Rencana Pembangunan dan Rencana Kerja Pemerintah Bab 4

BAB IV
ANALISIS ISU­ISU STRATEGIS
4.1. Permasalahan Pembangunan
Permasalahan utama pembangunan di Kabupaten Donggala
dikategorikan bersifat makro dan mikro. Permasalahanpermasalahan yang bersifat makro sebagai berikut:
a. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Donggala
tahun 2012 sebesar 70,94 masih di bawah rata-rata propinsi
Sulawesi Tengah 72,14 dan Nasional sebesar 73,29;
b. Masih tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Donggala
pada tahun 2012 sebesar 17,02 berada di atas rata-rata
Propinsi Sulawesi Tengah sebesar 14,32 dan rata-rata
nasional sebesar 11,47;
c. Capaian Angka Melek Huruf (AMH) tahun 2012 Kabupaten
Donggala 94,71 tahun, dimana capaian AMH ini masih berada
di bawah rata-rata Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 96,12
tahun berada diperingkat 10 dari 11 kabupaten/kota;
d. Capaian angka rata-rata lama sekolah (RLS) tahun 2012
Kabupaten Donggala 7,65 tahun berada di bawah rata-rata
Propinsi Sulawesi Tengah sebesar 8,13 tahun, juga berada
diperingkat 10 dari 11 kabupaten;
e. Nilai Tukar Petani (NTP) telah berada di atas target pada

tahun 2012 sebesar 102,32, namun capaian NTP Sub-Sektor
Pertanian masih berada di bawah 100;
f. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Di kabupaten Donggala
masih cukup tinggi, dimana pada tahun 2012 sebesar 4,72
berada pada urutan ke-8 dari 11 kabupaten/kota di Provinsi
Sulteng.
Permasalahan-permasalahan yang bersifat mikro menyangkut
bidang sosial budaya, bidang infrastruktur dan bidang ekonomi
daerah. Adapun yang berkaitan dengan bidang urusan sosial
budaya sebagimana berikut:
4.2 Bidang Urusan Sosial Budaya
4.2.1 Permasalahan Bidang Pendidikan
Permasalahan-permasalahan bidang pendidikan yang ada di
Kabupaten Donggala adalah sebagai berikut:
1. Masih rendahnya Angka Melek Huruf (AMH), bahkan terendah
kedua di Sulawesi Tengah yaitu 94,71;
2. Masih rendahnya rata-rata lama sekolah (RLS) yaitu 7,65
tahun;
3. Masih tingginya angka putus sekolah; angka putus sekolah SD
sebanyak 9,62%, angka putus sekolah SMP/MTs lebih besar

IV | 1

yaitu sebanyak 32,62%; dan angka putus sekolah SMA lebih
besar yaitu sebanyak 17,78%;
4. Masih rendahnya Angka Partisipasi Kasar (APK) yaitu APK
SMp/MTs 58,70%;
5. Masih rendahnya Angka Partisipasi Murni (APM) yaitu APM SD
91,71; APM SMP 59,03 dan APM SMA 44,31;
Capaian bidang pendidikan yang masih belum optimal
sebagaimana yang sudah dirinci di atas, disebabkan oleh
berbagai permasalahan menyangkut:
1. Ketersediaan pendidikan baik dari segi jumlah maupun
kualitasnya.
2. Aspek keterjangkauan dan aksesibilitas kewilayahan terutama
pada daerah terpencil dan terisolir.
3. Keterjangkauan dan aksesibilitas murid dalam bersekolah
4. Distribusi dan jumlah sebaran guru yang tidak merata
5. Kesiapan anak usia sekolah dasar untuk mengikuti pendidikan
dasar terutama di pedesaan belum optimal.
6. Sarana dan prasarana pendidikan belum memadai, termasuk

buku dan peralatan belajar-mengajar.
7. Pendidikan nonformal bagi anak-anak putus sekolah dan yang
tidak mampu serta pendidikan formal di sekolah (paket A dan
B) belum secara keseluruhan menjangkau masyarakat
pedalaman/terpencil dan terisolir.
8. Sistem dan akuntabilitas pengelolaan pembiayaan dan
mekanisme
biaya
operasional
sekolah
masih
perlu
dikembangkan.
9. Kondisi Geografis Daerah Kabupaten Donggala yang terdiri
dari daerah kepulauan dan pedalaman mengakibatkan masih
rendahnya akses anak usia sekolah terutama di daerahdaerah terpencil.
10. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang
berkualitas masih terbatas.
11. Kualitas dan Kuantitas guru masih rendah dan distribusinya
belum merata.

12. Mutu sekolah yang tidak merata, relevansi, dan daya saing
pendidikan masih rendah.
13. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan masih kurang
optimal.
14. Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas.
15. Manajemen dan tatakelola pendidikan belum efektif.
16. Pembiayaan pendidikan yang berkeadilan belum terwujud.
17. Kemampuan penyediaan layanan PAUD relatif masih
rendah.
18. Terbatasnya
ketersedian
dana
untuk
mendukung
pembiayaan pendidikan.
IV | 2

19. Terbatasnya daya tampung dan jangkauan layanan
pendidikan.
20. Belum optimalnya penyelenggaraan pola pengelolaan

(manajemen) pendidikan dasar dan pra sekolah yang berbasis
masyarakat.
21. Penguasaan dan pengembangan IPTEK masih rendah.
22. Masih minimnya tingkat partisipasi sekolah anak
perempuan di wilayah pedesaan.
4.2.2 Permasalahan Bidang Kesehatan
Permasalahan-permasalahan bidang kesehatan yang ada di
Kabupaten Donggala adalah sebagai berikut:
1. Usia harapan hidup di Kabupaten Donggala masih dibawah
rata-rata Sulawesi Tengah sebesar 66,01;
2. Kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana kesehatan yang
masih terbatas, khususnya RSU Daerah;
3. Sumber daya tenaga kesehatan medis dan non medis masih
terbatas, terutama kuantitas maupun kualitasnya
belum
optimal;
4. Distribusi tenaga medis dan paramedis belum merata,
terutama daerah terpencil dan terisolir;
5. Masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
kesehatan;

6. Masih tingginya angka kesakitan dan kematian karena
penyakit;
7. Masih tingginya penyebaran penyakit menular seperti malaria,
ispa,
8. Kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai PHBS,
disebabkan oleh kondisi ekonomi dan tingkat pendidikan
masyarakat masih rendah;
9. Aksesibilitas dan keterjangkauan layanan kesehatan yang
masih rendah
10. Masih rendahnya status kesehatan ibu dan anak;
11. Masih rendhanya status gizi masyarakat;
12. Masih terbatanya ketersediaan obat dan pengawasan obatmakanan;
13. Masih terbatanya pembiayaan kesehatan untuk memberikan
jaminan perlindungan kesehatan masyarakat;
14. Belum
optimalnya
pemberdayaan
masyarakat
dalam

pembangunan kesehatan;
15. Belum efektinya manajemen pembangunan kesehatan;
16. Masih rendahnya tingkat partisipasi laki-laki, keluarga dan
masyarakat mengenai hak reproduksi perempuan;
17. Masih
kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai
pentingnya kesehatan ibu dan anak;
4.2.3 Permasalahan Kemiskinan
IV | 3

