administrasi keuangan negara dan daerah (1)

Mata Kuliah
Administrasi Keuangan Negara dan Daerah

Dosen Pengampuh
Hendri. K., M.Si

Sistem Administrasi Keuangan Daerah

Disusun Oleh:

MONALISA
ROMINA
NOBEL AKBAR
RIVALDO

5 Adm.Negara I

JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
PEKANBARU


2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur Pemakalah ucapkan kepada Allah SWT
kerana atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya makalah ini dapat terselesaikan.
Shalawat beserta salam tak lupa Pemakalah ucapkan kepada baginda Rasullah
SAW, para Sahabatnya serta para Keluarganya. Semoga kita yang selalu
melimpahkan shalawat dan salam kepada beliau, mudah-mudahan kita semua
mendapatkan syafaatnya di Yaumil akhir nanti, amin..
Makalah yang kami susun ini meskipun banyak keterbatasan dari segi isi
maupun segi penulisannya tapi pemakalah berharap makalah ini dapat
memberikan kontribusi terhadap peroses belajar dan mengajar kita khususnya
untuk mata kuliah Administrasi Keuangan Negara dan Daerah.
Terima kasih pemakalah ucapakan kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian makalah ini terutama kepada dosen
pembimbing sendiri serta teman-teman. Pemakalah menyadari bahwa makalah ini
tidak terlepas dari kekurangan dan kekhilafan. Oleh sebab keritik dan saran yang
bersifat membagun pemakalah harapkan dari dosen pembimbing mata kuliah
“Administrasi Keuangan Negara dan Daerah”, serta teman-teman untuk
penyempurnaan makalah ini.

Pekanbaru,09 oktober
2015
Pemakalah

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................

i

DAFTAR ISI ..............................................................................................

ii

BAB I

PENDAHULUAN....................................................................

1


1.1

Latar Belakang ................................................................

1

1.2

Rumusan Masalah............................................................

2

1.3

Tujuan .............................................................................

2

LANDASAN TEORI...............................................................


3

2.1

Definisi Etika...................................................................

3

2.2

Definisi Birokrasi .......................................................

7

2.3

Prinsip-prinsip Etika Pelayanan....................................

2.4


Etika Pelayanan Menurut Islam....................................

BAB II

BAB III
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

17

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam
pengelolaan
keuangan
negara,
fungsi
perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian di bidang keuangan
harus dilakukan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan
bernegara, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu:
 Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
 Memajukan kesejahteraan umum.
 Mencerdaskan kehidupan bangsa.
 Ikut serta mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara
menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk
penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya
menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem
pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai
dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang
Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undangundang yang mengatur pengelolaan keuangan negara. Upaya untuk
menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan
negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia.

Peranan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau
Anggaran Sektor Publik menjadi semakin signifikan. Dalam
perkembangannya, APBN telah menjadi instrumen kebijakan multi
fungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan
bernegara. Hal tersebut terutama terlihat dari komposisi dan
besarnya anggaran yang secara langsung merefleksikan arah dan
tujuan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, agar fungsi
APBN dapat berjalan secara optimal, maka sistem anggaran dan
pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan
dengan cermat dan sistematis. Sebagai sebuah sistem, pengelolaan
anggaran negara telah mengalami banyak perkembangan. Dengan
keluarnya tiga paket perundang-undangan di bidang keuangan
negara, yaitu UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU
No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara,Sistem pengelolaan anggaran
negara di Indonesia terus berubah dan berkembang sesuai dengan
dinamika manajemen sektor publik.Pemerintah telah menerapkan
pendekatan anggaran berbasis kinerja, anggaran terpadu dan

