Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Ulos Batak (Studi pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara)

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL (HKI)

A. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Secara historis, peraturan yang mengatur HKI di Indonesia, telah ada sejak
Tahun 1840-an. Pada Tahun 1885, UU Merek mulai diberlakukan oleh
pemerintah kolonial di Indonesia dan disusul dengan diberlakukannya UU Paten
pada Tahun 1910.Dua tahun kemudian, UU Hak Cipta (Auteurswet 1912) juga
diberlakukan di Indonesia. Untuk melengkapi Peraturan Perundang-undangan
tersebut, pemerintah kolonial Belanda di Indonesia memutuskan untuk menjadi
anggota Konvensi Paris pada tahun 1888 dan disusul dengan menjadi anggota
Konvensi Berne pada tahun 1914.
Pada jaman pendudukan Jepang, peraturan di bidang HKI tersebut tetap
diberlakukan.Kebijakan pemberlakuan peraturan HKI produk Kolonial ini tetap
dipertahankan saat Indonesia mencapai kemerdekaan pada tahun 1945, kecuali
Undang-Undang Paten (Octrooiwet). Adapun alasan tidak diberlakukannya
Undang-Undang tersebut adalah karena salah satu Pasalnya bertentangan dengan
Kedaulatan RI.Di samping itu Indonesia masih memerlukan teknologi untuk
pembangunan perekonomian yang masih dalam taraf perkembangan.13
Setelah Indonesia merdeka pemerintah Indonesia mengundangkan UU

Merek Tahun 1961 (UU No.21 Tahun 1961), yang disusul dengan UU Hak Cipta

13

Tomi Suryo Utomo, Op.cit.,hlm 6

26
Universitas Sumatera Utara

Nasional yang pertama pada tahun 1982 (UU No. 6 Tahun 1982). Setelah
mengalami beberapa kali perubahan sebagai konvensi Internasional, diantaranya
perjanjian TRIPs, UU HKI terkini dari ketiga cabang utama tersebut adalah UU
Hak Cipta Tahun 2002 (UU No. 19 Tahun 2002), UU Paten Tahun 2001 (UU No.
14 Tahun 2001) dan UU Merek Tahun 2001 (UU No. 15 Tahun 2001). Untuk
melengkapi keberadaan UU HKI, pemerintah telah membuat 4 (empat) UU HKI
lainnya, yaitu UU Perlindungan Varietas Tanaman (UU No. 29 Tahun 2000), UU
Rahasia Dagang (UU No. 30 Tahun 2000), UU Desain Industri (UU No. 31 Tahun
2000), dan UU Desain Tata Letak Terpadu (UU No. 32 Tahun 2000) dan sekarang
UUHC telah mengalami perubahan kembali yaitu Undang Undang Hak cipta
Nomor 28 Tahun 2014.14

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah bukan hal asing bagi masyarakat
pada umumnya. Perkembangan HKI itu sendiri memang sudah bukan merupakan
hal baru mengingat bahwa HKI mengalami indikasi perkembangan yang
signifikan sebagai suatu fenomena baru yang dapat memberikan nuansa baru
dalam kerangka pengaturan di bidangnya.
Perkembangan lain yang mewarnai sejarah hak milik intelektual pada
akhir abad ke-19, yaitu pada Konvensi Hak Milik Perindustrian dan Konvensi
Hak Cipta. Satu hal yang mendapat perhatian bersama adalah bahwa kedua
konvensi ini lahir karena satu kebutuhan akan pentingnya perlindungan hak milik
intelektual secara Internasional dan juga merupakan realisasi terhadap perlunya
suatu peraturan yang bersifat global dan menyeluruh di bidang hak milik

14

Ibid .

Universitas Sumatera Utara

intelektual. Namun demikian, perlindungan hukum hak cipta pertama kali dalam
sejarah sebenarnya telah dimulai pada tahun 1709 oleh kerajaan Inggris. Di

