Gambaran Persepsi Petugas Kesehatan dan Petugas Kantor Urusan Agama (KUA) Pada Pelaksanaan Program Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada Calon Pengantin Wanita di Kota Tangerang Selatan

(1)

GAMBARAN PERSEPSI PETUGAS KESEHATAN DAN

PETUGAS KANTOR URUSAN AGAMA (KUA)

PADA PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI

TETANUS TOXOID (TT)

PADA CALON PENGANTIN WANITA

DI KOTA TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)

Oleh:

Sawitri

NIM: 107104001181

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul

GAMBARAN PERSEPSI PETUGAS KESEHATAN DAN

PETUGAS KANTOR URUSAN AGAMA (KUA)

PADA PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI

TETANUS TOXOID

(TT)

PADA CALON PENGANTIN WANITA

DI KOTA TANGERANG SELATAN

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun oleh : SAWITRI 107104001181

Pembimbing I

Ns. Uswatun Khasanah S.Kep, MNS

NIP. 19770401 2009 12 2003

Pembimbing II

Irma Nurbaeti S.Kp, M.Kep, Sp.Mat

NIP. 19700501 1996 01 2001

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M


(3)

LEMBAR PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI Skripsi dengan judul

GAMBARAN PERSEPSI PETUGAS KESEHATAN DAN

PETUGAS KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) PADA PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI TETANUS TOXOID (TT) PADA CALON PENGANTIN WANITA

DI KOTA TANGERANG SELATAN

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi SAWITRI

107104001181

Tangerang Selatan, September 2011 Pembimbing I

Ns. Uswatun Khasanah S.Kep, MNS NIP. 19770401 2009 12 2003

Pembimbing II

Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat NIP. 19700501 1996 01 2001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Tien Gartinah, MN

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. Dr. (hc). Dr. M. K. Tadjudin, Sp. And

Penguji III

Raihana Nadra Alkaff, S.KM, MMA NIP. 19781216 2009 01 2005 Penguji I

Ns. Uswatun Khasanah S.Kep, MNS NIP. 19770401 2009 12 2003

Penguji II

Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat NIP. 19700501 1996 01 2001


(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tangerang Selatan, September 2011


(5)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Sawitri

Tempat lahir : Tangerang Tanggal lahir : 31 Januari 1989

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Alamat : Jalan cemara II Rt.002/01 No. 22 Pamulang Barat Pamulang 15417, Kota Tangerang Selatan

Anak ke : 3 dari 4 bersaudara

Telepon : 021-7414846 / 087877657419

E-mail : chasuchais@yahoo.com

Riwayat Pendidikan :

1. TK Islam Al-Hidayah Pamulang (1994 – 1995) 2. SDN Cilandak Barat 07 Pagi (1995 – 2001) 3. SMPN 68 Jakarta Selatan (2001 – 2004) 4. SMAN 82 Jakarta Selatan (2004 – 2007) 5. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2007 – 2011) Pengalaman Organisasi :

1. Anggota Ekskul Tari Tradisional tahun 2004-2006

2. Anggota Ekskul Pecinta Alam WERDHIBUWANA SMAN 82 Jakarta tahun 2004-2007 3. Ketua Ekskul Seni Bela Diri Tenaga Dalam (Jurus Seni Penyadar) SMAN 82 tahun 2006


(6)

vi

4. Kordinator Lapangan TLUP (Tata Laksana Upacara Bendera) SMAN 82 Jakarta tahun 2006

5. Anggota BEMJ Ilmu Keperawatan Divisi Kesenian dan Olahraga tahun 2007-2009 6. Anggota BEMJ Ilmu Keperawatan Divisi Infokom tahun 2009-2010

7. Anggota BEM FKIK Departemen Sosial tahun 2010-2011 Pengalaman seminar dan pelatihan:

1. Pelatihan “Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

2. Talk show Dokter Muslim “Profil Ideal Dokter Musllim dan Implementasi Islam dalam

Etika Kedokteran

3. Bedah buku “ Risalah Bala : Health Service with Spiritual Method in Globalization Age” 4. Seminar Profesi K3 “Amankah tabung gas subsidi anda

5. Seminar Keperawatan “Prospek Karir Perawat di Era Globalisasi ; peluang kerja perawat di dalam dan di luar negeri

6. Training Motivation “Urgensi Motivasi untuk Meraih Prestasi

7. Seminar popular “Move Your Body, Your Heart’s Healthy”

8. Seminar Profesi Gizi “Generasi Sehat dengan Inisiasi Dini

9. Seminar eksternal mahasiswa sekolah tinggi ilmu kesehatan jayakarta (SEMESTA „08)

“It’s Time To Be a Professional Nurse”

10. Seminar Keperawatan “Cultural Approach in Holistic Nursing Care in Globalization Era

11.FKIK Cleaning Care “Toward Clean and Healthy Campus” 12.Education USA Fair Spring 2008


(7)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, September 2011

Sawitri, NIM: 017104001181

Gambaran Persepsi Petugas Kesehatan dan Petugas Kantor Urusan Agama (KUA) Pada Pelaksanaan Program Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada Calon Pengantin Wanita di Kota Tangerang Selatan

xvi + 60 halaman + 4 tabel + 2 gambar + 8 lampiran

Kata kunci: Persepsi, Imunisasi Tetanus Toxoid, Calon pengantin wanita, Petugas Kesehatan, Petugas KUA, Pelaksanaan Program Imunisasi TT

ABSTRAK

Tetanus neonatorum masih merupakan salah satu penyebab tersering kematian neonatal di Indonesia, sekitar 40% kematian bayi terjadi pada masa neonatal. Salah satu strategi Depkes RI untuk mencapai eliminasi tetanus neonatorum adalah dengan mengembangkan intensifikasi imunisasi tetanus toxoid pada wanita usia subur yaitu para calon pengantin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran persepsi petugas kesehatan dan petugas KUA terhadap pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) bagi calon pengantin.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan dalam penelitian ini terdiri atas 6 informan utama (3 petugas kesehatan dan 3 petugas KUA) dan 4 informan pendukung (calon pengantin). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa petugas kesehatan dan petugas KUA umumnya sudah mengetahui tentang program imunisasi TT bagi calon pengantin, tetapi pengetahuan tersebut belum tersampaikan dengan efektif ke masyarakat sehingga calon pengantin belum mengetahui manfaat program ini dengan jelas. Hambatan dalam program ini berasal dari calon pengantin dan petugas. Hambatan dari calon pengantin diantaranya karena kurangnya pengetahuan, takut untuk disuntik, dan adanya persepsi yang salah tentang imunisasi TT bagi calon pengantin, sedangkan hambatan dari petugas antara lain masih kurangnya petugas, beban kerja petugas yang terlalu banyak, dan terbatasnya petugas yang faham tentang program tersebut. Sosialisasi program ini juga masih kurang efektif dikarenakan media sosialisasi yang masih kurang dimanfaatkan. Jadi diharapkan sosialisasi program dapat ditingkatkan dengan menggunakan media sosialisasi elektronik seperti televisi dan radio, serta pemberdayaan posyandu dan penyediaan ruang konseling bagi calon pengantin.


(8)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM

ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduate Thesis, September 2011

Sawitri, NIM: 017104001181

Description of health care provider dan religion affairs staff perception about

implementation of TT immunization for female prospective couple in South Tangerang. xvi + 60 halaman + 4 tabel + 2 gambar + 8 lampiran

Key Word: Perseption, Tetanus Toxoid Imunization, Prospective Couple, Health Care Provider, Religion Affairs Staff, Implementation of TT Immunization

ABSTRAK

Tetanus neonatorum still being one of frequently neonatal mortality in Indonesia, about 40% baby mortality happened in neonatal period. One of ministry of health of Indonesia strategy is to eliminate tetanus neonatorum is by developing intensification of TT immunization to fertile women that is prospective couple. Aimed of this study is to know description of health care provider dan KUA officer perception about implementation of TT immunization for female prospective couple.

This study used qualitative study with phenomenology approach. Informant of this study contain of 6 main informants (3 health care provider and 3 religion affairs staff) and 4 supportive (prospective couple) informants. Data collection technique in this study is done by indept interview and observation.

Result of this study show that the officers generally have known about TT immunization program for prospective couple, but that knowledge is not told effectively yet to the community because prospective couple don’t know yet about benefit of this program clearly. Barriers of this program come from prospective couple and the officers. Barrier from prospective couple such as having less knowledge, apprehension of injection, and false perception about effect of TT immunization to prospective couple,while barrier from the officers is having less officers, it’s to much work load, and the officers who know about this program still limited. Socialization of this program also still less effective because socialization media is not been usefull yet. So, hopefully socialization of TT immunization program can be increased by using electronic socialization media such as television and radio, and also by posyandu empower and allocate conseling room forprospective couple.


(9)

LEMBAR PERSEMBAHAN

“Jangan pernah menyesal dengan apa yang kamu pilih, tapi jalani dan nikmatilah pilihan

kamu dan jadikan sebagai pilihan yang terbaik”

-My mom-

“Kebaikan sekecil apapun yang kamu lakukan pasti akan dibalas dengan sesuatu yang tidak terduga”

-Anonim-

“Kerjakan apa yang kamu tulis dan Tulislah apa yang kamu kerjakan”

-Ita Yuanita (sesi Keperawatan Dasar)-

“Dalam kehidupan sehari-hari kita harus melihat, bahwa bukan kebahagiaan yang membuat

kita bersyukur, tapi bersyukur membuat kita bahagia”

-David Seindl-Rast-

“Yang bisa bertahan hidup bukan spesies yang paling besar, bukan juga yang paling kuat, tapi yang paling responsive terhadap perubahan”

-Charles Darwin-

“Semakin keras seseorang bekerja, maka semakian sulit ia menyerah”

-Vincent Lombardi-

“Bukanlah kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutan yang membuat kita sulit. Karena

itu jangan pernah mencoba untuk menyerah dan jangan pernah menyerah untuk mencoba. Maka jangan katakan pada Allah SWT, aku punya masalah tetapi katakan pada masalah aku

punya Allah SWT yang Maha segalanya.”

