Tokoh dan aliran dalam Psikologi Perkemb

Tokoh dan aliran dalam Psikologi Perkembangan
Banyak ahli mengemukakan karyanyan berdasar hasil pembahasan secara deduktif
dan integratif yang sangat baik dari bermacam-macam teori yang sudah ada. Apa yang akan
dicoba diuraikan lebih menitikberatkan teori dan pandangan nya mengenai perkembangan,
lebih khusus lagi perkembangan anak, daripada bidang-bidang lain yang mungkin juga
dikuasai.
Uraian mengenai tokoh-tojoh dikelompokkan sesuai dengan bidang atau aliran yang
dititikberatkan untuk menerangkan teorinya. Pada suatu bidang atau aliran, diwakili oleh
beberapa tokoh yang dalam kenyataannya masih ada perbedaan di sana-sini, meskipun
biasanya bersifat saling mengisi serta dipengaruhi oleh keadaan yang sedang berpengaruh.
1. Psikoanalisa
S.Freud adalah pencipta Psikoanalisa ini. Psikoanalisa dibicarakan di sini karena
dasar-dasar teorinya dianggap sebagai hasil pemikiran yang luar biasa dan telah
menempati dan memperkaya dunia pengetahuan, khususnya psikologi.
Sifat psikolgi ialah banyaknya teori dan hipotesa yang kadang-kadang diperoleh
melalui pendekatan filosofis, karena sifanya yang abstrak dan teoritis.
Selain itu tentu saja bisa dilakukan pendekatan dan pembuktian secara eksperimental
dengan hukum-hukum yang biasa dipergunakan dalam lapangan ilmu eksakta.
a. SIGMUND FREUD (1856-1939)
Dilahirkan di Freiburg, Moravia pada tahun 1856, sebagian hidupnya tingggal di
Wiena dan meninggal pada tahun 1939 di London.

Pendidikan formalnya ialah kedokteran dan setelah lulus memperdalam bidang
neurologi dan melakukan penyelidikan-penyelidikan dalam bidang ini. Ia banyak menghadapi
pasien hysteria yakni pasien-pasien yang menderita gangguan-gangguan fungsional-somatis
dengan latar belakang psikolog.
Pada tahun 1885 Freud pergi ke Paris dan selama setahun ia belajar pada Piere Janet
dan Jean Charcot dalam teknik-teknik menyembuhkan para penderita hysteria yakni dengan
teknik hipnosa. Kemudian, dia bekerja dengan Joseph Breuer dalam menyembuhkan
penderita hysteria dgn teknik tersebut.
Breur telah menyembuhkan banyak penderita hysteria dengan teknik hipnosa dimana
pasien yang berada dalam keadaan hipnosa disuruh mengemukakan hal-hal yag emosional
yang dialami oleh pasien. Pada mulanya, Freud ikut mempergunakan teknik ini, terapi Freud
segera mengubah teknik ini dengan menyuruh pasien yang tidak perlu dalam keadaan hipnosa
mengemukakan masalah-masalahnya. Freud mempergunakan teknik asosiasi bebas untuk
merangsang dan memancing perasaan-perasaan yang tidak enak dan yang telah dengan
sengaja ataupun tidak sudah dilupakan. Freud mengamati bahwa dengan asosiasi bebas para
pasien bisa mengeluarkan ingatan-ingatan yang sudah dilupakan ataupun dorongan-dorongan
yang terletak di bawah sadar dan dengan demikian terjadi pengurangan keteganganketegangan yang dialami pasien. Dilengkapi dengan teknik analisis mimpi, Freud
menciptakan teknik baru untuk menyembuhkan para pasien yang mengalami gangguangangguan kepribadian. Ini merupakan salah satu psikoanalisa yang menciptakan teori baru
yang lain yakni dalam hal struktur kesadaran seseorang dan struktur kepribadian.


Sebagai ilmuwan, Freud melihat hukum-hukum energi yang ada dalam lapangan
fisika yang berlaku untuk benda-benda di dalam alam ini, bisa diterapkan untuk kehidupan
mental seseorang. Dilihatnya bahwa manusia sejak lahir mempunyai naluri, mempunyai
kebutuhan dan mempunyai dorongan yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga jelas
ada unsur tenaga atau kekuatan pada kehidupa psikis seseorang. Inilah yang oleh CS. Hall
disebut psikodinamika.
Tenaga atau kekuatan psikis ini yang mempunyai latar belakang biologis disebut
libido, dan sebagai naluri sudah ada pada setiap manusia pada waktu dilahirkan.
Libido sebagai naluri adalah salah satu diantara konsep-konsep naluri yang di kemukakan
oleh Freud, yakni :
1. Naluri kehidupan : yang berhubungan dengan dorongan-dorongan untuk hidup,merasa
haus dan lapar dan timbul kebutuhan serta dorongan untuk memperoleh makanan.
2. Naluri kematian (Thanatos) ialah naluri-naluri yang berakibat negatif bagi kelanjutan
kehidupan manusia dengan sifat merusak diri.
3. Naluri libido (Eros) ialah naluri hasrat emosional atau energi yang berkaitan dengan
nafsu seksual, energi naluri kehidupan, keinginan untuk hubungan dan kenikmatan
seksual. Ada tingkatan-tingkatan fungsi dan kehidupan dari libido/naluri seks ini dan
yang kemudian dikenal dengan perkembangan psikoseksual.
Ada tiga tingkatan kehidupan pada manusia, yakni :
1. Animal/id


2. Logika dan rasional
3. Moral
Freud menyebutkan tingkatan animal itu id yaitu gudang semua dorongan atau tenaga yang
sifatnya primitif (prinsip kenikmatan). Ia menghendaki segera memperoleh kenikmatan,
bilamana dorongan nya sudah sampai pada tingkat-tingkat dorongan untuk minta disalurkan.
Dorongan dari id ini terpuaskan melalui proses primer yang dapat diperoleh dengan tiga cara
menurut Rapaport yaitu :
a) Perbuatan : seorang anak yang sedang timbul dorongan primitifnya (berteriak-teriak)
akan puas ketika ia menemukan puting susu ibunya dan akan menyusui.
b) Fungsi kognitif : yaitu kemampuan anak untuk mengingat atau membayangkan halhal yang memuaskan yang dialami atau diperoleh. Si anak berkhayal terhadap hal-hal
yang nikmat dan menyenangkan.
c) Ekspresi dari efek/emosi. Dengan memperlihatkan emosi tertentu akan terjadi
pengurangan terhadap dorongan-dorongan primitifnya meskipun cara ini tidak
seefisien kedalam cara diatas.
Struktur yang lain adalah ego. Ego berkembang dari id yang berhadapan dengan realitas.
Freud (1923) mengatakan bahwa ego adalah sebagian dari id yang telah diubah oleh
pengaruh-pengaruh langsung dari dunia luar melalui persepsi kesadaran. Ego melaksanakan
prinsip realitas. Ia mengatur dorongan-dorongan id dengan menunda atau menahan agar
mecapai tujuan secara realistik.