Permasalahan-permasalahan kemiskinan yang ada di
Kabupaten Donggala adalah sebagai berikut:
1. Kabupaten Donggala memiliki jumlah penduduk miskin tahun
2012 sebesar yaitu 127.958 jiwa, atau sebanyak 25.785 KK;
2. Masih tingginya persentase penduduk miskin yaitu sebesar
17,02% tahun 2012. Persentase penduduk miskin berada di
atas rata-rata Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 14,32 dan
nasional sebesar 11,47.
Masih banyaknya penduduk miskin di Kabupaten Donggala
disebabkan oleh berbagai faktor sebagai berikut:

1. Sebagian besar penduduk miskin terkonsentrasi pada daerah
terpencil dan terisolir, khususnya di Kecamatan Pinembani
dan beberapa kecamatan di wilayah Pesisir Pantai Barat;
2. Rendahnya kepemilikan lahan penduduk dan adanya alih
fungsi lahan pertanian produktif;
3. Rendahnya akses pada air bersih dan buruknya sanitasi
lingkungan baik prasarana maupun sarana, serta pemukiman
tidak layak huni;
4. Masih rendahnya perluasan kesempatan kerja yang
bersentuhan langsung dengan masyarakat miskin.
5. Masih adanya persepsi kemiskinan hanya berdimensi
ekonomi, padahal kemiskinan bersifat multidimensional
mencakup mencakup aspek sosial,
politik, dan kultural;
6. Penanggulangan kemiskinan ditangani secara parsial dan
bersifat jangak pendek. Penanggulangan kemiskinan bersifat
komprehensif dan holistik dari penyusunan program,
pelaksanaannya
sampai
kepada

pemantauan
dan
evaluasinya;
7. Bantuan yang diberikan kepada masyarakat miskin selama ini
lebih bersifat konsumtif dan belum banyak bersifat
pemberdayaan (produktif).
8. Berbagai program dan kegiatan penanggulangan masyarakat
miskin cenderung bersifat seragam dan mengabaikan kondisi
spesifik lokal sehingga kurang efektif, kurang efisien dan
tidak tepat sasaran.
9. Kurang tersedianya lapangan kerja bagi masyarakat,
terutama untuk penduduk usia kerja produktif.
4.2.4 Perencanaan pembangunan
Permasalahan-permasalahan dalam perencanaan pembangunan
sebagai berikut:
1. Masih terbatasnya dukungan sarana dan prasarana untuk
mendukung kegiatan perencanaan pembangunan daerah;
2. Masih terbatasnya kuantias dan kualitas sumberdaya
manusia (tenaga perencana);
IV | 4


3. Masih terbatasnya kemampuan perencanaan kelembagaan
pemerintah daerah;
4. Belum mantapnya perencanaan konektivitas antar wilayah
se-Kabupaten Donggala;
5. Belum tingginya komitmen bersama antarpelaku perencana
antar kecamatan;
6. Belum ada pemetaan ruang partisipasi secara terpilah
(bedasarkan gender);
7. Belum ada desain kota layak anak yang memberikan ruang
perlindungan bagi anak.
4.2.5 Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Permasalahan-permasalahan dalam pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak sebagai berikut:
1. Masih adanya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT);
2. Tingginya jumlah tenaga kerja yang masih dibawah umur;
3. Masih rendahnya partisipasi anggkatan kerja perempuan;
4. Belum optimalnya penyelesaian pengaduan perlindungan
perempuan dan anak dari tindakan kekerasan;
5. Masih tingginya kasus perdagangan perempuan dan anak

(trafficking);
6. Masih terbatasnya pemahaman masyarakat mengenai hakhak perempuan, anak serta pemberdayaan gender;
7. Masih tingginya rata-rata jumlah anak dalam keluarga (di atas
dua orang);
8. Masih rendahnya pasangan usia subur yang menjadi akseptor
KB;
9. Belum optimalnya upaya peningkatan partisipasi keluarga pra
sejahtera terhadap program keluarga berencana.
4.2.6 Kondisi Sosial
Permasalahan-permasalahan dalam kondisi social sebagai
berikut:
1. Masih tingginya populasi penyandang masalah kesejahteraan
sosial (ketelantaran, kecacatan, ketunaan, korban bencana
alam, korban bencana sosial, kemiskinan, KAT);
2. Masih kurangnya kepedulian masyarakat termasuk dunia
usaha dalam memberikan perlindungan dan jaminan sosial
terhadap masyarakat yang rentan (Lansia Terlantar dan Anak
Cacat);
3. Kurangnya lembaga masyarakat dan lembaga pemerintahan
yang fokus/peduli pada pada masalah kerawanan sosial;
4. Masih tingginya kasus anak yang berhadapan dengan hukum
dan korban paska konflik yang membutuhkan pelayanan dan
perlindungan;
5. Belum terintegrasinya sistem sosial yang berwawasan gender
IV | 5

dalam program pemberdayaan dan kesejahteraan sosial.
4.2.7 Ketenagakerjaan
Permasalahan-permasalahan dalam ketenagakerjaan sebagai
berikut:
1. Tingginya peningkatan jumlah angkatan kerja yang tidak
diikuti dengan ketersediaan lapangan kerja yang memadai;
2. Ketidaksesuaan lapangan kerja yang tersedia dengan
kualifikasi pendidikan pencari kerja;
3. Lapangan kerja yang tersedia umumnya berada pada Sektor
Pertanian yang kurang diminati oleh para pencari kerja;
4. Belum memadainya sarana dan prasarana pendukung tenaga
kerja terutama BLK, serta output BLK belum mampu
membuka usaha secara mandiri;
5. Kurangnya jejaring (networking) pelatihan kerja dan sertifikasi
kompetensi;
6. Kurangnya informasi bagi hak ketenagkerjaan khususnya bagi
perempuan tenaga kerja wanita di luar negeri, termasuk
perlindungan dan hak perempuan;
7. Kurangnya kontrol, monitoring dan evaluasi terhadap sistem
kerja pengiriman tenaga kerja keluar daerah maupun luar
negeri.
4.2.8 Penanaman Modal
Permasalahan-permasalahan dalam penanaman modal sebagai
berikut:
1. Masih kurangnya sarana dan prasarana dalam menunjang
investasi di daerah;
2. Masih
rendahnya minat investor (daya tarik) untuk
menanamkan modalnya di Kabupaten Donggala;
3. Regulasi yang belum memihak pada para pelaku bisnis dan
kepentingan daerah yang lebih spesifik;
4. Belum sepenuhnya kemampuan pelaku dunia usaha untuk
memanfaatkan peluang usaha sesuai dengan potensi dan
prospektif sumberdaya alam yang tersedia.
4.2.9 Kebudayaan
Permasalahan-permasalahan dalam kebudayaan sebagai berikut:
1. Mulai tergerusnya nilai-nilai budaya daerah dan kearifan
lokal, karena derasnya budaya dari luar akibat peningkatan
teknologi informasi;
2. Rendahnya apresiasi warga masyarakat dalam mengangkat
nilai-nilai kebudayaan daerah;
3. Kurangnya informasi tentang kebudayaan daerah;
4. Lemahnya
system
dokumentasi
sejarah
kebudayaan
termasuk
pelestarian
berbagai
peninggalan
sejarah
IV | 6

