Perubahan Iklim dan Dampaknya bagi Indon (1)

Perubahan Iklim dan Dampaknya bagi Indonesia:
Badai Tropis Cempaka dan Dahlia

Harum Bunga Melati
Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
harumbungamelati28@gmail.com

Abstrak—Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui perubahan
iklim dan dampaknya bagi Indonesia dilihat dari badai tropis
yang melanda Indonesia pada tahun 2017 lalu yaitu badai tropis
Cempaka dan Dahlia. Penulis menggunakan metode yakni
metode studi pustaka. Data yang dikumpulkan dianalisis
menggunakan analisis deskriptif dengan menggunakan berbagai
sumber yaitu buku, jurnal, internet maupun lainnya. Hasil dari
data tersebut adalah untuk mengetahui besarnya dampak
perubahan iklim tersebut dan mendapatkan solusi untuk
mengatasi perubahan iklim yang terjadi di Indonesia serta
mengantisipasi adanya badai tropis susulan.
Kata Kunci—perubahan iklim, badai tropis, dampak


I.

PENDAHULUAN

Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca suatu wilayah yang lebih
luas dan dalam waktu yang lebih lama, paling tidak selama 30
tahun, jadi iklim bersifat lebih stabil. Indonesia termasuk
dalam Iklim tropis. Pembagian iklim berdasarkan letak
geografi adalah: iklim tropis untuk daerah katulistiwa antara
0° - 23,5°LU dan 0°- 23,5°LS, iklim subtropis antara 23,5° 40° LU dan 23,5° - 40° LS, iklim sedang °40 – 60,5°LU dan
40°- 60,5°LS dan iklim dingin (iklim kutub) antara °60,5 –
90°LU dan 60,5°- 90°LS. Iklim dipengaruhi oleh letak
geografi dan topografi suatu tempat [1].
Perbedaan topografi tersebut menyebabkan perbedaan iklim
dan mempengaruhi jenis tumbuhan di berbagai daerah di
Indonesia. Indonesia terletak di garis katulistiwa dan
diperkirakan bahwa tidak akan sampai kepada cuaca ekstrem
yang menyebabkan bencana besar. Menurut bapak Mulyono
Rahadi Prabowo sebagai Deputi Bidang Klimatologi BMG

mengatakan bahwa di Indonesia sebenarnya badai atau siklon
masih sangat jarang atau bahkan langka. Namun, saat ini
Indonesia sudah mengalami berbagai badai tropis setiap
tahunnya dan diprediksi akan akan muncul badai selanjutnya
dalam waktu dekat. Indonesia sudah dilanda badai atau siklon
tropis sejak tahun 2008. Dimulai dengan badai tropis Durga
pada 22-25 April 2008, badai tropis Anggrek pada 30 Oktober4 November 2010, badai tropis Bakung tahun 11-13 Desember
2014, badai tropis Cempaka pada 27-29 November 2017 dan
Dahlia pada 30 November 2017. Badai tersebut disebabkan
karena adanya perubahan iklim diberbagai daerah yang tidak
merata padahal jika dilihat lagi Indonesia merupakan negara
yang terletak tepat pada garis katulistiwa maka ketika badai
tropis datang maka negara Filipina yang terkena badai tropis
tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kabid Prediksi
dan Peringatan Dini Cuaca BMKG yaitu Ramlan mengatakan
bahwa Indonesia berada di dekat Ekuator dan meskipun
tumbuh siklon maka tidak akan sedekat yang terjadi di
Amerika Serikat atau Filipina yang kecepatan anginnya bisa
lebih dari 100 km/jam. Perubahan iklim yang terjadi di
Indonesia akan merubah pola siklon tersebut dan

mengakibatkan berbagai dampak yang akan mempengaruhi
masyarakat Indonesia. Penyebab munculnya siklon
diantaranya karena perbedaan tekanan yang tidak merata di
permukaan wilayah Indonesia dan adanya perubahan suhu
permukaan laut. Matahari berada di bagian selatan Bumi dan
membuatnya lebih bangat dibandingkan dengan belahan bumi

bagian utara [3]. Perbedaan ini membuat atmosfer di belahan
Bumi Selatan lebih cair dan renggang. Oleh sebab itu tekanan
udara pun menjadi lebih rendah dan hal tersebut yang terjadi
di Indonesia saat ini. Masa panen Siklon di Indonesia terjadi
pada bulan November-Januari saat matahari berada di bagian
utara (Maret-September) maka Filipina yang akan
mendapatkan siklon baru. Berdasarkan perubahan iklim yang
telah terjadi di Indonesia maka penulis mengambil masalah
badai tropis Cempaka dan Dahlia serta lewat artikel ini
diharapkan dapat menemukan solusi dari permasalahn
tersebut.
II. METODOLOGI
Dalam penulisan artikel ini, penulis menggunakan metode

