Upaya Guru dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa di Madrasah Tsanawiyah Al Kautsar Sidang ISO Mukti Rawajitu Utara
i
UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH AL KAUTSAR
SIDANG ISO MUKTI RAWAJITU UTARA
TESIS
Diajukan Kepada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam
Oleh:
AGUS MUNAWAR
NPM. 1422010108
Pembimbing I : Dr. H. Ahmad Asrori, MA. Pembimbing II : Dr. M.Akmansyah, MA
PROGRAM STUDI ILMU TARBIYAH KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA (PPs)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1436 H/ 2015 M
(2)
ii
PERNYATAAN ORISINILITAS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : AGUS MUNAWAR
NPM : 1422010108
Program Studi : Ilmu Tarbiyah
Konsentrasi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul: " UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH AL KAUSAR SIDANG ISO MUKTI RAWAJITU UTARA "
Adalah benar karya asli saya, kecuali yang disebutkan sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Bandar Lampung, 09 Desember 2015 Yang Menyatakan,
(3)
iii ABSTRAK
Selama ini banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi diperlukan kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi. Namun, menurut hasil penelitian terbaru dibidang psikologi membuktikan bahwa IQ bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tetapi ada banyak faktor lain yang mempengaruhi salah satunya adalah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi yang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
Berdasarkan hasil pengamatan pra survey dilapangan penulis menemukan permasalahan adanya anak/siswa yang prestasi akademiknya (IQ) bagus namun sikap dan kecerdasan emosional (EI) masih rendah, ini merupakan permasalahan yang harus dicari solusinya. Dari alasan tersebut penulis tertarik dan mencoba untuk mengadakan penelitian mengenai bagaimana upaya guru d a l a m m e n i n g k a t k a n kecerdasan emosional siswa di MTs Al Kautsar Sidang Iso Mukti Rawa Jitu Utara.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan di lapangan. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku yang diamati. Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi kasus (casestudy), dalam arti penelitian fokus pada kasus (fenomena) yang kemudian dipahamai dan dianalisa secara mendalam. Sifat Penelitian ini adalah deskriptif analitik yakni memaparkan sekaligus menganalisa bagaimana Upaya guru di MTs Al Kautsar dalam meningkatkan kecerdasan siswanya.
Dari hasil pengamatan dan pengolahan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini, dapat penulis simpulkan bahwa upaya yang dilakukan MTs Al Kautsar Sidang Iso Mukti dalam mengembangkan kecerdasan emosional anak-anak meskipun belum berjalan secara maksimal, karena belum ada program khusus untuk upaya tersebut, namun bisa dikatakan sudah berjalan dengan baik walaupun menemui kendala dalam pelaksanaanya.
(4)
iv
PERSETUJUAN
Judul Tesis : " UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN
KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DI
MADRASAH TSANAWIYAH AL KAUTSAR
SIDANG ISO MUKTI RAWAJITU UTARA " Nama Mahasiswa : Agus Munawar
NPM : 1422010108
Program Studi : Ilmu Tarbiyah
Konsentrasi : Pendidikan Agama Islam
Telah disetujui untuk diajukan dalam Ujian Tertutup pada Program Pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung
.
Bandar Lampung, 2015
MENYETUJUI Pembimbing I
Dr. H. Ahmad Asrori, MA. NIP. 19550710 198503 1003
Pembimbing II
Dr. M. Akmansyah, MA NIP. 19700318 1998031003
Mengetahui;
Ketua Program Program Studi
Dr. H. Ahmad Asrori, MA. NIP. 19550710 198503 1003
(5)
v
PERSETUJUAN
bahwa tesis yang berjudul: " UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH AL KAUTSAR SIDANG ISO MUKTI RAWAJITU UTARA " Ditulis oleh Agus Munawar , NPM 1422010108 telah diujikan dalam Ujian tertutup Program dan didetujui untuk diujikan dalam Ujian Terbuka Pasca Sarjana IAIN Raden Intan Lampung.
Tim Penguji :
1. Ketua : : ...
2. Sekretaris : : ...
3. Penguji I : : ...
4. Penguji II : : ...
Mengetahui;
Ketua Program Program Studi
Dr. H. Ahmad Asrori, MA. NIP. 19550710 198503 1003
(6)
vi
PERSETUJUAN
Judul Tesis : " UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN
KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DI
MADRASAH TSANAWIYAH AL KAUTSAR
SIDANG ISO MUKTI RAWAJITU UTARA " Nama Mahasiswa : Agus Munawar
NPM : 1422010108
Program Studi : Ilmu Tarbiyah
Konsentrasi : Pendidikan Agama Islam
Telah disetujui untuk diajukan dalam Ujian Terbuka pada Program Pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung
.
Bandar Lampung,……… 2016
MENYETUJUI Pembimbing I
Dr. H. Ahmad Asrori, MA. NIP. 19550710 198503 1003
Pembimbing II
Dr. M. Akmansyah, MA. NIP. 19700318 1998031003
Mengetahui;
Ketua Program Program Studi
Dr. H. Ahmad Asrori, MA. NIP. 19550710 198503 1003
(7)
vii
PENGESAHAN
Tesis yang berjudul: " UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH AL KAUTSAR SIDANG ISO MUKTI RAWAJITU UTARA " Ditulis oleh Agus Munawar , NPM 1422010108 telah diujikan dalam Ujian Terbuka Pasca Sarjana IAIN Raden Intan Lampung.
Tim Penguji :
5. Ketua : : ...
6. Sekretaris : : ...
7. Penguji I : : ...
8. Penguji II : : ...
Mengetahui;
Direktur Program Pascasarjana
Prof.Dr. IDHAM KHOLID,M.Ag NIP. 196010201988031005
(8)
viii
(9)
(10)
(11)
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur “Alhamdulillahirobbilalamin” atas segala nikmat yang
diberikan Allah SWT kepada penulis, sehingga penulis dapat mengerjakan tugas akhir pendidikan program pasca sarjana yakni penulisan tesis. Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini baik dari segi isi materi maupun dari segi sistematikanya. Namun penulis tetap berharap semoga tesis ini dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada Program Pasca Sarjana Pendidikan Agama Islam IAIN Raden Intan lampung dan lebih lagi kepada penulis dan seluruh pembaca tesis ini pada umumnya.
Dalam kesempatan ini tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berjasa kepada penulis dalam penyusunan tesis ini, antara lain :
1. Bapak Prof.Dr.HM. Mukri, M.Ag, rektor IAIN Raden Intan Lampung 2. Bapak Prof.Dr. HM. Nasor,M.Si Direktur Program Pasca Sarjana IAIN
Raden Intan Lampung
3. Ibu Dr. Deden Makbullah, M.Ag, Ketua Prodi Pendidikan Agama Islam Program Pasca Sarjana IAIN Raden Intan Lampung
4. Bapak Dr. Hi. Ahmad Asrori, MA, selaku pembimbing I dalam penulisan tesis ini yang selalu dengan sabar memberikan pengarahan dalam rangka perbaikan demi kesempurnaan tesis ini.
(12)
xii
5. Bapak Dr. Muhammad Akmansyah, MA, selaku Pembimbing II yang senantiasa memberi masukan dan pengarahan dalam penulis menyusun tesis ini.
6. Seluruh dosen Program Pasca Sarjana IAIN Raden Intan Lampung, khususnya program Pendidikan Agama Islam yang telah banyak memberikan bekal pengetahuan selama proses studi berlangsung.
7. Kepada kedua orang tua saya yang selalu mendoakan saya dalam setiap langkah saya.Kepada istri ku tercinta (Nurlela) yang selalu memberi semangat dan motifasi dalam ketidak semangatan ku,anak ku tersayang (Zidan FM) yang selalu setia menunggu didepan pintu disaat kepulangan ku dari kuliyah.
8. Sahabat ku
Semoga Allah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sebagai imbalan atas amal baik mereka. Amin.
Demikianlah ucapan terimakasih yang mampu penulis haturkan. Mengingat masih banyak kekurangan dalam tesis ini, maka kritik dan saran guna perbaikan tesis ini sangat penulis harapkan
Bandar Lampung,
Penulis
AGUS MUNAWAR NPM 1422010108
(13)
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... I
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN / ORISINALITAS... ii
ABSTRAK ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
MOTTO ... viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah ... B. Pembatasan Masalah ... C. Rumusan Masalah ... D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... E. Kerangka Pikir ... BAB II LANDASAN TEORI
A. Upaya Guru ... 1. Pengertian Guru ...
(14)
xiv
2. Tugas Guru ... 3. Kedudukan Guru ... B. Meningkatkan Kecerdasan Emosional ... 1. Pengertian Kecerdasan ... 2. Pengertian Emosi ... 3. Pengertian Kecerdasan Emosional ... C. Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosional ...
