Langkah Strategis WWF Internasional Terh

Langkah Strategis WWF-Internasional Terhadap
Perubahan Lingkungan di Indonesia
Markus Yulandris Abram Kolit
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
yulandkolit@gmail.com

ABSTRACT
WWF is an international non government organization (INGO) that has a wide scope
of cooperation. In its vision and mission, the WFF is accommodating its policies
through cooperation with state government agencies, NGOs and community
communities with authority within the country. As a legal entity in Indonesia, WWF
then began its work in 1996. In Indonesia, environmental issues have become a very
important topic of discussion. To that end, WWF-Indonesia through its global
existence is calling for action to save the environment for the survival of human life
and other living creatures. One of the problems that exist in Indonesia and until now
still the attention of the international world is the forest and the diversion of land for
industrial and mining activities, so the cause of the reduced natural forest area as
the supplier of oxygen. From the above questions, finally make a variety of negative
impacts for the environment also for humans themselves. At first WWF concentrated
more on the survival of endangered animals in Indonesia, WWF is not only a rare
animal conservation institution as well as an environmental conservation institution.

WWF then tries to make various cooperation efforts with the Indonesian government
to solve and also provide solutions through the conservation of the sustainability of a
healthier and more natural environment.
Keywords: WWF, International Organization, Indonesia, Environment
WWF merupakan organisasi internasional non pemerintah (INGO) yang memiliki
ruang lingkup kerjasama yang sangat luas. Dalam visi dan misinya, WFF tengah
mengakomodasikan kebijakannya melalui kerjasama dengan institusi pemerintah
suatu negara, LSM serta komunitas masyarakat yang memiliki kewenangan di
dalam negara tersebut. Sebagai organisasi berbadan hukum di Indonesia, WWF
kemudian mulai berkiprah pada tahun 1996. Di negara Indonesia, permasalahan
lingkungan telah menjadi topik bahasan yang sangat penting. Untuk itu, WWFIndonesia melalui eksistensi globalnya tengah menyerukan aksi-aksi penyelamatan
lingkungan demi keberlangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Salah satu permasalahan yang terjadi di Indonesia dan sampai sekarang masih
menjadi perhatian dunia internasional adalah pembakaran hutan serta
pengalihfungsian lahan untuk kegiatan industri dan tambang, sehingga
menyebabkan semakin berkurangnya luas hutan alami sebagai pemasok oksigen.
Dari permasalahan diatas, akhirnya menyebabkan berbagai dampak negatif bagi
lingkungan serta bagi manusia itu sendiri. Pada mulanya WWF lebih berkonsentrasi
terhadap keberlangsungan hidup hewan langka di Indonesia, akan tetapi akhir-akhir
ini WWF bukan hanya sebagai lembaga konservasi hewan langka melainkan juga

sebagai lembaga konservasi lingkungan. WWF kemudian mencoba melakukan
berbagai upaya kerjasama dengan pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan dan
juga memberikan solusi melalui konnservasi terhadap keberlangsungan lingkungan
alam yang lebih sehat dan alami.

Kata Kunci: WWF, Organisasi Internasional, Indonesia, Lingkungan

Pendahuluan
Sepak terjang WWF atau World Wide Fund di Indonesia sebenarnya sudah
dimulai sejak tahun 1962, namun pada saat itu WWF bukan sebagai
organisasi legal yang berbadan hukum. WWF baru resmi menjadi organisasi
yang legal di Indonesia pada tahun 1996 dengan status yayasan. WWF
sendiri merupakan organisasi konservasi nirlaba yang berkantor pusat di
Gland, Switzerland. Tokoh yang berperan penting dalam sejarah awal
pendirian WWF adalah seorang ahli biologi berkebangsaan Inggris, Sir
Julian Huxley. Sir Julian Huxley saat itu menjabat sebagai direktur jenderal
UNESCO yang pertama. Beliau menaruh perhatian besar terhadap
keberlangsungan hayati melalui upaya-upaya konservasi yang berbasis
penelitian ilmiah, yang sekarang dikenal dengan istilah International Union
for Conservation of Nature (IUCN). Sejarah panjang dan penuh pengorbanan

akhirnya dapat terwujud pada tanggal 29 April 1961, melalui sebuah
deklarasi terhadap pentingnya kehidupan hewan liar yang tereksploitasi oleh
kepentingan manusia. Deklarasi ini diprakarsai sekelompok individu
termasuk Sir Julian Huxley yang prihatin terhadap keberlanjutan dari
kehidupan hewan liar, deklarasi ini kemudian dikenal sebagai Manifesto
Morges. Lima bulan setelah deklarasi tersebut barulah diadakan pertemuan
publik untuk mengumumkan pembentukan “World Widelife Fund”, tepat
pada tanggal 26 September 1961 bertempat di The Royal Society of Arts,
London. World Widelife Fund merupakan nama awal yang digunakan oleh
para pendirinya, namun seiring berjalannya waktu World Widelife Fund
berubah namanya pada tahun 1986 menjadi World Wide Fund for Nature.
Hal ini dikarenakan cangkupan dari WWF For Nature (world wide fund)
begitu luas hingga ke penjuru dunia. Selain itu, nama awalnya World
Widelife Fund cangkupannya memang tidak begitu luas, namun nama World
Widelife Fund masih tetap digunakan oleh negara Amerika Serikat dan
Kanada hingga sekarang.
Gambar 1. Evolusi Logo WWF

Sumber: WWF dari laman resmi http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/whoweare/


WWF mengunakan logo berbentuk hewan panda yang berasal dari China,
dikarenakan panda tergolong hewan karismatik yang terancam punah dan
begitu dicintai oleh banyak orang di dunia. Selain itu penggunaan logo
panda lebih menghemat biaya percetakan sebab hanya diperlukan tinta
hitam, seperti yang di ungkapkan oleh Sir Peter Scott seorang ahli
ornithologist (Sunarto t.t.). WWF juga merupakan organisasi internasional
yang bukan hanya menjaring kerjasama dengan pemerintah saja melainkan
juga bekerjasama masyarakat melalui penyediaan lapangan pekerjaan.