deskriptif karena berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang
sedang berlangsung dan berkenaan dengan masa sekarang.
Pada awalnya penulis mengidentifikasi masalah
perubahan iklim yang sedang terjadi di Indonesia, data yang
telah diperoleh kemudian disusun, dijelaskan dan dianalisis.
Penulis melakukan studi pustaka yaitu dengan mencari
berbagai sumber baik dari buku, jurnal, internet maupun
sumber lainnya yang relevan dengan masalah yang telah
dipilih kemudian dikaji
dengan menggunakan metode
deskriptif karena sesuai dengan sifat masalah serta tujuan
penulisan yang ingin diperoleh bukan menguji sebuah
hipotesis, tetapi berusaha memperoleh gambaran yang nyata
mengenai perubahan iklim dan dampaknya bagi Indonesia
mengenai Badai Tropis Cempaka dan Dahlia.
Alasan penulis menggunakan studi deskriptif karena pada
artikel ini penulis ingin mencari tahu bagaimana perubahan
iklim serta dampak badai tropis Cempaka dan Dahlia bagi
masyarakat Indonesia serta solusi yang dapat diperoleh untuk
mengatasi badai tersebut dan mengantisipasi adanya badai

susulan.
Desain penulisan yang digunakan dalam artikel ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif
analisis. Pendekatan kualitatif dugunakan untuk mendapatkan
data yang mendalam dan data yang mengandung makna.
Pendekatan kualitatif dipilih oleh penulis karena masalah yang
dipilih oleh penulis dirasa masih bersifat sementara serta
berkembang ataupun berubah sesuai dengan hasil studi
pustaka. Melalui pendekatan kualitatif dalam arikel ini
diharapkan memperoleh gambaran dan pemahaman yang lebih
mendalam mengenai perubahan iklim serta dampaknya bagi
Indonesia terutama badai tropis Cempaka dan Dahlia.

III. PEMBAHASAN
A. Penaamaan Badai Tropis
Indonesia sudah dilanda badai atau siklon tropis sejak tahun
2008. Dimulai dengan badai tropis Durga pada 22-25 April
2008, badai tropis Anggrek pada 30 Oktober-4 November
2010, badai tropis Bakung tahun 11-13 Desember 2014,
badai tropis Cempaka pada 27-29 November 2017 dan


Dahlia pada 30 November 2017. Menurut TCWC (Tropic
Cyclon Warning Center) di Jakarta tahun 2008 mengatakan
bahwa penamaan badai tersebut dibuat berdasarkan urutan
abjad dan nama bunga. Merujuk pada oganisasi WMO
(World Metereologi Organization) di Tokyo bahwa setiap
negara boleh mengajukan beberapa nama kandidat
diantaranya boleh menggunakan nama hewan, tanaman,
tanda astrologis, tokoh mitologi atau nama lainnya. Setelelah
nama-nama tersebut dikaji oleh topan WMO kemudian
nama-nama tersebut digunakan sebagai penanda cuaca
nasional masing-masing negara. Penamaan badai yang terjadi
di Indonesia tersebut berdasarkian urutan abjad yaitu setelah
Angrek, Bakung, Cempaka dan Dahlia, akan disusul
Flamboyan, Kenanga, Lili, Mangga, Seroja dan Teratai [5].
Ada beberapa nama yang telah dipersiapkan oleh Jakarta
TCWC sebagai nama pengganti jika terjadi siklon yang lebih
besar diantaranya Anggur, Belimbing, Duku, Jambu,
Lengkeng, Melati, Nangka, Pisang, Rambutan dan Sawo
[5]. Buku yang berjudul “Hurricanes” oleh ilmuwan cuaca

