islam dan simbol bulan sabit

ISLAM DAN SIMBOL BULAN SABIT DAN BINTANG
Sumber : kompasiana.com (juli 2012)
kompas.com (agustus 2012)

Bulan sabit telah lama dijadikan simbol dari segala hal
yang bernuansa islami. Penggunaannya sangat luas, mulai dari
simbol di atas kubah masjid, gerakan kepalangmerahan, lambang
partai politik, hingga lambang sejumlah negara. Bentuk yang
paling banyak digunakan adalah sabit tegak mirip huruf C. Bentuk
bulan sabit berbeda-beda bergantung dari posisi tempat terkait di
muka Bumi. Di sekitar khatulistiwa, posisi bulan sabit seperti u.
Menjauhi khatulistiwa, bentuknya makin miring mirip huruf C.
”Di daerah yang terletak pada 40-60 derajat Lintang Utara atau
Lintang Selatan, bentuk bulan sabit terlihat tegak seperti huruf
C,” kata Judhistira Aria Utama dari Laboratorium Bumi dan
Antariksa, Universitas Pendidikan Indonesia.
Helmer Aslaksen, pengajar Departemen Matematika di
National University of Singapore dalam artikel What Does the
Waxing or Waning Moon Look Like in Different Parts of the World?
menyatakan, “bulan sabit muda di belahan Bumi utara, yang
menandai awal bulan dalam penanggalan Hijriah, terlihat mirip

huruf C terbalik (Ɔ ). Adapun bulan sabit tua yang menandai akhir
bulan Hijriah akan berbentuk mirip huruf C.”
Maksud dari pernyataan tersebut adalah fase Bulan dari
sabit muda hingga sabit tua di belahan Bumi utara bergeser dari
bagian kanan Bulan ke bagian kiri. Kondisi ini terjadi karena gerak
Bulan di belahan Bumi utara searah dengan jarum jam.
Sebaliknya, di belahan Bumi selatan, bulan sabit muda terlihat
mirip huruf C dan sabit tua mirip huruf C terbalik (Ɔ ). Bulan di
belahan Bumi selatan bergerak berlawanan arah jarum jam.
Sedangkan di daerah khatulistiwa, bulan sabit muda dan tua
bentuknya sama, hanya ditentukan oleh posisi dan waktu
terlihatnya. Bulan sabit muda yang terlihat di ufuk barat setelah
Matahari terbenam, sedangkan bulan sabit tua terlihat di ufuk
timur sebelum Matahari terbit.

Di khatulistiwa, semua benda langit terbit dan terbenam
tegak lurus terhadap horizon (ufuk). Ini membuat bulan sabit
muda ataupun sabit tua sama-sama telentang ke atas. Arah sabit
luar bulan selalu menunjukkan arah datangnya sinar Matahari.
Saat sabit muda, sinar Bulan berasal dari Matahari menjelang

terbenam. Sedangkan pada sabit tua, sinar Bulan berasal dari
Matahari yang belum terbit. Ini sebabnya tak ada bentuk sabit
telungkup.
Selain kesalahan penentuan posisi bulan sabit berdasarkan
wilayah, kata Judhistira, bentuk bulan sabit yang digambarkan
banyak yang berbeda dengan kondisi riil di alam. Sejumlah simbol
menggambarkan bentuk sabit hampir seperti lingkaran penuh
dengan kedua ujung sabit hampir bertemu. Di alam bulan sabit
selalu membentuk setengah lingkaran. Ini karena hanya separuh
Bulan yang menerima pancaran sinar Matahari.
Penempatan bintang di antara ujung sabit juga tidak tepat.
Bagian gelap di tengah bulan sabit bukan ruang kosong, tetapi
bagian Bulan yang tidak menerima pancaran sinar Matahari.
Seperti benda-benda langit lain yang memiliki gravitasi dan
berputar pada porosnya, bentuk Bulan seperti bola. Fase-fase
Bulan mulai dari bulan mati, sabit muda, seperempat pertama,
tiga perempat pertama, purnama, hingga kembali lagi ke Bulan
mati terbentuk akibat dinamika Bulan yang berputar pada
porosnya sembari mengelilingi Bumi. Apabila terlihat bintang, itu
akan berada di dekat Bulan, bukan di lingkaran Bulan.

Simbol Bulan Sabit dan Bintang
Penggambaran bulan sabit telentang dapat ditemukan di
sejumlah masjid lama atau lambang Partai Masyumi di masa Orde
Lama. Namun, bentuknya tidak sesuai kondisi sebenarnya.
”Bahasa simbol tidak selalu sejalan dengan sains. Tidak berarti itu
salah. Simbol dibuat tidak selalu berdasarkan realitas di alam,”
kata Judhistira.
Hal senada diungkapkan Guru Besar Sejarah Kebudayaan
Arab, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A.. ”Bulan sabit itu
soal identitas, harus dibedakan dengan realitas,” ujarnya. Bulan
sabit sebagai simbol Islam mulai digunakan pada masa Abdul
Malik bin Marwan yang meletakkan simbol bulan sabit pada
kubah Masjid Al Aqsa di abad ke-7 Masehi. Kubah yang dinamai
Kubah As Sakhra ini berupa kubah batu, bukan yang ada di Masjid
Al Aqsa saat ini.
Simbol ini juga digunakan sebagai lambang pasukan Islam
yang dipimpin Shalahuddin Al Ayyubi dalam perang salib pada
abad ke-12. Di era modern, simbol ini digunakan di masa