Fungsi ego menurut A.L Baldwin (1967) adalah sebagai berikut :

a. Menahan penyaluran dorongan
b. Mengatur desakan dorongan-dorongan yang sampai pada kesadaran
c. Mengarahkan sesuatu perbuatan agar mencapai tujuan-tujuan yang dapat diterima
d. Berpikir logis
e. Mempergunakan pengalaman emosi-emosi kecewa atau kesal sebagai tanda adanya
sesuatu yang salah, yang tidak benar agar kelak dapat dikategorikan dengan hal-hal
lain untuk memutuskan apa yang akan dilakukan sebaik-baiknya.
Struktur ketiga pada sistem kepribadian adalah superego. Superego sering dihubungkan
dengan nurani dan sistem nilai, meliputi nilai sosial dan nilai moral dan superego ini
berkembang oleh hubungan yang dekat dan terus menerus dengan orang tua, saudara, guru
dan orang lain yang ada dalam lingkungan hidup anak.
Dasar perkembangan psikoseksual ini adalah pertumbuhan dan kematangan fisiologis pada
bagian-bagian atau tempat-tempat tertentu dalam tubuh.
Perkembangan Psikoseksual :
1. Masa Oral (0-1;0 th)
Merupakan tahap pertama perkembangan psikoseksual pada mana bayi memperoleh dan
merasakan kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada daerah mulutnya. Ini timbul oleh
adanya hubungan antara perasaan lapar, kemudian gelisah dan minuman atau makanan (air

susu) yang diberikan kepada bayi.
Menurut teori psikoanalisa, masa oral ini terdiri lagi dari dua sub-masa. Yakni sub-masa
pertama ketika bayi tergantung sepenuhnya dari orang lain, yang disebut masa
ketergantungan oral.
Sub masa kedua disebut dengan agresifitas-oral yang timbul sebagai reaksi akan
dihentikannya pemberian air susu melalui susu ibunya (disapih).
2. Masa anal (1;0 – 3;0 th)
Setelah masa oral, anak memindahkan pusat kenikmatan dari daerah mulut ke daerah anus
(dubur). Seperti pada masa oral, masa anal ini juga terbagi menjadi dua sub masa, yakni
bagian pertama yang disebut sub-masa pengeluaran kotoran dan bagian kedua submasa
penahanan kotoran. Kegiatan pengeluaran kotoran merupakan kepuasan bagi anak untuk
“mengotori” lingkungannya sebagai reaksi terhadap sikap-sikap orang lain yang dianggap
tidak menyenangkan; ia hendak menentang dan ingin menunjukkan kebebasannya sendiri.
Kegiatan menahan kotoran merupakan kepuasan lain untuk menunjukkan bahwa ia tidak mau
“diatur” oleh orang lain.
3. Masa falik (3;0 – 5;0 th)
Sumber kenikmatan berpindah ke daerah kelamin pada masa falik. Pada masa ini anak mulai
menaruh perhatian terhadap perbedaan-perbedaan anatomik antara laki dan perempuan,
terhadap asal usul bayi dan hal-hal yang ada kaitannya dengan kegiatan seks.
a. Masa falik pada anak laki-laki

Freud percaya bahwa ibu bagi anak laki-laki pada masa ini adalah obyek pada mana anak
ingin melakukan hubungan seks. Oleh Freud, cinta terhadap ibunya ini disebut Oedipus

kompleks, yakni mengambil nama Oedipus, suatu tokoh dalam Mitologi Yunani kuno, yang
membunuh ayahnya dan mengawini ibunya. Ia ingin meniru semua perbuatan yang dilakukan
ayahnya, karena ayahnya adalah modelnya. Bilamana proses Oedipus-kompleks tidak
berjalan dengan baik dan cinta anak terhadap ibunya tidak terhenti, maka akan timbul
semacam ikatan antara anak laki dengan ibunya, bahkan ibunya (bukan ayahnya) yang
dijadikan tokoh identifikasi, dan mengambil superego yang ada pada ibunya, dengan akibat
timbulnya keinginan melakukan hubungan seks dengan pria (seperti ibunya) dan inilah dasar
dari terjadinya homoseksualitas pada pria.
b. Masa falik pada anak perempuan
Pada anak perempuan perkembangannya lebih sulit. Freud sendiri tidak pernah merasa puas
menerangkan dinamika-dinamika dari anak perempuan pada masa falik ini.
Tokoh ibu menjadi penghalang akan cintanya terhadap ayahnya. Anak perempuan takut akan
dihukum oleh ibunya, seperti anak laki-laki ia akan dikastrasi. Kesulitan-kesulitan yang
dialami pada masa ini akan menyebabkan pula kekacauan dalam menentukan tokoh
identifikasi dan pembentukan ego-idealnya. Inilah dasar dari sifat-sifat lesbianist yang
diperlihatkan ketika sudah dewasa.
c. Masa laten (6;0 – 12;0 th)

Pada masa ini memang terjadi perkembangan yang menghebat, banyak dan manjemuk pada
seluruh aspek-aspeknya, seperti perkembangan kognitif melalui pendidikan formal di
sekolah, perkembangan sosial dan moral, melalui hubungan-hubungan yang lebih luas
dengan lingkungan hidupnya
d. Masa genital (12;0th)
Masa ketika dorongan-dorongan seks yang ada pada masa falik mulai berkembang lagi
setelah pada masa laten, berada pada keadaan tenang.
Pada masa genital ini terjadi perkembangan pada arah cinta. Kalau tadi cintanya hanya
searah, yakni terpusat pada diri sendiri, maka sekarang cintanya bisa dua arah.
Teori psikoanalisa ini memang muncul dan dikembangkan di dunia Barat. Banyak ahli
yang masih meragukan apakah teori ini bisa dipakai didunia Timur dengan pandangan yang
masih sangat berbeda terhadap masalah seks. Keterbukaan terhadap kehidupan seks jelas
berbeda. Sebagai teori an sich tetap perlu diketahui, secara khusus mengenai perkembangan
kepribadian sesuai dengan tujuan uraian ini.
b. ERIK H. ERIKSON (1902 -

)

Ia dilahirkan di Frankurt dari orang tua yang berketurunan Desnmark (Danish).
Mengikuti pendidikan dasar di Karlsruhe, Jerman. Ia menjadi guru di Sekolah Amerika di

Wina, sambil mengikuti kursus psikoanalisa di Institut Psikoanalisa Wina, khususnya untuk
bekerja dengan anak. Ditambah dengan sertifikat Sekolah Maria Montessori, adalah
pendidikan formal yang pernah dialami, selebihnya ia mencapai puncak ilmunya dari usahausaha dan belajar sendiri. Ia juga pernah berhubungan secara pribadi dengan S.Freud.
Dasar teori Erikson dimulai dari aspek ketidak-sadaran dan pra-sadar yang terlihat
dalam cara anak-anak berkomunikasi melalui bahasa dan dalam tingkah-tingkah laku
bermain. Pada situasi bermain ia bisa mempelajari ego si anak seperti halnya Freud
mempelajari ego melalui analisa mimpi. Erikson lebih mengarahkan perhatiannya kepada

kelompok dan kebudayaan yang mengelilinginya, ia menerapkan psikoanalisa pada
pengetahuan-pengetahuan sosial.
Erikson tidak melihat manusia dilahirkan dengan sifat baik atau sifat buruk,
melainkan baginya semua manusia ketika dilahirkan mempunyai potensi untuk menjadi baik
atau menjadi buruk. Perhatiannya terhadap sifat-sifat perorangan ini yang terlihat pada setiap
masa perkembangan menjadi dasar konsepnya mengenai : prinsip epigenesis.
Dalam perkembangan manusia, teori Erikson diuraikan dalam dua polaritas yakni
naluri kehidupan dan naluri kematian yang terbentang dua kutub ( polaritas). Polaritas ini
menjadi ciri cara menerangkan perkembangan kepribadian kepada anak.
Teori perkembangan dari Erikson disebut Perkembangan Psikososial yakni
perkembangan ego lebih penting daripada fungsi-fungsi id, dan dalam perkembangan ego ini
pengaruh – pengaruh lingkungan sosial besar sekali.

