMA. 2008. Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum. Edisi Revisi. Cetakan
Kesepuluh. Jakarta: UMM Press, halaman 47.
20
Ibid, halaman 43

Universitas Sumatera Utara

(2) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan
tindakan sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan b kepada
penyidik.21
Kewenangan penyelidik tersebut sebenarnya merupakan sebagian dari
kewenangan penyidik, karena penyelidikan merupakan sub fungsi/bagian yang
tidak terpisahkan dari penyidikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
setiap penyidik selain memiliki kewenangan melakukan penyidikan dengan
sendirinya berwenang pula melakukan penyelidikan. Sedangkan seorang
penyelidik kewenangannya hanya terbatas pada penyelidikan.22
3. Kecelakaan Lalu Lintas
Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting
dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dan pembinaan
persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah bangsa dan fungsi masyarakat serta dalam
memajukan kepentingan umum. Lalulintas adalah gerak kendaraan dan orang di
ruang lalu lintas jalan.23 Resiko dalam berlalu lintas yaitu terjadinya kecelakaan
disebabkan oleh kelalaian atau kekuranghati-hatian.
Setiap kecelakaan pasti diawali oleh terjadinya pelanggaran lalu lintas.
Banyaknya terjadi kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan korban mengalami
luka-luka bahkan meninggal dunia menjadi permasalahan serius dalam rangka
menciptakan keteraturan dan ketertiban di jalan raya. Secara umum dapat
dikatakan pula bahwa suatu kasus kecelakaan lalu lintas terjadi akibat kumulatif
beberapa faktor penyebab, penyebab tersebut antara lain akibat kelalaian
                                                            
21

Ibid, halaman 43-44
Ibid, halaman 44.
23
Pasal 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, Lembaran Negara RI Tahun 2009 No. 96, Tambahan Lembaran Negara No. 5025.
22

Universitas Sumatera Utara

pengemudi, kondisi kendaraan, faktor cuaca, faktor lingkungan jalan dan
perubahan fisik pada struktur jalan (umur teknis).24
Peningkatan frekuensi pemakai jalan khususnya kendaraan bermotor untuk
berbagai keperluan pribadi atau umum secara tidak langsung bisa meningkatkan
frekuensi kecelakaan lalu lintas. Perkembangan teknologi transportasi yang
meningkat pesat, telah meningkatkan kecelakaan lalu lintas. Di satu sisi
menyebabkan daya jangkau dan daya jelajah transportasi semakin luas, di sisi lain
menjadi penyebab kematian yang sangat serius dalam beberapa dekade terakhir.25
Menurut UU No. 22 tahun 2009 dalam penjelasan umum dijelaskan
pengertian kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga
dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain
yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.26
Tindak pidana lalu lintas merupakan salah satu pelanggaran terhadap
perundang-undangan tentang lalu lintas, dari pelanggaran tersebut salah satunya
dapat berupa kecelakaan lalu lintas yang sifatnya dapat merugikan orang maupun
diri sendiri.27
Menurut Soerjono Soekanto:28
Suatu kecelakaan lalu lintas mungkin terjadi dimana terlibat kendaraan
bermotor di jalan. Di dalamnya terlibat manusia, benda dan bahaya yang
mungkin berakibat kematian, cedera, kerusakan atau kerugian, di samping
                                                            
24

Setyabudi, Besar. 2004. Kajian Peningkatan Keselamatan Lalu Lintas pada Lokasi
Rawan Kecelakaan (Blackspot) di Jalan Tol, Warta Penelitian Perhubungan No.05/THN.XVI/
2004.
25
Agio V. Sangki. 2012. Tanggung Jawab Pidana Pengemudi Kendaraan Yang
Mengakibatkan Kematian Dalam Kecelakaan Lalu Lintas. Lex Crimen Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2012.
26
Ketentuan Umum Undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas Dan Angkutan Jalan.
27
Soerjono Soekanto, 1990. Polisi dan Lalu Lintas (Analisis Menurut Sosiologi Hukum,
Bandung: Mandar Maju , halaman 20.
28
Ibid, halaman 21

