9 Pemetaan Tek Kesetan Jalan Triyono WS

PEMETAAN TEKNOLOGI KESELAMATAN DI JALAN RAYA
Triyono Widi Sasongko1)
1

Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi
TIRBR - BPPT
e-mail : triyono.widi@bppt.go.id
Serpong, 24 November 2015
ABSTRAK

Dalam sistem transportasi jalan raya, terdapat tiga sub sistem yang saling terkait,
yaitu pengguna jalan (orang), kendaraan yang digunakan, serta jalan dan
lingkungan pendukungnya. Dari berbagai hasil riset, maka faktor penyebab
terjadinya kecelakaan yang terbesar adalah faktor manusia. Akan tetapi strategi
peningkatan keselamatan di jalan raya tidak hanya difokuskan pada aspek
manusia sebagai pengguna, regulator dan penegak hukum saja, akan tetapi
teknologi keselamatan harus juga diterapkan pada insfrastuktur jalan dan
lingkungan, serta pada kendaraan. Dengan perbaikan aspek infrasruktur dan
kendaraan, maka manusia sebagai pelaku utama sistem transportasi di jalan raya
akan dimudahkan dalam mengemudikan kendaraan. Interaksi manusiakendaraan-infrastruktur ini bisa dipetakan dalam matrik Haddon berdasarkan fase
sebelum kecelakaan, saat kecelakaan dan setelah kecelakaan, dan teknologi

keselamatan yang dibutuhkan pada setiap fase tersebut. Infrastruktur teknologi
jalan yang berkeselamatan harus mengadopsi prinsip forgiving road dan selfexplaining road, disamping self-regulating road. Sedangkan teknologi kendaraan
yang berkeselamatan harus bisa memandu pengemudi untuk bisa menghindari
kecelakaan dan meminimalkan fatalitas akibat kecelakaan dengan menerapkan
teknologi advanced driver assistance systems (ADAS). Pada makalah ini
dilakukan pemetaan teknologi keselamatan di jalan raya yang terus perlu
dikembangkan untuk membantu manusia mengurangi kecelakaan dan fatalitas di
jalan raya.
Kata Kunci : forgiving road, self-explaining road, teknologi keselamatan kendaraan
PENDAHULUAN

yang meliputi manajemen keselamatan jalan,
jalan yang berkeselamatan, kendaraan yang
berkeselamatan, perilaku pengguna jalan
yang berkeselamatan dan penanganan pra
dan pasca kescelakaan.

Latar Belakang
Perhatian dunia terhadap keselamatan di
jalan raya semakin meningkat dengan

dicanangkannya dekade keselamatan jalan
oleh PBB. Di Indonesia, Inpres RI Nomor 4
Tahun 2013 Tentang “Program Dekade Aksi
Keselamatan Jalan” merupakan acuan dalam
melaksanakan program keselamatan jalan

Sistem transportasi merupakan sebuah sistem
yang bertujuan untuk memfasilitasi manusia
untuk bergerak dari satu tempat ke tempat
lainnya, baik untuk keperluan bekerja,
sekolah, belanja, sosial dan kepentingan
63

lainnya. Dalam sistem transportasi jalan raya,
terdapat tiga sub sistem yang saling terkait,
yaitu:
a) Pengguna jalan (orang).
b) Kendaraan yang digunakan.
c) Jalan dan lingkungan pendukungnya.


4) Teknologi kendaraan berkeselamatan.

Mobilitas orang dan barang yang lancar,
aman, nyaman, efektif dan efisian, serta
dengan biaya yang terjangkau merupakan
output yang diharapkan. Akan tetapi, interaksi
tiga sub sistem tersebut sering menghasilkan
output yang tidak diharapkan, antara lain
terjadinya kecelakaan, kemacetan dan
gangguan lain di jalan.

Seiring
dengan
bertambahnya
jumlah
penduduk Indonesia, maka jumlah kendaraan
juga mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Pada tahun 2013 tercatat jumlah
kendaraan adalah 104.118.969 unit, dengan
komposisi sepeda motor 84.732.652 unit

(81,4%), mobil penumpang 11.484.514 unit
(11%), truk 5.615.494 unit (4,4%) dan bis
2.286.309 unit (2,2%) (Statistik Indonesia,
2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecelakaan di Jalan Raya

Keselamatan di jalan raya merupakan agenda
penting yang perlu diperhatikan oleh berbagai
lapisan kepentingan, baik pemerintah (selaku
regulator, penyedia prasarana jalan dan
penegak hukum), industri otomotif dan
pendukungnya, serta masyarakat (sebagai
pengguna jalan). Dengan meningkatkan
aspek keselamatan, maka akan menurunkan
tingkat kecelakaan dan korban (baik korban
meninggal, luka-luka maupun kerugian
material).


