Tugas Makalah UTS Ekonomi Moneter Islam (1)

Tugas Makalah UTS: Ekonomi Moneter Islam – Yusuf Wibisono
Diena Qonita, Ilmu Ekonomi Islam, 1406578760

Evaluasi Kinerja Standar Emas 1880-1914 sebagai Sebuah Sistem
Moneter
Sejarah Penggunaan Standar Emas 1880-1914
Standar emas adalah komitmen dari negara-negara untuk menggunakan
emas sebagai alat pengukur nilai dari barang-barang yang diperdagangkan dalam
perekonomian negara tersebut. Standar emas ini berlaku baik untuk perdagangan
domestik maupun perdagangan luar negeri dengan adanya kesepakatan
antarnegara untuk saling menggunakan emas sebagai jangkar dari mata uangnya.
Kesepakatan ini dibuat dengan tujuan untuk mempermudah transaksi ekonomi
antarnegara. Standar emas sendiri memiliki prinsip, yaitu uang beredar harus
dijamin dengan cadangan emas.
Sebagai sistem moneter, standar emas yang digunakan selama 1880-1914
memiliki beberapa karakteristik, antara lain1:
(i)

Perorangan dapat dengan bebas menimpor dan mengeskpor emas

(ii)


Persediaan uang kertas yang beredar cukup dijamin dengan persediaan
emas

(iii)

Adanya keharusan menjamin jumlah uang beredar dengan persediaan
emas untuk mendorong tetap terjaminnya harga resmi emas

Berdasarkan sumber diperolehnya emas sebagai uang, maka standar emas
memiliki kelemahan yang berhubungan dengan cadangan emas. Ketika cadangan
emas kurang, misal karena adanya penimbunan emas atau adanya suplai barang
yang nilainya melebihi jumlah uang beredar, maka akan terjadi deflasi, yaitu
kenaikan daya beli uang yang disebabkan karena kurangnya suplai uang dalam
perekonomian. Sebaliknya, ketika cadangan emas tiba-tiba bertambah, hal ini akan
langsung berdampak pada kenaikan harga atau inflasi. Inflasi ini disebabkan karena
berlebihnya suplai uang yang beredar dalam masyarakat namun perekonomian
belum menyediakan pertambahan dalam jumlah yang seimbang. Sehingga, barangbarang yang dihargai dengan emas menyesuaikan dengan menaikkan harganya.
Namun, standar emas memiliki mekanisme penyesuaian yaitu the price
specie-flow mechanism yang diajukan oleh David Hume di abad ke-18. Penggunaan

standar emas dapat memperbaiki neraca perdagangan suatu negara secara
otomatis. Contoh dari mekanisme ini dapat digambarkan dengan adanya 2 negara A
dan B di mana kedua negara sama-sama menggunakan emas sebagai mata uang
dan mengadakan perdagangan antara satu sama lain. Ketika ekspor dari negara A
mengalami surplus pada neraca perdagangan, maka ekspor negara A terhadap
negara B akan lebih banyak. Konsekuensinya, akan ada lebih banyak emas yang
masuk ke negara A dari negara B, kemudian jumlah uang beredar menjadi
bertambah dan menyebabkan peningkatan harga barang. Di sisi lain, negara B
mengalami penurunan harga yang disebabkan karena berkurangnya uang yang
beredar dalam perekonomian. Penurunan harga di negara B dapat mendorong
peningkatan ekspor sehingga keadaan yang dialami negara A akan dialami oleh
1 [ CITATION Ser04 \l 1033 ]

negara B. Demikian cara sistem emas menstabilkan perekonomian dengan the
price specie-flow mechanism.
Menurut Schwartz (1987: 370-371), di kalangan ekonom mainstream,
penggunaan standar emas didukung dan ditolak dengan beberapa argumen.
Argumen-argumen yang menerima standar emas antara lain:
(i)


Emas memiliki nilai intrinsik yang dapat menjadi standar nilai untuk
barang-barang lain

(ii)

Penambahan jumlah emas dari hasil tambang memberi dampak yang
relatif kecil terhadap perekonomian, oleh karena itu, nilai emas yang stabil
berpengaruh terhadap stabilitas harga dari tahun ke tahun. Meskipun
emas tidak digunakan sebagai uang, namun hanya sebagai standar dalam
penyediaan uang fiat, efek dari stabilitas emas masih dapat dirasakan,
terutama menghindari kebijakan pemerintah yang bersifat inflationary.

