Makalah IPU Gangguan Kesehatan Akibat Ko

ILMU PENYAKIT UMUM
Gangguan Kesehatan Akibat
Pola Konsumsi Makanan dan Minuman
Disusun Oleh:

Nurafian Majiid P.

25010113140241

Achmad Rizki Azhari

25010113140258

Adha Triyanto

25010113140274

Ade Yuny Afriyanty

25010113130275


Dhita Ayu Fauziah

25010113130282

Berta Yurezka

25010113130283

Kristian Yudhianto

25010113140312

Lirih Setyorini

25010113140320

Kelas: D2013
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

2014

Bab I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Gaya hidup sehat adalah suatu pilihan sederhana yang sangat
tepat untuk dijalankan. Hidup dengan pola makan,aktivitas, pikiran,
kebiasaan dan lingkungan yang sehat. Sehat dalam arti kata mendasar
adalah segala hal yang kita kerjakan memberikan hasil yang baik bagi
tubuh.
Penyakit adalah proses fisik dan patofisiologis yang dapat
menyebabkan keadaan tubuh dan atau pikiran menjadi abnormal. Saat
terjadi sesuatu yang salah, tubuh cenderung mengirimkan berbagai gejala
peringatan. Tapi anehnya bukannya diperhatikan, gejala-gejala ini malah
seringkali diabaikan. Padahal sudah banyak studi yang membuktikan
bahwa akar dari berbagai masalah kesehatan sebagian besar berasal dari
pola atau kebiasaan makan yang buruk sehingga mengakibatkan seseorang
mengalami kurang dan kelebihan gizi. Namun masalah ini biasanya tidak
muncul dalam waktu singkat, tapi berangsur-angsur dari waktu ke waktu
sehingga sulit dideteksi. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan membahas

beberapa gangguan kesehatan akibat pola konsumsi makanan/minuman.
Sehingga dapat diketahui akibat-akibat yang timbul akibat pola makan dan
minum yang salah serta langkah pencegahannya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan bagaimana patofisiologi serta langkah pencegahan
dari penyakit Anisakiasis?
2. Apa definisi dan bagaimana patofisiologi, factor risiko, serta
langkah pencegahan dari penyakit kanker payudara?
3. Apa definisi dan bagaimana patofisiologi, factor risiko, gejala, serta
langkah pencegahan dari penyakit jantung koroner?
4. Apa definisi dan bagaimana patofisiologi, gejala, serta langkah
pencegahan dari diabetes melitus?

1.3. Tujuan
1. Dapat mengetahui definisi, patofisiologi , dan langkah pencegahan
dari penyakit Anisakiasis?
2. Dapat mengetahui definisi patofisiologi, factor risiko, dan langkah
pencegahan dari penyakit kanker payudara
3. Dapat mengetahui definisi patofisiologi, factor risiko, gejala, dan
langkah pencegahan dari penyakit jantung koroner

4. Dapat mengetahui definisi, patofisiologi, gejala, dan langkah
pencegahan dari diabetes melitus

Bab II
Pembahasan
2.1. Penyakit Anisakiasis Akibat Mengkonsumsi Ikan Mentah
A. Definisi
Akhir-akhir ini, konsumsi seafood dan produk makanan hasil
laut terutama ikan, makin meningkat. Jenis makanan itu mendapat
tempat dihati pencinta kuliner karena alasan tingginya kandungan
protein, rasanya yang sedap serta biasanya disajikan dalam keadaan
segar. Jepang, Spanyol dan negara-negara Skandinavia dikenal
sebagai konsumen nomor satu jenis makananmakanan produk laut.
Disisi lain, sering terjadi reaksi alergi pada orang dengan riwayat
hipersensitivitas, akibat makan seafood, terutama ikan. Alergi ikan
banyak ditemukan pada orang dewasa yang banyak mengkonsumsi
ikan/produk laut. Sekali terjadi alergi biasanya akan menetap sehingga
menghalanginya untuk mengkonsumsi produk laut dikemudian hari.
Hipersensitivitas itu biasanya terjadi pada satu jenis makanan
seafood tertentu misalnya udang. Keadaan yang mirip dengan alergi

akibat seafoodsering terjadi pada anisakiasis yang sering didiagnosis
sebagai alergi akibat makanan laut dan akhirnya menyebabkan salah
penanganan. Anisakiasis, pada manusia umumnya bersifat akut dan
terjadi akibat mengkonsumsi seafood (terutama ikan yang berasal dari
laut dalam) mentah atau dimasak kurang matang.
B. Pafisiologi Anisakiasis
Sensitisasi terhadap antigen A. Simplex merupakan masalah
medis yang banyak dilaporkan. Hal itu menjadi masalah, antara lain
berkaitan dengan dengan diagnosis yang tidak mudah karena gejala
klinisnya sering tidak khas. Pemahaman akan patogenesis larva A.
simplex akan

sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan

penanganan gejala klinis pasien.
Cacing merupakan parasit multiselular yang dapat hidup
cukup lama dalam tubuh inangnya serta dapat menginvasi alat
dalaman tertentu hingga dapat menginduksi respons imun yang

cukup kuat dan dapat menimbulkan gejala. Secara umum, infeksi

parasitik oleh cacing ditandai dengan respons immunomodulatorik
dan reaksi alergi. Agar dapat bertahan dalam tubuh inangnya, cacing
harus dapat ‘mengelabui’ sistem kekebalan inang sebagai bagian
dari sistem

pertahanannya,

sehingga

sistem kekebalan

gagal

mengenalinya sebagai ancaman bagi inang.
Caranya antara lain dengan berada dalam lokasi yang sulit
dijangkau sistem kekebalan inang, memiliki kemiripan

molekuler

dengan inang (molecular mimicry) atau dengan menekan (down

regulation) respons imun dengan mensekresi beragam molekul yang
bersifat imunomodulator. Molekul tesebut bisa memperkuat atau
sebaliknya menekan respons imun, diantaranya dengan merusak
toleransi sel T yang menyebabkan implikasi medis serius, misalnya
reaksi

autoimun, tidak adanya toleransi terhadap antigen oral,

meningkatnya kerentanan terhadap infeksi sekunder dan menurunkan
efektivitas vaksin yang diberikan.
Kemampuan memodulasi

respons

imun

tidak

hanya


tergantung pada infeksi oleh parasit hidup karena antigen yang
berasal dari parasit, apapun stadiumnya dan kondisinya (mati/hidup),
ternyata memiliki sifat imunomodulatorik

yang sama. Hal itu

menjelaskan mengapa ayam yang diberi makan pellet berbahan baku
hasil olahan ikan yang mungkin tercemar L3 A. Simplex juga sama
alergeniknya dengan makan ikan tercemar yang mentah atau tidak
dimasak matang.
Reaksi imunopatologis yang ditimbulkan anisakiasis adalah
reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan IV. Reaksi hipersensitivitas
tipe IV terutama terjadi pada subjek yang telah terpajan berulangkali
ikan yang terkontaminasi. Kebanyakan reaksi hipersensitivitas tipe III
ditimbulkan oleh larvae A. simplexyang masih hidup. Kebanyakan
infeksi parasitik kecacingan bersifat kronis, bahkan dalam keadaan
infeksi berat karena kemampuan cacing, terutama cacing usus, dalam
mengembangkan mekanisme untuk mengatasi dan mengelabui sistem