kerangka pengeluaran jangka menengah pada tahun anggaran 2005
dan 2006. Ternyata masih banyak kendala yang dihadapi, terutama
karena belum tersedianya perangkat peraturan pelaksanaan yang
memadai, sehingga masih banyak terjadi multi tafsir dalam
implementasi di lapangan.
Layaknya pengelolaan sebuah kegiatan, selalu diawali dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan terakhir evaluasi dan
pertanggungjawaban, maka pengelolaan keuangan pun harus
melalui tahapan tersebut. Namun, pengawasan, pengendalian dan
pemeriksaan harus dilakukan pada setiap tahapan mulai dari
tahapan perencanaan sampai tahap pertanggungjawaban.
Secara umum pengelolaan keuangan daerah identik dengan alur
siklus anggaran, yang terdiri dari 4 tahapan :
a. Tahap Persiapan dan penyusunan anggaran
b. Tahap ratifikasi
c. Tahap Implementasi
d. Tahap pelaporan dan evaluasi
Pengawasan terhadap penyelenggaraan keuangan daerah dapat
dilakukan dari luar maupun dari dalam. Dari luar dilakukan oleh
DPRD dan masyarakat, sedangkan pengawasan dari dalam

dilakukan oleh inspektorat yang ada di daerah.
Adapun pengendalian, dilakukan oleh pimpinan masing-masing
unit organisasi, mulai dari menteri, gubernur, bupati, walikota dan
seterusnya. Sedangkan pemeriksaan dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).
1.2 Rumusan masalah
 apa pengertian administrasi keuangan?
 Bagaimana Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah?
 Bagaiamana Karakteristik Keuangan Daerah?
 Bagaimana Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah?
 Bagiamana Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah?
 Bagaimana Pengaturan Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah?
 Bagaimana Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah?
 bagaimanaPrinsip Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah?
1.3 Tujuan Penulisan


unutk mengetahui pengertian administrasi keuangan










untuk mengetahui Pengelolaan Keuangan Daerah
Untuk mengetahui Karakteristik Keuangan Daerah
Untuk mengetahui Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
Untuk mengetahui Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah
Untuk mengetahui Pengaturan Tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah
Untuk mengetahui Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah
Untuk mengetahui Prinsip Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian administrasi keuangan
Administrasi keuangan berarti pengelolaan yang meliputi segala kativitas yang

berkaitan dengan keuangan dan pencapaian tujuan sebuah organisasi atau
perusahaan. pada akhirnya, administrasi akan berkaitan dengan laporan
keuangan.
Secara singkat,pengertian administrasi keuangan menurut para ahli terbagi
menjadi dua:
1. pengelolaan keuangan,pengertian ini adalah pengertian administrasi
keuangan secara luas.dalam pengertian ini terkandung proses pengaturan serta
penetapan kebijakan yang berkaitan dengan pengadaan maupun pemanfaatan
keuangan sehingga tugas-tugas pokok organisasi dapat terwujud secara efektif
dan efisien.
2. tata usaha keuangan.ini adalah pengertian keuangan dalam arti sempit.
pengertian ini berarti bahwa adminstrasi keuangan berkaitan dengan prosesproses menerima, menyimpan, serta mengeluarkan uang dengan aktivitas
penatabukuan. aktivitas ini dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang sedang
berlaku.
Menurut The liang gie administrasi keuangan adalah proses pengurusan atau
penyelenggaraan peneyediaan dan penggunaan uang dalam setiap usaha
kerjasama sekelompok manusia untuk tercapainnya suatu tujuan. proses ini
tersusun dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pengganggaran(budgeting)
pembukuan (accounting) dan pemeriksaan keuangan (auditing) (1992:169)

2.2 Definisi keuangan daerah
Widjaja (2001: 147) menyatakan bahwa keuangan daerah adalah semua hak
dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Daerah
yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan
lain yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam
APBD.
Keuangan Daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal 156 ayat 1
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah adalah
seagai berikut :
"Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai
dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan
milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut".
Berdasarkan pengertian tersebut unsur pokok keuangan daerah terdiri atas:
 Hak Daerah
 Kewajiban Daerah
 Kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut.
Hak daerah dalam rangka keuangan daerah adalah segala hak yang melekat
pada daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan
dalam usaha pemerintah daerah mengisi kas daerah.
Hak daerah tersebut meliputi antara lain :
1. Hak menarik pajak daerah (UU No. 18 Tahun 1997 jo UU No. 34 Tahun
2000).
2. Hak untuk menarik retribusi/iuran daerah (UU No. 18 Tahun 1997 jo
UU No. 34 tahun 2000).
3. Hak mengadakan pinjaman (UU No. 33 tahun 2004 ).
4. Hak untuk memperoleh dana perimbangan dari pusat (UU No. 33 tahun
2004).
Kewajiban daerah juga merupakan bagian pelaksanaan tugas-tugas
Pemerintahan pusat sesuai pembukaan UUD 1945 yaitu:

