Iman, Hijrah dan Jihad.doc 40KB Jun 13 2011 06:28:06 AM

Iman, Hijrah dan Jihad
Oleh Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag.

Iman, hijrah dan jihad adalah trilogi perjalanan hidup Rasulullah SAW dan
para sahabat yang berasal dari Makkah. Trilogi tersebut diabadikan dalam kitab suci
Al-Qur’an antara lain dalam tiga ayat berikut ini:

‫ل الل نهههإ نأول نئ إهه ن‬
‫ك‬
‫مننوُا نوال ن إ‬
‫ن ال ن إ‬
‫جاَهنهه ن‬
‫جنروا ون ن‬
‫ن هنههاَ ن‬
‫إإ ن‬
‫دوا فإههيِ ن‬
‫ن نءا ن‬
‫سههإبيِ إ‬
‫ذيِ ن‬
‫ذيِ ن‬
‫م‬

‫ه غن ن‬
‫فوُرر نر إ‬
‫م ن‬
‫ن نر ر‬
‫جوُ ن‬
‫يِ نرر ن‬
‫حيِ ر‬
‫ة الل نهإ نوالل ن ن‬
‫ح ن‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan
berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. “(Q.S. Al-Baqarah 2:218)

‫صنروا نأول نئ إههه ن‬
‫ك‬
‫مننوُا ون ن‬
‫ل الل نهإ نوال ن إ‬
‫نوال ن إ‬
‫جاَهن ن‬
‫جنروا ون ن‬

‫هاَ ن‬
‫دوا إفيِ ن‬
‫ن نءا ن‬
‫ن نءاونروا ونن ن ن‬
‫ذيِ ن‬
‫سإبيِ إ‬
‫ذيِ ن‬
‫م‬
َ‫ح ق‬
‫مغر إ‬
‫مؤ ر إ‬
‫ن ن‬
‫مننوُ ن‬
‫ريِ ر‬
‫م ن‬
‫قاَ ل نهن ر‬
‫م ال ر ن‬
‫هن ن‬
‫فنرة ر ونرإرزقر ك ن إ‬
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan

Allah, dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi
pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang
benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia”. (Q.S.
Al-Anfâl 8:74)

‫ن‬
‫م‬
‫م ونأ نن ر ن‬
‫مننوُا ون ن‬
‫ف إ‬
‫ال ن إ‬
‫جاَهن ن‬
‫جنروا ون ن‬
‫هاَ ن‬
‫دوا إفيِ ن‬
‫سهههإ ر‬
‫وُال إهإ ر‬
‫ل الل نهإ إبههأ ر‬
‫ن نءا ن‬
‫م ن‬

‫سإبيِ إ‬
‫ذيِ ن‬
‫ن‬
‫عن رههد ن الل نهههإ وننأول نإئه ن‬
‫(يِ نب ن ش‬20َ)‫ن‬
‫م‬
‫م ال ر ن‬
‫ة إ‬
‫ج ة‬
‫فهاَئ إنزو ن‬
‫م د ننر ن‬
‫م نرب بنهه ر‬
‫شهنرهن ر‬
‫ك هنهه ن‬
‫أع رظ ن ن‬

1

َ‫ن إفيِهنهها‬
‫( ن‬21َ)‫م‬

‫خاَل إهه إ‬
‫م إ‬
‫جنناَ ة‬
‫مة ة إ‬
‫ن ون ن‬
‫ه ونرإ ر‬
‫ب إنر ر‬
‫قيِ ر‬
‫م ن‬
‫م إفيِنهاَ ن نإعيِ ر‬
‫ت ل نهن ر‬
‫من ر ن‬
‫ح ن‬
‫ديِ ن‬
‫وُا ة‬
‫ض ن‬
‫ن‬
‫ن‬
‫م‬
‫ه إ‬