Jumlah kendaraan yang cukup besar tersebut
apabila tidak dikelola dengan baik akan
menjadi pemicu awal terjadinya kemungkinan
yang lebih besar terjadinya kecelakaan di
jalan. Apalagi dari 104 juta lebih jumlah
kendaraan yang tercatat pada tahun 2013,
sebanyak 81,4% adalah sepeda motor.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
melakukan identifikasi dan memetakan
teknologi yang dibutuhkan untuk meningkatan
keselamatan di jalan raya.
Sasaran yang hendak dicapai adalah adanya
pembahasan
tentang
faktor
penyebab
terjadinya kecelakaan, strategi peningkatan
keselamatan di jalan raya, teknologi jalan
berkesalamatan dan teknologi kendaraan

berkeselamatan.

Gambar 1. Perkembangan Jumlah Kendaraan
Bermotor di Indonesia (Statistik Indonesia,
2015) [2]

METODE
Dalam melakukan pemetaan teknologi
keselamatan di jalan raya, maka metode yang
dilakukan adalah berupa penelusuran literatur
dengan tahapan sebagai berikut:
1) Faktor-faktor penyebab kecelakaan di
jalan raya.
2) Strategi peningkatan keselamatan di jalan
raya.
3) Teknologi jalan berkeselamatan.

Jumlah
kecelakaan
terus

mengalami
peningkatan, dimana pada tahun 2013 jumlah
kecelakaan sebanyak 100.106 kejadian,
dengan jumlah korban meninggal 26.416
orang, luka berat 28.438 orang dan luka
ringan 110.448 orang, dengan total kerugian
Rp. 255,9 milyar (Statistik Indonesia, 2015).
[2]
64

b) Faktor kendaraan disebabkan komponen
rusak.
c) Faktor kondisi jalan yang membahayakan
karena kondisi cuaca yang menyebabkan
jalan tergenang, angin kencang, dan salju.
Lima aspek kendaraan yang memicu
kecelakaan (Korlantas Polri, 2011) adalah
permasalahan
rem
(59,03%),

kemudi
(13,22%), lampu (6,49%), spion (4,13) dan
muatan (2,18%).
Gambar 2. Perkembangan Jumlah Kecelakaan
di Indonesia (Statistik Indonesia, 2015)

Jenis pelanggaran dengan jumlah tertinggi
(Korlantas Polri, 2015) meliputi pengemudi
kendaraan bermotor:
a) Tidak mempunyai surat izin mengemudi
(SIM),
b) melanggar batas kecepatan maksimum
dan minimum,
c) mengemudi
secara
tidak
wajar
(melakukan kegiatan lain dan atau
dipengaruhi oleh keadaan, sehingga
mengganggu konsentrasi mengemudi di

jalan),
d) tidak memberi isyarat saat akan berpindah
lajur atau bergerak ke samping.

Dari beberapa sumber, antara lain Gunadi
Sindhuwinata (2015) [5], terkait komposisi
kecelakaan fatal bisa dirangkum sebagai
berikut:
a) Jenis kendaraan yang terlibat: sepeda
motor (52,5%), mobil pribadi (20%), truk
(17,5%) dan bis (10%).
b) Jenis kecelakaan yang terjadi: depandepan (36,67%), tunggal (33,3%), depansamping (16,67%), depan-belakang (10%)
dan samping-samping (3,33%).
c) Waktu terjadinya kecelakaan: jam sibuk
pagi (34,48%), jam sibuk sore (24,14%),
tidak menentu (17,24%), malam hari
(13,79%) dan siang hari (10,34%).
d) Usia korban: 15-29 tahun (46,89%), lebih
besar dari 50 tahun (22,8%), 30-50 tahun
(21,52%) dan 0-14 tahun (8,79%).


