Pengaruh Iklim Kerja terhadap Tekanan Darah Pekerja di Bagian Produksi PT. INALUM tahun 2014

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
guna mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur
dan merata baik materil maupun spiritual. Pembangunan ketenagakerjaan ditujukan
untuk peningkatan, pembentukan dan pengembangan tenaga kerja yang berkualitas
dan

produktif.

Kebijakan

yang

mendorong

tercapainya


pembangunan

ketenagakerjaan adalah perlindungan tenaga kerja (Sugeng, 2003).
Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek yang cukup luas yaitu perlindungan
keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan
martabat manusia dan moral bangsa. Perlindungan tersebut bertujuan untuk
memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajad kesehatan para pekerja
(Suma’mur, 2011).
Kesehatan kerja merupakan suatu spesialisasi ilmu kesehatan yang
mempunyai tujuan meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik
fisik maupun mental dengan usaha-usaha preventif maupun kuratif terhadap penyakitpenyakit yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja.
Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 86 ayat 2
menyatakan bahwa upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk

Universitas Sumatera Utara

memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja
atau buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
Kebanyakan manusia merasa nyaman bekerja pada temperatur udara sekitar

200C dan 270C dan dalam situasi humiditas berkisar 35% sampai 60%. Apabila
temperatur dan humiditas lebih tinggi, orang akan merasa tidak nyaman. Situasi ini
tidak menimbulkan kerugian selama tubuh dapat beradaptasi dengan panas yang
terjadi. Lingkungan yang sangat panas dapat mengganggu mekanisme penyesuaian
tubuh dan berlanjut kepada kondisi serius dan bahkan fatal (CCOHS, 2001). Untuk
efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya, pekerjaan harus dikerjakan dengan
cara dan dalam lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan. Lingkungan dan cara
yang dimaksudkan meliputi tekanan panas, penerangan di tempat kerja, debu di udara
ruang kerja, sikap badan, perserasian manusia dan mesin (Suma’mur, 2011).
Efisiensi kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja dalam lingkungan nikmat
kerja. Pengaturan temperatur atau suhu yang nyaman dilakukan untuk menunjang
tercapainya produktivitas kerja. Temperatur yang terlalu panas menjadikan perasaan
cepat lelah dan mengantuk, sebaliknya temperatur yang terlalu dingin mengurangi
daya atensi dan ketidaktenangan yang berpengaruh negatif terutama pada kerja
mental. Dengan demikian penyimpangan dari batas kenyamanan suhu baik diatas
maupun di bawah nyaman akan berdampak buruk pada produktivitas kerja. Suhu
kerja nikmat atau temperatur yang sesuai dengan orang Indonesia yaitu sekitar 24-26

Universitas Sumatera Utara


°C. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya
koordinasi otot (Suma’mur, 2011).
Biasanya ahli higiene industri menggunakan parameter yang disebut Wet
Bulb Globe Thermometer (WBGT) Index atau Indeks Suhu Bola Basah (ISBB), yaitu
penggabungan parameter suhu udara kering, suhu basah bola dan suhu globe/radiasi.
Sesuai Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang ditetapkannya syarat-syarat
keselamatan dan kesehatan kerja, salah satu sumber bahaya yang ditemukan di tempat
kerja adalah bahaya kondisi fisik berupa iklim kerja panas. Hal ini diperjelas dalam
Permenakertrans No. PER 13/MEN/X/2011 tentang NAB faktor fisika di tempat
kerja, tertera dalam pasal 1, dimana NAB iklim kerja bagi pekerja yang terus menerus
selama 8 jam sehari dengan beban kerja sedang adalah ISBB sebesar 26,70C.
Kegiatan menyangkut temperatur udara yang tinggi, pancaran sumber panas,
humiditas yang tinggi, kontak fisik langsung dengan objek yang panas, ataupun
aktifitas kerja fisik yang berat memiliki potensi besar menimbulkan heat stress pada
pekerja yang melakukannya. Tempat-tempat ini termasuk industri pengecoran logam,
pemasakan batu bata dan pabrik keramik, pembuatan produk dari kaca, pabrik produk
karet, ruang elektrikal terutama ruang boiler, pembuatan roti, dapur komersial,
laundry (binatu), pengalengan makanan, pabrik kimia, tambang, peleburan, dan
terowongan beruap (OSHA, 1999).
Di dalam suatu lingkungan kerja, pekerja akan menghadapi tekanan

lingkungan. Tekanan tersebut dapat bersifat kimiawi, fisik, biologis dan psikis.
Tekanan yang berupa fisik khususnya tekanan panas memegang peranan yang