1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
2. memajukan kesejahteraan umum,
3. mencerdaskan kehidupan bangsa,
4. ikut serta melaksanakan ketertiban
perdamaian abadi dan keadilan sosial.

dunia

yang berdasarkan

2.3 Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah
Devas (1989) mengemukakan bahwa tujuan utama dari pengelolaan
keuanagan daerah adalah:
1. Pertanggung jawaban. Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan tugas keuangannya pada lembaga yang sah.
2. Mampu memenuhi kewajiba.keuangan daerah harus ditata sedemikian
rupa sehinggamampu melunasi semua ikatan keuangan jangka pendek dan
jangka panjang.
3. Kejujuran. Urusan keuangan harus diserahkan pada pegawai yang jujur.
4. Hasil guna dan daya guna kegiatan daerah. Tata cara mengurus keuangan
daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk mencapai
tujuan pemerintah daerahdengan biaya yang serendah-rendahnya dan
dalam waktu secepat-cepatnya.
5. Pengendalian petugas keuangan pemerintahan daerah, dewan
perwakilanrakyat daerah dan petugas pengawas harus melakukan
pengendalian agar semua tujuan tersebut di atas tercapai mereka harus
mengusahakan agar selalu mendapat Informasi yang diperlukan untuk
memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran, dan untuk
membandingkan penerimaan dan pengeluaran dengan rencana dan sasaran.
Menurut Tjahjanulin Domai (2002) tujuan pengelolaan keuangan daerah
adalah :
1. Memanfaatkan semaksimal mungkin sumber-sumber pendapatan suatu
daerah.
2. Setiap anggaran daerah yang dibuat / disusundiusahakan perbaikanperbaikan dari anggarandaerah sebelumnya.

3. Sebagai landasan formal dari suatu kegiatanyang lebih terarah dan teratur
dan memudahkanuntuk melakukan – pengawasan.
4. Memudahkan koordinasi dari masing-masing institusi dan dapat diarahkan
sesuai dengan apayang diprioritaskan dan dituju oleh PemerintahDaerah.
5. Untuk menampung dan menganalisa sertamemudahkan dalam
pengambilan keputusan tentang alokasi pembiayaan terhadap proyekproyek atau kebutuhan lain yang diajukan olehmasing-masing institusi.
Berkaitan dengan pemyataan diatas tujuan pengelolaan keuangan daerah
merupakan salah satu faktor penting dalam mengukur secara nyata
kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi.dalam kerangka sistem
penyelenggaraan pemerintahan terlihat bahwa sistem pengelolaan keuangan
pada dasarnya merupakan subsistem dari sistem pemerintahan itu sendiri
sebagaimana sistem keuangan negara dalam pasal 23 ayat(3) UUD 1945,aspek
keuangan daerah juga merupakan subsistem yang diatur dalam undang-undang
nomor 22 tahun 1999.
Dalam pasal 80 ditetapkan bahwa perimbangan keuangan pusat dan daerah
telah diatur oleh undang-undang.dengan pengaturan tersebut harapan terdapat
keseimbangan yang lebih transparan dan akuntabel dalam pendistribusian
wewenang,pembiayaan dan penataan sistem pengelolaan keuangan yang lebih
baik dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah secara optimal sesuai
dinamika dan tuntutan masyarakat yang berkembang.
Secara khusus undang-undang nomor 25 tahun 1999 telah menerapkan
landasn yang jelas dalam penataan pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan keuangan daerah,antara lain memberikan keleluasaan dalam
penetapan produk pengaturan sebagai berikut
1. ketentuan tentang pokok-pokok keuangan daerah sesuai dengan peraturan
daerah
2. sistem dan prosedur pengelolaan Keuangan Daerah Diatur dengan Surat
Keputusan Kepala Daerah
3. kepala daerah menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada dprd
mengenai keuangan daerah dari segi efisiensi dan efektifitas keuangan
4. laporan pertanggungjawaban keuangan daerah tersebut merupakan
dokumen daerah,sehingga dapat diketahui masyarakat.