Dengan demikian diharapkan dapat melahirkan masyarkat yang bukan
hanya terampil di bidangnya tetapi juga tangkas dalam menghadapi isu-isu
krusial mengenai lingkungan di sekitarnya dan dalam lingkup internasional.
Sepak Terjang WWF-Internasional
WWF sebagai salah satu organisasi internasional non-pemerintah yang
bergerak dengan mengandalkan pendanaan dari bantuan donasi masyarakat
dan sebagian besar merupakan bantuan internasional yang peduli terhadap
keberlangsungannya. Pendanaan itu sendiri pada awalnya lakukan oleh
negara-negara barat yang memang dari segi ekonomi mendukung, sehingga
hal inilah juga yang membedakan antara negara-negara di timur dan di
barat. Negara-negara makmur seperti di barat, tidak hanya peduli terhadap

kondisi negaranya saja melainkan juga peduli terhadap keberlangsungan
manusia, lingkungan dan makhluk hidup lainnya. Berbeda halnya apabila
dibangkinkan dengan negara-negara di bagian timur yang secara
keseluruhan boleh dikatakan masih merupakan negara berkembang,
walaupun masih banyak juga yang berada dibawah garis kemiskinan.
Keperluan akan percepatan ekonomi dan perpindahan barang & jasa,
membuat negara-negara di bagian timur lebih cenderung mengambil jalan
pintas. Salah satunya seperti melakukan perluasan lahan untuk dijadikan
kawasan industri tanpa memperhatikan keberlangsungan makhluk hidup
dan lingkungan di sekitar, sehingga berdampak terhadap perubahan iklim
dan berbagai dampak lainnya.
Munculnya organisasi internasional non-pemerintah awalnya sebagai akibat
dari dunia yang semakin mengglobal. Menurut Keohane dan Nye (1971
dalam Archer 2003) terdapat empat jenis utama dari interaksi global: (1)
Komunikasi, pergerakan informasi, termasuk penyebaran suatu keyakinan,
(2) Transportasi, pergerakan benda-benda fisik, termasuk material perang
dan barang-barang properti maupun barang dagang, (3) Finansial, termasuk
pergerakan uang dan istrumen kredit, (4) Perjalanan, termasuk pergerakan
manusia. Perpindahan manusia dari suatu daerah ke daerah lain menjadi
lebih cepat, serta akses komunikasi yang semakin mudah membuat banyak

manusia semakin sadar akan lingkungan sekitarnya. Akan tetapi masih
banyak juga masyarakat khususnya di negara-negara berkembang seperti di
Indonesia memanfaatkan interaksi global untuk kepentingannya. Salah
satunya seperti yang pernah terjadi di daerah Lembata, Provinsi NTT,
banyak masyarakat memanfaatkan komunikasi global tersebut untuk
menjual dan memasarkan organ-organ ikan pari manta yang dilindungi
pemerintah Indonesia.
Pada umumnya INGOs mucul sebagai organisasi internasional yang bukan
berhubungan dengan masalah-masalah pemerintah, melainkan beberapa
permasalahan diluar pemerintah yang menyangkut isu-isu bersama dan
cenderung bersifat global. Menurut Harold K. Jacbson (1979 dalam Wardah
2014) Organisasi Internasional dibagi menjadi dua bagian, pertama OI
didirikan sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah disebut
International Goverment Organization (IGOs); kedua, OI didirikan tanpa
kesepakatan antar pemerintah disebut International Non-govermental
Organization (INGOs). Munculnya organisasi internasional non-pemerintah
diikuti oleh jumlah interaksi global telah menjadi tren pasca perang dunia
kedua. Pada pasal 71 dalam piagam PBB yang disahkan melalui Dewan

Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) ditujukan untuk melakukan konsultasi

dengan organisasi non-penerintah yang prihatin dengan hal-hal yang terkait
dengan kewenangannya, lebih dari 1500 organisasi non-pemerintah telah
memiliki status konsultatif dengan ECOSOC (Archer 2003). Perbedaan
keduanya terletak pada peran masing-masing dan juga dapat dilihat dari
berbagai pendekatan-pendekatan antara masyarakat dengan dunia
internasional. Ini menandai bahwa pandangan masyarakat akan kebebasan
dalam membawa perubahan pada dunia telah dimulai.
Dewasa ini, WWF dan berbagai organisasi non-pemerintah sejenis
cenderung memposisikan diri sebagai organisasi yang berafiliasi dengan
pemerintah dalam menangani isu-isu dalam suatu negara yang menjadi
perhatian dunia. Organisasi internasional non-pemerintah pada akhirnya
bukan hanya konsern terhadap eksploitasi hewan saja tetapi juga
mengangkat isu-isu mengenai perubahan lingkungan yang disebabkan oleh
kerusakan lingkungan sebagai akibat dari kegiatan manusia. Menurut Owen
Greene (1993, 389), isu lingkungan telah menjadi fokus utama dari politik
internasional dan menjadi perhatian sejak tiga dekade terakhir dari abad ke20. Selain itu perang yang terus bergejolak dan pengaruh revolusi industri
pada dasarnya sangat mengganggu stabilitas dan keberlangsungan hayati,
serta keberlangsungan hidup umat manusia.
Pada tahun 1972 bertempat di Stockholm, dalam konferensi PBB tentang
Human Environment secara langsung menjelaskan bahwasanya lingkungan

