Proses dan Dimensi dalam Pembuatan Kebij
UNIVERSITAS INDONESIA
PROSES DAN DIMENSI-DIMENSI DALAM KEBIJAKAN SOSIAL
(Studi Literasi)
PAPER
Ujian Tengah Semester
KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN SOSIAL
Dosen
Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, MSc.
Ni Luh Putu Maitra Agastya, MSW.
Budhi Dharma,S.Kesos
AHMAD ROFAI
1406618682
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGGRAM SARJANA ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
2016
Tujuan Penulisan
Tulisan ini akan berusaha menjawab dua pertanyaan berikut:
a. Pemahaman mengenai proses kebijakan sosial
b. Pemahaman mengenai dimensi-dimensi dalam kebijakan sosial
Untuk memjawab kedua pertanyaan secara jelas dan
menyeluruh, penulis akan berusaha
memaparkan ilutrasi berupa contoh kebijakan Jaminan Persalinan (Jampersal) oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia studi kasus Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi 2011 yang
merupakan hasil penelitian ditulis oleh Tina Sumirah tahun 2012.
Pengertian Kebijakan
Menurut Anderson (1984), kebijakan merupakan maksud dan tujuan tertentu yang
dilaksanakan oleh seorang kelompok yang berperan dengan suatu permalahan atau suatu yang
diperhatikan. Kemudian Aeston, (1979) juga mengungkapkan bahwa kebijakan merupakan suatu
keputusan publik yang dikembangkan oleh
badan pemerintah (dalam Puwitasari, 2012). Untuk
melihat aspek sosial yang ada dengan merujuk definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
kebijkan sosial merupakan proses terencana dan terstruktur yang dijalankan oleh pihak yang memiliki
otoritas tertentu (dalam konteks Indonesia adalah pemerintah) untuk mencapai tujuan kesejahteraan
dan pemenuhan sosial.
Dalam mengukur kesejahteraan dan pemenuhan sosial, kebijakan diharapkan mampu menjadi
alat untuk menerapkan keadilan seluas-luasnya dalam masyarakat. Oleh karenanya, menurut Gilbert
(1993) diperlukan adanya peran institusi-institusi sosial seperti keluarga ( peran dalam sosialisasi dan
produksi), politik (peran dalam
kontrol sosial), Ekonomi (peran dalam roduksi, distribusi dan
konsumsi), Agama (peran untuk integrasi sosial) dan Kesejahteraan (peran atas solidaritas sosial).
Untuk menjamin tercapainya kondisi sosial yang harmonis dan sejahtera.
Sebagai bentuk penjelasan lebih lanjut mengenai proses dibuatnya kebijakan dan dimensidimensi yang kemungkinan dapat digunakan dalam kebijkan sosial, Juga untuk menghindari adanya
bias dalam pembahasan, penulis berusaha membatasi pemaparan dengan mefokuskan pembahasan
kebijakan mengenai kesehatan (aspek institusi politik, karena hadir sebagai bentuk kontrol sosial)
dalam lingkup kebijakan Jaminan Persalinan (JAMPERSAL) oleh Kementrian Kesehatan studi kasus
literasi Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi.
Gambaran Umum Kebijakan Jaminan Persalinan (dalam Juknis Kemenkes RI, 2011)
Kebijakan program jaminan persalinan (Jampersa) merupakan kebijakan pemerintah
mengenai jaminan pembiayaan persalinan bagi ibu hamil yang tidak mempunyai jaminan kesehatan.
Kebijakan ini diluncuran pada Mei 2011 dengan landasan hukum Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia 631/MENKES/PER/III/2011. Tujuan diadakanya kebijakan ini adalah untuk
2
mempercepat pencapaian tujuan pembangunan kesehatan dan tercapainya MDGs khususnya untuk
menurunkan angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi (AKI dan AKB). Juga untuk
mendekatkan akses ibu hamil terhadap fasilitas kesehatan penolong profesional, sehingga dengan
adanya program ini diharapkan tidak ada lagi pertolongan persalinan bukan oleh tenaga kesehatan,
tetapi oleh pertolongan tenaga kesehatan.
Pelaksanaan kebijakan Jaminan Persalinan terintegrasi dengan Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) karena program Jampersal merupakan program perkembangan Jamkesmas.
