Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivi

Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas Senyawa Analog Progesteron
sebagai Penguat Endometrium Rahim dengan Metode Hansch-Fujita

LAPORAN TUGAS AKHIR

SANA RIANA AULIA
21-11-1043

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG
PROGRAM STUDI STRATA SATU FARMASI
2015

1

Lembar Pengesahan

PROPOSAL PENELITIAN

Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas Senyawa Analog Progesteron
sebagai Penguat Endometrium Rahim dengan Metode Hansch-Fujita


Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Tugas Akhir I
Sekolah Tinggi Farmasi Bandung

Sana Riana Aulia
21-11-1043

Bandung, 23 Januari 2015
Menyetujui,
Pembimbing I

Pembimbing II

(Muhammad Nur Abdillah, M. Si., Apt)

(Andhika Bintang Mahardhika, M. Si., Apt)

2

DAFTAR ISI


Lembar Pengesahan..................................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 5
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 6
1.3 Hipotesis........................................................................................... 6
1.4 Batasan Masalah.................................................................................. 6
1.5 Tujuan Penelitian................................................................................. 7
1.6 Manfaat Penelitian............................................................................... 7
1.7 Tempat dan Waktu Penilitian...................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................8
2.1 Endometrium...................................................................................... 8
2.2 Implantasi.......................................................................................... 9
2.3 Hormon.......................................................................................... 10
2.4 Hormon Progesteron...........................................................................11
2.5 Sintesis dan Sekresi Progesteron............................................................12
2.6 Fisiologi dan Khasiat Farmakologi.........................................................13
2.7 Mekanisme Kerja Progesteron...............................................................13
2.8 Derivat Progesteron............................................................................14
2.9 Hubungan Struktur dan Aktivitas Senyawa Progesteron...............................14

2.10 Data Aktivitas Biologi.......................................................................16
2.11 Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas...........................................17
2.11.1 Model Pendekatan HKSA Free-Wilson.............................................17
2.11.2 Model Pendekatan HKSA Hansch...................................................18
2.11.3 Parameter Sifat Kimia Fisika dalam HKSA Model Hansch.....................18
2.11.4 Analisis Statistik dalam HKSA Model Hansch....................................19
BAB III METODELOGI PENELITIAN..........................................................22
BAB IV ALAT DAN PROGRAM..................................................................23
4.1 Alat................................................................................................ 23
4.2 Program.......................................................................................... 23
BAB V PROSEDUR PENELITIAN...............................................................24

3

5.1 Pencarian Data Aktivitas Biologi Dan Sifat Fisikokimia Dari Literatur.............24
5.2 Pemodelan Molekul dan Optimasi Struktur Turunan Progesteron....................24
5.3 Perhitungan Deskriptor Turunan Progesteron............................................24
5.4 Analisis Statistik................................................................................ 24
5.5 Validasi persamaan HKSA terpilih..........................................................24
5.6 Kajian HKSA antara Deskriptor dengan Aktivitas Biologi............................25

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 26

4

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatkan kesehatan ibu menjadi salah satu goals dalam deklarasi MDGs
(Millennium Development Goals). Indonesia turut andil dalam mendeklarasikan
MDGs dengan cara, menyelaraskan goals tersebut dengan RPJMN (Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional) pada tahun 2009-2014, khususnya
dalam bidang kesehatan.
Menjaga kesehatan reproduksi ibu, merupakan salah satu upaya untuk mencapai
goals MDGs. Kesehatan reproduksi ibu perlu diperhatikan terutama saat
kehamilan.
Kesehatan reproduksi ibu erat kaitannya dengan kasus seperti kegagalan
implantasi yang dipengaruhi oleh endometrium rahim yang lemah, endometrium
ini merupakan salah satu organ reproduksi yang berfungsi sebagi penyokong
tumbuhnya janin.
Agar terjadi proses implantasi balstosis, endometrium harus di persiapkan.
Adanya hormon progesteron dan estrogen membantu membuat lapisan

endometrium pada rahim menebal sehingga memungkinkan untuk balstosis
mengalami implantasi pada epitel edometrium, bagian ini membutuhkan peranan
hormon estogen dan korpus luteum. Saat masuk ke bagian lebih dalam lagi
dimana janin harus dipertahankan agar tetap berada dalam rahim maka diperlukan
endometrium yang kuat.
Ekspresi endometrium dari estrogen dan reseptor progesterone sangat penting
dalam implantasi. Saat fase luteal, progesteron menyebabkan hilangnya kelenjar
epitel reseptor progesteron dimana bertepatan dengan saat implantasi. Down
regulasi dari reseptor progesterone melalui waktu kritis pada penurunan molekular
saat implantasi, dengan reseptor progesterone yang abnormal pada pasien dengan
defek fase luteal menyebabkan kegagalan implantasi (Elnashar,et al., 2004).
Hormon Progesteron diketahui dapat mempengaruhi pertumbuhan janin. Jika
kekurangan hormon progesteron saat kehamilan maka proses implantasi tidak
dapat terjadi. Untuk itu dilakukan penelitian terhadap analog progesteron yang