kekebalan inang untuk mempertahankan keberadaan nya dalam tubuh

inang.
Respons Protektif Umum Terhadap A. simplex
Secara alamiah, tubuh manusia normal memiliki kemampuan
mengatasi kecacingan terutama cacing usus. Pada individu normal,
infeksi cacing segera mengaktifkan antigen presenting cell (APC)
yang akan merangsang dikeluarkannya T helper O (Th0) sehingga
kemudian respons kekebalan akan berkembang ke arah Th2 yang
menghasilkan antara lain Interleukin-4 dan -5 (IL-4 dan IL-5). Respons
protektif yang dihasilkan dengan dibentuknya sitokin Th2 kemudian
menyebabkan timbulnya mastositosis, respons Immunoglobulin E
(IgE)

dan eosinofilia

yang

menjadi

ciri


khas

reaksi

alergi/hipersensitivitas dan respons imun terhadap cacing.
Di negara dengan konsumsi ikan mentah tinggi, seperti Jepang
dan Spanyol, telah dilaporkan tingginya prevalensi reaksi alergi yang
dimediasi IgE anti A. simplex sangat tinggi. Konsumsi ikan di
Jepang rata-rata mencapai 239 gram per orang perhari, sementara di
daerah BasqueSpanyol rata-rata 90 gram ikan/orang /hari dan untuk
keseluruhan Spanyol angka ratarata adalah 85 gram.
Kedua negara tersebut jauh melebihi negara manapun dalam
hal konsumsi ikan, dan ternyata sebagian besar dikonsumsi dalam
keadan mentah dan atau dimasak kurang matang. Itu sebabnya sensitasi
terhadap A. simplexsangat tinggi di kedua negara tersebut. Sensitisasi
yang dimediasi IgE anti A. simplexditimbulkan oleh antigen yang
tidak berhubungan dengan protein ikan dan juga tidak dipengaruhi
oleh cara memasak atau cara pendinginan untuk mengawetkan ikan.
Bahkan meski dengan pendinginan dan cara memasak dapat
mematikan parasit namun tidak berarti serta merta menghilangkan

kapasitas alergenik yang dimiliki antigennya. Artinya, baik dalam
keadaan hidup maupun mati, allergen yang terdapat dalam larva

atau

cacing

dewasa tetap dapat menimbulkan penyakit. Hal itu

dibuktikan dengan hasil penelitian Moneo et al.,
Pasien dengan hasil positif pada uji tusuk (skin prick test)
terhadap antigen L3 A. simplex yang telah dimasak ternyata juga
memberikan hasil yang sama seperti terhadap antigen yang berasal
dari larva hidup. Hal itu menjelaskan terjadinya sensitisasi ganda
terhadap antigen yang berbeda. Hipotesis Ventura et al., menyatakan
respons hipersensitivitas tipe cepat yang dimediasi IgE anti A.
simplexterjadi

segera

setelah

penetrasi

larva kedalam mukosa

lambung yang diikuti oleh kematian larva. Larva yang mati akan
melepaskan

materi

antigenik

yaitu

antigen somatik.

Hal

itu

menyebabkan sensitisasi dan reaksi alergi/hipersensitifitas tipe cepat
segera setelah kontak dengan ikan terinfeksi meskipun telah dimasak
matang namun tetap mengandung larva yang sudah mati.
Sensitisasi terjadi segera setelah makan ikan tercemar. Larva
yang masih hidup dapat menyebabkan sensitisasi dengan cara
mempenetrasi mukosa lambung dan melepaskan protein ekskresisekresi, protein alergenik utama yang diproduksi A. simplex.
Alergen yang mungkin berperan dalam adverse reaction
adalah alergen yang memiliki resistensi tinggi terhadap pemanasan
dan digesti oleh enzim pepsin. Selain respons imunologis terhadap
antigen daging ikan, pernah juga dilaporkan kasus dermatitis kontak
akibat kontak langsung dengan cacing/larva pada individu yang sering
berkontak dengan ikan seperti pada pekerja di perusahaan budidaya
dan pengawetan ikan laut bahkan juru masak. Dalam kasus itu, reaksi
imunologis

yang

terjadi

adalah

reaksi hipersensitivitas

yang

dimediasi sel (cell mediated hypersensitivity).
C. Pencegahan Penyakit Anisakiasis
Anisakiasis menginfeksi manusia melalui makanan ikan laut
mentah atau setengah matang, dan penggunaan ikan rucah sebagai
makanan dalam budidaya dapat memfasilitasi transfer parasit pada

spesies ikan air tawar. Bahan pangan yang sering terkontaminasi oleh
mikroba

ini

yaitu

jenis

ikan

segar

seperti

cod,

kapur

sirih dan haddock, ikan herring, monkfish, makarel, salmon dan jenis
ikan yang lain. Namun beberapa spesies juga ada yang mengandung
mikroba ini seperti cumi-cumi. Jika ikan dimakan mentah atau kurang
matang maka akan menyebabkan infeksi pada manusia sebaliknya jika
ikan dibekukkan terlebih dahulu maka larva akan cepat mati.
Karena larva dapat bermigrasi dari jeroan ikan yang terinfeksi
ke dalam otot jaringan setelah kematian, adalah penting untuk
memastikan bahwa memusnahkan ikan sesegera mungkin setelah
penangkapan untuk meminimalkan migrasi ini. Ikan yang akan dimakan
mentah atau dimasak sebentar harus dibekukan pada - 200C atau kurang,
selama setidaknya 24 jam untuk membunuh larva. Ini juga harus berlaku
pada ikan dimaksudkan untuk pengasapan dingin, fermentasi, atau
direndam sebelum dikonsumsi. Proses pengasapan panas di mana suhu
internal minimal 600C akan menghancurkan larva, seperti memasak
dengan suhu 700C selama minimal 2 menit. Namun, dimasak dan
dibekukan ikan mungkin masih menyebabkan reaksi alergi, seperti
alergen tampaknya cukup stabil terhadap panas.
Dalam undang-undang Uni Eropa langkah-langkah untuk
melindungi konsumen terhadap anaskiasis yang terkandung dalam
direktif (91/493/EEC) pada langkah-langkah sanitasi untuk produksi
dan penjualan makanan laut. Undang-undang ini membutuhkan
pemeriksaan ikan untuk parasit, dan penghapusan ikan jelas terinfeksi
dari penjualan. Ikan untuk dimakan mentah harus dibekukan pada -200C
atau kurang, selama paling sedikit 24 jam, seperti spesies-spesies
tertentu harus ditujukan untuk pengasapan dingin, pengasinan atau
penggaraman.

Di

Amerika

Serikat,

Kode

Makanan

FDA

merekomendasikan pembekuan cepat diikuti oleh penyimpanan pada 200C atau kurang, selama setidaknya 24 jam untuk ikan yang
dikonsumsi tanpa dimasak.