Universitas Sumatera Utara

penting. Oleh sebab itu lingkungan kerja harus diciptakan senyaman mungkin supaya
didapatkan efisiensi kerja dan meningkatkan produktivitas. Lingkungan kerja yang
baik merupakan aspek yang penting dalam bekerja. Oleh karena itu, pekerja
membutuhkan lingkungan kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran
lingkungan. Hal ini menjadi perhatian setiap tempat kerja agar terciptanya kesehatan
dan keselamatan kerja di tempat kerja. Selain itu ada berbagai faktor yang
mempengaruhi kondisi lingkungan dan pekerja di tempat kerja yang harus
diperhatikan agar dapat dikategorikan sebagai tempat kerja yang bebas dari bahaya,
yaitu (a) faktor fisik, (b) faktor kimia, (c) faktor biologi, (d) faktor ergonomi dan (e)
faktor psikologis (Santoso, 1985).
Salah satu kondisi lingkungan kerja yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan bagi pekerjanya adalah terpaan panas atau paparan panas yang ekstrim.
Karena paparan panas yang ekstrem telah menjadi permasalahan yang banyak
terdapat di lingkungan industri dan dapat mengakibatkan berbagai gangguan
kesehatan,


sehingga

berpotensi menyebabkan

kecelakaan kerja dan dapat

menurunkan produktivitas kerja (Suma,mur, 2011).
Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan
gerakan dan suhu radiasi. Tekanan panas sendiri dapat berasal dari mesin atau alat
produksi, iklim dan kerja otot manusia. Tekanan panas dapat mempengaruhi salah
satu fungsi tubuh manusia, seperti : tekanan darah, kecepatan denyut jantung ataupun
nadi, ketahanan fisik dan daya konsentrasi. Suhu lingkungan kerja yang meningkat
maupun menurun dapat mempengaruhi penurunan maupun peningkatan tekanan

Universitas Sumatera Utara

darah para pekerja. Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah dari
sistem sirkulasi atau sistem vaskuler terhadap dinding pembuluh darah (Joyce dkk,
2008).

Tekanan panas merupakan salah satu kondisi kerja dari faktor fisik yang
dalam keadaan tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Oleh karena itu
lingkungan kerja harus dibuat senyaman mungkin dengan mengatur dan
mengendalikan iklim di tempat kerja yaitu suhu udara, kelembaban udara dan
kecepatan udara, yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi
tekanan panas. Tekanan panas mengenai tubuh manusia dapat mengakibatkan
berbagai permasalahan kesehatan hingga kematian. Pada musim panas tahun 1995,
100 penduduk Chicago meninggal karena gelombang panas. Penelitian lain di
Amerika menunjukan terjadi 400 kematian setiap tahun yang diakibatkan oleh
tekanan panas. Di Jepang dari tahun 2001-2003 dilaporkan 483 orang tidak masuk
kerja selama lebih dari 4 (empat) hari karena penyakit akibat panas dan 63 orang
diantaranya meninggal. Kematian tersebut diakibatkan oleh berbagai penyakit yang
disebabkan oleh terpaan panas pada tubuh. Tubuh manusia selalu berusaha
mempertahankan keadaan normal dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga
dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi diluar tubuh, tetapi
kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya yaitu bahwa tubuh
manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar tidak lebih dari 20%
untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin dari keadaan tubuh normal.