5

sifatnya mirip dengan hormon progesteron alami yang berpotensi sebagai penguat
endometrium.
Salah satu tahapan untuk mendapatkan analog progesteron yang memiliki potensi

sebagai penguat endometrium dilakukan secara komputasi, dengan mengkaji
hubungan kuantitatif struktur dan aktivitas (HKSA). Tahapan ini meliputi kajian
terhadap sifat fisikokimia (lipopilisitas, elektronik, dan sterik)dari progesteron.
Kajian HKSA merupakan analisis kuantitatif deskriptor yang mewakili sifat
fisikokimia tersebut terhadap aktivitas biologis progesteron. Kajian HKSA ini
diharapkan dapat meminimalisir kesalahan yang mungkin terjadi pada saat
pengujian in vitro dan in vivo.
Obat dengan struktur kimianya berpengaruh terhadap aktivitas biologis tubuh.
Adanya perubahan yang terjadi pada struktur dapat merubah aktivitas dan
mekanisme dari obat tersebut. Untuk melakukan pengembangan obat baru perlu
didukung dengan pengetahuan terhadap hubungan struktur dan aktivitas suatu
senyawa, dengan harapan diperoleh obat baru dengan rasio efektivitas tinggi dan
meminimalkan toksisitasnya.
1.2 Rumusan Masalah
Persamaan HKSA seperti apa yang dapat menunjukan bahwa analog progesteron
yang diuji memiliki potensi sebagi penguat endometrium ?
1.3 Hipotesis
Diperoleh persamaan HKSA terbaik berdasarkan hubungan matematis deskriptor
yang mewakili sifat fisikokimia terhadap aktivitas biologis. Sehingga, dapat
dijadikan penuntun dalam merancang senyawa analog progesteron baru yang

memiliki binding affinity baik terhadap reseptor progesteron
1.4Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada penentuan persamaan HKSA, berdasarkan pada
penetapan parameter fisikokimia yang meliputi lipofilisitas, elektronik, dan sterik
dengan model pendekatan HKSA Hansch. Korelasi parameter dengan aktivitas
biologis menggunakan linear regression, parabolic regression,
regression

6

dan multiple

1.5 Tujuan Penelitian
1.

Mendapatkan perameter fisikokimia yang diketahui dapat mempengaruhi
aktivitas senyawa progesteron.

2.


Menentukan turunan progesteron yang memiliki efektivitas lebih baik di
bandingkan dengan progesteron alami. Berdasarkan korelasi terbaik
deskriptor terhadap aktivitas biologi progesteron.

1.6 Manfaat Penelitian
Mengetahui sifat fisikokimia yang dapat mempengaruhi aktivitas biologis
senaywa analog progesteron, sehingga dapat membantu perancangan obat baru
yang berpotensi sebagai penguat endometrium rahim dari analog tersebut.
1.7 Tempat dan Waktu Penilitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Instrumen Komputasi Sekolah Tinggi
Farmasi Bandung. Dilaksanakan pada Minggu ke-4 bulan Februari hingga
Minggu ke-4 bulan Mei 2015.

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hormon
Hormon merupakan bahan kimia organik yang dibebaskan pada waktu khusus
dalam jumlah kecil. Hormone akan dikeluarkan oleh sel-sel endokrin ke dalam
cairan jaringan atau sistem vaskular. Pada umumnya, hormon akan memberi efek

pada tempat yang agak jauh dari tempat sekresinya, atau yang lazimnya disebut
organ sasaran atau organ target, misalnya hormon pemacu folikel (FSH, follicle
stimulating hormone) yang di hasilkan oleh kelenjar hopofisis anterior yang hanya
merangsang jaringan tertentu di ovarium. Hormone terdiri dari berbagai mecam.
Diantaranya adalah hormon polipeptida yang terdiri dari hormon tiriod dan
hormon steroid.
2.2 Hormon Progesteron

Gambar 2. Struktur Senyawa Progesteron
Progesteron adalah hormon steroid yang memiliki 21 atom karbon. Progesteron
mengontrol dan memodifikasi pesan estrogen. Progesteron diproduksi hanya oleh
korpus luteum, kista yang tinggal setelah telur dikeluarkan selama ovulasi.
Dalam ovarium tempat produksi progesteron adalah korpus luteum. Progesteron
mempersiapkan dinding rahim sehingga lapisan tersebut dapat menerima telur
yang dibuahi dan sehingga telur dapat tertanam dan berkembang. Hal ini juga
menghambat kontraksi otot rahim yang mungkin akan menyebabkan dinding
untuk menolak telur menempel. Sebuah telur yang telah dibuahi yang menjadi
tertanam

dalam


rahim

akan

membentuk

8

plasenta.

Plasenta

kemudian

memproduksi progesteron selama masa kehamilan. Jika telur tidak dibuahi,
progesteron disekresikan oleh ovarium sampai beberapa hari sebelum menstruasi,
pada saat tingkat progesteron turun cukup untuk menghentikan pertumbuhan
dinding rahim dan menyebabkan itu untuk mulai pecah, dan menstruasi terjadi
kemudian.