Jaminan pelayanan persalinan meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan
nifas termasuk pelayanan KB paska persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Dengan adanya
kebijakan ini, diharapkan semua masyarakat ibu bersalin dapat mengakses pelayanan persalinan yang
dilakukan oleh dokter/bidan dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
Proses Pembuatan Kebijakan (Policy Process)
Penulis akan mengacu pada pendapat menurut Willliam N. Dunn (2003) dalam
menggambarkan proses pembuatan kebijakan, dengan ilustrasi gambaran pada kebijakan Jampersal
sesuai pembahasan tulisan ini. Menurutnya, proses kebijakan terjadi dalam tahap-tahap sebagai
berikut :
a. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
Merupakan proses dimana para pembuat kebijakan mencari kebutuhan masyarakat yang
belum terpenuhi, identifikasi masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat melalui pengumpulan
informasi, kemudian menganalisisnya secara sistematis lalu memunculkan rumusan, penjelasan dan
penilaian atas masalah tertentu. Masalah/Isu ini kemudian menjadi prioritas dalam penyusunan
agenda kebijakan.
Dalam Jampersal, muncul adanya penyusunan agenda pelayanan persalinan terjadi karena
masih tingginya tingkat kematian Ibu dan Bayi (AKI dan AKB) di Indonesia akibat keterbatasan
layanan kesehatan terutama persalinan oleh kalangan masyarakat ibu miskin yang tidak mendapatkan
asuransi dan jaminan kesehatan, angka kematian ibu hamil terjadi karena keterlambatan dalam
pemeriksaan, perolehan pelayanan, dan tenaga kerja professional yang tidak dapat dicapai tepat waktu
karena keterbatasan biaya yang mereka miliki (terdapat banyak catatan statistik di latar belakang yang
tertulis dalam Juknis Jampersal, Kemenkes RI, 2011)
b. Formulasi Kebijakan
Merupakan tahap dimana pemangku kebijakan menentukan langkah-langkah strategis dalam
penyelesaian masalah yang telah dipaparkan dalam penyusunan agenda (agenda setting) meliputi
faktor-faktor strategis, alternatif-alternatif dan analisis dampak lingkungan atas kebijakan yang
kemungkinan akan dijalankan.
3
Di tahap ini, Kebijkan Jampersal yang tertulis dalam Juknis telah memformulasikan berbagai
langkah strategis dengan menentukan: Tujuan dan Sasaran kebijakan, Ruang Lingkup Jaminan (yang
terdiri dari persalinan tingkat pertama dan tingkat lanjutan), Menentukan paket manfaat jaminan, Serta
formulasi pendanaan jaminan (yang meliputi ketentuan umum pendanaan, sumber dan alokasi dana,
penyaluran dana, besaran tarif pelayanan, pengelolaan dana, kelengkapan pertanggungjawaban/klaim,
pemanfaatan dana di puskemas bidang persalinan), dan pengorganisasian serta menentuan indikator
keberhasilan, cara pemantauan dan evaluasi. (Juknis Kemenkes RI, 2011)
c. Adopsi/Legitimasi kebijakan
Merupakan proses legitimasi atas pembuatan kebijakan melalui proses analisis politik sesuai
dengan sistem yang dianut oleh tiap negara. Dengan kata lain, kebijakan diadopsi melalui dukungan
dari mayoritas legislatif, konsensus antara lembaga direktur atau keputusan peradilan. Mengenai
kebijakan Jampersal itu sendiri, Adopsi terjadi atas dikeluarkan dan ditetapkanya langsung legitimasi
oleh kementrian kesehatan berdasarkan asas perundang-undangan yang berlaku (Juknis Kemenkes RI,
2011)
d. Implementasi Kebijakan
Merupakan proses pelaksanaan kebijakan yang telah dirumuskan dan mendapatkan legitimasi.
Dalam studi kasus pelaksanaan/implementasi Jampersal di Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat, yang dilaksanakan tahun 2011, telah menghasilkan kesimpulan bahwa Jampersal berjalan
dengan baik, terjadi peningkatan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak di satu tahun lingkup penelitian
(2010-2011) meskipun masih kurang memenuhi target yang telah ditetapkan oleh Jampersal, dilihat
dari minimnya penyerapan dana yang diperoleh Jampersal di tahun itu. (Sumirah, 2012)
c. Penilaian/Evaluasi Kebijakan
Merupakan tahap untuk menilai sejauh mana kebijakan dapat berjalan dan berpengaruh
terhadap penyelesaian masalah yang ada dengan menggunakan indikator-indikator penilaian tertentu.