Kabupaten Donggala.
4.2.10 Kepemudaan dan Olahraga
Permasalahan-permasalahan dalam kepemudaan dan olahraga
sebagai berikut:
1. Masih terbatasnya sarana dan prasaranan untuk pembinaan
olahraga dan kepemudaan;
2. Rendahnya rasa memiliki dan tanggungjawab pemuda bagi
kelangsungan kehidupan masyarakat yang beriman dan
berahlak mulia dalam suasana kehidupan yang pluralistic;
3. Turunnya jiwa dan semangat sebagai penerus kelangsungan
pembangunan daerah dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4.2.11 Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
Permasalahan-permasalahan dalam kesatuana bangsa dan politik
dalam negeri sebagai berikut:
1. Masih terbatasnya kemampuan kelembagaan masyarakat
termasuk partai politik baik dari segi manajemen maupun
kemampuan finansial membiayai aktifitasnya;
2. Tidak berimbangnya kelembagaan masyarakat termasuk
partai politik dibanding dengan kemampuan fiskal pemerintah
untuk mendukung pembinaannya;
3. Masih terjadinya konflik internal yang berimbas pada fasilitasi
pemerintah daerah dan dukungan pemikiran lainnya yang
seharusnya tidak relevan lagi di era demokrasi;
4. Masih terjadinya konflik dan kasus kekerasan antar kelompok
masyarakat,
serta
perlakukan
diskriminatif
terhadap
kelompok minoritas etnis dan agama tertentu;
5. Belum optimalnya pengintegrasian nilai-nilai kebangsaan dan
bhineka tunggal ika (prinsip keberagaman) dalam proses
kehidupan berbangsa dan bernegara.
4.2.12
Otonomi
Daerah,
Pemerintahan
Umum,
Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah,
Kepegawaian dan Persandian
Permasalahan-permasalahan
dalam
otonomi
daerah,
pemerintahana umum, administrasi keuangan daerah, perangkat
daerah, kepegawaian dan persandian sebagai berikut:
1. Urusan pemerintahan baik yang bersifat wajib maupun
pilihan yang berorientasi pada pelayanan publik dan berbasis
kearifan lokal masih rendah;
2. Belum optimalnya sinergitas kebutuhan, dan pemanfaatan
potensi antara birokrasi dengan masyarakat;
3. Aspirasi masyarakat belum sepenuhnya mampu terjalin dan
terpenuhi baik melalui Pemerintah Daerah maupun lembaga
DPRD/Anggota dan konstituennya termasuk aspirasi terhadap
pemekaran Kabupaten (Kabupaten Donggala Utara);
IV | 7

4. Belum efisiensi kelembagaan perangkat pemerintahan
daerah;
5. Prinsip pelayanan prima dalam bentuk pelayanan yang lebih
berkualitas masih perlu diperbaiki;
6. Belum optimalnya evaluasi penyelenggaraan pemerintahan
daerah;
7. Bidang kehumasan belum didukung sarana teknologi
informasi yang canggih terutama internet on-line, dan
ketersediaan sumberdaya manusia operator yang handal.
8. Masih adanya kasus hukum yang belum tertangani secara
baik;
9. Terbatasnya tenaga bantuan hukum di jajaran Pemda;
10. Adanya asset Pemerintah daerah Kabupaten Donggala yang
berada atau digunakan di Kota Palu;
11. Terbatasnya jumlah dan kualitas keberadaan aparat
pengawasan;
12. Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan
kegiatan pengawasan masih perlu ditingkatkan;
13. Belum proporsionalnya tindak lanjut atas adanya temuan/
penyimpangan;
14. Sinergitas
pelaksanaan
pengawasan
terhadap
obyek
pemeriksaan/ pengawasan perlu di tingkatkan;
15. Masih tingginya peredaran gelap dan kasus narkoba di
Kabupaten Donggala;
16. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pelaksanaan tugas
penanggulangan kasus narkoba;
17. Kapasitas sumber daya aparatur pengelolaan keuangan
secara kualitas maupun kuantitas belum memadai, dibarengi
keterbatasan sarana penunjang operasional;
18. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) penghasil penerimaan
Daerah belum menunjang secara optimal;
19. Topografi daerah relatif berat dalam upaya pengembangan
tugas-tugas pendapatan dan obyek pajak;
20. Kesadaran masyarakat untuk taat mambayar pajak masih
kurang;
21. Di bidang pengorganisasian, penetapan target kinerja
outcome belum mencerminkan kinerja yang diharapkan,
karena adanya kesulitan untuk mengukur keberhasilan kinerja
outcome;
22. Pada kinerja sasaran efektif dan efisien kelembagaan belum
dapat
dianalisis
secara
komprehensifm
karena
implementasinya
dan
sasaran
program
dimaksud
dilaksanakan secara nasional;
23. Untuk bidang perekonomian, khususnya terkait dengan
pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi rakyat yang
IV | 8

komperehensif dalam implementasinya belum berjalan
secara terintegrasi dengan baik;
24. Berbagai sarana peribadatan, dan sosial kemasyarakatan
yang ada masih relatif terbatas;
25. Dari segi penguatan penelitian dan pengembangan daerah
masih perlu penambahan sumber daya tenaga peneliti baik
secara kualitas maupun kuantitasnya;
26. Hasil kajian/penelitian terapan pada umumnya belum menjadi
acuan dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan,
hal ini disebabkan karena sebagian besar hasil penelitian
masih berupa survei dasar yang masih bersifat umum;
27. Belum memadainya kuantitas dan kualitas aparatur sipil
negara (ASN);
28. Belum sesuainya formasi penerimaan pegawai dengan
kebutuhan daerah;
29. Belum adanya analisa kebutuhan pegawai di setiap SKPD;
30. Belum memadainya manajemen kelembagaan Korpri;
31. Belum
seluruhnya
anggota
Korpri
memiliki
tingkat
kesejahteraan yang memadai;
32. Masih rendahnya disiplin dan esp’rit de corps;
33. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pendukung
pelayanan kepada anggota Korpri;
34. Kurangnya sarana dan prasarana persandian yang memadai;
35. Masih kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia
dibidang persandian;
4.2.13 Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Permasalahan-permasalahan dalam pemberdayaan masyarakat
dan desa sebagai berikut:
1. Belum
mantapnya
penyelenggaraan
tata
kelola
penyelenggaraan pemerintahan desa;
2. Rendahnya pemahaman terhadap jati diri desa yang
bersumber keaslian asal usul dan adat istiadat setempat
untuk mewujudkan penyelenggaraan urusan yang menjadi
kewenangan pemerintahan desa;
3. Implementasi pembagian kewenangan antara desa dengan
kabupaten belum berjalan sebagaimana yang diharapkan;
4. Kemampuan masyarakat desa maupun anggota BPD relatif
terbatas baik dalam hal tingkat pendidikan formal
kemampuan khusus terkait dengan tuntutan juga fungsinya,
maupun pemahamannya terhadap kewenangan desa itu
sendiri;
5. Tingkat penghasilan perangkat desa dan anggota BPD belum
memadai, sehingga mengakibatkan dedikasi kerja tidak
optimal;
IV | 9