Progesteron adalah satu-satunya hormon yang diperlukan untuk mempertahankan
kehamilan. Fungsinya adalah untuk mengembangkan dan mematangkan lapisan
rahim sehingga dapat mempertahankan kehamilan. Progesteron dibuat oleh
korpus luteum menopang kehamilan sampai plasenta dapat membuat cukup
progesteron untuk mempertahankan kehamilan. Plasenta membuat sejumlah besar
progesteron. Tubuh membuat 2 sampai 4 miligram per hari progesteron. Tapi
selama kehamilan tubuh membuat 200 hingga 400 miligram per hari progesteron.
2.3 Sintesis dan Sekresi Progesteron
Progesteron diskresi oleh ovarium terutama dari korpus luteum selama fase
pertengahan kedua siklus menstruasi. Sebenarnya siklus dimualai tepat sebelum
ovulasi. Selain oleh ovarium, hormon ini juga disintesis di testis, korteks adrenal,
dan plasenta. Kecepatan sekresinya dimulai dari beberapa mg sehari selama fase
folikuler dan meningkat sampai 10-20 mg pada fase luteal, serta mencapai
beberapa ratus mg pada masa akhir kehamilan.
Bila ada fertilisasi ovum, sekitar 7 hari kemudian terjadi implantasi diikuti
pembentukan trofoblast yang akan mensekresi hCG ke sirkulasi martenal untuk
mempertahankan kehidupan korpus luteum. Kadar hCG di urun, beberapa hari
sebelum haid berikutnya akan terus meningkat secara progresif sampai sekitar 5
minggu berikutnya kemudian menurun selama kehamilan. Pada bulan ke 2-3
kehamilan, plasenta yang terus berkembang akan mensekresikan estrogen dan
progesteron bersamaan dengan yang berasal dari adrenal fetus, saat fase ini
peranan korpus luteum tidak di perlukan lagi. Estrogen dan progesteron akan terus
disekresikan sampai kehamilan aterm (Mardjono, 2009).

9

Gambar 3. Siklus Berubahnya Endometrium
2.4 Fisiologi dan Khasiat Farmakologi
Pada saluran reproduksi progesteron akan mengendalikan efek proliferasi estrogen
pada fase

luteal dan fase sekretoris di endometrium. Terjadinya penurunan

hormon ini secara tiba-tiba pada akhir siklus haid, merupakan penyebab utama
keluarnya pendarahan haid. Pada keadaan normal, efek estrogen akan mendahului
dan menyertai progesteron dalam hal efek pada endometrium dan hal ini penting
untuk timbulnya siklus haid.
Hormon ini menyebabkan sekret kelenjar endoserviks lebih kental dan
lebihsedikit, hal ini dapat mempersulit penetrasi sperma. Kecuali itu pematangan
epitel vagina akan berubah menjadi seperti pada kehamilan. Progesteron juga
dapat digunakan sebagai suplemn atau untuk terapi ketidak seimbangan hormon.
Selain itu progesteron berperan penting untuk mempertahankan kehamilan, akan
menekan terjadinya pendarahan haid dan konteraksi uterus. Karenanya preparat
progestin digunakan untuk threatened abortion, meski sebenarnya keggunaan ini
masih diragukan karena pada abortus spontan jarang ditemukan kadar progesteron

10

yang rendah (Mardjono, 2009). Namun pemberian hormon progesteron sitesis
secara berlibih akan memberikan efek sebaliknya yaitu menjadi zat kontrasepsi.
2.5 Mekanisme Kerja Progesteron
Progesteron terikan pada reseptor progesteron. Sel target dari hormon ini adalah
saluran reproduksi wanita, kelenjar susu, hipotalamus, dan hipofisis. Setelah
progesteron terikat pada reseptor progesteron, senyawa progestin yang sifatnya
seperti Progesteron alami akan memperlambat frekuensi pelepasan gonadotropin
releasing

hormone

(GnRH)

dari

hipotalamus

dan

menekan

pelepasan

LH(luteinizing hormone) pada saat pra-ovulasi. Pada wanita yang memiliki
estrogen endogen yang memadai, progesteron mengubah suatu proliferasi
endometrium menjadi salah satu sekretorik. Progesteron sangat penting untuk
pengembangan jaringan desidua dan diperlukan untuk meningkatkan penerimaan
endometrium untuk implantasi embrio. Setelah embrio telah ditanamkan,
progesteron berperan untuk mempertahankan kehamilan. Progesteron juga
merangsang pertumbuhan jaringan alveolar susu dan melemaskan otot polos
uterus. Memiliki sedikit estrogenik dan aktivitas androgenik.
2.6 Derivat Progesteron
Derivat progesteron, golongan progestin merupakan hasil modifikasi struktur
testosteron tanpa atom C19 atau derivat 19-nortestosteron (Mardjono, 2009).
Golongan

pregnan,

terdiri

atas

progesteron,

megastrol

asetat

dan

medroksiprogesteron asetat (MPA), dan lain-lain. Golongan estran salah satunya
terdiri atas 19-nortestoteron, noretindron, etinodiol diasetat, serta golongan gonan,
contohnya: norgestrel, desogestrel, norgestimat.
Derivat progesteron diketahui bekerja secara agonis, yaitu senyawa tersebut
mempunyai aktivitas intrinsik. Strukturnya dapat berubah sedemikian rupa
sehinga menjadi konformasi yang khas untuk menghasilkan respon biologis yang
sama seperti senyawa progesteron yang asli.
2.7 Hubungan Struktur dan Aktivitas Senyawa Progesteron
Suatu senyawa untuk menjadi aktif perlu berhubungan dengan reseptor, senyawa
tersebut harus mampu berikatan dengan reseptornya baik secara kompetitif

11

maupun non-kompetitif. Senyawa progesteron mempunyai hubungan sebagai
berikut, untuk menunjukan aktivitas biologisnya:
1.

Djerassi tahun 1953,telah dapat mensintesis 19-norprogesteron yang pada
pemberian secara intramuskular ternyata mempunyai aktivitas 8 kali lebih
besar dari pada progesteron.