Berdasarkan paparan gambaran hasil implementasi kebijakan sebelumnya. Evaluasi yang diajukan
oleh Sumirah dalam penelitianya mengenai Jampersal di kecamatan Cisaat Kabupatan Sukabumi
adalah kurangnya informasi terpadu yang dapat diakses oleh masyarakat Cisaat, oleh karena itu,
diperlukan adanya penyebaran informasi tentang Jampersal secara menyeluruh dan terpadu terhadap
petugas kesehatan dan masyarakat umum, juga perlunya monitoring dan evaluasi terhadap petugas
puskesmas mengenai sistematika pelaporan pelayanan KIA dan KB (Kesehatan Ibu Anak dan Bayi).
Dimensi-Dimensi Kebijakan
4
Disusunya suatu kebijakan merupakan bentuk investasi akan pembangunan, merespon adanya
krisis yang terjadi di masyarkat, serta merupakan bentuk transformasi untuk mencapai suatu keadilan
sosial. Oleh karenanya, kebijakan disusun secara sistematis kemudian diimplementasikan sebagai
bentuk realisasi penyelesaian masalah yang ada, lalu dievaluasi. Dalam sub bahasan mengenai
dimensi ini, penulis berusaha untuk menjelaskan berbagai pertimbangan-pertimbangan dalam
memahami bagaimana sebuah kebijakan diambil dan di putuskan. Agar lebih mudah dipahami,
penulis membatasi penjelasan dengan ilustrasi kebijakan pelayanan Jaminan Persalinan studi kasus
Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Adapun dimensi-dimensi yang akan dibahas adalah (1)
Dasar Kebijakan (mengenai alokasi dan penerima), (2) Tipe (mengenai sosial provision), (3) Strategi
pemberian, dan (4) Pendanaan (Gilbert)
a. Dasar Kebijakan (The Bases of Social Allocation)
Penentuan dasar kebijakan (alokasi dan bentuk penyediaan serta penerima kebijakan)
dipengaruhi oleh alternatif dan prinsip dalam tiap dimensi, nilai sosial yang mendukung
alternatif/prinsip terkait, serta teori dan asumsi yang mendasari kebijakan. Dalam hal ini, untuk
mencapai suatu keadilan sosial terdapat tiga nilai utama yang dapat digunakan sebagai dasar
kebijakan, yakni : Equlity (prinsip perlakuan yang sama dan bagian yang setara untuk semua), Equity
(prinsip keadilan dilihat pada kapasitas bekerja; bekerja sebanya A, maka akan dapat sebanyak A)
dan Adequacy (nilai yang menonjolkan standar layak untuk kesejahteraan sosial fisik dan spiritual)l.
Prinsip dasar penerima kebijakan juga terdapat tiga, yakni : Universal vs Selektif, Residual Welfare
Model (alokasi kebijakan berdasarkan kriteria tertentu), Institusional Welfare Model (menganggap
bahwa kebutuhan dalam masyarakat merupakan hal yang wajar).
Dalam melihat kebijakan Jaminan Persalinan ini, penulis beranggapan bahwa kebijakan ini
memegang prinsip Adequacy karena berusaha memberikan gambaran kehidupan layak untuk
kesejahteraan fisik terutama pada ibu hamil dengan berbagai standar kelayakan tertentu yang tertulis
dalam Juknis Jampersal. Adapun prinsip dasar penerima kebijakan mengacu pada prinsip selektif dan
Residual Welfare Model karena kebijakan ini hanya dapat diperoleh bagi emereka yang memiliki
kriteria tertentu, dalam juknis Jampersal, mereka yang hanya dapat memperoleh layanan adalah ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir (Juknis Jampersal Kemenkes, 2011)
b. Tipe Ketentuan Sosial Kebijakan (Types of social provision to be allocated)
Dalam membahas ketentuan sosial kebijakan, terdapat dua isu penting yang kemudian
menjadi perdebatan karena kedua isu saling bertentangan tetapi memilliki kekurangan serta
kelebihan masing-masing tergantung pada kondisi sosial politik negara suatu kebiijakan tersebut
dilaksanakan. Adapun dua isu penting tersebut adalah ketentuan Cash (pemberian langsung uang
tunai sebagai bentuk pelayanan) dan In-kind (pemberian layanan berupa barang/jasa), Serta isu
kontrol sosial (dimana pemerintah dan pemangku kebijakan berhak untuk mengontrol masyarakat)
5
dan Kebebasan individu (dimana pemerintah membebaskan tiap individu dalam mencapai
kesejahteraanya).