Erikson mengemukakan perkembangan ego melalui 8 tahap perkembangan
psikososial agar mencapai perkembangan ego yang matang, yaitu :
 Tahap 1 : Masa oral-sensorik.
Dimensi polaritas : memperoleh dasar kepercayaan dan di pihak lain mengatasi dasar
ketidak-percayaan. Lingkungan yang menyenangkan dan tidak mengalami hal-hal yang
menakutkan mulai menumbuhkan perasaan mempercayai sesuatu. Sebaliknya, lingkungan
yang tidak memuaskan dan pengalaman-pengalaman psikologis yang tidak menyenangkan
timbullah perasaan tidak mempercayai sesuatu.
Fungsi pengindraan menjadi alat yang pertama untuk melakukan hubungan dan
mendapat pengalaman sosial dan mempengaruhi reaksi dan sikap di kemudian hari. Bayi
berhadapan pertama kali dengan lingkungan sosial melalui mulutnya saat memperoleh
makanan. Saat bayi menjadi lebih aktif, ia mulai memegang benda-benda di lingkungannya,
memperluas bidang pandangannya. Sejalan dengan tumbuhnya gigi, ia mulai merasakan ingin
menggigit.
 Tahap 2 : Masa anal-muskulatur.
Dimensi polaritas : merasakan adanya kebebasan, perasaan malu dan ragu-ragu.
Pertumbuhan fisik anak memungkinkan untuk melakukan gerak-gerik, berjalan, berlari
dengan bebas. Anak merasa bebas dan ingin melakukan sendiri semuanya. Karena anak
merasa bisa menguasai otot-ototnya dan tubuhnya maka ia merasa bisa menguasai dirinya
sendiri. Sebaliknya, bilamana ia mengalami kesulitan untuk menguasai tubuhnya, sehingga

orang lain yang harus melakukan sesuatu kepadanya, maka padanya akan tumbuh perasaan
malu dan ragu-ragu.
 Tahap 3 ; Masa genital-locomotor.
Dimensi polaritas : memperoleh perasaan bebas berinisiatif dan di pihak lain
mengatasi perasaan bersalah. Pada anak mulai tumbuh “kepribadian”, mengetahui
kemampuannya, berkhayal mengenai apa yang akan dilakukan, dan mengambil inisiatif untuk
suatu tindakan yang akan dilakukan. Rencana/ inisiatif yang dilakukan anak tidak selamanya
berkenan bagi orang dewasa sehingga anak ingin menarik kembali rencana ini, maka timbul
perasaan bersalah.
Perkembangan psikologis terlihat dalam 2 hal yakni :

1) Bahwa unsur-unsur struktur kepribadian, yakni id, ego, dan superego mulai mencapai
keseimbagan sebagai suatu kesatuan psikologis yang sesuai, dan menampilkan
kepribadian tertentu.
2) Bahwa anak mulai bisa mengetahui perbedaan-perbedaan jenis kelamin terhadap
orang di sekelilingnya, yang mempegaruhi perasaan dan dorongannya tetapi yang
dibatasi oleh adanya norma-norma sosial.
 Tahap 4 : Masa laten.
Dimensi polaritas : memperoleh perasaan gairah dan di pihak lain mengatasi perasaan
rendah diri. Perkembangan psikososialnya menunjukkan anak yang berada pada usia sekolah

memperoleh bermacam-macam ketrampilan, kemampuan, dan mengetahui apa yang akan
dilakukannya dan bagaimana ia akan melakukannya. Maka ia akan memperoleh perasaan
gairah bahwa ia mampu melakukan sesuatu. Tetapi di pihak lain, ia bisa menemui kegagalan
dan terlihat ketidakmampuannya di hadapan orang-orang dewasa; maka akan timbul perasaan
rendah diri.
 Tahap 5 : Masa Remaja.
Dimensi polaritas : antara identitas dan kekaburan peran. Kekaburan oleh perubahan
besar yang dialami dalam diri sendiri, dan dorongan masyarakat yang tidak berfungsi positif
bagi pembentukan identitas diri, menyebabkan timbulnya krisis identitas. Kalau remaja
mengetahui siapa dirinya, mengetahui apa yang akan dan harus dilakukan, mengetahui kapan
dan bagaimana harus melakukan maka ia mengetahui peranannya dalam masyarakat. Kalau
remaja juga melibatkan diri terhadap sesuatu ideologi, maka ia sudah mencapai identitas.
Kalau terjadi sebaliknya, maka akan terjadi kekaburan dalam identitas dan terbentuk identitas
yang negatif.
 Tahap 6 : Masa dewasa muda.
Dimensi polarisasi : antara keintiman dan keterasingan. Masa ketika seseorang
memperoleh kesempatan untuk menceburkan diri dalam kehidupan bersama di masyarakat.
Kesiapan untuk mencapai sesuatu dalam pekerjaan, memilih pasangan hidup dan hidup
bersama dalam suatu perkawinan, dengan kemesraan dalam hubungan suami-istri. Dalam
keinginannya untuk memperoleh kemesraan melalui hubungan dengan jenis kelamin lain,
timbul pula krisis yakni ketakutan akan menjadi tersisih dan terpisah karena hidup
menyendiri, jauh dari keluarga. Adanya pembatasan-pembatasan yang tidak memungkinkan
tercapainya hubungan intim menimbulkan perasaan terasing.
 Tahap 7 : Masa dewasa.
Dimensi polarisasi : diperolehnya perasaan generativitas (produktif) atau hampa.
Suatu perkawinan yang bahagia akan memberikan landasan yang baik untuk perkembangan
anak dan keturunannya. Dalam kehidupan pribadinya, seseorang ingin mempunyai peranan
dan menghasilkan sesuatu sesuai dengan peranannya sebagai anggota masyarakat sehingga
hubungan dengan lingkungan masyarakatnya dapat terbina dalam hubungan yang serasi.
Kalau seseorang tidak bisa memperoleh perasaan ini maka ia akan merasa hampa dan tidak
menghasilkan apa-apa.
 Tahap 8 : Masa kematangan.
Dimensi polarisasi : antara integritas ego dan kesengsaraan atau kesedihan. Masa
akhir perkembangan psikososial dalam tahap-tahap perkembangan sebelumnya berlangsung

pada dimensi polarisasi yang positif maka ia akan mencapai integritas ego. Ia akan
menghadapi kehidupan selanjutnya dengan penuh semangat dan optimisme. Sebaliknya, bila
banyak mengalami hal-hal yang negatif, maka ia tidak atau kurang gairah dalam menghadapi
kelanjutan hidupnya. Hidup dirasakan pahit, tidak menyenangkan, dan timbul perasaan
sengsara serta sedih karena waktu telah lewat dan ia tidak mencapai apa-apa.
Skema perkembangan Psikososial

No Tahap – tahap perkembangan psikososial

Dimensi polaritas krisis emosi

1

Oral - sensorik

Mempercayai – tidak mempercayai sesuatu

2

Anal - muskulatur

Kebebasan – malu atau ragu - ragu

3

Genital - locomotor

Inisiatif - bersalah

4

Laten

Gairah – rendah diri

5

Remaja

Identitas – kekaburan peran

6

Dewasa - muda

Kemesraan - keterasingan

7

Dewasa

Generativitas - hampa

8

Kematangan

Integritas ego - kesedihan

Langer mengemukakan bahwa menurut para ego – psikolog ada 3 tingkatan dalam
hubungan antara anak dan lingkungan yang penting agar perkembangan ego, baik yang
mengenai diferensiasinya antara id dan ego, maupun fungsi rasional ego berlangsung sebaikbaiknya, yakni :
1) Perkembangan pada masa bayi agar mampu membedakan dirinya dengan lingkungan
hidupnya.
2) Perkembangan dari cara-caranya berkomunikasi antara anak dan ibunya, misalnya
melalui mimik dan senyuman.
3) Mencapai kemampuan untuk mengatur sistem perototan dan gerak-gerak motorik
yang halus.
Perbedaan perkembangan psikoseksual dari S.Freud dengan perbedaan
perkembangan psikososial dari E.H. Erikson

No

Freud

Erikson

1

Peranan fungsi id dan ketidaksadaran Peranan fungsi ego lebih ditonjolkan, yang
sangat penting
berhubungan dengan tingkah laku yang
nyata.