6. Belum semua desa memiliki kantor desa yang memadai
sebagai sarana dan prasarana utama dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa;
7. Masih sedikitnya desa-desa yang mengembangkan kerjasama
desa dalam usaha meningkatkan dan menguatkan otonomi
desa;
8. Ketidakberdayaan masyarakat disebabkan berbagai faktor,
seperti ketidakmampuan secara ekonomi maupun kurangnya
akses untuk memperoleh berbagai pelayanan dalam
peningkatan kemampuan dan keterampilan mengembangkan
usaha ekonomi produktif dalam peningkatan kemampuan dan
keterampilan mengembangkan usaha ekonomi produktif
dalam meningkatkan pendapatannya;
9. Belum optimalnya peran aktif masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya alam dan pelestarian lingkungan, karena
terbatasnya akses masyarakat dalam mengelola dan
memanfaatkan potensi sumberdaya alam lokal;
10. Rendahnya kemampuan masyarakat dalam pemasyarakatan
dan mendayagunakan teknologi tepat guna (TTG) yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta penyediaan
berbagai informasi dan tekbologi tepat guna yang dibutuhkan
masyarakat masih sangat terbatas;
11. Lembaga desa sebagai wadah penyalur aspirasi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pembangunan belum berfungsi
optimal;
12. Kemampuan pemerintah desa dalam menggali sumber
pendapatan dan mengelolah keuangan desa masih rendah
sehingga kemandirian desa juga rendah;
13. Masih tingginya angka kemiskinan di daerah pedesaan.
4.2.14 Kearsipan
Permasalahan-permasalahan dalam kearsipan sebagai berikut:
1. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pendukung kegiatan
kearsipan;
2. Terbatasnya sarana layanan informasi arsip, sehingga
pelayanan informasi kearsipan kepada masyarakat belum
optimal;
3. Masih terbatanya kuantitas dan kualitas sumberdaya aparatur
bidang kearsipan;
4. Budaya menempatkan kearsipan sebagai bagian dari tata
kelola dokumen yang bernilai strategis dari sisi hukum dan
nilai historis masih rendah.
4.2.15 Keperpustakaan
Permasalahan-permasalahan
berikut:

dalam

keperpustakaan

sebagai

IV | 10

1. Masih terbatanyas koleksi judul buku/disiplin ilmu di
perpustakaan;
2. Masih rendahnya minat dan keinginana masyarakat
memanfaatkan koleksi buku bacaan diperpustakaan;
3. Masih terbatanys sarana dan prasarana pendukung
perpustakaan;
4. Belum optimalnya kebijakan menyangkut perwujudan
gerakan gemar membaca bagi masyarakat Kabupaten
Donggala.
4.2.16 Pariwisata
Permasalahan-permasalahan dalam pariwisata sebagai berikut:
1. Masih rendahnya pelayanan industri pariwisata yang
memadai;
2. Masih rendahnya kondisi masyarakat sadar wisata;
3. Belum ada rencana studi kawasan wisata secara detail (blue
print);
4. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pendukung
pariwisata;
5. Masih lemahnya konsep pembangunan wisata berwawasan
ekologi;
6. Belum adanya desain kampanye wisata yang baik;
7. Belum adanya konsep wisata terpadu;
8. Belum adanya desa wisata yang memadai;
4.2.17 Ketransmigrasian
1. Aksesibilitas calon transmigran ke lokasi Unit Pemukiman
Transmigrasi masih belum memadai
2. Bimbingan dan penyuluhan masih belum optimal
3. Rasa keterkaitan penduduk calon transmigrasi dengan
penduduk lokal masih rendah
4. Keterlambatan penyiapan lahan dan bangunan pemukiman
bagi transmigrasi
5. Adanya tumpang tindih lahan.
6. Pembangunan transmigrasi baru terkendala dengan kriteria
pengembnagan kawasan transmigrasi yang telah ditetapkan
oleh kemetrian tenaga kerja dan transmigrasi.
4.3. Pengembangan Wilayah Dan Infrastruktur
Selain masalah sosial budaya di kabupaten Donggala, ada
beberapa permasalahan terkait dengan Pengembagan Wilayah
dan infrastrukur yaitu:
4.3.1 Pekerjaan umum
Permasalahan-permasalahan dalam pekerjaan umum sebagai
IV | 11

berikut:
1. Masih adanya jaringan jalan kabupaten yang kondisinya rusak
/ rusak berat sepanjang 359,52 Km
2. Masih adanya jaringan jembatan kabupaten yang kondisinya
rusak / rusak berat sebanyak 12 Buah
3. Masih adanya jaringan Jalan dan jembatan pedesaan yang
kondisinya rusak / rusak berat sepanjang1.421,26 Km
4. Masih adanya jaringan irigasi yang belum terbangun
sebanyak 7(tujuh) daerah Irigasi
5. Masih adanya jaringan air bersih / air minum di kab Donggala
yang belum dirasakan manfaatnya sebanyak 37.777 KK
(46,5%)
6. Belum terpenuhinya sanitasi yang layak di kab Donggala
sebanyak 33.449 KK (43,79%)
4.3.2 Tata Ruang
Permasalahan-permasalahan yang terkait dengan tata ruang
sebagai berikut:
1. Belum tersusunnya dokumen rencana detail tata ruang kota
(RDTRK), rencana tata ruang kawasan strategis, dan rencana
tata ruang kawasan perdesaan,
2. Belum optimalnya penyusunan rencana tata ruang terbuka
hijau (RTH);
3. Belum optimalnya koordinasi BKPRD;
4. Masih adanya pemanfaatan ruang yang belum sesuai dengan
peruntukan RTRW;
5. Masih adanya bangunan yang belum memiliki IMB;
6. Masih kurangnnya PPNS penataan ruang di Kabupaten
Donggala.
4.3.3 Perumahan
Permasalahan-permasalahan dalam perumahan sebagai berikut:
1. Belum terpenuhinya hunian (rusunawa/rusunami) rumah PNS
di Kota Banawa;
2. Belum terpenuhinya rumah layak huni di Kabupaten
Donggala
4.3.4 Perhubungan
Permasalahan-permasalahan
dalam
perhubungan
sebagai
berikut:
1. Belum terbangunnya dermaga penyeberangan KabongaLero;
2. Belum terpenuhinya jaringan komunikasi untuk masyarakat di
Kabupaten Donggala.
4.3.5 Lingkungan Hidup
IV | 12

Permasalahan-permasalahan dalam lingkungan hidup sebagai
berikut:
1. Belum optimalnya pengelolaan sumber daya alam yang
sesuai dengan UKL/UPL/AMDAL;
2. Masih kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat
dalam pengelolaan sumberdaya dan lingkungan.
4.3.6 Kesatuan Bangsa Dan Politik Dalam Negeri
Permasalahan-permasalahan dalam kesatuan bangsa dan politik
dalam negeri sebagai berikut:
1. Masih terdapat desa yang belum membentuk Kelompok
Masyarakat Peduli Bencana (KMPB);
2. Presentase aparatur yang bersertifikat Pelatihan Tanggap
Bencana/Tim Reaksi Cepat (TRC).
4.3.7 Energi Dan Sumber Daya Mineral
Permasalahan-permasalahan dalam enegeri dan sumber daya
mineral sebagai berikut:
1. Belum maksimalnya pengelolaan hasil produksi sektor
Pertambangan/ penggalian;
2. Masih adanya rumah tangga yang belum menikmati energi
listrik.
4.4. Permasalahan Bidang Ekonomi
Selain masalah sosial budaya dan infrastuktur di kabupaten
Donggala, ada beberapa permasalahan terkait dengan Bidang
Ekonomi yaitu:
4.4.1 Urusan Pertanian dan Peternakan
Permasalahan-permasalahan dalam pertanian dan peternakan
sebagai berikut: meningkatnya kebutuhan tanaman pangan
sebagai bahan makanan pokok; meningkatnya alih fungsi lahan
dari pertanian ke pemukiman. Permasalahan lainnya adalah
faktor pemasaran hasil produksi yang tidak didukung oleh
informasi pasar, dan masih adanya pengijon.
Beberapa permasalahan yang menjadi isu strategis adalah
sebagai berikut: masih rendahnya tingkat produktivitas karena
tingkat pengetahuan dan keterampilan petani masih terbatas,
kurangnya modal; mutu hasil perkebunan relatif masih rendah
sebagai akibat penanganan pasca panen belum baik;
menurunnya produktifitas air irigasi dalam mendukung hasil
pertanian di wilayah rentan banjir dan lahan kering; mekanisme
pemasaran hasil perkebunan belum memberikan keuntungan
yang tinggi bagi petani.
Usaha peternakan umumnya merupakan usaha peternakan
rakyat yang berskala kecil dan merupakan usaha sampingan
dimana aktivitas peternakan yang meliputi ternak besar, kecil,
IV | 13