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian ... 1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 2. Sumber Data Informasi ... B. Metode Pengumpulan Data ... 1. Metode Observasi... 2. Metode Interview/Wawancara ... 3. Metode Dokumentasi ... C. Tehnik Analisa Data ...
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
A. Gambaran Umum MTs Al Kautsar Sidang Iso Mukti ... 1. Sejarah Singkat MTs Al Kautsar Sidang Iso Mukti ... 2. Struktur Organisasi ... 3. Kurikulum Madrasah ...
(15)
xv
4. Keadaan Guru dan Karyawan ... 5. Kaedaan Siswa ... 6. Kedaan Sarana dan Prasarana ... B. Upaya Guru dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa ... C. Faktor Penghambat dan Pendukung Upaya Peningkatan Kecerdasan
Emosional Siswa ...
BAB V KESEIMPULAN SARAN DAN PENUTUP
A. Kesimpulan ... B. Saran ... C. Penutup
DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN – LAMPIRAN ... DAFTAR RIWAYAT HIDUP
(16)
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Daftar Keadaan Guru MTs Al Kautsar
Tabel 2 : Daftar Keadaan Siswa MTs Al Kautsar Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 3 : Daftar Keadaan Sarana dan Prasarana
(17)
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Kerangka Pikir Upaya Peningkatan Kecerdasan Emosional Siswa Gambar 2 : Struktur Organisasi
(18)
xvii i
(19)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah anugrah Allah yang dititipkan kepada manusia melalui orang tuanya. Ia merupakan pilar bagi mahligai masarakat kecil yaitu keluarga, dan keluarga merupakan pilar bagi tegaknya masyarakat makro yaitu umat. Ia dilahirkan kedua dalam kedaan putih bersih. Anak yang lahir itu seperti tabularasa belum ada coretan apapun. Sejak lahir anak telah membawa potensi dasar yaitu dalam keadaan fitrah, jadi orang tuanyalah yang akan menentukan apakah anaknya yahudi, nasrani maupun majusi.1 Sebagaimana yang disabdakan Sabda Nabi Saw. Dari hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa, seorang anak secara psikis merupakan cikal bakal yang bisa dicetak dengan berbagai bentuk menurut selera. Dengan demikian orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anaknya supaya hidupnya selaras dengan fitrahnya, yaitu membentuk anak yang sholih dan sholihah yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Pada masa sekarang ini, peran keluarga mulai melemah dikarenakan perubahan sosial, politik dan budaya yang terjadi. Keadaan ini memiliki andil yang besar terhadap terbebasnya anak dari kekuasaan orang tua, keluarga telah kehilangan fungsinya dalam perkembangan emosi anak.
1
(20)
Kehidupan anak-anak yang sudah memasuki usia sekolah sebagian waktunya dihabiskan di sekolah mulai pagi hingga siang hari. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwasanya merekapun berinteraksi dengan gurunya dan teman-temannya, hasil interaksi inipun akan mempengaruhi pola perilaku mereka. Oleh karena itu sekolah merupakan rumah kedua setelah kehidupan mereka bersama orang tua dan saudaranya di rumah, dimana mereka dapat bermain dan belajar.
Pengaruh dari adanya perubahan sistem politik, sosial dan budaya yang menyebabkan melemahnya fungsi keluarga terhadap perkembangan emosi anak, maka peran guru di sekolah sini sangatlah penting dalam pembentukan pola perilaku anak-anak.
Pelaksanan pendidikan tidak mungkin lepas dari faktor psikologis manusia di samping faktor lingkungan sekitar, maka dalam proses pengajaran perlu bahkan wajib berpegang pada petunjuk-petunjuk dari para ahli psikologi terutama psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan, termasuk psikologi agama. Menurut Al-Farabi dalam buku
“Risalah Fissiyasah”, bahwasanya perlu untuk memperhatikan faktor
pembawaan dan tabiat anak-anak. Anak-anak berbeda pembawaanya satu sama lain. Oleh karena itu apa yang diajarkan harus sesuai dengan perbedaan pembawaan dan kemampuan itu.2
Namun selama ini hanya sedikit orang tua yang memperhatikan
2
Busyairi Madjidi, Konsep Pendidikan Para Filosof Muslim, (Yogyakarta: Al-Amin Press, 1991), hal.18
(21)
perkembangan kejiwaan anak secara universal. Orang tua biasanya hanya memperhatikan pada aspek jiwa yang langsung dapat teramati saat itu juga. Seperti pada perkembangan aspek kognisi, orang tua akan merasa sangat bahagia bila anaknya yang masih balita sudah dapat menghafal abjad ataupun mengenal bahasa asing. Mereka tidak sadar bahwa anak akan mempunyai masalah-masalah di masa depan yang penyelesainya tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan orang tua dalam mengembangkan aspek kognisinya atau IQ (Intelellegence Qoutien)-nya, namun tak kalah penting adalah keberhasilan pengembangan aspek emosi anak juga merupakan salah satu faktor penting yang mementukan keberhasilan anak di masa depan. Oleh karena itu sekolah/madrasah merupakan lembaga yang memiliki peran penting dalam mewujudkan keberhasilan, khususnya dalam dunia pendidikan.
Menurut Undang-undang RI No. 20 thn 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, serta bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3 Dalam dunia pendidikan, guru merupakan figur sentral dalam menyelenggarakan pendidikan, karena guru adalah sosok
3
(22)
yang diperlukan untuk memacu keberhasilan peserta didiknya. Betapapun baiknya kurikulum yang dirancang para ahli dengan ketersediaan peralatan dan biaya yang cukup yang sesuai dengan pendidikan, namun pada akhirnya keberhasilan pendidikan secara profesional terletak ditangan guru. Dengan demikian maka berhasilnya pendidikan sangat tergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya.4
Namun hal yang bertolak belakang dengan system pendidikan selama ini yakni masih banyaknya pendidikan yang penekanan outputnya selalu mengarahkan pada pentingnya nilai akademik, kecerdasan otak (IQ) saja, nilai raport dan nilai kelulusan yang tinggi. Mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi jarang sekali dijumpai pendidikan tentang kecerdasan emosi yang mengajarkan: integritas,; kejujuran; komitmen; visi; kreativitas; ketahanan mental; kebijaksanaan; keadilan; prnsip kepercayaan; penguasaan diri/sinergi, padahal justru inilah yang terpenting.5
Dalam kaitannya dengan hubungan tersebut maka upaya guru untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan emosional anak patut diperhatikan karena secara psikologis bukan pikiran rasional saja yang dapat membantu anak mengalami perkembangan, tetapi pikiran emosional juga memberi dampak efektif. Hal ini melihat bahwa masa anak
4
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru profesional, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992). Hal. 3
5
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual, (Jakarta: Penerbit Agra, 2005) Hal .38
(23)
merupakan saat yang tepat untuk menerima dan menyerap informasi-informasi baru. Jadi agar kecerdasan emosional anak dapat berjalan dan berkembang dengan baik, maka seyogyanya diberikan pendidikan dan bimbingan yang dilakukan oleh guru, dalam hal ini yang paling berkompeten adalah guru kepada anak dalam masa pertumbuhannya agar ia memiliki kepribadian dan kecerdasan yang cemerlang baik kecerdasan logika maupun kecerdasan emosi.
Berkaitan dengan masalah diatas peranan serta upaya guru di MTs Al Kausar Sidang Iso Mukti Kec.Rawajitu Utara Kab.Mesuji dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa sangat besar sekali pengaruhnya terhadap keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran. Sebagai seorang guru, hal tersebut merupakan tantangan pertama dalam menumbuhkan dan meningkatan kecerdasan emosional anak serta membantu memecahkan kesulitan anak terutama dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Daniel Goleman yang juga menjelaskan pada arti penting kecerdasan emosional (EQ) bagi kehidupan manusia dewasa ini. Khusus bagi anak-anak, ketrampian kecerdasan emosional (EQ) perlu dikembangkan sedini mungkin agar nantinya anak-anak (siswa) ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan sehat secara moral, emosional, dan sosial.