2

Hubungan segitiga antara anak, ibu, Hubungan-hubungan yang penting lebih
ayah menjadi landasan yang terpenting luas, karena mengikutsertakan pribadidalam perkembangan kepribadian.
pribadi lain yang ada dalam lingkungan
hidup yang langsung pada anak.
Hubungan antara anak dan orang tua
melalui pola pengaturan bersama (mutual

regulation)
3

Orientasinya patologik, pesimistik
karena berhubungan dengan berbagai
hambatan pada struktur kepribadian
dalam perkembangan kepribadian.

Orientasinya optimistik, karena kondisikondisi dari pengaruh lingkungan sosial
yang ikut mempegaruhi perkembangan
kepribadian anak bisa diatur.

4

Timbulnya berbagai hambatan dalam Konflik timbul antara ego dengan
kehidupan psikisnya karena konflik lingkungan sosial yang disebut : konflik
internal, antara id dan superego.
sosial.

2. Psikologi Belajar
Perkataan belajar dirumuskan oleh G.A. Kimble : “ Belajar adalah perubahan yang relatif
menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan
penguatan dan tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan, dan/ atau
kerusakan pada susunan syaraf ”.
Belajar memang berhubungan dengan perubahan, seperti juga perkembangan berhubungan
dengan adanya sesuatu yg berubah. Dalam belajar ada sesuatu yang diubah atau berubah.
Dari rangkaian atau susunan (repertoire) tingkah laku dan perubahan ini bersifat menetap. Ini
diartikan bilamana pada suatu saat terjadi perubahan, ada sesuatu yang baru yang diperoleh
dari mempelajari sesuatu, ini akan bersifat menetap dalam diri seseorang. Tentu sifat menetap
ini diganti oleh tingkah laku yang lain, yang baru, dari hasil mempelajari sesuatu pula dan
dengan diperkuat melalui latihan. Contoh perubahan yg relatif menetap ini dapat dilihat pada
efek penghematan dari proses belajar. Bilamana seseorang telah mempelajari atau
menghafalkan sesuatu (misalnya sajak) dan untuk beberapa tahun ia sudah lupa dan tidak
pernah ingat lagi. Meskipun telah bertahun-tahun lewat, ketika pada suatu saat ia ingin
mempelajari atau menghafal sajak yang sama, ternyata waktu yang dibutuhkan ketika ia
sekarang mempelajari atau menghafal akan kurang daripada ia pertama kali belajar sajak itu.
Disini terlihat ada penghematan dalam mempelajari atau menghafal sajak yang sama, sebagai
akibat adanya sesuatu yang “tertinggal”ketika pertama kali mempelajarinya. Dengan kata
lain, ada sesuatu yg relatif menetap dalm proses belajar.
Potensi-potensi tingkah laku sendiri tidak terlihat dan baru bisa dilihat atau diamati dalam
penampilannya, dalam perwujudan potensi-potensi yang dimiliki. Hasil mempelajari dilihat
dari kenyataan bagaimana ia memperlihatkan tingkah laku yang berwujud. Hal ini seringkali
menjadi masalah yang rumit dalam psikologi pendidikan, yaitu antara potensi yang dimiliki
seseorang dan hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk prestasi. Antara kemampuan intelek dan
kapasitas intelek terdapat pembatasan yang besar. Tujuan pendidikan antara lain berusaha
agar pembatasan ini sekecil mungkin. Artinya apa yang secara potensial dimiliki dapat
muncul, dapat berfungsi secara maksimal. Dan hal ini merupakan fungsi proses belajar pula.
Hal lain yang juga penting adalah faktor memperkuat sesuatu melalui latihan. Sesuatu hal
yang baru, yang berhubungan dengan tingkah laku yang baru, yang diperoleh melalui proses
belajar, membutuhkan berbagai pengulangan, agar lebih kuat menetap sebagai tingkah laku
yang baru. Kalau tidak atau kurang ada pengulangan untuk memperkuat, maka sesuatu
tingkah laku yang baru diperoleh akan segera menghilang lagi. Pengulangan diadakan untuk
memperkuat sesuatu yang sudah ada, agar menetap menjadi faktor yang penting dalam proses
belajar.
Ada dua jenis proses belajar pada anak yaitu:

a. Melalui kondisioning
b. Melalui pengamatan terhadap model-model tingkah laku di luar dirinya.
a. Kondisioning
Pernyataan bahwa semua tingkah laku adalah hasil mempelajari sesuatu sebenarnya
dianggap terlalu keras, karena beberapa kemampuan seperti refleks pada kedipan
mata, mengisap puting susu dan refleks mengepal, sudah dapat diperlihatkan bayi
beberapa jam setelah dilahirkan, sebelum bayi tersebut memperoleh kesempatan
untuk belajar.
Di pihak lain dalam kenyataannya proses belajar merupakan fungsi dari luar yang
mempengaruhi rangkaian tingkah laku bayi dengan bermacam-macam cara pada usia
yang masih sangat muda. Fungsi dari luar dalam arti perangsangan dari luar, dari
lingkungan atau pengalaman. H.Papousek (1967) mengemukakan hasil percobaannya
bahwa seorang bayi yg berumur tiga hari sudah dapat dilatih untuk memalingkan
kepala ke arah suara lonceng. Latihan ini diberikan dengan teknik kondisioning.
Lipsitt, L.H. dan H.Kaye (1967) mempelajari bayi berumur empat hari yang sudah
bisa dipengaruhi dengan teknik-teknik kondisioning.
Kondisioning dibedakan menjadi 2 macam yakni:
1. Kondisioning klasik, oleh Ivan P. Pavlov (1849-1936), ahli ilmu Faal dari Rusia,
yang terkenal dengan percobaannya terhadap anjing dan air liurnya. Secara
singkat dapat dikemukakan disini bahwa Pavlov memperlihatkan anjing yang
dapat dilatih mengeluarkan air liur bukan terhadap rangsang semula, yakni
makanan, melainkan terhadap rangsang berupa bunyi. Pada waktu
memperlihatkan makanan kepada anjing sebagai rangsang yang menimbulkan air
liur, dibarengi dengan misalnya membunyikan lonceng berkali-kali, maka pada
akhirnya anjing akan mengeluarkan air liur bilamana mendengar bunyi lonceng,
sekalipun makanan tidak diperlihatkan atau diberikan.
Rangsang makanan telah berpindah ke rangsang bunyi untuk memperlihatkan
jawaban yang sama, yakni pengeluaran air liur.
Model kondisioning-klasik ini menjadi model bermacam-macam pembentukan
tingkah laku yang merupakan rangkaian dari yang satu kepada yang lain.
Kondisioning klasik berhubungan pula dengan susunan syaraf tak sadar serta ototototnya .
Dengan demikian jawaban emosional merupakan sesuatu yang terbentuk melalui
kondisioning klasik. Beberapa kelompok ahli yang mempelajari masalah
kondisioning ini memberikan terminologi yang berbeda-beda untuk kondisioning
klasik ini, yakni: kondisioning responden, kondisioning Pavlov, rangsang subsitusi
dan penggantian asosiatif.
2. Kondisioning operant.
Kondisioning operant meliputi pula proses-proses belajar untuk mempergunakan
otot-otot secara sadar, memberikan jawaban dengan otot-otot ini dan
mengikutinya dengan pengulangan untuk penguatan. Tetapi hal ini masih
dipengaruhi oleh rangsang-rangsang yang ada dalam lingkungan, yakni kondisi
dan kualitas serta penguatan terhadap rangsangnya akan mempengaruhi jawabanjawaban yang akan diperlihatkan.
Seorang bayi yang tersenyum atau mengeluarkan suara-suara menyebabkan
ibunya mendatangi dan kemudian mengangkat bayi dengan wajah yang
memperlihatkan kesenangan. Reaksi pada wajah ibunya merupakan “hadiah” yg