2.2. Penyakit Kanker Payudara Akibat Mengkonsumsi Makanan Bersifat
Karsinogen
A. Definisi
Kanker

adalah suatu penyakit

yang disebabkan oleh

pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal. Sel-sel kanker
akan berkembang dengan cepat, tidak terkendali, dan terus membelah
diri, selanjutnya menyusup ke jaringan di sekitarnya (invasive) dan
terus menyebar melalui jaringan ikat, darah, dan menyerang organorgan penting serta saraf tulang belakang. Dalam keadaan normal, sel
hanya akan membelah diri jika ada penggantian sel-sel yang telah mati
dan rusak. Sebaliknya, sel kanker akan membelah terus meskipun
tubuh tidak memerlukannya, sehingga akan terjadi penumpukan sel
baru. Penumpukan sel tersebut mendesak dan merusak jaringan
normal, sehingga mengganggu organ yang ditempatinya (Mangan,
2009).
Kanker adalah suatu jenis penyakit berupa pertumbuhan
jaringan yang tidak terkendali kerena hilangnya mekanisme kontrol sel
sehingga pertumbuhan menjadi tidak normal. Penyakit ini dapat
menyerang semua bagian organ tubuh. Baik pada orang dewasa
maupun anak-anak. Akan tetapi, lebih sering menyerang orang yang
berusia 40 tahun (Uripi, 2002). Faktor risiko kanker kolorektal lebih
sering terdapat

pada gaya

hidup

masyarakat

di perkotaan,

diantaranya ialah gaya hidup masyarakat, obesitas, diet tinggi
lemak,

konsumsi daging

merah,

konsumsi

makanan

olahan,

kurangnya konsumsi buah dan sayur, konsumsi alkohol, merokok dan
kurangnya olahraga secara teratur dan terukur. Beberapa penelitian
bahkan memaparkan bahwa kurangnya konsumsi buah dan sayuran
merupakan faktor risiko utama dari kanker kolorektal (Manggarsari,
2013).
Kanker terjadi akibat ketidak normalan yang terjadi waktu
proses pembelahan dan pembaharuan sel yang berjalan diluar control.
kontrol terhadap pembelahan sel hilang, sehingga membentuk benjolan

yang disebut tumor. Pada waktu sel yang abnormal tumbuh, pembuluh
darah memberi gizi pada tumor untuk menunjang pertumbuhannya.
Pada akhirnya tumor menyerang pada bagian yang sehat dan menyebar
yang disebut tumor ganas atau kanker. (Tuti Soenardi, 2005)
Faktor makanan yang menjadi inisiator atau awal mulanya
berkambang kanker misalnya, makanan yang di asap, makanan yang di
asinkan yang menghasilkan nitrosamine yang karsinogenik yang
menyebabkan kanker lambung. Selain sebagai inisiator, terdapat
makanan yang sebagai promotor yaitu makanan yang mempercepat
perkembangan kanker misalnya konsumsi lemak yang berlebihan dan
alcohol.
Eden Tareke dkk., peneliti dari jurusan kimia lingkungan
Universitas Stockholm, Swedia, memaparkan hasil penelitiannya
bertajuk Analysis of Acrylamide, a Carsinogen Formed in Heated
Foodstuffs yang dimuat di majalah ilmiah Agricultural and Food
Chemistry edisi Juli 2002. Masyarakat dunia pun gempar dibuatnya.
Hasil penelitian yang didanai Dewan Riset Swedia untuk Lingkungan
dan Ilmu Pertanian ini menunjukkan bahwa makanan yang kaya
karbohidrat, seperti kentang yang mengalami penggorengan, dapat
merangsang pembentukan senyawa karsinogenik (pemicu kanker)
bernama akrilamida. Peneliti dari Swedia itu menjelaskan bahwa
hadirnya senyawa akrilamida pada makanan gorengan di picu oleh
proses penggorengan itu sendiri. Penggorengan dengan suhu yang
relatif tinggi, sekitar 190 derajat Celcius (seperti lazimnya suhu
penggorengan

dalam

minyak),

dapat

menyebabkan

senyawa

karbohidrat pada kentang terurai atau terlepas. Menurut penelitian itu,
sebagian karbohidrat yang terlepas kemudian ditangkap atau bereaksi
dengan asam amino, senyawa penyusun protein, hingga terbentuklah
akrilamida.Mekanisme ini secara umum biasa terjadi pada proses
memasak. Sebab, asam amino dan gula dapat bereaksi lewat apa yang
dikenal dalam bahasa kimia pangan sebagai reaksi Maillard

B. Patofisiologi
Keberadaan sel kanker pada seseorang tidak hanya berasal
dari efek karsinogen seseorang, baik yang didapat dari luar ataupun
dari dalam tubuh manusia itu sendiri. Kanker kolorektal khususnya,
memiliki hubungan terhadap kondisi feses dari individu, serta
riwayat penyakit yang diderita, dimana kondisi tersebut merupakan
dampak dari faktor risiko yang ada pada individu seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Kanker pada kolon dan rektum dapat diawali
dengan adanya riwayat polip pada individu. Polip merupakan massa
dari jaringan yang menonjol pada lumen usus. Polip yang tidak
diatasi atau dilakukan intervensi, dapat berubah menjadi maligna. Polip
yang telah berubah menjadi ganas tersebut akan menyerang dan
menghancurkan sel yang normal dan meluas di jaringan sekitarnya
(Manggarsari, 2013).
Manusia pada dasarnya memiliki zat karsinogen atau zat
pemicu kanker pada tubuh. Efek karsinogen akan semakin meningkat
apabila mendapat penyebab kanker dari luar. Zat karsinogen juga
berpotensi untuk menyebabkan proliferasi sel kanker. Kurangnya
asupan antioksidan dengan minimnya konsumsi buah dan sayuran
yang mengandung antioksidan (seperti vitamin E, vitamin C, dan beta
karoten)

dapat

mengurangi

perlindungan

sel

terhadap

efek

karsinogen. Buah dan sayuran yang segar memiliki enzim aktif
yang dapat memelihara dan meningkatkan pertumbuhan sel yang sehat
(Manggarsari, 2013).
Kondisi feses yang kurang baik juga dapat memicu
terjadinya kanker kolon. Aktivitas atau olahraga yang kurang teratur
dan terukur dapat mengakibatkan feses menjadi lebih lama berada
di kolon atau rektum, terlebih jika individu melakukan diet rendah
serat. Kondisi ini dapat mengakibatkan toksin yang terdapat dalam
feses

mencetuskan pertumbuhan

mengandung banyak

lemak

juga

sel
dapat

kanker.
memicu

Feses
sel

yang
kanker.