Secara umum, keselamatan infrastruktur jalan
dapat diartikan sebagai upaya dalam
menanggulangi kecelakaan yang terjadi di
jalan raya (road crash), yang tidak hanya
disebabkan oleh faktor kondisi kendaraan
maupun pengemudi, namun disebabkan pula
oleh banyak faktor antara lain [6]:
a) kondisi alam (cuaca).
b) desain ruas jalan (alinyemen vertikal dan
horizontal).
c) jarak pandang pengemudi.
d) kondisi kerusakan perkerasan.
e) kelengkapan rambu atau petunjuk jalan.
f) pengaruh
budaya
dan
pendidikan
masyarakat sekitar jalan.
g) peraturan/kebijakan lokal yang berlaku,

yang secara tidak langsung memicu
terjadinya kecelakaan di jalan raya,
misalnya penetapan lokasi sekolah dasar
di tepi jalan arteri

Secara umum faktor penyebab kecelakaan
bisa dikategorikan menjadi tiga penyebab,
yaitu faktor manusia, faktor kendaraan dan
faktor jalan dan lingkungan.
Faktor
penyebab
kecelakaan
menurut
beberapa survei disebabkan oleh:
a) Faktor manusia (67%).
b) Faktor kendaraan (5%).
c) Faktor jalan dan lingkungan (4%).
d) Faktor kombinasi (24%).
Faktor manusia yang sering menjadi
penyebab terjadinya kecelakaan adalah:
a) Faktor manusia, meliputi pengemudi
kehilangan
konsentrasi,
lelah
dan
mengantuk, pengaruh alkohol dan obat
dan kecepatan melebihi batas.
65

Strategi Peningkatan Keselamatan Jalan

Dengan pertimbangan ini, maka interaksi
antara manusia, kendaraan dan infrastruktur
menjadi sangat penting. Infrastruktur di sini
meliputi jalan dan lingkungan pendukungnya,
regulasi dan sistem penegakaan hukum.

Secara umum disimpulkan bahwa kelalaian
manusia
merupakan
sebagian
besar
penyebab kecelakaan jalan, sehingga strategi
meningkatkan keselamatan jalan sebaiknya
diarahkan langsung untuk memperbaiki
perilaku pengguna jalan, antara lain melalui
strategi pendidikan, informasi yang lengkap
dan penegakaan hukum.

Sebagai sebuah metode pendekatan, maka
dalam
melakukan
pemetaan
teknologi
keselamatan di jalan raya, bisa dilakukan
dengan mengacu kepada matrik Haddon,
dimana interaksi ketiga faktor di atas
disandingkan dengan tiga fase kecelakaan
(sebelum, saat dan sesudah kecelakaan),
sehingga akan membentuk sel matrik fasefaktor, dan kebutuhan aksi dan teknologi apa
yang perlu dilakukan dan dikembangkan,
seperti bisa dilihat pada Tabel 1.

Akan tetapi beberapa kesalahan pengemudi
tidak bisa secara sederhana dihubungkan
dengan
pendidikan
(misalkan
tidak
konsentrasi, mengantuk, sakit, dll), sehingga
diperlukan
pendekatan
yang
lebih
komprehensif termasuk intervensi teknologi ke
kendaraan dan jalan sangat diperlukan.

Tabel 1 Matrik Haddon Terkait Fase-Faktor-Teknologi
FASE
Sebelum
Kecelakaan
(Pencegahan
kecelakaan)

Kecelakaan
(Pencegahan
luka saat
kecelakaan)

MANUSIA
a. Pelatihan mengemudi
untuk mendapatkan
SIM.
b. Meningkatkan
pemahaman pejalan
kaki dan pengguna
roda dua untuk
menghindari
kecelakaan.
c. Penegaan hukum
(penggunaan HP,
minuman keras dan
obat-obatan)
d. Kampanye

a. Penggunaan sabuk
pengaman
b. Penggunaan
pelindung lainnya

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

a.
b.
c.
d.
e.

Setelah
Kecelakaan
(Kelanjutan
hidup)

a.
b.
c.
d.

Pertolongan pertama
Akses ke rumah sakit
Rehabilitasi
Monitoring dan
investigasi
kecelakaan jalan

f.
a.
b.
c.
d.