2.

Bentuk ester dari 17α-hidroksiprogesteron mempunyai aktivitas lebih tinggi
dan masa kerja yang lebih panjang dibanding progesterone, hal ini disebabkan
gugus 17α-ester dapat mencegah reduksi gugus keton pada C 20 menjadi gugus
alkohol yang tidak aktif. Selain itu bentuk ester dapat meningkatkan kelarutan
senyawa dalam lemak,membentuk depo,dan ester dilepaskan secra perlahan
lahan. Bentuk ester tersebut kemudian mengalami hidrolisis melepaskan obat
aktif sehingga masa kerja obat menjadi lebih panjang.

3.

Adanya gugus metil pada posisi C6α dapat menurunkan kecepatan reduksi
ikatan rangkap C4-5 dan gugus 3-keto serta meningkatkan kelarutan dalam
lemak sehingga masa kerja obat menjadi lebih panjang. Contoh:
medroksiprogesteron asetat

4.

Aktivitas progestinturunan 17α-asetoksiprogesteron meningkatkan substitusi
gugus metil atau klor pada posisi C6α dan ikatan rangkap pada posisiC 6.Contoh:megestrol asetat dan klormadinon asetat.

7

Megestrol asetat

digunakan untuk pengobatan kanker payudara dan karsinima endometrial.
Didrogesteron adalah bentuk isomer cis pada hubungan cincin B dan C dari
6-7-dehidroprogesteron.Senyawa

ini

digunakan

untuk

memelihara

kehamilan,tidak menimbulkan efek menskulinisasi,adrogenik dan estrogenik.
5.

Pemasukan gugus etinil pada posisi 17α testosteron (etisteron), dapat
mencegah oksidasi gugus 17β-keto oleh bakteri usus, sehingga senyawa dapat
diberikan secara oral. Selain itu adanya gugus 17α etinil dapat meningkatkan
kerapatan elektron sehingga menunjang interaksi obat-reseptor, meningkatkan
aktivitas progestin dan menurunkan aktivitas anabolik. Aktivitas etisteron
pada pemberian secara oral 15 kali lebih besar dibanding aktivitas
progesteron, sedang pada pemberian secara parenteral aktivitasnya lebih
rendah yaitu sepertiga aktivitas progesteron.

12

6.

Pemasukan gugus metil pada posisi 6α dapat menghabat metabolisme dan
peningkatan aktivitas progestin. Contoh: 6α-metil, 17β-propiniltesteron
(dimestiteron).

7.

Hilangnya gugus metil pada C19 dari struktur testosteron (19-nortestosteron)
akan meningkatkan aktivitas progestin dan menurunkan aktivitas androgen.
Turunan 19-nortestosteron mempunyai aktivitas penghambat ovulasi yang
tinggi.17α-etinil-19-nortestosteron (noretindron) pada pemberian secara oral
aktivitasnya 5-15 kali lebih besar dibanding aktivitas progesteron.
Noretindron pada pemberian secara oral aktivitasnya 10 kali lebih besar
dibanding isomernya (noretinodrel), tetapi pada pemberian secara subkutan
aktivitasnya hampir sama.

8.

Penambahan gugus metil pada C18α’ misal, pada norgestrel dan pada atom C 9C10 dan C11-C12 (gestrinon) akan menghilangkan aktivitas estrogenik dan
progestinik, tetapi senyawa sangat aktif untuk pengobatan endrometriosis.

9.

Bentuk ester pada gugus 17β-hidroksi mempunyai masa kerja lebih panjang.
Contoh: nerotindron asetat, nerotindodron enantat dan etinodiol diasetat.

10. Hilangnya gugus keto pada C3’ misal pada linestrenol dan elilestrenol,
meningkatkan aktivitas androgenik.Hormon progestin yang sering digunakan
sebagai oral kontrasepsi dalam bentuk kombinasi dengan hormon estrogen
adalah noretindro, levonorgestrel, etinodiol diasetst dan lineestrenol.
2.8 Endometrium
Endometrium adalah lapisan terdalam pada rahim dan merupakan organ tempat
menempelnya ovum yang telah dibuahi. Endometrium merupakan mukosa yang
melapisi rahim, dengan peran dalam siklus reproduksi normal, implantasi,
plasentasi, dan kehamilan (Corine, et al.,2012).
Di dalam lapisan endometrium terdapat pembuluh darah yang berguna untuk
menyalurkan zat makanan ke lapisan ini. Pembuluh darah ini akan luruh dan
menyebabkan terjadinya menstruasi pada wanita apabila tidak terjadi pembuahan
sel ovum oleh sel sperma. Saat ovum yang telah dibuahi (mengalami fertilisasi)

13

menempel di lapisan endometrium (implantasi), maka ovum akan terhubung
dengan badan induk, dengan plasenta yang terhubung dengan tali pusat pada bayi.
Endometrium merupakan organ penting untuk menyokong pertumbuhan janin.
Peristiwa selular dan molekuler dalam rahim mempengaruhi keberhasilan balstosit
untuk di terima oleh endometrium pada saat implantasi.Gambaran molekuler pada
reseptivitas endometrium dapat dikatagorikan sebagai berikut:
1.

Transformasi membran plasma epitel luminal,

2.

Sekresi glandular,

3.

Desidualisasi stroma, dan

4.

perubahan populasi sel immun.