2.4 Karakteristik Keuangan Daerah
Keuangan daerah Indonesia meliputi keuangan propinsi,kabupaten,kotamadya
dan kelurahan atau desa.bagaimana keuangan daerah di Indonesia pada saat
ini mesti saja seperti halnya pada negara berkembang lainnya,sebagaimana
dikemukakan oleh Horrad R.Aldefer dalam Mulyawan (2004: 8.6) umumnya
mempunyai karakteristik antara lain:
1. sangat minimnya porsi pendapatan daerah yang dapat dimanfaatkan guna
kepentingan umum daerah
2. sebagian besar pendapatan daerah berasal dari sumbangan atau subsidi
dari pemerintahan pusat
3. konstribusi pajak daerah dan pendapatan asli daerah lainnya terhadap
penerimaan daerah total adalah sangat kecil karena hampir semua pajak
didaerah telah dijadikan pajak pusat dan dipungut oleh pemerintah pusat
4. terdapatnya kontrol yang luas oleh pemerintah pusat terhadap keuangan
daerah
2.5 Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
Prof.Drs.HAW.Widjaja (2001:150) mengemukakan asas umum pengelolaan
keuangan daerah:
1. pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib taat pada peraturan
perundangan yang berlaku,efisien,efektif,dan transparan dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan
2. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun
anggaran tertentu.1
Ketentuan ini berarti,bahwa APBD merupakan rencana pelaksanaan
desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu.Dengan demikian pemungutan
semua penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan
untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD .
1. tahun fiskal sama dengan tahun fiskal APBN
2. semua penerimaan daerah dabn pengeluaran daerah dalam rangka
desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD .APBD ,perubahan APBD
1 Nurlan darise,pengelolaan keuangan daerah (Indonesia:PT MACANAN JAYA
CEMERLANG,2006),Hlm 26-27

dan perhitungan APBD ditetapkan dengan peraturan daerah dan
merupakan dokumen daerah.
3. APBD disusun dengan pendekatan kinerja.
Anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan
alokasi biaya atau input yang ditetapkan.
1. dalam penyusunan APBD,pengangguran pengeluaran harus didukung
dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dan jumlah yang cukup.
2. jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan
yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber
pendapatan.
3. Jumlah belanja yang diselenggarakan dalam APBD merupakan batas
tertinggi untuk setiap jenis belanja
Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas
beban APBD apabila tidak tersedia atau tidakcukup tersedia anggaran untuk
membiayai pengeluaran tersebut.
1. perkiraan sisa lebih perhitungan APBD tahun lalu dicatat sebagai saldo
awal pada perubahan APBD.
2. Semua transaksi keuangan daerah baik penerimaan daerah maupun
pengeluaran daerah dilaksanakan melalui kas daerah.
3. anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya tidak tersangka
disediakan dalam bagian anggaran tersendiri
4. daerah dapat membantu dana cadangan guna membiayai kebutuhan dana
yang tidak dibebankan dalam suatu tahum anggaran.
Dana cadangan dibentuk dengan kontribusi tahunan dari penerimaan
APBD,kecuali Dana Alokasi Khusus,pinjaman daerah dan dana darurat.
2.6 Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah
Pada Era Otonomi Daerah, Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 aturan dan
ketentuan-ketentuan mengenai pengelolaan keuangan daerah yang telah
adaantara lain adalah:

1. Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
2. Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan.
3. Undang-Undang nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan
Restribusi Daerah.
4. Peraturan Pemerintah nomor 104 tahun 2000 tentang Dana Pertimbangan.
5. Peraturan Pemerintah nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggung Jawaban keuangan Daerah.
6. Peraturan Pemerintah nomor 106 tahun 2000 tentang pengelolaan Dan
Pertanggungjawaban Tugas Dekonsentrasi Tugas Pembantuan.
7. Peraturan Pemerintah nomor 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah.
8. Peraturan Pemerintah nomor 108 tahun 2000 tentang tata cara
pertanggungjawaban Kepala Daerah.
9. Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
10. Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.
11. Peraturan Daerah masing-masing daerah.
12. Keputusan Kepala Daerah tentang sistemdan prosedur pengelolaan
keuangan daerah.
2.7 Pengaturan Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Menurut Widjaja (2001:152) ketentuan tentang pokok-pokok keuangan daerah
diatur dengan peraturan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundanganundangan yang berlaku.peraturan daerah tersebut mengatur tentang
1. kerangka dan garis besar prosedur penyusunan APBD
2. kewenangan keuangan kepala daerah dan DPRD
3. prinsip-prinsip pengelolaan kas
4. prinsip-prinsipprinsip
dianggarkan

pengelolaan

pengeluaran

daerah

yang

telah

5. tata cara pengadaan barang dan jasa
6. prosedur melakukan pinjaman daerah
7. prosedur pertanggung jawaban keuangan
8. dan hal-hal lain yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah.
Menurut Widjaja (2001:153) pedoman tentang pengurusan ,pertanggungjawaban
dan pengawasan keuangan daerah serta tata cara penyusunan APBD ,pelaksanaan
tatusahaan keuangan daerah dan penyususnan perhitungan ditetapkan dengan
keputusan Mentri Dalam Negeri dan otonomi daerah
Hal-hal lain tersebut misalnya:
1. penyusunan rencan anggran multi tahunan
2. prosedur pergeseran anggaran
3. sistem penatausahaan
perhitungan APBD

keuangan

daerah

dan

proses

penyusunan

4. Prosedur penggunaan anggaran untuk pengeluaran tidak tersangka
5. Proses penunjukan pejabat pengelolaan keuangan daerah
6. Jadwal dan garis besar muatan laporan pelaksanaan APBD ke DPRD
7. Persetujuan tentang investasi keuangan daerah
8. Proses perubahan APBD
9. Proses penghapusan aset Daerah.
2.8 Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dalam pengelolaan keuangan daerah dikenal adanya dua macam pengelolaan
yaitu. Pertama: pengelolaan Umum Dalam hal ini Kepala Daerah adalah
pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan daerah. Kekuasaan ini
meliputi antara lain :


Fungsi perencanaan umum.



Fungsi pemungutan pendapatan.



Fungsi perbendaharaan umum daerah.



Fungsi penggunaan anggaran, serta



Fungsi pengawasan dan pertanggungjawaban (Dedy, Dadang 2001)

Selaku pejabat pemegang kekuasaan umum Kepala Daerah mendelegasikan
sebagian keuangan Daerah atau seluruh Kewenangannya kepada Sekretaris
Daerah atau perangkat pengelola keuangan daerah.Pengelolaan Khusus Dalam hal
ini adalah bendahara umum daerah yang berwenang untuk menerima,
menyimpan, membayar atau mengeluarkan uang dan barang serta berkewajiban
mempcrtanggungjawabkan kepada kepala daerah (Abdul Halim 2001).
Dalam keuangan daerah daerah dikenal istilah otorisator, ordonator. Kewenang
anotorisator adalah kewenangan untuk mengambil tindakan-tindakan yang
mengakibatkan adanya pengeluaran dan ataupenerimaan daerah serta wewenang
untuk menguji tagihan,memerintahkan pembayaran dan atau penagihan sebagai
akibat adanya tindakan “Otorisator”.Sedangkan kewenangan ordonator adalah
wewenang ordanansi yang menimbulkan tindak anordonansi dibidang pendapatan
daerah adalah berupa pembebanan dan tindakan pungutan terhadap wajib pajak,
wajib bayar karena adanya hak tagih oleh daerah (Tjahjanulin Domai 2002).
2.9 Prinsip Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah
Menurut Dedy dan Dadang (2001) ada beberapa prinsip yang harus dipegang
dalam pengelolaan keuangan daerah.pengelolaan keuangan daerah dilakukan
secara tertib, taat pada peraturanperundang-undangan yang beriaku, efisien,
efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan
dan kepatutan.
Sedangkan Abdul Halim (2001) mengungkapkan bahwa prinsip dalam
pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut:
1. Akuntabilita
2. Value for money
3. Kejujuran dalam pengelolaan keuangan daerah
4. Tranparansi
5. Pengendalian