‫جرر ع ن إ‬
‫عن رد نه ن أ ر‬
‫دا إ إ ن‬
‫أب ن ة‬
‫ظيِ ر‬
‫ن الل ن ن‬
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah
dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah;
dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka
menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhaan dan
syurga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal, mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar.. (Q.S.
At-Taubah 9:20-22)
Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT di tengah-tengah bangsa Arab
jahiliyah seorang diri. Dengan penuh kesungguhan dan kesabaran, satu demi satu
penduduk Makkah diajaknya beriman bahwa tiada ilah melainkan Allah dan
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Pertama dan utama sekali beliau
mengajak orang yang sudah mendampingi beliau selama 15 tahun, yaitu Siti
Khadijah, isteri beliau sendiri. Khadijah lah wanita pertama yang menjadi Muslimah.
Setelah Khadijah, Nabi tidak lupa mengajak puteri-puteri beliau dan saudara sepupu

Nabi ‘Ali bin Abi Thalib yang semuanya masih kanak-kanak. Selanjutnya Nabi
mengajak Zaid ibn al-Haritsah, anak angkat beliau dan diteruskan dengan mengajak
sahabat-sahabat dekat Nabi seperti Abu Bakar dan Utsman ibn ‘Affan. Sedikit demi
sedikit bertambahlah jumlah pengikut Nabi Muhammad SAW.
Orang-orang kafir Quraisy di Makkah, termasuk paman beliau sendiri Abu
Lahab, tidak hanya menolak mengimani bahwa Allah lah satu-satunya Ilah, dan
Muhammad adalah utusan-Nya, tetapi dengan aktif tanpa kenal lelah berusaha
2

menghalang-halangi dakwah Nabi. Berbagai macam cara mereka lakukan, baik
ditujukan kepada Nabi langsung, maupun kepada para pengikutnya. Mula-mula
mereka berusaha menghancurkan karakter Nabi dengan menuduhnya sebagai tukang
sihir, dukun, orang gila dan pemecah belah masyarakat Makkah. Mereka
menuduhnya sebagai pembohong yang mengaku-ngaku dapat wahyu dari langit.
Semua itu dilakukan supaya orang-orang Makkah menjauhi dan tidak mempercayai
ucapan Nabi. Tuduhan-tuduhan yang bertolak belakang dengan kenyataan itu sama
sekali tidak membuat surut semangat orang-orang untuk mengikuti beliau. Teror fisik
pun dilakukan terhadap Nabi dan para pengikutnya. Nabi pernah dilempari waktu
sedang berjalan, dan bahkan pernah ditimpa dengan kotoran binatang waktu beliau
sedang bersujud di Masjidil Haram. Sahabat-sahabat Nabi, terutama yang lemah

diancam untuk disiksa dan bahkan dibunuh jika tidak mau murtad, kembali kepada
ajaran semula. Ancaman itu benar-benar mereka laksanakan antara lain kepada
keluarga Yasir. Yasir dan isterinya Sumayyah disiksa dan dibunuh secara keji.
Mereka berdua gugur sebagai syahid dan syahidah pertama dalam sejarah Islam.
Puteranya ‘Amir juga disiksa, tapi selamat dari kematian setelah mengikuti kemauan
mereka dengan mengakui tidak lagi beriman dengan Muhammad. Tindakan ‘Amir
menyembunyikan imannya demi menyelamatkan diri dari ancaman kematian ini
kemudian dibenarkan oleh Allah dengan menurunkan ayat, menjawab kegelisahan
dan kekhawatiran ‘Amir sendiri.

3

‫كاَفريِ ن‬
‫فعنهه ر‬
‫ل‬
‫ن يِ ن ر‬
‫نل يِ نت ن إ‬
‫مههؤ ر إ‬
‫ن أورل إنيِاَنء إ‬
‫مؤ ر إ‬

‫ن ن‬
‫مننوُ ن‬
‫ن ون ن‬
‫ن ال ر ن‬
‫خذ إ ا ل ر ن‬
‫مهه ر‬
‫مإنيِ ن‬
‫دو إ‬
‫مهه ر‬
‫ن ال ر ن إ إ ن‬
‫ن‬
‫ذ نل إ ن‬
‫ن الل نهإ إفيِ ن‬
‫ه‬
‫م تن ن‬
‫ن ت نت ن ن‬
‫قوُا إ‬
‫س إ‬
‫قاَة ة ونيِ ن ن‬
‫يِةء إ إنل أ ر‬