bernama Ivan R. Tannehil menjelaskan bahwa awal mulanya
badai tropis diberi nama orang-orang kududs di negara
Katolik, salah satunya adalah “Badai Santa Ana” yang
melanda Puerto Riko pada tanggal 26 Juli 1825 yang terletak
di Amerika Utara. Tannehil menceritakan tentang Clement
Wragge dimana seorang ahli meteorologi Australia yang
memberi nama badai tropis dengan nama wanita.
Sebelumnya, penamaan badai tersebut dilakukan berdasarkan
titik koordinat dimana badai tersebut terbentuk namun
akhirnya sistem tersebut dicabut untuk mempercepat proses
identifikasi badai dan membantu kita untuk mengingat serta
memudahkan wartawan untuk menuliskan berita akhirnya
penamaan badai menggunakan nama-nama yang telah
ditentukan. Sistem ini kemudian diadopsi oleh NHC
(National Hurricane Center) atau Pusat Badan Nasional
Amerika Serikat untuk memberikan nama badai tropis
tersebut di wilayah Atlantik dan Teluk Meksiko. Penamaan
badai tropis tidak diperbolehkan menggunakan nama
pembunuh atau pemberontak karena akan memberikan citra
buruk bagi badai tropis tersebut. Salah satu penamaan badai

tropis dengan menggunakan nama ISIS dan nama tersebut
ditolak karena ISIS seperti yang kita ketahui merupakan
nama kelompok militant yang bengis. Jika hal tersebut masih
dilakukan maka WMO yang berada dibawah PBB akan
menindaklanjuti [11].
B. Badai Tropis Cempaka (27-29 November 2017)
Badai tropis Cempaka ini adalah badai terbesar yang pernah
melanda Indonesia setelah pada tahun terakhir yaitu tahun
2014 Indonesia pernah dilanda badai tropis lainnya. Badai ini
disebabkan oleh adanya perbedaan iklim atau kurang
meratanya iklim diberbagai daerah di Indonesia. Banyak yang
mengatakan bahwa badai ini bukan termasuk perubahan iklim
melainkan variablititas iklim dan tidak berpengaruh terhadap
pemanasan global namun penulis berkata sebaliknya bahwa
badai tropis ini merupakan perubahan iklim karena
berlangsung terus-menerus dan menyebabkan dampak yang
begitu besar bagi masyarakat Indonesia serta berkaitan dengan

pemanasan global. Ramlan juga menuturkan bahwa siklon
Cempaka turut memicu hujan lebat selama 3 hari terakhir di

beberapa daerah di Jawa seperti Yogyakarta, Wonogiri,
Gunung Kidul, dan Pacitan. Di Pacitan, hujan deras
mengakibatkan banjir dan tanah longsor. Badan
Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) mencatat
setidaknya 11 orang tewas di Pacitan akibat tanah longsor dan
banjir. BNPD Pacitan menyatakan sekitar 4.200 penduduk di
daerah bencana itu telah mengungsi. Menurut BNPB bahwa
banjir, angina putting beliung, ddan tanah longsor terjadi di 20
kabupaten dan kota lain di Jawa diantaranya Wonogiri, Klaten,
Wonosobo, Sleman, dan Gunung Kidul. Selain meredam
pemukiman warga, bencana itu juga menghambat akses
menuju daerah tesebut. Nelayan di Banyuwangi mengaku
tidak melaut dulu selama sepekan untuk menghindari adanya
gelombang tinggi karena curah hujan dan ikan tidak ada.
BMKG memprediksi gelombang laut di perairan Jawa bagian
Selatan dan Samudera Hindia dapat mencapai 4-6 meter akibat
pengaruh siklon Cempaka.

Ilustrasi pemantauan siklon cempaka oleh BMKG.
Sumber: ANTARA FOTO/Budi Candra Setya)


Siklon Cempaka juga memberikan pengaruh kepada
menyebarnya abu vulkanik gunung Agung di kabupaten
Karangasem Bali ke Karangasem Jawa Timur. Setelah terjadi
erupsi besar, abu vulkanik Gunung Agung mengarah ke sisi
timur dan tenggara atau Mataram karena siklon ini maka
Bandara Ngurah Rai di Depansar terpaksa ditutup karena abu
vulkanik mencapai jalur pesawat sehingga berpotensi
mengganggu penerbangan maupun pendaratan di Bandara
[13]. Ramlan dari BMKG mengatakan bahwa Siklon ini
merupakan siklon keempat yang dicatat oleh Pusat Peringatan
Dini Siklon Tropis BMKG (Tropical Center Warning
Center/TCWC).

