Dua Kejutan Besar untuk Guru

Dua Kejutan Besar untuk Guru di Tahun 2013
Oleh:
Rudi Ahmad Suryadi

Seperti halnya pesan Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave, dunia kita sekarang
sudah berubah dari dunia industri ke dunia informasi.

Orang yang akan sukses pada era

informasi ini adalah orang yang mampu menangkap informasi dengan cepat atau bahkan
menguasai informasi. Perubahan yang sedemikian rupa pesatnya menuntut manusia untuk
menyadari akan adanya perubahan, melejetitkan kompetensi, dan mentransformasi diri menjadi
lebih berkualitas dalam menghadapi tantangan dan peluang yang ada di hadapannya. Semakin
cepat dalam menangkap informasi, semakin mudah menggenggam dunia perubahan yang ada.
Kira-kira seperti itu pesan yang diamanatkan oleh Toffler dalam gelombang informasi ini.
Dari pesan Alvin Toffler ini, seorang futurolog sebelum munculnya buku Megatrend
2000, jika kita masukkan pada dunia perkembangan pendidikan, insan pendidikan khususnya
guru (dalam bahasa aturan disebut pendidik) harus siap menghadapi gelombang perubahan
paradigma, konsep, juga bahasan teoritis terkini pada zamannya. Perubahan yang terjadi dalam
dunia pendidikan kita, di samping masih maraknya permasalahan yang ada, menyiratkan sebuah
perpindahan dari capaian kualitas ke kualitas lainnya. Pada tahun 2013 yang akan datang,

terdapat dua kejutan besar (shocks dalam bahasa Alvin Toffler) yang akan mendorong insan
pendidik memikirkan kembali pencapaian kualitas kinerja dan proses pembelajaran yang menjadi
tugas ampuannya. Dua kejutan besar yang muncul adalah: 1) Penilaian Kinerja dan
Pengembangan Keprofesian Berlanjut (PKB); 2) perubahan kurikulum. Kejutan perubahan di
dunia pendidikan yang diwakili oleh dua hal di atas cukup beralasan. Sebab, pencapaian kualitas
didorong oleh semangat perubahan menuju kondisi yang lebih baik.
Penilaian Kinerja dan Pengembangan Keprofesian Berlanjut (PKB)
Jika kita menelaah kembali aturan formal Penilaian Kinerja dan Pengembangan
Keprofesian Berlanjut (PKB) bagi guru yaitu Permenpan dan RB Nomor 16 tahun 2009 tentang
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dan Permendiknas Nomor 35 tahun 2010 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, terdapat sebuah

perubahan dalam kinerja guru. Guru dalam konteks kedua aturan ini, yang akan diberlakukan
mulai tanggal 1 Januari 2013, selain melaksanakan tugas dalam pembelajaran, mereka dituntut
untuk mengembangkan publikasi ilmiah dan karya inovatif di bidang pendidikan. Dua jenis
pengembangan ini, pada aturan sebelumnya sudah tampak muncul. Namun dalam konteks aturan
baru di atas, dua jenis pengembangan ini menjadi unsur pokok dalam penilaian kinerja.
Misalnya, Guru yang bergolongan III C mau naik ke golongan III D, dituntut untuk memiliki
nilai dalam publikasi ilmiah dan atau karya inovatif di bidang pendidikan. Konversi dan
peralihan kenaikan jenjang seperti ini bisa dianggap sebuah “kejutan”


