Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Ulos Batak (Studi pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang luas dan memiliki jumlah
penduduk melebihi dari 250 juta dan keanekaragaman yang muncul dari Sabang
sampai Merauke yang memiliki banyak aspek dalam hasil kreasi intelektual yang
terwujud dalam keanekaragaman warisan budaya yang khas dan tidak di temukan
di negara lain. Warisan budaya ini berunsur budaya etnik, sakral, dan kreatif yang
menunjukkan kearifan budaya tradisional yang dijalankan masyarakat Indonesia.1
Hasil kreasi intelektual yang termasuk dalam warisan budaya tersebut
adalah termasuk batik.Batik merupakan hasil karya seni dan budaya warisan
leluhur bangsa Indonesia yang dikagumi dunia.Seni batik bukan hanya terkenal di
dalam negeri, tetapi jugaterkenal di mancanegara.Kepopuleran seni batik
Indonesia inimenjadikan seni batik tidak berhenti sebagai ikon wisata tetapi juga
sebagai hasil kegiatan ekonomidan menjadi komoditas internasional.Batik telah
menjadikan Indonesia sebagai negara terkemuka penghasil kain tradisional yang
halus ini di dunia.
Suatu hasil karya kreatif yang akan memperkaya kehidupan manusia akan
dapat menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkannya. Apabila
seorang pencipta karya-karya tersebut tidak diakui sebagai pencipta atau tidak

dihargai, karya-karya tersebut mungkin tidak akan pernah diciptakan sama sekali.
1

http://azmicivillization.wordpress.com/2010/05/08/payung-hukum-folklor-danraditional-knowledge/, tanggal akses 1April 2015.

Universitas Sumatera Utara

HKI sebenarnya merupakan hal baru bagi Indonesia. Bahkan dapat
dikatakan Indonesia ketinggalan lebih 100 tahun dari negera-negara maju, seperti
Amerika Serikat, Jepang, maupun Jerman, serta Inggris. 2 Pembahasan tentang
perlunya perlindungan bagi hasil karya intelektual telah menjadi isu penting
dalam pertemuan-pertemuan Dewan HKI (Council for Trade-Related Aspects of
Intellectual Property Rights) di WTO.Alasan inilah yang membuat Perserikatan

Bangsa-Bangsa

(PBB)

membentuk


WIPO

(World

Intellectual

Property

Organizaton) berkedudukan di Jenewa Swiss. WIPO dibentuk sebagai sarana

untuk

merundingkan

kesepakatan

mengenai

perlindunganHKI


secara

internasional. Namun negara-negara maju beranggapan bahwa perlindungan HKI
dalam WIPO tidak cukup kuat dibandingkan dengan WTO (World Trade
Organization) di mana Dispute Settlement Body (DSB) dalam WTO dinilai

mampu menegakkan hukum perlindungan HKI lebih ketat dibandingkan dengan
WIPO. Negara-negara maju ingin menempatkan HKI dalam rejim perdagangan
bebas, seperti dalam WTO-TRIPs.

3

Perdebatan panjang ini lebih banyak

berkenaan dengan perlu-tidaknya perlindungan hasil karya intelektual diatur
tersendiri (sui generis) atau dimasukkan ke dalam perundang-undangan HKI
masing-masing negara anggota. Telah terjadi tarik-ulur kepentingan antara negara
maju (developed country) dan negara berkembang (developing country) dalam hal
perlindungan terhadap hasil karya intelektual negaranya masing-masing.4
2


http://prasetyohp.staff.hukum.uns.ac.id/hki-dan-perlindungan-pengetahuan-tradisionaldi-indonesia/hki-dan-perlindungan-pengetahuan-tradisional-di-indonesia/, tanggal akses 1 April
201.5
3
http://perlindungan-hak-atas-kekayaan-intelektual-tradisional-indonesia-dalamperdagangan-bebas-dunia« New Blue Print.htm/, tanggal akses 3 April 2015
4
http://pengetahuantradisional.blogspot.com/, tanggal akses 3 April 2015

Universitas Sumatera Utara

Banyak masyarakat asli dan pedesaan dari negara-negara berkembang di
seluruh dunia memprotes bahwa hukum Hak Kekayaan Intelektual hanya
bertujuan untuk melindungi ciptaan dari negara-negara maju saja, namun gagal
melindungi karya-karya tradisional dan pengetahuan mereka. Kegagalan sistem
HKI untuk melindungi pengetahuan dan karya tradisional berawal dari sikap
pandang yang lebih mementingkan pada perlindungan hak individu bukan hak
masyarakat.5
Berkenana dengan HKI, ada sejumlah hak yang dilindungi, seperti Hak
Cipta dan Hak Paten dengan peruntukan yang berbeda.Hak Cipta adalah
perlindungan untuk ciptaan di bidang seni budaya dan ilmu pengetahuan, seperti

lagu, tari, batik, dan program komputer. Sementara Hak Paten adalah
perlindungan untuk penemuan (invention) di bidang teknologi atau proses
teknologi. Ini adalah prinsip hukum di tingkat nasional dan internasional, jadi
paten itu tidak ada urusannya dengan seni budaya.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta, negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan
prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya berupa (folklore) dan hasil
kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng,
legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni
lainnya.