C. Badai Tropis Dahlia (30 November 2017)

Sumber: Tribun Bali/ Dwi S

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo
Purwo Nugroho mengungkapkan bahwa jangkauan siklon

tropis Cempaka semakin meluas hingga 28 kabupaten atau
kota diantaranya Situbundo, Sidoarjo, Pacitan, Wonogiri,
Ponorogo, Magetan, Serang, Cilacap, Sragen, Boyolali,
Trenggalek, Sukabumi, Purworejo, Magelang, Tulungagung,
Semarang, Klaten, Malang, Wonosobo, Klungkung, kota
Yogyakarta, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, Bantul,
Kudus, dan Sukoharjo. Korban jiwa bertambah menjadi 19
orang [7]. Daerah yang paling berdampak diantaranya
Yogyakarta, Wonogiri, Pacitan dan Ponorogo.
Terjadinya siklon Cempaka memberikan dampak yaitu
terjadinya banjir dan tanah longsor yang menyebabkan 19
orang meninggal dunia yaitu 11 orang di Pacitan, 3 orang di
kota Yogyakata, 1 orang di Gunung Kidul, 2 orang di
Wonogiri dan 1 orang lainnya di Wonosobo. Dari 19 orang
meninggal dunia tersebut, 4 orang diantaranya adalah korban
banjir sedangkan 15 orang lainnya merupakan korban longsor.
Dari data BNPB juga mencatat sejumlah dampak kerusakan
yang diakibatkan oleh siklon Cempaka, tercatat 4.888 unit
rumah rusak, 3.212 unit rumah terendam, 36 unit jembatan
putus [5]. Kerusakan juga dialami 21 unit fasilitas pendidikan,
4 unit fasilitas peribadatan serta 2 unit fasilitas kesehatan.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo
Purwo Nugroho mengatakan bahwa kerugian ekonomi yang
ditimbulkan akibat siklon cempaka sampai saat ini masih terus
dihitung. Namun menurutnya diperkirakan kerugian mencapai
sekitar 1 triliun yang meliputi kerugian infrastruktur,
pemukiman, ekonomi produktif, sosial budaya dan lintas
sektor [5].

Sebuah rumah warga yang porak-poranda diterjang banjir bandang di
Pacitan, Jawa Timur, Rabu (29/11), dipicu oleh Siklon Tropis Cempaka.
Sumber: ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko

Siklon tropis Dahlia lahir di wilayah Barat Indonesia. Siklon
tersebut berada pada posisi 8,2 LS dan 100,8 BT (sekitar 470
km sebelah barat daya Bengkulu) dengan pergerakan ke arah
tenggara menjauhi wilayah Indonesia. Wakil Gubernur Jatim,
Saifullah Yusuf menerima informasi dari Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda dan menunjukkan
siklon tropis Dahlia yang awalnya terbentuk di sekitar
Sumatra saat ini berada di dekat perairan Jatim. BMKG juga
mengingatkan bahwa badai Dahlia tidak hanya akan
menyebabkan hujan lebat di pesisir barat Bengkulu hingga
Lampung saja tetapi juga mengguyur wilayah Banten bagian
selatan, DKI Jakarta sampai Jawa Barat [2] [10].

Sumber: BMKG

Setelah Dahlia, bibit siklon tropis di Barat laut Aceh akan
menguat hingga tiga hari ke depan. Dampaknya cuaca
ekstrem, hujan terjadi terutama sebagian wilayah Aceh,
Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Siklon tropis Dahlia
melemah sejak 3 Desember 2017 sementara itu Dwikorita pun
menambahkan bahwa sejak 4-12 Desember 2017 dari hasil
perkiraan BMKG bahwa DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat,
Jawa Tengah bagian utara mengalami curah hujan rendah,
adapun Jawa Tengah ke arah Jawa Timur bagian selatan
hingga Nusa Tenggara mengalami curah hujan sedang-tinggi.
Selain itu, Sumatera bagian utara termasuk Aceh dan
Kalimantan pun mengalami curah hujan sedang-tinggi [12].
Desember 2017-Februari 2018 merupakan periode puncak
musim hujan khususnya untuk wilayah Sulawesi Selatan,
Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara. Dampak yang timbul dari
adanya badai Dahlia diantaranya; (1) Hujan sedang hingga
lebat di Pesisir Barat Bengkulu hingga Lampung, Banten, dan
Jawa Barat bagian selatan; (2) Angin kencang > 20 knots
(36km/jam) di Pesisir Barat Sumatra Barat hingga Lampung,
Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat; (3) Gelombang laut
dengan ketinggian 2,5-4,0 m di Perairan Kepulauan Nias,
Perairan Kepulauan Mentawai, Samudera Hindia Barat Aceh
hingga Kepulauan Mentawai; (4) Gelombang laut dengan 4,06,0m di Perairan Enggana, Perairan Barat Lampung, Samudra
Hindia Barat Enggano hingga Lampung, Selat Sunda bagian
Selatan, Perairan Selatan Banten, dan Hindia Selatan Banten
[8] [9].