Universitas Sumatera Utara

itu, kecelakaan lalu lintas mungkin melibatkan kendaraan bermotor atau
kendaraan tidak bermotor saja.
Kenyataan yang sering ditemui sehari-hari adalah masih banyak
pengemudi yang belum siap mental, terutama pengemudi angkutan umum bus
kota. Mereka saling mendahului tanpa memperdulikan keselamatan dirinya
sendiri dan penumpang. Beberapa kecelakaan lalu lintas yang terjadi, sebenarnya
dapat dihindari bila diantara pengguna jalan bisa berperilaku disiplin, sopan dan
saling menghormati.
Pasal 229 ayat (5) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan
bahwa kecelakaan lalu lintas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) yang
menggolongkan kecelakaan menjadi kecelakaan ringan, sedang, dan berat
(meninggal dunia) dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan
kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.29
4. Penyidikan dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas yang mengakibatkan
Kematian
Kepolisian merupakan bagian integral fungsi pemerintahan negara di bidang
penegakan hukum. Sebagai aparat penegak hukum Kepolisian bertugas memelihara
serta meningkatkan ketertiban dalam hukum yang salah satu tugasnya berkaitan
dengan proses pidana sebagai kegiatan penyelidikan dan penyidikan. Polisi

mempunyai peranan penting dalam menangani berbagai kasus yang ada di
masyarakat termasuk kasus kecelakaan lalu lintas. Salah satu peran polisi yaitu

                                                            
29

Ibid

Universitas Sumatera Utara

sebagai penyidik diharapkan mampu membantu proses penyelesaian terhadap
kasus kecelakaan lalu lintas.
Kewenangan polisi dalam melakukan penyidikan kasus kecelakaan lalu
lintas juga dijelaskan dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No.
22 tahun 2009 tertuang dalam Pasal 227 (g) menyatakan bahwa dalam hal terjadi
Kecelakaan Lalu Lintas, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib
melakukan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas dengan cara:
a. mendatangi tempat kejadian dengan segera;
b. menolong korban;
c. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara;
d. mengolah tempat kejadian perkara;
e. mengatur kelancaran arus Lalu Lintas;
f. mengamankan barang bukti; dan
g. melakukan penyidikan perkara.
Dikaitkan dengan kewenangan Penyidik Kepolisian Negara RI, penahanan
itu bukan merupakan hak, melainkan hanya merupakan kewenangan untuk dapat
menahan seseorang tersangka (Pasal 21 ayat 1 dan 4) KUHAP).30
Memperhatikan permasalahan kecelakaan lalu lintas merupakan peristiwa
yang tidak diduga dan tidak disengaja, para pelakunya bukan seorang kriminal,
penyidik memperlakukan pengemudi disertai pertimbangan antara lain saat
melakukan:
                                                            
30
M. Umar Maksum, Agus Suprianto, Thalis Noor Cahyadi, M, Ulinhuha, Afronji, 2009.
Cara Mudah Menghadapi Kasus-kasus Hukum Untuk Orang Awam. Yogyakarta: Sabda Media,
halaman 106.

Universitas Sumatera Utara

1. Pengemudinya. Jika pengemudinya tidak dikhawatirkan akan melarikan diri,
tidak akan menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya,
penyidik tidak perlu menahan. Bilamana dengan alasan keselamatan tetap
harus ditahan, seyogyanya pelaksanaannya tidak dijadikan satu dengan para
tahanan kriminal. Selanjutnya mereka mempunyai hak untuk mengajukan
penangguhan penahanan baik melalui penasehat hukum maupun kerabat dekat
(suami/istri, anak dan lain-lain), dalam hal ini seusai Pasal 31 ayat (1)
KUHAP.
2. Hal tersebut wajar bukan bertentangan dengan prinsip persamaan hak di
hadapan hukum, akan tetapi justru memperlakukan asas perlindungan hukum
dari adanya praktik penyitaan.
Penyitaan, setiap kendaraan yang terlibat kecelakaan lalu lintas sebagai barang
bukti di persidangan harus disita (pasal 39 ayat (1) huruf c, dan pasal 40
KUHAP). Yang menjadi masalah pihak kepolisian Negara RI sampai sat ini
belum memiliki rumah penyimpanan barang sitaan, sehingga keamanan
barang bukti khususnya kendaraan mewah diragukan oleh pemilik kendaraan.
Walaupun merupakan kewajiban penyidik. Dalam penyita kendaraan yang
terlibat kecelakaan harus memperhatikan aspek keamanannya, bila ragu
karena kendaraan yang terlibat klasifikasinya mewah, pelaksanaannya dapat
disita di tempat di rumah pemilik kendaraan), apalagi bila yang disita bus
dapat dituntut aspek keperdataan bilamana bus tersebut disita dalam jangka
waktu lama.31
                                                            
31

Ibid, halaman 106-107.