Dari berbagai penelitian juga telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosi memiliki peran yang jauh lebih penting ketimbang kecerdasan intelektual (IQ). Memang bahwa kecerdasan intelektual telah
(24)
ikut berperan dalam membantu manusia dalam menjalankan tugas kehidupan. Akan tetapi, itu hanyalah syarat minimal untuk meraih keberhasilan.
Kecerdasan emosilah yang sesungguhnya mampu mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi.6 Dalam hal ini, pendidikan Islam pada dasarnya memiliki indikasi-indikasi teoritis yang mengarah pada pembinaan aspek mentalitas dan emosionalitas, seperti konsep akhlak, budi pekerti, religius, dan kerohanian. Kecerdasan emosional atau emotional intelligence itu sendiri menunjuk kepada kemampuan mengenal perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Atau dapat dikatakan keterampilan emosional dan sosial yang dewasa ini oleh pakar psikologi disebut kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ).7
Namun begitu, bukan berarti bahwa IQ tidak dianggap penting dan tidak mempunyai bagian dalam upaya memberdayakan manusia. Keduanya tidaklah bisa kita adutengkarkan sehingga menempati posisi berlawanan. Akan tetapi keduanya berinteraksi secara dinamis baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata.8 Demikian itu karena baik IQ maupun EQ adalah sumber daya sinergis, sehingga tanpa yang satu, yang lain tidak menjadi sempurna dan tidak efektif. IQ tanpa EQ dapat
6
Jeanne Segal, Raising Your Emotional Intelligence, Owl Book, New York, 1997. Alih Bahasa, Ary Nilandari, Melejitkan Kepekaan Emosional, (Bandung: Kaifa, 2000), hlm. 20
7
Ibid hal 76
8
(25)
membuat berhasil meraih nilai A dalam ujian, tetapi tidak akan membuat keberhasilan dan kemajuan dalam hidup. Sehingga bisa kita simpulkan bahwa wilayah EQ adalah hubungan pribadi dan antar pribadi; EQ bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan social dan kemampuan adaptasi sosial.
Demikian juga dalam masalah keberhasilan kita dalam kehidupan adalah tidak ditentukan dari kemenonjolanan dari salah satunya, IQ atau EQ. Akan tetapi ditentukan oleh keduanya. Oleh karena itu, untuk mencapai suatu keberhasilan perlu adanya keseimbangan antara keduanya. Namun demikian perlu untuk diingat bahwa melatih kebiasaan kognitif umumnya lebih mudah dibandingkan melatih kecerdasan emosi. Sebagai contoh bahwa melatih orang untuk mengoperasikan komputer, menghitung, menghafal daftar dan menghafal sederetan angka adalah lebih mudah dibandingkan melatih orang untuk menjadi konsisten, memiliki komitmen, berintegritas tinggi, berpikiran terbuka, bersikap jujur, memiliki prinsip, mempunyai visi, memiliki kepercayaan diri, bersikap adil, bijaksana atau kreatif.9
Namun demikian, karena meningkatkan emosional anak (siswa) dilingkungan sekolah dalam pembelajaran bukanlah hal yang mudah, melainkan masih banyak problem- problem yang dihadapi guru, maka kreatifitas dan profesionalitas guru-guru dan ketekunan serta keuletan dengan berbagai usaha yang dapat mengantarkan pada tumbuhnya
9
(26)
emosional anak dengan baik.
Masih adanya siswa yang masih sering berbohong/tidak jujur, tidak komitmen,kurang kreatifitasnya, tidak terbuka sertu belum memiliki rasa percaya diri pada sebagian siswa di MTs Al Kautsar Sidang Iso Mukti Rawajitu Utara yang dibuktikan dengan sering adanya perilaku seperti tidak percaya diri ketika menjadi petugas upacara, masih sering bolos, sering tidak mengerjakan tugas, serta berbohong ketika ditanya. Hal ini menjadi tugas bagi seluruh guru untuk dapat merubah keadaan tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli seperti yang sudah penulis paparkan diatas bahwa keadaan seperti yang terjadi pada siswa MTs Al Kautsar merupakan salah satu bentuk dari fenomena kecerdasan emosional yang terjadi pada seorang anak atau siswa. Sehingga hal tersebut harus disikapi oleh guru khususnya di MTs Al Kautsar untuk berupaya meningkatkan kecerdasan emosional siswa agar lebih terbentuk dan menjadi dasar perkembangan psikologis siswa sehingga menjadi manusia yang bukan hanya memiliki IQ cerdas tetapi juga mempunyai EQ yang berkepribadian dan berbudaya.
Dengan mempertimbangkan dan memahami khususnya tentang perkembangan kecerdasan emosional anak maka, dalam penelitian ini penulis tertarik untuk menuangkan berbagai permasalahan emosional anak yang dihadapi guru, terutama tentang upaya guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa sekolah di MTs Al Kausar Sidang Iso Mukti Kec.Rawajitu Utara Kab.Mesuji.
(27)
B. Pembatasan Masalah
Guna menghindari melebarnya pembahasan dan waktu penelitian serta biaya yang harus dikeluarkan, maka penulis membatasi penelitian ini dan memfokuskannya pada masalah “Upaya Guru dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa di MTs Al-Kautsar Sidang Iso Mukti Rawa Jitu Utara Tahun Pelajaran 2014/2015 “
C. Rumusan Masalah
Mengacu pada persoalan yang telah dikemukakan diatas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana upaya guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa?
2. Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa di MTs Al Kausar Sidang Iso Mukti Rawajitu Utara?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui peran guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional (EQ) anak di MTs Al Kausar Sidang Iso Mukti Rawajitu Utara.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa di MTs Al Kausar Sidang Iso Mukti Rawjitu Utara.
(28)
1. Bagi guru, penelitian ini menjadi umpan balik (feed back) dalam rangka meningkatkan kemampuannya agar tidak semata mementingkan aspek kogntif, tapi juga memperhatikan aspek emosi peserta didik.
2. Bagi masyarakat umum, penelitian ini memberikan informasi tentang kecakapan guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional (EQ) kepada siswa
E. Kerangka Pikir
Telah banyak kejadian dan contoh nyata dikehidupan kita sehari hari yang menunjukkan bahwa orang yang memiliki kecerdasan otak ( IQ ) tinggi dan memiliki gelar akademik yang berderet belum tentu sukses dalam berkiprah didunia pekerjaanya. Seringkali justru yang berpendidikan rendah atau sedang justru berhasil dan sukses dalam karier dan usahanya. Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ), padahal diperlukan pula bagaimana mengembangkan kecerdasan emosi seperti: ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan beradaptasi.10
Kemampuan akademik, nilai rapor yang bagus, predikat kelulusan yang memuaskan tidak bisa menjadi tolak ukur seberapa baik kinerja seseorang dalam pekerjaan dan profesinya atau seberapa tinggi sukses yang mampu dicapai. Menurut makalah McCleand tahun 1973 yang berjudul “ Testing for Competence Rather than intelegence “ dijelaskan tentang: seperangkat kecakapan khusus seperti: empati, disiplin diri, dan inisiatif
10
(29)
akan membedakan antara mereka yang sukses sebagai bintang kinerja dengan yang hanya sebatas bertahan dilapangan pekerjaan.11 Saat ini perusahaan-perusahaan raksasa dunia telah banyak menyadari hal ini. Mereka menyimpulkan bahwa inti kemampuan pribadi dan social yang merupakan kunci utama keberhasilan seseorang sesungguhnya adalah kecerdasan emosi.12
Begitu besarnya pengaruh kecerdasan emosi terhadap kehidupan manusia seharusnya menjadi sebuah perhatian khusus dalam mendidik siswa disekolah. Sebagai sebuah lembaga yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak bangsa seharusnya peningkatan kecerdasan emosional pada siswa selalu menjadi tolok ukur atas keberhasilan pendidikan di sebuah lembaga pendidikan. Diharapkan ada upaya-upaya peningkatan kecerdasan emosional siswa sehingga output yang dihasilkan bukan hanya generasi yang memiliki kecerdasan akademik (IQ) semata melainkan juga generasi yang memiliki kepribadian berdisiplin, memiliki inisiatif atas penyelesaian masalah pribadi, kejujuan serta empati sehingga mereka akan dapat menuai keberhasilan dan kesuksesan dalam usaha dan dalam kehidupan bermasyarakat.