sebagai tempat berkumpul bagi banyak orang termasuk didalamnya
kelompok masyarakat ekologi non-pemerintah dan organisasi, misalnya
seperti Frends of the Earth, the International for Conservation of nature and
Resources, dan WWF yang tertindak dibawah naungan UNESCO dan United
Environment Programme (Boardman 1981; Willets 1982 dalam Archer
2003). Secara umum, WWF dan organisasi internasional non-pemerintah
sejenis bekerjasama dengan organisasi internasional yang lebih besar
seperti PBB, organisasi regional (EU, ASEAN, act.), serta berhubungan
dengan mitra bisnis & industri. Sehingga kebayakan pada awal
pergerakannya cenderung memposisikan diri sebagai bagian dari organisasi
internasional yang menjadi naungannya. WWF telah menampakan dirinya
sebagai organisasi non-pemerintah yang independen dan terstruktur dalam
mempengaruhi kebijakan pemerintah suatu negara untuk menangani isu-isu
lingkungan.
Memasuki abad millenium, WWF telah banyak membuktikan kerja kerasnya
dalam menangani perubahan lingkungan yang dalam beberapa dekade
terakhir telah dirasakan dampaknya. Perubahan lingkungan itu sendiri,
dapat mempengaruhi perubahan iklim global, seperti efek rumah kaca,
menipisnya lapisan ozon dan sebagainya. Hal yang paling berperan penting
dari perubahan lingkungan adalah perusakan hutan seperti illegal logging

dan dalam kasus yang lebih parah yaitu pembakaran hutan. Pada lingkungan
internasional, WWF telah berupaya diantaranya memerangi hal-hal yang
menyangkut perusakan hutan. Melalui publikasi pada situs resmi WWF:
annual report (2000) menyatakan bahwa sebagian besar penyebab
perusakan hutan di Kenya bersumber dari industri dalam negeri yang
kebanyakan menggunakan kayu keras yang pertumbuhannya lambat seperti
kayu eboni dan mahoni. Jumlah pengrajin kayu di Kenya juga sangat besar,
sehingga dapat sangat mempengaruhi pertumbuhan pohon-pohon di hutan.
Sehingga WWF dan UNESCO bekerjasama dengan Departemen Kehutanan
Kenya untuk membatasi pasokan kayu keras sambil mendorong masyarakat

melalui kampanye “Good Woods”. Kampanye ini mampu mendorong
masyarakat untuk menggunakan pohon yang memiliki masa pertumbuhan
yang lebih cepat, seperti pohon nimba, jacaranda, grevillea dan mangga.
Keberhasilan kampanye ini hanyalah salah satu satu dari sekian banyak
permasalahan terkait lingkungan dalam lingkup global. WWF secara sadar
telah memberikan perubahan, namun perubahan tersebut haruslah bukan
saja hasil kerjakeras WWF sendiri, tetapi juga kerja keras dari masyarakat
dalam lingkup nasioanal maupun internasional. Demikian juga yang tengah
terjadi saat ini di Indonesia, WWF Indonesia tengah mengupayakan

kebijakan-kebijakannya sebagai hasil dari kerjasamanya dengan pemerintah
Indonesia sejak awal berdirinya.
Sepak Terjang WWF-Internasional di Indonesia
World Wide Fund merupakan salah satu lembaga konservatif internasional di
Indonesia yang telah menjadi organisasi non-profit berbadan hukum yayasan
sejak tahun 1996. Sehingga WWF yang pada mulanya bekerja dalam lingkup
internasonal berubah seiring diakuinya sebagai salah satu yayasan yang
berbadan hukum tetap di Indonesia. Ruang lingkup kerjanya pun menjadi
lebih bersifat nasional akan tetapi tetap dibawah naungan WWFinternasional. WWF Indonesia memiliki visi yaitu menjaga keberlangsungan
ekosistem dan keanekaragaman hayati Indonesia secara keberlanjutan dan
merata. Sedangkan misinya dibagi kedalam empat bagian penting, yaitu; (1)
Menerapkan dan mempromosikan praktik-praktik konservasi dalam bidang
sains, inovasi dan kearifan lokal, (2) Memfasilitasi pemberdayaan kelompokkelompok yang retan, membangun koalisi dan bermitra dengan masyarakat
madani dan bekerjasama dengan pemerintah & sektor swasta, (3)
Mempromosikan etika pelestarian, kesadaran serta aksi konservasi di
kalangan masyarakat Indonesia, (4) Melakukan advokasi dan mempengaruhi
kebijakan, hukum dan institusi terkait tata kelola lingkungan yang lebih
baik. Melalui visi dan misi tersebut, WWF Indonesia selalu berupaya
melakukan negosiasi, advokasi dan diplomasi kepada stakeholder (baik
pemerintah maupun pihak swata) demi kepentingan yang bersifat

konservatif terhadap lingkungan sumber daya alam.
Gambar 2. Konservasi Badak Jawa di Ujung Kulon

Sumber: WWF diambil dari lama resmi http://www.wwf.or.id/program/spesies/badak_jawa/