Usmaniyah atau Ottoman di Turki pada abad ke-18. Sejak itu,
simbol bulan sabit menyebar sebagai identitas kultural Islam
ke seluruh dunia. Ia banyak dijadikan lambang negara Islam atau
berpenduduk Muslim, seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Turki,
Pakistan, Aljazair, Tunisia, Turkmenistan, Uzbekistan, dan
Azerbaijan. Simbol tersebut juga digunakan untuk lambang yang
tak terkait Islam, seperti simbol kota Sintra di Portugal, Tranow di
Polandia, Portsmouth di Inggris.
Menurut Sukron, simbol dipakai berdasarkan kesepakatan
atau konvensi semata. Antara tanda dan makna yang dikandung
biasanya memiliki hubungan logis. ”Yang penting dalam simbol
bulan sabit bukan posisi atau bentuk bulan sabit, tapi maknanya,”
kata Sukron. Penggunaan bulan sabit sebagai penanda masjid di
Indonesia, kata Sukron, berlangsung setelah kemerdekaan dan
makin masif sesudah reformasi. Hal ini seiring maraknya
penggunaan kubah sebagai atap masjid.
Masjid asli Nusantara umumnya menggunakan atap
berundak dengan ujung atas berupa tiang mirip tusuk sate di atas
Gedung Sate, Bandung, atau berupa mustaka beraneka bentuk.
Jika ditilik dari sisi historis, maka akan terlihat jelas bahwa simbol

bulan sabit itu sebenarnya adalah untuk melambangkan dua
tanduk.
Pertanyaan kemudian, “dari mana Islam mengenai simbol
bulan sabit?” Secara umum, beberapa pendapat akan merujuk
pada kesamaan dengan bendera negara Turki yang mana
merujuk juga pada simbol panji-panji yang digunakan oleh tentara

Dinasti Ottoman dimasanya. Tapi benarkah demikian? Islam
melarang penggunaan simbol-simbol dalam agama. Jadi, jelas
bahwa tidak ada simbol dalam Islam. Lalu apakah itu yang sering
digunakan sebagai hiasan di masjid-masjid? Dalam sejarahnya,
Nabi Muhammad Saw. diketahui meninggalkan sebuah emblem
pada masjid yang pertama kali dibangun, Masjid Nabawi. Emblem
tersebut masih ada sampai sekarang jika kita berkunjung ke
Masjid Nabawi. Emblem tersebut seperti bulan yang berpaling ke
atas, tetapi hal tersebut bukan bulan. Hal tersebut seperti tubuh
dari sebuah lyre. Ia mirip dengan huruf Y. Huruf Y yang mengitari
menara. Ujung-ujung yang menikung lancip ke luar. Ia ada di
semua masjid-masjid besar kita. Ia terlihat lebih ke menyempit
daripada Phi. Ia seperti kuncup tulip, tetapi dipersilangkan.

Menurut Achmad Rofi’i, Lc., M.Pd., bulan sabit & bintang
sesungguhnya BUKAN bagian daripada Islam dan TIDAK
SEMESTINYA dianggap sebagai lambang Islam. Karena baik
Bintang segi delapan ataupun Bulan Sabit & Bintang keduanya
adalah berasal dari kepercayaan paganisme, yang jelas-jelas
bertentangan dengan ‘aqiidah Islamiyyah.
Sangat disayangkan kesalahkaprahan ini telah tersebar ke
seluruh dunia, sehingga tidak heran apabila dalam anggapan
orang-orang kafir, mereka mempunyai persepsi yang keliru
bahwa kaum Muslimin menyembah berhala; oleh karena
kesamaan ikon Bulan Sabit & Bintang yang banyak digunakan
kaum Muslimin dengan simbol serupa pada paganisme. Padahal
Islam berlepas diri dari simbol tersebut. Tidak pernah terdapat
riwayat yang shohiih bahwa Nabi Muhammad Saw. menggunakan
simbol-simbol itu.
Sebagian kaum muslimin melihat bahwa bulan bintang
tidak dicontohkan penggunaannya oleh Rasulullah, dan
karenanya menolak lambang ini. Sebagian yang lain melihat
bahwa secara umum tidak masalah karena memang pada
kenyataannya orang sudah mengasosiasikan lambang bulan sabit

dengan kaum muslimin. Yang utama bagi kita, kaum muslimin,
adalah bahwa Allah dan Rasul-Nya tidak meminta kita untuk
menjadikan
simbol
apapun
untuk
diagung-agungkan,
dikeramatkan. Bahkan Islam sangat menentang kemusyrikan

yang bisa bermula dari pengkultusan, pengidolaan,
penghormatan berlebihan terhadap suatu hal.

atau