(iii)

Peningkatan suplai uang emas secara otomatis mengikuti profitabilitas
produksi emas, yang mana akan menjamin stabilnya suplai uang dan
harga di jangka panjang.

Evaluasi Standar Emas 1880-1914
Tidak dapat dipungkiri, stabilitas nilai tukar tentunya berpengaruh terhadap

stabilitas harga barang, misal pada terjadinya inflasi atau deflasi. Hubungan antara
keduanya dapat terlihat dari the law of one price. Dalam perekonomian tertutup,
hukum tersebut mengemukakan bahwa harga barang-barang yang sama jika dijual
di dua tempat yang berbeda akan sama harganya. 2 Meskipun ada perdebatan
mengenai biaya transaksi dan perbedaan kebijakan yang memengaruhi harga di
tiap daerah, hukum ini tetap dianggap relevan.
Mekanisme Transmisi Nilai Tukar ke Inflasi

Sumber: Bank Indonesia, 2004
Sesuai dengan teori tersebut yang digambarkan dari grafik di atas, standar
emas memiliki pengaruh terhadap pergerakan harga dalam perekonomian hingga
terjadi inflasi. Dari sisi langsung, standar emas sebagai acuan nilai tukar akan
berdampak langsung terhadap harga barang dalam negeri relatif dengan harga
2 [ CITATION Ser04 \l 1033 ]

barang di negara lain. Apabila nilai tukar lebih rendah, maka ini akan mendorong
ekspor sehingga suplai uang dalam negeri meningkat dan berdampak pada inflasi.
Sementara itu, dari sisi tidak langsung, nilai tukar akan berpengaruh terhadap
permintaan dalam negeri dan permintaan dari luar negeri yang digabung menjadi
permintaan total. Permintaan total ini akan memberikan tekanan pada suplai

barang, sehingga barang akan mengalami peningkatan harga. Kedua hal ini dan
kemudian proses menuju kestabilan dari standar emas dapat dijelaskan dengan
penjelasan the price specie-flow mechanism. Sebagai tambahan, poin-poin dari
kinerja harga di sistem standar emas yang berkaitan dengan suplai emas kiranya
sebagai berikut:
(i)

Harga lebih stabil karena ada pembatasan secara otomatis terhadap
pemerintah dalam mencetak uang dan kredit.

(ii)

Hubungan antara biaya penambangan dan harga jual emas membawa
efek peningkatan volume usaha

(iii)

Memungkinkan munculnya deflasi harga barang dan jasa

Kemudian, standar emas juga dapat dievaluasi dari kinerja nilai tukar, yaitu

adanya penerapan sistem fixed exchange rate. Melalui sistem ini, mata uang
internasional memiliki standar dalam satuan emas yang sama. Dengan kepastian
nilai tukar, perdagangan antarnegara menjadi lebih mudah dan pasti. Sehingga,
dapat dikatakan, standar emas membawa dampak positif terhadap perdagangan
internasional, selain memberikan stabilitas harga domestik.
Dalam penerapan standar emas, stabilitas emas menjadi sesuatu yang
menguntungkan bagi perekonomian. Dengan stabilnya harga emas, maka hargaharga di masa depan dapat terpediksi dengan mudah, baik harga domestik maupun
harga barang internasional. Hal ini tentunya akan mendukung perencanaan
ekspansi bisnis dalam perekonomian. Dampak lebih lanjut dari stabilitas terhadap
efisiensi dalam ekonomi adalah terbentuknya kontrak jangka panjang bagi agenagen ekonomi di pasar. Perbandingan dengan masa-masa ketika perekonomian
mengalami inflasi, semenjak pertengahan tahun 1960-an, kontrak ekonomi jangka
panjang telah banyak ditinggalkan karena potensi kerugian di masa depan.
Sebagai standar moneter yang dinilai stabil, namun standar emas memiliki
catatan kegagalan sebagai sistem moneter. Kegagalan atas penggunaan standar
emas dalam sejarah, terutama di periode 1880-1914, terjadi pada saat terjadi
Perang Dunia. Pada dasarnya, standar emas merupakan sistem moneter yang cukup
stabil dalam perekonomian, karena sifatnya yang langka sehingga uang beredar
dalam ekonomi yang berjalan seperti biasa, sehingga emas memiliki nilai yang
relatif sama dari masa ke masa. Kegagalan emas sebagai standar mata uang
disebabkan karena adanya intervensi pemerintah yang membuat suplai emas tidak