memberikan rasa senang pada bayi dan karena itu tingkah laku yang semula yakni
tersenyum dan mengluarkan suara akan cenderung untuk diulangi oleh bayi
tersebut.
Contoh penyelidikan dilakukan oleh C.T Ramey dan L.R. Ourtb (1971). Mereka
mempelajari bayi berumur 3, 6 dan 9 bulan yang ditempatkan pada tempat khusus
untuk bayi dan membiarkan bayi-bayi tersebut mengeluarkan suara-suaranya
(vokalisasi).
Selama 6 menit setiap kali bayi mengeluarkan vokalisasi, diberi kondisioning
dengan penguatan-penguatan berupa sentuhan ringan pada perut, senyuman dan
ucapan-ucapan seperti “nah begitu anak baik”. Hasil penyelidikannya
menunjukkan, bilamana penguatan ini diberikan secara langsung, tanpa menunda
maka hasilnya akan memperlihatkan peningkatan dalam vokalisasi bayi.
Sebaliknya bilamana penguatan diberikan tidak langsung atau ditunda hanya
beberapa detik saja, maka tidak terlihat peningkatan vokalisasi yang berarti .
Penguatan melalui pengulangan rangsang-rangsang agar diperlihatkan sesuatu
jawaban tingkah laku yang diharapkan adalah penting pada kondisioning operant
ini. Agar sesuatu jawaban atau tingkah laku yang baru dapat terus diperlihatkan,
diperlukan penguatan rangsang yang sekunder atau melalui penguatan rangsang
yang terencana, antara lain dengan mengatur waktu terjadinya penguatan
rangsang.
b. Pengamatan terhadap model-model tingkah laku di luar dirinya.
Proses ini bisa terjadi melalui proses belajar dengan mengamati atau meniru sesuatu
diluar dirinya (imitasi). Agar terjadi proses peniruan oleh anak, maka subyek yang
dijadikan model harus:
1. Model harus memperlihatkan kelebihan dan kekuatan, misalnya seorang guru
sekolah, tanpa ada perbedaan mengenai jenis kelaminnya.
2. Tingkah laku model telah jelas terbukti memberikan kepuasan ( hadiah,
kehormatan, kehebatan, kemenangan)
3. Ada hubungan yang hangat antara model dengan anak .
Menurut Mowrer (1960) sumber yang melakukan pengulangan untuk penguatan ini
bisa timbul dari diri si peniru yang disebut penguatan diri (self-reinforcing). Misalnya
seorang anak mengatakan terhadap diri sendiri ucapan-ucapan ibunya yang
memujinya atau menyenangkannya, Bandura, Ross dan Ross (1963) membuktikan
melalui percobaan dengan mempergunakan film dan pengaruhnya terhadap beberapa
kelompok anak. Di satu film seorang tokoh anak yang agresif akhirnya menang,
menguasai anak lain yang bersama-sama berada dalam situasi bermai . Pada film lain
tokoh yang agresif tadi terhukum dan anak lain yg “baik” akhirnya menang dan
menguasai keadaan. Tokoh agresif mendapat hukuman. Kedua film ini diperlihatkan
kepada beberapa kelompok anak. Bandura et al menyimpulkan bahwa tokoh anak
yang agresif, menang dan menguasai, lebih mudah untuk dijadikan model daripada
ketika tokoh ini ( pada film kedua) terhukum.
Bandura et al mengemukakan faktor lain yang penting untuk meniru sesuatu tingkah
laku melalui pengamatan, yakni proses kognitif . Dengan mengamati tingkah laku
orang lain, seorang anak membentuk suatu konsep bagaimana pola tingkah laku yang
diamati itu diperlihatkan , maka ia lama kelamaan akan mendekati model yang
sebenarnya.

Bandura et al mengemukakan bahwa belajar dengan mengamati ini bukan hanya
meniru model, melainkan juga semua bentuk instruksi verbal (simbolik imitasi). Ini
berhubungan dengan perkembangan bahasa pada anak, yang merupakan rangkaian
mensimbolisasikan dan kemampuan mengucapkan kembali perkataan atau kalimat
sebagai hasil mempelajari sesuatu melalui peniruan.
Bandura et al mengemukakan empat komponen belajar dengan mengamati yakni:
1. Perhatian. Perhatian terhadap model harus ada sebelum melakukan peniruan.
Misalnya pengaruh TV sebagai obyek untuk diamati dan ditiru dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Pencaman : adanya kemampuan untuk mencamkan atau mengingat perilaku yang
dilihatnya secara simbolis. Obyek yang diamati menimbulkan rangsang visual dan
rangsang verbal.
3. Reproduksi motorik. Kemampuan-kemampuan motorik dalam batas tertentu harus
sudah ada atau sudah berkembang
4. Ulangan penguatan dan motivasi. Penampilan tingkah laku ini akan diperlihatkan
terus sebagai sebagian kepribadiannya, hal ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya
ulangan-ulangan penguatan. Ulangan penguatan ini timbul dari dirinya sendiri
melalui pergaulan .
Teori Sosial-Belajar
Dipengaruhi oleh Clark L. Hull dengan teori R-J nya, sekelompok tokoh-tokoh seperti O.H.
Mowrer, Robert R.Sears, Neal Miller, dan John Dollard serta beberapa yang lain lagi,
berusaha untuk menggabungkan teori Freud dan teori R-J dan menyusunnya menjadi teori
yang baru mengenai perkembangan anak. Teori ini dikenal dengan teori sosial-belajar, dan
berusaha menerangkan mengenai sosialisasi dan peranan belajar dalam perkembangan
kepribadian anak.
Para ahli teori sosial belajar mencoba menerangkannya dari sudut lingkungan hidup anak.
Tentu ada faktor-faktor dalam lingkungan hidup anak, dengan hukum-hukumnya yang
berpengaruh secara bersama dan menetap atas perkembangan kepribadian anak. Mengenai ini
ada dua faktor yakni:
1. Lingkungan alam. Lingkungan alam mempunyai hukum-hukum yang sama yang
berlaku bagi setiap orang. Hukum-hukum yang sama dan menetap ini, menyebabkan
hal-hal sama yang bisa dipelajari oleh anak dan mempengaruhi perkembangan tingkah
lakunya.
2. Adanya pola-pola pengasuhan yang sama pada sesuatu kelompok masyarkat yang
sama. Pola asuh meliputi berbagai aspek perkembangan yg diberikan oleh masyarakat
terhadap perkembangan anak. Masyarakat melatih, mendidik anak, agar ia bisa
memperlihatkan tingkah laku seperti yang diperlihatkan oleh orang dewasa dan
dikenal dengan sosialisasi. Peranan tokoh ibu terlihat pada bayi dimana ibunya adalah
pelindung dan pengasuh yang mengerjakan semua kebutuhan dan kesenangan anak.
Hal ini menumbuhkan perasaan tergantung kepada tokoh ibu pada bayi. Oleh para ahli
teori sosial belajar, ketergantungan dianggap sebagai dasar dari semua proses
sosialisasi. Kesulitan-kesulitan yang timbul dalam tingkah laku setelah dewasa
dihubungkan dengan proses sosialisasi ini. Misalnya timbulnya agresifitas banyak
disebabkan oleh perasaan takut dan cemas karena rasa ketergantungan dan
kekecewaan yang timbul dengan reaksi-reaksinya sert ulangan-ulangan penguatan
orang tua atau ibunya.