Dengan adanya siklus potensi cuaca ekstrem ini, BMKG
menghimbau warga agar melakukan beberapa tindakan berikut
ini, diantaranya: (1) waspada potensi gangguan, banjir maupun
longsor bagi yang tinggal di wilayah berpotensi hujan lebat,
terutama di daerah rawan banjir dan longsor seperti di daerah
dataran rendah, daerah cekungan, bantaran sungai, perbukitan,
lereng-lereng dan pegunungan; (2) waspada terhadap hujan
disertai angina kencang yang dapat menyebabkan pohon
maupun papan reklame atau baliho tumbang atau roboh serta
yang berbahaya bagi kapal berukuran kecil;(3) tidak
berlindung di bawah pohon jika hujan disertai petir; dan (4)
waspadai peningkatan ketinggian gelombang laut yang > 2,5
meter.

Kepala Humas BNPB mengatakan bahwa siklon ini bisa menyebabkan tanah
longsor, banjir, dan angin puting beliung.
Sumber: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman
hayati dan non hayati. Keberagaman tersebut tidak terlepas
dari adanya faktor iklim yang beranekaragamn pula. Setiap
daerah di Indonesia memiliki iklim yang berbeda-beda seperti
hujan tinggi, hujan sedang, hujan reda, berawan, dan lain
sebaginya. Iklim dan suhu yang berbeda dan tidak merata
memungkinkan
terjadinya
perubahan
iklim
yang
berkesinambungan. Namun, Indonesia merupakan negara yang
jika dilihat tidak akan sampai mengalami kondisi cuaca yang
terlalu ektrim karena terletak pada garis ekuator. Hal tersebut
saat ini tidak berlaku lagi melihat Indonesia saat ini sejak
tahun 2008 sampai sekarang selalu didatangkan dengan badai
tropis yang memberikan dampak yang besar bagi masyarakat
setempak baik dari segi ketersediaan bahan pangan, sandang,
maupun papan. Kondisi ikan di laut pun juga akan
berpengaruh jika kondisi cuaca tidak mendukung maka
nelayan akan susah mencari ikan dan pendapatan nelayan akan
menurun. Tidak hanya nelayan, bagi petani juga akan
dirugikan jika kondisi badai tersebut tidak berhenti yang
nantinya akan menyebabkan gagal panen. Dampak dari
adanya cuaca ekstrem tersebut merugikan masyarakat maupun
pemerintahan Indonesia sendiri. Banyak korban yang
berjatuhan, bangunan hancur, turunnya pendapatan nelayan
maupun petani, rusaknya fasilitas, dan lain-lain. Badai tropis

tersebut tidak bisa dihindari namun bisa diantisipasi dan
diatasi.
B. Saran
Sutopo Purwo Nugroho selaku Kepada Pusat Data Informasi
dan Humas BNPB sebelumnya telah menghimbau masyarakat
Indonesia terutama daerah-daerah yang berpotensi timbulnya
cuaca ekstrem yang ditandai dengan hujan lebat serta rawan
terjadi bencana banjir, tanah longsor dan puting beliung untuk
siap siaga sebelum bencana tersebut menimpa masyarakat
Indonesia [4]. Saat ini Indonesia sedang mengalami perubahan
iklim dan dampak dari adanya perubahan iklim tersebut adalah
terciptanya cuaca ekstrem yang berpotensi timbulnya bencana
besar. Sutopo mengatakan bahwa masyarakat Indonesia harus
senantiasa mengecek kondisi tanah karena ada tanda-tanda
yang bisa dilihat ketika akan terjadinya tanah longsor sehingga
masyarakat dapat mempersiapkan barang-barang untuk pindah
ke daerah yang rendah potensi tanah longsornya. Tidak hanya
tanah longsor, Sutopo juga menghimbau masyarakat untuk
selalu mengecek kondisi debit air sungai dan selalu siaga
ketika curah hujan sudah mulai tinggi dan debit air sungai
sudah mulai meningkat. Ancaman terakhir yang perlu
diwaspadai adalah puting beliung yaitu dengan cara membawa
situasi dan kondisi awan. Jika kondisi awan sudah mulai gelap
dan situasi sudah ditandai dengan angina kencang maka
masyarakat perlu untuk menghindari papan baliho, papan
besar, bangunan atau pohon yang rawan roboh. Penulis
berpikir untuk diadakannya sosialisasi berupa mitigasi
bencana untuk mengantisipasi adanya bencana badai tropis
susulan dan disediakannya tempat penyuluhan kesehatan
untuk tindak cepat ketika bencana melanda sehingga tidak
adanya korban bencana yang berjatuhan. Masyarakat harus
pandai membaca situasi dan kondisi cuaca jika kondisi
tersebut sudah tidak biasa dan pembekalan pengetahuan ini
disosialisasikan lewat mitigasi bencana. Pemerintah Indonesia
juga turut andil dalam pemecahan masalah badai ini baik
dengan negara-negara Internasional maupun dengan BMKG
agar masyarakat dapat mempersiapkan diri dari jauh-jauh hari.
REFERENSI
[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