stabil seperti seharusnya.
Standar emas sebagai sistem moneter dimulai ketika terjadi Perang Dunia I
dan II di mana Inggris dan Amerika, sebagai negara dengan perekonomian yang
paling kuat dan memegang peranan penting dalam penentuan emas sebagai mata
uang, terlibat dalam perang dan membutuhkan banyak dana. Kebutuhan akan dana
dalam jumlah besar ini menyebabkan pemerintah dari negara-negara yang terlibat
dalam perang mencari cara untuk memproduksi uang. Semenjak terjadi Great
Depression, banyak negara tidak lagi menggunakan standar emas dan memilih
untuk menerapkan sistem nilai tukar mengambang, baik bebas maupun terkendali.

Penggunaan sistem yang baru inilah yang menjadi celah bagi negara untuk
melakukan penciptaan uang karena nilai mata uang ditetapkan melalui mekanisme
pasar dan tidak ada jaminan emas yang perlu disediakan oleh pemerintah terhadap
uang tersebut. Dengan begitu, pemerintah bisa mencetak uang demi menutup
defisit kas negara akibat biaya perang yang besar.
Setelah perang, penciptaan uang oleh pemerintah tanpa adanya jangkar
ternyata menyebabkan inflasi parah di negara-negara yang ikut dalam perang,
terutama di negara Eropa. Kondisi ini menyadarkan negara-negara di Eropa untuk
menggunakan standar emas lagi untuk menstabilkan harga dan disiplin kebijakan
fiskal. Nilai tukar dalam standar emas yang baru ini tidak hanya dikaitkan dengan

cadangan emas, namun juga valuta asing yang dimiliki negara tersebut.
Selanjutnya, sistem ini disebut dengan gold exchange standard. Namun, sistem
baru ini ternyata tidak berhasil menstabilkan perekonomian negara-negara yang
kembali menggunakannya, contohnya Inggris. Pada akhirnya, negara-negara ini
memutuskan untuk menetapkan nilai mata uang tetap terhadap dolar Amerika yang
menetapkan harga satu ons emas sama dengan 35 dolar Amerika.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, standar emas yang memiliki prinsip bahwa uang yang
beredar harus sama dengan jumlah cadangan emas yang dimiliki oleh suatu
negara, terbukti dapat menciptakan stabilitas perekonomian, seperti yang
dijelaskan dalam the price specie-flow mechanism. Stabilitas ini penting dalam
pertumbuhan perekonomian di jangka panjang, salah satunya dengan kestabilan
nilai tukar dan harga, hal ini dapat mendorong efisiensi perdagangan dan produksi
karena para pelaku ekonomi dapat memprediksi ekonomi di masa depan sehingga
bisa terbentuk suatu kontrak jangka panjang. Kegagalan dari sistem oneter ini
sendiri tidak berhubungan dengan mekanisme standar emas karena kegagalan
disebabkan oleh pemerintah yang menyalahgunakan kekuasaan untuk mereformasi
sistem moneternya sedemikian rupa untuk menghasilkan keuntungan dari
pencetakan uang. Hasilnya, perekonomian menjadi tidak stabil dengan timbulnya
inflasi.

Daftar Referensi

Schwartz, A. J. (1987). Alternative Monetary Regimes: The Gold Standard. In A. J.
Schwartz, Money in Historical Perspective (pp. 364-390). Chicago: University
of Chicago Press.
Seri Kebanksentralan: Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar. (2004, Mei). Retrieved from
Bank Indonesia: http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/bi-danpublik/kebanksentralan/Documents/12.%20Sistem%20dan%20Nilai
%20kebijakan%20Nilai%20Tukar.pdf