5

Tim Lindsey (et.al)., Hak kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar , kerjasama Asian Law
Group Pty Ltd dan PT Alumni, Bandung, 2005, hlm.261

Universitas Sumatera Utara

Secara eksplisit pengaturan mengenai perlindungan terhadap Ekspresi
Budaya Tradisional (Ulos Batak) diatur dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta:
Ciptaan

yang

dilindungi

meliputi

Ciptaan

dalam

bidang

ilmu

pengetahuan,seni, dan sastra, terdiri atas :
1. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
karya tulis lainnya;

2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
4. Lagu dan / musik dengan atau tanpa teks;
5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
6. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, seni patung, atau kolase;
7. Karya seni terapan;
8. Karya arsitektur;
9. Peta;
10. Karya seni batik atau motif lain;
11. Karya fotografi;
12. Potret;
13. Karya sinematografi;
14. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi aransemen,
modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

Universitas Sumatera Utara

15. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi, ekspresi

budaya tradisional;
16. Komplikasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan
program computer maupun media lainnya;
17. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli;
18. Permainan video;
19. Program komputer.
Menurut Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang
telah diratifikasi Indonesia, hak kebudayaan adalah hak asasi. Hak Kekayaan
Intelektual bisa dikatakan sebagai bagian dari hak kebudayaan karena kesamaan
objek. Apalagi, jika objek itu juga sudah jelas terkait dengan Hak Atas Identitas,
yakni sebagai salah satu faktor penentu identitas kultural. Menariknya, penegakan
hak kebudayaan sebagai hak kolektif menuntut peran aktif pemerintah.6
Pemerintah

wajib

mengambil

langkah


konkret,

tanpa

menunda,

melindungi, mengisi, dan menegakkan Hak Kebudayaan itu. Jika tidak, identitas
suatu kelompok budaya, yang merupakan sumber kekuatan mental kolektif, akan
runtuh juga.
Ulos adalah pakaian berupa kain, yang ditenun oleh wanita Batak dengan
pelbagai pola, dan biasanya dijual di pekan-pekan. Menenun kain ulos
memerlukan kordinasi yang baik terhadap sejumlah besar benang menjadi

6

http://prasetyohp.staff.hukum.uns.ac.id/hki-dan-perlindungan-pengetahuan-tradisionaldiindonesia/hki-dan-perlindungan-pengetahuan-tradisional-di-indonesia/, tanggal diakses 3 April
2015.

Universitas Sumatera Utara


sepotong kain utuh yang digunakan untuk melindungi tubuh. Menurut konsep
orang Batak, ulos adalah suatu tindakan yang diresapi oleh suatu kualitas religius
dan magis. Oleh karena itu, dalam pembuatan dan pemungsiannya disertai
sejumlah pantanga. Dalam kepercayaan masyarakat Batak, ulos dianggap sebagai
benda yang diberkati oleh kekuatan supernatural. Panjangnya harus tepat, kalau
tidak dapat membawa kematian dan kehancuran pada tondi (roh) si penenun. Jika
ulos dibuat dengan pola tertentu maka ia dapat digunakan sebagai pembimbing
dalam kehidupan. Ulos adalah salah satu sarana yang dipakai oleh hula-hula
(pihak pemberi isteri) untuk mengalihkan sahala (kekuatan diri)nya kepada boru
(pihak penerima isteri).
Ulos memancarkan pengaruh yang melindungi tidak hanya badan tetapi
juga Tondi (ruh) orang yang dikenakan ulos. Kata ulos juga menjadi istilah yang
digunakan untuk pemberian berupa barang selain kain, misalnya tanah. Jika
selembar kain yang terbentang, ulos herbang diberikan, maka ulos itu pun
dibentangkan menutupi badan bagian atas dari si penerima, diiringi dengan katakata yang bersesuaian seperti: “Sai horas ma helanami maruloshon ulos on,
tumpahon ni Ompunta martua Debata dohot tumpahon ni sahala nami.
Artinya:“Selamat sejahteralah kau menantu kami, semoga peruntungan baik
menjadi milikmu dengan memakai kain ini dan semoga berkat Tuhan Yang Maha
Pengasih dan sahalakami menopangmu.”7

