Ekonomi Kebijakan Moneter dan pengaruhnya

Nama Kelompok:
Anggun Puspa Regita
Asri Novianti
Aulia Friwidya Putri
Lia Endah Nur Pangestika
Majidah Hasna
Risky Desi Permatasari
Shifa Syafira Maharani

Tujuan Kebijakan moneter
 Menjaga kestabilan ekonomi, artinya pertumbuhan
arus barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan
arus barang dan jasa yang tersedia.
 Menjaga kestabilan harga, artinya harga suatu
barang merupakan hasil interaksi antara jumlah uang
yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia di
pasar.
 Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran
(medium of exchange) dalam perekonomian.
 Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan
likuiditas perekonomian dan stabilitas tingkat harga.

 Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka
mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan
pada berbagai sektor ekonomi.

 Membantu
pemerintah
melaksanakan
kewajibannya yang tidak dapat terealisasi
melalui sumber penerimaan yang normal.
 Meningkatkan kesempatan kerja. Pada saat
perekonomian
stabil,
pengusaha
akan
mengadakan investasi untuk menambah
jumlah barang dan jasa sehingga adanya
investasi akan membuka lapangan kerja baru
sehingga memperluas kesempatan kerja
masyarakat.
 Memperbaiki

neraca
perdagangan
kerja
masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan
jalan meningkatkan ekspor dan mengurangi
impor dari luar negeri yang masuk ke dalam
negeri atau sebaliknya.

Jalur Pembuatan Keputusan Kebijakan Moneter
Dalam menentukan suatu kebijakan moneter tentunya akan
dimulai dari Gubernur Bank Indoensia. Ia akan meminta
pertimbangan kepada Dewan Moneter yang beranggotakan
Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan,
Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri. Kemudian,
akan terjafi perundingan tentang kebijakan apa yang akan diambil
dalam mengatasi masalah yang di hadapi.

Peran Bank Indonesia dalam Kebijakan Moneter
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No.

3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud
dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap
harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia
menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai
sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework)
dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating).
Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas
harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga
menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai
tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level
tertentu.

Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk
melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran
moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan
utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut
menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka
di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat

diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit
atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara
pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.

Politik Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah kebijakan bank sentral untuk
menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dengan
cara menaikan atau menurunkan cadangan minimum yang harus
dipenuhi oleh bank umum dalam mengedarkan atau memberikan
kredit kepada masyarakat.
 
Ketika pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar
maka pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Jika bank
sentral menurunkan cadangan kas, berarti  bank sentral ingin
menambah jumlah uang yang beredar. Dalam hal ini bank-bank
umum diberi kesempatan untuk dapat mengedarkan uang lebih
banyak.
 
Sebaliknya, ketika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang
beredar maka  pemerintah menaikkan rasio cadangan wajib. Hal ini

terjadi karena dengan naiknya cadangan kas berarti bank umum
harus lebih banyak menahan uang tunai untuk tidak diedarkan.
 

Syarat kredit
Ketika bank memberikan pinjaman uang kepada nasabah, bank tentu saja
mengharapkan uangnya kembali. Karenanya, untuk memperkecil risiko
(uangnya tidak kembali, sebagai contoh), dalam memberikan kredit bank
harus mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dengan itikad baik
(willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah
untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya. Hal-hal tersebut terdiri
dari Character (kepribadian), Capacity (kapasitas), Capital (modal), Colateral
(jaminan), dan Condition of Economy (keadaan perekonomian), atau sering
disebut sebagai 5C (panca C).
Karakter
Watak, sifat, kebiasaan debitur (pihak yang berutang) sangat berpengaruh
pada pemberian kredit. Kreditur (pihak pemberi utang) dapat meneliti apakah
calon debitur masuk ke dalam Daftar Orang Tercela (DOT) atau tidak. Untuk
itu kreditur juga dapat meneliti biodatanya dan informasi dari lingkungan
usahanya. Informasi dari lingkungan usahanya dapat diperoleh dari supplier

dan customer dari debitur. Selain itu dapat pula diperoleh dari Informasi Bank
Sentral, namun tidak dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat umum,
karena informasi tersebut hanya dapat di akses oleh pegawai Bank bidang
perkreditan dengan menggunakan password dan komputer yang terhubung
secara on-line dengan Bank sentral.

Kapasitas
Kapasitas
adalah
berhubungan
dengan
kemampuan
seorang
debitur
untuk
mengembalikan pinjaman. Untuk mengukurnya,
kreditur dapat meneliti kemampuan debitur dalam
bidang manajemen, keuangan, pemasaran, dan
lain-lain.
Modal

Dengan melihat banyaknya modal yang dimiliki
debitur atau melihat berapa banyak modal yang
ditanamkan debitur dalam usahanya, kreditur
dapat menilai modal debitur. Semakin banyak
modal yang ditanamkan, debitur akan dipandang
semakin serius dalam menjalankan usahanya.

Jaminan
Jaminan dibutuhkan untuk berjaga-jaga seandainya debitur tidak dapat
mengembalikan pinjamannya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi dari
jumlah pinjaman.
Kondisi ekonomi
Keadaan perekonomian di sekitar tempat tinggal calon debitur juga harus
diperhatikan untuk memperhitungkan kondisi ekonomi yang akan terjadi
di masa datang. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain
masalah daya beli masyarakat, luas pasar, persaingan, perkembangan
teknologi, bahan baku, pasar modal, dan lain sebagainya.