FAKTOR
KENDARAAN
Kendaraan laik jalan
(pemeliharaan rutin)
In-vehicle recorders
Teknologi blac box
Intelligent speed
assistance
Brake assist
Anti-lock braking
Proximity sensors
Kaca tambahan

Sabuk pengaman
Airbags
Crash-protective design
Personal protective
equipment
Boosterseats and baby
carriers
Helm
Kemudahan akses
Risiko kebakaran
Alat pemotong
E-call (notifikasi otomatis
kepada polisi dan rumah
sakit terdekat)

INFRASTRUKTUR
a) Desain jalan (forgiving
roads, self-explaining
roads)
b) Desain untuk orang
tua, difabel dan
pengguna dengan
kebutuhan khusus
a. Penerangan jalan
b. Kamera/CCTV
c. Rambu dan marka
d. Variabel message
sign (VMS)
e. Batasan/zona
kecepatan
f. Audit dan ispeksi
keselamatan jalan
a. Obyek pelindung
kecelakaan
b. Pagar sisi jalan (road
barrier)
c. Permukaan anti selip

a. Kualitas fasilitas
penyelamatan
b. Kedekatan dengan
fasititas medis dan
pelayanan darurat
c. Kemacetan lalu-lintas

Sumber: European Road Transport Research Advisory Council – ERTRAC (2011), “European Roadmap: Safe Road
Transport”[11]

66

Teknologi Jalan Berkeselamatan

Self-explaining road adalah jalan raya yang
didesain dan dibangun untuk membimbing
pengemudi agar pengemudi bisa mengemudi
yang sesuai dengan kondisi jalan yang
dilengkapi dengan rambu, marka dan
informasi yang lengkap, baik yang pasif di
jalan raya maupun yang bisa terkoneksi dan
diakses di perangkat dalam kendaraan.

Prinsip dasar dalam penyediaan jalan yang
berkeselamatan adalah penerapan konsep
forgiving road, self-explaining road dan selfenforcement roads.
Forgiving road adalah jalan raya yang
didesain dan dibangun untuk bisa mencegah
dan
mengurangi
terjadinya
kesalahan
mengemudi, dan untuk menghindari atau
memperkirakan akibat yang negatif dari
kesalahan mengemudi tersebut.

Beberapa Alternatif dalam desain forgiving
road dan self-explaining road environment
dirangkum dalam Tabel 2.

Tabel 2. Beberapa Alternatif dalam Desain Forgiving Road dan Self-Explaining Road Environment
Kesalahan

Di Kendaraan

Infrastruktur

Kecepatan
tinggi di
tikungan tajam

Tikungan tajam dikenali
dengan warna merah di
peta digital pada sistem
navigasi dan disampaikan
kepada pengemudi

Kecepatan
melebihi batas
(secara umum)

Sistem peringatan
kecepatan berdasarkan
sinyal lalu-lintas yang
dikenali

Kendaraan dianalisis
(misal kecepatannya),
dan Variable message
sign (VMS)
memberikan sinyal
bahaya
Batasan kecepatan
ditampilkan di VMS

Kesalahan
pengggunaan
jalan/lajur

LDWA (lane departure
warning assistant)

Audio lane warning
delineation

Pelanggaran
dalam aturan
prioritas

Pengenalan sinyal lalulintas

Sinyal lalu-lintas
(elektronik)

Status sinyal lalu-lintas
dipancarkan ke arah
kendaraan

Kegagalan
menyalip

Blind spot detector
memberikan peringatan
kepada pengemudi
apabila ada kendaraan
sedang mendekati dari
belakang
A frontal warning system
seperti ACC (advanced
cruise control)

Memberikan pita
penggaduh (rumble
strips) pada pemisah
lajur yang
menandakan larangan
menyalip
VMS yang dilengkapi
dengan sistem deteksi
kabut

Peringatan kepada
kendaraan yang akan
menyalip berdasarkan
vehicle-to-vehicle
communication system

Ketidakcukupan
jarak aman

Kerjasama dan
komunikasi vehicleinfrastructure dan
vehicle-to-vehicle
Rambu electronic
memberikan tambahan info
di dilayar di dalam
kendaraan tentang kondisi
jalan (misal peringatan
tikungan tajam)
Sistem peringatan
kecepatan berdasarkan
peta digital yang memuat
batasan kecepatan yang
diizinkan dengan info
tambahan terkait
rekomendasi kecepatan
yang aman
Adaptive LDWS

ACC diset dengan sistem
cuaca setempat (lokal):
Dynamic ACC

Sumber: E. Bekiaris et al. (2011), “Infrastructure and Safety in a Collaborative World”, Berlin [7]

67

digunakan pada waktu malam hari, serta
menyempurnakan sensor laser agar dapat
menangkap data/melakukan survey pada
kondisi lalu-lintas padat (macet), dan laser
yang dapat merekam data jika ada air
tergenang (dalam kondisi hujan).