Dalam melihat kebijakan pelayanan Jampersal, penulis beranggapan bahwa sistem Jampersal
menganut In-Kind karena bentuk pelayanan berupa jasa layanan persalinan meliputi pemeriksaan
kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan KB paska persalinan serta bayi baru lahir
(Juknis Kemenkes RI, 2011), (pemerintah tidak memberikan uang tunai langsung kepada masyarakat
sasaran). Dan pelayanan ini bersifat tidak memaksa, membebaskan bagi tiap masyarakat sasaran
untuk menerima layanan atau tidak, maka penulis beranggapan bahwa kebijakan ini menganut
ketetapan kebebasan individu.
c. Sistem Strategi Pemberian layanan Kebijakan (Design of Delivery System)
Ketentuan sosial dalam konteks sistem straregi pemberian layanan kebijakan ini memliki
banyak pilihan-pilihan (yang akan penulis pilih beberapa sebagai bentuk ilustrasi kebijakan jaminan
persalinan dalam paragraf berikutnya) dengan isu-isu utamanya adalah penyedia layanan kebijakan
(pemerintah, non-pemerintah), Profit dan non-profit (bentuk orientasi layanan kebijakan (Gilbert,
1993) oleh penyedia layanan kebijakan.
Dalam kebijakan Jampersal, berdasarkan Juknis tertulis (Juknis Kemenkes RI, 2011), penulis
beranggaoan bahwa sistem strategi pemberian layanan bersifat Desentralisasi terkoordinasi
(pembentukan koordinasi dari tiap provinsi hingga kabupaten kota dalam penyaluran dan pelayanan).
Juga merupakan adiministrasi publik, karena kebijakan pelyanan ini bersifat umum dan untuk semua
lini masyarakat dengan karakteristik tertentu (ibu hamil dan bayi). Kebijakan ini desediakan oleh
pemerintah (dalam hal ini Kemenkes) dengan orientasi non-profit.
d.
Pendanaan (Mode of Finance)
Dalam sub bahasan terakhir ini, dimensi kebijakan terkait pada sumber dan alokasi tentang
pendaan kebijakan pelayanan. Adapun sumber dana ini tebagi dalam tiga jenis, yakni : Pajak (dana
pajak masyarakat yang dikumpulkan oleh pemerintah), Voluntary Giving (dana sukarelawan) dan
Fees (dana yang diambil dari pembayaran penerima manfaat layanan kebijakan).
Merujuk pada konteks kebijakan Jampersal, tertulis dalam Juknis bahwa sumber pendanaan
kebijakan ini berasal dari APBN Kementrian Kesehatan yang dialokasikan pada Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Sekretariat Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan
(Juknis Kemenkes RI, 2011), berdasarkan hal ini, maka penulis menyimpulkan bahwa sumber dana
Jampersal adalah Pajak, mengingat salah satu aspek dari sumber pendapatan APBN adalah pajak
yang diambil oleh pemerintah dari masyarakat.
6
DAFTAR PUSTAKA
1. Dunn, William. 2004. Public Policy Analysis : An introduction. New Jersey: Pearson-Prentice
Hall
2. Gilbert, Neil., Harry Specht, Paul Terrell. 1993. Dimensions of Social Welfare Policy: Third
Edition. New Jersey: Englewood Cliff.
3. Kemenkes RI. 2011. Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Jakarta.
4. Sumirah, Tina. 2012. Perbandingan Hasil Pencapaian Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dan
Keluarga Berencana Sebelum dan Sesudah Adanya Kebijakan Jaminan Persalinan di Kecamatan
Cisaat Kebupaten Sukabumi Tahun 2010 dan tahun 2011. Depok : Universitas Indonesia Press.
5. Purwitasasri, Armey Yudha. 2012. Implementasi Kebijakan Program Jampersal di Kabupaten
Lebak dan Propinsi Banten tahun 2011. Depok : Universitas Indonesia Press.
