Pengkajian pemanfaatan limbah biogas Slu

Seminar Nasional Pangan 2012
UPN ”Veteran” Yogyakarta, 13 November 2012

Aryana Citra K dkk.

PENGKAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH BIOGAS (Slurry Dan Sludge) PADA
BIBIT TANAMAN KOPI
Aryana Citra K, Muryanto, dan Pita Sudrajad
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah
Bukit Tegalepek, Sidomulyo, Ungaran. Kotak Pos 101. Ungaran 50501
085226866260
aryanacitra@yahoo.co.id
Abstract
Assessment of Waste Biogas Utilization (Slurry and Sludge) to Coffee Seedlings. One of
the utilization of biogas waste (slurry and sludge) in the coffee plantation as the village Banaran
PTPN IX, Ambarawa district, Semarang regency which can be used as a liquid organic fertilizer
to reduce fertilizer costs. Studies made in the year 2011, receipts coffee seedlings were 8
months. Treatments were given the gift of waste biogas 100 ml, and 200 ml at intervals giving 7
days, and the control is commonly used fertilizer Hakasi. The results of the study showed the
provision of waste biogas 100 ml and 200 ml / 7 days, were not significantly different effect on
the number of shoots, plant height, leaf width and leaf length compared to the application of

fertilizer is usually done by PTPN, even for parameter number of leaves and number of real
branches more than the controls. This means that the provision of waste biogas can replace
fertilizer used by PTPN IX, thereby reducing fertilizer costs.
Keywords : fertilizer, wastewater biogas, slurry, sludge, coffee seedlings
PENDAHULUAN
Salah satu hasil proses fermentasi anaerob pada instalasi biogas adalah terbentuknya limbah cair
berbentuk slurry. Slurry mengalami penurunan COD sebesar 90% dari kondisi bahan awal dan perbandingan
BOD/COD slurry sebesar 0,37. Nilai ini lebih kecil dari perbandingan BOD/COD limbah cair sebesar 0,5.
Slurry juga mengandung lebih sedikit bakteri pathogen sehingga aman untuk digunakan sebagai pupuk
(Widodo dkk, 2007 dalam Prariesta dan Winata, 2009).
Slurry dapat ditingkatkan nilai ekonomisnya dengan diolah menjadi pupuk organik cair. Menurut
Suzuki et al (2001) dalam Oman (2003), sludge yang berasal dari biogas (slurry) sangat baik untuk dijadikan
pupuk karena mengandung berbagai macam unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan seperti P, Mg, Ca, K, Cu
dan Zn. Kandungan unsur hara dalam limbah (slurry) hasil pembuatan biogas terbilang lengkap meskipun
jumlahnya sedikit.
Wikipedia (2011) menambahkan bahwa limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang
gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain tidak bisa digantikan oleh
pupuk kimia. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan pupuk organik cair memberikan dampak positif
terhadap pertumbuhan tanaman. Misalnya penelitian Rizqiani, dkk (2007) untuk tanaman buncis, Parman

(2007) untuk tanaman kentang, Rahmi dan Jumiati (2007) untuk tanaman jagung manis.
Kandungan unsur hara dalam pupuk organik tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan pupuk
anorganik tetapi pupuk organik mempunyai keistimewaan yaitu dapat memperbaiki sifat fisik tanah,
meningkatkan daya serap dan daya simpan air sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan kesuburan
tanah. Pengunaan pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat meningkatkan

I-1

Seminar Nasional Pangan 2012
UPN ”Veteran” Yogyakarta, 13 November 2012

Aryana Citra K dkk.

pembentukan klorofil daun, meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh serta
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan (Rizqiani dkk, 2007).
Menurut Salisbury dan Ross (1995), selain mengandung unsur nitrogen yang berfungsi menyusun
semua protein, asam amino dan klorofil, pupuk organik cair juga mengandung unsur hara mikro yang
berfungsi sebagai katalisator dalam proses sintesis protein dan pembentukan klorofil.
Sedangkan urine sapi adalah cairan dari proses pembuangan sisa metabolisme oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh sapi melalui proses urinasi. Proses ini diperlukan untuk

membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menajga homeostatis
cairan tubuh.
Pada peternakan sapi, urine cukup menganggu karena baunya yang menyengat. Namun,
berdasarkan beberapa penelitian para ahli, urin sapi ternyata memiliki banyak kegunaan sebagai berikut, Anty
(1987) dalam Affandi (2008) urin sapi mengandung ZPT yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh
diantaranya IAA. Selain itu, urine sapi yang memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan vegetative
tanaman jagung. Phrimantoro (1995) dalam Affandi (2008), urine dengan baunya yang khas dapat mencegah
datangnya berbagai hama tanaman. Oleh karena itu, urine sapi dapat juga berfungsi sebagai pengendalian
hama.
Menurut Lingga (1991) dalam Affandi (2008), kandungan sapi baik padat maupun cair disajikan pada
tabel berikut:
Kotoran
Sapi Padat
Sapi Cair