-imam Ali bin Abi Tholib-

“Allah tidak selalu menjadikan langit itu selalu biru, bunga selalu mekar dan matahari selalu

bersinar. Ketahuilah bahwa Dia selalu memberi pelangi di setiap badai, senyuman di setiap air


(10)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya kepada peneliti, sehingga penyusun dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul gambaran persepsi petugas kesehatan dan petugas kantor urusan agama (KUA) terhadap pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) di Kota Tangerang Selatan.

Proposal skripsi ini tentunya tidak akan selesai, tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. MK Tajudin, Sp.And selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Tien Gartinah M.N selaku kepala program studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Uswatun Khasanah S.Kep, MNS selaku dosen pembimbing I, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan masukan kepada peneliti.

4. Ibu Irma Nurbaeti, S. Kp, M. Kep, Sp. Mat selaku dosen pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktunya memberikan bimbingan kepada peneliti.

5. Bapak dan ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah mengajarkan dan membimbing penulis, serta staff akademik (Bapak azib Rosyidi S. Psi) atas bantuannya yang telah memudahkan dalam proses birokrasi.

6. Orang tua tercinta (Mama dan Papa) atas kasih sayang, doa dan dukungannya baik secara material dan spiritual yang telah diberikan kepada penulis selama ini. Semoga


(11)

kebaikan dan pengorbanan kalian tidak akan sia-sia dan akan dibalas oleh Allah SWT. Semoga penulis dapat menjadi seperti apa yang kalian harapkan. Amin.

7. Kakak dan adik penulis yang tersayang (Mba Wiwi, Mba Noe, Catur) yang selalu memberikan dukungan dan doa serta yang menjadi inspirasi penulis.

8. Empat serangkai (Rika Yunita, Susanti, Tintin Farihati) yang senantiasa dukungan, bantuan serta doa dalam proses penulisan skripsi ini.

9. Teman-teman PSIK’07 yang telah memberikan masukan dan semangat kepada peneliti.

10.Semua informan yang telah bersedia menjadi informan dalam penelitian ini.

Peneliti menyadari dalam pembuatan proposal skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dari berbagai pihak. Semoga proposal skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penyusun khususnya.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Tangerang Selatan, September 2011


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

ABSTRAK ... vii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Pertanyaan Penelitian ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6

2. Tujuan Khusus ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7


(13)

2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Selatan ... 7

3. Bagi institusi kesehatan (Puskesmas Kecamatan Ciputat) ... 7

4. Bagi peneliti selanjutnya ... 7

F. Ruang Lingkup Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tetanus Neonatorum ... 9

B. Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) ... 11

C. Petugas Kesehatan ... 17

D. Petugas Kantor Urusan Agama (KUA) ... 19

E. Persepsi ... 21

1. Definisi ... 21

2. Macam – macam persepsi ... 22

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya persepsi ... 22

F. Teori Health Belief Model ... 23

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH A. Kerangka Konsep ... 25

B. Definisi Istilah ... 26

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 27

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

C. Instrumen Penelitian ... 28


(14)

F. Keabsahan Data ... 32

G. Teknik Analisa Data ... 33

H. Etika Penelitian ... 36

BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum wilayah penelitian ... 38

B. Hasil Penelitian ... 38

1. Karakteristik informan ... 38

2. Pengetahuan tentang program dan pelaksanaan imunisasi TT bagi catin ... 40

3. Persepsi tentang manfaat... 46

4. Persepsi tentang hambatan ... 48

5. Persepsi tentang petunjuk untuk bertindak ... 50

BAB VI PEMBAHASAN A. Hasil Peelitian ... 52

1. Pengetahuan tentang program dan pelaksanaan imunisasi TT bagi catin ... 52

2. Persepsi tentang manfaat... 55

3. Persepsi tentang hambatan ... 57

4. Persepsi tentang petunjuk untuk bertindak ... 59

Keterbatasan Penelitian ... 61

BAB VII PENUTUP 1. Kesimpulan ... 62

2. Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor tabel Halaman

Tabel 2.1 Jadwal pemberian Imunisasi TT pada Wanita Usia Subur (WUS) 13 Tabel 2.2 Jadwal pemberian Imunisasi TT pada ibu hamil dan calon pengantin 14


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor gambar Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Konsep 25


(17)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Responden

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 3 Lembar Check List Penataran calon pengantin oleh Petugas KUA Lampiran 4 Lembar Check List Penataran calon pengantin oleh

Petugas Kesehatan

Lampiran 5 Pedoman wawancara mendalam informan utama Lampiran 6 Pedoman wawancara mendalam informan pendukung Lampiran 7 Persyaratan administrasi pendaftaran pernikahan Lampiran 8 Hasil observasi dengan lembar check list


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tetanus neonatorum masih merupakan salah satu penyebab tersering kematian neonatal di Indonesia, sekitar 40% kematian bayi terjadi pada masa neonatal. Salah satu strategi Depkes RI untuk mencapai eliminasi tetanus neonatorum adalah dengan melakukan imunisasi tetanus toxoid (TT) pada ibu hamil. Evaluasi tahun 1999-2000 menunjukkan cakupan TT ibu hamil masih rendah. Oleh karena itu, Depkes RI mulai mengembangkan intensifikasi imunisasi tetanus toxoid pada wanita usia subur yaitu para calon pengantin (Depkes RI, 2008). Namun sampai saat ini, program tersebut dirasakan belum terlaksana dengan baik. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis di KUA Kecamatan Ciputat tanggal 11 April 2011, didapatkan data bahwa dari 543 calon pengantin yang mendaftarkan diri di KUA Kecamatan Ciputat hanya sekitar 40% yang melampirkan kartu tanda imunisasi TT dan dari berkas tersebut tercatat para calon pengantin hanya melakukan imunisasi TT 1 kali, tidak ada yang melakukan imunisasi TT lengkap (2 kali sebelum menikah) seperti yang seharusnya di anjurkan.

Pelaksanaan imunisasi tetanus toxoid bagi calon pengantin telah diatur dalam ketetapan Departemen Agama: No. 2 Tahun 1989 No. 162-I/ PD.0304.EI tanggal 6 Maret 1989 tentang imunisasi tetanus toxoid calon pengantin bahwa setiap calon pengantin sudah di imunisasi tetanus toxoid sekurang-kurangnya 1 bulan sebelum pasangan tersebut mendaftarkan diri untuk menikah di KUA dengan dibuktikan berdasaran surat keterangan imunisasi/ kartu imunisasi calon pengantin (catin) dan merupakan prasyarat administratif


(19)

pernikahan. Pada kenyataannya dari hasil pengamatan dan wawancara pada saat studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Ciputat dan KUA Ciputat, penulis mendapatkan informasi bahwa bagi calon pengantin yang tidak ingin melakukan imunisasi TT atau tidak melengkapi dokumen administratif pernikahan dengan kartu imunisasi TT tetap diberi surat izin menikah. Karena program imunisasi TT dan pengumpulan kartu tanda imunisasi TT hanya dijadikan sebagai persyaratan pendukung. Dengan kata lain, petugas menganggap bila program tidak dilakukan tidak masalah karena sepenuhnya hak pribadi dari tiap individu.

Penelitian yang dilakukan oleh Hamid, dkk (2010) didapatkan data dari 401 responden penelitian (calon pengantin) hanya 38,7% yang menyatakan melakukan tindakan pemeriksaan kesehatan sebelum menikah (Pre Marital Screening) di puskesmas. Dari tujuh kegiatan yang dilakukan pada Pre Marital Screening yaitu imunisasi, ukur lingkar lengan atas, cek laboratorium, cek tekanan darah, berat badan dan mens terakhir, tes urin, dan pemeriksaan kesehatan, yang paling banyak dilakukan adalah tindakan imunisasi, walaupun imunisasi hanya dilakukan kepada 135 responden dari 401 responden penelitian yang ada atau sekitar 33,6% responden. Dari sejumlah responden yang diberi imunisasi hanya 78 reponden (57,8% responden) yang menyebutkan bahwa imunisasi yang diberikan adalah imunisasi tetanus.

Berdasarkan profil kesehatan Depkes RI tahun 2008, Sekitar 40% kematian bayi terjadi pada saat neonatal dan sebanyak 165 kasus terjadi karena tetanus neonatorum dengan angka kematian 91 kasus atau Case Fatality Rate (CFR) 55% dengan angka kejadian tetanus neonatorum tertinggi terjadi di provinsi Banten (50 kasus, 23 meninggal), Jawa Barat (41 kasus, 28 meninggal), dan Sumatera Selatan (17 kasus, 9 meninggal). Dari


(20)

(Ditjen PP&PL, Depkes RI, 2008). Ibu dengan status imunisasi TT tidak lengkap atau tidak imunisasi TT mempunyai kecenderungan 36 kali lebih besar bayinya menderita tetanus neonatorum dibandingkan dengan ibu yang status imunisasi TT lengkap (Indrawati, 1998).