WWF pertama kali berkiprah di Indonesia terhitung sejak tahun 1960-an,
melalui upaya-upaya pelesarian populasi Badak Jawa yang terancam punah
berdasarkan laporan hasil penelitian dari IUCN. Badak Jawa atau di kenal
dengan nama ilmiah Rhinoceros Sondaicus tersebar di hampir seluruh pulau
Jawa, hingga akhirnya hanya tersisa di daerah taman nasional Ujung Kulon.
Status Badak Jawa telah terancam punah sejak tahun 1931, namun saat itu
penanggulangan terhadap upaya-upaya pelestarian masih terhambat oleh
banyak faktor. Sejak tahun 1960-1970, bersama dengan organisasi
konservasi alam dunia (UICN) dan pemerintah daerah Ujung Kulon WWF
berupaya untuk meningkatkan jumlah populasi Badak Jawa melalui
penangkaran maupun monitoring habitat aslinya. Upaya tersebut akhirnya
berhasil dilakukan berdasarkan temuan jejak tapak kaki anak Badak jawa
dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Rudolph & Dr. Lotte Schenkel
pada tahun 1968 di Ujung Kulon (WWF Indonesia t.t). Kegiatan WWF
pertama kali ini mendapat apresiasi yang baik dari pemerintah dan juga
masyarakat, sehingga pada akhirnya meningkatkan jumlah populasinya yang
semula hanya sekitar 20-30 ekor menjadi 50 ekor dengan angka
pertumbuhan 1% per tahun. Faktor-faktor lain yang menyebabkan
peningkatan jumlah populasi adalah dari daya dukung lingkungan tersebut.
Berdasarkan hasil laporan WWF (2011), kegiatan pelestarian populasi Badak
Jawa dilakukan melalui observasi perilaku, pola makan, serta penelitian
mengenai resiko dan ancaman wabah penyakit yang merupakan hasil
kerjasama dengan Departemen Kehutanan, petugas Balai Taman Nasional
dan masyarakat lokal.
Adapun beberapa program-program jitu yang diterapkan WWF Indonesia
untuk mencapai visi dan misinya. Pertama, melalui Forests Programme
diharapkan WWF Indonesia tidak hanya mampu menjaga dan melindungi
hutan tetapi juga melakukan upaya-upaya keonservatif seperti yang tertuang
dalam misinya. Kedua, melalui Species Programme yang salah satu bukti
nyatanya adalah pada upaya pelestarian badak jawa di taman nasional Ujung
Kulon. Program ini berusaha mendorong masyarakat Indonesia yang
konsumtif untuk lebih memberi perhatian besar terhadap upaya-upaya
perlindungan satwa langka di Indonesia dengan tidak mengkonsumsi
ataupun memperjualbelikan hewan-hewan langka. Ketiga, Marine
Programme adalah hasil kerjasama WWF dengan pemerintah kelautan dan
perikanan untuk mengembangkan dan melestarikan biota laut sehingga
tidak hanya habis untuk di konsumsi. Indonesia yang merupakan negara
maritim, sehingga sumber daya ikannya sangat melimpah ruah. Namun tidak
menutup kemungkinan akan habis jika tidak ada upaya signifikan untuk
membudidayakannya. WWF Indonesia sangat serius dalam hal ini untuk
melestarikan biota laut melalui proses-proses perencanaan dan pelaksanaan
guna menghasilkan keuntungan yang berkelanjutan. Keempat, Climate
Change Programme adalah suatu program yang di cangkan WWF untuk
memperbaiki kondisi perubahan lingkungan yang saat ini benar-benar
menjadi perhatian dunia internasional. Kondisi perubahan lingkungan
tersebut diantaranya adalah perubahan musim dan perubahan cuaca/iklim
dunia. Di Indonesia, ketidakstablian cuaca telah mempengaruhi ekonomi
negara selain itu berdampak langsung pada bencana alam seperti banjir dan
lain-lain.
Faktor Penyebab Rusaknya Lingkungan di Indonesia