Nitrogen (%)
0,4
1,0

Kandungan

Fosfor (%)
Kalium (%)
0,2
0,1
0,5
1,5

Air (%)
85
92

METODE PENELITIAN
Pada pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan pemupukan yang terdiri dari
(A) pupuk dari limbah biogas sapi sebanyak 100 ml, (B) pupuk limbah biogas sapi sebanyak 200 ml, dan (C)
pupuk Hakasi terhadap beberapa komponen pertumbuhan seperti jumlah tunas, tinggi tanaman, jumlah daun,
jumlah ranting, lebar daun, dan panjang daun pada bibit tanaman kopi. Pupuk A dan B merupakan pupuk
yang berasal dari limbah biogas sapi. Pupuk C merupakan pupuk yang biasa digunakan oleh PTPN dan
disebut dengan pupuk Hakasi yang komponennya terdiri dari 25 liter air, 20 liter urin, 4 kg NPK, dan 2 kg
Urea.
Pupuk

A Limbah Biogas Sapi
B Limbah Biogas Sapi
C Hakasi (pemberian lewat tanah
dan daun dilakukan secara
bergantian)

Dosis Pemberian
100 ml/minggu/tanaman
200 ml/minggu/tanaman
(10 cc/1 liter air)/2 minggu/5 tanaman
(5 cc/1 liter air)/2 minggu/5 tanaman

Keterangan
Lewat tanah
Lewat tanah
Lewat tanah
Lewat daun/disemprot

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Uji F, dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan

Uji DMRT/Duncan. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan pemupukan terhadap pertumbuhan bibit
tanaman kopi disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis statistik tersebut menunjukan bahwa perlakuan
pemberian pupuk berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan jumlah tunas, jumlah daun, dan jumlah
ranting bibit tanaman kopi.
Tabel 1. Hasil analisis ragam pertumbuhan bibit tanaman kopi dengan perlakuan pemupukan.
I-2

Seminar Nasional Pangan 2012
UPN ”Veteran” Yogyakarta, 13 November 2012

Aryana Citra K dkk.

1.
2.
3.
4.

Variabel pengamatan
Jumlah tunas 7 HST
Jumlah tunas 14 HST

Jumlah tunas 21 HST
Jumlah tunas 28 HST

Pemupukan
*
tn
tn
tn

5.
6.
7.
8.

Tinggi tanaman 7 HST
Tinggi tanaman 14 HST
Tinggi tanaman 21 HST
Tinggi tanaman 28 HST

tn

tn
tn
tn

9.
10.
11.
12.

Jumlah daun 7 HST
Jumlah daun 14 HST
Jumlah daun 21 HST
Jumlah daun 28 HST

*
*
*
*

13.

14.
15.
16.

Jumlah ranting 7 HST
Jumlah ranting 14 HST
Jumlah ranting 21 HST
Jumlah ranting 28 HST

tn
tn
*
tn

17.
18.
19.
20.

Lebar daun 7 HST

Lebar daun 14 HST
Lebar daun 21 HST
Lebar daun 28 HST

tn
tn
tn
tn

21.
22.
23.
24.

Panjang daun 7 HST
Panjang daun 14 HST
Panjang daun 21 HST
Panjang daun 28 HST

tn

tn
tn
tn

Keterangan : tn = tidak nyata, * = berbeda nyata, ** = berbeda sangat nyata

Jumlah Tunas
Hasil analisis ragam terhadap jumlah tunas bibit tanaman kopi pengamatan pada umur 7, 14,21, dan
28 HST menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan hanya pada umur 7 HST. Hasil
uji lanjut DMRT pada umur 7 HST disajikan pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Jumlah Tunas Bibit Tanaman Kopi pada Semua Umur
Pengamatan (7, 14,21, dan 28 HST)
Perlakuan

Jumlah Tunas
14 HST
21 HST
0,8667 a
2,0867 a
0,9000 a
2,1000 a
0,5667 a
2,3333 a

7 HST
0,6667 b
2.8333 a
1.5333 b

Limbah biogas sapi 100 ml (A)
Limbah biogas sapi 200 ml (B)
Pupuk Hakasi (urin sapi+pupuk
anorganik) (C)
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

28 HST
6,720 a
6,633 a
6,400 a

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 7 HST jumlah tunas tertinggi terdapat pada
pemberian perlakuan limbah biogas 200 ml (B) sebanyak 2,8333 tunas, diikuti oleh pemberian perlakuan
pupuk hakasi sebanyak 1,5333 tunas, dan terakhir limbah biogas 100 ml sebanyak 0,6667 tunas.