Dalam menjalankan program imunisasi tetanus toxoid (TT) diperlukan kerja sama yang baik antar departemen yang terkait maupun antar staf dalam satu departemen. Departemen Kesehatan menganut asas departementalisasi dan regionalisasi, dengan tujuan agar program kesehatan dapat tersampaikan kepada masyarakat dengan baik. Departementalisasi yaitu dibentuknya Direktorat Jendral, jajaran organisasi Depkes pusat, subdinas, serta seksi-seksi di dinas kesehatan provinsi, kabupaten dan kota. Regionalisasi adalah dibentuknya jajaran organisasi kesehatan mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat kecamatan dan desa serta puskesmas pembantu sampai posyandu (Muninjaya, 2004). Untuk pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) pada calon pengantin, Departemen Kesehatan menjalin kerjasama dengan Departemen Agama. Hal tersebut dilakukan karena sasaran dari program ini adalah calon pengantin yang biasanya sudah mendaftarkan diri di kantor urusan agama (KUA). Baik Dinas Kesehatan maupun KUA setempat, masing-masing saling membentuk divisi atau bagian yang bertanggung jawab menangani program tersebut.

Beberapa hasil penelitian sebelumnya menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program imunisasi TT. Menurut hasil penelitian Purwanto (2002), faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi TT wanita usia subur (WUS) antara lain umur, status perkawinan, pengetahuan, sikap, anjuran petugas kesehatan, anjuran petugas non kesehatan, kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan. Menurut hasil penelitian Sukmara (2000), variabel yang berpengaruh secara bermakna adalah sikap, pendidikan, pemeriksaan kehamilan, persepsi terhadap jarak, dan anjuran. Menurut


(21)

penelitian Sumartini (2004), faktor-faktor yang berhubungan dengan imunisasi TT pada calon pengantin di Puskesmas Liwa Kabupaten Lampung Barat antara lain variabel pendidikan, pengetahuan, jarak dan ketersediaan kartu TT. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada kepala KUA di KUA Kecamatan Ciputat tanggal 11 April 2011, didapatkan informasi bahwa faktor yang menyebabkan beberapa calon pengantin wanita tidak melakukan imunisasi TT anta’ra lain karena tidak mengetahui adanya program imunisasi bagi calon pengantin, tidak terlalu diwajibkan oleh pihak KUA karena hanya sebagai persyaratan pendukung, takut jarum atau takut disuntik, sibuk bekerja sehingga tidak ada waktu untuk ke puskesmas/ klinik/ rumah sakit, dan jauhnya jarak dari rumah ke pelayanan kesehatan.

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului pengindraan, yaitu dengan diterimanya stimulus oleh reseptor, diteruskan ke otak atau saraf pusat yang diorganisasikan dan di interpretasikan sebagai proses psikologis. Akhirnya individu menyadari tentang apa yang dilihat dan didengarkan. Dengan persepsi individu dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada disekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu, sehingga individu dapat bersikap sesuai dengan persepsi yang diambil (Sunaryo, 2004). Persepsi seseorang sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, budaya, ras, jenis kelamin, dan juga pengalaman yang mereka alami sebelumnya. Perbedaan persepsi dapat menjadi batu sandungan untuk mencapai komunikasi yang efektif dan persepsi seseorang juga sangat sulit untuk diubah (Potter & Perry, 2003).

Dari latar belakang yang telah penulis ketahui dari pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin yang dirasa masih kurang efektif, penulis berkeinginan mengetahui


(22)

pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) bagi calon pengantin wanita di Kota Tangerang Selatan.

B. Rumusan Masalah

Tetanus neonatorum masih merupakan salah satu penyebab tersering kematian neonatal di Indonesia. Salah satu strategi Depkes RI untuk mencapai eliminasi tetanus neonatorum adalah dengan melakukan imunisasi TT pada ibu hamil. Namun evaluasi tahun 1999-2000 menunjukkan cakupan TT ibu hamil masih rendah. Oleh karena itu, Depkes RI mulai mengembangkan intensifikasi imunisasi tetanus toxoid pada wanita usia subur yaitu para calon pengantin.

Pada kenyataannya masih banyak calon pengantin yang tidak ingin melakukan imunisasi TT atau tidak melengkapi dokumen pernikahannya dengan kartu imunisasi TT dengan berbagai alasan antara lain karena takut jarum atau takut disuntik, sibuk bekerja sehingga tidak ada waktu untuk ke puskesmas/ klinik/ rumah sakit, tidak terlalu diwajibkan oleh pihak KUA, kurang paham tentang imunisasi TT dan manfaatnya, dan jauhnya jarak dari rumah ke pelayanan kesehatan. Selain itu, didapatkan data dari KUA Ciputat bahwa hanya sekitar 40% calon pengantin yang mendaftarkan diri di KUA yang melampirkan kartu tanda imunisasi TT dan dari berkas tersebut tercatat para calon pengantin hanya melakukan imunisasi TT 1 kali, tidak ada yang melakukan imunisasi TT lengkap (2 kali sebelum menikah) sesuai anjuran. Hal tersebut tidak dipermasalahkan oleh petugas KUA, karena imunisasi TT hanya dianggap sebagai persyaratan pendukung.

Berdasarkan penjelasan diatas, pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin dirasa masih kurang efektif. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian


(23)

ini adalah bagaimana gambaran persepsi petugas kesehatan dan petugas kantor urusan agama (KUA) terhadap pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) bagi calon pengantin wanita di Kota Tangerang Selatan.

C. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran persepsi petugas kesehatan dan petugas kantor urusan agama (KUA) terhadap pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) bagi calon pengantin wanita di Kota Tangerang Selatan?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran persepsi petugas kesehatan dan kantor urusan agama (KUA) pada pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) bagi calon pengantin wanita di Kota Tangerang Selatan.

2. Tujuan Khusus

A. Mengidentifikasi pengetahuan petugas KUA, petugas kesehatan setempat, dan calon pengantin wanita tentang program dan pelaksanaan imunisasi TT bagi calon pengantin wanita

B. Mengidentifikasi persepsi petugas dan calon pengantin tentang manfaat pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin wanita

C. Mengidentifikasi persepsi petugas dan calon pengantin tentang hambatan pada pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin wanita


(24)

D. Manfaaat Penelitian

1. Bagi profesi keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan perencanaan keperawatan komunitas tentang pelaksanaan imunisasi TT pada calon pengantin wanita.

2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Selatan

Penelitian ini dapat membantu memberikan informasi bagi Dinas Kesehatan setempat dalam membuat kebijakan mengenai program imunisasi TT pada calon pengantin wanita.

3. Bagi institusi kesehatan (Puskesmas Kecamatan Ciputat)

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi institusi kesehatan (pengelola program imunisasi setempat) tentang peran mereka dalam pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Dapat memberikan informasi dasar atau gambaran untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan imunisasi TT pada calon pengantin.


(25)

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan observasi dengan menggunakan lembar check list dan telaah dokumen. Informan kunci dalam penelitian ini adalah petugas kesehatan (petugas puskesmas) dan petugas KUA yang bertanggung jawab atas program imunisasi TT calon pengantin dan mampu berkomunikasi dengan baik. Penelitian ini akan dilakukan di tiga kecamatan di Kota Tangerang Selatan yaitu Kecamatan Ciputat, Kecamatan Pamulang, dan Kecamatan Serpong Utara. Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Juli – Agustus 2011.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum biasanya dikarenakan infeksi C. tetani yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses persalinan yang tidak steril, baik oleh peralatan yang terkontaminasi maupun obat untuk tali pusat yang telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril merupakan penyebab utama terjadinya tetanus neonatorum, misalnya pemotongan tali pusat dengan bambu atau gunting yang tidak steril, setelah tali pusat dipotong dibubuhi dengan abu, tanah, minyak, daun-daunan dan sebagianya (Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI, 1997).

Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang lurus, langsing, berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron, bersifat gram positif, membentuk spora, dan hidup obligat anaerob. Kuman ini membentuk eksotoksin yang disebut tetanospasmin, suatu neurotoksin (menyerang system syaraf) yang kuat. Bakteri ini dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Masa inkubasi dari toksin tersebut 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1-3 hari atau beberapa minggu). Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis : localized tetanus (tetanus lokal), cephalic tetanus, dan generalized tetanus (tetanus umum) selain itu ada juga yang membagi berupa neonatal tetanus. Karakteristik dari tetanus antara lain kejang bertambah berat selama 3 hari pertama dan menetap selama 5-7 hari, setelah 10 hari frekuensi kejang mulai berkurang, setelah 2 minggu kejang mulai hilang, biasanya


(27)

didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang sampai leher, kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus), kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus), dan karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak) (Ritarwan, 2004).

Menurut penelitian Hamid dalam Ritarwan, 2004, angka terjadinya tetanus neonatorum melalui persalinan dengan cara tradisional 56 kasus (68,29%), tenaga bidan 20 kasus (24,39), dan selebihnya melalui dokter 6 kasus (7,32%). Berat ringannya penyakit juga bergantung pada lamanya masa inkubasi, makin pendek masa inkubasinya biasanya prognosis makin jelek. Prognosis tetanus neonatorum jelek bila: umur bayi lebih dari 7 hari, masa inkubasi 7 hari atau kurang, periode timbulnya gejala kurang dari 18 jam, dijumpai kaku otot (Ritarwan, 2004).

Langkah pencegahan pemerintah untuk menanggulangi angka tetanus neonatorum sudah dicanangkan sejak lama, adapun beberapa langkah pencegahan penyakit tetanus neonatorum antara lain peningkatan cakupan imunisasi TT terhadap wanita usia subur, pemeriksaan kehamilan termasuk pemberian imunisasi TT ibu hamil, pertolongan persalinan 3 bersih serta perawatan tali pusat yang bersih, peningkatan kegiatan surveilans dalam rangka penemuan dini kasus tetanus neonatorum dan penentuan faktor resiko yang menjadi penyebab, serta pelayanan rujukan baik rumah sakit maupun di puskesmas dengan rawat inap dan penyuluhan melalui kader, tokoh masyarakat serta keluarga (Depkes RI, 1996).