MTs. Al Kautsar sebgai salah satu lembaga pendidikan formal merasa memiliki tanggung jawab yang besar dalam rangka menciptakan generasi yang memiliki kecerdasan emosional yang baik. Upaya yang selalu dilakukan oleh lembaga melalui guru yang walau tidak diwujudkan dalam
11
Ibid, Hal 42
12
(30)
Upaya meningkatkan Kecerdasan Emosiona
Siswa:
1. penyediaan lingkungan belajar yang kondusif, 2. menumbuhkan sikap
empati,
3. Menjadikan guru sebagai tauladan bagi siswa, 4. memberikan motifasi
kepada siswa
program khusus namun tetap mengedepankan pengembangan kecerdasan emosional siswa melalui berbagai cara yang dikemas menyatu dengan pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas. Berbagai upaya yang dilakukan tersebut misalnya:
1. penyediaan lingkungan belajar yang kondusif, 2. menumbuhkan sikap empati,
3. Menjadikan guru sebagai tauladan bagi siswa, 4. memberikan motifasi kepada siswa
Agar mudah dipahami kerangka pikir dalam penelitian ini berikut akan penulis sajikan skema kerangka piker tentang upaya guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa di MTs Al Kautsar Sidang Iso Mukti Rawajitu Utara
Kecerdasan Emosiona Siswa :
1.Siswa lebih peka terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya, mampu mengendalikan dirinya dan mampu mengekspresikan emosinya secara wajar.
2.Siswa lebih termotivasi untuk berprestasi, komitmen terhadap tugas, mempunyai inisiatif dan optimis
3.Siswa lebih mempunyai kesadaran, kontrol diri, toleransi dan tidak arogan sehingga mampu berkomunikasi dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain
Gambar 1
Kerangka Pikir Upaya meningkatkan kecerdasan emosional siswa
(31)
BAB II LANDASAN TEORI
A. Upaya Guru
1. Pengertian Guru
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti dilembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau atau musholla dan di rumah. Guru memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. kewibaanlah yang menyebabkan guru di hormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Guru adalah subjek paling penting dalam keberlangsungan pendidikan. Tanpa guru, sulit dibayangkan bagaimana pendidikan dapat berjalan. Bahkan meskipun ada teori yang mengatakan bahwa keberadaan orang/manusia sebagai guru akan berpotensi menghambat perkembangan peserta didik, tetapi keberadaan orang sebagai guru tetap tidak mungkin dinafikan sama sekali dari proses pendidikan1
1 Dja’far Siddik, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Cita Pustaka Media,
(32)
Dalam syairnya, Ahmad Syauqi sebagaimana dikutip oleh Muhammad Munir Mursi mengatakan bahwa pada diri guru ada kemuliaan. Hampir saja guru itu mendekati kerasulan.2
Secara institusional, guru memegang peranan yang cukup penting, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Guru adalah perencana, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Dengan demikian, guru juga berperan melakukan evaluasi dan penyempurnaan kurikulum.3
Dalam Islam, istilah pendidik disebut dengan beberapa istilah seperti
muaddib, murabbi dan mu’allim. Walaupun ketiga istilah itu masih terbedakan karena masing-masing memiliki konotasi dan penekanan makna yang agak berbeda, namun dalam sejarah pendidikan Islam ketiganya selalu digunakan secara bergantian
Guru merupakan salah satu komponen penting dalam proses belajar mengajar. Seorang guru ikut berperan serta dalam usaha membentuk sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Pengertian guru profesional menurut para ahli adalah semua orang yang mempunyai kewenangan serta bertanggung jawab tentang pendidikan anak didiknya, baik secara individual atau klasikal, di sekolah atau di luar sekolah.Guru adalah semua orang yang mempunyai wewenang serta mempunyai tanggung jawab
2
Muhammad Munir Mursi, At-Tarbiyat al-Islamiyah: Usuluha wa Tatwiruha fi al-Bilad
al-’Arabiyah, (Kairo: „Alam al-Kutub, 1982), h. 167
3
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Cet. Ke-9 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 3
(33)
untuk membimbing serta membina murid baik secara individual maupun klasikal di sekolah maupun di luar sekolah.4
Latar belakang pendidikan bagi guru dari guru lainnya tidak selalu sama dengan pengalaman pendidikan yang dimasuki dalam jangka waktu tertentu. Adanya perbedaan latar belakang pendidikan bisa mempengaruhi aktivitas seorang guru dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar. Namun, karena tidak sedikit guru yang diperlukan di madrasah maka latar belakang pendidikan seringkali tidak begitu dipedulikan. Jika kompetensi mempunyai arti kecakapan atau kemampuan, hal ini erat kaitannya dengan pemilihan ilmu, kecakapan atau keterampilan menjadi seorang guru.
Secara etimologi kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang diartikan orang yang mengajar (pengajar, pendidik, ahli didik). Dalam bahasa jawa, sering kita mendengar kata „guru’ diistilahkan dengan “digugu lan ditiru”. Kata “digugu” berarti diikuti nasehat-nasehatnya. Sedangkan “ditiru” diartikan dengan diteladani tindakannya.5 Sementara itu dalam bahasa Inggris terdapat kata yang semakna dengan kata guru
antara lain: teacher (pengajar), tutor (guru private yang mengajar di rumah), educator (pendidik, ahli didik), lecturer (pemberi kuliah, penceramah).6 Demikian juga dalam litetatur pendidikan Islam, seorang
guru akrab disebut dengan ustadz, yang diartikan „pengajar’ khusus bidang
4
. Saiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 31
5 Tulus Tu’u, Peran Disiplin Pada Prilaku dan Prestasi Siswa, (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm.
127
6
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia,2001), hlm. 351
(34)
pengetahuan agama Islam7. Ada lagi sebutan untuk guru, yakni professor (muallim) yang dimaknai dengan orang yang mengusai ilmu teoritik, mempunyai kreatifitas dan amaliah.8 Murabbi sering juga digunakan untuk menyebut seorang guru. Murobbi sendiri ditafsiri dengan orang-orang yang memiliki sifat-sifat rabbani yaitu bijaksana, bertanggung jawab dan kasih sayang terhadap peserta didik,9dan Mursid, kata tersebut juga sering dipakai untuk menyebut sang guru dalam thariqah-thariqah. Mudarris yaitu orang yang memberi pelajaran, dan juga muaddib yakni orang mengajar khusus di istana.10(etika, moral, dan akhlak)11
Didalam alquran dijelaskan bahwa seorang guru/pendidik adalah orang yang mendidik dan mengajar orang lain untuk memanusiakan manusia (mensucikannya) dengan menginternalisasikan nilai-nilai kepada kepribadian peserta didik terutama nilai-nilai tauhid, akhlak, ibadah dan mengajarkan pengetahuan tentang berbagai hal. Hal tersebut tertera jelas dalam Q.S Al Baqarah ayat: 129
Artinya: Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau,
7
Abudin Nata, Persepektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-murid, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 42
8
Muhaimin, Wacana pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 29
9
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 11
10
Muhammad al Atiyyah al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2003) hal.150
11
(35)
dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana12
Secara terminologi, guru atau pendidik yaitu siapa yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik, dengan kata lain orang yang bertanggung jawab dalam mengupayakan perkembangan potensi anak didik, baik kognitif, afektif ataupun psikomotor sampai ketingkat setinggi mungkin sesuai dengan ajaran Islam.13 Dalam hal ini pada dasarnya orang yang paling bertanggung jawab adalah orang tua. Tanggung jawab itu disebabkan oleh adanya beberapa hal, antara lain :
a. Kodrat; yaitu orang tua yang ditakdirkan menjadi orang tua anaknya, dan karena itu ia diwajibkan pula bertanggung jawab mendidik anaknya.
b. Kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, maka kesuksesan yang diraih oleh anak merupakan kesuksesan orang tuanya juga.
Dalam literatur lain dikatakan bahwa guru adalah pendidik yaitu orang yang melaksanakan tugas mendidik atau orang yang memberikan pendidikan dan pengajaran baik secara formal atau non formal.14
Sebagai pendidik yang mengambil alih tugas orang tua sebagai tugas yang mulia, oleh karena itu, diharapkan seorang guru senantiasa bersikap
12
Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya,Cet. ke-5 (Bandung: CV Diponegoro, 2007), h.