dan unggas berfluktuasi dan masih dikelola secara tradisional;
pelayanan kesehatan hewan belum mampu menjangkau seluruh
daerah pengembangan ternak; Konsumsi daging dan telur masih
dibawah standar gizi; tata niaga ternak masih belum optimal;
keterampilan peternak masih rendah dan belum memanfaatkan
teknologi
tepat
guna
se-optimal
mungkin.
Berbagai
permasalahan di masyarakat baik dalam pengembangan bidang
usaha peternakan maupun dampak lainnya: mutu genetik ternak
masih rendah; Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan dalam
agrobisnis peternakan; masih dijumpai kasus penyakit hewan
ternak; terbatasnya akses permodalan antara peternak dengan
lembaga permodalan.
4.4.2 Sektor Perkebunan:
Permasalahan-permasalahan dalam perkebunan sebagai berikut:
a. Komoditas kakao; dimana mutu produksi kakao rakyat
umumnya masih rendah dikarenakan jenis benih yang
ditanam kurang baik dan proses panen (pengeringan) kurang
optimal; harga jual produksi biji kako masih rendah; tingginya
persentase kehilangan produksi karena serangan hama dan
penyakit terutama hama penggerek buah kakao, penerapan
teknologi pemulihan tanaman kakao dengan cara okulasi
masih terkendala oleh keterbatasan bahan entries dari klonal
tanaman yang baik; serta terbatasnya permodalan dalam
usaha pengembangan kakao.
b. Komoditi Kelapa; dimana mutu benih kurang berkualitas
akibat keterbatasan modal membeli benih bersertifikat;
langkanya ketersediaan pupuk yang dibutuhkan; harga jual
setempat pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan
harga di daerah lain.
c. Komoditi cengkeh; dimana mutu produksi cengkeh masih
rendah sehingga harga jual yang relatif murah, pohon
cengkeh sudah tergolong tua, dan teknologi pasca panen
komoditi cengkeh masih belum baik.
4.4.3 Sektor Kehutanan
Luas hutan dan penutupan hutan meliputi 57,29 persen dari
total luas wilayah Kabupaten Donggala. Kondisi kawasan hutan
saat ini mengalami degradasi tetapi masih di atas 30 persen
(Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).
Degradasi hutan disebabkan antara lain: adanya tekanan
masyarakat terhadap kawasan hutan; pemahaman masyarakat
terhadap fungsi hutan sebagai sistem penyangga kehidupan
masih rendah; jumlah personil polisi kehutanan masih kurang
dibanding dengan luas kawasan hutan keseluruhan Kabupaten
Donggala, sarana prasarana polisi kehutanan untuk pengawasan
dan pengamanan hutan belum memadai; maraknya pencurian
IV | 14

kayu di hutan negara; belum adanya pemanfaatan jasa
lingkungan (carbon trade) dihutan produksi dan hutan lindung
masih rendah; serta pemanfaatan kawasan hutan untuk
pembangunan non kehutananbelum optimal.
4.4.4 Urusan Perikanan Dan Kelautan
Perda yang mendukung tentang pelaksanaan penarikan
retribusi izin dari nelayan, petani dan pengolahan ikan masih
belum optimal; struktur armada penangkapan ikan yang masih
didominasi skala kecil/tradisional, karena kemampuan nelayan
memanfaatkan teknologi masih rendah; masih rendahnya
kemampuan nelayan dalam penanganan dan pengolahan hasil
perikanan sesuai dengan permintaan konsumen dan standar
mutu; Keterbatasan fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan
Balai Benih Ikan (BBI) yang ada; adanya praktek illegal fishing,
unregulated, unreported fishing yang terjadi karena pelaksanaan
penegakan hukum di laut masih lemah. Belum adanya zonasi
yang jelas bagi kawasan budidaya serta pembukaan kawasan
tanpa mengikuti aturan yang berlaku; kepemilikan lahan tidak
jelas, adanya status tanah sengketa atau konflik antar hak adat,
perseorangan dan perusahaan; masih tingginya harga pakan ikan
yang mengakibatkan meningkatnya biaya operasional sehingga
margin
keuntungan
pembudidaya
menurun;
nelayan,
pembudidaya, dan pengolah ikan umumnya belum mengikuti
kaidah dan persyaratan mutu produk; Kelembagaan nelayan,
pembudidaya dan pengolah ikan yang kurang optimal;
Kurangnya akses terhadap permodalan, lembaga keuangan dan
perbankan; Terbatasnya sarana produksi seperti induk dan benih
unggul, pakan, pupuk dan obat-obatan yang standar;
Terbatasnya prasarana produksi yang memadai seperti jalan
produksi, jaringan irigasi tambak, sarana PPI/TPI, mekanisme
nelayan kecil, rumpon; serta lemahnya data sistem informasi
sumber daya kelautan dan perikanan yang akurat dan mudah
diakses masyarakat.
4.4.5 Urusan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Sebagian besar pengusaha berada pada kategori usaha
kecil, sehingga sulit berkembang karena faktor keterbatasan
permodalan,
kemampuan
manajerial
usaha,
kurangnya
kemampuan usaha (wirausaha) dan terbatasnya akses terhadap
sumberdaya produktif seperti teknologi, pasar dan informasi.
Masalah lainnya adalah: tenaga kerja dengan kualitas SDM yang
rendah; kebijakan termasuk regulasi, birokrasi dan retribusi yang
berlebihan sehingga menyebabkan beban biaya transaksi
menjadi besar; terbatasnya permodalan yang dimiliki industri
kecil dan industri rumahtangga untuk mengembangkan
usahanya, dan sulitnya pemasaran hasil produk usaha; alat
IV | 15