(28)

B. Imunisasi Tetanus Toxoid 1. Pengertian

Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit sehingga bila terpapar dengan penyakit tersebut orang tersebut hanya akan sakit ringan/ tidak sakit. Imunisasi tetanus toxoid adalah proses untuk membangun kekebalan tubuh sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus. Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung toksoid tetanus yang telah dilemahkan kemudian dimurnikan (Depkes RI, 2009).

Imunisasi untuk pencegahan penyakit tetanus dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu sesuai dengan kelompok umur. Imunisasi DPT diberikan pada bayi umur 2 – 11 bulan sebanyak 3 kali dengan interval waktu minimal 4 minggu. Selanjutnya imunisasi DT diberikan pada anak umur 6 – 7 tahun (kelas 1 SD) sebanyak 1 kali sebagai imunisasi ulang. Imunisasi TT pada anak diberikan kepada anak sekolah kelas 2 dan 3 SD masing-masing diberikan sebanyak 1 kali. Terakhir imunisasi TT diberikan pada WUS, ibu hamil dan calon pengantin (Depkes RI, 2009).

2. Manfaat

a. Melindungi calon bayi yang akan lahir dari penyakit tetanus neonatorum

b. Melindungi calon pengantin/ calon ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka. 3. Vaksin Tetanus

a. Deskripsi

Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung toxoid tetanus yang telah dimurnikan dan terabsorbsi ke dalam 3mg/ml aluminium sulfat. Thimeroksal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi


(29)

sedikitnya 40 IU. Vaksin TT digunakan untuk mencegah penyakit tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi WUS (ibu hamil dan calon pengantin) dan juga untuk pencegahan tetanus pada ibu.

b. Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif/ imunisasi aktif terhadap tetanus. c. Cara pemberian dan dosis

1) Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen

2) Vaksin disuntikkan secara intramuscular atau subkutan dalam

3) Imunisasi TT untuk pencegahan terhadap tetanus/ tetanus neonatorum dari 2 dosis primer 0,5 ml yang diberikan secara intramuscular dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis ketiga setelah 6 bulan berikutnya.

4) Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada WUS, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis keempat diberikan 1 tahun setelah dosis ketiga, dan dosis kelima diberikan 1 tahun setelah dosis keempat. Imunisasi TT dapat diberikan elama kehamilan, bahkan pada periode trimester pertama. 5) Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka boleh digunakan selama 4

minggu, dengan ketentuan :

a) Vaksin belum kadaluarsa, VVM masih dalam kondisi A dan B b) Vaksin disimpan dalam suhu +2o - +8oC

c) Tidak pernah terendam air


(30)

4. Kekebalan vaksin tetanus terhadap tubuh

Daya proteksi vaksin tetanus sangat baik, yaitu sebesar 90 – 95 % . Antibody yang terbentuk pada calon pengantin yang nantinya akan menjadi ibu, selain memberi perlindungan pada ibu, juga memberikan perlindungan pada calon bayi yang akan lahir. Plasenta meneruskan antibody tetanus (IgG) ke bayi dan melindungi bayi terhadap kemungkinan masuknya toksin tetanus melalui luka pada tali pusat atau luka ditempat lain yang dapat tercemar spora tetanus. Transfer antibodi ibu ke bayi mencapai maksimal pada trimester akhir kehamilan (Depkes RI 1992 dalam Sukmara, 2000).

Tabel 2. 1

Jadwal Pemberian Imunisasi TT pada Wanita Usia Subur Jenis Imunisasi Pemberian Imunisasi Interval pemberian minimal Persentase proteksi

Masa Perlindungan Dosis

Imunisasi Tetanus Toxoid wanita usia subur (WUS)

TT1 -- -- Tidak ada 0,5 cc

TT2 4 minggu setelah TT1 80 % 3 tahun 0,5 cc

TT3 6 bulan setelah TT2 95 % 5 tahun 0,5 cc

TT4 1 tahun setelah TT3 99 % 10 tahun 0,5 cc

TT5 1 tahun setelah TT4 99 % Seumur hidup atau selama usia subur/

(25 tahun)

0,5 cc

Sumber : Kep. MenKes no. 1611/ MENKES/ SK/ XI/ 2005 tentang pedoman Penyelenggaraan Imunisasi dalam Petunjuk Teknis Imunisasi TT, 2005.


(31)

Tabel 2.2

Jadwal pemberian imunisasi TT pada ibu hamil dan calon pengantin Sasaran Jumlah

vaksinasi

Interval waktu pemberian minimal

Saran

Ibu Hamil 2x 4 minggu Bila ibu hamil belum pernah divaksinasi TT, diberikan 2x selama kehamilan

Bila pada waktu kontak berikutnya ibu sudah bersalin, TT2 tetap diberikan dengan maksud memberikan perlindungan untuk kehamilan selanjutnya

1x - Bila ibu hamil pernah mendapat imunisasi TT 2x pada waktu catin atau pada kehamilan sebelumnya, cukup mendapat imunisasi TT 1x

Calon Pengantin

Wanita

2x 4 minggu Sebelum akad nikah (waktu melapor atau waktu menerima nasehat perkawinan)

Sumber : Depkes RI. Vaksin dan waktu pemberiannya, dalam Sukmara, 2000.

5. Keefektifan vaksin Tetanus Toxoid

Efektifitas imunisasi TT sebesar 60% - 90% proteksi dari penyakit tetanus neonatorum selama 3 tahun terhadap calon pengantin yang melakukan imunisasi TT sebanyak 2x (Purwanto, 2002). Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian Lilly indrawati, 1998, yang menyebutkan bahwa ibu dengan status imunisasi TT tidak lengkap atau tidak imunisasi TT mempunyai kecenderungan 36 kali lebih beresiko bayinya menderita


(32)

6. Efek samping

Dalam buku pedoman teknis imunisasi , vaksin TT adalah vaksin yang aman dan tidak mempunyai kontraindikasi dalam pemberiannya kecuali bagi klien yang mengalami reaksi anafilaksis setelah pemberian dosis pertama. Meskipun demikian, imunisasi TT tidak boleh diberikan kepada:

a. WUS dengan riwayat alergi terhadap imunisasi TT yang lalu,

b. WUS dengan panas tinggi dan sakit berat, namun demikian WUS tersebut dapat diimunisasi segera setelah sembuh.

7. Pandangan Islam

Pernikahan merupakan pengalaman hidup yang sangat penting sebagai media penyatuan fisik dan psikis antara dua insan dan penggabungan kedua keluarga besar dalam rangka ibadah melaksanakan perintah Allah SWT. Hal itu tentunya memerlukan berbagai persiapan yang cukup matang terkait persiapan fisik sebelum menikah antara lain tes kesehatan dan fertilitas, walaupun tidak ada riwayat dan indikasi penyakit ataupun kelainan keturunan di dalam keluarga, berdasarkan prinsip syariah tetap dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan standar. Hal ini dikarenakan prinsip sentral syariah Islam adalah hikmah dan kemaslahatan umat manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan ini terletak pada keadilan, kerahmatan, kemudahan, keamanan, keselamatan, kesejahteraan dan kebijaksanaan yang merata. Apa saja yang bertentangan dengan prinsip tersebut maka akan dilarang syariah, namun sebaliknya segala hal yang dapat mewujudkan prinsip tersebut dapat dipastikan dianjurkan syariah.

Tujuan utama ketentuan syariat (maqashid as-syariah) adalah tercermin dalam pemeliharaan pilar-pilar kesejahteraan umat manusia yang mencakup lima maslahat


(33)

dengan memberikan perlindungan terhadap aspek keimanan (hifz din), kehidupan (hifzd nafs), akal (hifz „aql), keturunan (hifz nasl) dan harta benda mereka (hifz mal). Apa saja yang menjamin terlindunginya lima perkara ini adalah maslahat bagi manusia dan dikehendaki syariah dan segala yang membahayakannya dikategorikan sebagai mudharat atau mafsadah yang harus disingkirkan. Dalam proses pemilihan pasangan dan prosedur pernikahan, Islam di samping aspek keimanan dan keshalihan (hifdz din) juga sangat memperhatikan aspek keturunan serta aspek kesehatan fisik dan mental (hifdz nasl dan hifdz „aql). Hal itu dapat kita kaji dari hadits Rasulullah saw maupun ayat-ayat al-Qur’an seputar pernikahan.

“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara

ibumu yang perempuan, anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki,

anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu,

saudara-saudara sesusuanmu, ibu-ibu istrimu, anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri)


(34)

diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan diharamkan mengumpulkan

dalam pernikahan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa

lampau. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”(An. Nisa : 23)

ّ نإ

ّ

ّه َ

ّ

ّهل

ّ

ّرّيهغي

ّ

اهم

ّ

ّ مْ هقب

ّ

ى تهح

ّ

ا رّيهغي

ّ

اهم

ّ

ّفْنهأب

ّْم س

ّ

"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah

keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (ar-Ra'du:11)

Dengan demikian, berdasarkan manfaat dari pemeriksaan kesehatan tersebut syariat Islam sangat menganjurkan agar calon pengantin melakukan pemeriksaan fertilitas dan tes kesehatan fisik maupun mental serta tindakan imunisasi termasuk imunisasi TT pra menikah agar dapat diketahui lebih awal berbagai kendala dan kesulitan medis yang mungkin terjadi untuk diambil tindakan antisipasi yang semestinya sedini mungkin berdasarkan prinsip Sadd Adz-Dzari’ah (prinsip pengambilan langkah preventif) terhadap segala hal yang dapat membahayakan lima maslahat.

C. Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan professional dibidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun yang tidak. Sementara itu, petugas kesehatan menurut PP No.32/1996 adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan yang terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, dan tenaga ketekhnisian medis (Depkes RI, 2008).


(35)

Petugas kesehatan dalam melaksanakan tugasnya mempunyai aturan yang tercermin dalam UU No. 32 tahun 1992 tentang kesehatan. Dalam Undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam melaksanakan kewajibannya wajib memenuhi standar profesi dan harus menghormati hak-hak pasien (Depkes RI, 2008). Untuk melaksanakan tugasnya perawat memiliki beberapa peran yaitu:

a. Sebagai pelaksana kesehatan

Peran sebagai pelaksana kesehatan dapat memberikan pelayanan pada tingkat individu, keluarga, kelompok melalui upaya promotif dan preventif untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat.

b. Sebagai pendidik

Petugas kesehatan memberikan pendidikan dan pemahaman kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menanamkan perilaku hidup sehat.

c. Sebagai pengelola

Petugas kesehatan diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan kesehatan dan masalah kesehatan yang ada di masyarakat.

d. Sebagai konsultan

Petugas kesehatan dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk memecahkan berbagai masalah di bidang kesehatan.

e. Sebagai manajer

Petugas kesehatan sebagai manajer adalah bertugas untuk mengambil keputusan, bertanggung jawab terhadap kegiatan, mengerahkan sumber daya, dan bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan.


(36)

Petugas kesehatan melakukan identifikasi dan pengamatan terhadap suatu fenomena yang terjadi di masyarakat yang mengancam status kesehatan masyarakat (Mubarak, 2009).

D. Petugas KUA

Petugas KUA adalah semua orang yang bekerja dikantor urusan agama (KUA) yang bernaung dibawah Departemen Agama. Petugas KUA yang menangani bagian pembinaan atau penataran calon pengantin adalah badan penasehatan pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP4). BP4 merupakan organisasi semi resmi yang bernaung dibawah Departemen Agama yang bergerak dalam bidang konsultasi hukum atau pemberian nasehat perkawinan, perselisihan dan perceraian. Dapat juga diartikan sebagai konsultan perkawinan dan perceraian mengenai nikah, talak dan rujuk.

Secara formil, tujuan dibentuknya BP4 dirumuskan untuk mempertinggi nilai perkawinan dan terwujudnya tatanan rumah tangga yang sejahtera dan bahagia menurut tatanan islam. Adapaun untuk mencapai tujuan tersebut, maka BP4 melakukan beberapa usaha sebagai berikut:

1. Memberikan bimbingan, penasehatan dan penerangan mengenai nikah, talak, cerai dan rujuk kepada masyarakat baik perorangan maupun kelompok

2. Memberikan bimbingan dan penyuluhan agama, UU perkawinan, hukum munakahat, UU peradilan agama, dan kompilasi hukum islam

3. Memberikan bantuan dalam mengatasi masalah perkawinan, keluarga dan perselisihan rumah tangga


(37)

5. Menerbitkan dan menyebarluaskan majalah perkawinan dan keluarga, buku, brosur, dan media elektronik yang dianggap perlu

6. Menyelenggarakan kursus calon pengantin, penataran atau pelatihan, diskusi, seminar dan kegiatan-kegiatan sejenis lainnya yang berkaitan dengan perkawinan dan keuarga 7. Menyelenggarakan pendidikan keluarga untuk peningkatan, penghayatan dan

pengamalan nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlakul karimah dalam rangka membina keluarga sakinah

8. Berperan aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan untuk membina keluarga sakinah

9. Meningkatkan upaya pemberdayaan ekonomi keluarga

Tugas dan wewenang BP4 pada dasarnya adalah bagaimana menciptakan keluarga sakinah, mawadah, warahmah serta mencegah perceraian dan permasalahan lain yang terdapat dalam rumah tangga, guna membentuk bangsa dengan akhlak yang mulia sesuai dengan ajaran agama Islam. Sebagaimana yang tersurat dalam firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 21:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Allah telah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum berfikir”(QS. Ar-Rum: 21).

Untuk melaksanakan tugas dan wewenang tersebut, petugas KUA memiliki beberapa peran yaitu :


(38)

b. Memberikan penataran kepada calon pengantin wanita yang hendak melangsungkan akad nikah dengan materi-materi tentang UU perkawinan, ibadah dan muamalah, munakahat, hukum pernikahan, imunisasi, konsep keluarga berencana dan kesehatan c. Memberikan nasehat kepada suami-istri yang datang untuk berkonsultasi, melaporkan

adanya perselisihan atau permasalahan dalam rumah tangganya sehingga tercipta keadaan yang diinginkan, yaitu keluarga bahagia dan sejahtera terhindar dari perceraian d. Bekerjasama dengan instansi, lembaga dan organisasi yang memiliki kesamaan tujuan e. Berperan aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan untuk membina keluarga

sakinah (Setiawan, 2006).

E. Persepsi

1. Definisi persepsi

Persepsi adalah pandangan pribadi atas apa yang terjadi, setiap orang merasakan, mengintepretasikan, dan memahami kejadian secara berbeda (Potter & Perry, 2005). Persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui panca indera yang didahului oleh pengamatan sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada diluar maupun dalam individu (Sunaryo, 2004). Dengan kata lain, persepsi dapat diartikan sebagai suatu proses individu dalam menerima rangsangan baik dari dalam atau dari luar diri individu, sehingga individu tersebut dapat mengetahui, mengerti dan menginterpretasikan rangsagan tersebut.


(39)

2. Macam – macam persepsi a. External perception

Persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang dating dari luar diri individu.

b. Self perception

Persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu (Sunaryo, 2004).

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi

Persepsi yang terbentuk pada diri individu berbeda antara satu orang dengan orang lain. Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukannya. Pengalaman, pendidikan, serta kebudayaan mempengaruhi persepsi individu (Hardjana, 2003).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sebuah persepi menurut Baltus (1983) dalam Astuti (2005) yaitu:

a. Kemampuan dan keterbatasan fisik panca indera, dimana faktor ini dapat mempengaruhi persepsi untuk sementara waktu atau permanen

b. Kondisi lingkungan c. Pengalaman masa lalu d. Kebutuhan dan keinginan

Ketika individu membutuhkan atau menginginkan sesuatu, maka ia akan terus berfokus pada hal yang dibutuhkannya


(40)

F. Teori Health Belief Model

Teori ini digunakan untuk menjelaskan perubahan dan pemeliharaan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan dan sebagai kerangka pedoman untuk intervensi perilaku kesehatan. Teori HBM juga diartikan sebagai model pengharapan akan suatu nilai yang intinya mengacu pada asumsi bahwa orang akan melibatkan diri dalam perilaku kesehatan bila mereka menilai menjadi sehat terkait dengan perilakunya dan mereka berfikir bahwa perilaku tersebut dapat memberikan hasil yang diharapkan.

Setelah dilakukan penelitian untuk memperjelas model ini, secara umum seseorang akan mengambil tindakan untuk mencegah atau mengontrol kondisi kesehatan jika mereka menganggap diri mereka rentan terhadap suatu kondisi, percaya kondisi tersebut akan berdampak sangat serius, percaya bahwa tindakan yang tersedia akan bermanfaat dalam mengurangi kerentanan mereka dengan tingkat keparahan kondisi, dan percaya bahwa hambatan yang dapat diantisipasi sebanding dengan manfaatnya.

a. Persepsi terhadap kerentanan (perceived susceptibility)

Persepsi ini dibangun dengan mengacu pada persepsi seseorang terhadap resiko dirinya mengalami masalah kesehatan atau derajat resiko yang dirasakan seseorang terhadap masalah kesehatan yang akan dialaminya.

b. Persepsi terhadap keparahan (perceived severity)

Persepsi terhadap keparahan adalah tingkat kepercayaan seseorang bahwa konsekuensi masalah kesehatan akan menjadi parah. Perasaan tentang keseriusan tertular penyakit atau tidak diobati mencakup evaluasi dari kedua konsekuensi ini yaitu konsekuensi medis dan klinis. Kombinasi kerentanan dan keparahan telah diberi label sebagai ancaman yang dirasakan.


(41)

c. Persepsi terhadap manfaat (perceived benefits)

Penerimaan pribadi untuk suatu kondisi yang diyakini sebagai suatu ancaman dapat menghasilkan tenaga yang mengarah kepada perilaku atau tindakan tertentu yang akan diambil tergantung pada keyakinan terhadap efektifitas tindakan tersebut untuk mengurangi ancaman. Jadi seorang individu akan menunjukkan keyakinan yang optimal dari kerentanan dan tingkat keparahan, namun tidak akan diharapkan individu akan menerima tindakan kesehatan yang dianjurkan kecuali tindakan tersebut dianggap mempunyai potensi berkhasiat.

d. Persepsi terhadap hambatan (perceived barrier)

Aspek negatif yang potensial dari suatu tindakan kesehatan tertentu atau hambatan yang dirasakan dapat menjadi halangan seseorang untuk melakukan tindakan yang diharapkan. Gabungan antara kerentanan dan keparahan menyediakan energy atau kekuatan untuk bertindak dan persepsi terhadap hambatan menyedikan jalur pilihan untuk bertindak.

e. Petunjuk untuk bertindak (cues of action)

Isyarat tindakan terbukti penting, tetapi individu perlu rangsangan atau belajar secara sistematis. Petunjuk untuk bertindak terahadap suatu keadaan biasanya bersumber dari peristiwa eksternal yang memotivasi seseorang untuk bertindak.

f. Kepercayaan/efikasi diri untuk melakukan tindakan

Efikasi diri adalah kepercayaan seseorang atas kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan.