karena pada aturan

sebelumnya tidak dituntut untuk memenuhi unsur publikasi ilmiah dan atau karya inovatif.
Guru dihadapkan pada sebuah kenyataan tuntutan bahwa mereka harus mampu menulis
karya ilmiah juga pengembangan karya inovatifnya. Dua kata kunci ini menjadi ciri khas peubah
(variable) dalam menentukan kualitas guru walaupun masih dalam tahap kuantifikasi nilai yang
akan memberikan gambaran kualitas guru. Tuntutan ini menghendaki adanya sebuah pola pikir
yang diubah pada diri guru. Guru harus mampu menuliskan apa yang ia kerjakan (write what
they do). Dua kunci peubah ini sejatinya akan menggambarkan sebuah harapan baru dalam
perkembangan kualitas pendidikan berbasis kompetensi guru.
Perubahan Kurikulum Tahun 2013
Ibarat sebuah pepatah filosofis, “the only constant thing in the world is change”, satusatunya yang menetap di dunia ini adalah perubahan. Pepatah ini sangat nyata di hadapan kita.
Semua yang ada mengalami perubahan baik aspek pribadi, sosial, ekonomi, politik, sains dan
teknologi, juga perubahan cara pandang dan pola pikir. Malah yang terakhir ini yang mendorong
perubahan. Perubahan yang terjadi ini tidak bisa dielakkan oleh dunia pendidikan, selain
perubahan kompetensi guru sebagaimana diuraikan di atas, terutama pada aspek kurikulum.
Gaung perubahan kurikulum selalu mengisi ruang pembicaraan mengenai pendidikan.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, kurikulum selalu mengalami perubahan. Kurikulum
1994 diubah menjadi kurikulum 2004; kurikulum 2004 diubah menjadi kurikulum 2006 dengan

kata kunci kurikulum satuan pendidikan; dan sekarang dari kurikulum 2006 akan diubah menjadi
kurikulum 2013. Penyebutan kurikulum tersebut banyak dikenal dengan tahun pemberlakuannya.
Kurikulum 2013 disebut karena rencananya akan diberlakukan mulai tahun 2013 secara
bertahap.

Tema pengembangan kurikulum 2013 adalah dapat menghasilkan insan Indonesia yang
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan
(tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Diakui dalam perkembangan
kehidupan dan ilmu pengetahuan abad 21, kini memang telah terjadi pergeseran baik ciri maupun
model pembelajaran. Inilah yang diantisipasi pada kurikulum 2013. (www.kemendikbud.org)
Empat tema pokok di atas menyuguhkan sebuah pandangan bahwa kurikulum dapat
berubah sesuai dengan karakteristik perkembangan kehidupan yang terjadi. Kurikulum 2013
diharapkan dapat menghasilkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan memiliki
sikap afektif yang baik. Keempat pilar ini akan mengubah cara pandang guru dalam
mengembangkan pembelajaran. Guru dalam konteks kurikulum 2013 sejatinya harus mampu
mengembangkan pembelajaran yang mendorong siswa menjadi produktif, kreatif, mampu
melakukan inovasi, disertai dengan sikap yang memiliki integritas dalam dirinya. Untuk
mewujudkan cita-cita besar tersebut, tentunya dimulai dari peningkatan kompetensi guru sebab
guru menjadi ujung tombak pencapaian kualitas pendidikan.
Jika setiap gelombang perubahan mempunyai kejutan-kejutan tertentu, gelombang besar

pada tahun 2013 ini masih terletak pada gaung profesionalitas guru. Setidaknya terdapat dua hal
penting dalam memberikan respons terhadap kejutan di atas. Pertama, guru mengubah cara
pandang (paradigm) kinerja dari yang hanya concern pada bagaimana bisa naik pangkat,
sekarang diubah menjadi bagaimana dapat mengaktualisasikan profesioanalitasnya pada sebuah
karya dalam pengembangan kualitas pendidikan. Kedua, guru memahami perkembangan realitas
luar diri, siswa, dan sekolahnya, dan menjadikan kondisi perubahan yang ada sebagai dasar
dalam mengembangkan model pembelajaran yang akan menghasilkan siswa produktif, kreatif,
inovatif, dan afektif.

Jika slogan guru adalah “digugu” dan “ditiru”, maka jika siswanya

diharapkan menjadi kreatif, gurunya dulu yang harus kreatif. Dalam konteks ini, spirit Islam
tetap relevan yaitu untuk memulai mengubah diri menjadi lebih berkualitas sebelum orang lain,
Ibda’ bi nafsika.