7
PROSES DAN DIMENSI-DIMENSI DALAM KEBIJAKAN SOSIAL
(Studi Literasi)
PAPER
Ujian Tengah Semester
KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN SOSIAL
Dosen
Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, MSc.
Ni Luh Putu Maitra Agastya, MSW.
Budhi Dharma,S.Kesos
AHMAD ROFAI
1406618682
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGGRAM SARJANA ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
2016
Tujuan Penulisan
Tulisan ini akan berusaha menjawab dua pertanyaan berikut:
a. Pemahaman mengenai proses kebijakan sosial
b. Pemahaman mengenai dimensi-dimensi dalam kebijakan sosial
Untuk memjawab kedua pertanyaan secara jelas dan
menyeluruh, penulis akan berusaha
memaparkan ilutrasi berupa contoh kebijakan Jaminan Persalinan (Jampersal) oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia studi kasus Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi 2011 yang
merupakan hasil penelitian ditulis oleh Tina Sumirah tahun 2012.
Pengertian Kebijakan
Menurut Anderson (1984), kebijakan merupakan maksud dan tujuan tertentu yang
dilaksanakan oleh seorang kelompok yang berperan dengan suatu permalahan atau suatu yang
diperhatikan. Kemudian Aeston, (1979) juga mengungkapkan bahwa kebijakan merupakan suatu
keputusan publik yang dikembangkan oleh
badan pemerintah (dalam Puwitasari, 2012). Untuk
melihat aspek sosial yang ada dengan merujuk definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
kebijkan sosial merupakan proses terencana dan terstruktur yang dijalankan oleh pihak yang memiliki
otoritas tertentu (dalam konteks Indonesia adalah pemerintah) untuk mencapai tujuan kesejahteraan
dan pemenuhan sosial.
Dalam mengukur kesejahteraan dan pemenuhan sosial, kebijakan diharapkan mampu menjadi
alat untuk menerapkan keadilan seluas-luasnya dalam masyarakat. Oleh karenanya, menurut Gilbert
(1993) diperlukan adanya peran institusi-institusi sosial seperti keluarga ( peran dalam sosialisasi dan
produksi), politik (peran dalam
kontrol sosial), Ekonomi (peran dalam roduksi, distribusi dan
konsumsi), Agama (peran untuk integrasi sosial) dan Kesejahteraan (peran atas solidaritas sosial).
Untuk menjamin tercapainya kondisi sosial yang harmonis dan sejahtera.
Sebagai bentuk penjelasan lebih lanjut mengenai proses dibuatnya kebijakan dan dimensidimensi yang kemungkinan dapat digunakan dalam kebijkan sosial, Juga untuk menghindari adanya
bias dalam pembahasan, penulis berusaha membatasi pemaparan dengan mefokuskan pembahasan
kebijakan mengenai kesehatan (aspek institusi politik, karena hadir sebagai bentuk kontrol sosial)
dalam lingkup kebijakan Jaminan Persalinan (JAMPERSAL) oleh Kementrian Kesehatan studi kasus
literasi Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi.
Gambaran Umum Kebijakan Jaminan Persalinan (dalam Juknis Kemenkes RI, 2011)
Kebijakan program jaminan persalinan (Jampersa) merupakan kebijakan pemerintah
mengenai jaminan pembiayaan persalinan bagi ibu hamil yang tidak mempunyai jaminan kesehatan.
Kebijakan ini diluncuran pada Mei 2011 dengan landasan hukum Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia 631/MENKES/PER/III/2011. Tujuan diadakanya kebijakan ini adalah untuk
2
mempercepat pencapaian tujuan pembangunan kesehatan dan tercapainya MDGs khususnya untuk
menurunkan angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi (AKI dan AKB). Juga untuk
mendekatkan akses ibu hamil terhadap fasilitas kesehatan penolong profesional, sehingga dengan
adanya program ini diharapkan tidak ada lagi pertolongan persalinan bukan oleh tenaga kesehatan,
tetapi oleh pertolongan tenaga kesehatan.
Pelaksanaan kebijakan Jaminan Persalinan terintegrasi dengan Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) karena program Jampersal merupakan program perkembangan Jamkesmas.