Tingginya lemak dalam feses diakibatkan oleh konsumsi tinggi

lemak seperti daging. Feses yang mengandung banyak lemak dapat
mengubah flora dalam feses menjadi bakteri Clostrida & Bakteriodes
yang mempunyai enzim 7-alfa dehidrosilase yang mencerna asam
menjadi

asam

Deoxycholi

dan Lithocholic (yang bersifat

karsinogenik) meningkat dalam feses (Manggarsari, 2013).
Massa kanker yang terdapat pada kolon ataupun rektum
akan menyebabkan

adanya

sumbatan

atau

obstruksi,

yang

mengakibatkan evakuasi feses yang terhambat atau tidak lengkap
setelah defekasi. Akibat lebih lanjutnya ialah konstipasi, distensi
atau nyeri abdomen, hingga feses berdarah. Apabila massa kanker
ini

tidak

dideteksi

sejak dini

dan

dibiarkan,

maka

besar

kemungkinan sel kanker akanmelakukan metastasis. Metastasis pada
sel kanker kolorektal terdiri dari penyebaran langsung, penyebaran
limfogen, dan hematogen (Manggarsari, 2013).

C. Faktor Risiko Kanker Payudara
Kanker Payudara dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko, antara lain :
1.

Diet yang tidak sehat/tidak seimbang
Pola makan yang tidak seimbang yang menyebabkan risiko
munculnya penyakit kanker antara lain kebiasaan makanan cepat
saji (fast food).

2.

Konsumsi alkohol

3.

Usia

4.

Genetik

5.

Hormon Estrogen

6.

Rendahnya aktifitas fisik
Aktifitas fisik yang ideal adalah 30-45 menit/hari.

7.

Kebiasaan merokok

8.

Obesitas
Faktor Obesitas menyebabkan 30% risiko terjadinya kanker.
Asupan energi yang berlebihan pada obesitas menstimulasi
produksi hormon estrogen, terutama setelah menopause. Terdapat

hubungan yang bermakna antara terjadinya kanker payudara
dengan berat badan yang berlebih, diet yang tidak seimbang serta
kurangnya aktifitas. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasae
Indonesia (RISKESDAS) tahun 2007, kejadian kanker payudara
pada obesitas dengan usia > 15 tahun sebanyak 10,3 %, overweight
pada wanita 6-14 tahun sebanyak 6,4 %, dan laki-laki 6-14 tahun
sebanyak 9,5 %. Sedangkan berdasarkan Data WHO, kejadian
obesitas usia 5-17 tahun sebanyak 10 %.

D. Pencegahan Kanker Payudara
1.

Menyusui >2 th, ASI ekslusif sampai dengan 6 bulan.

2.

Menjaga Indek Masa Tubuh (IMT) pada umumnya berkisar 20-25
kg/m2, cara menghitung IMT = BB/(TB²) dalam meter. World
Cancer Research Found tahun 2007 menganjurkan IMT 21-23
kg/m2.

3.

Menghindari alcohol.

4.

Membuat aktifitas fisik menjadi kegiatan sehari-hari, seperti
berjalan di sekitar rumah atau tempat kerja selama 30-45 menit
sehari. Olah raga teratur dapat menurunkan produksi hormone
estrogen pemicu kanker.

5.

Mengurangi kegiatan nonton TV, computer, game, dan internet
yang berlebihan.

6.

Membiasakan diri mengkonsumsi makanan seimbang (Healthy
Diet), yaitu:

a)

mengurangi makan padat kalori, seperti cake, biskuit, soft drink,
makanan cepat saji, karena cepat menaikan berat badan

b)

mengkonsumsi produk nabati,seperti kacang-kacangan

c)

mengkonsumsi daging merah 3-4 X/minggu

d)

mengkonsumsi minimal sayur dan buah sebanyak 5 porsi/hari (Go
Green)

e)

konsumsi sumber lemak hewani dikurangi

f)

mengkonsumsi bahan makanan sumbe kalsium dan vitamin D
dalam jumlah cukup

g)

dianjurkan untuk menggunakan bumbu bawang putih dan kunyit

h)

dianjurkan mencukupi zat gizi dari natural food, tubuh tidak
memerlukan suplement bila makanan seimbang dan dikonsumsi
sesuai kebutuhan
Faktor makanan dapat juga bersifat antipromotor. Penelitian

epidemiologi mengemukakan hubungan antara mengkonsumsi buahbuahan dengan sayur-sayuran dengan rendahnya kejadian kanker.
Buah-buahan dan sayuran diketahui banyak mengandung serat, zat
antioksidan misalnya beta karoten,vitamin C dan E serta phytokimia.
Bila banyak mengkonsumsi banyak serat, maka waktu lewatnya sisa
makanan keluar lewat kolon lebih cepat, sehingga mengurangi
kemungkinan kontak antara zat karsinogen dengan kolon.
Antionsidan (beta karoten,vitamin C dan E), dapat melindungi
kerusakan sel dan jaringan akibat radikal bebas, sehingga mengurangi
risiko

kanker.

Sedangkan phytokimia pada

umumnya dapat

mengaktifkan enzim yang mampu menghancurkan karsinogen.
Lalu prinsip makanan sehat untuk mencegah kanker adalah
dengan menghindari atau menurunkan sekecil mungkin konsumsi
bahan-bahan yang bersifat karsinogenik dan mengkonsumsi sebanyak
mungkin makanan yang bersifat antikarsinogenik serta menerapkan
mengkonsumsi makanan yang seimbang. (Vera Uripi. 2005)

2.3. Penyakit Jantung Koroner (PJK) Akibat Mengkonsumsi Junk Food
Berlebih
A. Definisi
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu kelainan yang
disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri
yang mengalirkan darah ke otot jantung. Karena sumbatan ini, terjadi
ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan oksigen
jantung

otot

yang dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah yang

terkena sehingga fungsinya terganggu (Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan, 1993).
Aterosklerosis adalah suatu kondisi berupa pengumpulan lemak
(lipid) di sepanjang dinding arteri. Aterosklerosis dimulai pada masa
kanak-kanak dengan akumulasi lipid yang terlokalisasi dalam intima
arteri yang disebut fatty streak (garis-garis lemak) (Candra, 2014).
Sampai dengan usia paruh baya, beberapa fatty streak ini berkembang
menjadi plak aterosklerotik, lesi lokal dimana dinding arteri jelas
abnormal (Candra, 2014).
Salah satu kesalahan pola makan adalah lebih suka
mengkonsumsi junk food. Secara harfiah, junk food berarti makanan
sampah atau makanan rongsokan karena tidak mengandung gizi yang
memadai bagi tubuh, bahkan bisa menimbulkan penyakit (Republika,
2011).
Biasanya, yang menjadi sasaran junk food adalah fast food
(makanan cepat saji). Namun, banyak ahli gizi yang menyatakan bahwa
tidak semua fast food itu termasuk junk food. Sebab, diantara makanan
cepat saji ada yang masih mengandung gizi. Adapun yang paling
penting

adalah

pengaturan

frekuensi

makan

agar

tidak

mengkonsumsinya secara berlebihan. Junk food jika menimbulkan
berbagai problem penyakit terutama penyakit jantung koroner lantaran
mengandung lemak tinggi dan dikonsumsi secara berlebihan
(Republika, 2011).

B. Patofisiologi
Aterosklerosis terjadi pada arteri termasuk aorta dan arteri
koronaria, femoralis, iliaka, karotis intera, dan serebral (Sri, 2011).
Penyempitan yang diakibatkan oleh aterosklerosis pada arteri koronaria
dapat bersifat fokal dan cenderung terjadi pada percabangan arteria,
penyempitan tidak mengganggu aliran darah kecuali bila telah melebihi
70% dari lumen arteria (Sri, 2011).