Untuk kasus di Indonesia, beberapa teknologi
ini perlu dikembangkan untuk memberikan
peringatan
kepada
pengemudi
dan
mengurangi fatalitas akibat kecelakaan, yaitu:
a) Teknologi cable barrier pembatas jalan,
dimana teknologi ini sangat cocok
diterapkan di jalan – jalan di Indonesia
karena banyak kasus kecelakaan mobil
dengan
kecepatan
tinggi
dan
mengakibatkan mobil meloncat ke jalur
sebelah maupun melompat masuk ke
jurang dan mengurangi fatalitas pada
pengemudinya.
b) Pita kejut/speed trap, yang berfungsi agar
pengemudi mengurangi kecepatannya.
Pita kejut ini dipasang dengan dimensi
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
c) Teknologi marka jalan segala kondisi,
yaitu marka jalan yang bisa menyala
dalam
gelap
ataupun
dapat
memberikan/memantulkan
cahaya
meskipun dalam kondisi terendam air
(genangan air hujan).

Teknologi Kendaraan Berkeselamatan
Teknologi keselamatan kendaraan terdiri dari
perangkat keselamatan pasif dan perangkat
keselamatan aktif.
Contoh perangkat keselamatan pasif adalah:
a) Airbags.
b) Sabuk keselamatan (safety belt).
c) Helm (bagi pengendara roda dua).
d) Desain bodi kendaraan yang efektif
melindungi penumpang dari cidera akibat
benturan dari luar
seperti
global
outstanding assessment (GOA) body dan
pedestrian injury-reducing body.
Contoh perangkat keselamatan aktif adalah
fitur teknologi keselamatan yang membantu
pengemudi mengemudi dengan selamat atau
yang disebut dengan advanced driver
assistance systems (ADAS).

Dalam rangka peningkatan keselamatan di
jalan raya, maka kegiatan audit dan ispeksi
keselamatan jalan harus dilakukan secara
rutin dan terencana dengan baik. Salah satu
alat uji keselamatan jalan yang perlu
disempurnakan dan digunakan secara
periodik adalah kendaraaan uji dengan
teknologi Hawkeye 2000 yang dimiliki oleh
Pusjatan [4], dimana kendaraan ini bisa
digunakan untuk:
a) Survai aset, jaringan dan tahapan proyek
jalan.
b) Survai
pemantauan
rutin
kondisi
perkerasan jalan.
c) Manajemen aset dan bangunan pelengkap
sisi jalan (roadside inventory).
d) Survai pemetaan dan geometrik jalan.
e) Survai kelayakan kondisi sisi jalan.
f) Kelayakan jarak pandang di tikungan.
g) Survai keselamatan kondisi jalan (Audit
Keselamatan Jalan, iRAP, dsb).
h) Sumber data jalan untuk keperluan lain
(dengan penyesuaian/customization).

Pengembangan ADAS sangat diperlukan,
karena berdasarkan hasil riset menunjukkan
sebagian besar kecelakan di jalan raya
disebabkan oleh kelalaian manusia, sehingga
apabila teknologi ini diintegrasikan dengan
kendaraan, maka ADAS akan membantu
mencegah atau mengoreksi kelalaian ini.
Secara umum teknologi ini terkait dengan:
a) Menghidari tabrakan dan mengurangi
kerasnya benturan dan akibatnya
b) Kemudahan penglihatan.
c) Peringatan batas kecepatan.
d) Peringatan penggunaan pelindung.
e) Permasalahan ban.
f) Perilaku pengemudi.