Jaminan pelayanan persalinan meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan
nifas termasuk pelayanan KB paska persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Dengan adanya
kebijakan ini, diharapkan semua masyarakat ibu bersalin dapat mengakses pelayanan persalinan yang
dilakukan oleh dokter/bidan dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
Proses Pembuatan Kebijakan (Policy Process)
Penulis akan mengacu pada pendapat menurut Willliam N. Dunn (2003) dalam
menggambarkan proses pembuatan kebijakan, dengan ilustrasi gambaran pada kebijakan Jampersal
sesuai pembahasan tulisan ini. Menurutnya, proses kebijakan terjadi dalam tahap-tahap sebagai
berikut :
a. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
Merupakan proses dimana para pembuat kebijakan mencari kebutuhan masyarakat yang
belum terpenuhi, identifikasi masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat melalui pengumpulan
informasi, kemudian menganalisisnya secara sistematis lalu memunculkan rumusan, penjelasan dan
penilaian atas masalah tertentu. Masalah/Isu ini kemudian menjadi prioritas dalam penyusunan
agenda kebijakan.
Dalam Jampersal, muncul adanya penyusunan agenda pelayanan persalinan terjadi karena
masih tingginya tingkat kematian Ibu dan Bayi (AKI dan AKB) di Indonesia akibat keterbatasan
layanan kesehatan terutama persalinan oleh kalangan masyarakat ibu miskin yang tidak mendapatkan
asuransi dan jaminan kesehatan, angka kematian ibu hamil terjadi karena keterlambatan dalam
pemeriksaan, perolehan pelayanan, dan tenaga kerja professional yang tidak dapat dicapai tepat waktu
karena keterbatasan biaya yang mereka miliki (terdapat banyak catatan statistik di latar belakang yang
tertulis dalam Juknis Jampersal, Kemenkes RI, 2011)
b. Formulasi Kebijakan
Merupakan tahap dimana pemangku kebijakan menentukan langkah-langkah strategis dalam
penyelesaian masalah yang telah dipaparkan dalam penyusunan agenda (agenda setting) meliputi
faktor-faktor strategis, alternatif-alternatif dan analisis dampak lingkungan atas kebijakan yang
kemungkinan akan dijalankan.
3
Di tahap ini, Kebijkan Jampersal yang tertulis dalam Juknis telah memformulasikan berbagai
langkah strategis dengan menentukan: Tujuan dan Sasaran kebijakan, Ruang Lingkup Jaminan (yang
terdiri dari persalinan tingkat pertama dan tingkat lanjutan), Menentukan paket manfaat jaminan, Serta
formulasi pendanaan jaminan (yang meliputi ketentuan umum pendanaan, sumber dan alokasi dana,
penyaluran dana, besaran tarif pelayanan, pengelolaan dana, kelengkapan pertanggungjawaban/klaim,
pemanfaatan dana di puskemas bidang persalinan), dan pengorganisasian serta menentuan indikator
keberhasilan, cara pemantauan dan evaluasi. (Juknis Kemenkes RI, 2011)
c. Adopsi/Legitimasi kebijakan
Merupakan proses legitimasi atas pembuatan kebijakan melalui proses analisis politik sesuai
dengan sistem yang dianut oleh tiap negara. Dengan kata lain, kebijakan diadopsi melalui dukungan
dari mayoritas legislatif, konsensus antara lembaga direktur atau keputusan peradilan. Mengenai
kebijakan Jampersal itu sendiri, Adopsi terjadi atas dikeluarkan dan ditetapkanya langsung legitimasi
oleh kementrian kesehatan berdasarkan asas perundang-undangan yang berlaku (Juknis Kemenkes RI,
2011)
d. Implementasi Kebijakan
Merupakan proses pelaksanaan kebijakan yang telah dirumuskan dan mendapatkan legitimasi.
Dalam studi kasus pelaksanaan/implementasi Jampersal di Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat, yang dilaksanakan tahun 2011, telah menghasilkan kesimpulan bahwa Jampersal berjalan
dengan baik, terjadi peningkatan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak di satu tahun lingkup penelitian
(2010-2011) meskipun masih kurang memenuhi target yang telah ditetapkan oleh Jampersal, dilihat
dari minimnya penyerapan dana yang diperoleh Jampersal di tahun itu. (Sumirah, 2012)
c. Penilaian/Evaluasi Kebijakan
Merupakan tahap untuk menilai sejauh mana kebijakan dapat berjalan dan berpengaruh
terhadap penyelesaian masalah yang ada dengan menggunakan indikator-indikator penilaian tertentu.