Inggris, perlindungan hukum terhadap hak cipta menjadi isu menarik semenjak
1476, ketika usaha-usaha di bidang penulisan dan seni tidak berkembang, dan
karenanya memerlukan perlindungan hak cipta. Sementara itu, perlindungan
terhadap kekayaan intelektual dibidang industri malah dimulai sejak abad ke-16,
yaitu dengan adanya pemberian paten atau “oktroi”. Saat itu, paten diberikan
sebagai perlindungan oleh raja kepada orang asing yang membawa pengetahuan
dan kecakapan pembuatan barang dengan cara baru, bukan sebagai pengakuan
atas hak seperti sekarang ini.15
Adapun pengaturan HKI di Indonesia berdasarkan sejarahnya yakni: 16
1. Zaman Hindia Belanda
a. Octroii Wet No. 136. Staatblad 1911 No. 313
b. Industrial Eigendom Kolonien 1912
c. Auter Wet 1912 Staatblad 1912 No. 600
2. Setelah kemerdekaan
a. Pengumuman Menteri Kehakiman RI No. JS 5/41 tanggal 12
Agustus 1953 dan No. JG 1/2/17 tanggal 29 Agustus 1953
tentang Pendaftaran Sementara Paten.
b. UU No. 21 Tahun 1987 tentang Merek.
c. UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
15


Arif Lutviansori., Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia , Graha Ilmu,
Yogyakarta, Cet.1, 2010, hlm.28
16
Djumhana dan R. Djubaedilah IV., Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori, dan
Prakteknya di Indonesia ), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Cet. 2, 2003, hlm.2

Universitas Sumatera Utara

d. UU No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan UU No. 6 Tahun 1982
tentang Hak Cipta.
e. UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek menggantikan UU yang
sebelumnya.
3. Tahun 1997
a. UU No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun
1987 tentang Hak Cipta.
b. UU No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 6 Tahun
1989 tentang Paten.
c. UU No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 19
Tahun 1992 tentang Merek.

4. Tahun 2000
a. UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
b. UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
c. UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu.
5. Tahun 2001
a. UU No. 14 Tahun 2001 tentang UU No. 13 Tahun 1997 tentang
Perubahan atas UU No. 6 Tahun 1989 tentang Paten.
b. UU No. 15 Tahun 2001 tentang tentang perubahan atas UU No.
14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 19 Tahun 1992
tentang Merek.

Universitas Sumatera Utara

6. Tahun 2002
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Perubahan UU No. 12 Tahun 1997
tentang Hak Cipta
7. Tahun 2014
UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Perubahan UU No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta


B. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI) adalah terjemahan
resmi Intellectual Property Rights (IPR). Berdasarkan

substansinya, HKI

berhubungan erat dengan benda tidak berwujud serta melindungi karya Intelektual
yang lahir dari cipta, rasa dan karsa manusia. World Intellectual Property
Organization (WIPO), sebuah lembaga internasional di bawah PBB yang

menangani masalah HKI mendefinisikan HKI sebagai “Kreasi yang dihasilkan
dari pikiran manusia yang meliputi: invensi, karya sastra, simbol, nama, citra dan
desain yang digunakan di dalam perdagangan.
Hak Kekayaan Intelektual17 adalah suatu sistem yang saat ini melekat pada
tata kehidupan modern. Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu konsep yang
baru bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Namun pada ujung
abad ke-20 dan awal abad ke-21 tercapai kesepakatan negara-negara untuk

17


Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI
No.M.03.PR.07.10 tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dalam surat nomor 24/M/PAN/1/2000 istilah Hak Kekayaan Intelektual (tanpa ”Atas”), telah resmi
dipakai, Hak Kekayaan Intelektual disingkat ”H.K.I”, namun kebanyakan penulis menggunakan
akronim ”HaKI” untuk sekedar kemudahan penyebutan.

Universitas Sumatera Utara

mengangkat konsep HKI kearah kesepakatan bersama dalam wujud Agreement
Establishing the World Trade Organization (WTO Agreement).18

Defenisi yang bersifat lebih umum dikemukakan oleh Jill Mc Keough dan
Andrew Stewart mendefenisikan HKI sebagai “Sekumpulan hak yang diberikan
oleh hukum untuk melindungi investasi ekonomi dari usaha-usaha yang kreatif”.
Defenisi HKI yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh United Nations
Conference On Trade And Development (UNCTAD) International Centre for
Trade and Sustainable Development (ICTSD). Menurut kedua lembaga tersebut,

HKI merupakan “Hasil-hasil usaha manusia kreatif yang dilindungi oleh

hukum.”19
HKI sulit untuk didefinisikan, karena memang jika dilihat dari semua
referensi dan catatan-catatan yang berkaitan dengan asal-usul kata ”Intellectual”
(Intelektual) yang ditempelkan pada kata ”Property Rights” (Hak Kekayaan) akan
sangat sulit kita temui tulisan yang membahas tentang asal-usul

kata HKI.