kelembagaan organisasi koperasi belum sepenuhnya berfungsi
dengan baik; manajemen dalam koperasi masih lemah; sistem
pengawasan terhadap koperasi masih lemah; kemampuan usaha
koperasi belum mampu menghadapi persaingan dengan
perusahaan swasta; modal masih terbatas; serta pengembangan
ekonomi usaha kecil dan menengah masih belum optimal.
4.4.6 Urusan Perdagangan
Perdagangan antar pulau di Selat Makassar merupakan
potensi yang sangat besar, namun belum optimalnya
perdagangan antar pulau mengakibatkan tingkat efisiensi yang
masih rendah, kontinuitas barang belum stabil, nilai tambah
produk yang masih rendah diterima produsen dan beberapa
permasalahan lainnya adalah: pemasaran hasil-hasil industri
belum maksimal, karena rendahnya mutu dan kualitas serta
harga yang belum memenuhi selera konsumen; hasil pemasaran
pertanian yang diterima oleh petani relatif rendah apalagi pada
saat panen terlebih lagi nilai tambah dari hasil pertanian tersebut
terserap oleh daerah lain; para pedagang kecil belum berperan
secara maksimal dalam menunjang pembangunan ekonomi
daerah karena keterbatasan keterampilan, pengetahuan serta
modal, sedang fasilitas kredit yang disediakan bank belum
mampu dimanfaatkan secara optimal; Sarana dan prasarana
perdagangan
masih
belum
memadai
seperti
sarana
pasar/pertokoan yang letaknya strategis ditempati oleh
pengusaha golongan menengah ke atas, sedang lokasi kurang
strategis ditempati pengusaha golongan ekonomi lemah; masih
kurangnya informasi pasar luar negeri yang diterima secara
cepat dan kontinyu; sarana dan prasarana perdagangan masih
belum memberikan jaminan keamanan dan responsif bagi
kebutuhan perempuan, anak dan lansia.
4.4.7 Urusan Perindustrian
Kulitas SDM industri relatif masih rendah, khususnya
pengrajin industri kecil sehingga kurang tanggap terhadap
perubahan yang datang dari luar seperti teknis produksi, desain
dan selera konsumen; kemampuan manajemen dan semangat
kewiraswastawan pengusaha/pengrajin relatif masih kurang;
pemasaran hasil industri masih bersifat lokal; Peralatan dan cara
kerja masih sederhana, sehingga kualitas produksi yang
dihasilkan masih perlu ditingkatkan; kontinuitas bahan baku
industri kecil yang kurang berpengaruh terhadap harga jual
produk; kawasan industri belum berjalan sebagaimana yang
diharapkan untuk menjadi salah satu lokomotif pertumbuhan
ekonomi daerah.
IV | 16

4.4.8 Urusan Penanaman Modal
Masih kurangnya sarana dan prasarana penunjang investasi
di daerah; masih rendahnya minat investor untuk menanamkan
modalnya; regulasi yang belum memihak pada para pelaku bisnis
dan kepentingan daerah yang lebih spesifik; Kemampuan pelaku
dunia usaha belum sepenuhnya mampu memanfaatkan peluang
usaha sesuai dengan potensi dan prospektif sumberdaya alam
yang tersedia.

4.4.9 Urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum,
Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah,
Kepegawaian dan Persandian
Belum optimalnya penyelenggaraan pemerintahan dari
tingkat Kabupaten sampai tingkat desa khususnya bagi
pengelolaan administrasi dan keuangan, mekanisme koordinasi
instansional yang belum berjalan secara proporsional dan
profesional, belum optimalnya pengelolaan potensi sumber daya
ekonomi, distribusi anggaran pembangunan yang tidak
berdasarkan kebutuhan wilayah. Berdasarkan kondisi tersebut
masih terdapat beberapa permasalahan yang harus diatasi
diantaranya adalah: prinsip pelayanan prima dalam bentuk
pelayanan yang lebih berkualitas dan waktu yang cepat masih
perlu diperbaiki; kapasitas sumber daya aparatur pengelolaan
keuangan secara kualitas maupun kuantitas belum memadai,
dibarengi keterbatasan sarana penunjang operasional; SKPD
penghasil penerimaan Daerah belum menunjang secara optimal;
topografi daerah relatif berat dalam mengemban tugas-tugas
pendapatan dan obyek pajak; kesadaran masyarakat untuk taat
mambayar pajak masih kurang.
4.4.10 Urusan Ketahanan Pangan
Permintaan pangan khususnya beras meningkat seiring
peningkatan jumlah penduduk; budaya makan beras yang
cenderung tidak bisa tergantikan oleh makanan lain, disamping
itu selain perasalahan konsumsi pangan juga masih terdapat
berbagai permaslahan lainnya adalah: alih fungsi lahan pertanian
menjadi kawasan permukiman dan komersial; keandalan sistem
irigasi semakin menurun; perubahan iklim global akibat
pemanasan global menyebabkan perilaku iklim semakin sulit
diprediksi; keberlanjutan sistem produksi padi akibat degradasi
hutan dan lahan khususnya di kawasan upstream (DAS Hulu)
yang berdampak kepada rapuhnya fungsi hidrologi kawasan DAS;
fenomena gizi buruk di masyarakat masih mengancam.
IV | 17

4.5. Isu-Isu Strategis
Isu-isu strategis meliputi isu strategis global, isu strategi
nasional, isu strategis regional Sulawesi, isu strategis Provinsi
Sulawesi Tengah dan isu strategis Kabupaten Donggala.
4.5.1. Isu Strategis Strategis Global
Isu strategis global terdiri dari:
1.
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 merupakan satu di antara
beberapa tahap menuju integrasi ekonomi. Secara teoritis MEA
memberikan keleluasaan bagi ke sepuluh anggota ASEAN
mengevaluasinya. Manfaat efisiensi, akumulasi, dan aglomerasi
berada di depan mata. Namun, bila tetap tidak siap
mengantisipasi derasnya arus liberalisasi di ASEAN, maka
Indonesia menjadi pasaran utama produk-produk negara lain
yang menambah impor, dan berpotensi pada besarnya defisit
neraca dagang Indonesia, dan menyebabkan tekanan volatilitas
kurs yang dapat membuat kurs rupiah terdepresiasi terhadap
dolar Amerika.
Indonesia masih memiliki kelemahan jika dibandingkan
dengan negara tetangga ASEAN seperti Singapura, Malaysia,
Thailand dalam daya saing di antara semua elemen pilar
pertama MEA 2015. Antara lain biaya di pelabuhan di Indonesia
masih tergolong termahal di Asia Tenggara. Jika di Indonesia,
biaya operasional di pelabuhan mencapai 19% dari total biaya
badan usaha, maka di Malaysia dan Thailand hanya mencapai
8%. Di Singapura, biaya tersebut hanya mencapai 5%. Biaya dan
waktu pengurusan dokumen berinvetasi di Indonesia masih
tergolong paling mahal, dan terlama di Asia. Kemahalan biaya
berinvestasi di Indonesia berada di belakang Lebanon, Yaman,
Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Laos.
Indonesia maupun negara anggota ASEAN lainnya kecuali
Singapura
mengalami
pembelokan
perdagangan
( trade
deflection) yaitu produk-produk ekspor negara-negara non-AFTA
memasuki kawasan AFTA melalui Singapura yang sejak lama
menerapkan tarif 0, lalu menuju destinasi akhir negara anggota
AFTA lainnya. Tahap menuju integrasi ekonomi tidak lagi wajib
melalui penyeragaman pabean (custom union), tetapi langsung
menuju pasaran bersama (common market) sebagai wujud
konkrit masyarakat ekonomi ASEAN 2015.
Pemanasan Global (Global Warming)
Peningkatan suhu rata-rata di permukaan bumi merupakan
ancaman yang serius bagi planet bumi, sehingga perlu langkah
terpadu dalam penanggulangan dan pencegahan serta
pengawasan. Hal ini beralasan karena dampak yang dihasilkan
oleh pemanasan global, tersebut menjadi satu di antara
2.