Universitas Sumatera Utara

Apabila kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal
dunia dan pelaku telah bertanggung jawab kepada keluarga korban serta terjadi
perdamaian, hal tersebut tidak menghapus tuntutan pidana kepada pelaku,
sehingga polisi tetap berhak melakukan penyidikan.32
Undang-undang LLAJ juga menjelaskan tentang akibat kecelakaan lalu
lintas yang menyebabkan korban meninggal dunia pada Pasal 235 ayat (1) bahwa
jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau
Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris
korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak
menggugurkan tuntutan perkara pidana.
Ketentuan pidana bagi pelaku kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan
korban meninggal dunia didasarkan Pasal 229 ayat (4) bahwa setiap orang yang
mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan
Kecelakaan Lalu Lintas dengan menyebabkan luka berat atau meninggal dunia,
tertuang dalam Pasal 310 ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang LLAJ sebagai
berikut:33
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban
luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
                                                            
32
33

Ilman Hadi. Ibid.
Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, halaman

138.

Universitas Sumatera Utara

F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa
dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.
Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah
berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. Metodologi pada hakikatnya
memberikan

pedoman

tentang

cara-cara

seorang

ilmuan

mempelajari,

menganalisis dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif atau disebut juga sebagai
penelitian hukum doktrinal. Hutchinson mendefinisikan penelitian hukum
doktrinal sebagai, penelitian yang memberikan aposisi sistematis peraturan
yang mengatur kategori hukum tertentu, analisis hubungan antara aturan,
menjelaskan kesulitan dan daerah. mungkin, memprediksi pengembangan
masa depan.
Penelitian hukum normatif, mencakup penelitian inventarisasi hukum positif,
asas-asas hukum, penelitian hukum klinis, sistematika peraturan perundangundangan, sinkronisasi suatu perundang-undangan, sejarah hukum dan
perbandingan hukum.34 Penelitian hukum ini merupakan penelitian mengenai
sinkronisasi peraturan perundang-undangan. Pada penelitian hukum normatif
                                                            
34

Soerjono Soekanto, op.cit.

Universitas Sumatera Utara

sepenuhnya menggunakan data sekunder dan tidak diperlukan penyusunan
atau perumusan hipotesis.
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah termasuk penelitian deskriptif, yakni
penelitian hukum yang bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh
gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku.35 Dalam
penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi mengenai peran
kepolisian dalam penyidikan kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan
kematian pada korban.
3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tertier:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya memiliki otoritas.36 Bahan-bahan hukum primer dalam
penelitian ini terdiri dari peraturan perundang-undangan antara lain
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang RI No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), serta peraturan
perundang-undangan lain yang terkait dengan masalah yang dibahas
                                                            
35

Peter Mahmud Marzuki. 2008. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Persada Media

Group.
36

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

dalam penelitian ini. Data primer juga dari lapangan yaitu berkas
perkara dari pihak kepolisian yang berkaitan dengan permasalahan
dalam penulisan skripsi ini.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum pendukung yang
memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, meliputi buku-buku
teks, dokumen-dokumen, artikel dan jurnal-jurnal hukum. Pada penelitian
ini sebagai bahan hukum sekunder peneliti menggunakan buku-buku ilmu
hukum, jurnal, publikasi media cetak maupun elektronik yang berkaitan
dengan masalah yang dibahas pada penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberi petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, baik itu berupa
rancangan undang-undang, kamus hukum, maupun ensiklopedia
4. Teknik Pengumpulan Data
Mengingat jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa
jenis data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka, maka teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan.
Pustaka yang dimaksud terdiri dari peraturan perundang-undangan, bukubuku, karya tulis, dan data yang didapat dari halaman-halaman internet (web
page). Kegiatan studi pustaka tersebut dilakukan dengan mengikuti tahaptahap sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Penentuan sumber data sekunder.
b. Identifikasi data sekunder yang diperlukan, yaitu proses mencari dan
mengenal bahan hukum.
c. Inventarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah, dengan cara
pengutipan atau pencatatan.
d. Pengkajian data yang sudah terkumpul guna menentukan relevansinya
dengan kebutuhan dan rumusan masalah.
5. Analisis Data
Setelah data terkumpul kemudian dianalisa menggunakan metode analisis
kualitatif. Menurut Winarno Surakhmad, analisis kualitatif adalah suatu analisa
yang memahami kebenaran yang diperoleh dari hasil penelitian dan jawabanjawaban responden untuk dicari hubungan antara satu dengan yang lain, kemudian
disusun secara sistematis.37

 
 

                                                            
37

Winarno Surakhmad. 1998. Paper, Skripsi, Thesis, Disertasi. Bandung: Tarsito.
halaman 16.

Universitas Sumatera Utara