Namun jika dicermati maksud dan cakupan istilah itu tersebut dapatlah kita
uraikan gambaran mengenai HKI secara umum.
Hak Kekayaan Intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu
benda yang bersumber dari hasil kerja otak, 20 hasil kerja rasio. Hasil dari
pekerjaan rasio manusia yang menalar. 21 Hasil kerjanya itu berupa benda
immaterial atau benda tidak berwujud. Hasil kerja otak itu kemudian dirumuskan
18

Achmad Zen Umar Purba., Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, PT Alumni,
Bandung, Cet.1, 2005, hlm.1
19
Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global: Sebuah Kajian

Kontemporer, Yogyakarta, 2009, hlm 9
20
Kamus Besar Bahasa Indonesia ”Otak” berarti benak; sentral saraf; yang berperan
sebagai pusat pengaturan segala kegiatan fisik dan psikologis.
21
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

sebagai intelektualitas. Orang yang optimal memerankan kerja otaknya disebut
sebagai orang yang terpelajar, mampu menggunakan rasio, mampu berpikir secara
rasional dengan menggunakan logika, karena itu hasil pemikirannya disebut
rasional atau logis.22 Hak Kekayaan Intelektual juga dapat didefinisikan dengan
kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektual manusia baik berupa karya
dibidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra.23
Tidak semua orang dapat dan mampu mempekerjakan otak (nalar, rasio,
intelektual) secara maksimal. Oleh karena itu tidak semua orang dapat
menghasilkan Intellectual Property Rights (IPR). Hanya orang yang mampu
mempekerjakan otaknya secara maksimal yang dapat menghasilkan hak
kebendaan yang disebut sebagai Intellectual Property Rights.

Kepustakaan hukum Anglo Saxon ada dikenal sebutan Intellectual
Property Rights. Kata ini kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia

menjadi ”Hak Milik Intelektual”, yang sebenarnya lebih tepat kalau diterjemahkan
menjadi ”Hak atas Kekayaan Intelektual”. 24 Alasannya adalah ”Hak Milik”
sebenarnya sudah merupakan istilah baku dalam kepustakaan hukum.25
Benda dalam kerangka hukum perdata dapat diklasifikasikan kedalam
berbagai kategori yaitu benda berwujud dan benda tidak berwujud. Jika ditelusuri
lebih lanjut maka Hak Kekayaan Intelektual sebenarnya merupakan bagian dari
benda, yaitu benda tidak berwujud (benda immaterial) karena berupa sebuah hak
atas suatu objek, karena dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
22

OK. Saidin., Op. Cit., hlm.10
Muhamad Ahkam Subroto dan Suprapedi., Pengenalan HKI (Hak Kekayaan
Intelektual), PT. Indeks, Jakarta, 2008, hlm.14
24
OK. Saidin., Op. Cit., hlm.11
25
Pasal 570 KUHPerdata dan dalam Pasal 20 UUPA No.5 Tahun 1960

23

Universitas Sumatera Utara

dimaksud dengan benda yaitu tiap-tiap barang dan hak yang dapat dikuasai oleh
hak milik.26

C. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual
Untuk memahami lingkup Hak Kekayaan Intelektual (HKI), perlu
diketahui lebih dahulu jenis-jenis benda, yaitu benda berwujud (material) dan
benda yang tidak berwujud (immaterial) seperti ditentukan dalam Pasal 503
KUHPerdata. Benda tidak berwujud ini dalam Pasal 499 KUHPerdata disebut
hak. Contoh Hak adalah Hak Tagih, Hak Guna Usaha, Hak Tanggungan, Hak
Kekayaan Intelektual.Baik benda berwujud maupun tidak berwujud (hak) dapat
menjadi objek hak. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dapat menjadi objek hak,
apalagi bila ikut serta dimanfaatkan oleh pihak lain melalui lisensi. Hak atas
benda berwujud disebut hak absolute atas suatu benda, sedangkan hak atas benda
tidak berwujud disebut hak absolute atas suatu hak.27
Pengembangan suatu doktrin dan teori akan melandaskan pada bidang
yang menjadi bidang penerapannya. Artinya, seseorang yang akan melahirkan
doktrin dan teori tersebut harus memperhatikan ruang lingkup di mana doktrin dan
teori itu akan diterapkannya. Dengan demikian, ruang lingkup, sifat-sifat dan
prinsip-prinsip HKI akan menjadi perhatian dari seseorang yang akan melahirkan
suatu doktrin atau teorinya.28