Aliran darah miokardium berasal dari dua arteri koronaria yang
berasal dari aorta, biasanya arteri koronaria kanan memperdarahi
sebagian besar ventrikel kanan, dan arteri koronaria kiri sebagian besar
memperdarahi ventrikel kiri (Sri, 2011). Saat aktivitas fisik atau stres,
kebutuhan oksigen pada mikardium akan meningkat. Untuk memenuhi
kebutuhannya maka perfusi dari arteri koronaria dapat ditingkatkan
sampai 5 kali dari pefusi saat istirahat keadaan ini disebut coronary
reserve. Karakteristik dari penyakit jantung koroner adalah penurunan
dari coronary reserve dengan penyebab utama penyempitan arteri
coronaria akibat aterosklerosis (Sri, 2011).
Terdapat berbagai hipotesis tentang patogenesis terjadinya
aterosklerosis antara lain teori infiltrasi lemak, kerusakan endotel,
monoclonal, serta clonal senescence (Sri, 2011). (1) Menurut teori
infiltrasi lemak, sebagai akibat kadarlow-density lipoprotein (LDL)
yang tinggi didalam plasma maka terjadi peningkatan pengangkutan
lipoprotein plasma melalui endotel. Peninggian kadar lemak pada
dinding pembuluh darah akan menyebabkan kemampuan sel untuk
mengambil

lemak

melewati

ambang

batas

sehingga

terjadi

penimbunan. (2) teori trauma endotel terjadi akibat berbagai faktor
termasuk hiperlipidemia, hipertensi, disfunsi hormonal, dll. (3) Teori
monoclonal menyatakan tiap lesi aterosklerosis berasal dari sel otot
polos tunggal yang bertindak sebagai sumber untuk proliferasi sel lain.
(4) Teori clonal senescence didasarkan pada hubungan antara
pertambahan umur dan berkurangnya aktivitas replikatif sel pada
biakan.
Abnormalitas yang paling dini terjadi pada aterosklerosis
adalah fatty streak yaitu akumulasi dari lemak yang berisi makrofag
pada tunika intima (Sri, 2011). Lesi ini datar dan tidak merusak lumen
dari arteri. Perjalanan penyakit dari lesi ini sesuai dengan
meningkatnya penebalan dari plak. Hal ini disebabkan akumulasi yang
berkelanjutan dari lipid dan proliferasi dari makrofag dan sel otot polos
(Sri, 2011). Pada lesi ini smooth muscle type cells membentuk fibrous

cap diatas deposisi dari jaringan nekrotik, kristal kolesterol, dan pada
akhirnya kalsifikasi pada dinding arteri. Lesi yang menebal ini yang
menyebabkan infark miokardium akibat peningkatan ukuran dan
obstruksi dari lumen arteri atau akibat ruptur, yang menyebabkan
pelepasan substansi thrombogenik dari daerah nekrotik (Sri, 2011).
Dari beberapa penelitian menunjukkan plak fibrosis pada otot polos
cenderung berkembang pada daerah dimana fatty streaks terbentuk saat
kanak-kanak. Plak secara umum cenderung berkembang pada arteri
koroner terlebih dahulu sebelum timbul pada arteri serebral (Sri, 2011).

C. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner
Kondisi-kondisi medis tertentu (misalnya, diabetes), gangguan
medis, kebiasaan pribadi (misalnya merokok), dan obat-obatan atau
kimia diketahui dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner,
terutama serangan jantung (Fauzi, 2010). Faktor-faktor semacam itu,
yang menjadi landasan untuk masalah jantung, disebut faktor risiko
koroner.
Beberapa faktor risiko seperti usia dan gender pria juga
merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner. Riwayat
keluarga yang menderita serangan jantung (faktor genetik atau
keturunan) adalah faktor risiko sangat kuat, tetapi itu dapat dibatasi
pada tingkat tertentu. Sebagai contoh, obesitas (kelebihan berat badan),
tekanan darah tinggi, hiperlipidemia (peningkatan kolesterol atau
trigliserida, atau duanya, di dalam darah), dan asap rokok yang sering
ada dalam keluarga yang sama, namun gaya hidup dan kebiasaan
makan tertentu sering mempengaruhi faktor-faktor ini dan dapat
mempengaruhi riwayat serangan jantung pada sebuah keluarga (Fauzi,
2010).
Banyak individu terbukti memiliki faktor multi risiko.
Umumnya, orang-orang yang memiliki kelebihan berat badan
cenderung memiliki tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan

diabetes, serta semua yang bisa diperburuk oleh gaya hidup sedentair
(banyak duduk).
Faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner dapat dirangkum sebagai
mayor dan minor. Faktor-faktor risiko mayor mencakup (Fauzi, 2010):


faktor genetik (keturunan), misalnya riwayat keluarga dengan
penyakit arteri koroner prematur;



usia dan jenis kelamin, misalnya pria berusia 45 tahun ke atas, dan
wanita berusia 55 tahun ke atas; atau wanita dengan menopause
prematur.

Faktor-faktor risiko juga mencakup (Fauzi, 2010):


tekanan darah tinggi (140/90 mm Hg atau lebih tinggi) ;



peningkatan lipid darah (misal, kolesterol atau trigliserida atau
keduanya);



diabetes melitus (dijelaskan lebih rinci pada Pertanyaan 28);



merokok



obesitas



gaya hidup sedentair (secara fisik tidak aktif); dan



stres emosional
Stres emosional merupakan faktor risiko utama sehingga Anda

mungkin menganggapnya kurang penting karena tidak terlihat sebagai
proses fisik. Akan tetapi stres semacam itu sering menaikkan tekanan
darah, dan bisa menyebabkan makan berlebih atau merokok karena
tekanan syaraf. Kemarahan juga tidak selalu menunjukkan tanda-tanda
atau efek fisik. Namun orang muda yang marah rentan terhadap
penyakit arteri koroner prematur, terutama serangan jantung.
Satu jenis faktor risiko minor adalah penggunaan alkohol
berlebihan. Minum alkohol berlebihan dapat menaikkan tekanan darah
dan kadar trigliserida dalam darah, dan penggunaan alkohol berlebih
memicu terjadinya berbagai irama jantung yang abnormal. Meskipun
demikian, beberapa laporan medis menyatakan bahwa konsumsi
jumlah alkohol sedang (misalnya satu atau dua gelas anggur) dikatakan
dapat menjadi pelindung terhadap serangan jantung. Fakta terkenal