I-3

Seminar Nasional Pangan 2012
UPN ”Veteran” Yogyakarta, 13 November 2012

Aryana Citra K dkk.

Perlakuan limbah biogas sapi 200 ml (B) memberikan jumlah tunas tertinggi pada umur 7 HST, juga
pada umur 14 HST. Pada umur pengamatan 21 HST jumlah tunas tertinggi dicapai oleh perlakuan pupuk
hakasi (C), sedangkan pada umur 28 HST jumlah tunas tertinggi dicapai oleh perlakuan limbah biogas sapi
100 ml (A).
Tinggi Tanaman
Hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman bibit tanaman kopi pengamatan pada umur 7, 14, 21,
dan 28 HST menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Meskipun tidak
berbeda nyata namun tinggi tanaman pada semua umur pengamatan menunjukkan bahwa pemberian
perlakuan pemupukan dengan menggunakan limbah biogas sapi 200 ml (B) lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan pemupukan A dan C (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Tinggi Tanaman Bibit Tanaman Kopi pada Semua Umur
Pengamatan
Tinggi Tanaman (cm)
7 HST
14 HST
21 HST
Limbah biogas sapi 100 ml (A)
51,200 a
52,700 a
53,100 a
Limbah biogas sapi 200 ml (B)
49,667 a
55,467 a
55,667 a
Pupuk Hakasi (urin sapi+pupuk anorganik) (C)
48,367 a
48,500 a
48,500 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Perlakuan

28 HST
53,133 a
55,700 a
48,767 a

Jumlah Daun
Hasil analisis ragam terhadap jumlah daun bibit tanaman kopi pengamatan pada umur 7, 14, 21, dan
28 HST menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan pada semua umur pengamatan.
Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap jumlah daun pada semua umur pengamatan (7, 14, 21, dan 28
HST) disajikan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Jumlah Daun Bibit Tanaman Kopi pada Semua Umur
Pengamatan (7, 14, 21, dan 28 HST)
Jumlah Daun (helai)
14 HST
21 HST
34,733 a
34,733 a
30,167 ab
30,333 ab

Perlakuan

7 HST
Limbah biogas sapi 100 ml (A)
34,667 a
Limbah biogas sapi 200 ml (B)
28,767 ab
Pupuk Hakasi (urin sapi+pupuk
22,833 b
22,967 b
22,967 b
anorganik) (C)
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

28 HST
36,200 a
31,067 ab
25,200 b

Tabel 4 menunjukkan bahwa bibit tanaman kopi pada semua umur pengamatan perlakuan limbah
biogas 100 ml (A) mencapai jumlah daun tertinggi, kemudian diikuti oleh perlakuan limbah biogas 200 ml (B),
dan pupuk Hakasi (urin sapi+pupuk anorganik) (C).
Jumlah Ranting
Hasil analisis ragam terhadap jumlah ranting bibit tanaman kopi pengamatan pada umur 7, 14,21,
dan 28 HST menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan hanya pada umur 21 HST.
Hasil uji lanjut DMRT pada umur 21 HST disajikan pada Tabel 5 berikut.

I-4

Seminar Nasional Pangan 2012
UPN ”Veteran” Yogyakarta, 13 November 2012

Aryana Citra K dkk.

Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Jumlah Ranting pada Semua Umur Pengamatan (7,
14,21, dan 28 HST)
Perlakuan
7 HST
4,5333 a
5,7667 a
4,0667 a

Jumlah Ranting
14 HST
21 HST
5,1667 a
6,1667 a
5,8667 a
5,8667 a
4,5000 a
4,6333 b

Limbah biogas sapi 100 ml (A)
Limbah biogas sapi 200 ml (B)
Pupuk Hakasi (urin sapi+pupuk anorganik)
(C)
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