Bagaimanapun juga mekanisme molekuler reseptivitas endometrium belum jelas
karena terbatasnya literatur dan perbedaan proses ini diantara mamalia (Song,et
al., 2007) dan (Achache,et al., 2006).
Faktor endometrium, pada tingkat molekuler, telah diusulkan untuk menjelaskan
beberapa kasus infertilitas, keguguran berulang dan kegagalan implantasi. Hal ini
berkaitan dengan transkrip endometrium yang diatur oleh progesteron, melalu
modulasi rahim dengan cara spatiotemporal (Tapia-Pizarro,et al., 2014).
Kerja endometrium dipengaruhi oleh hormon FSH (follicle stimulating hormone),
LH, hormon estrogen, dan hormon progesteron.
2.9 Implantasi
Implantasi yakni proses perlekatan dan infiltrasi,bahkan adakalanya disertai invasi
sel-sel trofoblas kedalam selaput endometrium induk (Djuwita,et al., 2009).
Proses tersebut merupakan fase awal dari kehamilan dimana embrio melekat pada
didnding rahim. Proses ini diwali dengan adplantation, tahap pertama ini
membutuhkan blastokista yang baru menetas untuk melekat pada epitel
endometrium.
Proses implantasi belum pernah secara langsung diamati pada manusia. Pada
tahun 1959, dipublikasikan hasil studi dari 210 wanita subur yang telah menjalani
histerektomi dalam waktu tiga minggu setelah hari diperkirakan ovulasi.Dalam

14

pemeriksaan uteri, total dari 26 blastosis yang ditanamkan, dua blastosis melekat
dengan baik tetapi masih pada permukaan endometrium. Blastosis yang tersisa
ditemukan pada tahap akhir dari implantasi setelah ovulasi. Implantasi manusia
terjadi pada hari ketujuh setelah ovulasi (Wilcox, et al., 1999).
Proses implantasi membutuhkan peningkatan estradiol preovulasi yang memacu
proliferasi dan differensiasi sel epitel, dilanjutkan dengan produksi progesteron
oleh korpus luteum yang memacu proliferasi dan differensiasi stroma
endometrium. Implantasi pada manusia terdiri dari tiga tahap, yaitu: Tahap
pertama adalah aposisi, yaitu: adesi blastosit pada endometrium, pada tahap ini
terjadi pertemuan antara mikrovilli permukaan sinsisiotropoblast dengan
mikroprotrusion

dari

epitel

permukaan

endometrium

yang

disebutpinopodes. Aposisi dan selanjutnya implantasi terutama terjadi pada
bagian fundus uterus. Tahap selanjutnya adalah adesi yang stabil, ditandai dengan
meningkatnya interaksi fisik antara blastosit dengan epitel endometrium. Tahap
selanjutnya adalah invasi, pada tahap ini terjadi penetrasi blastosit kedalam epitel
endometrium (Song,et al., 2007) dan (Rendon,et al., 2006).
Kegagalan inplantasi di pengaruhi oleh hormon progesteron yang ada pada
endometrium, jika kadar prohesteron kunrang maka reaksi hormon ke hipotalamus
negatif sehingga ada rangsangan terhadap hormon FSH dan endometrium yang
banyak mengandung pembuluh darah yang halus akan meluruh, fase ini kembali
pada fase awal praovilasi.

Gambar 1. Proses Implantasi
15

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implantasi:
1. Hormon-hormon ovarium dan berbagai reseptor didalamnya.
2. Growth factors, yang meliputi epidermal growth factor (EGF) family
member, vascular endothelial growth factor (VEGF).
3. Cytokines, seperti Leukimia Inhibitory factor (LIF), interleukin 11(IL-11),
Colony stimulating factor-1 (CSF-1), Cyclooxygenase-2 (Cox-2).
4. Modulator-modulator untuk perlekatan sel, yaitu : Mucin 1 (Muc 1),Integrins,
danBasigin (Bsg)
Faktor-faktor perkembangan (developmental factors), misalnya homeobox (Hox)
genes.
2.10 Data Aktivitas Biologi
Tabel 1. Rasio Binding Affinity (RBA) Turunan Progesteron terhadap Progesteron
Reseptor (PR), Aldosteron Reseptor (AR), dan Estrogen Reseptor (ER)
Progestin
Norethisterone
5α-Dihydro- norethisterone
Ethinodiol diacetate
Ethinodiol (3β-hydroxy-norethisterone)
Levonorgestrel
5α-Dihydro-levonorgestrel
Norgestimate
Lebonorgestrel-17β-acetate
Levonoegestrel-3-oxime (deacetylated norgestimate)
Desogestrel
3-Keto-desogestrel
3β-Hydroxy-desogestrel
3-Keto-5α-Dihydro-desogestrel
Dienogest
9α-10β-Dihydro-dienogest
3,5α-Tetrahydro-dienogest
Norethynodrel

PR
75
25
1
1
150
50
15
135
10
1
150
13
9
5
26
19
6

AR
15
27
0
45
0
0
Β
20
3
17
10
13
16
0

ER
0
0
0
18
0
0
0
β
0
2
0
0
2

2.11 Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas
Konsep bahwa aktivitas biologis suatu senyawa berhubungan dengan struktur
kimia, pertama kali dikemukakan oleh Crum, Brown, Fraser (1869). Hubungan
kuantitatif struktur kimia dan aktivitas biologis obat (HKSA) merupakan bagian