Lingkungan alam yang menjadi tempat hidup bagi manusia dan makhluk
hidup lainnya tengah menjadi isu hangat yang diperbincang hampir di
seluruh dunia. Sama seperti yang terjadi di Indonesia, lingkungan menjadi
tempat yang menunjang perekonomian dan menopang hajat hidup orang
banyak sesuai dalam pembukaan UUD 1945. Namun sayangnya lingkungan
yang menjadi penopang ekonomi masyarakat disalahgunakan oleh oknumoknum tertentu untuk mencapai kepentingannya. Penyalahgunaan
wewenang ini justru menyebabkan berbagai macam permasalahan bukan
hanya bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia, melainkan juga bagi
dunia internasional. Lingkungan alam di Indonesia sebenarnya menjadi daya
tarik tersendiri bagi aktor-aktor internasional non pemerintah, seperti INGO
untuk meneliti dan melakukan konservasi. Sebab dari dukungan lingkungan
alam di Indonesia, muncul berbagi macam keanekaragaman hayati yang
sebagian besar tidak dimiliki oleh daerah lain di seluruh dunia.
Selain rusaknya lingkungan dan menurunnya populasi hewan yang telah di
kategorikan terancam punah, masalah lain yang di timbulkan dari rusaknya
lingkungan ini berdampak pada kelangkaan pangan. Beberapa faktor
penyebabnya adalah berubahnya iklim, cuaca, dan menurunnya intensitas
hujan sebagai pendorong kegiatan pertanian. Menurut Jackson & Sorensen
(2013, 503), permasalahan mengenai isu-isu lingkungan merupakan hasil
dari kelangkaan suplai pangan dunia, yang mana suplai tersebut tidak
terdistribusi secara merata antara negara-negara maju dengan negaranegara miskin – ketika pangan langka akan berakibat pada eksploitasi tanah
secara berlebihan, sehingga menyebabkan deforestasi dan desertifikasi.
Hilangnya lahan pertanian pada akhirnya berakibat fatal bagi ketahanan
pangan suatu negara, sehingga mengakibatkan ketergantungan sumber
daya bahan mentah (makanan dan sebagainya) antar daerah. Ambil contoh
saja, seperti yang terjadi di pulau Jawa, beberapa daerah di pulau Jawa
hampir tidak memiliki lahan pertanian lagi. Menilik permasalahan yang
terjadi di Indonesia, kelangkaan pangan terjadi sebagai akibat dari
hilangnya lahan pertanian yang dikonversi untuk pengembangan energi
alternatif, atau konversi lahan untuk proyek tol terutama di pulau Jawa
(Astuti, 2008). Sebagai jalan keluarnya, dicarikan alternatif lain oleh
pemerintah seperti pembukaan lahan pertanian baru di wilayah atau daerah
yang jumlah penduduknya masih sedikit. Kalimantan dan Sumatera, serta
daerah lainnya di luar pulau Jawa menjadi sasaran pengembangan dari
pembukaan lahan pertanian, perindustrian maupun pertambangan, sehingga
pada akhirnya menghilangkan ciri khas daerah tersebut sebagai
penyumbang cadangan oksigen dunia serta pencegah perubuah iklim dunia.
Selain itu, dampak lain dari semakin banyaknya lahan pertanian,
perindustrian maupun pertambangan adalah hilangnya keanekaragaman
hayati di tempat tersebut. Menurut Chomitz et al. (2007), menyatakan
bahwa keanekaragaram hayati mengacu pada aset alami yang berharga dan
semuanya saling melengkapi sampai batas tertentu. Dalam beberapa kasus
di Indonesia pernah juga hampir menyebabkan kepunahan hewan-hewan
tertentu karena adanya kegiatan manusia dengan lingkungan secara
berlebihan, tanpa memperhatikan keberlangsungannya.
Gambar 3. Peta Persebaran Kelapa Sawit dan Perluasan lahan di
Indonesia

Sumber: Kementerian Perindustrian dari laman resmi
http://www.kemenperin.go.id/download/289/Paket-Informasi-Komoditi-Minyak-Kelapa-Sawit

Pada peta di atas dapat dilihat kondisi perluasan dan tingkat produksi kelapa
sawit di wilayah Indonesia. Data ini diambil pada tahun 2004 yang masih
menunjukkan bahwa Sumatera dan Kalimantan sebagai daerah dengan
produksi sekaligus menjadi lahan perkebunan itu sendiri. Diambil dari berita
Ditjen Perkebunan: “Pertumbuhan Areal Kelapa Sawit Meningkat” (2014),
menyatakan bahwa laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama tahun
2004-2014 sebesar 7,76%, sedangkan produksi kelapa sawit meningkat ratarata 11,09% per tahun. Terhitung pada tahun 2014 luas lahan yang
dimaksudkan untuk produksi kelapa sawit telah mencapai 10,9 juta Ha,
dibagi kedalam tiga bagian kepemilikan. Lahan seluas 4,55 Ha atau sebesar
41,55% dikuasai oleh perkebunan rakyat, luas lahan 0,75 juta Ha atau
sebesar 6,83% dikuasai oleh PTPN, dan sisanya seluas 5,66 juta Ha atau
sebesar 51,62% dikuasai oleh pihak swasta baik nasional maupun
internasional. Perluasan lahan dan disertai peningkatan produksi kelapa
sawit sebagai akibat dari pengaruh suplay and demand masyarakat dunia.
Ekonomi negara Indonesia juga masih terbilang sedang berkembang,
sehingga pada akhirnya menyebabkan dampak-dampak negatif dari
perluasan lahan untuk produksi kelapa sawit.
Di Indonesia, isu-isu lingkungan sudah terjadi sejak lama dan hingga
sekarang masing menjadi polemik yang benar-benar sulit diatasi sendiri oleh
pemerintah. Isu-isu lingkungan yang terjadi di Indonesia pun beragam,
ditandai dengan berbagai aktifitas masyarakat maupun kelompok orang
tertentu yang dengan sengaja maupun tidak sengaja telah mengakibatkan
kerusakan lingkungan. Dalam beberapa kasus, justru yang mengakibatkan
rusaknya lingkungan terutama hutan di Indonesia, diprakarsai oleh
perusahaan-perusahaan nasional maupun multinasional. Sumber masalah
mengenai isu-isu lingkungan di Indonesia juga di sebabkan oleh lemahnya
pengawasan dan penegakan hukum pemerintah. Praktek korupsi oleh
beberapa mafia hukum juga menjadi salah satu problematika pemerintah
dalam menangani masalah perizinan lahan untuk kegiatan tambang maupun
perkebunan. Selama beberapa dekade terakhir, Pulau Kalimantan dan
Sumatera telah menjadi sasaran bagi perusahaan-perusahaan multinasional
untuk memperluas lahan untuk keperluan produksi kelapa sawit. Kepala
sawit sendiri merupakan komoditas ekspor terbesar di Indonesia dan dalam
pengembangannya justru menimbulkan dampak negatif bagi Indonesia.