(42)

25

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH

A. Kerangka Konsep

Konsep merupakan abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori (Nursalam, 2008). Konsep merupakan abstraksi maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep dapat diamati dan diukur melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel (Notoatmodjo, 2005).

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon

pengantin wanita Persepsi petugas kesehatan dan petugas KUA

 Manfaat (benefit)


(43)

B. Definisi Istilah 1. Persepsi

Proses diterimanya rangsang melalui panca indera yang didahului oleh pengamatan sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada diluar maupun dalam individu (Sunaryo, 2004).

2. Petugas kesehatan

Setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan yang terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, dan tenaga ketekhnisian medis (Depkes RI, 2008). 3. Petugas kantor urusan agama (KUA)

Petugas KUA adalah semua orang yang bekerja dikantor urusan agama (KUA) yang bernaung dibawah Departemen Agama.

4. Imunisasi tetanus toxoid

Proses untuk membangun kekebalan tubuh sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus (Depkes RI, 2009).

5. Imunisasi tetanus toxoid bagi calon pengantin

Imunisasi tetanus toxoid yang diberikan kepada wanita usia subur (usia 15- 45 tahun) sebelum mereka menikah.

6. Calon pengantin


(44)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan kokoh, dan memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Penelitian kualitatif ini dapat memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang setempat, memperoleh penjelasan yang kaya dan bermanfaat karena penelitian kualitatif isinya adalah narasi kata-kata (Siswanto, 2005 dalam Prastowo, 2010). Sedangkan menurut Saryono & Mekar (2010), penelitian kualitatif adalah metode penyelidikan untuk mencari jawaban atas suatu pertanyaan, dilakukan secara sistematik menggunakan prosedur untuk menjawab pertanyaan, mengumpulkan fakta, menghasilkan suatu temuan yang tidak bisa ditetapkan sebelumnya, dan menghasilkan suatu temuan yang dapat dipakai melebihi batasan-batasan penelitian yang ada pada penelitian kuantitatif.

Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan fenomena, penampilan dari sesuatu yang khusus, misalnya pengalaman hidup (Streubert, 1995). Fokus utama fenomenologi adalah pengalaman nyata. Hal yang akan dikaji adalah deskripsi mengenai bagaimana pengalaman orang lain dan apa maknanya bagi mereka. Fenomena yang diamati dapat berupa emosi, hubungan, perkawinan, pekerjaan, dan sebagainya (Saryono & Mekar, 2010).


(45)

B. Lokasi dan Waktu penelitian 1. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas dan KUA di Kota Tangerang Selatan, antara lain;

a. Puskesmas dan KUA di Kecamatan Ciputat b. Puskesmas dan KUA di Kecamatan Pamulang c. Puskesmas dan KUA di Kecamatan Serpong Utara 2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2011.

A. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Pedoman wawancara mendalam (indepth interview) dengan bantuan alat pencatat dan alat perekam suara (tape recorder),

2. Observasi dengan menggunakan lembar check list.

B. Informan Penelitian

Pemilihan informan penelitian ini ditetapkan secara langsung (purposive) dengan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequancy). Informan dalam penelitian ini adalah :


(46)

1. Informan Kunci

Informan kunci dalam penelitian ini merupakan petugas yang sudah ditetapkan menjadi pemegang program imunisasi TT bagi calon pengantin. Informan kunci dalam penelitian ini terdiri dari ;

a. 1 orang Petugas kesehatan (petugas puskesmas) penanggung jawab program imunisasi TT bagi calon pengantin, masing-masing dari Kecamatan Ciputat, Pamulang dan Serpong utara

b. 1 orang Petugas KUA penanggung jawab program imunisasi TT dan penataran bagi calon pengantin, masing-masing dari Kecamatan Ciputat, Pamulang dan Serpong utara

2. Informan Pendukung

Informan pendukung dalam penelitian ini terdiri dari ; a. 3 orang calon pengantin wanita.

Kriteria inklusi : semua calon pengantin wanita baik yang sudah maupun yang belum melaksanakan imunisasi TT bagi calon pengantin, sudah terdaftar di KUA setempat, dan mengikuti kelas penataran calon pengantin.

C. Tekhnik Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan penelitian, ada beberapa tehnik, cara atau metode yang dilakukan oleh peneliti dan disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan sekunder.


(47)

1. Untuk data primer meliputi : a. Wawancara

Moleong (2001) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud untuk maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara jelas dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Sesuai dengan jenisnya, peneliti memakai jenis wawancara tidak berstruktur adalah wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara lebih luas dan leluasa tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, biasanya pertanyaan muncul secara sepontan sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi ketika melakukan wawancara (Sugiyono, 2007 dalam Prastowo, 2010).

Field & Morse 1985 dalam Holloway & Wheeler, 1996, menyarankan bahwa wawancara harus selesai dalam satu jam. Peneliti harus melakukan kontrak waktu dengan partisipan, sehingga responden dapat merencanakan kegiatannya pada hari itu tanpa terganggu oleh wawancara, umumnya partisipan memang menginginkan waktunya cukup satu jam. Peneliti harus menggunakan penilaian mereka sendiri, mengikuti keinginan partisipan, dan menggunakan waktu sesuai dengan kebutuhan topik penelitiannya. Umumnya lama wawancara tidak lebih dari tiga jam. Jika lebih dari tiga jam, konsentrasi tidak akan diperoleh bahkan bila wawancara tersebut dilakukan oleh peneliti berpengalaman sekalipun. Beberapa kali wawancara singkat akan lebih efektif dibanding hanya satu kali dengan waktu yang panjang.


(48)

b. Observasi

Observasi dilakukan sebagai penguat data sebelumnya serta untuk cross check data dan memperkaya informasi. Observasi dinilai dengan menggunakan lembar check list. Dalam penelitian ini, beberapa hal yang di observasi antara lain; 1) Kegiatan penataran calon pengantin yang dilakukan di Kantor Urusan Agama

(KUA), antara lain:

a) Pendaftaran calon pengantin dan pengumpulan berkas persyaratan nikah (termasuk kartu imunisasi TT)

b) Penjadwalan untuk penataran calon pengantin

c) Saat penataran : Memberikan materi kesehatan, antara lain : a. Kesehatan reproduksi,

b. Imunisasi,

c. Gizi ibu dan anak,

d. Keluarga berencana (KB),

e. Penyakit infeksi menular seksual. 2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen yang terkait dengan penelitian. Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk melengkapi hasil penelitian. Data sekunder yang di ambil dari telaah dokumen antara lain ;

a. Program Puskesmas tahun 2011 tentang imunisasi TT bagi calon pengantin b. Persyaratan administratif pernikahan dari KUA


(49)

D. Keabsahan Data

Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa hal, yaitu subyektivitas peneliti yang dominan, instrumen penelitian yang digunakan banyak mengandung banyak kelemahan, dan sumber data yang kurang credible akan mempengaruhi hasil keakuratan penelitian. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa cara menentukan keabsahan data dalam penelitian kualitatif, yaitu:

1. Kredibilitas

Kredibilitas merupakan criteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Cara memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian yaitu:

a. Memperpanjang masa pengamatan (prolonged engagement), memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan, dapat menguji informasi dari responden dan untuk membangun kepercayaan para responden terhadap peneliti. b. Pengamatan yang terus-menerus (persistent observation)

c. Triangulasi

1) Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross-check data dari sumber yang berupa informan berbeda-beda. Datanya harus memperkuat atau tidak ada kontradiksi dengan yang lainnya.

2) Triangulasi metode

Dilakukan dengan menggunakan beberapa metode dalam mengumpulkan data yaitu selain menggunakan metode wawancara juga dilakukan observasi


(50)

2. Transferabilitas

Transferabilitas yaitu apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan pada situasi yang lain dengan subyek lain yang memiliki tipologi yang sama.

3. Dependabilitas

Dependabilitas yaitu apakah hasil penelitian mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk, dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak

4. Konfirmabilitas

Konfirmabilitas yaitu apakah hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif (Saryono & Mekar, 2010).

E. Teknik Analisa Data

Langkah-langkah analisis data pada studi fenomenologi, yaitu:

1. Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan.

2. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data.

3. Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh responden dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan


(51)

memiliki nilai yang sama. Selanjutnya, pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizons (arti tekstural dan unsur pembentuk atau penyusun dari phenomenon yang tidak mengalami penyimpangan).

4. Pernyataan tersebut kemudian di kumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut terjadi.

5. Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan textural description (mengenai fenomena yang terjadi pada responden) dan structural description (yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi).

6. Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna pengalaman responden mengenai fenomena tersebut.

7. Membuat laporan pengalaman setiap partisipan. Setelah itu, gabungan dari gambaran tersebut ditulis (Saryono & Mekar, 2010).