16

penting rancangan obat, dalam usaha mendapatkan suatu obat baru dengan
aktivitas yang lebih besar, keselektifan yang lebih tinggi, toksistas atau efek
samping sekecil mungkin dan kenyamanan yang lebih besar, akan lebih
menghemat biaya atau lebih ekonomis karena untuk mendapatkan obat baru
dengan aktivitas yang dikehendaki , faktor coba-coba ditekan sekecil mungkin
sehingga jalur sintesis menjadi lebih pendek (Siswandono, 2008).
2.11.1 Model Pendekatan HKSA Free-Wilson
Free dan Wilson (1964), mengemukakan suatu konsep hubungan struktur dan
aktivitas biologis obat, yang dinamakan model de novo atau model matematik
Free-Wilson. Mereka mengemukakan bahwa respons biologis merupakan
sumbangan aktivitas dari gugus-gugus substituen terhadap aktivitas biologis
senyawa induk, yang dinyatakan melalui persamaan berikut :
Log 1/C = Ʃ S + μ
Log 1/C

: Logaritma aktivitas biologis

ƩS

:Total sumbangan substituen terhadap aktivitas biologis senyawa

Μ

: Aktivitas biologis senyawa induk

Model de novo ini kurang berkembang karena tidak dapat digunakan bila efek
substituen bersifat tidak linier atau bila ada interaksi antar substituen
(Siswandono, 2008). Selain itu model ini memerlukan banyak senyawa dengan
kombinasi substituen yang bervariasi untuk dapat menarik kesimpulan yang benar.
Namun model ini juga memiliki keuntungan karena dapat menghubungkan secara
kuantitatif antara struktur kimia dan aktivitas biologis dari turunan senyawa
dengan bermacam-macam gugus substitusi pada berbagai zona.
2.11.2 Model Pendekatan HKSA Hansch
Hansch (1963), mengemukakan suatu konsep bahwa hubungan struktur kimia
dengan aktivitas biologis (log 1/C) suatu turunan senyawa dapat dinyatakan secara
kuantitatif melalui parameter-parameter sifat kimia fisika dari substituen yaitu
parameter hidrofobik (π), elektronik (δ), dan sterik (Es) (Siswandono, 2008).
Model pendekatan ini disebut juga model hubungan energi bebas linier (linier free
energy relationship = LFER) atau pendekatan ekstratermodinamik. Pendekatan ini

17

menggunakan dasar persamaan Hammet yang didapat dari kecepatan hidrolisis
turunan asam benzoat, sebagai berikut:
Log (kx/kh) = ρ σ
kx dan kh

:tetapan keseimbangan reaksi dari senyawa tersubstitusi dan senyawa
induk

Ρ

: tetapan yang tergantung pada tipe dan kondisi reaksi serta jenis
senyawa

Σ

: tetapan yang tergantung pada jenis dan kedudukan substituen

2.11.3 Parameter Sifat Kimia Fisika dalam HKSA Model Hansch
Parameter yang sering digunakan yaitu :
1. Parameter Hidrofobik
Parameter hidrofobik (lipofilik) yang sering digunakan adalah logaritma koefisien
partisi (log P), tetapan π Hansch-Fujita, tetapan fragmentasi f Rekker-Mannhold
dan tetapan kromatografi Rm.
2. Parameter Elektronik
Ada tiga jenis sifat elektronik yang digunakan, yaitu :
1.

Pengaruh berbagai substituen terhadap reaktivitas bagian molekul yang tidak
mengalami perubahan. Penetapannya menggunakan perhitungan orbital
molekul.

2.

Sifat elektronik yang berkaitan dengan tetapan ionisasi (pKa) dan
berhubungan dengan bentuk terionkan dan tak terionkan dari suatu senyawa
pada pH yang tertentu. Penetapannya menggunakan persamaan HendersonHasselbach.

3.

Sifat oksidasi-reduksi atau reaktivitas senyawa. Penetapannya menggunakan
perhitungan mekanika kuantum dari energi orbital.

Tetapan elektronik yang sering digunakan dalam hubungan struktur-aktivitas
adalah tetapan σ Hammet, tetapan σi Charton, tetapan σ* Taft, dan tetapan F,
R Swain-Lupton.
Tetapan elektronik lain-lain:
18

1.

Tetapan reaksi, contoh: pKa (tetapan disosiasi), K (Tetapan reaksi), t½ (waktu
paruh biologis)

2.

Sifat organik fisik, contoh: E (potensial redoks), ∆ v (spektra infra-merah) dan
δ ppm (spektra NMR)

3.

Total energi elektron dalam molekul, contoh: Etot, EHOMO dan ELUMO

3. Parameter Sterik
Tetapan sterik substituen dapat diukur berdasarkan sifat meruah gugus-gugus dan
efek gugus pada kontak obat dengan sisi reseptor yang berdekatan.
Tetapan sterik yang sering digunakan dalam hubungan struktur-aktivitas adalah
tetapan Es Taft, tetapan Esc Hancock, tetapan dimensi van der waal’s,
tetapan U Charton, dan tetapan sterimol Verloop. Karena data tetapan sterik
tersebut tidak tersedia untuk banyak tipe substituen, parameter sterik yang
dihitung secara teoritis juga digunakan dalam hubungan struktur-aktivitas yaitu
berat molekul (BM = MW), refraksi molar dan parakor.
2.11.4 Analisis Statistik dalam HKSA Model Hansch
Perhitungan statistik yang banyak digunakan dalam hubungan struktur dan
aktivitas melalui parameter-parameter kimia fisika adalah regresi linier dan non
linier.
1. Regresi Linier
Perhitungan regresi linier digunakan untuk mencari hubungan antara aktivitas
biologis dengan satu parameter kimia fisika atau lebih.
Y = bX + a
Y