Peran WWF-Indonesia Terhadap Perubahan Lingkungan
Sekitar tahun 2000-an, WWF Indonesia mulai menaruh perhatiannya
terhadap perubahan lingkungan. Melalui program sertifikasi hutan lestari
(Forest Stewardship council/FSC) yang merupakan salah satu langkah awal
WWF untuk menangani kegiatan penebangan hutan di Indonesia. Hal
tersebut juga di nilai sebagai hasil dari proses kemitraan WWF dan lembagalembaga internasional non pemerintah lainnya dengan lembaga pemerintah.
Selain itu, ada berbagai macam kegiatan lain yang telah dilakukan WWF
dengan lembaga-lembaga pemerintah, masyarakat lokal, maupun INGOs
lainnya untuk mengatasi masalah lingkungan di Indonesia. Dalam UU No.
5/1990 tertuang hasil kerjasama WWF dengan pemerintah Indonesia dalam
rangka untuk melakukan konservasi sumber daya alam dan ekosistem
bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Berikut ini
merupakan beberapa metode yang dilakukan WWF dengan pemerintah
Indonesia maupu stakeholder dalam menanggulangi masalah lingkungan
(WWF Strategic Plan, t.t), yaitu; (1) Melakukan tata kelola laut dan sumber
daya air & energi yang berkelanjutan, (2) Pengelolaan konservasi melalui
struktur yang kolaboratif dan berbasis kemasyarakatan, (3) Transformasi
pasar pada sektor-sektor penting seperti kehutanan, pertanian dan
perikanan, (4) Menciptakan mekanisme keuangan yang inovatif demi
pebiayaan berkelanjutan dan pengembangan instrumen ekonomi, (5)
Menciptakan pembangunan sosial berbasis konservasi dengan mewujudkan
pelestarian, ketahanan dan mempertahankan sumber daya alam yang
merata dalam pengembangan integrasi dengan agenda-agenda sosial, (6)
Melakukan kolaborasi regional berkelanjutan dengan mitra WWF di tingkat
regional maupun global.
Sejak tahun 2000-an, WWF telah berupaya melalui berbagai program
kemitraan dengan stakeholder dan pemerintah dalam hal menanggulangi
berbagai isu-isu lingkungan. Kolabroasi antara WWF dengan pemerintah
Indonesia memang terbilang cukup lama dan semakin hari semakin kuat.
Selain dari visi, misi dan metode-metode yang di terapkan WWF Indonesia,
terdapat tujuan yang juga menjadi salah satu bagian penting dari peran
WWF. Seperti di kutip dalam WWF Strategic Plan (t.t, 15), pertama WWF
Indonesia perlu melestarikan aset alam termasuk keanekaragaman hayati
dan ekosistem serta bentang laut Indonesia untuk diatur secara adil demi
pengamanan lingkungan, ekonomi dan sosial jangka panjang sebagai dasar
bagi kesejahteraan, kedua WWF Indonesia perlu mempromosikan konservasi
dan pemerataan pembangunan yang berkelanjutan dengan cara
memanfaatkan sumber daya keuangan, kemitraan dan menarik masyarakat
untuk aktif berpartisipasi dalam transformasi etika konsumsi serta gaya
hidup yang bersifat berkelanjutan.
Gambar 4. Program Heart of Borneo

Sumber: WWF dari laman resmi
http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/borneo_rainforest_conserva
tion/greenbusinessnetwork/roleofbusiness/

Heart of Borneo adalah adalah salah satu program kemitraan WWF melalui
deklarasi tiga negara. Deklasrasi dari ketiga negara yang telah dimulai sejak
tahun 2001 oleh WWF tersebut menempatkan para stakeholder sebagai
aktor perubahan bagi lingkungan. Deklarasi tersebut mencapai keputusan
pada bulan April 2005 dalam pertemuan multi-stakeholder yang bertempat
di Brunei Darussalam. Tema dari pertemuan pada bulan April 2005 adalah
“Three Countries-One Coservation Vision” kemudian di setujui oleh ketiga
negara tersebut (Heart of Borneo Initiative, t.t). Dalam misi diplomatik HoB
ketiga negara tersebut juga merepresentasikan badan-bandan internasional,
diantaranya: UNESCO, ASEAN, IUCN, ITTO, WWF, Wildlife Conservation
Society, The Nature Conservancy, TRAFFIC dan Brunei Nature Society. Pada
tanggal 12 Februari 2007 HoB barulah secara resmi diimplementasikan dan
ditandatangani oleh wakil dari ketiga negara pendukung program HoB.
Program ini mencakup 30% dari wilayah kalimantan secara keseluruhan,
yang didalamnya termasuk wilayah dari negara Malaysia, Indonesia dan
Brunei Darussalam. Adapun terdapat enam kesepakatan dari hasil
pertemuan yang diselenggarakan di Brunei Darussalam pada tanggal 18-20
Juli 2007 seperti dikutip pada media berita “Heart of Borneo Initiative”
(t.t),yaitu; (1) Setiap negara segera akan membuat rancangan dokumen
proyek nasional, (2) Brunei Darussalam mengusulkan pembentukan
sekretariat tiga negara atau Heart of Borneo Center yang terdiri dari setiap
negara, (3) Meneriman tawaran Asian Development Bank untuk misi
dukungan teknis di ketiga negara, (4) Malaysia akan mengadakan seri
pertama ekspedisi Heart of Borneo pada bulan Juni 2008 di Serawak, (5)
Indonesia ditunjuk sebagai negara pertama yang harus mengadakan
lokarkalkarya tentang konservasi dan pembangunan berkelanjutan pada
tahun 2008, (6) Pertemuan tiga negara Heart of Borneo kedua disepakati
untuk diselenggarakan di Pontianak, Kalimantan Barat pada bulan Januari
2008.
HoB menjadi perhatian penting WWF Indonesia, hal ini karena wilayah
kalimantan menjadi rumah bukan hanya bagi manusia tetapi juga bagi
keanekaragaman hayati di dalamnya. Kalimantan sendiri merupakan rumah
bagi satwa endemik, seperti Orang Utan dan tumbuhan-tumbuhan langka
yang memang hanya hidup di kawasan hutan hujan Kalimantan. Dengan
sendirinya inisiatif WWF Indonesia mendapat dukungan oleh masyarakat