13
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 74
14 Erwati Aziz, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
(36)
jujur, tanpa pamrih dan hanya mengharapkan ridha Allah semata. Sikap itu akan teraplikasi ke dalam proses belajar mengajar sehingga akan menghasilkan generasi yang berkualitas.15
Zakiah Darajat menyatakan bahwa “guru merupakan pendidik profesional.”16
Oleh karena itu, secara implisit mereka telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan sejak orang tua menyerahkan anaknya ke sekolah, secara tidak langsung mereka melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru di sekolah tersebut. Mereka berharap anaknya mendapat ilmu sebagai bekal demi kesuksesan di masa yang akan datang, dengan demikian kebahagiaan hidup anaknya dapat lebih baik dalam hal ini secara tidak langsung orang tua juga turut merasakanya.17
Lebih lanjut, tidak semua orang dapat menjabat sebagai guru artinya bahwa guru bukan hanya bertugas sebagai pengajar (menyampaikan materi di depan kelas), akan tetapi, mereka mampu menempatkan dirinya sebagai pendidik yang bertanggung jawab atas perkembangan anak didiknya, baik di sekolah atau luar sekolah).18
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah semua orang yang bertanggung jawab atas perkembangan potensi peserta didik, baik dari aspek knowledge, behaviour, psikomotor dan estetika dengan
15
Ibid. hal 74
16
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 1996), hlm. 39
17
Ahmad Tafsir. Op Cit. Hal.74
18
Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 32
(37)
cara membimbing membina dan mengarahkan baik individual ataupun klasikal di sekolah maupun di luar sekolah.
2. Tugas Guru
Guru adalah figur seorang pemimpin, dia juga sebagai sosok arsitek yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik,19 dengan cara membantu anak didik mengubah perilakunya sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.20 Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang diharapkan mampu membangun dirinya, bangsa dan negara..
Pada dasarnya, tugas guru adalah mendidik, sementara itu mendidik sendiri adalah sangat luas tidak dibatasi ruang dan waktu dalam arti formal mendidik direalisasikan dalam bentuk mengajar di lembaga-lembaga pendidikan (berdiri di depan kelas, menyampaikan ilmu pengetahuan dan bertatap muka dengan anak) secara formal. Mendidik juga berarti mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Pada hakikatnya, tugas mendidik sebagian besar tercermin dalam kehidupan di dalam rumah tangga dengan cara memberi keteladanan, memberi contoh yang baik, pujian dorongan dan lain sebagainya yang
19
Ibid, Hal. 36
20
(38)
diharapkan dapat menghasilkan pengaruh positif bagi pendewasaan anak. oleh karena itu, mengajar merupakan sebagian dari mendidik.21 Dalam arti yang lebih sempit tugas guru adalah mengajar sebagai upaya transfer of knowlwdge yang dituntut untuk mengusai materi apa yang akan disampaikan, penggunaan metode yang tepat dan pemahaman tentang berbagai karakteristik yang dimiliki anak.
Pemahaman ini diperlukan agar apa yang disampaikan sesuai apa yang dimiliki anak. Disamping itu guru juga dituntut untuk membuat persiapan mengajar, mengevaluasi tugas belajar anak dan melakukan tugas lainya yang berkaitan dengan tujuan pengajaran. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya “Guru dan Anak Didik” menyatakan bahwa jabatan guru memiliki banyak tugas baik terikat dalam dinas maupun diluar dinas, dalam bentuk pengabdian tugas-tugas itu antara lain:22
a. Tugas guru sebagai profesi yaitu suatu tugas yang menuntut profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tugas tersebut direalisasikan dalam sistem pembelajaran yang dapat memberikan bimbingan anak didik menemukan nilai-nilai kehidupan. Tugas guru sebagai pengajar juga dapat diartikan meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Sementara tugas sebagai pelatih diartikan mengembangkan keterampilan dan menerapkan dalam kehidupan demi
21
Ahmad Tafsir, Op Cit
22
(39)
masa depan anak didik.
b. Tugas guru sebagai tugas kemanusiaan berarti guru terlibat dalam interaksi sosial di masyarakat. Guru harus mampu menanamkan nilai- nilai kemanusiaan kepada anak didik agar anak didik punya kesetiakawanan sosial.
c. Tugas guru sebagai tugas kemasyarakatan berarti guru harus mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara yang berakhlak dan bermoral. Dalam hal ini dapat diumpamakan bahwa mendidik anak sama halnya dengan mencerdaskan bangsa.
Senada dengan hal itu, S. Nasution membagi tugas guru menjadi tiga bagian. Pertama, guru bertugas mengkomunikasikan pengetahuan. Dengan tugas ini guru dituntut memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang akan diajarkan sebagai tindak lanjutnya. Guru pantang untuk berhenti belajar, sebab mana mungkin guru dapat memberikan sesuatu yang baru kepada peserta didik jika dia berhenti mencari dan meningkatkan kualiatas dirinya. Kedua, Guru sebagai model. Artinya segala sesuatu yang diajarkan dalam bidang studi merupakan sesuatu yang berguna dan dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari sehingga guru mampu menghadirkan sebuah gambaran yang lebih jelas terhadap apa yang disampaikan. Ketiga, Guru bertugas sebagai model pribadi, dalam arti apakah guru berdisiplin, cermat berfikir, mencintai pelajaran yang
(40)
mematikan idealisme.23
Dan uraian tersebut di atas dapat dipahami tugas guru tidak hanya terbatas di balik tembok-tembok sekolah, tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat, dan juga tidak hanya sebatas mengajar, tetapi juga mendidik yang memperjuangkan tertanamnya ilmu dan amal pada setiap pribadi anak didik sesuai dengan misi ajaran Islam.
Oleh karena itu, untuk mengemban tugas dan tanggung jawab sebagaimana diatas, maka menurut Zakiah darajat, bahwa agar dapat menjadi guru yang dapat mempengaruhi anak didik ke arah kebahagian dunia dan akherat, ia harus memenuhi syarat-syarat antara lain: bertaqwa kepada Allah Swt, berilmu, sehat jasmani dan rohaninya, baik akhlaknya dan bertanggung jawab serta berjiwa nasional.24
3. Kedudukan Guru
Guru termasuk manusia yang berjiwa besar di dunia ini, ia berusaha menyiapkan generasi penerus yang berkualitas, mentransferkan ilmu pengetahuan dan juga memiliki posisi sebagai pewaris Nabi. Oleh karena itu Islam memberikan penghargaan sangat tinggi terhadap guru. Ia adalah salah satu pemilik ilmu pengetahuan, Ilmu pengetahuan memiliki peran penting, dengan ilmu manusia akan sanggup menaklukkan dunia dan dengan ilmu pula orang akan menemukan jalan kebahagiaan hidup baik di
23
Abudin nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 64
24
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm. 137
(41)
alam dunia fana dan akhirat kelak, bahkan keberadaan ilmu merupakan salah satu syarat akan datangnya hari kiamat, sebagaimana hadits Nabi Dari Anas r a . berkata, Rasulullah SAW bersabda; Sesungguhnya sebagian tanda-tanda hari kiamat adalah dihilangkannya ilmu, abadilah kebodohan, diminumnya minuman keras dan tetap tampaknya zina. ( HR. Al-Bukhari )
Pada dasarnya tingginya kedudukan guru dalam istilah Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan ilmu pengetahuan, sementara itu pengetahuan itu sendiri didapat dari proses belajar mengajar. Orang yang belajar adalah calon guru dan orang yang mengajar adalah guru. Tidak akan ada perkembangan ilmu pengetahuan jika tidak ada belajar mengajar dan juga tanpa adanya guru. Islam adalah agama, maka guru adalah sebagai pelaku pendidikan Islam yang menghendaki kehidupan dunia akhirat sehingga memandang kedudukan guru tidak terlepas dari nilai-nilai kelangitan25 yaitu suatu kedudukan yang mempunyai nilai-nilai transenden.
Tingginya kedudukan guru dalam Islam masih dapat disaksikan secara nyata pada masa sekarang ini, terutama di pesantren-pesantren Indonesia, santri tidak berani menatap sinar mata Kyai, membungkukkan badan sebagai tanda hormat kepada sang Kyai tatkala menghadap ataupun berpapasan, tawadu’ dan sifat baik lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya kewibawaan atau kharisma yang dimiliki oleh kyai. Keyakinan santri akan kebaikan atau keberkahan dari seorang kyai masih sangat
25
(42)
kental hingga merasuk kedalam sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari.26
Akan tetapi, lain halnya dengan kedudukan guru (non pesantren) yang bertugas disekolah-sekolah, kedudukanya jauh lebih rendah dari pandangan Islam selama ini. Guru dipandang sebagai petugas semata yang mendapat gaji dari negara / swasta serta mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Akibatnya jarak antara guru dan murid semakin jauh, kondisi ini dipengaruhi berbagai hal antara lain:27
Pertama, pengaruh pandangan rasionalisme, materialisme dan pragmatisme. Guru didefinisikan sebagai petugas semata atau dengan kata lain guru dipahami sebagai profesi untuk mencari uang serta mencukupi kebutuhan ekonomi. Guru hanya dianggap sebagai orang yang lebih tinggi ilmu pengetahuannya dibandingkan dengan muridnya dan hubungan guru dan murid tidak lebih dari sekedar penjual dan pembeli ilmu pengetahuan. Semua dinilai dengan uang, siapa yang memiliki uang yang lebih, maka akan mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan nilai.