‫م الل ن ن‬
‫حذ شنرك ن ن‬
‫من رهن ر‬
‫ك فنل نيِ ر ن‬
‫ش ر‬
‫م ن‬
‫صيِنر‬
‫نن ر‬
‫م إ‬
‫ف ن‬
‫ه ونإ إنلىَ الل نهإ ال ر ن‬
‫س ن‬
“Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali
dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari
sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri
(siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).’”(Q.S. Ali Imran 3:28)
Nabi dan para sahabat bahkan orang-orang yang mendukung beliau karena
alasan keluarga, sekalipun tidak beriman seperti paman beliau sendiri Abu Thalib
pernah dikucilkan selama dua tahun oleh orang-orang kafir Makkah. Nabi dan

generasi mukmin awal ini terpaksa menyingkir ke pinggiran kota Makkah, hidup
dalam penderitaan, kepanasan dan kedinginan serta mengalami kelaparan. Tidak ada
seorangpun di antara mereka yang kemudian menyerah kalah karena tekanan itu.
Nabi pernah mengirim beberapa puluh sahabatnya untuk hijrah ke Habsyah (Ethiopia
sekarang ini) untuk minta perlindungan kepada Najasyi, raja nasrani yang adil di
benua Afrika itu. Nabi sendiri pernah mencoba hijrah ke Thaif, tetapi justru di sana
dilempari batu dan digelandang ke luar kota Thaif. Akhirnya setelah dua delegasi
kota Yatsrib beriman dan melakukan sumpah setia dengan beliau di Mina, Nabi
merintis untuk hijrah ke kota itu. Mula-mula beliau mengirim beberapa orang juru
dakwah, seperti Mash’ab bin ‘Umair, memulai berdakwah di Yatsrib, diikuti oleh
hijrahnya kaum Muslimin secara bergelombang dan rahasia. Akhirnya setelah orang-

4

orang kafir Quraisy bertekad untuk membunuh Nabi dalam pertemuan di Darun
Nadwah, barulah Allah memerintahkan kepada beliau ditemani oleh Abu Bakar
untuk hijrah ke Yatsrib, sebuah kota yang terletak sebelah utara Makkah yang
kemudian dikenal dengan nama Madinatun Nabi atau al-Madinah al-Munawwarah
(Kota yang bersinar).

Hijrah adalah bukti dan konsekuensi keimanan. Setiap orang yang mengaku
beriman harus selalu siap menghadapi segala ujian dan tantangan.. Ujian itu adalah
sebuah kemestian. Allah menyatakan bahwa tidak ada orang beriman yang tidak
diuji.

‫أ نحسب الناَس أ نن يِتر ن ن‬
‫(ونل ن ن‬2َ)‫ن‬
‫م نل يِ ن ر‬
‫ن يِ ن ن‬
‫قد ر‬
‫فت نننوُ ن‬
‫كوُا أ ر‬
‫منناَ ونهن ر‬
‫قوُنلوُا نءا ن‬
‫ن إ ن ن ن ر نرن‬
‫ن ال ر ن‬
‫ن‬
‫ه ال ن إ‬
‫ن إ‬
‫فنت ننناَ ال ن إ‬
‫صد ننقوُا ونل نيِ نعرل ن ن‬
‫ن الل ن ن‬
‫م فنل نيِ نعرل ن ن‬
‫ن قنب رل إهإ ر‬
‫ن ن‬
‫كاَذ إإبيِ ن‬
‫م ن‬
‫ذيِ ن‬
‫م ن‬
‫م ر‬
‫ذيِ ن‬
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami
telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah
mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orangorang yang dusta”. (Q.S. Al-‘Ankabût 29:2-3)
Hijrah meninggalkan kampung halaman, tanah tumpah darah, meninggalkan
rumah, binatang ternak dan harta benda yang lainnya, bahkan bagi sebagian kaum
Muslimin juga meninggalkan sebagian anggota keluartanya, adalah merupakan ujian
yang sangat berat. Apalagi kemudian mereka harus pergi keutara secara sembunyisembunuyi menempuh perjalanan jauh lebih kurang lima ratus kilo meter, hanya
5