Indonesia dan juga negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia di
pulau Kalimantan. Program ini mewadahi sebuah perkembangan
berkelanjutan dari visi, misi dan tujuan WWF Indonesia itu sendiri. Selain itu
juga WWF Indonesia melihat perkembangan yang jauh lebih kedepan,
terutama menanggapi permasalahan ketersediaan pangan dan perubahan
iklim dunia. Sehingga dengan program ini, diharapkan Indonesia dan WWF
menjadi tonggak awal berdirinya sebuah bangsa yang mandiri dan kuat
dalam hal penerapan lingkungan yang berkelanjutan.
Gambar 5. Program Green & Fair Products

Sumber: WWF dari laman resmi
http://www.wwf.or.id/program/inisiatif/social_development/greenandfairproducts/kampanye/

Pada tahun 2005, WWF telah berupaya secara konservatif dengan
pemerintah Indonesia melalui program “Green & Fair Products.” Program ini
menjaring kelompok-kelompok masyarakat terutama di Pedesaan untuk
mempromosikan produk hasil sumber daya alam setempat ke pasar nasional
maupun internasional. Produk-produk yang di hasilkan juga berasal dari
kawasan konservasi yang dikelola oleh WWF bersama dengan masyarakat,
kemudian dibudidayakan secara berkelanjutan dan kemudian diproses
melalui bisnis yang berbasis komunitas. WWF-Indonesia telah mencatat
keberhasilannya dari upaya konservasi tersebut, diantaranya; (1) Madu
hutan dari taman nasional Tesso Nilo, (2) Ukiran kayu berbentuk badak dan
beras organik dari taman nasional Ujung Kulon, (3) Produk kerajinan dari
taman nasional Betung Kerihun, (4) Hasil kerajinan rotan dan minuman &
snack berbahan lidah budaya dari taman nasional Sebangau, (5) Minyak
pohon eucalyptus dari taman nasional Wasur, (6) Beras organik, garam
gunung dan kerajinan dari taman nasional Kayan Mentarang, (7) Snack
rumput laut dari taman nasional Bali Barat, (8) hasil kerajinan dari taman
rekreasi Riung Marine.
Dalam hal kulaitas dan mutu produksi dari hasil program kemitraan WWF
Indonesia dengan masyarakat lokal bisa dikatakan sesuai strandarisasi
internasional. Sebab WWF Indonesia menerapkan pelatihan yang di sebut
Internal Control System (ICS) yang menerapkan sertifikasi mulai dari segi
produsennya hingga sampai ke tangan konsumen harus benar-benar sesuai
standar kualitas keaslian produk seperti nama programnya “Green and
Fair.” Program kerja ini dirancang WWF Indonesia sesuai dengan kondisi
lingkungan Indonesia yang memang masih terbilang alami, sehingga perlu di
jaga dan di lestarikan. Selain itu, seperti pada program sebelumnya WWF
Indonesia juga melanching program ini sesuai dengan visi, misi dan

tujuannya salah satunya adalah untuk menjaga ketahanan pangan di
Indonesia.
Kesimpulan
WWF telah menjadi salah satu bagian penting dalam mempengaruhi setiap
kebijakan pemerintah khususnya pemerintah Indonesia terkait dengan
perubahan lingkungan. Tolak ukur dari perubahan aklim dunia menjadi salah
satu faktor bagi WWF untuk memperluas sepak terjangnya di bidang
konservasi lingkungan. WWF semula hanya sebagai organisasi yang
menaruh perhatian penting kepada kondisi hewan-hewan langka atau
terancam punah. Memasuki abad millenium, WWF secara sadar kemudian
memperhatikan kondisi lingkungan yang di sebabkan oleh ulah manusia
dengan cara konservasi berkelanjutan.
Program-program WWF Internasional kemudian diterapkan di Indonesia,
melalui kerjasama antar pemerintah dengan stakeholder. Dalam
menjalankan programnya di Indonesia, WWF tidak secara serampangan
menerapkan program WWF Internasional. WWF terlebih dahulu mengkaji
dan menganalisis sejauh mana dampak yang telah di timbulakan dari
kegiatan manusia terhadap perubahan lingkungan di daerah tersebut.
Seperti halnya di tiga pulau besar di Indonesia, seperti Kalimantan,
Sumatera dan Papua menjadi fokus utama WWF dalam rangka melakukan
konservasi alam. Terlebih di wilayah Kalimantan dan Sumatera, WWF sangat
berperan aktif disana bukan hanya untuk penanggulangan kerusakan alam
tetapi juga fokus terhadap konservasi hewan langka yang terancam punah.
WWF juga bekerjasama dengan badan-badan internasional seperti
UNESCO, PBB, WB dan lain sebagainya. Kerjasama tersebut ditunjukkan
agar dalam proses kerja WWF di suatu negara lebih mudah dan tanpa di
persulit oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Niat mulia tersebut
akhirnya di tanggapi dengan baik oleh pemerintah Indonesia, sehingga tidak
mempersulit WWF dalam proses kerjasamanya. Di Indonesia, WWF
mempunyai pengaruh cukup besar bagi setiap kebijakan pemerintah
mengenai lingkungan hayati. Namun yang menjadi pemasalahan sekarang
antara WWF dengan pemerintah Indonesia adalah pada oknum-oknum yang
dengan sengaja telah menyalahi aturan dan prinsip-prinsip pembangunan
lingkungan yang berkelanjutan.
Strategic plan WWF merupakan salah satu acara ampuh dalam mengatasi
gejolak perubahan lingkungan terutama di Indonesia. WWF memang
memiliki komitmen kuat untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu
negara yang memegang penaruh besar dalam konservasi llingkungan
berkelanjutan. Target utama dari WWF Indonesia sebenarnya terletak pada
kebijakan pemeritah dan komitmen masyarakat untuk mencanangkan
program konservasi lingkungan yang berkelanjutan. Seperti halnya peranperan WWF Indonesia dalam mengimplementasikan strategic plan-nya bagi
perkembangan program-program konservasi lingkungan dengan mitra WWF
baik mitra regional maupun internasional.
Daftar Pustaka
Jackson, Robert & Georg Sorensen, 2013. Pengantar Studi Hubungan
Internasional (terj. Dadan Suryadipura, Introduction to International
Relations). Jogjakarta: Pustaka Pelajar (hlm. 502-504).