Berdasarkan paparan gambaran hasil implementasi kebijakan sebelumnya. Evaluasi yang diajukan
oleh Sumirah dalam penelitianya mengenai Jampersal di kecamatan Cisaat Kabupatan Sukabumi
adalah kurangnya informasi terpadu yang dapat diakses oleh masyarakat Cisaat, oleh karena itu,
diperlukan adanya penyebaran informasi tentang Jampersal secara menyeluruh dan terpadu terhadap
petugas kesehatan dan masyarakat umum, juga perlunya monitoring dan evaluasi terhadap petugas
puskesmas mengenai sistematika pelaporan pelayanan KIA dan KB (Kesehatan Ibu Anak dan Bayi).
Dimensi-Dimensi Kebijakan
4
Disusunya suatu kebijakan merupakan bentuk investasi akan pembangunan, merespon adanya
krisis yang terjadi di masyarkat, serta merupakan bentuk transformasi untuk mencapai suatu keadilan
sosial. Oleh karenanya, kebijakan disusun secara sistematis kemudian diimplementasikan sebagai
bentuk realisasi penyelesaian masalah yang ada, lalu dievaluasi. Dalam sub bahasan mengenai
dimensi ini, penulis berusaha untuk menjelaskan berbagai pertimbangan-pertimbangan dalam
memahami bagaimana sebuah kebijakan diambil dan di putuskan. Agar lebih mudah dipahami,
penulis membatasi penjelasan dengan ilustrasi kebijakan pelayanan Jaminan Persalinan studi kasus
Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Adapun dimensi-dimensi yang akan dibahas adalah (1)
Dasar Kebijakan (mengenai alokasi dan penerima), (2) Tipe (mengenai sosial provision), (3) Strategi
pemberian, dan (4) Pendanaan (Gilbert)
a. Dasar Kebijakan (The Bases of Social Allocation)
Penentuan dasar kebijakan (alokasi dan bentuk penyediaan serta penerima kebijakan)
dipengaruhi oleh alternatif dan prinsip dalam tiap dimensi, nilai sosial yang mendukung
alternatif/prinsip terkait, serta teori dan asumsi yang mendasari kebijakan. Dalam hal ini, untuk
mencapai suatu keadilan sosial terdapat tiga nilai utama yang dapat digunakan sebagai dasar
kebijakan, yakni : Equlity (prinsip perlakuan yang sama dan bagian yang setara untuk semua), Equity
(prinsip keadilan dilihat pada kapasitas bekerja; bekerja sebanya A, maka akan dapat sebanyak A)
dan Adequacy (nilai yang menonjolkan standar layak untuk kesejahteraan sosial fisik dan spiritual)l.
Prinsip dasar penerima kebijakan juga terdapat tiga, yakni : Universal vs Selektif, Residual Welfare
Model (alokasi kebijakan berdasarkan kriteria tertentu), Institusional Welfare Model (menganggap
bahwa kebutuhan dalam masyarakat merupakan hal yang wajar).
Dalam melihat kebijakan Jaminan Persalinan ini, penulis beranggapan bahwa kebijakan ini
memegang prinsip Adequacy karena berusaha memberikan gambaran kehidupan layak untuk
kesejahteraan fisik terutama pada ibu hamil dengan berbagai standar kelayakan tertentu yang tertulis
dalam Juknis Jampersal. Adapun prinsip dasar penerima kebijakan mengacu pada prinsip selektif dan
Residual Welfare Model karena kebijakan ini hanya dapat diperoleh bagi emereka yang memiliki
kriteria tertentu, dalam juknis Jampersal, mereka yang hanya dapat memperoleh layanan adalah ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir (Juknis Jampersal Kemenkes, 2011)
b. Tipe Ketentuan Sosial Kebijakan (Types of social provision to be allocated)
Dalam membahas ketentuan sosial kebijakan, terdapat dua isu penting yang kemudian
menjadi perdebatan karena kedua isu saling bertentangan tetapi memilliki kekurangan serta
kelebihan masing-masing tergantung pada kondisi sosial politik negara suatu kebiijakan tersebut
dilaksanakan. Adapun dua isu penting tersebut adalah ketentuan Cash (pemberian langsung uang
tunai sebagai bentuk pelayanan) dan In-kind (pemberian layanan berupa barang/jasa), Serta isu
kontrol sosial (dimana pemerintah dan pemangku kebijakan berhak untuk mengontrol masyarakat)
5
dan Kebebasan individu (dimana pemerintah membebaskan tiap individu dalam mencapai
kesejahteraanya).