dengan mengenderai onta, bahkan tidak sedikit yang berjalan kaki. Tetapi ujian ini
mereka lalui dengan sabar dan tawakkal demi mempertahankan dan menyelamatkan
keimanan mereka. Mereka ingin mendapatkan kebebasan dalam menjalankan ajaran
agama. Kebebasan memang sesuatu yang mahal harganya.
Setelah ujian Hijrah, di Madinah, kaum muslimin harus berjuang menghadapi
perlawanan diam-diam orang-orang munafik di dalam kota, dan perlawanan terbuka
musuh-musuh yang datang dari Mekkah dan sekutu-sekutunya di sekitar Medinah.
Beberapa kali Nabi memimpin para sahabat berjihad (dalam hal ini berperang)
menegakkan kalimat Allah. Tercatatlah di antaranya Perang Badar, Perang Uhud, dan
Perang Khandaq.
Kaum muslimin dari Mekkah (Muhajirin) dan kaum muslimin dari Madinah
(Anshar) bahu membahu berjuang tanpa kenal lelah, hingga akhirnya tidak lebih dari
delapan tahun terhitung Nabi Hijrah, Mekkah dapat dibuka kembali dan dibebaskan
dari kekuasaan orang-orang kafir. Setelah Fathu Makkah, Nabi menyatakan tidak ada
lagi hijrah dari Mekkah ke Madinah. Namun demikian, Nabi memilih untuk tetap
tinggal di Madinah sampai akhir hayatnya.
Kewajiban hijrah secara fisik, dari suatu negeri ke negeri lain tetap berlaku
bila kondisi yang sama (dengan Mekkah) sebelum hijrah ditemui. Yaitu tatkala
seorang Muslim secara individual, atau umat Islam secara kolektif, tidak lagi
mendapatkan kebebasan untuk menjalankan dan menyiarkan agamanya. Bahkan,
menurut Muhammad Rasyid Ridha, dalam Tafsir Al-Manar, seorang muslim wajib
hijrah, bilamana di negerinya sendiri, dia tidak dapat mempelajari ajaran agamanya.

6

Bila hijrah secara fisik tidak harus selalu dilakukan, maka hijrah maknawi,
harus selalu dilakukan. Yaitu hijrah dari syirik kepada tauhid, dari kufur kepada
iman, dari maksiyat kepada taat, dari riya kepada ikhlash, dari takabur kepada
tawadhu’, dari malas kepada rajin, dari khianat kepada amanah, dari dusta kepada
jujur, dari otoriter kepada demokrasi, dari kezaliman kepada keadilan, pokoknya dari
segala sesuatu yang tidak diridhai Allah SWT kepada yang diridhai-Nya.
Demikian juga jihad, jika jihad dalam arti perang secara fisik tidak harus
selalu dilakukan, tergantung kepada situasi dan tantangan, maka jihad dalam arti
mengerahkan secara maksimal semua potensi yang kita miliki pada jalan Allah harus
selalu dilakukan. Baik jihad dengan harta, dengan ilmu pengetahuan, dengan
sumbangan pikiran dan potensi lain yang kita miliki pada jalan Allah dalam arti yang
lebih luas. Berjihad menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, berjihad
mengentaskan kemiskinan, berjihad mencerdaskan bangsa, berjihad memerangi
kezaliman dan berjihad mensukseskan pemilu adalah beberapa contoh fi sabilillah
dalam arti yang lebih luas.
Demikianlah, trilogi iman, hijrah dan jihad sebagaimana yang dijalani oleh
Rasulullah SAW dan para sahabat dapat kita jalani sesuai dengan historisitas dan
kontekstualitas masa kini.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 07-2002

7

8