Universitas Sumatera Utara


Lingkungan kerja dengan suhu yang tinggi dapat mengganggu kesehatan
tenaga kerja seperti heat cramps, heat exhaustion, heat stroke dan miliaria. Heat
cramps dialami dalam lingkungan yang suhunya tinggi sebagai akibat bertambahnya
keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium (Na) dari tubuh dan sebagai
akibat dari minum banyak air tapi tidak diberi garam untuk mengganti garam natrium
yang hilang. Heat cramps mengakibatkan kejang otot pada tubuh dan perut yang
sakit. Disamping kejang tersebut terdapat pula gejala yang biasa terjadi pada heat
stress yaitu pingsan, kelemahan dan muntah. Heat exhaustion biasanya ditandai
dengan penderita berkeringat banyak, suhu tubuh normal atau subnormal, tekanan
darah menurun dan denyut nadi bergerak lebih cepat (Suma’mur, 2011).
Iklim kerja yang panas atau tekanan panas dapat menyebabkan beban
tambahan pada sirkulasi darah. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang berat di
lingkungan yang panas, maka darah akan mendapat beban tambahan karena harus
membawa oksigen ke bagian otot yang sedang bekerja. Di samping itu harus
membawa panas dari dalam tubuh kepermukaan kulit. Hal demikian juga merupakan
beban tambahan bagi jantung yang harus memompa darah lebih banyak lagi. Akibat
dari pekerjaan ini, maka frekuensi denyut nadipun akan lebih banyak lagi atau
meningkat (Santoso, 1985).
Tekanan darah sangat bervariasi tergantung pada keadaan, akan meningkat

saat aktivitas fisik, emosi dan stres. Semakin tinggi tekanan darah akan semakin besar
resikonya dan jika tekanan darah lebih dari 160/90 mmHg akan memiliki faktor
resiko penyakit jantung (Huwon dkk, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Panas dapat menyebabkan terjadinya dilatasi pembuluh darah perifer,
sehingga keseimbangan peredaran darah akan terganggu. Penelitian menunjukan
bahwa insiden penyakit yang diakibatkan dari panas dengan kehilangan hari kerja
paling kecil satu hari diestimasikan sebesar 1.432 kasus. Menurut data kasus yang
dianalisa oleh Jensen, ditemukan industri yang mempunyai kasus dikarenakan sakit
akibat panas per 100.000 pekerja adalah pada area perkebunan (9,16 kasus/ 100.000
pekerja), konstruksi (6,36 kasus/100.000 pekerja) dan tambang (5,01 kasus/ 100.000
pekerja). Dinman et.all, melaporkan incident rate sebesar 6,2 per 100.000 hari kerja
dengan studi pada tiga pabrik alumunium (Siswanto, 1987).
Berdasarkan hasil penelitian Kurniawan A (2010) yang bertujuan untuk
mengetahui dan mengkaji perbedaan tekanan darah pada tenaga kerja sebelum dan
sesudah terpapar tekanan panas bagian finishing di Industri Mebel CV. GION &
RAHAYU Kec.Kartasura, Kab.Sukoharjo, Jawa Tengah. Hasil analisis dengan uji
Paired T-Test, uji perbedaan tekanan darah sistolik pada paparan tekanan panas di

atas dan di bawah NAB diketahui bahwa nilai Sig. sebesar 0,167 atau lebih besar dari
0,05 (p > 0,05). Sedangkan uji perbedaan tekanan darah diastolik pada paparan
tekanan panas di atas dan di bawah NAB diketahui bahwa nilai Sig. sebesar 0,446
atau lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Penelitian tentang lingkungan panas juga
dilakukan Muflichatun (2006), dalam penelitiannya tersebut menyatakan bahwa ada
hubungan antara tekanan panas (heat stress) dengan produktifitas dan denyut nadi.
Tekanan panas pada pekerja dapat dikendalikan dengan memperbaiki lingkungan
kerja perusahaan atau dengan melakukan perbaikan pada seragam pekerja.

Universitas Sumatera Utara

Penelitian Hayyu Rakhmia, Tresna Dermawan Kunaefi dan Katharina
Oginawati untuk melihat Pengaruh Paparan Suhu Ekstrim Panas di Lingkungan Kerja
Terhadap Kesehatan Pekerja Industri Baja dengan metode penelitian Cross Sectional
Study (survei analitik dengan kasus kontrol) menunjukkan bahwa Nilai rata-rata
ISBB di pengecoran sebesar 32,3 dan 1,52°C dengan durasi kerja di bawah paparan
panas sekitar 47,5%. Kedua nilai ISBB melebihi nilai ambang batas yang
diperbolehkan, yaitu sebesar 32,2°C untuk waktu kerja 25%. Sedangkan Pengukuran
parameter kesehatan menunjukkan peningkatan suhu tubuh pada durasi paparan panas
yang lebih tinggi dan peningkatan denyut nadi sebagai kompensasi peningkatan suhu