Robert Richardson Sears (1908 -

)

Dilahirkan di Palo Alto, California , dibesarkan dalam suatu keluarga dimana ayahnya
seorang Guru Besar Ilmu Pendidikan di Universitas Stanford, Sears sendiri juga lulusan
Stanford dengan subyek utama Bahasa Inggris dan Psikologi, pada usia 21 tahun.
Sears banyak dipengaruhi oleh rekan-rekannya yang melakukan penelitian bersama mengenai
teori-teori belajar, misalnya oleh Clark L.Hull, O.H.Mowrer dan oleh B.F.Skinner. Perhatian
terhadap pentingnya hubungan antara orang tua dan anak dirangsang oleh teori Freud.
Dengan demikian Sears dipengaruhi oleh teori-teori belajar di satu pihak dan teori
psikonalisa di pihak lain.
Pendekatannya dengan demikian merupakan penggabungan antara kedua teori ini (eklektik)
dan karena itulah oleh Baldwin (1967), Sears dikelompokkan sebagai tokoh teori sosial
belajar.
Sebagai tokoh empirisme, Sears banyak menaruh perhatian terhadap tingkah laku yang dapat
dilihat atau diamati dari luar dan dapat dilakukan pengukuran-pengukuran terhadapnya.
Perkembangan kepribadian dapat dinilai dari dua hal yakni:
a. Dari perbuatan-perbuatannya, dari urutan-urutan yang diperlihatkan sampai seseorang
menunjukkan sesuatu perbuatan, jadi ada sebab-akibatnya, dan juga dari proses yang
terjadi dengan dasar pengalaman .
b. Dari cara-cara berinteraksi sosial.
Dalam teorinya mengenai perkembangan kepribadian Sears banyak menaruh perhatian
terhadap pengaruh hubungan antara orang tua dan anak. Pola pengasuhan yang diberikan oleh
orang tua kepada anak penting sekali dan pola pengasuhan ini sangat dipengaruhi oleh latar
belakang kepribadian dan kemampuan para orang tua sendiri. Mengenai timbulnya tingkah
laku, Sears mengemukakan beberapa hal sebagai berikut:
1. Tingkah laku adalah sebab akibat tingkah laku orang lain. Lingkungan akan
“membentuk” tingkah laku.Bayi laki-laki dan bayi perempuan acapkali dibedakan
dalam banyak hal oleh orang tua, meskipun tidak atau kurang disadari. Akibat sikap
dan perlakuan yang berbeda ini, maka perkembangan kepribadian anak juga tidak
sama.
2. Tingkah laku timbul dari dirinya sendiri untuk mengurangi ketegangan-ketegangan,
artinya dengan bertingkah laku maka ketegangan akan berkurang. Dilihat pada
tingkah laku yg didorong oleh adanya kebutuhan-kebutuhan dasar, misalnya pada
anak-anak yang makan sesuatu.
3. Sikap kesatuan tingkah laku mengarah ke suatu tujuan melalui ulangan-ulangan
penguatan, baik sebelum tujuan tercapai ataupun setelahnya.
4. Semua bentuk tingkah laku ulangan penguatan membentuk sistem motivasi sekunder,
yang mendorong timbulnya tingkah laku baru. Dorongan ini timbul dari lingkungan
sosial yang memberikan pengalaman sesuai dengan tuntutan norma sosial dan norma
budaya.
5. Frustasi, agresi, identifikasi dan kebiasaan-kebiasaan sosial memiliki pola
perkembangan tersendiri.
Sears juga mengemukakan perubahan-perubahan tingkah laku yang bersumber pada :
1. Kematangan fisik
2. Kondisioning kebudayaan
3. Tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain.

Konsep perkembangan menurut Sears.
Sears merumuskan perkembangan sebagai berikut : “Perkembangan adalah sesuatu yang
berkesinambungan, urutan-urutan yang teratur dari kondisi yang menciptakan perbuatan,
dorongan baru untuk bertindak dan pola tingkah laku”.
Sears mengemukakan tiga tahapan perkembangan yang terbagi dalam masa-masa yaitu :
I.
II.
III.

Masa tingkah laku rudimenter. Tingkah laku yang bersumber pada kebutuhan dasar
dan proses belajar pada masa bayi.
Masa sistem motivasi sekunder yang didasarkan pada proses belajar yang berpusat di
dalam keluarga.
Masa sistem motivasi sekunder yang didasarkan pada proses belajar yang terjadi
diluar lingkungan keluarga.

Tahap I : Masa tingkah laku rudimeter
Masa ini ditandai oleh kebutuhan-kebutuhan dasar, seperti lapar, haus, sakit dan lainlain yang dapat dikurangi ketegangannya dengan perbuatan. Lambat laun bayi mulai
merasakan adanya hubungan antara meredanya suatu ketegangan dengan kehadiran
orang dewasa yang ada sekitarnya. Kenyataan bahwa orang disekitar kehidupan bayi
adalah sumber kesenangan dan perlunya mempertahankan sikap dan perlakuan oleh
orang lain disini mulai menimbulkan sosialisasi pada bayi.
Sears mengatakan bahwa dalam perkembangan anak, terjadi apa yang disebut
kesatuan tingkah laku yang timbal balik (dyadic), artinya selalu berada dalam
interaksi sosial . Perkembangan yang baik ditandai oleh berkurangnya sikap “autism”
(menyendiri atau menutup diri) dan gerak gerik atau perbuatan yang terpusat untuk
memenuhi kebutuhan dasar, sebaliknya hubungan-hubungan sosial yang timbal balik
meningkat.
Tahap II : Masa sistem motivasi sekunder.
Belajar terpusat didalam keluarga.
Tahap ini dimulai kira-kira pada pertengahan tahun kedua sampai anak masuk
sekolah. Sosialisasi mulai benar-benar terjadi. Anak tidak lagi terlalu tergantung
kepada ibunya atau lingkungan sosialnya, melainkan sedikit demi sedikit mulai
melepaskan diri dan mampu memenuhi kebutuhan dan kehendaknya sendiri dari hasil
mempelajari sesuatu, juga ketergantungan secara emosional mulai dilepaskan, yakni
pada saat-saat ibu mulai mengandung lagi. Dari pengamatannya, Sears
mengemukakan adanya kecenderungan pada anak perempuan lebih lama
mempertahankan ketergantungan daripada anak laki-laki. Berkurangnya
ketergantungan ini menumbuhkan perasaan bebas pada anak untuk bersaing dengan
anak-anak lain .
Hal lain yang penting dikemukakan oleh Sears pada masa ini adalah identifikasi.
Identifikasi dimulai pada anak sekitar umur tiga tahun. Corak hubungan antara anak
dengan ibunyaakan mempengaruhi proses identifikasi. Pada umur empat tahun anak
laki-laki memindahkan indentifikasinya terhadap tokoh ayah, sementara anak-anak
perempuan meneruskan terhadap ibunya. Anak mulai menyadari perbedaan jenis
kelamin, identifikasi dengan jenis kelamin yang sama dan mulai mengadakan
sosialisasi melalui permainan-permainan. Sosialisasi meliputi komunikasi verbal
maupun non-verbal dalam hubungan interpersonal dengan orang atau anak lain.
Komunikasi non-verbal misalnya dengan gerak-gerik dari tubuhnya untuk