Kedua, pengaruh dari masyarakat itu sendiri yang telah rusak karena paham-paham itu. Masyarakat telah menggunakan pertimbangan yang semata-mata rasional, ekonomis, dan relatif. Akibat yang muncul adalah merosotnya mutu pendidikan agama Islam. Bila diukur dengan firman Allah dan hadits-hadits nabi, mungkin saja sains dan teknologi dapat membawa
26
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 94
27
(43)
pengaruh yang lebih baik bagi umat Islam atau mendekatkan diri pada Tuhannya.
Guru mungkin telah dinilai masyarakat dari kecanggihan logikanya dalam mengajarkan pengetahuan, mungkin juga dinilai dari segi lahiriahnya saja, misalnya pakaian, rumah, atau kendaraannya. Maka imbasnya guru akan dipandang rendah, mana kala terdapat keganjilan bagi diri mereka. Padahal sesungguhnya seorang pengajar (guru) menduduki status yang terhormat dan mulia.
Dengan kehormatan dan kemuliaan yang disandangnya itulah yang membawa konsekuensi logis bahwa guru bukan hanya sekedar petugas gajian yang dikaitkan dengan nilai material belaka,28 tetapi guru adalah sebagai figur teladan yang mesti ditiru oleh anak-anak didik dan diharapkan mampu memperlakukan anak didik seperti domba yang perlu digembala / didisiplinkan yaitu anak didik sebagai manusia yang mudah dipengaruhi.
Seorang pengajar tak cukup hanya mengandalkan kepandaian atau pemilikan otoritas disiplin ilmu tertentu, dia adalah orang yang berbudi dan beriman sekaligus amal dan perbuatanya sendiri dapat memberikan pengaruh pada jiwa anak didiknya. Jika hal itu dapat dimanifestasikan, maka rasa hormat dan tawadhu’ anak didik terhadap sang pengajar akan datang dengan sendirinya dan akan mudah merasuk ke dalam otak anak
28
(44)
didiknya, oleh karena itu pada akhirnya anak didik akan menjadi manusia terhormat sekaligus dihormati.
Disamping itu, untuk memanifestasikan kedudukan guru yang sangat mulia dan terhormat ini dan juga membangun relasi antara guru dan murid maka guru harus memberikan peran yang dibutuhkan oleh murid dan juga oleh masyarakat, antara lain:
a. Sebagai korektor / evaluator; guru bisa membedakan mana nilai yang buruk dan nilai yang baik.
b. Sebagai informator; guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, selain bahan pelajaran yang telah diprogramkan dalam mata pelajaran dalam kurikulum.
c. Sebagai inspirator; guru harus memberikan ilham (petunjuk) yang baik atas kemajuan anak didik.
d. Sebagai organisator; guru harus mampu mengorganisasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses belajar mengajar demi tercapainya efektifitas dan efisensi dalam belajar pada diri anak didik.
e. Sebagai motivator; guru harus mampu mendorong anak didiknya agar bergairah dan aktif dalam belajar.
f. Sebagai inisiator; guru harus mampu menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran.
g. Sebagai fasilitator; guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memudahkan belajar anak didik
(45)
potensinya sehingga mereka menjadi manusia dewasa yang sempurna, baik ilmu dan akhlaknya.
i. Supervisor; guru hendaknya dapat membantu dan memperbaiki serta menilai terhadap proses pengajaran secara kritis. Dan juga peranan lain yang dapat mendukung dan mewujudkan kedudukan guru sebagai manusia terhormat dan mulia29.
Kedudukan guru akan tampak jelas ketika guru dapat memberikan perannya sebagaimana di atas, minimal peranan sebagai pendidik dan pembimbing yang pada dasarnya peranan guru itu tidak terlepas dengan kepribadianya dalam arti tidak hanya menyampaikan bahan-bahan mata pelajaran dan juga tidak hanya dalam interaksi formal tetapi juga informal, tidak hanya diajarkan tetapi juga ditularkan.30 Serta tidak hanya diucapkan tetapi harus diamalkan, dengan kata lain ilmiah yang amaliah
B. Meningkatkan Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan
Dalam tata Bahasa Indonesia, kecerdasan berasal dari kata dasar „cerdas’ yang telah mendapatkan afiksasi ke- an. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia cerdas memiliki makna sempurna perkembangan akal
29
Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., hlm. 43-48
30
Nana Syaodih Sukma Dinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009), hlm. 251
(46)
budinya (untuk berpikir, mengerti, dsb); tajam pikiran.31 Sedangkan kecerdasan adalah: perihal cerdas; kesempurnaan perkembangan akal budi ( seperti, kepandaian, ketajaman pikiran).32
Kecerdasan dalam bahasa ilmiah sering disebut dengan Intelegensi. Menurut istilah, inteligensi didefinisikan sebagai kesanggupan seseorang untuk beradaptasi dengan berbagai situasi dan dapat diabstraksikan pada suatu kualitas yang sama.33 Menurut William Stern inteligensi adalah kesanggupan jiwa untuk menghadapi dan mengatasi kesulitan-kesulitan baru dengan sadar, dengan berfikir cepat dan tepat.34
Sedangkan definisi kecerdasan menurut Gardner:
a. Kecakapan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam
kehidupannya.
b. Kecakapan untuk mengembangkan masalah baru untuk dipecahkan.
c. Kecakapan untuk membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang
bermanfaat di dalam kehidupannya.35
Intelegensi merupakan potensi bawaan yang sering dikaitkan dengan berhasil tidaknya anak belajar disekolah. Dengan kata lain, intelegensi dianggap sebagai faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya anak disekolah.36 Kecerdasan (Inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat
31
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988) hal.164
32
Ibid
33
Romlah, Psikologi Pendidikan, (Malang: UMM Press), 2010, hlm. 137
34
Baharuddin, 2009, Psikologi Pendidikan: Refleksi Teoritis terhadap Fenomena, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media), 2009, hlm 205
35
Nana Syaodih Sukmadinata, Op Cit. hlm. 96
36
(47)
yakni: kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. Sternberg dalam Santrock mengatakan bahwa secara umum intelegensi dibedakan menjadi 3 diantaranya:
Inteligensi Analitis
Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung dalam proses penilaian objektif dalam suatu pembelajaran dalam setiap pelajaran, selalu mendapatkan nilai yang bagus dalam setiap hasil ujian. Misalnya: seorang individu dalam ujian disetiap pelajarannya selalu mendapatkan nilai di atas rata-rata.
Inteligensi Kreatif
Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung pada sifat-sifat yang unik, merancang hal-hal yang baru. Misalnya: seorang peserta didik diinstrusikan untuk menuliskan kata “P O H O N” oleh gurunya, tetapi jawaban seorang individu yang kreatif dengan menggambarkan sebuah pohon.
Inteligensi Praktis
Yaitu kecerdasan yang berfokus pada kemampuan untuk menggunakan, menerapkan, mengimplementasikan, dan mempraktikan. Misalnya: seorang individu mendapatkan skor rendah dalam tes IQ tradisional, tetapi dengan cepat memahami masalah dalam kehidupan nyata, contohnya dalam pembelajaran praktikum di laboratorium, akan cepat memahami karena dibantu dengan berbagai peralatan dan media.
(48)
a. Macam-macam Intelegensi ( Kecerdasan ) Ada beberapa macam intelegensi, antara lain :
Inteligensi keterampilan verbal
Yaitu kemampuan untuk berpikir dengan kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengungkapkan makna. Contohnya: seorang anak harus berpikir secara logis dan abstrak untuk menjawab sejumlah pertanyaan tentang bagaimana beberapa hal bisa menjadi mirip. Contoh pertanyaannya “Apa persamaan Singan dan Harimau”?. Cenderung arah profesinya menjadi: (penulis, jurnalis, pembicara).
Inteligensi keterampilan matematis
Yaitu kemampuan untuk menjalankan operasi matematis. Peserta didik dengan kecerdasan logical mathematical yang tinggi memperlihatkan minat yang besar terhadap kegiatan eksplorasi. Mereka sering bertanya tentang berbagai fenomena yang dilihatnya. Mereka menuntut penjelasan logis dari setiap pertanyaan. Selain itu mereka juga suka mengklasifikasikan benda dan senang berhitung. Cenderung profesinya menjadi: (ilmuwan, insinyur, akuntan)
Inteligensi kemampuan ruang
Yaitu kemampuan untuk berpikir secara tiga dimensi. Cenderung berpikir secara visual. Mereka kaya dengan khayalan internal (Internal imagery) sehingga cenderung imaginaif dan kreatif. Contohnya seorang anak harus menyusun serangkaian balok dan mewarnai agar sama dengan rancangan yang ditunjukan penguji. Koordinasi visual-motorik, organisasi
(49)
persepsi, dan kemampuan untuk memvisualisasi dinilai secara terpisah. Cenderung menjadi profesi arsitek, seniman, pelaut.
Inteligensi kemampuan musical
Yaitu kepekaan terhadap pola tangga nada, lagu, ritme, dan mengingat nada-nada. Ia juga dapat mentransformasikan kata-kata menjadi lagu, dan menciptakan berbagai permainan musik. Mereka pintar melantunkan beat lagu dengan baik dan benar. Mereka pandai menggunakan kosa kata musical, dan peka terhadap ritme, ketukan, melodi atau warna suara dalam sebuah komposisi music.
Inteligensi Keterampilan kinestetik tubuh
Yaitu kemampuan untuk memanipulasi objek dan mahir sebagai tenaga fisik. Senang bergerak dan menyentuh. Mereka memiliki control pada gerakan, keseimbangan, ketangkasan, dan keanggunan dalam bergerak. Mereka mengeksplorasi dunia dengan otot-ototnya. Cenderung berprofesi menjadi ahli bedah, seniman yang ahli, penari.
Inteligensi Keterampilan intrapersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami diri sendiri dengan efektif mengarahkan hidup seseorang. Memiliki kepekaan perasaan dalam situasi yang tengah berlangsung, memahami diri sendiri, dan mampu mengendalikan diri dalam konflik. Ia juga mengetahui apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dapat dilakukan dalam lingkungan social. Mereka mengetahui kepada siapa harus meminta bantuan saat memerlukan. Cenderung berprofesi menjadi teolog, psikolog.
(50)
Inteligensi keterampilan interpersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami dan secara efektif berinteraksi dengan orang lain. Pintar menjalin hubungan social, serta mampu mengetahui dan menggunakan beragam cara saat berinteraksi. Mereka juga mampu merasakan perasaan, pikiran, tingkah laku dan harapan orang lain, serta mampu bekerja sama dengan orang lain.
Inteligensi keterampilan naturalis
Yaitu kemampuan untuk mengamati pola di alam serta memahami system buatan manusia dan alam. Menonjol ketertarikan yang sangat besar terhadap alam sekitar, termasuk pada binatang, diusia yang sangat dini. Mereka menikmati benda-benda dan cerita yang berkaitan dengan fenomena alam, misalnya terjadinya awan, dan hujan, asal-usul binatang, peumbuhan tanaman, dan tata surya.
Inteligensi emosional
Yaitu kemampuan untuk merasakan dan mengungkapkan emosi secara akurat dan adaftif (seperti memahami persfektif orang lain).
2. Pengertian Emosi
Emosi adalah perasaan tertentu yang bergejolak dan dialami seseorang serta berpengaruh pada kehidupan manusia. Emosi memang sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif. Bahkan, pada beberapa budaya emosi dikaitkan dengan sifat marah seseorang. Menurut Aisah Indiati (2006), sebenarnya terdapat banyak macam ragam emosi, antara lain sedih, takut,
(51)
kecewa, dan sebagainya yang semuanya berkonotasi negatif. Emosi lain seperti senang, puas, gembira, dan lain-lain, semuanya berkonotasi positif.37
Menurut Gardner, akar kata emosi adalah movere, kata kerja Bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e-” untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Sehingga dikatakan bahwa emosi adalah akar dorongan untuk bertindak.38
a. Macam – Macam Emosi
Atas dasar aktivitasnya, tingkah laku emosional dapat dibagi menjadi empat macam,yaitu: (1)Marah, orang bergerak menentang sumber frustasi: (2)Takut,orang bergerak meninggalkan sumber frustasi; (3)Cinta, orang bergerak menuju sumber kesenangan;(4)Depresi,orang menghentikan resfons-resfons terbukanya dan mengalihkan emosi kedalam dirinya sendiri (Mahmud,1990:167).39
Dari hasil penelitiannya, John B. Watson (dalam Mahmud, 1990) menemukan bahwa tiga dari keempat respons emosional tersebut terdapat pada anak-anak, yaitu: takut,marah,dan cinta.40
1) Takut
Pada dasarnya, rasa takut itu bermacam-macam.Ada yang timbul karena anak kecil sering ditakut-takuti atau karena berlakunya
37
Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012)., 159.
38
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj. T. Hermaya (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 7.
39
Alex, Sobur , Psikologi Umum, Pustaka Setia, Bandung, 2010, hlm 410
40
(52)
berbagai pantangan di rumah. Akan tetapi, ada juga rasa takut “naluriah” yang terpendam dalam hati sanubari setiap insan .seperti, rasa takut akan kegelapan , takut berada di tempat sepi tanpa teman atau yang lainnya.41
2) Marah
Pada umumnya, luapan kemarahan lebih sering terlihat ketimbang rasa takut. Kemarahan selalu kita lihat berhubungan dengan keadaan tertentu.Kemarahan bisa juga timbul sehubungan dengan keadaan yang sebetulnya tidak lazim untuk menimbulkan kemarahan.42
Kemarahan merupakan emosi yang amat sukar untuk menerima dan mengungkapkannya. Rasa marah merupakan menunjukkan bahwa perasaan kita tersinggung oleh seseorang, bahwa seseorang sudah tidak baik. Pada waktu kita tidak mau mengakui perasaan marah atau tidak mau mengungkapkannya, perasaan marah itu mengumpal atau berkumpul.jika kita memendamnya, perasaan marah itu lama kelamaan akan menghilangkan tenaga dan semangat kita, dan perasaan itupun akan meledak dan membuat kita sendiri dan orang lain terkejut. Perasaan marah merupakan bagian dari kemanusiaan kita,dan bagian dari lelasi kita dengan orang lain.43
3) Cinta
Apakah cinta? Sesungguhnya betapa sulitnya kita menjelaskan kata yang satu ini. Sama halnya ketika kita harus mendefinisikan ihwal
41
ibid
42
Ibid. hal 412
43
(53)
kebahagiaan.cinta kasih adalah ibarat fundamen pendidikan secara keseluruhan.tanpa curahan kasih pendidikan yang ideal tidak mungkin bisa dijalankan.44
Cinta merupakan emosi yang membawa kebahagiaan yang terbesar dan perasaan puas yang sangat dalam. Perasaan cinta dapat dialami secara mendalam dan mempengaruhi hidup kita. apa yang disebut dengan “jatuh cinta” menggambarkan apa yang dialami seseorang ketika sedang dikuasai emosi cinta yang hebat.45
3. Pengertian Kecerdasan Emosional
Istilah “Kecerdasan Emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan Jhon Mayer dari University of New Hampshire46. Istilah itu kemudian dipopulerkan oleh Daniel Goleman dalam karyanya Emotional Intelligence.
Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang secara harfiah berarti sempurna perkembangan akal budinya47. Dalam bahasa Inggris kecerdasan dikenal dengan istilah “intelligence” yang berasal dari bahasa latin „intelligere” yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (
to organize, to relate, to bind, together)48
44
. Ibid. Hal 418
45
. Rochelle Semmel Albin, Emosi Bagaimana Mengenal, Menerima dan Mengarahkannya, Kenisius, Yogyakarta, 1986,hlm 55
46
Lawrence E. Shaphiro, Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak, alih bahasa, Alex Tri Kantjono Widodo, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), cet.4, hlm. 5.