IV | 18

penyebab pembentukan beberapa jenis gas rumah kaca yang
dihasilkan oleh peternakan, pembakaran bahan bakar fosil pada
kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern, serta pembangkit
tenaga listrik dan lainnya, pengunaan hairspray, serta
pengharum ruangan.
Pemanasan global menimbulkan pencairan es di artic (kutub
utara) yang menimbulkan kenaikan pada permukaan air laut.
Negara-negara dataran rendah seperti Maladewa dan Kiribati
mulai kehilangan pulau atolnya dan berpindahnya 300 ribu
penduduk
Kiribati
menuju
Fiji
merupakan
konsekuensi
pemanasan global. Di samping itu, perubahan musim, el-nino, la
nina, anomali cuaca menimbulkan perubahan dan kacaunya iklim
yang selanjutnya berpengaruh pada musim tanam petani
termasuk petani di Indonesia pada umumnya dan petani di
Kabupaten Donggala yang 50% PDRBnya didukung oleh sektor
pertanian.
3.

Krisis Pangan Dunia
Sejak 2010, dunia mengalami krisis pangan sebagai
konsekuensi dari anomali cuaca dan penguasaan aset pangan
hanya pada negara tertentu. Hal ini diperparah lagi oleh
dominasi kartel dalam penentuan harga pangan membuat
volatilitas harga pangan dunia sulit diantisipasi oleh berbagai
negara. Filipina sebaga pusat riset beras di dunia pun telah
berubah menjadi importer beras terbesar di dunia. Sebaliknya
Thailand, sejak beberapa dekade telah menjadi pemegang
seperempat pasokan beras terbesar di dunia. Senegal di Afrika
Barat telah mengembangkan kultur beras dalam penyediaan
pangan mereka setelah belajar dari Indonesia dan Thailand.
Sementara Indonesia sejak pertengahan dekade 1980-an
menjadi importer bahan pangan. Thailand sendiri menjadi
pemasok unggas ke-lima di dunia setelah Brazil. Hampir semua
kendali harga pangan ini bermarkas di Swiss, negara yang tidak
mempunyai kultur pangan kecuali produsen susu. Krisis pangan
dunia cenderung menyulitkan negara-negara berpenduduk
banyak sehingga harus dapat diantisipasi sebelum.

4.5.2

Isu Strategis Nasional

1. Isu strategis RPJM Nasional periode 2014-2019
• Isu stategis terkait dengan Bidang Polhukam meliputi:
a) Konsolidasi Demokrasi;
b) Reformasi
Birokrasi
dan
Peningkatan
Kapasitas
Kelembagaan Publik;
c) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
d) Percepatan Pembangunan MEF dengan Pemberdayaan
Industri Pertahanan
IV | 19

e) Peningkatan Ketertiban dan Keamanan Dalam Negeri


Isu-isu stategis terkait dengan Bidang Ekonomi-Sosial
meliputi:
a) Perkuatan ketahanan Pangan
b) Peningkatan Ketahanan Energi
c) Peningkatan Ketahanan Air
d) Percepatan Pembangunan Kelautan
e) Peningkatan Keekonomian Keanekaragaman Hayati
dan Kualitas Lingkungan Hidup
f) Transfromasi Sektor Industri dalam arti luas
g) Peningkatan Daya Saing Tenaga Kerja
h) Peningkatan Daya saing UMKM dan Koperasi
i) Peningkatan Kapasitas IPTEK
j) Peningkatan Efisiensi Sistem Logistik dan Distribusi
k) Penguatan Konektivitas Nasional
l) Keseimbangan Pemb. Antar Wilayah
m) Pendorong Pertumbuhan Ekonomi
n) Pemb. Trasnportasi Massal Perkotaan
o) Peningkatan Ketersediaan Infrastruktur Pelayanan
dasar:
p) Elektrifikasi Nasional
q) Akses Air minum dan Sanitasi
r) Penataan Perumahan/Permukiman)



Isu-isu strategis Bidang Kesra meliputi:
a) Reforamsi Pembangunan Kesehatan:
 Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi
b) Pengendalian Jumlah Penduduk
c) Reformasi Pembangunan Pendidikan
d) Dukungan Pelaksanaan BPJS:
 BPJS Tenaga Kerja
 BPJS Kesehatan
e) Strategis Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
f) Pembangunan Daerah Tertinggal dan Perbatasan
g) Sinergi Pembangunan Perdesaan
h) Pengelolaan Resiko Bencana

2.

Peningkatan Iklim Investasi dan
Usaha
Ekspektasi yang tinggi terhadap perekonomian Indonesia,
jumlah penduduk yang besar, daya beli masyarakat yang
meningkat, dan ketersediaan sumber daya alam yang
merupakan potensi yang besar untuk menarik investasi.
Meningkatnya peran Indonesia sebagai bagian penting dari Asia
berpotensi mendorong masuknya investasi.
Turunnya peringkat hutang negara maju terutama negaraIV | 20

negara Eropa, pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada negaranegara emerging Asia, serta meningkatnya upah buruh di
negara-negara berkembang seperti Cina, India, Malaysia, dan
Thailand memberikan peluang kepada Indonesia untuk menarik
investasi asing terutama dalam bentuk investasi. Daerah yang
berpotensi untuk dikembangkan dan menjadi sasaran investasi
adalah Kawasan Bagian Timur Indonesia.
Dalam Doing Business Survey 2013, Indonesia berada pada
ranking 166 dari 185 negara dalam proses perijinan investasi.
Sedangkan, Malaysia dan Thailand berada pada posisi 54 dan 85.
Untuk memperoleh ijin usaha, investor memerlukan waktu 47
hari di Indonesia dengan 9 prosedur yang harus dipenuhi,
sedangkan di Malaysia dan Thailand hanya membutuhkan waktu
6 hari dengan 3 prosedur dan di Thailand 29 hari dengan 4
prosedur. Adapun proporsi biaya investasi terhadap PDB di
Indonesia mencapai 22.7%, sedangkan di Malaysia dan Thailand
mencapai 15.1% dan 6.7%. Mahalnya biaya investasi di
Indonesia masih menjadi kendala utama apalagi ditambah
dengan otonomi daerah justru lebih banyak menghambat arus
masuk modal karena ketidaksigapan para bupati/walikota dalam
pemberian ijin serta pemaksaan sumbangan dalam jumlah besar
pada calon investor.
3.

Percepatan
Pembangunan
infrastruktur (Domestic Connectivity)
Konektivitas nasional memiliki empat elemen kebijakan yang
terintegrasi yaitu Sistem Logistik Nasional, Sistem Transportasi
Nasional, Pengembangan Wilayah, dan Sistem Informasi dan
Komunikasi dengan visi Terintegrasi secara Lokal, Terhubung
Secara
Global
(locally
integrated, globally connected).
Konektivitas nasional menghubungkan pusat perekonomian
regional dan dunia (global) secara efektif, efisien, dan terpadu.
Penguatan
konektivitas
nasional
ditujukan
untuk
memastikan
mobilisasi
penumpang/barang/jasa/informasi
berjalan secara lancar, aman, handal, dan efisien. Strategi yang
ditempuh
adalah
Optimalisasi
(Value-Creation)
dan
Pembangunan Baru (Asset-Creation). Strategi optimalisasi
meliputi: 1. Penguatan kerangka kerja konektivitas nasional
melalui sinkronisasi dan integrasi transportasi, logistik, Teknologi
Informasi
dan
Komunikasi,
serta
pengembangan
koridor/KEK/Klaster Industri;
2. Pengembangan upaya
debottlenecking melalui reformasi kebijakan dan regulasi; serta
3. Peningkatan produktivitas prasarana yang tersedia. Adapun
Strategi Pembangunan Baru meliputi pengembangan proyek
konektivitas yang terintegrasi dengan kebutuhan industri dan
pembangunan proyek debottlenecking, khususnya di Sulawesi.
IV | 21