mengungkapkan sesuatu. Semuanya masih terjadi dalam lingkungan keluarga dan
rumah.
Tahap III : Masa sistem motivasi sekunder.
Belajar terjadi di luar lingkungan rumah atau keluarga.
Tahap ini dimulai ketika seorang anak masuk sekolah, dan siap untuk menerima
sesuatu dari lingkungan diluar lingkungan keluarga.
Obyek ketergantungan tidak lagi terbatas pada orang tua melainkan lebih luas lagi,
misalnya kepada guru. Kemampuan anak untuk menguasai dan mengatur
kebebasannya harus seimbang dengan keinginannya akan kebebasan. Kalau ia bisa
mengatur dirinya sendiri, ia juga akan bisa mengatur pengaruh-pengaruh teman lain
terhadapnya. Pada umur lima tahun identifikasi terhadap tokoh jenia kelamin yang
sama menjadi lebih jelas, khususnya orang tua. Dengan semakin luasnya hubungan
sosial, identifikasi terhadap tokoh-tokoh lain, termasuk teman sendiri yang sebaya
bisa menjadi model identifikasinya.
Dari uraian dari Sears ini dapat dilihat jelas bahwa perkembangan anak adalah
perkembangan seluruh kepribadian anak. Setiap kali anak bertingkah laku, setiap kali
juga ia berkembang.Tingkah laku ini adalah hasil hubungannya dengan lingkungan
sosial yang langsung dimana anak dibesarkan. Dalam hal ini peranan dan cara orang
tua memperlihatkan sikap dan pola dalam pengasuhan anak penting sekali.
3. TEORI KOGNITIF
Pengertian kognisi sendiri sebenarnya meliputi aspek-aspek struktur intelek yang
dipergunakan untuk mengetahui sesuatu. Sebagai fungsi mental yang berhubungan dengan
proses mengetahui, proses kognitif meliputi aspek-aspek persepsi, ingatan, pikiran,simbol,
penalaran, dan pemecahan persoalan.
JEAN PIAGET ( 1896 – 1980 )
Piaget dilahirkan pada tanggal 9-18-1896 di Neuchatel ,kota Universitas di Swiss dan
meninggal pada tanggal 16-09-1980 di Jenewa ,Swiss. Sejak kecil
Piaget sudah
memperlihatkan bakat-bakatnya sebagai ilmuwan,senang mengamati dan memperhatikan
kehidupan yang ada disekitarnya dan melakukan penelitian –penelitian, khususnya
perkembangan kognitf.
Konsep Dasar Teori J. Piaget
Sebagai seorang yang memperoleh pendidikan dasar dalam bidang pengetahuan eksakta
yakni biologi , Piaget banyak terpengaruh olehnya dalam pendekatan dan uraiannya. Piaget
tertarik pada perubahan-perubahan kualitatif dari perkembangan mental sejak lahir sampai
dewasa.
Piaget melihat adanya sistem yang mengatur dari dalam , dari sudut biologi, sehingga
organisme mempunyai sistem pencernaan , peredaran darah,pernapasan, dan lain-lain. Hal
seperti ini juga terjadi pada sistem kognisi sistem yang mengatur didalam yang kemudian
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Sistem mengatur yang menetap terdapat
sepanjang perkembangan seseorang.
Perkembangan kognitif dengan demikian mempunyai 4 aspek yakni :

1) Kematangan merupakan pengembangan dari susunan syaraf. Misalnya kemampuan
melihat atau mendengar disebabkan oleh kematangan yang sudah dicapai oleh
susunan syaraf yang bersangkutan.
2) Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkunganya,
dengan dunianya.
3) Transmisi sosial , yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya
dengan lingkungan social , misalnya cara pengasuhan dan pendidikan dari orang lain
yang diberikan pada anak.
4) Ekuilibrasi , yaitu adanya kemampuan yang mengatur dalam diri anak, agar ia selalu
mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya.
Sistem mengatur yang dikemukakan oleh Piaget , mempunyai 2 faktor :
I.
II.

Skema : pola- pola gerakan yang diperoleh dari lahir. Contoh : seorang anak akan
mengepal tapak tangannya bilamana pada tapak tangannya diletakkan sebuah benda.
Adaptasi , bersangkut paut dengan tujuan dan perjuangan hidup.

Adaptasi dibagi dalam dua proses yang saling mengisi yakni,
a) Asimilasi
Istilah asimilasi dipergunakan dalam biologi untuk menunjukkan proses yang terjadi bila
tubuh mengambil makanan dari luar. Lerner (1976) memberikan contoh asimilasi kognitif
sebagai berikut :Kepada seorang anak diperlihatkan segitiga sama sisi, setelah itu kepada
anak tersebut diperlihatkan segitiga yang berbeda yakni segitiga siku-siku . Asimilasi kognisi
terjadi kalau si anak menjawab bahwa segitiga siku-siku yang diperlihatkan adalah segitiga
sama sisi , karena banyak objek diluar dirinya, ketika masuk ke dalam si anak diubah dan
disesuaikan dengan struktur dalam yang sudah ada pada anak.
b) Akomodasi
Kalau pada asimilasi diatas terjadi perubahan pada objek nya, maka pada akomodasi terjadi
perubahan pada subyeknya agar ia bisa menyesuaikan terhadap obyek yang ada diluar
dirinya.
Tahap - tahap perkembangan oleh J. Piaget dibagi dalam masa - masa perkembangan sebagai
berikut :
Tahap I : Masa sensori – motor ( 0 - 2,0 tahun )
Masa ketika bayi mempergunakan sistem penginderaan dan aktivitas- aktivitas motorik untuk
mengenal lingkungannya mengenal obyek- obyek. Contoh yang jelas dapat dilihat pada
kemampuan bayi untuk menggerakkan otot-otot disekitar mulut ,gerakan mengenyot
bilamana mulut tersentuh pada sesuatu misalnya putting susu ibunya. Refleks refleks pada
bayi pada umumnya mempunyai tujuan untuk memungkinkan ia bisa melangsungkan
hidupnya. Dengan berfungsinya alat-alat indra serta kemampuan kemampuan melakukan
gerak gerik motorik dalam bentuk refleks si bayi berada dalam keadaan siap untuk
mengadakan hubungan dengan dunianya. Masa sensori motor ini dibagi menjadi 6 sub-masa,
yakni:
 Sub-masa 1 : Modifikasi dari refleks – refleks (0 – 1 bulan )