Alat uji ini perlu disempurnakan dengan
penambahan modul pada alat uji inspeksi
jalan untuk mengukur kedalaman retak,
penyempurnaan video recording yang dapat
68

Tabel 3. Teknologi Keselamatan Kendaraan Advanced Driver Assistance System (ADAS)
Fungsi Perangkat

Jenis Perangkat Keselamatan

1) Menghidari tabrakan, mengurangi
kerasnya benturan dan akibatnya

a)
b)
c)
d)
e)

Electronic stability control (ESC)
Brake assis system (BAS)
Anti lock brake system (ABS)
Pre collision warning
Adaptive cruise control (ACC)

2) Kemudahan penglihatan pengemudi

a)
b)
c)
d)
a)
b)

Blind spot detection
Parking assistance/vision
Night view
High beam detection
Intelegent speed adaption (ISA)
Speed alert

3) Peringatan batas kecepatan

4) Peringatan penggunaan pelindung

a) Seat belt reminders
b) Universal anchorage systems (ISOFIX)

5) Permasalahan ban

a) Sistem monitoring tekanan ban
b) Perangkat pengukuran pengereman

6) Perilaku pengemudi

a)
b)
c)
d)

Alcohol ignition interlocks
Detektor kelelahan
Perekaman data kejadian atau kecelakaan
Lane departure warning

Sumber: European Commission Directorate General Energy and Transport (2006), “Cost-Benefit Assessment
and Prioritisation of Vehicle Safety Technologies” [9]

Penjelasan singkat beberapa teknologi
keselamatan kendaraan antara lain adalah
sebagai berikut: [8], [11], [12]

reaksi dari pengemudi, maka teknologi ini
akan mengaktifkan pengereman bersamaan
dengan sistem lain seperti untuk menghindari
atau mengurangi tabrakan.

Electronic Stability Control (ESC) membantu
untuk
menghindari
tabrakan
dengan
mengurangi risiko selip pada saat manuver
mendadak karena menghindari kendaraan
atau gangguan di depan kendaraan. ESC
mengidentifikasi risiko ini lebih awal dan
menstabilkan kendaraan dengan braking
individual wheels.

Blind Spot Monitoring membantu pengemudi
untuk
menghindari
tabrakan
dengan
kendaraan yang berada di lajur yang
bersebelahan dengan secara kontinyu
memindai (screening) blind spots (area yang
tidak tertangkap spion) di samping kendaraan
apabila ada kendaraan lain atau hazard, dan
hanya
memberikan
informasi,
bukan
melakukan tindakan intervensi.

Warning and Emergency Braking Systems
(sebagaimana teknologi forward collision
warning systems, automatic braking and precrash safety systems) mendeteksi dini bahaya
terjadinya kecelakaan dengan kendaraan di
depan. Dalam hal terdapat potensi tabrakan,
maka sistem ini akan memberi peringatan
kepada pengemudi, dan apabila tidak ada

Lane
Support
Systems
membantu
memperingatkan
pengemudi
apabila
kendaraan keluar dari jalur secara tidak
disadari atau pengemudi berpindah ke jalur
lain tanpa menghidupkan tanda belok. Lane
Departure Warning akan mengungatkan
69

pengemudi dan Lane Keeping Support akan
membantu pengemudi memperbaiki kembali
arah kendaraan, sehingga bisa menghindari
kecelakaan.

antara lain dengan menerapkan desain
forgiving road and self-explaining road.
e) Kesalahan manusia juga bisa dikurangi
dengan
perbaikan
fitur
teknologi
keselamatan pada kendaraan yang
memudahkan
manusia
menyiapkan
kendaraan agar laik jalan.

Speed Alert membantu pengemudi menjaga
kecepatan dengan benar dan menghgindari
tabrakan yang dikarenakan kecepatan tinggi.
Speed Alert akan memberikan informasi
kepada
pengemudi
tentang
batasan
kecepatan dan memberitahukan apabila
kecepatan sudah melebihi batasan tersebut.

Saran
Meskipun hasil pemetaan menunjukkan
bahwa faktor manusia merupakan faktor
utama penyebab kecelakaan, akan tetapi
peningkatan keselamatan di jalan tetap harus
dilakukan di semua sub sistem, yaitu sub
sistem jalan, kendaraan dan manusia.