: aktivitas biologis (variabel tergantung)

X

: parameter kimia fisika (variabel tidak tergantung)

a,b : koefisien regresi
Regresi linier untuk dua dan tiga parameter kimia fisika, dapat dinyatakan
melalui parameter-parameter sebagai berikut:
Y = aX1 + bX2 +cX3 + d

19

X1, X2 dan X3 : parameter-parameter kimia fisika 1, 2 dan 3
2. Regresi Prabola
Disamping model persamaan linier hubungan antara aktivitas biologi dan
deskriptornya dapat dinyatakan dalam persamaan kuadrant dalam bentuk umum:
Y = a(X)2 + bX + c
Jika akan dibuat model matematika kuadratik dari data aktivitas biologi suatu
senyawa dan deskriptornya. Maka, persamaanya menjadi seperti berikut:
Y = a(π)2 + bπ+ c
Nilai optimum dari π dapat diperoleh dengan menurunkan persamaan regresi
parabolik yang kedua terhadap π yaitu:
dY/dπ = 2aπ + b=0
3. Regresi Multilinier
Perhitungan regresi multi linier pada dasarnya sama seperti regresi linier. Jika
variabel bebas diketahui maka dapat dihitung perkiraan aktivitas biologinya
berdasarkan model persamaannya, namun perbedaannya yaitu, pada regresi
multilinier pengujiannya dilakukan pada satu variabel terikat dan dua atau lebih
variabel bebas.
4. Kriteria Statistik
Keabsahan persamaan yang diperoleh dan arti perbedaan parameter yang
digunakan dalam hubungan struktur-aktivitas model Hansch, dapat dilihat dengan
beberapa kriteria statistik seperti r, r2, F, t dan s. Arti kriteria statistik:
a.

Nilai r (koefisien korelasi)
Menunjukkan tingkat hubungan antara data aktivitas biologis pengamatan
percobaan dengan data hasil perhitungan berdasarkan persamaan yang
diperoleh dari analisis regresi. Semakin tinggi nilainya semakin baik
hubungannya.

b.

Nilai r2

20

Menunjukkan berapa % aktivitas biologis yang dapat dijelaskan hubungannya
dengan parameter sifat kimia fisika yang digunakan.
c.

Nilai F
Menunjukkan kemaknaan hubungan bila dibandingkan dengan tabel F. Makin
besar nilai F semakin besar derajat kemaknaan hubungan.

d.

Nilai t
Menunjukkan perbedaan koefisien regresi a, b, c dan d dari persamaan regresi
bila dibandingkan dengan tabel t.

e.

Nilai s (simpangan baku)
Menunjukkan nilai variasi kesalahan dalam percobaan.

5. Validasi Silang
Validasi silang adalah metode untuk menguji validasi regresi dengan
menggunakan data uji diluar data yang digunakan. Sehingga diperoleh persamaan
terbaik dari analisis regresi tersebut. Kriteria untuk validasi salah satunya dengan
melihat hasil PRESS (Predicted Residual Sum or Squer) yang terkecil. Validasi ini
telah dilakukan pada pemilihan kelompok model, dengan nilai r 2 paling besar.
(Pranowo, et al., 2007)

21

BAB III METODELOGI PENELITIAN
Langkah pertama dari penelitian ini adalah pencarian senyawa penenuntun yang
diketahui berpotensi sebagai penguat endometrium rahim. Progesteron digunakan
sebagai senyawa penuntun berdasarkan indikasi farmakologinya. Kemudian
dilakukan modifikasi molekul dengan cara penambahan subtituen pada senyawa
aktif progesteron, dengan menggunakan metode pendekatan Hubungan Kuantitatif
Struktur dan Aktivitas Hansch (HKSA-Hansch).
Dilakukan berbagai perhitungan parameter fisikokimia seperti sumbangan sifatsifat lipofilik, elektronik, dan sterik dari gugus terhadap sifat senyawa seperti
senyawa penuntun yang dapat mempengaruhi aktivitas biologis. Penentuan
parameter fisikokimia berdasarkan masing-masing sifatnya kemudian dijadikan
sebagi

deskriptor

untuk

menentukan

model

matematika

yang

dapat

menggambarkan HKSA dari senyawa progesterondengan menggunakan model
statistik linear regression,parabolic regression, dan multiple regression.
Digunakan metode HKSA-Hansch karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui aktivitas senyawa turunan progesteron berdasarkan parameterparameter yang paling berpengaruh dan bukan berdasarkan sumbangan dari setiap
subtituen terhadap aktifitas biologisnya. Motode pendekatan lain separti de
novotidak dapat digunakan bila efek substituen tidak bersifat linier, bila ada
interaksi antar substituen, serta memerluka banyak senyawa dengan kombinasi
substituen bervariasi untuk menarik kesimpulan yang benar.

22

BAB IVALAT DAN PROGRAM
4.1 Alat
Penelitian ini dilakukan secara komputasi menggunakan seperangkat komputer
dengan spesifikasi alat yang digunakan sebagai berikut:
1.

Personal computer Intel® Core™ i5-2500M CPU @ 3,30 GHz

2.