(52)

Gambar 4.1 Teknik analisa data

Sumber: Colaizzi ,1978, dalam Streubert & Carpenter, 1999, dalam Saryono & Mekar, 2010 Membaca transkrip

secara berulang-ulang

Mengelompokkan kata kunci

Membuat kategori-kategori

Merumuskan tema

Mengintegrasikan hasil analisis ke dalam bentuk deskriptif Mencatat data yang diperoleh (hasil wawancara dan observasi)

Memiliki gambaran yang jelas tentang fenomena yang diteliti

Kembali ke responden untuk klarifikasi data hasil penelitian

Menggabungkan data yang baru diperoleh saat dilakukan validasi


(53)

F. Etika Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti meyakinkan bahwa responden perlu mendapat perlindungan dari hal-hal yang merugikan selama penelitian, dengan memperhatikan aspek-aspek self determination, privacy, anonymity, confidentially dan protection from discomport (Polit, 2006). Peneliti juga membuat Informed consent sebelum penelitian dilakukan.

a. Self Determination

Responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau tidak mengikuti kegiatan penelitian dengan sukarela, setelah semua informasi yang berkaitan dengan penelitian dijelaskan dengan menandatangani Informed Consent yang telah disediakan.

b. Privacy

Peneliti juga menjaga kerahasiaan atas informasi yang diberikan responden untuk kepentingan penelitian. Nama responden akan dirahasiakan sebagai ganti digunakan nomor responden.

c. Anonymity

Selama kegiatan penelitian nama responden akan dirahasiakan sebagai gantinya digunakan inisial.

d. Confidentially

Peneliti menjadi kerahasiaan identitas responden dan informasi yang diberikan. Semua catatan dan data responden disimpan sebagai dokumentasi penelitian.


(54)

e. Protection From Disconfort

Peneliti menekankan apabila responden merasa tidak aman atau nyaman selama mengikuti kegiatan penelitian sehingga menimbulkan masalah baik fisik maupun psikologis, maka peneliti mempersiapkan responden untuk menghentikan partisipasinya.


(55)

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota dari 8 kabupaten/kota di Provinsi Banten, Kota Tangerang Selatan merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang, diresmikan sebagai daerah otonom pada tanggal 28 Oktober 2008 dengan diberlakukannya Undang-undang nomor 51 tahun 2008. Kota Tangerang Selatan merupakan daerah strategis karena berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, berjarak ±20 kilometer ke ibukota negara dan ±20 menit dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Secara administratif Kota Tangerang Selatan terdiri dari tujuh kecamatan yakni : Pamulang, Ciputat, Ciputat Timur, Pondok Aren, Setu, Serpong dan Serpong Utara. Kota Tangerang Selatan memiliki luas wilayah 147,19 Km2.

Kota Tangerang Selatan terdapat 14 rumah sakit, 11 puskesmas, 18 puskesmas pembantu, 140 klinik, 97 rumah bersalin, 211 dokter praktek , 175 bidan praktek dan 913 posyandu yang semuanya tersebar di 7 kecamatan di Kota Tangerang Selatan.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik informan

Dalam penelitian ini informan dibagi menjadi dua yaitu informan utama dan informan pendukung. Informan utama adalah petugas kesehatan dan petugas KUA yang bertanggung jawab sebagai pemegang program imunisasi tetanus toxoid bagi calon


(56)

umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Sedangkan untuk informan pendukung terdiri dari calon pengantin wanita yang mengikuti penataran sebelum menikah bagi calon pengantin di KUA setempat. Karakteristik dari informan pendukung yang diperoleh antara lain nama, umur, pendidikan terakhir dan status imunisasi TT calon pengantin.

a. Informan utama

Informan utama dalam penelitian ini adalah petugas kesehatan dan petugas KUA yang bertanggung jawab sebagai pemegang program imunisasi tetanus toxoid bagi calon pengantin wanita yang terdiri dari 3 orang petugas kesehatan (petugas puskesmas) dan 3 orang petugas KUA, masing-masing dari wilayah Kecamatan Pamulang, Ciputat, dan Serpong Utara.

Tabel 5.1

Karakteristik informan utama

No Nama Jenis kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan

1. Ibu T P 52 th D3 Petugas Puskesmas

2. Ibu E P 36 th D3 Petugas Puskesmas

3. Ibu S P 36 th D3 Petugas Puskesmas

4. Bp. S L 50 th S1 Petugas KUA

5. Bp. R L 45 th S1 Petugas KUA


(57)

b. Informan pendukung

informan pendukung dalam penelitian ini adalah calon pengantin wanita yang mengikuti penataran sebelum menikah di KUA setempat yang terdiri dari 4 orang responden. Usia responden antara 21 – 30 tahun dengan tingkat pendidikan antara SMA – kuliah. Wawancara dengan informan pendukung dilakukan karena peneliti melihat bahwa dalam pelaksanaan program imunisasi ini para calon pengantin wanita yang dapat merasakan bagaimana program imunisasi ini dilaksanakan. Tujuan wawancara dengan informan pendukung adalah untuk mendapatkan informasi tambahan, cross check data serta untuk memperkaya data penelitian.

2. Pengetahuan tentang program dan pelaksanaan imunisasi TT bagi calon pengantin a. Pengetahuan tentang program

Pengetahuan petugas kesehatan dan petugas KUA tentang program imunisasi TT bagi calon pengantin umumnya sudah baik. Karena berdasarkan hasil wawancara, para petugas dapat menyebutkan manfaat, sasaran, jadwal dari program ini dan hal tersebut sesuai dengan panduan dari Kementrian Kesehatan tentang program imunisasi TT bagi calon pengantin.

“imunisasi TT itu adalah program untuk mencegah penyakit (tetanus) yang dapat

dicegah dengan imunisasi.program imunisasi TT diberikan bagi ibu hamil, wanita usia subur (WUS) serta calon pengantin. Manfaat imunisasi TT itu sendiri, pertama untuk mencegah penyakit tetanus baik bagi ibu dan janin, kedua juga bisa untuk

meningkatkan daya tahan tubuh si ibu untuk mempersiapkan kehamilan”(Ibu E, 36 thn, petugas puskesmas)


(58)

“Imunisasi TT meupakan program untuk memberikan kekebalan pada tubuh kita terhadap penyakit tetanus. Manfaatnya untuk memberikan kekebalan pada tubuh

terhadap penyakit tetanus bagi ibu dan janinnya” (Ibu T, 52 thn, petugas puskesmas)

“Imunisasi TT adalah program imunisasi untuk mencegah penyakit tetanus, program tersebut diberikan kepada ibu hamil, WUS dan calon pengantin. Manfaatnya itu untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus baik pada ibu maupun

pada janin” (Ibu S, 36 thn, petugas puskesmas)

Sedangkan para calon pengantin menyatakan bahwa mereka tidak tahu dengan jelas manfaat dari imunisasi TT bagi calon pengantin, mereka hanya disarankan oleh pihak keluarga dan KUA untuk imunisasi tapi tidak diberi penjelasan yang lebih lanjut. Sehingga para calon pengantin lebih memilih menunggu sampai mendapatkan penjelasan tentang imunisasi TT pada saat kelas penataran calon pengantin atau tidak melakukan imunisasi sama sekali. Hal tersebut dinyatakan oleh informan pendukung sebagai berikut:

“Belum begitu faham, makanya sekarang ikut penataran” (Nn. M, 25 thn, calon pengantin)

“Masih kurang faham, kemarin dari KUA cuma disarankan untuk imunisasi TT tapi belum dijelaskan jadi belum tahu manfaatnya buat apa.” (Nn. P, 21 thn, calon pengantin)

“masih belum ngerti banget gunanya buat apa, kalo memang harus sebelum


(59)

b. Pengetahuan tentang pelaksanaan

Pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin dilakukan dengan cara sosialisasi program, pendataan (screening TT), pelaksanaan pemberian imunisasi TT, dan pencatatan.

1) Sosialisasi program

Menurut petugas kesehatan dan petugas KUA, sosialisasi program imunisasi TT bagi calon pengantin dilaksanakan di puskesmas, posyandu (dilaksanakan di meja 4 oleh kader), dan KUA (kelas penataran calon pengantin) serta petugas puskesmas juga menyatakan bahwa sosialisasi program juga menggunakan media sosialisasi seperti leaflet dan poster.

”Untuk sosialisasi, dilakukan penyuluhan di puskesmas, KUA dan posyandu. penyuluhan di posyandu dilakukan oleh kader di meja 4, sebelumnya para kader mendapat pelatihan pada KIE(komunikasi informasi edukasi) dan Lokmin

(lokakarya mini) yang dilakukan di kelurahan dan puskesmas, tiap bulan 1x”

(Ibu T, 52 thn, petugas puskesmas)

“Untuk sosialisasinya itu biasanya penyuluhan di posyandu oleh petugas puskesmas atau dengan kader dan penyuluhan di KUA” (Ibu S, 36 thn, petugas puskesmas)

“sosialisasi dalam gedung saat pelaksanaan imunisasi TT di puskesmas dan luar gedung melalui rapat kelurahan, posyandu, kader, penataran di KUA dan

lewat leaflet” (Ibu E, 36 thn, petugas puskesmas)


(60)

imunisasi TT dari petugas sebelum mengikuti kelas penataran calon pengantin di KUA.

“Kemarin saat daftar, dari KUA menyarankan untuk imunisasi ke pukesmas tapi

belum dijelaskan apa-apa, makanya sekarang ikut penataran. Belum ke

puskesmas karena menunggu jadwal penatarannya saja.” (Nn. M, 25 thn, calon pengantin)

Para calon pengantin juga tidak pernah datang ke posyandu, karena mereka menganggap bahwa posyandu hanyalah tempat untuk pemeriksaan balita dan ibu hamil/ wanita yang sudah memiliki anak.

“Masih kurang faham, kemarin dari KUA cuma disarankan untuk imunisasi TT

tapi belum tahu manfaatnya buat apa. Belum pernah ke puskesmas atau posyandu dan lagi pula posyandu itu kan tempat untuk periksa anak dan ibu

hamil.” (Nn. P, 21 thn, calon pengantin)

Selain itu dari hasil observasi juga didapatkan hasil bahwa peneliti tidak melihat adanya poster yang dipajang ataupun leaflet tentang imunisasi TT yang akan dibagikan ke masyarakat. Hal ini menunjukkan upaya sosialisasi yang dilakukan oleh para petugas belum memanfaatkan media-media sosialisasi yang mudah difahami oleh masyarakat seperti leaflet atau poster.