Hairiah K, Rahayu S, Suprayogo D, Prayogo C. 2016. Perubahan iklim:
sebab dan dampaknya terhadap kehidupan. Bahan Ajar 1. Bogor,
Indonesia: World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional
Program dan Malang, Indonesia: Universitas Brawijaya.
Utama, Abraham. 2017. Siklon Cempaka Mendekati Pulau Jawa,
Nelayan
“Takut
Melaut”.
[Online]
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42147727
Vivaldi, Hanna. 2017. Apa itu Siklon Cempaka dan Siklon Dahlia?.
[ Online] http://bobo.grid.id/Sains/Iptek/Apa-Itu-Siklon-Cempaka-DanSiklon-Dahlia
Ayuwaragil, Kustin. 2017. Tips Menghadapi Bencana Alam Akibat
Siklon
Dahlia.
[Online]
https://www.cnnindonesia.com/gayahidup/20171130160713-284-259273/tips-menghadapi-bencana-alamakibat-siklon-dahlia
Lukman, Agus. 2017. Sekilas Penamaan Badai Tropis di Indonesia dari
Anggrek hingga Sawo. [Online] https://www.cnnindonesia.com/gaya
hidup/20171130160713-284-259273/tips-menghadapi-bencana-alamakibat-siklon-dahlia

[6]

[7]

[8]

[9]

Saraswati, Dias. 2017. BNPB: 41 Orang Meninggal Akibat Siklon
Cempaka.
[Online]
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171205183301-20260343/bnpb-41-orang-meninggal-akibat-siklon-cempaka
Sohuturon, Martahan. 2017. Siklon Cempaka Reda, Berpotensi Muncul
Badai
Baru.
[Online]
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171129195635-20259078/siklon-cempaka-reda-berpotensi-muncul-badai-baru
Syaiful, Anri. 2017. Badai Cempaka Melemah Siklon Tropis Dahlia
Mengancam. [Online] http://regional.liputan6.com/read/3180270/badaicempaka-melemah-siklon-tropis-dahlia-mengancam
Agung. Badai Dahlia: Temuan Baru BMKG Setelah Siklon Cempaka.
2017. [Online] https://tirto.id/badai-dahlia-temuan-baru-bmkg-setelahsiklon-cempaka-cAVq

[10] Antara. Wagub Jawa Timur Minta Nelayan Waspadai Badai Tropis
Dahlia.
[Online]
https://tirto.id/wagub-jawa-timur-minta-nelayanwaspadai-badai-tropis-dahlia-cA5h
[11] Damaledo, Yandri Daniel. 2017. Asal-usul Penamaan Badai Tropis
Cempaka dan Dahlia di Indonesia. [Online] https://tirto.id/asal-usulpenamaan-badai-tropis-cempaka-dan-dahlia-di-indonesia-cAVC
[12] Ratnasari, Yuliana. 2017. Badai Dahlia Hilang, Cuaca Ekstrem Masih
Terjadi di Aceh dan Sumatera. [Online] https://tirto.id/wagub-jawatimur-minta-nelayan-waspadai-badai-tropis-dahlia-cA5h
[13] Dwi S. 2017. Siklon Tropis Cempaka Ubah Arah Sebaran Abu Vulkanik
dari Erupsi Gunung Agung, Begini Pengaruhnya. [Online]
http://bali.tribunnews.com/2017/11/29/siklon-tropis-cempaka-ubah-arahsebaran-abu-vulkanik-dari-erupsi-gunung-agung-begini-pengaruhnya