Pemberian perlindungan bagi karya seni tradisional Ulos Batak menjadi
penting ketika dihadapkan pada karakteristik dan keunikan yang dimilikinya. Ada
7

http://www.etnomusikologiusu.com/uploads/1/8/0/0/1800340/takariulos.pdf,
tanggal 7 Januari 2016.

diakses

Universitas Sumatera Utara

beberapa alasan perlunya dikembangkannya perlindungan bagi karya seni
tradisional Ulos Batak, diantaranya adalah adanya pertimbangan keadilan,
konservasi, pemeliharaan budaya dan praktek tradisi, pencegahan perampasan
oleh pihak-pihak yang tidak berhak terhadap komponen-komponen pengetahuan
tradisional dan pengembangan penggunaan kepentingan pengetahuan tradisional.
Perlindungan terhadap pengetahuan tradisional berperan positif memberikan
dukungan kepada komunitas masyarakat tersebut dalam melestarikan tradisinya.8
Berikut ini adalah daftar artefak budaya Indonesia yang diduga dicuri,
dipatenkan, diklaim, dan atau dieksploitasi secara komersial oleh korporasi asing,
oknum warga negara asing ataupun negara lain:9
1. Kain Ulos oleh Malaysia;
2. Naskah Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia;
3. Naskah Kuno dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia;
4. Naskah Kuno dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Malaysia;
5. Naskah Kuno dari Sulawesi Tenggara oleh Pemerintah Malaysia;
6. Tempe dari Jawa oleh Beberapa Perusahaan Asing;
7. Lagu Rasa Sayang Sayange dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia;
8. Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia;
9. Lagu Soleram dari Riau oleh Pemerintah Malaysia;
10. Lagu Injit-injit Semut dari Jambi oleh Pemerintah Malaysia;
11. Alat Musik Gamelan dari Jawa oleh Pemerintah Malaysia;
8

http://sasmini.staff.uns.ac.id/2009/07/24/traditional-knowledge-dan-upayaperlindungannya-di-indonesia/, tanggal diakses 3 April 2015.
9
http://isidunia.blogspot.com/2010/11/data-klaim-negara-lain-atas-budaya.html, tanggal
diakses 3 April 2015.

Universitas Sumatera Utara

12. Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia;
13. Tari Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia;
14. Lagu Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia;
15. Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia;
16. Kursi Taman Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah oleh
Oknum WN Perancis;
17. Pigura Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah oleh Oknum
WN Inggris;
18. Motif Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia;
19. Desain Kerajinan Perak Desak Suwarti dari Bali oleh Oknum WN
Amerika;
20. Produk Berbahan Rempah-rempah dan Tanaman Obat Asli Indonesia oleh
Shiseido Co.Ltd;
21. Badik Tumbuk Lada oleh Malaysia;
22. Kopi Gayo dari Aceh oleh perusahaan multinasional (MNC) Belanda;
23. Kopi Toraja dari Sulawesi Selatan oleh perusahaan Jepang;
24. Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia;
25. Batik dari Jawa oleh Adidas;
26. Alat Musik Angklung oleh Pemerintah Malaysia;
27. Lagu Jali-Jali oleh Pemerintah Malaysia;
28. Wayang Kulit oleh Malaysia;
29. Keris oleh Malaysia;
30. Tari Pendet dari Bali oleh Pemerintah Malaysia.

Universitas Sumatera Utara

Kasus klaim yang terakhir adalah klaim Malaysia terhadap lagu daerah
Rasa Sayange dan Reog Ponorogo yang terjadi pada tahun 2009 lalu. Berawal

dari beredarnya kabar dari situs internet milik Kementrian Kebudayaan Kesenian
dan Warisan Malaysia yang mengklaim bahwa tarian Barongan yang mirip
dengan kesenian Reog Ponorogo tersebut adalah milik pemerintah Malaysia.Hal
tersebut kemudian memancing protes keras dari sejumlah pihak di Indonesia.
Sedangkan Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah mendaftarkan tarian Reog
Ponorogo sebagai hak cipta milik Kabupaten Ponorogo yang diketahui langsung