26

Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual , PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.3
28
Muhamad Djumhana. Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual. PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm 11
27

Universitas Sumatera Utara

Dalam perkembangan lahirnya suatu doktrin dan teori di bidang HKI tidak
hanya menyangkut aspek substansi materi semata-mata, tetapi juga merambah
pada aspek formalnya, baik menyangkut kelembagaannya maupun aspek
acaranya. Dalam aspek kelembagaan, sekarang ini penyelesaian sengketa perdata
di bidang HKI harus melalui Pengadilan Niaga. Dalam aspek formal lainnya, yaitu
aspek

hukum

acara

dalam

rangka

penegakan

hukum

sebagai

cara

mempertahankan hukum materiilnya, saat ini telah diperkenalkan dalam Hukum
Indonesia yang disebut penetapan sementara, sebagaimana tercantum dalam
ketentuan Pasal 106 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,
yang esensi pengaturannya bahwa penetapan hakim diberikan sebelum perkara
masuk ke pengadilan. Mengingat hal tersebut merupakan ketentuan yang baru,
perlu kiranya pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksanaannya penetapan
sementara merupakan hal yang baru dalam sistem hukum Indonesia, yaitu
penetapan yang diberikan oleh hakim sebelum ada perkara pokok. Hal ini
dibentuk untuk memenuhi standar perjanjian TRIPs Agreement.
Tujuan dari penetapan sementara adalah untuk:
a. Mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah
masuknya barang yang diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam
jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi.
b. Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak
tersebut guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti

Universitas Sumatera Utara

c. Meminta kepada pihak yang merasa dirugikan untuk memberikan bukti yang
menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas hak cipta atau hak
terkait dan hak pemohon tersebut memang sedang dilanggar.29
Penetapan sementara yang telah ditentukan undang-undang sebagaimana
diatur oleh undang-undang Paten, Merek dan Hak Cipta sampai sekarang belum
ada yang menggunakannya karena adanya ketentuan bahwa apabila penetapan
sementara nantinya dibatalkan oleh hakim, pihak yang merasa dirugikan dapat
menuntut ganti rugi kepada pihak yang meminta penetapan sementara tersebut.
Dalam rangka melindungi HKI, selain memperhatikan cakupan dari HKI itu
sendiri, juga perlindungan tersebut dapat didasarkan pada hukum yang berada di
luar HKI. Beberapa negara seperti Amerika Serikat telah memperkenalkan hukum
Anti Monopoli yang mencoba mengisi beberapa jurang pemisah dalam kaitannya
dengan perlindungan yang tidak tercakup dalam hukum HKI sehingga
penghargaan dapat diberikan kepada orang-orang yang telah menanamkan
modalnya untuk mendapatkan informasi atau mencipta sesuatu yang untuk alasanalasan tertentu, tidak dilindungi berdasarkan prinsip-prinsip tradisional HKI.
Kondisi seperti itu juga dilakukan di Indonesia pada saat sebelum Rahasia Dagang
resmi dimasukkan dalam hukum HKI di Indonesia, dan lahir Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Rahasia Dagang telah diakui
sebagai bagian dari HKI melalui ketentuan Pasal 50 b Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
Ketentuan pasal tersebut selengkapnya berbunyi “ Yang dikecualikan dari