Memory of RAM 8,00 GB

3.

OS 64-bit Microsoft Windows 7® Ultimate

4.2 Program
1.

Chemoffice® 8,0 (ChemDraw Ultra dan Chem3D Ultra)

2.

STATISTICA® 7,0

23

BAB V PROSEDUR PENELITIAN
5.1 Pencarian Data Aktivitas Biologi Dan Sifat Fisikokimia Dari Literatur
Data aktivitas biologi senyawa progesteron dicari menggunakan pencarian fisik
serta memalui media online. Rasio binding afinitas (RBA) digunakan sebagai
pendekatan data Aktifitas biologis senyawa progesteron serta turunannya. Sifat
fisikokimianya ditentukan berdasarkan sifat fisikokimia progesteron untuk
parameter HKSA.
5.2 Pemodelan Molekul dan Optimasi Struktur TurunanProgesteron
Pemodelan struktur senyawa turunan progesteron dua dimensi dibuat dengan
menggunakan bantuan software ChemDraw Ultra® 8.0. Struktur yang didapat dari
pemodelan dua dimensi kemudian di copy-paste ke program Chem3D Ultra® 8.0.
kemudian dilakukan optimasi geometri terhadap molekul tiga dimensi. Optimasi
geometri bertujuan untuk mendapatkan struktur dengan energi total molekul yang
minimum.
5.3 Perhitungan Deskriptor Turunan Progesteron
Perhitungan deskriptor untuk senyawa turunan progesteron antara lain meliputi
deskriptor Log P, Energi total, Energi HOMO, Energi LUMO, Dipole, Polar Area,
Volume Molar, dan Berat Molekul (BM).
5.4 Analisis Statistik
Hasil perhitungan deskriptor kemudian diuji keterkaitanya menggunakan
persamaan matemaits hasil korelasi. Digunakan analisis statistik model regresi
linier, regresi parabola, dan regresi multikomponen. Hasilnya kemudian dilihat
keabsahannya melalui kriteria statistik.
5.5 Validasi persamaan HKSA terpilih
Persamaan HKSA yang didapatkan dari hasil analisis statistik kemusian di
validasi menggunaka metode validasi silang (cross validation), hal ini dilakukan
untuk mendapatkan model persamaan matematis HKSA yang terbaik, untuk
kemudian dikaji HKSAnya

24

5.6 Kajian HKSA antara Deskriptor dengan Aktivitas Biologi
Persamaan terbaik hasil validasi secara teoritis menunjukan deskriptor-deskriptor
yang dapat mempengaruhi aktivitas dari senyawa turunan progesteron tersebut.
Sehingga dapat digunakan sebagai penuntun bagi sintesis senyawa turunan
progesteron yang baru dan memberikan respon biologis serupaatau bahkan lebih
baik efektivitasnya.

25

DAFTAR PUSTAKA
Achache H, Revel A. Endometrial Receptivity Markers, The Journey to Succesful
Embryo Implantation. Human Reproductive, 2006:12; 731-746.

Adolf E. Schindler, Carlo Campagnoli, René Druckmann, Johannes Huber,
Jorge R. Pasqualini, Karl W. Schweppe, Jos H. H. Thijssen,
Classification and pharmacology of progestins. Science direct, 2003:
46S1; S7-S16
Alejandro Tapia-Pizarro, Paula Figueroa, Julio Brito, Juan Carlos Marín, David J
Munroe and Horacio B Croxatto. Endometrial gene expression reveals
compromised progesterone signaling in women refractory to embryo
implantation. Reproductive Biology and Endocrinology 2014, 12:92.
Allen J. Wilcox, M.D., Ph. D., Donna Day Baird, Ph. D., and Clarice R. Weinberg,
Ph. D. Time Of Implantation Of The Conceptus And Loss Of Pregnancy.
The New England Journal Of Medicine 1999: 340(23): 1796-1799.
Ita Djuwita, Roza Helmita, Adi Wiranto, dan Wahyudin. Kajian In Vitro Aktivitas
Sel-sel Trofoblas Blastosis Mencit Aging dan Pengaruhnya terhadap
Kegagalan Implantasi. Jurnal Veteriner 2009: 10 (1): 1-6
Elnashar, and Aboul-Enein. Endometrial receptivity. Middle East Fertility Society
Journal. 2004; 9(1): 10-24.
James G. Cronin, Matthew L. Turner, Leopold Goetze, Clare E. Bryant, and I.
Martin Sheldon. Toll-Like Receptor 4 and MYD88-Dependent Signaling
Mechanisms of the Innate Immune System Are Essential for the Response to
Lipopolysaccharide by Epithelial and Stromal Cells of the Bovine
Endometrium. BIOLOGY OF REPRODUCTION (2012) 86(2):51, 1–9.
Norwitz ER MD, Schust DJ, Fisher SJ. Implantation and the Survival of Early
Pregnancy. The England Journal of Medicine 2001: 345 :1400-1408.
Profesor Dr. Mahar Mardjono. (2009). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran-Universitas
Indonesia

26

Rendon WAC, Alvares JFC, Martinez CG. Blastocyst-Endometrium Interaction:
intertwining a Cytokin Network. Brazilian Journal of Medical and
Biological Research 2006: 39:1373-1385.
Song H, Kyuyong H, and Lim H. Progesterone supplementation extends uterine
receptivity for blastocyst implantation in mice. Reproduction 2007; 133:
487-93.

27