Ketika dilahirkan seorang bayi sudah langsung bisa memperlihatkan refleks mengenyot
bilamana pada daerah mulutnya tersentuh atau menyentuh sesuatu . Disamping refleks
mengenyot juga refleks untuk mengarahkan kepala pada sumber rangsang secara lebih tepat
dan terarah mulai diperlihatkan. Gerak ini berkembang dari beberapa faktor , yakni
kematangan dari sistem neuromuskuler , kebiasaan kebiasaan yang seakan akan dipelajari
oleh bayi, misalnya kebiasaan ibu setiap kali kalau mau memberikan air susu , ibu
mengangkat bayi dan meletakkannya disebelah kanan, bayi menggerakkan kepala kearah
posisi ini untuk sampai pada putting susu.Kalau hal ini terjadi beberapa kali , terjadi
pengulangan , maka gerak kepala mulai bisa terarah.
 Sub – masa 2 : Reaksi pengulangan pertama ( 1 - 4 bulan )
Pada masa ini,kalau bayi menggerakkan tubuhnya dan secara sengaja memperoleh
kenikmatan atau sesuatu yang menarik, ia akan berusaha mengulangi gerakannya. Contohnya
ialah gerakan mengenyot ibu jari yang pada mulanya terjadi tanpa sengaja . Gerakan
mengenyot ibu jari ini , kebanyakan dalam reaksi pengulangan pertama ini menyertai dua hal
yakni,
a) Gerakan motorik dari tangannya.
b) Penggunaan mata untuk melihat ibu jari.
 Sub – masa 3 : Reaksi pengulangan kedua ( 4 -10 bulan )
Sebagai kelanjutan reaksi pengulangan pertama,reaksi pengulangan kedua terjadi pada waktu
bayi menemukan hal-hal atau objek-objek diluar dirinya yang menarik perhatiannya dan ia
ingin mengulangnya.
 Sub – masa 4 : Koordinasi reaksi-reaksi sekunder ( 10- 12 bulan )
Gerak gerik yang dilakukan anak sudah lebih berdiferensi ,anak mulai bisa mengkoordinasi
dua skema yang terpisah untuk memperoleh sesuatu.
 Sub-masa 5 : Reaksi pengulangan yang ketiga ( 12 -18 bulan )
Kalau pada sub-masa 3 bayi memperlihatkan satu perbuatan untuk mencaoai tujuan, dan
pada sub-masa 4, dua perbuatan yang terpisah bisa dilakukan untuk mencapai satu hasil,
maka pada sub-masa 5, ini beberapa perbuatan dapat dilakukan dengan hasil yang berbedabeda.
 Sub - masa 6 : Permulaan berfikir ( 18-24 bulan )
Pada sub masa ini anak mulai bisa berfikir dari dalam , tidak hanya terhadap sesuatu yang
secara fisik nyata. Contoh yang banyak dipergunakan untuk menggambarkan perkembangan
pengamatan Piaget pada anaknya terhadap mobil – mobilannya ( match – box)
Menurut Piaget pada masa sensori motor ini berkembanglah kemampuan khusus yakni
kemampuan dalam mempersepsikan ketetapan obyek . Ketetapan dalam obyek diartikan
bahwa obyek-obyek akan tetap ada meskipun tidak lagi berada dalam lapangan persepsi.
Pada anak kemampuan ini berkembang secara bertahap , yakni :
 Sub masa pertama : objek-objek yang dilihatnya adalah yang ada dalam lapangan
penglihatannya.
 Sub masa kedua : ditandai oleh harapan yang pasif. Misalnya bayi menggoyang
goyangkan mainan dan jatuh kelantai. Bayi akan meneruskan menggoyangkan tangan
dan tidak melihat kearah mainan yang ada dilantai.

 Sub-masa ketiga : memperlihatkan perkembangan yang baru. Bayi mulai terlatih pada
obyek-obyek diluar dirinya.
 Sub- masa keempat : bayi sudah bisa menemukan objek yang seluruhnya tidak
berada dalam lapangan penglihatannya, jadi yang tersembunyi.
 Sub -masa kelima : anak anak sudah bisa melihat rangkaian objek objek yang
dipindahkan selama objek objek ini masih dapat dilihat ketika dipindah-pindahkan.
 Sub masa keenam barulah anak bisa menemukan objek objek yang tidak ada dalam
lapangan persepsinya , tertutup atau tersembunyi disuatu tempat
Tahap II : Masa pra-operasional ( 2 - 7 tahun )
Perkembangan yang jelas terlihat pada masa ini berbeda dengan masa sebelumnya ialah
kemampuan mempergunakan symbol. Fungsi simbolik yakni kemampuan untuk mewakilkan
sesuatu yang tidak ada tidak terlihat dengan sesusatu yang lain . Pada masa operasional ini
anak bisa menemukan objek yang tertutup atau tersembunyi . Piaget mengatakan anak anak
pada masa pra-operasional belum bisa memusatkan perhatian pada dua dimensi yang berbeda
secara serempak . Hal ini diistilahkan memusat (centration ) yang mempunyai 3 aspek :
1) Menyusun benda-benda dalam urutan-urutan sesuai dengan ukuran.
2) Pengelompokan.
3) Konservasi.
Tahap III : masa konkrit- operasional ( 7 – 11 tahun )
Anak – anak sudah mulai bisa melakukan bermacam –macam tugas, misalnya tugas untuk
menyusun tongkat-tongkat dan menjawab pertanyaan mengenai konservasi angka maupun isi
dengan benar.
Ada 3 macam proses dalam masa ini yaitu :
1. Negasi
2. Hubungan timbal balik (resiprokasi)
3. Identitas
Tahap IV : Masa formal-operasional (11 – dewasa)
Masa ketika seorang anak memperkembangkan kemampuan kognitif untuk berpikir abstrak
dan hipotesis serta berpikir sistematik untuk memecahkan sesuatu persoalan.
Pentahapan perkembangan kognitif

Tahap Masa

Umur

Kekhususan

I

Sensori- motor

0 – 2 tahun

Perkembangan skema melalui refleks –refleks
untuk mengetahui dunianya . Mencapai
kemampuan dalam mempersepsikan ketetapan
dalam obyek.

II

Pra-operasional

2 – 7 tahun

Penggunaan symbol dan penyusunan tanggapan
internal, misalnya dalam permainan, bahasa dan
peniruan.

III

Konkritoperasioanal

7 –
tahun

11 Mencapai kemampuan untuk berpikir sistimatik
terhadap hal-hal atau obyek-obyek yang konkrit.
Mencapai kemampuan mengkonservasikan.

IV

Formaloperasional

11 - dewasa

Mencapai kemampuan untuk berpikir sistematik
terhadap hal-hal yang abstrak dan hipotesis.

Teori Piaget dan hubungannya dengan pendidikan
Piaget dengan teori-teorinya bermaksud menerangkan perkembangan kognisi pada anakanaknya yang baru di lahirkan dan seterusnya lebih menghendakinya sebagai sumbangannya
terhadap pengetahuan tentang kemanusiaan daripada sebagai penerapan teori-teorinya di
dalm ruangan kelas.
Piaget (1969) mengatakan bahwa tugas guru bukan memberikan pengetahuan yang diberikan
kepada anak, melainkan mencarikan, menunjukkan, atau memberikan alat-alat atau cara-cara
yang menimbulkan minat serta merangsang anak untuk memecahkan atau mengatasi
persoalan-persoalan sendiri.
Piaget mengemukakan, interaksi sosial memberikan banyak keuntungan dalam pendidikan.
Anak-anak mulai bisa berpikir logis , yang mengkoordinasikan 2 dimensi secara serempak ,
sebagian k