lainnya adalah bahwa minum sejumlah besar alkohol sering
menyebabkan kerusakan otot jantung.
Faktor risiko minor lainnya adalah kepribadian tipe A. Istilah
kepribadian tipe A menggambarkan suatu pribadi yang memiliki ciri
agresif, ambisius, dan kompetitif. Orang-orang semacam itu
tampaknya lebih sering mendapat serangan jantung, tetapi teori Ini
agak kontroversial.
Homocysteine adalah faktor risiko minor lainnya. Kadar
homocysteine asam amino yang tingginya abnormal dalam darah
dianggap menciptakan tingginya risiko penyakit arteri koroner dan
stroke. Homocysteine dapat merusak saluran arteri dan berkontribusi
pada penggumpalan darah. Level homocysteine berlebihan dilaporkan
terjadi karena kekurangan vitamin B6, B12, dan asam folat, maka
mungkin bermanfaat untuk memastikan bahwa Anda mendapat cukup
vitamin ini untuk mencegah tingginya kadar homocysteine.
Depresi memiliki efek biologis yang merugikan terhadap sistem
kekebalan (imun), penggumpalan darah, tekanan darah, pembuluh
darah, dan irama jantung. Faktor ini bahkan dapat melumpuhkan
keinginan pasien untuk memakan obat-obat jantung. Depresi dapat
mengakibatkan alkoholisme yang kronis.
Bahkan karakteristik fisik dapat berkontribusi sebagai faktor
minor terhadap serangan jantung. Beberapa periset mengasosiasikan
pria botak, berbulu di lubang telinga, dan cuping telinga berkerut pada
orang kulit putih mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit arteri
koroner.
Namun faktor risiko lain tampak dalam penggunaan zat besi.
Diet dengan kandungan zat besi tinggi bisa berkontribusi pada proses
aterosklerosis. Sama halnya, C-reactive protein (CRP) baru saja
mendapat perhatian khusus karena CRP tampaknya menjadi salah satu
faktor risiko koroner yang penting.
Penyakit aterosklerotik vaskular, seperti serangan jantung,
dianggap sebagai proses radang pembuluh darah (termasuk arteri

koroner). Pengukuran tingkat CRP di dalam darah perlu dilakukan pada
saat tidak ditemukannya proses radang apa pun, khususnya pilek atau
flu. Sayangnya, saat ini, tidak ada terapi langsung yang tersedia untuk
mengatasi kadar CRP yang tinggi dalam darah.
Beberapa studi mengemukakan bahwa faktor minor – penyebab
infeksi (misalnya, mikrorganisme tertentu dan beberapa virus, seperti
Helicobater pylori, bakteri yang menyebabkan bisul perut, dan dapat
berkontribusi pada risiko virus herpes) – dapat berkontribusi pada
resiko

penyakit

jantung.

Akan tetapi,

bakteri sendiri tidak

menyebabkan penyakit arteri koroner.

D. Gejala Penyakit Jantung Koroner
Seringkali gejala pertama dari penyakit jantung koroner adalah
kematian mendadak (sudden death) (35-40% kasus). Gejala lainnya
(60%) adalah sakit di dada seperti ditekan-tekan, rasa sakitnya menjalar
ke lengan kiri dan leher seperti tercekik. Untuk beberapa orang,
gejalanya mirip masuk angin yaitu sakit di ulu hati, kadang-kadang
diiringi kembung, tetapi disertai dengan denyut nadi yang lemah, cepat
dan banyak keringat (Klinik Sehati, 2013).
Masa emas (golden period)-nya adalah pada dua jam pertama
setelah serangan pertama. Jika lewat dua jam, komplikasinya sudah
berat (Klinik Sehati, 2013). Jadi, bila Anda tiba-tiba merasakan sakit
ulu hati yang berat disertai keringan dingin, denyut nadi lemah, dan
cepat, banyak keluar keringat, itu bukan masuk angin. Segeralah
periksakan diri anda ke dokter (Klinik Sehati, 2013).
Gejala Jantung Koroner pada kaum laki sedikit beda dari yang
terjadi pada kaum wanita. Ini ungkapan dari beberapa ahli. Pada wanita
biasanya Gejala Jantung koroner berupa sesak napas. Bila mengeluh
sakit, serangannya lebih ke arah perut atau punggung bawah, dan
biasanya disertai mual. Rasa sakit di dada tak hanya di sebelah kiri, bisa
juga di kanan. Diagnosis Penyakit Jantung Koroner melalui gejalagejala itu adakalanya sulit dilakukan, karena sering mirip dengan

beberapa penyakit lain seperti maopause pada wanita seperti sakit
punggung, berdebar-debar, berkeringat dingin, dan sebagainya (Klinik
Sehati, 2013).
Nyeri dada kiri (angina pektoris) merupakan ciri khas Gejala
Penyakit Jantung Koroner. Dan juga dada serasa tertekan diikuti sesak
napas. Kadang terasa ada tekanan di bahu atau leher seperti tercekik,
dan nyeri di lengan kiri sampai jari-jari. Dalam beberapa kasus sakitnya
malah terasa di rahang. Semua keluhan / gejala Jantung Koroner terjadi
akibat penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah jantung.
Penyumbatan dalam satu arteri koroner atau lebih dapat menimbulkan
serangan jantung secara tiba-tiba (Klinik Sehati, 2013). Penyebabnya
karena jantung meminta oksigen melebihi yang tersedia sehingga
memicu serangan jantung.
Gejala jantung Koroner yang lain, Jika sistem kerja dari jantung
rusak, irama normal jantung dapat menjadi kacau dan jantung mulai
bergetar dengan tidak berarturan. Irama detak jantung tidak normal ini
disebut sebagai aritmia yaitu penyimpangan dari irama jantung normal
(Klinik Sehati, 2013). Hal ini akan menyebabkan jantung kehilangan
kesanggupannya untuk memompa darah dengan efektif ke otak. Dalam
waktu sepuluh menit, otak mati dan si pasien pun kemungkinan tidak
tertolong lagi (Klinik Sehati, 2013).
Selama beberapa bulan sebelum serangan jantung biasanya
penderita penyakit jantung koroner sering merasa sangat lelah tanpa
alasan. Lalu gejala lain yaitu merasa tertekan di tengah dada selama 30
detik sampai 5 menit (Klinik Sehati, 2013). Hal lainnya adalah keringat
dingin, berdebar-debar, pusing, dan merasa mau pingsan. Gejala ini
tidak selalu dirasakan penderitanya. Tanda peringatan lain adalah napas
tersengal-sengal pada saat berolahraga (Klinik Sehati, 2013).

E. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner
Upaya pencegahan terhadap penyakit jantung coroner (PJK) dapat
meliputi 4 tingkat upaya (M. N. Bustan, 2007), yaitu :

1.

Pencegahan primordial, yaitu upaya pencegahan munculnya factor
predisposisi terhadap PJK dalam suatu wilayah dimana belum tampak
adanya factor risiko PJK.

2.

Pencegahan primer, yaitu upaya awal pencegahan PJK sebelum
seseorang menderita. Dilakukan dengan pendekatan komuniti berupa
penyuluhan factor-faktor risiko PJK terutama pada kelompok risiko
tinggi. Pencegahan primer ditujukan kepada pencegahan terhadap
berkembangnya proses atherosclerosis secara dini. Dengan demikian,
sasarannya adalah kelompok usia muda.

3.