29

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

ketentuan undang-undang ini adalah perjanjian yang berkaitan dengan hak atas
kekayaan intelektual, seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain
produk industri, rangkaian elektronik terpadu dan rahasia dagang serta perjanjian
yang berkaitan dengan waralaba”Dengan pesatnya keterkaitan dan perluasan
ruang lingkup HKI, maka salah satu HKI yang berupa traditional knowledge
semakin tergali dan tampak besar keterkaitannya dengan aspek dan bidang
lainnya, seperti kehutanan, pertanian, kesehatan dan sosial budaya.
Konsekuensi lebih lanjut dari batasan HKI ini adalah terpisahnya HKI itu
sendiri dengan hasil material yang menjadi bentuk jelmaannya. Jadi yang
dilindungi adalah haknya bukan jelmaan dari hak tersebut. Misalnya, hak cipta
dalam hal pengetahuan tradisional (berupa hak kekayaan intelektual) dan hasil
materi yang menjadi bentuk jelmaannya adalah benda-benda seni dan
kebudayaan-kebudayaan lainnya.
Jadi HKI berhubungan dengan perlindungan penerapan ide dan informasi
yang memiliki nilai komersial. HKI adalah kekayaan pribadi yang dapat dimiliki
dan diperlakukan sama dengan bentuk-bentuk kekayaan lainnya. Banyak hal yang
dapat dilindungi oleh HKI temasuk novel, karya seni, fotografi. musik, rekaman
suara, film, piranti lunak dan piranti keras komputer, situs internet, desain untuk
barang-barang yang diproduksi secara massal, mahluk hidup hasil rekayasa
genetika, obat-obatan baru, rahasia dagang, pengetahuan teknik, merek.30
Meskipun demikian HKI tidak diperluas terhadap setiap situasi dimana
seseorang yang melakukan usaha atau sumber daya kedalam sesuatu yang

30

Tim Lindsey (et.al)., Op. Cit., hlm.3

Universitas Sumatera Utara

melibatkan pengeluaran akal budi, pengetahuan, keahlian atau tenaga.
Berdasarkan hukum di Indonesia dan undang-undang dibanyak negara, ciptaan
dan invensi hanya akan dilindungi jika telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang
telah diatur oleh undang-undang.31
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) secara umum dapat digolongkan ke
dalam dua kategori utama, yaitu:32
1. Hak Cipta (copyright);
2. Hak atas Kekayaan Industri (Industrial Property) yang terdiri dari:
a. Hak Paten (Patent);
b. Hak Merek (Trademark);
c. Hak Produk Industri (Industrial Design);
d. Penanggulangan Praktik Persaingan Curang (Represion of Unfair
Competition Practices).

e. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (layout design of integrated circuit);
f.

Rahasia Dagang (trade secret)
Di Indonesia, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) diatur dengan Undang-

Undang tersendiri, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas
Tanaman.
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang.
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desian Industri

31

Ibid.,
Sentosa Sembiring, Hak Kekayaan Intelektual Dalam Berbagai Peraturan Perundangundangan, CV. Yrama Widya, Bandung, 2002, hlm 14
32

Universitas Sumatera Utara

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Rangkaian Tata
Letak Sirkuit Terpadu.
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tantang Paten.
6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001tantang Merek.
7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Beberapa cabang Hak Kekayaan Intelektual berlaku secara otomatis.
Misalnya Hak Cipta dan Hak Terkait, serta rahasia dagang. Sedangkan yang lain,
seperti merek, paten, mensyaratkan pendaftaran sebelum dilindungin, dan akan
diperiksa oleh pegawai kantor HaKI untuk menentukan apakah merek atau invensi
yang dimintakan perlindungan tersebut memenuhi syarat-syarat pendaftaran.
Perlindungan Hak atas Kekayaan Intektual yang kuat selain memberikan
kepastian hukum, juga memberikan manfaat yang dapat dirasakan dari segi
politis, ekonomi, sosial budaya, bahkan segi pertahanan keamanan pun bisa
meraih manfaat dari adanya perlindungan Hak atas kekayaan Intelektual ini.
Secara garis besarnya kita dapat melihat beberapa keuntungan dan manfaat yang
diharapkan dengan adanya perlindungan Hak atas kekayaan intelektual tersebut,
baik secara ekonomi mikro maupun ekonomi makro, yaitu diantaranya :
a. Perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual yang kuat dapat
memberikan dorongan untuk meningkatkan landasan teknologi
(technological base) nasional guna memungkinkan pengembangan

teknologi yang lebih cepat lagi.

Universitas Sumatera Utara

b. Pemberian perlindungan hukum terhadap Hak atas Kekayaan
Intelektual pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya untuk
mewujudkan iklim yang lebih baik lagi bagi tumbuhan dan
berkembangnya gairah mencipta atau menemukan suatu dibidang ilmu
pngetahuan, seni, budaya dan sastra.
c. Pemberian perlindungan hukum terhdap Hak atas Kekayaan Intelektual
bukan saja merupakan pengakuan negara terhadap hasil karya dan
karsa manusia, melainkan secara ekonomi makro merupakan
penciptaan suasana yang sehat untuk menarik penanaman modal asing,
serta memperlancar perdagangan internasional. Begitu besarnya
manfaat yang dirasakan dengan terlindungnya hak atas kekayaan
intelektual para warga negaranya, maka setiap Negara akan mencoba
memberikan perlindungan yang ketat.

D. Prinsip – Prinsip Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Prinsip utama pada HKI yaitu hasil kreasi dari pekerrjaan dengan memakai
kemampuan intelektualnya tersebut, maka pribadi yang menghasilkannya
mendapatkan kepemilikannya berupa hak alamiah (natural). Begitulah sistem
hukum romawi menyebutkannya sebagai cara perolehan alamiah (natural
acqusition) berbentuk spesifikasi, yaitu melalui penciptaan. Pandangan demikian

terus didukung, dan dianut banyak sarjana, mulai dari Locke sampai kepada kaum

Universitas Sumatera Utara

sosialis. 33 Sarjana-sarjana hukum romawi menamakan apa yang diperoleh di
bawah system masyarakat, ekonomi, dan hukum yang berlaku sebagai perolehan
sipil dan dipahamkan bahwa asas suum cuique tribuere menjamin, bahwa pada
benda diperoleh secara demikian adalah kepunyaan seseorang itu.
Pada tingkatan paling tinggi dari hubungan kepemilikan, hukum bertindak
lebih jauh, dan menjamin bagi setiap manusia penguasaan dan penikmatan
eksklusif atas benda atau ciptaannya tersebut dengan bantuan Negara. Gambaran
tersebut menunjukkan bahwa perlindungan hukum adalah untuk kepentingan si
pemilik, baik pribadi maupun kelompok yang merupakan subjek hukum. System
Hak

atas

Kekayaan

Intelektual

yang

berkembang

sekarang

mencoba

menyeimbangkan di antara 2 (dua) kepentingan, yaitu antara pemilik hak dan
kebutuhan masyarakat umum.
Sebagai cara untuk menyeimbangkan kepentingan dan peranan pribadi
individu dengan kepentingan masyarakat, maka sistem Hak Kekayaan Intelektual
berdasarkan pada prinsip :
1. Prinsip Keadilan (the principle of natural justice)
Pencipta sebuah karya atau orang lain yang bekerja membuahkan hasil
dari kemampuan intelektualnya, wajar memperoleh imbalan. Imbalan
tesebut dapat berupa materi maupun bukan materi, seperti adanya rasa
aman karena dilindungi dan diakui atas hasil karyanya. Hukum
memberikan perlindungan tersebut demi kepentingan pencipta berupa
suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya trersebut,
33

Muhammad Djumahana, Hak Miik Intelektual, (Sejarah, teori dan prakteknya di
Indonesia), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 23

Universitas Sumatera Utara

yang disebut hak. Setiap hak menurut hukum itu mempunyai title, yaitu
suatu peristiwa tertentu yang menjadi alas an melekatnya hak itu pada
pemiliknya. Menyangkut hak milik intelektual, maka peristiwa yang
menajadi alasan melekatnya itu, adalah penciptaan yang mendasarkan atas
kemampuan intelektualnya.34
Perlindungan ini pun tidak terbatas di dalam negeri si penemu sendiri,
tetapi juga dapat perlindungan di luar batas negaranya. Hal itu karena hak
yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan
(commission) atau tidak melakukan (omission) sesuatu perbuatan.
2. Prinsip Ekonomi (the economic argument)
Hak atas kekayaan intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil
kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan
kepada khalayak hukum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki
manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, maksudnya
ialah bahwa kepemilikan itu wajar karena sifat ekonomis manusia yang
menjadikan hal itu 1 (satu) keharusan untuk menunjang kehidupannya
didalam masyarakat. Dengan demikian, Hak atas Kekayaan Intelektual
merupakan suatu bentuk kekayaan bagi peliliknya. Dari kepemilikannya,
seseorang akan mendapatkan keuntungan, misalnya dalam bentuk
pembayaran royalty dan technical fee.35