oleh Menteri Hukum dan perundang-undangan.10
Berbagai kasus klaim di atas sungguh ironis karena justru terjadi setelah
perlindungan HKI diterapkan di Indonesia dan juga dalam perdagangan
internasional. Dengan latar belakang inilah tulisan ini dimaksudkan untuk
menjelaskan berbagai permasalahan seputar perlindungan HKI dalam bidang Hak
Cipta Ulos Bataktradisional Indonesia. Mengidentifikasi upaya yang dilakukan
pemerintah dan kendala-kendala yang dihadapi dalam perlindungan HKI dalam
bidang Hak Cipta terhadap Ulos Batak Indonesia dan diakhiri dengan rumusan
langkah bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta atas Ulos Batak menurut Undangundang Hak Cipta Nomor 28 tahun 2014.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi
dengan judul ”Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Ulos Batak
(studi pada kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Sumatera Utara)”
10

http://isidunia.blogspot.com/2010/11/data-klaim-negara-lain-atas-budaya.html, tanggal
diakses 3 April 2015

Universitas Sumatera Utara

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang diatas diperlukan
perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran Hak Cipta atas Ulos Batak menurut
Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014?
2. Bagaimana kendala-kendala Perlindungan Hukum terhadap Motif Ulos Batak?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan Pemerintah dalam melindungi Ulos Batak
Tradisional?

C. Tujuan Penulisan
Permasalahan yang dikemukan diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi
ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran Hak Cipta atas Ulos Batak
menurut Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala Perlindungan Hukum terhadap Motif Ulos
Batak.
3. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan Pemerintah dalam
melindungi Ulos Batak Tradisional.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Manfaat secara teoritis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangsih bagi
dunia ilmiah dalam memperluas kepustakaan mengenai kajian dalam Studi
Hukum dan Masalah-Masalah Transnasional khususnya dalam kajian di
bidang Perdagangan dan tentang Hak Kekayaan Intelektual.
2. Manfaat secara praktis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi masukan
dalam mengkaji, menyusun, dan menyempurnakan kebijakan-kebijakan yang
akan diambil dalam hal perlindungan terhadap karya seni tradisional Ulos
Batak untuk lebih menjamin kepastian perlindungan yang akan diberikan oleh
pemerintah.

E. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai
tujuan tertentu di dalam penulisan skripsi. Hal ini agar terhindar dari suatu
penilaian bahwa penulisan skripsi dibuat dengan sembarangan dan tanpa di
dukung dengan data yang lengkap. Oleh karena itu, dalam melakukan penulisan
skripsi ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Sifat penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini
adalah bersifat deskripstif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang
berkenaan dengan objek penelitian.11
2. Sumber data
Data dapat dibagi ke dalam dua jenis berdasarkan sumber data yang
diperoleh, yaitu data primer dan data sekunder.Data primer, yaitu data yang
diperoleh langsung dari sumbernya, hak melalui wawancara, observasi maupun
laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.
Data sekunder, yaitu daya yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, bukubuku yang berhubungan denagn objek penelitian, hasil pebelitian dalam bentuk
laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan.12
Didalam penulisan sripsi in, data sekunder yang digunakan berupa :
a. Bahan hukum primer, adalah bahan-bahan hukum yang mengikat. Yaitu
dokumen peraturan mengikat yang telah dAitetapkan oleh pemerintah antara
lain Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undangundang Nomor 19 Tahun 2002 tentang “Hak Cipta”.
b. Bahan hukum sekunder, adalah bahan hukum yang mmberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer, yaitu buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah
hukumyang terkait sdengan objek penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier, adalah bahan yang member petunjuk atau penjelasan
mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder, yaitu yang
berasal dari kamus, majalah, surat kabar, internet, dan bahan lainnya yang
berkaitan dengan penulisan skripsi.
11
12

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 105-106
Ibid, hlm 106.

Universitas Sumatera Utara

3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data adalah cara atau teknik untuk memperoleh data
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam pebulisan skripsi ini,
digunakan teknik pengumpulan data melalui kepustakaan. Teknik pengumpulan
data dengan cara ini yaitu mengumpulkan data-data sekunder yang diperoleh dari
bahan pustaka, yang terdiri dari undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
perubahan atas undang-undang Nomor Tahun 19 Tahun 2002 tentang “Hak
Cipta”, buku-buku literature, makalah, dan lain sebagainya. Selain itu dilakukan
juga wawancara tersruktur dengan pegawai kantor Wilayah Kementrian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara.
4. Analisa Data
Penelitian pada penulisan skripsi ini menggunakan teknik analisis data
kualitatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat dengan melihat sinkronisasi suatu
aturan dengan aturan lainnya secara bertingkat (hierarki). Teknik analisis data
kualitatif ini tidak membutuhkan populasi dan sampel melainkan dilakukan
dengan cara mengumpulkan data-data sekunder yang dibutuhkan baik itu berupa
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier yang
berhubungan dengan penelitian skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

F. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan kepustakaan maupun dilapangan, perlindungan
hak kekayaan intelektual (HKI) memang cukup banyak yang diangkat dan
dibahas, namun penulisan dengan judul “Perlindungan Hukum Hak Kekayaan
Intelektual Ulos Batak” belum ada yang menulis sebagai skripsi dan merupakan
hasil karya sendiri, dengan demikian maka penulisan skripsi ini tidak sama
dengan penulisan skripsi skripsi yang telah ada, sehingga penulisan skripsi ini
masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.
Rita Silvia (2008), Tinjauan Hukum Perlindungan Hak Cipta Atas Motif
Ulos Batak Toba (Penelitian Kerajinan Ulos Di Kabupaten Samosir). Adapun
yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah
pengaturan mengenai perlindungan hukum atas Ulos Batak Toba dalam UndangUndang Nomor. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta? Bagaimanakah upaya yang
dilakukan oleh masyarakat Batak Toba untuk melindungi hak cipta atas Ulos
Batak Toba? Faktor-faktor Apakah yang menyebabkan masyarakat Batak Toba
belum mendaftarkan ciptaan motif Ulos di Kabupaten Samosir.
Rahmadany

(2011)

Perlindungan

Hukum

Terhadap

Pengetahuan

Tradisional (Kajian Terhadap Motif Ulos Batak Toba). Adapun yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah pengetahuan tradisional dalam
pengaturan hak kekayaan intelektual. Pengaturan mengenai perlindungan hukum
terhadap pengetahuan tradisional atas motif ulos Batak Toba dan kendala-kendala
perlindungan hukum terhadap pengetahuan tradisional atas motif ulos Batak Toba.

Universitas Sumatera Utara

G. Sistematika Penulisan
Penulisan suatu karya ilmiah khususnya skripsi, sistematika penulisan
merupakan suatu bagian yang sangat penting.Untuk menghasilkan karya ilmiah
yang baik maka pembahasannya harus diuraikan dengan sistematis, agar
pembahasannya dapat diarahkan untuk menjawab masalah-masalah dan
membuktikan kebenaran hipotesanya. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini,
maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam
beberapa bab serta sub bab secara berurutan dan saling berkaitan satu sama
lain.Susunan dari sistematika penulisan yang tujuannya untuk memudahkan dalam
melakukan penulisan skripsi dan juga untuk memudahkan pembaca dalam
memahami isi dari skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dibagi atas 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab
dibagi atas beberapa sub bab. Urutan bab di dalam skripsi ini disusun secara
sistematis dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Uraian singkat atas babbab dan sub-sub bab tersebut adalah sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Merupakan bab yang memberikan ilustrasi guna memberikan
informasi yang bersifat umum dan menyeluruh. Di dalam bab ini
dipaparkan sistematika penulisan skripsi ini mulai dari latar
belakang penulisan, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.

Universitas Sumatera Utara

BAB II

TINJAUAN

UMUN

TENTANG

HAK

KEKAYAAN

INTELEKTUAL (HKI)
Bab ini akan dibahas mengenai sejarah hak kekayaan intelektual
(HKI), pengertian hak kekayaan intelektual (HKI), dan ruang
lingkup hak kekayaan intelektual (HKI), prinsip-prinsip hak
kekayaan intelektual.
BAB III

PENGETAHUAN TRADISIONAL DALAM PENGATURAN
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Bab ini akan dibahas mengenai hak cipta merupakan bagian dari
hak kekayaan intelektual, jenis-jenis ulos, ulos batak sebagai
bagian dari pengetahuan tradisional, dan pengaturan mengenai
perlindungan hukum terhadap motif ulos batak.

BAB IV

PERLINDUNGAN

HUKUM

HAK

KEKAYAAN

INTELEKTUAL (HKI) ULOS BATAK
Bab ini akan dibahas mengenai Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak
Cipta Atas Ulos Batak Menurut Undang-Undang Hak Cipta Nomor
28 Tahun 2014, Upaya yang Dilakukan Pemerintah dalam
Melindungi Ulos Batak Tradisional, dan Kendala-Kendala
Perlindungan Hukum terhadap Motif Ulos Batak.

Universitas Sumatera Utara

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya
dimana dalam bab ini penulis akan menyimpulkan isi dari skripsi
yaitu berupa jawaban terhadap permasalahan yang dikemukakan
dalam Bab I. Selanjutnya penulis akan memberikan saran-saran
terhadap analisa bab-bab sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara