ProdukHukum BankIndonesia

K
KAJIA
AN EKON
NOMI REG
GION
NAL
Provin
nsi Sumatera Bara
at

Trriwulan
n I V - 2009
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 
 
 
 
Ka
antor Bank Indone
I
esia Pa
adang
g

Triwu
ulan IV
V-2009
9

B
BANK
IN DONESIA PADANG
KELOMPO

OK KAJIAN
N EKONO
OMI
JJl. Jend. Su
udirman No.
N 22 Padang
Teelp. 0751--31700 Fax
x. 0751-27
7313

Penerbit :
Bank Indonesia Padang
Tim Ekonomi Moneter - Kelompok Kajian Ekonomi
Jl. Jenderal Sudirman 22
PADANG
Telp
: 0751-31700
Fax
: 0751-27313
E-Mail : b_waluyo@bi.go.id

apep@bi.go.id
agung_bp@bi.go.id
gaffari_r@bi.go.id
fitri_ig@bi.go.id
feny_y@bi.go.id

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
anugerah-Nya sehingga penyusunan Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sumatera Barat
(Sumbar) triwulan IV-2009 dapat diterbitkan. Penyusunan KER Provinsi Sumbar dimaksudkan
untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang perekonomian
regional sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Lebih lanjut,
KER juga ditujukan sebagai informasi dan bahan masukan bagi pemerintah daerah, kalangan
perbankan di daerah, kalangan akademisi serta semua pihak yang membutuhkan informasi terkini
mengenai perkembangan ekonomi Provinsi Sumatera Barat. KER ini selain diterbitkan dalam
bentuk buku, juga didiseminasikan dalam bentuk soft copy yang dapat diakses melalui
www.bi.go.id.
Perekonomian Sumatera Barat menghadapi tantangan cukup berat akibat dampak gempa
yang terjadi pada bulan September 2009. Perekonomian Sumatera Barat yang semula menunjukkan
tanda-tanda pemulihan dari dampak krisis keuangan global, pada triwulan IV-2009 mengalami
tekanan cukup dalam. Semula pada triwulan III-2009 perekonomian Sumbar dapat tumbuh 5,12%

(yoy). Namun, dampak dari gempa berkekuatan 7,9 SR tersebut mengakibatkan dampak serius
terhadap ekonomi Sumbar sehingga pada triwulan IV-2009 diperkirakan mengalami kontraksi
sebesar -0,14%. Secara keseluruhan tahun 2009 ekonomi Sumbar diperkirakan hanya tumbuh
sebesar 3,92%. Namun di sisi lain, inflasi Kota Padang pada akhir triwulan IV-2009 berada pada
trend yang menurun. Laju inflasi tahunan Kota Padang pada triwulan IV-2009 tercatat sebesar

2,05% (yoy). Laju inflasi ini merupakan yang terendah dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Prospek pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan I-2010 diperkirakan mulai
kembali mengalami pemulihan secara bertahap. Perekonomian Sumatera Barat diperkirakan akan
kembali bergerak seiring dengan proses rekonstruksi dan rehabilitasi yang mulai berjalan di tahun
2010. Semoga pemulihan ekonomi di Sumatera Barat dapat berlangsung cepat, dan kegiatan
ekonomi dapat kembali berjalan normal.
Pada akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu hingga terbitnya KER ini. Kami berharap semoga KER ini bermanfaat dan dapat
memberikan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Kami senantiasa terbuka untuk
menerima saran dan kritik untuk perbaikan KER ke depan.

PADANG, 5 FEBRUARI 2010

Romeo Rissal Pandjialam

Pemimpin

i

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................

i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................

ii

RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................................................

1

TABEL INDIKATOR TERKINI..............................................................................................


4

BAB I

5

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SUMATERA BARAT....................
Boks: Quick Survey Ekonomi Sumbar Pasca Gempa 30 September 2009
Pelaku Ekonomi Optimis, Pemulihan Ekonomi Di Depan Mata

BAB II PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL .......................................................... 14
Boks: Progress Pembentukan Tim Pengelolaan Inflasi Daerah (TPID)
Provinsi Sumatera Barat

BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

.................................................. 23

Boks: Kebijakan Keringanan Perbankan Bagi Debitur Terkena Dampak Gempa:
Upaya Mendorong Ekonomi Sumbar Kembali Bergairah


BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH ...................................................... 40
BAB V

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN .................................................... 46

BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH
DAN KESEJAHTERAAN.......................................................................................

51

BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH..........................................

56

LAMPIRAN

ii

1


2

3

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Sumatera Barat
INDIKATOR

Tw. IV-2008

Tw. I-2009

TRIWULAN
Tw. II-2009

Tw. III-2009

Tw. IV-2009

MAKRO


IHK Kota Padang**)
Laju Inflasi Tahunan (y-o-y %)
PDRB - harga konstan (miliar Rp)
- Pertanian
- Pertambangan dan Penggalian
- Industri Pengolahan
- Listrik, Gas, dan Air Bersih
- Bangunan
- Perdagangan, Hotel, dan Restoran
- Pengangkutan dan Komunikasi
- Keuangan, Persewaan, dan Jasa
- Jasa
Pertumbuhan PDRB (yoy %)
Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta)***
Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton)***
Nilai Impor Nonmigas (USD Juta)***
Volume Impor Nonmigas (ribu ton)***

116.03

12.68
8,973.76
2,136.08
276.06
1,140.02
103.56
448.30
1,664.78
1,266.79
466.92
1,471.26
6.35
321.22
791.61
36.52
78.44

116.08
9.21
9,014.03

2,153.74
278.13
1,149.06
107.51
451.35
1,666.28
1,271.65
467.87
1,468.44
5.82
251.85
769.73
10.06
41.62

114.53
2.80
9,083.88
2,175.01
280.82
1,161.49
108.99
453.32
1,686.22
1,276.34
469.74
1,471.94
5.11
304.10
633.93
6.80
23.31

117.72
3.50
9,330.26
2,226.34
286.79
1,173.80
110.33
454.92
1,774.20
1,315.84
475.74
1,512.30
7.96
304.10
633.93
14.79
40.94

118.41
2.05
8,961.22
2,173.47
287.89
1,089.43
104.39
454.36
1,515.10
1,341.41
481.55
1,513.63
-0.14
197.92
397.39
9.14
49.83

20.37
14.86
6.88
3.60
4.38
16.14
6.71
2.82
6.61
108.61
1.69

21.92
15.72
6.31
4.58
4.83
16.43
6.58
3.01
6.83
104.53
2.06

22.63
15.69
6.67
4.10
4.91
17.37
6.85
3.41
7.11
110.72
2.05

22.94
15.48
6.94
4.68
4.68
16.48
5.91
3.13
7.43
106.45
2.37

23.43
16.28
7.65
4.62
4.62
17.06
6.09
3.37
7.60
104.82
2.63

4.67
5.40
2.39
12.47
2.30

4.59
5.98
2.60
13.17
1.98

4.22
6.76
2.66
13.64
2.29

4.24
6.96
2.65
13.85
2.39

Total Aset (Rp triliun)
0.96
0.98
DPK (Rp Triliun)
0.58
0.63
- Tabungan (Rp Triliun)
0.35
0.37
- Deposito (Rp Triliun)
0.22
0.26
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek
0.65
0.70
- Modal Kerja
0.40
0.44
- Investasi
0.09
0.09
- Konsumsi
0.16
0.17
Kredit UMKM (triliun Rp)
0.65
0.52
Rasio NPL Gross (%)
6.35
7.03
LDR (%)
123.35
115.19
Keterangan :
* Angka PDRB Tw.IV-2009 merupakan proyeksi Bank Indonesia
** Menggunakan tahun dasar 2007=100
*** Angka impor dan ekspor Tw. IV-2009 angka sementara, posisi November 2009, open file
*** Data Perbankan untuk Triwulan IV-2009 menggunakan posisi akhir November 2009
Sumber :
- Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS
- Data Ekspor Impor berasal dari DSM-BI
- Data Perbankan berasal dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (Sekda) - BI

1.01
0.63
0.37
0.26
0.74
0.47
0.09
0.19
0.55
7.48
118.62

1.00
0.61
0.35
0.26
0.74
0.08
0.08
0.19
0.54
8.37
122.52

1.00
0.64
0.37
0.27
0.72
0.07
0.07
0.18
0.51
9.44
112.63

PERBANKAN***
Bank Umum

Total Aset (Rp triliun)
DPK (Rp Triliun)
- Tabungan (Rp Triliun)
- Giro (Rp Triliun)
- Deposito (Rp Triliun)
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek
- Modal Kerja
- Investasi
- Konsumsi
- LDR (%)
NPL (gross, %)
Kredit UMKM (triliun Rp)
Kredit Mikro ( 12 bulan

20.00%
10.00%

10.00%
5.00%

0.00%

0.00%
Terkena Dampak

Tidak Terkena Dampak

1‐3 bulan

Sumber : Quick Survey, diolah

3‐6 bulan

6 ‐ 12 bulan

> 12 bulan

Sumber : Quick Survey, diolah

Grafik B. 1 Perkiraan Masa Pemulihan Menurut Rumah
Tangga

Grafik B. 2 Perkiraan Masa Pemulihan Menurut Dunia
Usaha

Pelaku ekonomi baik rumah tangga dan dunia usaha terlihat optimis dalam
memperkirakan masa pemulihan. Pada tabel B.1. terlihat bahwa sebagian besar rumah
tangga yang tidak terkena dampak memperkirakan masa pemulihan selama 1-3 bulan sebesar
69%, sementara rumah tangga yang terkena dampak gempa memperkirakan masa pemulihan
relatif merata antara 1-3 bulan sampai dengan di atas 1 tahun. Sementara itu kalangan dunia
usaha justru lebih optimis dalam memperkirakan masa pemulihan. Sebagian besar pelaku
usaha memperkirakan masa pemulihan selama 1-3 bulan sebesar 37% (B.2).
100%

70.00%

90%

60.00%

80%
50.00%

70%
60%

40.00%
Ringan

50%
40%

30.00%

Sedang

30%

20.00%

Berat

20%
10.00%

10%
0%

0.00%
Bangunan

Alat produksi

Bahan 
Baku/Pembantu

Stok barang jadi

Sumber : Quick Survey, diolah
Grafik B. 3 Kerusakan Sarana dan Prasarana Usaha

Bangunan

Alat produksi

Bahan 
Stok barang jadi
Baku/Pembantu

Sumber : Quick Survey, diolah
Grafik B. 4 Tingkat Kerusakan Sarana dan Prasarana Usaha

Optimisme pelaku usaha disebabkan tingkat kerusakan yang tidak terlalu parah.
Meskipun sebagian besar pelaku usaha yang disurvei terkena dampak gempa, namun tingkat

kerusakan yang diderita berkisar antara ringan sampai sedang (grafik B3-B4). Situasi tersebut
membuat pemulihan bisa segera dilakukan dengan memperbaiki bangunan, mencari lokasi
sementara, lalu kembali melakukan produksi.
Berbagai kekhawatiran Dunia Usaha ternyata tidak terbukti. Semula pelaku usaha
memiliki berbagai kekhawatiran yang cukup tinggi terhadap dampak gempa seperti proses
produksi akan terganggu, kehilangan pelanggan, serta peningkatan biaya produksi (grafik B5).
Namun ternyata setelah berjalan selama kurun waktu tertentu setelah gempa, kekhawatiran
tersebut ternyata tidak semua terjadi (grafik B6). Kenaikan biaya produksi ternyata tidak
terjadi seiring dengan terjadinya deflasi pada bulan November dan Desember. Kekhawatiran
tidak memenuhi kewajiban finansial juga dapat ditanggulangi dengan kebijakan perbankan
yang memberikan berbagai kemudahan.
70.00%

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%

60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%

Kecil (50%)

0%
Proses produksi  Kehilangan 
terganggu
pelanggan

Peningkatan  Tidak mampu  Melakukan PHK
biaya produksi memenuhi 
kewajiban 
finansial

Sumber : Quick Survey, diolah

Proses 
produksi 
terganggu

Kehilangan  Peningkatan Tidak mampu  Melakukan 
PHK
memenuhi 
pelanggan
biaya 
kewajiban 
produksi
finansial

Sumber : Quick Survey, diolah

Grafik B. 5 Kekhawatiran Dunia Usaha

Grafik B. 6 Tingkat Kekhawatiran Dunia Usaha

Guna mengakselerasi pemulihan ekonomi pasca gempa, pembuat kebijakan sebaiknya
memperhatikan prioritas kebutuhan para pelaku ekonomi. Di sisi rumah tangga,
kebutuhan prioritas yang diperlukan adalah perbaikan rumah, diikuti dengan perbaikan
kesehatan dan biaya pendidikan (grafik B7). Sementara itu, di sisi dunia usaha, kebutuhan dana
modal kerja menjadi prioritas utama yang diikuti dengan penyediaan bahan baku/pembantu
untuk kembali memutar roda produksi (grafik B8).
90.00%

70.00%

80.00%
Perbaikan rumah

70.00%
60.00%

60.00%
50.00%

Dana modal kerja

40.00%

Bahan baku/pembantu

Perbaikan kesehatan

50.00%
40.00%
30.00%

Pemenuhan kewajiban 
finansial

30.00%

20.00%

biaya pendidikan

20.00%

lainnya

10.00%

Keringanan kewajiban 
finansial

10.00%

Perbaikan alat produksi

0.00%
1

2

3

4

5

Prioritas

Sumber : Quick Survey, diolah
Grafik B. 7 Kebutuhan Rumah Tangga Pasca Gempa

0.00%
1

2

3

4

5

Sumber : Quick Survey, diolah
Grafik B. 8 Kebutuhan Dunia Usaha Pasca Gempa

Bab II : Perkembangan Inflasi Regional

BAB II
PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL
Pasca gempa bumi 30 September 2009, Kota Padang mengalami deflasi
selama 2 bulan berturut-turut. Di bulan Oktober sebulan pasca gempa bumi
terjadi, inflasi Kota Padang merupakan yang tertinggi dibandingkan kota lain di
Indonesia yaitu sebesar 1,78% (m-t-m). Pada bulan selanjutnya, Kota Padang
justru mengalami deflasi yang cukup dalam yaitu sebesar -0,53% (m-t-m) di bulan
November dan -0.65% (m-t-m) di bulan Desember. Banyaknya obat-obatan dan
bahan makanan yang masuk ke Kota Padang selama periode ini lebih bersifat
bantuan sehingga dapat dikatakan bahwa sebenarnya sebagian besar aktivitas
ekonomi di Kota Padang masih terhenti. Selain itu, hancurnya beberapa pusat
perdagangan serta terbatasnya kapasitas konsumsi masyarakat membuat tingkat
inflasi juga tidak mengalami lonjakan seperti yang dikhawatirkan oleh banyak
pihak sebelumnya.
Laju inflasi tahunan Kota Padang mencapai titik terendah dalam 10 tahun
terakhir. Laju inflasi tahunan Kota Padang pada triwulan IV 2009 tercatat sebesar
2,05% (y-o-y). Laju inflasi ini merupakan yang terendah dalam kurun waktu 10
tahun terakhir setelah sebelumnya di triwulan II 2009, laju inflasi Kota Padang
juga sempat menyentuh level 2,80% (y-o-y).
Rendahnya laju inflasi Kota Padang didukung oleh kesinambungan arus
distribusi barang ke Kota padang. Meskipun terdapat beberapa jalur distribusi
yang terganggu akibat gempa, pasokan barang kebutuhan sehari-hari baik yang
berupa bantuan maupun barang perdagangan telah berhasil membuat pasokan
barang yang ada relatif terjaga. Selain itu, masih terbatasnya pengeluaran
konsumsi masyarakat juga membuat ekspektasi masyarakat terhadap harga
kebutuhan pokok terutama bahan pangan relatif menurun. Terlebih pasca gempa
bumi 30S, seluruh pasar modern yang beroperasi di Kota Padang dalam keadaan
rusak berat dan hancur sehingga tidak ada yang beroperasi kembali hingga kini.
Pencapaian laju inflasi Kota Padang yang lebih rendah dari inflasi
Nasional membuat Provinsi Sumatera Barat termasuk daerah yang
mendapatkan insentif dari Pemerintah Pusat. Setelah sempat berada di atas
inflasi nasional pada triwulan III-2009, inflasi kota Padang pada triwulan IV-2009

14

Bank Indonesia Padang

Bab II :Perkembangan Inflasi Regional

kembali berada di bawah level inflasi nasional yang sebesar 2,78% (y-o-y). Sesuai
dengan Siaran Pers Departemen Keuangan No.125/HMS/2009 tanggal 2 Nopember
2009 tentang Insentif Bagi Daerah Berprestasi maka pencapaian laju inflasi yang
lebih rendah dari rata-rata inflasi nasional pada tahun 2009 telah membuat
Provinsi Sumatera Barat bersama dengan 8 provinsi lainnya berhak mendapatkan
dana insentif dari pemerintah pusat yang berkisar antara Rp18 miliar sampai
dengan Rp 38 miliar. Berdasarkan informasi Biro Perekonomian Provinsi Sumatera
Barat, dana insentif yang diterima oleh Pemprov Sumbar untuk pencapaian tahun
2009 ini sebesar Rp26milyar.

20

BBM Naik

persen (%)

15

BBM Naik
10

5

0

Tw I
Tw I
Tw I
Tw I
Tw
Tw I
Tw II Tw III Tw IV
Tw II Tw III Tw IV
Tw II Tw III Tw IV
Tw II
Tw IV
Tw II Tw III Tw IV
2005
2006
2007
2008
III*
2009

Nasional 8,81 7,42 9,06 17,1 15,7 15,5 14,5 6,60 6,52 5,77 6,95 6,59 8,16 11,0 12,1 11,0 7,92 3,65 2,83 2,78
Padang

12,5 8,35 11,6 20,4 14,1 16,4 14,4 8,05 10,7 7,79 9,00 6,90 7,59 12,6 13,0 12,6 9,21

2,8

3,55 2,05

Grafik 2.1: Perkembangan Inflasi Kota Padang & Nasional (y-o-y)

Selain Kota Jambi, inflasi seluruh kota di propinsi tetangga pada triwulan
IV-2009 mengalami penurunan. Laju inflasi Kota Jambi yang melambat sejak
awal tahun 2009 kini berbalik arah. Inflasi Kota Jambi pada triwulan I hingga
triwulan IV 2009 berturut-turut adalah 9,16% (y-o-y), 1,10% (y-o-y), 1,71% (y-o-y)
dan 2,49% (y-o-y). Sebaliknya, kota-kota lain justru mengalami penurunan laju
inflasi yaitu Kota Bengkulu dari 3,73% (y-o-y) menjadi 2,88% (y-o-y), Kota Batam
dari 2,57% (y-o-y) menjadi 1,88% (y-o-y) dan Kota Pekanbaru dari 2,20% (y-o-y)
menjadi 1,94% (y-o-y).
Selain memiliki tren inflasi yang semakin menurun, inflasi seluruh kota di
zona Sumbagteng juga lebih rendah dibandingkan laju inflasi nasional.
Inflasi tertinggi di zona Sumbagteng terjadi di kota Jambi yaitu sebesar 2,49% (yo-y) diikuti oleh Kota Padang sebesar 2,05% (y-o-y) dan Kota Pekanbaru sebesar
1,94% (y-o-y). Laju inflasi terendah terjadi di Kota Batam sebesar 1,88% (y-o-y).

Bank Indonesia Padang

15

Bab II : Perkembangan Inflasi Regional

30,00
25,00
Tahun dasar 2007

persen (%)

20,00
15,00
10,00
5,00

2005

2006
Padang

Pekanbaru

2007
Bengkulu 

Jambi

Batam

Tw.IV

Tw III

Tw.I

2008

Tw II

Tw.IV

Tw II

Tw III

Tw.I

Tw III

Tw.IV

Tw.I

Tw II

Tw.IV

Tw.II

Tw.III

Tw.I

Tw.III

Tw.IV

Tw.I

Tw.II

0,00

2009
Nasional

Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang & Kota-kota di Propinsi Tetangga
(y-o-y)

Kelompok bahan makanan yang memberikan bobot terbesar inflasi Kota
Padang relatif berada pada level yang rendah dan stabil. Inflasi kelompok
bahan makanan pada triwulan laporan tercatat hanya sebesar 0,60% (y-o-y).
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, relatif terjaganya pasokan bahan
pangan serta lancarnya arus distribusi barang ditengah kondisi infrastuktur yang
terganggu pasca gempa, telah membuat pergerakan harga bahan pangan relatif
stabil.
Inflasi tertinggi pada triwulan laporan terjadi pada kelompok makanan
jadi, minuman dan tembakau sebesar 6,53% (y-o-y). Sepanjang tahun 2009,
kelompok makanan jadi hampir selalu menjadi kelompok barang dan jasa yang
mengalami inflasi tertinggi. Selama masa tanggap darurat pasca bencana,
sebagian masyarakat mengalami keterbatasan

dalam kegiatan rumah tangga

sehingga mereka pada akhirnya memilih untuk membeli makanan siap saji. Belum
lagi adanya relawan dan pendatang yang masuk ke Kota Padang juga turut
membuat permintaan terhadap kelompok ini ikut meningkat.
Pada periode ini, kelompok Sandang juga tercatat mengalami inflasi yang
cukup tinggi yaitu sebesar 4,42% (y-o-y). Setelah sempat menurun pada
triwulan III-2009, inflasi Kelompok Sandang kembali meningkat pada triwulan IV
2009. Peningkatan inflasi yang terjadi pada kelompok ini disebabkan oleh adanya
pergerakan harga internasional yang membuat subkelompok sandang lainnya

16

Bank Indonesia Padang

Bab II :Perkembangan Inflasi Regional

yang didominasi oleh pergerakan harga emas juga terus mengalami peningkatan
harga.

Tingginya permintaan masyarakat terhadap kebutuhan perbaikan dan
pembangunan kembali rumah tinggal pasca gempa bumi lalu, telah
membuat inflasi kelompok perumahan meningkat cukup tinggi pada
triwulan laporan. Pada triwulan IV-2009, kelompok perumahan mengalami
inflasi sebesar 2,93% (y-o-y). Adanya kebutuhan masyarakat untuk membangun
kembali rumah tinggalnya membuat permintaaan terhadap bahan bangunan
terutama kayu mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Selain itu, tingginya
permintaan masyarakat untuk melakukan perbaikan dan pembangunan kembali
baik rumah, sekolah, ruko maupun gedung perkantoran membuat tarif jasa
tukang juga semakin mahal dan langka.
Tabel 2.1
Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (y-o-y, %)

Kelompok Barang & Jasa
UMUM / TOTAL
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transportasi & Komk

2008
2009
Tw. I
Tw. II*
Tw. III*
Tw. IV*
Tw. I
Tw. II* Tw. III* Tw. IV*
Perubhn. Sumb. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn.
7,59
7,59
12,67
13,00
12,68
9,21
2,80
3,55
2,05
9,51
3,20
23,02
21,90
21,26
11,35
1,33
7,05
0,60
10,57
1,77
14,04
12,94
13,73
13,35
7,06
8,41
6,53
6,89
1,31
8,18
9,67
8,01
5,95
3,07
0,43
2,93
8,84
0,61
4,47
5,57
5,69
6,89
5,41
4,14
4,42
9,29
0,26
7,66
6,45
4,87
4,61
2,46
1,67
1,10
3,04
0,17
3,30
8,93
9,01
8,99
8,18
0,62
0,16
1,77
0,27
9,79
10,29
10,05
7,42
‐1,89
‐1,65
‐1,04

Sumber : BPS Sumbar, diolah. *mulai Tw.II-2008 menggunakan tahun dasar 2007=100

Berakhirnya perayaan bulan suci ramadhan dan lebaran membuat
tekanan inflasi kelompok bahan makanan kembali mengalami deflasi
meskipun tidak sedalam deflasi yang terjadi pada triwulan II-2009. Deflasi
terbesar pada kelompok bahan makanan terjadi pada subkelompok bumbubumbuan sebesar -17,02% (q-t-q) dan subkelompok kacang-kacangan sebesar 9,46%

(q-t-q).

Subkelompok

lain

yang

juga

mengalami

deflasi

adalah

subkelompok buah-buahan (-5,75%, q-t-q), subkelompok telur, susu, dan hasilhasilnya (-1,75%, q-t-q), serta subkelompok daging dan hasil-hasilnya (-0,89%, q-tq). Sebaliknya, subkelompok lemak dan minyak mengalami inflasi sebesar 6,06%
(q-t-q), diikuti oleh subkelompok padi-padian sebesar 3,36% (q-t-q).

Bank Indonesia Padang

17

Bab II : Perkembangan Inflasi Regional

Pasca gempa bumi harga beras mulai merangkak naik meskipun bantuan
bahan pangan banyak masuk ke Kota Padang. Tingginya konsumsi
masyarakat minang terhadap beras lokal, membuat harga beras beranjak naik
sejak minggu pertama bulan Oktober 2009. Hasil Survey Pemantauan harga (SPH)
KBI Padang menunjukkan bahwa harga beras lokal berbagai kualitas mulai
menunjukkan peningkatan sejak awal Oktober 2009 kemudian stabil di bulan
November dan Desember 2009. Kenaikan rata-rata harga beras berbagai kualitas
di bulan Desember 2009 dibandingkan bulan September 2009 adalah sebesar 6%.
Sebaliknya, harga beras Jawa yang juga banyak beredar di Kota Padang justru
mengalami penurunan harga yang cukup tajam yaitu sebesar -31,25%. Menurut
informasi Dinas Perindag pada saat pelaksanaan FGD Inflasi Kota Padang Januari
2010 dikatakan bahwa kenaikan harga beras terjadi secara nasional. Salah satu
penyebabnya adalah adanya dampak dari El Nino yang menyebabkan mundurnya
masa tanam dan masa panen padi. Di tambah dengan adanya ekspektasi kenaikan
HPP Beras secara nasional yang rutin dilakukan oleh pemerintah pada awal tahun.
Adanya kerusakan lahan pertanian akibat gempa, mengakibatkan harga
produk pangan terancam meningkat dalam jangka menengah panjang.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Sumbar dan UNDP,
gempa bumi telah mengakibatkan kerusakan lahan tanaman padi seluas 47 ribu
Ha. Pusat kerusakan terjadi pada beberapa lumbung padi di Sumbar seperti
Kabupaten Padang Pariaman (23 ribu Ha), Kabupaten Pesisir Selatan (7 ribu Ha),
Kabupaten Agam (6 ribu Ha), dan Kota Padang (7 ribu Ha).

Hal tersebut

diperparah oleh adanya kerusakan pada berbagai infrastruktur di sektor
pertanian seperti irigasi yang dapat mengganggu produksi beras di Sumbar ke
depannya. Sementara beras merupakan komoditi yang memiliki sumbangan
cukup tinggi terhadap pembentukan inflasi di Sumbar.
Subkelompok bumbu-bumbuan yang sempat mengalami kenaikan harga
sangat tinggi pada triwulan III-2009, berbalik mengalami deflasi di
triwulan IV-2009 yang dipicu oleh penurunan harga cabe dan bawang
merah. Sampai dengan minggu kedua pasca gempa bumi, harga cabe merah
melambung sangat tinggi hingga mencapai Rp 32.312 per kg. Telah memadainya
pasokan membuat harga cabe merah perlahan-lahan turun hingga mencapai
Rp20.600 per kg di bulan Desember 2009. Sementara itu, harga bawang merah
cenderung mengalami tren yang menurun pasca gempa bumi 30S. Harga rata-rata
bawang merah di bulan Desember tercatat turun sebesar -14,51% dibandingkan
harga rata-rata di bulan September 2009.

18

Bank Indonesia Padang

Bab II :Perkembangan Inflasi Regional

Tabel 2.2
Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (q-t-q, %)
Kelompok / Subkelompok
Bahan Makanan
Padi‐padian, Umbi‐umbian dan Hasilnya
Daging dan Hasil‐hasilnya
Ikan Segar
Ikan Diawetkan
Telur, Susu dan Hasil‐hasilnya
Sayur‐sayuran
Kacang ‐ kacangan
Buah ‐ buahan
Bumbu ‐ bumbuan
Lemak dan Minyak
Bahan Makanan Lainnya

TW.I
8,20
10,90
7,09
6,50
11,83
4,11
4,21
3,93
3,02
9,33
15,77
1,41

2008
TW.II*
4,70
0,05
4,59
10,37
10,28
5,87
8,87
3,70
22,53
‐6,99
8,26
3,00

TW.III
2,31
0,39
2,23
4,05
7,14
8,26
10,03
5,40
4,25
‐8,58
1,29
0,09

TW.IV
4,62
4,89
3,30
3,41
7,31
‐1,42
‐0,99
‐1,64
3,06
25,27
‐1,15
1,10

TW.I
‐0,64
9,88
0,54
3,90
‐3,25
‐0,96
0,09
0,64
‐6,38
‐19,96
‐6,81
‐2,04

2009
TW.II
‐4,72
‐8,74
2,09
‐6,56
1,74
0,60
‐12,67
‐0,37
9,35
‐13,93
0,17
0,97

TW.III
8,09
‐0,07
0,45
3,91
‐1,75
4,45
5,64
0,77
1,97
76,92
‐1,50
0,22

TW.IV
‐1,68
3,36
‐0,89
0,92
1,07
‐1,75
2,65
‐9,46
‐5,75
‐17,02
6,06
0,00

Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 2007.

Pada triwulan IV-2009, inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,
dan tembakau kembali meningkat menjadi sebesar 2,50% (q-t-q) yang
didominasi oleh kenaikan indeks pada subkelompok makanan jadi. Pada
periode laporan inflasi subkelompok makanan jadi melonjak lebih dari dua kali
lipat menjadi 3,57% (q-t-q). Hasil SPH KBI Padang mengkonfirmasi hal ini, dimana
terdapat beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga sepanjang
triwulan IV 2009. Komoditas tersebut diantaranya adalah Sate Padang yang
mengalami kenaikan harga sekitar 9,38% yaitu dari Rp8.000 menjadi Rp8.750,
ayam goreng yang meningkat sebesar 7,18% yaitu dari Rp5.841 menjadi Rp5.875,
dan lontong sayur yang meningkat 4,35% yaitu dari Rp2.875 menjadi Rp3.000 per
porsi.
Inflasi subkelompok minuman yang tidak beralkohol cenderung mereda
meskipun masih bergerak positif sebesar 2,36% (q-t-q). Masih tingginya
inflasi pada subkelompok minuman yang tidak beralkohol dipicu oleh pergerakan
harga gula pasir yang terus meningkat mengikuti pergerakan harga komoditas
tersebut di pasar internasional. Selain itu, munculnya kebutuhan masyarakat akan
air bersih telah memicu pergerakan harga dari komidatas air kemasan.
Terus melambungnya harga gula internasional berdampak pada kenaikan
harga gula di pasar domestik yang mencapai Rp 12.000 per kg. Harga gula
pasir di awal tahun 2009 masih berkisar Rp 6.500 per kg. Namun, pada akhir
Desember 2009 harganya telah mencapai Rp 12.000 per kg. Sebelumnya,
pemerintah telah memberi izin impor gula mentah yang diberikan kepada
produsen GKP untuk mengisi idle capacity sebanyak 183.000 ton sampai akhir
November 2009. Namun izin impor ini tidak dapat direalisasi seluruhnya karena
seluruh pabrik gula, baik milik PTPN/RNI maupun swasta, sudah mendekati atau

Bank Indonesia Padang

19

Bab II : Perkembangan Inflasi Regional

selesai musim giling tebu. Selain itu, adanya masalah penurunan produksi, serta
meningkatnya permintaan terhadap gula kristal putih oleh industri kecil/rumah
tangga akibat adanya kebijakan pengurangan impor gula rafinasi/gula mentah
untuk industri di tahun 2009 turut memberi kontribusi terus melambungnya harga
gula di pasar domestik.
Operasi Pasar terhadap gula pasir hendaknya segera dilakukan oleh Bulog
mengingat harga gula di Provinsi Sumatera Barat termasuk yang
tertinggi di bandingkan propinsi lain di Indonesia. Dengan kondisi terus
meningkatnya harga gula pasir hingga menembus batas psikologis di atas Rp
10.000 per kg, Kementrian Perdagangan telah memberikan ijin kepada Bulog
untuk bekerjasama dengan PTPN untuk melakukan operasi pasar dimana harga
jual referensi gula pasir ditetapkan sebesar Rp9.000-10.000 per kg.
Infrastruktur jaringan distribusi air bersih di beberapa daerah sempat
terganggu akibat gempa sehingga akses untuk mendapatkan air bersih
sangat sulit. Di Kota Padang sendiri, penyediaan air bersih melalui PDAM sempat
terputus selama satu bulan lamanya. Akibat rusaknya instalasi air bersih (ledeng)
ini sebagian masyarakat memanfaatkan aliran sungai serta menampung air hujan
yang turun untuk memenuhi kebutuhannya. Sementara itu, untuk kebutuhan
konsumsi sehari-hari sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk membeli air
mineral dalam kemasan karena kualitasnya yang lebih terjamin.
Tabel 2.3
Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau (q-t-q, %)

Kelompok / Subkelompok
Makanan Jadi,  Minuman, Rokok, dan Tembakau
Makanan Jadi
Minuman yang Tidak Beralkohol
Tembakau dan Minuman Beralkohol

TW.I
1,68
2,90
1,05
‐0,67

2009
TW.II*
6,28
7,57
3,16
5,00

TW.III
0,90
1,57
0,78
‐0,57

TW.IV
4,31
4,93
2,16
3,95

TW.I
1,34
0,30
6,12
1,35

2009
TW.II
0,38
0,16
1,51
0,31

TW.III
2,17
1,59
6,69
1,03

TW.IV
2,50
3,57
2,36
0,00

Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 2007.

Laju inflasi kelompok Sandang kembali meningkat pada triwulan l