Semua fitur keselamatan di kendaraan telah
menjadi perhatian dan nilai jual produk
otomotif saat ini, dimana kelas kendaraan
premium
dilengkapi
dengan
teknologi
keselamatan yang mutakhir dan dijual dengan
harga mahal. Sedangkan kendaraan kelas
standar tetap dilengkapi dengan teknologi
keselamatan, meskipun minimal, akan tetapi
secara teknis dinilai tetap laik jalan. Semua
teknologi ini tetap netral dihadapan manusia
yang mengendalikannya. Inilah mengapa
faktor perbaikan perilaku pengemudi perlu
menjadi perhatian yang serius.

Teknologi keselamatan jalan raya yang perlu
dikembangkan antara lain adalah cable barrier
(pembatas jalan yang bisa mengurangi
fatalitas), pita kejut yang cepat menyadarkan
pengemudi untuk kembali ke lajur yang benar
dan mengurangi kecepatan, marka jalan
segala kondisi (marka jalan yang bisa
menyala dalam gelap ataupun dapat
memberikan/memantulkan cahaya meskipun
dalam kondisi terendam air hujan).

PENUTUP

Teknologi keselamatan kendaraan yang perlu
dikembangkan antara lain adalah teknologi
yang
membantu
mengingatkan
batas
kecepatan dan menjaga jarak dengan
kendaraan di depan dan samping.

Kesimpulan
Berdasarkan
pemetaan
teknologi
keselamatan di jalan raya yang dilakukan di
atas, maka bisa disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
a) Keselamatan jalan dipengaruhi oleh
pengguna jalan, kendaraan dan prasarana
jalan dan lingkungan.
b) Faktor penyebab kecelakaan sebagian
besar disebabkan oleh faktor kesalahan
manusia.
c) Strategi peningkatan keselamatan lalulintas perlu difokuskan pada perilaku
manusia, baik pendidikan dan sosialisasi
pengguna jalan, kampanye disiplin dan
taat di jalan, maupun penegakaan hukum
yang tidak pandang bulu.
d) Kesalahan manusia bisa dikurangi dengan
perbaikan prasarana jalan dan lingkungan,

Penekanan perbaikan perilaku manusia
meliputi manusia sebagai regulator, penyedia
sarana dan prasarana, penegak hukum dan
pengguna.

UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada
Troika
Program
Teknologi
Keselamatan Transportasi PTIST-BPPT dan
teman-teman di WBS 3.0 yang terkait dengan
teknologi
jalan
berkeselamatan
dan
kendaraan berkeselamatan.

70

DAFTAR PUSTAKA
[1] Inpres Ri Nomor 4 Tahun 2013 Tentang
Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan.
[2] Badan Pusat Statistik (2015), “Statistik
Indonesia 2015”.
[3] Korp Lalu-lintas Polri, korlantas.polri.go.id
(2015), “Statistik Kecelakaan Lalu-lintas”
[4] Muhammad
Idris
(2010)
“Inspeksi
Keselamatan Jalan dan Pemanfaatan
Hawkeye dalam Pelaksanaan Inspeksi
Keselamatan Jalan”, Balai Teknik Lalulintas dan Lingkungan Jalan, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Jalan dan
Jembatan, Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat.
[5] Gunadi Sindhuwinata (November 2015),
“Keselamatan dan Kesehatan Pemotor,
“Health and Safety Begins With Us”
[6] Agus Taufik Mulyono, Berlian Kushari dan
Hendra Edi Gunawan (200λ), “Audit
Keselamatan Infrastruktur Jalan (Studi
Kasus Jalan Nasional KM 78-KM 79 Jalur
Pantura Jawa,
Kabupaten Batang)”,
Jurnal Teknik Sipil Vol 16, Yogyakarta.
[7] E. Bekiaris et al. (2011), “Infrastructure
and Safety in a Collaborative World”,
Berlin.
[8] Organisation for Economic Co-operation
and Development - τECD (2003), “Road
Safety: Impact of New Technology”, Paris.
[9] European
Commission
Directorate
General Energy and Transport (2006),
“Cost-Benefit
Assessment
and
Prioritisation
of
Vehicle
Safety
Technologies”.
[10]
www.eSafetyChallenge.eu
(2010),
Promoting Advanced Vehicle Safety
Technology”, Belgia
[11]
European Road Transport Research
Advisory Council – ERTRAC (2011),
“European
Roadmap:
Safe
Road
Transport”.
[12]
Roman Staszewski and Hannes Esti
(2013), “Making Cars Safer Through
Technology Innovation”, Texas.

71