tubuh.
Kemudian penelitian Sarah Gardner, David Hoch, Bryan LaFonte CU
Boulder, Fall (2007) dalam penelitiannya Effects of Temperature on Blood Pressure
dengan metode penelitian explanatory research dengan pendekatan cross sectional
menunjukkan bahwa Uji T-Test menunjukkan bahwa tekanan darah setelah terpapar
suhu dingin secara signifikan lebih besar (p = 3,6 E -4) dari tekanan darah setelah
terpapar suhu panas, dengan rata-rata untuk air dingin menjadi 133/90 mmHg dan
rata-rata untuk air panas yang mmHg 121/78. Tekanan darah rata-rata untuk air suhu
kamar adalah 113/68 mmHg. Tidak ada perbedaan yang signifikan (p = 0,29) antara
denyut jantung untuk uji suhu panas, dingin atau ruang air, yang rata-rata adalah 74,
76 dan 76 bpm, masing-masing.
Penelitian lain oleh Lenie Marlinae (2007) untuk melihat Hubungan Keluhan
Subyektif Akibat Tekanan Panas Terhadap Karakteristik Tenaga Kerja yang Bekerja

Universitas Sumatera Utara

di Bagian Pengering PT. Nusantara Plywood Gresik

dengan metode penelitian


Analitical Research with cross sectional study approach menunjukkan hasil bahwa
52,5% tenaga kerja menyatakan keluhan berat selama bekerja di bagian drier.
Keluhan subyektif yang dirasakan oleh sebagian besar tenaga kerja meliputi banyak
keringat, badan letih lesu, pusing, mual cepat lelah, terdapat biang keringat, kulit
kemerahan dan kejang otot. Analisis Uji chi square menunjukan tidak ada hubungan
yang bermakna (α>0,05) antara umur responden dengan keluhan.
Multichatun (2006) dalam penelitianya melihat Hubungan antara Tekanan
Panas, Denyut nadi dan Produktivitas pada Pekerja Pandai Besi Paguyuban Wesi Adji
Donorejo Batang menunjukkan bahwa Berdasarkan uji statistik Korelasi Pearson
antara tekanan panas dengan denyut nadi diperoleh nilai P 0,000

Dokumen yang terkait

Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kelelahan Kerja Karyawan Bagian Produksi Seksi Reduksi PT. INALUM Kuala Tanjung Tahun 2011

34 140 41

HUBUNGAN ASUPAN KAFEIN DENGAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT TIGA SERANGKAI SURAKARTA Hubungan Asupan Kafein dengan Tekanan Darah pada Pekerja Bagian Produksi PT Tiga Serangkai Surakarta.

0 4 15

HUBUNGAN ASUPAN KAFEIN DENGAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT TIGA SERANGKAI Hubungan Asupan Kafein dengan Tekanan Darah pada Pekerja Bagian Produksi PT Tiga Serangkai Surakarta.

0 4 18

PENGARUH IKLIM KERJA PANAS TERHADAP KELELAHAN PADA PEKERJA DI BAGIAN SIZING PT. ISKANDAR INDAH PRINTING Pengaruh Iklim Kerja Panas Terhadap Kelelahan Pada Pekerja Di Bagian Sizing Pt. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta.

0 3 16

PENGARUH IKLIM KERJA PANAS TERHADAP KELELAHAN PADA PEKERJA DI BAGIAN SIZING PT. ISKANDAR INDAH Pengaruh Iklim Kerja Panas Terhadap Kelelahan Pada Pekerja Di Bagian Sizing Pt. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta.

0 3 12

Pengaruh Iklim Kerja terhadap Tekanan Darah Pekerja di Bagian Produksi PT. INALUM tahun 2014

0 2 19

Pengaruh Iklim Kerja terhadap Tekanan Darah Pekerja di Bagian Produksi PT. INALUM tahun 2014

0 0 2

Pengaruh Iklim Kerja terhadap Tekanan Darah Pekerja di Bagian Produksi PT. INALUM tahun 2014

1 2 27

Pengaruh Iklim Kerja terhadap Tekanan Darah Pekerja di Bagian Produksi PT. INALUM tahun 2014

0 14 7

Pengaruh Iklim Kerja terhadap Tekanan Darah Pekerja di Bagian Produksi PT. INALUM tahun 2014

0 0 45