28 HST
6,1167 a
7,4000 a
5,4000 a

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 21 HST jumlah ranting tertinggi adalah
pada perlakuan limbah biogas sapi 100 ml (A), dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan limbah biogas sapi
200 ml (B), yaitu masing-masing sebesar 6,1667 ranting (A), dan 5,8667 ranting (B), sedangkan perlakuan
pupuk hakasi (C) mencapai jumlah ranting terendah yaitu sebesar 4,6333 ranting.
Demikian pula pada tiga dari empat umur pengamatan yang lain (7, 14, dan 28 HST) jumlah ranting
tertinggi terdapat pada pemberian perlakuan limbah biogas 200 ml (B), diikuti limbah biogas 100 ml (A), dan
terendah adalah pupuk hakasi (C).
Lebar Daun
Hasil analisis ragam terhadap lebar daun bibit tanaman kopi pada semua umur pengamatan 7, 14,
21, dan 28 HST menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Meskipun tidak
berbeda nyata namun lebar daun pada semua umur pengamatan menunjukkan bahwa pemberian perlakuan
pemupukan dengan menggunakan limbah biogas sapi 200 ml (B) mencapai lebar daun tertinggi, kemudian
diikuti limbah biogas sapi 100 ml (A) dan terendah yaitu pupuk Hakasi (C) (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Lebar Daun Bibit Tanaman Kopi pada Semua Umur
Pengamatan
Lebar daun (cm)
7 HST
14 HST
21 HST
Limbah biogas sapi 100 ml (A)
6,2333 a
6,2333 a
6,3000 a
Limbah biogas sapi 200 ml (B)
6,6667 a
6,7667 a
6,7667 a
Pupuk Hakasi (urin sapi+pupuk anorganik) (C)
6,0333 a
6,1000 a
6,1000 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Perlakuan

28 HST
6,4667 a
6,8667 a
6,3000 a

Panjang Daun
Hasil analisis ragam terhadap panjang daun bibit tanaman kopi pengamatan pada umur 7, 14, 21,
dan 28 HST menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Meskipun tidak
berbeda nyata namun panjang daun pada semua umur pengamatan menunjukkan bahwa pemberian
perlakuan pemupukan dengan menggunakan limbah biogas sapi 200 ml (B) mencapai panjang daun tertinggi,
kemudian diikuti limbah biogas sapi 100 ml (A) dan terendah yaitu pupuk hakasi (C) (Tabel 6).
Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Panjang Daun Bibit Tanaman Kopi pada Semua Umur
Pengamatan
Panjang Daun (cm)
7 HST
14 HST
21 HST
Limbah biogas sapi 100 ml (A)
14,100 a
14,200 a
14,367 a
Limbah biogas sapi 200 ml (B)
14,267 a
14,400 a
14,400 a
Pupuk Hakasi (urin sapi+pupuk anorganik) (C)
12,000 a
12,133 a
12,133 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Perlakuan

I-5

28 HST
14,367 a
14,400 a
12,300 a

Seminar Nasional Pangan 2012
UPN ”Veteran” Yogyakarta, 13 November 2012

Aryana Citra K dkk.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengkajian pada semua variable pertumbuhan dan semua umur pengamatan bibit
tanaman kopi diketahui bahwa:
Hasil sisa pemrosesan biogas berupa limbah biogas (slury dan slut) dimanfaatkan sebagai pupuk
cair untuk bibit tanaman kopi, hasilnya menunjukkan bahwa pemberian limbah biogas 100 ml dan 200 ml/7
hari, tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap jumlah tunas, tinggi tanaman, lebar daun dan panjang daun
dibandingkan dengan pemberian pupuk yang biasa dilakukan oleh PTPN, bahkan untuk parameter jumlah
daun dan jumlah ranting nyata lebih banyak dibandingkan kontrol. Hal ini berarti bahwa pemberian limbah
biogas tersebut dapat menggantikan pupuk yang biasa digunakan oleh PTPN IX, sehingga dapat mengurangi
biaya pemupukan.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi. 2008. Pemanfaatan Urine Sapi Yang Difermentasi Sebagai Nutrisi Tanaman
http://affandi21.xanga.com/644038359/pemanfaatan-urine-sapi-yang-difermentasi-sebagai-nutrisitanaman/. Diakses pada 10 Desember 2011.
Oman. 2003. Kandungan Nitrogen (N) Pupuk Organik Cair Dari Hasil Penambahan Urine Pada Limbah
(Sludge) Keluaran Instalasi Gas Bio Dengan Masukan Feces Sapi. Skripsi Jurusan Ilmu Produksi
Ternak. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan
Parman, S. (2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kentang
(Solanum tuberosum). Buletin Anatomi dan Fisiologi, Vol XV: 21-31
Prariesta, D dan Winata, R. 2009. Peningkatan Kualitas Pupuk Organik Cair Dari Limbah Cair Produksi
Biogas. Tugas Akhir Jurusan Teknik Kimia. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Tidak
diterbitkan.
Rahmi, A dan Jumiati. 2007. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Penyemprotan Pupuk Organik Cair Super ACI
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis. Agritrop, 26: 105-109.
Rizqiani, N. F. Ambarwati, E. dan Yuwono, N. W. 2007. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pemberian Pupuk
Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Dataran Rendah. Jurnal
Ilmu Tanah dan Lingkungan, Vol 7: 43-53.
Salisbury B. F. dan Ross, C. C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Wikipedia. 2011. Biogas. www.wikipedia.org.wiki/biogas. Diakses tanggal 10 Desember 2011.

I-6