6. Disiplin anggaran
7. Efisien dan efektivitas anggaran
8. Format anggaran
Sejalan dengan pemikiran tersebut di atas Tjahjanulin Domai ( 2002 ) mengatakan
ada beberapa prinsip dalam mengelola keuangan daerah yaitu :
1. Akuntabilitas : adalah kewajiban bagipengelola keuangan daerah untuk
bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat atas segala
tindakan dan kebijaksanaan yang ditetapkannya.
2. Tranparansi : yaitu dapat diketahui olehbanyakpihakmengenai pengelolaan
keuangan daerah dengan kata lain segala tindakan dan kebijakan harus
selalu dilaksanakan secara terbuka dan diketahui oleh umum.
3. Keterbukaan pemberian informasi secaraterbuka baik terhadap saran
maupun kritikdari masyarakat.
4. Aturan Hukum : pengelolaan keuangan daerah berdasarkan UndangUndang,Peraturan pemerintah, Peraturan Daerah yang telah ditetapkan.
DESENTRALISASI FISKAL
Menurut Saragih (2003:83), yang dimaksud dengan desentralisasi fiskal
adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih
tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau
tugas pemerintahan dan pelayanan publik, sesuai dengan banyaknya
kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan. Dan dalam
pelaksanaannya, prinsip money should follow function merupakan salah satu
prinsip yang harus diperhatikan dan dilaksanakan.
Desentralisasi Fiskal dalam otonomi daerah ditujukan untuk menciptakan
kemandirian daerah. Sidik (2002:1) menyatakan bahwa dalam era ini,
pemerintah daerah diharapkan mampu menggali dan mengoptimalkan potensi
(keuangan lokal), khususnya pendapatan asli daerah. Pemerintah daerah
diharapkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat
mengingat ketergantungan semacam ini akan mengurangi kreatifitas lokal
untuk mengambil kebijakan terkait dengan penerimaan lokal yang lebih
efisien.

Menurut Sidik (2002:2), ada tiga sumber daya yang harus mampu dikelola
oleh pemerintah daerah guna mencapai tujuan yang telah ditentukan, yakni
pengelolaan atas pegawai, keuangan, dan kelembagaan.
POTENSI FISKAL DAERAH
Potensi fiskal merupakan kemampuan daerah dalam menghimpun dana
melalui sumber-sumber yang sah. Potensi fiskal daerah tercermin dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah,
laba BUMD, dan lain-lain pendapatan yang sah. Salah satu wujud
desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah
yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai potensinya masing-masing
(Firmansyah, 2006:41
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menurut Undang-undang yang berlaku, bahwa keuangan Negara adalah meliputi:
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut.
Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. Dewan
Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan
Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya
dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya
dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya
disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
 Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
 Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.

Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
 Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
 Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
 Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.
 Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
 Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.
 Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
3.2. Saran-Saran
Menjaga kekayaan Negara dengan memberi masukan terhadap kondisi keuangan
Negara yang dikelola pejabat setempat.Menjalankan hak dan kewajiban dalam
bidang keuangan bagi rakyat banyak seperti hak-hak atas dana pembangunan
desa, atau untuk kepentingan sekolah.


Daftar pustaka
LANRI.

Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia.

Toko Gunung Agung.

Jakarta:

1996.

Arifin P. Soeria Atmadja, Dr., Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan
Negara, PT Gramedia, Jakarta, 1986.
Darise, Nurlan, Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta, Penerbit PT Indeks,
2006.
Halim, Abdul, Akuntansi Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta,
Penerbit Salemba Empat, 2002.
darise,nurlan,pengelolaan keuangan daerah Indonesia,PT MACANAN
JAYA CEMERLANG,2006