Archer, C., 2003. International Organizations: Definitions and history;
Classification of international organization. London, New York:
Routlege, Taylor & Francis Group. [pdf]
Greene, O., 1993. International environmental regimes: verification and
implementation review. Environmental Issues (p.p 388-389). [pdf]
Wardah, Siti, Lutfi, J., 2014. Peran World Wide Fund for Nature Dalam
Program Heart of Borneo di Indonesia Periode 2012-2013. Skripsi.
Jakarta: Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hadayatullah.
Perindustrian, D., 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit.
Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian. Jakarta. [pdf]
Chomitz, Kenneth, M., et al., 2007. Dalam Sengketa?: Perluasan pertanian,
Pengentasan Kemiskinan dan Lingkungan di Hutan Tropis (terj.
Chriswan Sungkono). Laporan Penelitian Kebijakan Bank Dunia.
Jakarta: Salemba Empat. [pdf]
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, 1990.
Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
NN. (t.t). Heart of Borneo: Sejarah HoB. Heart of Borneo Initiative [online].
[daring] http://heartofborneo.or.id/id/about/heart-of-borneo-on-track
diakses tanggal 28 September 2017
Astuti, Dewi, 2008. LIPI: Krisis likuiditas picu kelangkaan pangan. Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia [online]. [daring]
http://lipi.go.id/berita/lipi-krisis-likuiditas-picu-kelangkaanpangan/2068 diakses 28 September 2017
NN. (2014, 25 November). Pertumbuhan Areal Kelapa Sawit Meningkat.
Kementerian Pertanian; Direktorat Jenderal Perkebunan [online].
[daring] http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-362-pertumbuhanareal-kelapa-sawit-meningkat.html# diakses tanggal 28 September
2017
NN. (t.t). History. WWF [online]. [daring]
https://www.worldwildlife.org/about/history?
_ga=2.223307997.71080395.1508082274-1586703255.1508082274
diakses tanggal 28 September 2017
Sunarto. (t.t). Sejarah. WWF Indonesia [Online]. [Daring]
http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/whoweare/ diakses tanggal 28
september 2017
Eghenter, Cristina, (t.t). Tentang Kampanye. WWF Indonesia [online].
[daring]
http://www.wwf.or.id/program/inisiatif/social_development/greenandfai
rproducts/kampanye/ diakses tanggal 28 September 2017
NN. (t.t). The Role of Business. WWF Global [online]. [daring]
http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/bor
neo_rainforest_conservation/greenbusinessnetwork/roleofbusiness/
diakses tanggal 28 September 2017
NN. (t.t). 50 Years of Environmental Conservation. WWF Global [online].
[daring] http://wwf.panda.org/who_we_are/history/ diakses tanggal 28
September 2017
NN. (t.t). WWF in the 60’s. WWF Global [online]. [daring]
http://wwf.panda.org/who_we_are/history/sixties/ diakses tanggal 28
September 2017
NN. (t.t). Badak Jawa. WWF Indonesia [online]. [daring]
http://www.wwf.or.id/program/spesies/badak_jawa/ diakses tanggal 28
September 2017

WWF-Indonesia, “Javan Rhino”, (Factsheet, 2011), [daring]
http://www.wwf.or.id/en/news_facts/factsheets/?25260/FactsheetJavan-Rhino [pdf]
WWF-Indonesia, “Promoting Equitable Distribution of Conservation Costs
and Benefits”, (Annual Report, 2004), [daring]
awsassets.wwf.or.id/.../wwfid_annualreport_2004_2005.pdf
WWF-Indonesia, “Sending a Sustainable Society”, (Annual Report, 2012),
[daring] http://www.wwf.or.id/en/news_facts/reports/annual_report/?
27880/WWF-Indonesia-Annual-Report-2011-2012 [pdf]
WWF-Indonesia, “Summary of Strategic Plan”, (Strategic Plan, t.t), [daring]
http://awsassets.wwf.or.id/downloads/wwfid_strategicplan_2014_2018
_summary_final.pdf.
WWF-International, “Finance”, (Annual Report 2000), [daring]
http://wwf.panda.org/who_we_are/organization/finance/
Kemenprin. (2007). Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit.
Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian. [daring]
http://www.kemenperin.go.id/download/289/Paket-Informasi-KomoditiMinyak-Kelapa-Sawit diakses tanggal 28 September 2017