Pencegahan sekunder, yaitu upaya mencegah keadaan PJKyang sudah
pernah terjadi untuk berulang atau menjadi lebih berat. Diperlukan
perubahan pola hidup ( terhadap factor-fakror risiko yang dapt
dikendalikan/factor minor) dan kepatuhan berobat bagi mereka yang
sudah menderita PJK. Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan untuk
mempertahankan nilai prognostic yang lebih baik dan menurunkan
tingkat mortalitas.

4.

Pencegahan tersier, yaitu upaya mencegah terjadi komplikasi yang
lebih berat atau kematian terhadap penderita PJK.

2.4. Penyakit Diabetes Akibat Konsumsi Minuman Bersoda (Soft Drink)
Berlebih
A. Pengertian
Banyak orang, terutama anak-anak dan remaja suka minum
bersoda atau minuman ringan yang berkarbonasi (carbonated soft
drinks). Coca Cola, Pepsi Cola, Fanta, and Sprite adalah minuman yang
sangat populer. Minuman bersoda tidak mengenal batasan umur baik
orang dewasa maupun anak-anak sangat gemar dengan minuman ini.
Bahkan sebagian orang lebih memilih minuman-minuman bersoda ini
ketimbang minuman teh atau susu yang mana sangat bermanfaat bagi
tubuh. Mengkonsumsi minuman bersoda setiap hari dapat berdampak
bagi kesehatan tubuh.

Soft drink ialah minuman berkarbonasi yang diberi tambahan
berupa bahan perasa dan pemanis seperti gula. Soft drink terdiri dari
(Australian Beverages Council, 2004) :



Sugar-sweetened soft drink merupakan soft drink dengan zat
pemanis yang berasal dari gula



Non-sugar soft drink merupakan soft drink dengan zat pemanis
yang berasal dari pemanis buatan
Air soda memiliki rumus kimia H2CO3. Untuk membuat air

soda,

komponen

yang

paling

penting

adalah air

dan gas

karbondioksida. Air soda memang dibuat dengan melarutkan gas
karbondioksida (CO2) ke dalam air.
Menurut International Journal of Clinical Practice, ada
beberapa efek yang berbahaya bagi tubuh jika sudah kecanduan soda.
Berikut adalah beberapa alasan untuk berhenti minum soda:
1. Soda tidak memiliki nilai gizi lain selain kalori dan kadar gula
yang tinggi. Sehingga penggemar soda paling rentan mengalami
kenaikan berat badan dan cenderung menjadi gemuk. Sebagian
besar minuman ringan mengandung 250 kalori per 600 ml. Tidak
ada konten nutrisi atau mineral di dalamnya, tetapi hanya gula dan
kafein.
2. Soda adalah diuretik yang meningkatkan produksi urin. Sifat
diuretik ini membuat cairan di dalam tubuh banyak keluar melalui
urin, jika tidak diimbangi dengan minum air putih dapat
menyebabkan hilangnya cairan tubuh atau dehidrasi.
3. Kandungan asam fosfat dalam soda yang menyebabkan sensasi
kesegaran ternyata dapat mengurangi kepadatan tulang. Jika
minuman ringan ini dikonsumsi terus menerus, maka tulang akan
menjadi lebih rentan dan membentuk lubang seperti pori-pori.
Mengalami penurunan kepadatan tulang akan memicu risiko
radang sendi dan osteoporosis.
4. Kandungan asam dari soda dapat merusak gigi. Minuman
bersoda dapat merusak gigi karena mengandung kadar gula tinggi.

Komponen asam dari soda memiliki efek merusak pada email gigi
dan membuat gigi lebih rentan terhadap kerusakan.
5. Minum minuman bersoda dalam jangka panjang dapat
menyebabkan erosi pada lapisan perut yang dapat memicu
masalah pencernaan seperti perut mulas, kembung gas dan lainnya.
6. Kandungan natrium pada soda tidak baik untuk kesehatan
jantung. Bukti dari penelitian ini menunjukkan bahwa minum soda
terlalu banyak dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal dan
jantung juga.
7. Mengonsumsi minuman soda terus menerus juga dapat
menyebabkan risiko kesehatan lainnya seperti diabetes tipe 2
karena kadar gula tinggi, memberikan efek kafein yang
dikandungnya, seperti insomnia, tekanan darah tinggi dan denyut
jantung tidak teratur.
Kandungan yang terdapat dalam soft drink menurut Australian
Beverages Council (2004), meliputi antara lain:
1. Carbonated water (air soda)
Air soda (kandungan utama) terdapat sekitar 86%. Air soda
berperan sebagai salah satu sumber air pada tubuh manusia. Di
dalam air soda, terdapat kandungan gas berupa karbon dioksida
(CO2).
2. Bahan pemanis
Rasa manis yang terdapat dalam soft drink dapat berasal
dari sukrosa atau pemanis buatan. Sukrosa merupakan perpaduan
antara fruktosa dan glukosa yang termasuk dalam karbohidrat.
Jumlah sukrosa yang terdapat dalam soft drink sekitar 10%.
Pemanis buatan yang sering dipakai dalam soft drink ialah
aspartam. Aspartam dibentuk dari perpaduan asam aspartat dengan
fenilalanin dan bersifat 200 kali lebih manis dari gula sehingga
hanya sedikit jumlah aspartam yang terkandung dalam soft drink.

3. Bahan perasa
Bahan perasa terdiri dari bahan perasa alami dan bahan
perasa buatan. Bahan perasa alami berasal dari buah-buahan,
sayuran, kacang, daun, tanaman herbal, dan bahan alami lainnya.
Bahan perasa buatan digunakan agar soft drink memberi rasa yang
lebih baik.
4. Asam
Asam berperan dalam menambah kesegaran dan kualitas
pada soft drink. Asam yang dipergunakan yaitu asam sitrat dan
asam fosfor.
5. Kafein
Kafein

berperan

dalam

meningkatkan

rasa

yang

terkandung dalam soft drink. Kafein yang terkandung dalam soft
drink berjumlah ¼ sampai ⅓ dari jumlah kafein yang terkandung
dalam kopi.
6. Pewarna
Pewarna bersamaan dengan gas CO2 merupakan bagian
dari karakteristik soft drink. Pewarna terdiri dari pewarna alami dan
pewarna buatan yang dapat digunakan.
Diabetes ialah suatu sindrom kronik terjadinya gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein akibat ketidakcukupan
sekresi insulin atau resistensi insulin pada jaringan yang dituju
(Dorland, 2002).
Dalam suatu studi yang melibatkan 91249 wanita dan
dilakukan selama delapan tahun, terjadi peningkatan dua kali lipat
penyakit diabetes pada mereka yang mengonsumsi satu atau lebih soft
drink per hari dibandingkan dengan yang mengonsumsi kurang dari
satu soft drink per bulan (Vartanian et al, 2007).