Dalam melihat kebijakan pelayanan Jampersal, penulis beranggapan bahwa sistem Jampersal
menganut In-Kind karena bentuk pelayanan berupa jasa layanan persalinan meliputi pemeriksaan
kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan KB paska persalinan serta bayi baru lahir
(Juknis Kemenkes RI, 2011), (pemerintah tidak memberikan uang tunai langsung kepada masyarakat
sasaran). Dan pelayanan ini bersifat tidak memaksa, membebaskan bagi tiap masyarakat sasaran
untuk menerima layanan atau tidak, maka penulis beranggapan bahwa kebijakan ini menganut
ketetapan kebebasan individu.
c. Sistem Strategi Pemberian layanan Kebijakan (Design of Delivery System)
Ketentuan sosial dalam konteks sistem straregi pemberian layanan kebijakan ini memliki
banyak pilihan-pilihan (yang akan penulis pilih beberapa sebagai bentuk ilustrasi kebijakan jaminan
persalinan dalam paragraf berikutnya) dengan isu-isu utamanya adalah penyedia layanan kebijakan
(pemerintah, non-pemerintah), Profit dan non-profit (bentuk orientasi layanan kebijakan (Gilbert,
1993) oleh penyedia layanan kebijakan.
Dalam kebijakan Jampersal, berdasarkan Juknis tertulis (Juknis Kemenkes RI, 2011), penulis
beranggaoan bahwa sistem strategi pemberian layanan bersifat Desentralisasi terkoordinasi
(pembentukan koordinasi dari tiap provinsi hingga kabupaten kota dalam penyaluran dan pelayanan).
Juga merupakan adiministrasi publik, karena kebijakan pelyanan ini bersifat umum dan untuk semua
lini masyarakat dengan karakteristik tertentu (ibu hamil dan bayi). Kebijakan ini desediakan oleh
pemerintah (dalam hal ini Kemenkes) dengan orientasi non-profit.
d.
Pendanaan (Mode of Finance)
Dalam sub bahasan terakhir ini, dimensi kebijakan terkait pada sumber dan alokasi tentang
pendaan kebijakan pelayanan. Adapun sumber dana ini tebagi dalam tiga jenis, yakni : Pajak (dana
pajak masyarakat yang dikumpulkan oleh pemerintah), Voluntary Giving (dana sukarelawan) dan
Fees (dana yang diambil dari pembayaran penerima manfaat layanan kebijakan).
Merujuk pada konteks kebijakan Jampersal, tertulis dalam Juknis bahwa sumber pendanaan
kebijakan ini berasal dari APBN Kementrian Kesehatan yang dialokasikan pada Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Sekretariat Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan
(Juknis Kemenkes RI, 2011), berdasarkan hal ini, maka penulis menyimpulkan bahwa sumber dana
Jampersal adalah Pajak, mengingat salah satu aspek dari sumber pendapatan APBN adalah pajak
yang diambil oleh pemerintah dari masyarakat.
6
DAFTAR PUSTAKA
1. Dunn, William. 2004. Public Policy Analysis : An introduction. New Jersey: Pearson-Prentice
Hall
2. Gilbert, Neil., Harry Specht, Paul Terrell. 1993. Dimensions of Social Welfare Policy: Third
Edition. New Jersey: Englewood Cliff.
3. Kemenkes RI. 2011. Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Jakarta.
4. Sumirah, Tina. 2012. Perbandingan Hasil Pencapaian Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dan
Keluarga Berencana Sebelum dan Sesudah Adanya Kebijakan Jaminan Persalinan di Kecamatan
Cisaat Kebupaten Sukabumi Tahun 2010 dan tahun 2011. Depok : Universitas Indonesia Press.
5. Purwitasasri, Armey Yudha. 2012. Implementasi Kebijakan Program Jampersal di Kabupaten
Lebak dan Propinsi Banten tahun 2011. Depok : Universitas Indonesia Press.
7