4.5.3 Isu Regional Sulawesi
Sesuai Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2014–2019, pembangunan di wilayah Sulawesi
diarahkan untuk menjadi salah satu lumbung pangan nasional
dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah pertanian
tanaman pangan, perkebunan dan perikanan, mengembangkan
bio-energi serta meningkatkan dan memperluas perdagangan,
jasa dan pariwisata bertaraf internasional. Beberapa isu strategis
di wilayah Sulawesi sebagai berikut:
Optimalisasi Pengembangan Sektor Unggulan Yang
Berdaya Saing Tinggi Di Wilayah Sulawesi
Dominasi sektor-sektor primer di Sulawesi menunjukkan
belum optimalnya peningkatan nilai tambah (value added)
sektor dan komoditas unggulan. Sementara keragaman
komoditas
unggulan
antar
daerah
memungkinkan
dikembangkannya gugus (cluster) atau kawasan industri
unggulan secara simultan.
1.

Interkonektivitas Domestik Intrawilayah
Integrasi jaringan transportasi domestik sangat strategis
dalam mendukung penguatan ketahanan perekonomian
domestik. Di samping itu, posisi strategis wilayah Sulawesi
memainkan peranan penting bagi penguatan integrasi
perekonomian Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan
Timur Indonesia (KTI).
2.

Kualitas
Sumberdaya
Manusia
Dan
Tingkat
Kemiskinan
Rendahnya kualitas sumber daya manusia ditunjukkan oleh
peringkat IPM provinsi-provinsi di Sulawesi yang berada di
bawah 20, kecuali Sulawesi Utara. Tingkat kemiskinan relatif
tinggi ditemui di Provinsi Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, dan Sulawesi Barat.
3.

Kapasitas Energi Listrik
Ketersediaan energi listrik saat ini tidak mampu
mengimbangi pertumbuhan permintaan baik dalam jangka
pendek maupun panjang. Peningkatan kapasitas energi listrik
sangat strategis dalam menunjang arah pengembangan gugus
industri unggulan di wilayah Sulawesi.
4.

Revitalisasi Modal Sosial
Peningkatan rasa saling percaya di antara masyarakat dan
antara masyarakat dan pemerintah berperan penting dalam
5.

IV | 22

meningkatkan efektivitas program-program pembangunan.
Meningkatnya rasa saling percaya juga berperan memperlancar
kerja sama produktif, mengurangi biaya transaksi, dan
memperkuat ketahanan sosial masyarakat dalam menghadapi
isu-isu sensitif.
Pembangunan Kawasan Perbatasan Dan Pulau-Pulau
Terpencil
Pengamanan kawasan perbatasan dengan negara Filipina
sangat penting mengingat tingginya potensi konflik di Bagian
Mindanao
Selatan
dan
Pelalawan.
Keterisolasian
dan
kesenjangan tingkat kesejahteraan di kawasan perbatasan juga
berpotensi mengikis nasionalisme masyarakat yang selanjutnya
dapat mengancam kedaulatan wilayah nasional.
6.

Reformasi Birokrasi Dan Tata Kelola Pemerintah
Aparat pemerintah daerah yang profesional disertai
pelayanan publik yang prima berpotensi meningkatkan daya
tarik daerah di mata investor, baik lokal maupun asing.
Selanjutnya, meningkatnya investasi akan meningkatkan
penyerapan tenaga kerja. Pelayanan publik yang efisien juga
mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin.
7.

Konservasi Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Hidup
Serta Mitigasi Bencana
Wilayah Sulawesi dikaruniai keragaman hayati yang cukup
tinggi dan unik yang berbeda dengan flora dan fauna baik di
Asia maupun Australia. Pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan yang berlebihan dapat mengancam potensi tersebut.
Di sisi lain, wilayah ini memiliki kerawanan bencana terkait
aktivitas gunung berapi dan pergerakan lempeng bumi.
8.

Isu Strategis Provinsi Sulawesi Tengah
Beberapa isu strategis yang penting untuk diantisipasi di Provinsi
Sulawesi Tengah sebagai berikut:

4.5.4

1. Kualitas dan daya saing sumber daya manusia belum
memadai
Di dalam menganalisis kualitas sumber daya manusia dapat
mengunakan berbagai indikator-indikator penilaian kualitas
sumber daya manusia salah satu indikator alat ukur penilaian
kualitas sumber daya manusia yang digunakan adalah dengan
melihat dan membandingkan kondisi indeks pembangunan
manusia (IPM) di setiap daerah. Di Provinsi Sulawesi Tengah, IPM
masih tergolong rendah, yaitu sebesar 71,62 poin tahun 2011
dan 72.15 poin di tahun 2012 yang masih di bawah nilai IPM
nasional (72,64) dan menempati peringkat 22. Ini menunjukkan
IV | 23

bahwa pembangunan manusia di Provinsi Sulawesi Tengah masih
jauh tertinggal dibandingkan pembangunan manusia pada
bagian besar Provinsi se-Indonesia. Pada tataran Regional
Sulawesi, IPM Sulawesi Tengah menempati urutan ke-3 setelah
Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.
Dalam konteks Sulawesi Tengah, angka IPM Kabupaten dan
Kota tidak ada yang termasuk kategori tinggi menurut skala
Internasional (IPM lebih dari 80). Kondisi lainnya adalah jumlah
masyarakat miskin masih tinggi, masih berada di atas rata-rata
nasional, yakni pada tahun 2012 jumlah penduduk miskin di
Sulawesi Tengah sebanyak 409.600 jiwa (14,94%). Karena itu,
dibutuhkan prioritas-prioritas dan sasaran dalam melakukan
perencanaan pembangunan secara serius dan konsisten di
bidang kualitas sumber daya manusia agar dapat sejajar dengan
daerah lainnya.
2. Pertumbuhan ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi
kerakyatan belum optimal
Dalam pertumbuhan ekonomi melalui pemberdayaan
ekonomi
kerakyatan
masih
belum
optimal
dalam
pelaksanaannya. Untuk maksud ini, upaya pengembangan
Ekonomi
masyarakat
perlu
terus
ditingkatkan
guna
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka peningkatan
daya saing serta untuk memeratakan pembangunan ekonomi
antar daerah Kabupaten/Kota secara berkesinambungan. Saat
ini, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah berada di atas ratarata
pertumbuhan
nasional
namun
pertumbuhan
perekonomiannya masih bertumpu pada sektor primer
(Pertanian) yang secara relatif belum memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap peningkatan ekonomi masyarakat
secara langsung, sehingga diharapkan ke depan pertumbuhan
ekonomi dapat beralih dan terbagi secara merata pada sektor
sekunder lainnya yaitu industri, perdagangan dan jasa. Satu dari
berbagai alasan rendahnya nilai tambah dari produktivitas
perekonomian pada sektor sekunder adalah masih rendahnya
penguasaan teknologi dan keterampilan masyarakat pada
teknologi tepat guna, serta akses pasar yang sangat minim,
sehingga dalam pemasaran hasil produk-produk unggulan keluar
daerah belum dapat dioptim