34
35

Ibid., hlm 26
Ibid

Universitas Sumatera Utara

3. Prinsip kebudayaan (the cultural argument)

Kita mengonsepsikan bahwa karya manusia itu pada hakikatnya bertujuan
untuk memungkinkannya hidup, selanjutnya dari karya itu pula akan
timbul pula suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak
karya lagi. Dengan konsepsi demikian maka pertumbuhan,perkembangan
ilmu pengetahuan,seni, dan sastra sangat besar artinya bagi peningkatan
taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia. Selain itu, juga kan
memberikan keslahatan bagi masyarakat, bangsa, dan Negara. Pengakuan
atas kreasi, karya, karsa, dan cipta manusia yang dibaukan dalam sitem
Hak Milik Intelektua adalah suatu usaha yang tidak dapat dilepaskan
sebagai perwujudan suasana yang diharapkan mampu membangkitkan
semangat dan minat untuk mendorong melahikan ciptaan baru.36
4. Prinsip sosial (the social argument)
Hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai perseorangan yang
berdiri sendiri, terlepas dari manusia yang lain, tetapi hukum menagtur
kepentingan manusia sebagai warga masyarakat. Jadi, manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain, yang sama-sama terikat dalam 1 (satu)
ikatan kemasyarakatan. Dengan demikian, hak apa pun yang diakui oleh
hukum dan diberikan kepada perseorangan atau yang diakui oleh hukum
dan diberikan kepada perseorangan atau suatu persekutuan atau kesatuan
lain, tidak boleh diberikan semata-mata untuk memenuhi kepentingan
perseorangan atau suatu prsekutuan, atau ksatuan itu saja, tetapi pemberian

36

Ibid., hlm 27

Universitas Sumatera Utara

hak kepada perseorangan persekutuan/kesatuan itu diberikannya hak
tersebut kepada perseorangan, persekutuan ataupun kesatuan hukum itu,
kepentingan seluruh masyarakat akan terpenuhi.
Dari keseluruhan prinsip yang melekat pada Hak atas Kekayaan
Intelektual maka di setiap Negara penekanannya selalu berbeda-beda. Berbeda
sistem hukumnya, sistem politiknya, dan landasan filosopinya, maka berbeda pula
pandangan terhadap prinsip tersebut. Sejarah kemerdekaan suatu Negara juga
mempengaruhi prinsip yang dianutnya. Negara berkembang dan Negara bekas
jajahan, dengan Negara maju industrinya sangat berbeda pula cara memandang
persoalan prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual ini.
Hak atas kekayaan intelektual sebagaimana bagian dari hukum harta benda
(hukum kekayaan), maka pemiliknya pada prinsipnya adalah bebas berbuat apa
saja sesuai dengan kehendaknya dan memberikan isi yang dikehendaki sendiri
pada hubungan hukumnya. Dari perkembangan yang ada, tampaknya kini
pengaturan Hak atas Kekayaan Intelektuak menempatkan undang-undang tidak
semata-mata bersifat tambahan, tetapi bahwa pembuat undang-undang telah
bermaksud untuk memberikan suatu ketentuan yang lebih bersifat memaksa.
Namun demikian, perubahan pengaturan tersebut masih bertumpu pada sifat asli
yang ada pada Hak atas Kekayaan Intelektual tersebut, yaitu diantaranya :37
a. Mempunyai jangka waktu terbatas
Dalam arti setelah habis masa perlindungannya ciptaan (penemu) tersebut
akan menjadi milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa

37

Ibid., hlm 24

Universitas Sumatera Utara

perlindungan bisa diperjang terus asalkan terus dipergunakan dalam
perdagangan, misalnya Hak Merek, tetapi ada juga pelindungannya terusmenerus tidak terbatas, bahkan tidak perlu didaftarkan, yaitu Hak Cipta
dan Rahasia dagang. Jangka waktu perlindungan Hak atas Kekayaan
Intelektual dibidang tertentu (Hak Cipta, Merek, Desain Industri dan
Paten) semuanya terbatas dan telah ditentukan secara jelas dan pasti dalam
undang-undang yang mengaturnya.
b. Bersifat eksklusif dan mutlak
Maksudnya bersifat eksklusif dan mutlak, yaitu bahwa hak tersebut dapat
dipertahankan terhadap siapa pun. Yang mempunyai hak itu dapat
terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapa pun. Si pemilik/pemegang
Hak atas Kekayaan Intelektual mempunyai suatu hak monopoli, yaitu
bahwa dia dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapa pun
tanpa

persetujuannya

membuat

ciptaan/

penemuan

ataupun

menggunakannya.38
c. Bersifat hak mutlak yang bukan kebendaan.

38

Ibid

Universitas Sumatera Utara