2) Pendataan

Pendataan (screening TT) dalam program ini dilakukan untuk mengetahui kelengkapan status imunisasi TT pada wanita usia subur usia 15 – 45 tahun.

“Program pelaksanaaan imunisasi dari puskesmas, pertama pendataan

(screening TT) yaitu pendataan kelengkapan status imunisasi TT pada WUS usia 15-45 tahun.”(Ibu T, 52 thn, petugas puskesmas)


(61)

“Pelaksanaan program imunisasinya, tiga bulan yang lalu diprogramkan dari

dinas kesehatan untuk serentak dilakukan pendataan (screening TT) yaitu untuk mendata kelengkapan status imunisasi TT pada WUS usia 15-45 tahun” (Ibu S, 36 thn, petugas puskesmas)

“Pelaksanaan program imunisasinya itu, pertama ada pendataan (screening TT)

itu untuk mendata status imunisasi TT pada WUS usia 15-45 tahun, jadi semuanya didata dan yang belum imunisasi TT akan langsung disarankan untuk imunisasi TT.“ (Ibu E, 36 thn, petugas puskesmas)

Sedangkan menurut hasil wawancara dengan informan pendukung didapatkan data bahwa mereka tidak pernah didata dan juga tidak tahu tentang adanya pendataan bagi wanita usia subur (WUS) terkait imunisasi TT diwilayah tempat tinggal mereka.

“Tahu dari orang tua. Setahu saya tidak ada pendataan imunisasi TT di daerah

rumah, karena tidak ada orang yang pernah kerumah untuk mendata” (Nn. C, 22 thn, calon pengantin)

“Dari tante karena kemarin kan baru nikah dan dari KUA juga disarankan. Tapi

tidak ada petugas yang melakukan pendataan.” (Nn. M, 25 thn, calon pengantin)

“Dari petugas KUA waktu daftar nikah. Tidak ada petugas yang melakukan pendataan imunisasi TT” (Nn. P, 21 thn, calon pengantin)

“Pernah dengar dari keluarga yang sudah nikah dan teman. Tidak ada petugas yang melakukan pendataan” (Nn. A, 30 thn, calon pengantin)

Hal tersebut menunjukkan bahwa pendataan yang dilakukan oleh petugas belum maksimal karena masih ada wanita usia subur yang belum di data dan


(1)

Pedoman Wawancara Mendalam (Indept interview)

Informan Utama

I. Petunjuk umum a. Tahap perkenalan

b. Ucapkan terima kasih kepada informan atas kesediaan dan waktu yang telah diluangkan untuk pelaksanaan wawancara

c. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara mendalam II. Petunjuk wawancara mendalam

a. Wawancara dilakukanoleh seorang pewawancara

b. Informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, saran dan pengalaman c. Pendapat, saran, pengalaman dan komentar informan sanagat bernilai

d. Tidak ada jawaban yang benar atau salah

e. Semua pendapat, pengalaman, saran dan komentar akan dijamin kerahasiannya

f. Wawancara ini akan direkam pada tape recorder untuk membantu dalam penulisan hasil

III.

Pelaksanaan wawancara A. Perkenalan

a. Identitas informan

Nama :

Umur :

Jenis kelamin : Pekerjaan : Pendidikan terakhir :


(2)

B.

Wawancara

a. Pengetahuan dasar tentang program imunisasi TT pada calon pengantin 1) Apa yang Bapak/ Ibu ketahui tentang program penataran calon pengantin? 2) Materi apa saja yang diberikan dalam penataran tersebut?

3) Apa yang Bapak/ Ibu ketahui tentang program imunisasi TT pada calon pengantin?

b. Persepsi petugas tentang peran dalam pelaksanaan imunisasi TT pada calon pengantin

1) Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang adanya program imunisasi TT pada calon pengantin?

2) Bagaimana pembagian tugas yang dilakukan oleh masing-masing pihak yang terkait (Puskesmas dan KUA)? Apakah pembagian tugas yang dilakukan jelas?

3) Bagaimana pola kerjasama yang biasa Bapak/Ibu lakukan dengan dinas terkait?

c. Pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin

1) Menurut Bapak/Ibu, apakah program ini sudah diketahui oleh masyarakat luas?

2) Bagaimana cara penyampaian program ini sehingga bisa sampai ke masyarakat luas?

3) Apa saja program kerja yang Dinas Kesehatan/ Puskesmas/ KUA lakukan dengan sasaran calon pengantin? Apa tujuan dari program tersebut?


(3)

5) Sudah berapa banyak calon pengantin yang melakukan imunisasi TT tiap bulannya?

6) Berdasarkan hasil studi pendahuluan saya, masih banyak calon pengantin yang tidak melakukan imunisasi TT, menurut Bapak/Ibu apa alasan/ penyebabnya?

d. Hambatan pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin 1) Apa saja hambatan/ kendala dalam terlaksananya program imunisasi TT

pada catin?

2) Apa saja yang sudah Bapak/Ibu lakukan untuk menanggulangi hambatan tersebut?

e. Peluang pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin

1) Menurut Bapak/Ibu berapa besar peluang program ini dapat terlaksana dengan baik?

2) Apa saja yang perlu dilakukan untuk memperbesar peluang tersebut? f. Ancaman terhadap pelaksanaan program imunisasi TT pada calon

pengantin

1) Apa saja hal-hal yang dapat menyulitkan/ merugikan pelaksanaan program ini?

2) Apa saja issue (positif maupun negatif) terkait program imunisasi TT yang ada di masyarakat?


(4)

Pedoman Wawancara Mendalam (Indept interview)

Informan Pendukung

I. Petunjuk umum a. Tahap perkenalan

b. Ucapkan terima kasih kepada informan atas kesediaan dan waktu yang telah diluangkan untuk pelaksanaan wawancara

c. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara mendalam II. Petunjuk wawancara mendalam

a. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara

b. Informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, saran dan pengalaman c. Pendapat, saran, pengalaman dan komentar informan sanagat bernilai

d. Tidak ada jawaban yang benar atau salah

e. Semua pendapat, pengalaman, saran dan komentar akan dijamin kerahasiannya

f. Wawancara ini akan direkam pada tape recorder untuk membantu dalam penulisan hasil

III.

Pelaksanaan wawancara A. Perkenalan

a. Identitas informan

Nama :


(5)

Jenis kelamin : Pekerjaan : Pendidikan terakhir :

B.

Wawancara

a. Pengetahuan dasar tentang program imunisasi TT pada calon pengantin 1) Apa yang anda mengetahui tentang adanya program penataran calon

pengantin?

2) Apa yang anda ketahui tentang program imunisasi TT pada calon pengantin?

b. Persepsi persepsi calon pengantin terhadap pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin

1) Menurut Anda, bagaimana pelayanan yang telah diberikan petugas kesehatan/ KUA terkait program imunisasi TT pada calon pengantin? 2) Menurut Anda, bagaimana usaha petugas kesehatan/ KUA dalam

memberikan pelayanan penataran calon pengantin/ imunisasi TT pada calon pengantin?

c. Pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin

1) Darimana Anda mendapatkan informasi tentang adanya program imunisasi pada catin?

2) Apa saja yang Anda dapatkan baik dari Puskesmas maupun KUA terkait dengan program imunisasi TT pada catin ini?


(6)

1) Menurut Anda, Apa saja hambatan/ kendala terlaksananya program imunisasi TT pada catin (baik hambatan dari petugas maupun dari calon pengantin)?

2) Menurut Anda, apa saja yang menyebabkan masih banyak calon pengantin yang tidak melakukan imunisasi TT?

e. Ancaman terhadap pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin

1) Apa saja issue (positif maupun negatif) terkait program imunisasi TT yang pernah Anda dengar baik dari masyarakat maupun dari orang terdekat?


Dokumen yang terkait

Pengaruh Komunikasi Petugas Kesehatan dan Dukungan Tokoh Agama terhadap Perilaku Ibu Balita dalam Imunisasi Campak di Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan

3 26 144

Gambaran Pengetahuan Ibu-ibu Hamil Tentang Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan Tindakan Pengambilan Imunisasi TT di Poliklinik Ibu Hamil RSUP. Haji Adam Malik Tahun 2010

1 38 49

Pengaruh Kompetensi Petugas Imunisasi Terhadap Pelayanan Imunisasi Tetanus Toxoid Pada Wanita Usia Subur (WUS) Di Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

5 87 140

Pengaruh Pengetahuan Petugas Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Program Promosi Kesehatan Di Puskesmas Di Kabupaten Humbang Hasundutan

2 38 118

Dukungan Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan Program UKS pada SD Negeri di Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh

2 41 60

EVALUASI PROGRAM SKRINING STATUS TETANUS TOXOID WANITA USIA SUBUR (TT WUS) DAN RIWAYAT KEJADIAN TETANUS NEONATARUM (TN) DI JEMBER TAHUN 2010

0 18 21

Penyelenggaraan suscatin oleh kantor urusan agama (KUA) di kota Tanggerang Selatan

0 28 0

Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah Bagi Calon Pengantin Di Kantor Urusan Agama (Kua) Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan

6 75 120

HUBUNGAN PERAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN STATUS IMUNISASI TT PADA WANITA USIA SUBUR DI PUSKESMAS DANUREJAN I YOGYAKARTA

0 0 12

PERENCANAAN TUGAS DALAM PELAKSANAAN KURSUS CALON PENGANTIN (SUSCATIN) DI KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) KECAMATAN SUKARAME BANDAR LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 0 11