Diabetes juga merupakan salah satu penyakit yang bisa
memicu penyakit yang lain, misalnya stroke dan kerusakan jantung
koroner. Jika banyak mengkonsumsi minuman bersoda, selain
berpotensi menyebabkan diabetes, stroke dan kerusakan jantung
koroner juga bisa terjadi.
B. Patofisiologi
Sering meminum minuman bersoda dapat memicu hadirnya
penyakit diabetes mellitus karena zat pemanis buatan yang terdapat
pada soda tidak mampu dimetabolisme oleh insulin menjadi glikogen
sehingga bisa mamacu peningkatan gula darah dalam tubuh kita. Selain
itu, Jumlah gula yang tinggi dalam soft drink menyebabkan pankreas
memproduksi insulin dalam jumlah besar, yang mengakibatkan
“benturan gula”. Kelebihan dan kekurangan gula dan insulin dapat
menyebabkan

diabetes

ketidakseimbangan

dan

dalam

penyakit
tubuh.

yang

Minuman

terkait

dengan

bersoda

dapat

menyebabkan hormon insulin yang ada di dalam tubuh tidak sanggup
untuk mengubah zat gula tersebut menjadi gula otot (glikogen).
Akibatnya,

gula

darah

(glukosa)

akan

meningkat

dan

membahayakan. Konsumsi makanan dan minuman yang mengandung
fruktosa memiliki sejumlah kecil insulin dibandingkan dengan asupan
karbohidrat. Pada penelitian hewan, konsumsi fruktosa dapat
menimbulkan

resistensi

insulin,

impaired

glucose

tolerance,

hiperinsulinemia, hipertriasil gliserolemia, dan hipertensi (Wolff dan
Dansinger, 2008). Keadaan-keadaan ini dapat menyebabkan timbulnya
diabetes.
Minuman bersoda kaya akan kalori. Kalori yang masuk ke
dalam tubuh bisa meningkatkan risiko obesitas. Tak hanya bagi orang
yang sudah dewasa, anak-anak bisa menderita obesitas. Di Amerika
Serikat, tingkat obesitas pada anak-anak sangatlah tinggi. Salah satu
penyebabnya adalah minuman bersoda. Anak-anak di Amerika Serikat
mengkonsumsi minuman bersoda layaknya meminum air putih.
Setelah makan, mereka pasti minum minuman bersoda. Hasilnya,

mereka banyak yang menderita obesitas. Obesitas merupakan faktor
utama dari insiden DM tipe 2.
Hasil penelitian Denmark menunjukkan 4% kasus diabetes tak
terdeteksi pada remaja yang kegemukan. IGT tinggi prevalensinya
pada anak-anak dan remaja yang mengalami kegemukan, tanpa
tergantung kelompok etnisnya. IGT dihubungkan dengan resistensi
insulin walaupun fungsi sel-beta relatif masih terpelihara. Penelitian
survey komunitas di Bahrain menemukan bahwa kegemukan
merupakan satu-satunya faktor yang berhubungan dengan diabetes.
(Darmono (2007) dalam Radio (2011).

C. Gejala Diabetes




Mengalami rasa haus yang berlebihan



Sering buang air kecil



Penurunan berat badan secara drastic

Umumnya tubuh mengeluarkan urin sebanyak 1.5 liter per hari,
tetapi penderita diabetes bisa mengeluarkan hingga lima kali lipat
(Charles Fox dan Anne Klivert, 2010)

D. Pencegahan Diabetes


Membatasi atau mengurangi asupan gula perlu dilakukan dengan
cara tepat, salah satunya dengan lebih bijak mengkonsumsi



minuman bersoda.



kita konsumsi.

Mulailah gaya hidup yang lebih sehat dengan mengenal apa yang

Anjuran dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kadar gula yang
boleh ditambahkan dalam makanan dan minuman maksimal 10
persen dari total kalori/hari. USDA (United States Department of
Agriculture) merekomendasikan konsumsi gula pada orang dewasa
sekitar 40 gram atau 10 sendok teh per hari. Jumlah asupan gula ini
disesuaikan dengan angka kebutuhan kalori orang dewasa yang
mencapai 2.000 kalori.

Daftar Pustaka
Bustan, M. N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta
Kresnawan, Triyani. 2012. Mengatur Makanan Untuk Pencegahan Dan Terapi
Kanker

Payudara.

Artikel

Departemen

Kesehatan.

http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/MENGATURMAKANAN-KANKER-PAYUDARA.pdf.
Mangan, Y. 2009. Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker. Jakarta: PT
Agromedia Pustaka.
Manggarsari. 2013. Asuhan Keperawatan Kolostomi Pada Ny. R Dengan Kanker
Kolorektal Di Lantai 5 Bedah RSPAD Gatot Soebroto. Jurnal Ilmiah.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351543-PR-Manggarsari.pdf.

17

Desember 2014 (14:24 WIB)
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. 1993. Proses Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler. Jakarta : Departemen Kesehatan.
Rahayuningsih, Sri Endah. 2011. Prevention of atherosclerosis should start since
childhood (genetic risk). Materi 15th Indonesia Congress of Pediatrics
KONIKA 15 MENDAO JULI 2011.
Republika Online Forum. 2011. Masih Mau Makan Junk Food? Baca Ini Dulu.
http://forum.republika.co.id/showthread.php?31161-Masih-Mau-MakanJunk-Food-Baca-Ini-Dulu. 15 Desember 2014 (10:14 WIB)
Sehati, Klinik. 2013. Gejala, Penyebab Dan Pencegahan Penyakit Jantung Koroner.
Artikel Online. http://kliniksehati.com/gejala-penyebab-dan-pencegahanpenyakit-jantung-koroner/. 15 Desember 2014 (10:00 WIB)
Siagian, Forman Erwin. Dkk. 2010. Kelainan yang Berhubungan dengan Larva
Anisakissp. Majalah Kedokteran FK UKI 2010 Vol XXVII No.3. Jakarta
Soenardi, Tuti dan Susirah Soetardjo. 2005. Hidangan Sehat Untuk Mencegah
Kanker. Jakarta : Gramedia.
Uripi, Vera. 2002. Menu untuk Penderita Kanker. Jakarta: Puspa Swara.
Wiguna,

Candra.

2014.

Aterosklerosis.

Artikel

Online.

http://ilmukesmas.com/aterosklerosis/. 14 Desember 2014 (08:30 WIB).
Yahya, Fauzi. 2010. Menaklukan Pembunuh No. 1. Jakarta: Mizan Publishing.

American Academy of Pediatrics, 2004. Soft Drinks in Schools: Committee on
School

Health.

Diperoleh

pada

16

Desember

2010

dari

http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;/113/1/152.
htm
Dorland, W.A.N., 2002. Dalam: Hartanto, H. et al. Kamus Kedokteran Dorland.
Edisi 29. Jakarta: EGC
Fox, Charles & Anne Klivert. 2010. Bersahabat dengan Diabetes Tipe 2. Jakarta:
Penebar Plus
Vartanian, Lenny R. et al. 2007. Effect of Soft Drink Consumption on Nutrition and
Health: A Systematic Review and Meta Analysis. American Journal of
Public Health vol. 97 no.4 pp. 667-674. Diakses pada 16 Desember 2014
dari http://www.ajph.org
Wicaksono, Radio Putro. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Diabetes Melitus Tipe-2.

Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro.
http://mirror.unpad.ac.id/orari/library/librarynonict/health/10_%202007%20Maka
nan%20Gorengan%20Pembawa%20Kanker.pdf (Diakses pada 17 Desember 2014
pukul 17:00 WIB.