47
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005) cet. 3, hlm.186
48
(54)
Intelligensi atau kecerdasan juga merupakan kemampuan “problem solving” atau pemecahan masalah dalam segala situasi yang baru atau yang mengandung masalah49. Perlu diketahui bahwa problem solving
dalam segala situasi ini mencakup permasalahan pribadi, akademik, kultural, serta permasalahan ekonomi keluarga. Secara umum, ada tiga faktor penting yang menengarai kecerdasan seseorang, yakni penilaian
(judgment), pengertian (comprehension) dan penalaran (reasoning)50.
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang51
Pengertian Kecerdasan Emosional menurut beberapa tokoh adalah sebagai berikut:
a. Peter Salovey dan Jhon Mayer
Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan,
49
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin PendidiSkan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), cet.4, hlm.143.
50
Suharsono, Akselerasi Inteligensi, Optimalkan IQ,EQ, dan SQ, (Jakarta: Inisiasi Press, 2004), hlm.3
51
http://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_emosional, diunduh pada tanggal 1 Desember 2015 Pukul 20:30
(55)
meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan
secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual52.
b. Reuven Bar-On
Kecerdasan Emosional adalah serangkaian kemampuan, kompetensi dan kecakapan non kognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan53.
c. Daniel Goleman
Emotional Intelligence are abilities such as being able to motivate one self and persist in the face of frustation to control impulse and delay gratification to regulate one’s mood and keep distress from swamping the ability to think, to empathize and to hope54.
Kecerdasan emosi adalah kemampuan-kemampuan seperti memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan menjaga agar tetap berfikir jernih, berempati dan optimis.
d. Robert K. Cooper
Kecerdasan Emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara objektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi55.
e. Patricia Patton
Kecerdasan emosi merupakan dasar-dasar pembentukan emosi
52
Steven J. Stein dan Howard E. Book, Ledakan EQ, 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih sukses, alih bahasa Trinanda Rainy dan Yudhi Murtant,o (Bandung: Kaifa, 2003), cet.4, hlm.30
53
Ibid Hal 31
54
Daniel Goleman, Emotional Intelligences, (New York: Bantam Books, 1995), hlm. 36
55
Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, Executive EQ, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi, alih bahasa Alex Tri Kantjana W, (Jakarta: Gramedia pustaka Utama, 2000), cet.3, hlm.xv
(56)
yang mencakup keterampilan-keterampilan untuk: 1). Menunda kepuasan dan mengendalikan impuls
2). Tetap optimis terhadap kemalangan dan ketidakpastian 3). Menyalurkan energi yang kuat secara efektif
4). Mampu memotivasi dan menjaga semangat disiplin diri dalam usaha mencapai tujuan
5). Menangani kelemahan-kelemahan diri 6). Menunjukkan rasa empati pada orang lain 7). Membangun kesadaran dan pemahaman diri56.
f. Oxford Dictionary
Emotional Intelligence (EI) are ability to monitor one’s own and other people’s emotions, to discriminate between different emotions and label them appropriately and to use emotional information to guide thinking and behaviour57.
Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengetahui emosi diri sendiri dan orang lain, untuk membedakan emosi-emosi yang berbeda dan memaknainya dengan benar dan untuk membimbing pikiran dan tingkah laku.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan-kemampuan seseorang seperti memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak berlebihan mengekspresikan perasaan dan menjaga agar tetap berpikir jernih, empati dan optimis.
Kecerdasan Emosional juga bisa diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memproses informasi yang berhubungan dengan emosional perasaan diri dan orang lain sehingga mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menghadapi tuntutan dan tekanan dari orang lain dan keadaan lingkungan
56
Patricia Patton, EQ pengembang sukses lebih bermakna, alih bahasa Hermes, (Jakarta : Mitra Media, 2000), hlm. 1
57
Andrew M. Colman, Oxford Dictionary of Psychology, (New York: Oxford university Press, 2003), hlm.241
(57)
C. Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosional
Ada banyak keuntungan bila seseorang memiliki kecerdasan emosional secara memadai. Pertama, kecerdasan emosional jelas mampu menjadi alat untuk pengendalian diri sehingga tidak terjerumus ke dalam tindakan yang bodoh. Kedua, EI bisa diimplementasikan sebagai cara yang sangat baik untuk memasarkan atau membesarkan ide dan konsep. Dengan pemahaman tentang diri, kecerdasan emosi juga menjadi cara terbaik dalam membangun lobby, jaringan dan kerjasama. Ketiga, EI adalah modal penting bagi seseorang untuk mengembangkan bakat kepemimpinan dalam bidang apapun juga. Karena setiap model kepemimpinan sesungguhnya membutuhkan visi, misi, konsep, program dan yang tak kalah pentingnya adalah dukungan dan partisipasi orang lain. Dengan bekal kecerdasan emosional tersebut, seseorang akan mampu mendeterminasi kesadaran setiap orang, untuk mendapatkan simpati dan dukungan serta kebersamaan dalam melaksanakan atau mengimplementasikan sebuah ide atau cita-cita.
Untuk mewujudkan anak-anak yang memiliki EI tersebut, ada dua kiat yang sangat penting yaitu: kemampuan untuk mengekspresikan diri, mengartikulasikan ide, gagasan atau pendapat dan mengkomunikasikannya dengan orang lain. Pembelajaran hidup berorganisasi dan sosialisasi, sesungguhnya juga sangat penting dalam mengembangkan
(58)
kedirian dan kematangan, baik emosi dan intelektual anak58.
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh orang tua agar EI anak dapat berkembang yaitu dengan cara: jangan langsung menolak atau menyanggupi permintaan anak, berilah tawaran ganda atau alternatif dan menjadikan anak sebagai “hakim “bagi dirinya sendiri59.
Pertama, ketika anak-anak mengajukan permintaan, bahkan dengan cara merajuk, jangan langsung menolak atau menyanggupi permintaan anak, tanyakan kembali kepada anak mengapa dia mengajukan permintaan itu. Dengan demikian, tentulah anak tersebut akan berfikir dan mempertimbangkan kembali apa yang diajukannya. Ia bisa memberikan argumentasi atau mengubah permintaannya Hal ini akan melatih anak berpikir dan mempertimbangkan kembali apa yang diajukannya, inilah yang penting bagi pertumbuhan EI nya. Karena dalam proses tersebut ada pemikiran dan penyingkapan tentang diri anak, yang sekaligus akan menunjukkan kadar eksistensi dirinya.
Kedua, sebagai orang tua tentu kita akan memberikan sesuatu kepada anak kita, meskipun ia belum pernah mengajukan permintaan tentang hal itu.. Pemberian yang berupa kejutan, yakni tanpa pemberitahuan lebih dahulu kepada anak-anak, mungkin akan memberikan kegirangan sesaat. Tetapi hal itu tak akan memberikan makna pencerdasan sama sekali. Karena itu cara terbaik ialah dengan memberitahukan lebih dahulu dan
58
Suharsono, Akselerasi Inteligensi, Optimalkan IQ,EQ, dan SQ, (Jakarta: Inisiasi Press, 2004), hlm..200-201
59
(59)
bentuklah menjadi “tawaran ganda”. Hadapkanlah anak pada pilihan ganda yang memungkinkan ia dapat memikirkan dengan seksama kedua pilihan tersebut, lalu dengan sadar ia juga dengan bebas dapat memilih apa yang dikehendakinya. Berfikir untuk memilih itu sendiri adalah suatu proses belajar berpikir alternatif. Dan memilih secara bebas itu sendiri adalah salah satu bentuk dari proses belajar untuk bertanggung jawab, karena sebuah pilihan yang dilakukan secara sadar, pada kenyataannya akan terbayang resiko yang dihadapinya di masa-masa datang.
Ketiga, anak-anak pada situasi tertentu pasti melakukan kesalahan atau pelanggaran, jika menghadapi situasi yang demikian apa yang sebaiknya dilakukan oleh orang tua, apakah dengan pendisiplinan yang keras atau membiarkan saja? Kedua cara tersebut seharusnya bukan merupakan pilihan orang tua. Karena dengan pendisiplinan yang keras, anak-anak pasti akan mengalami tekanan psikologis. Sebaliknya jika dibiarkan, anak-anak akan tumbuh menjadi orang-orang yang liar. Ada jalan lain yang lebih bijaksana yang dapat kita lakukan, yakni dengan cara “menjadikannya sebagai hakim” atas pelanggaran yang dilakukannya sendiri. Menjadi hakim yang adil bagi diri sendiri, atau menghakimi atas kesalahan-kesalahan yang dibuat sendiri adalah sesuatu yang sulit dan bahkan jarang terjadi, apalagi di tengah budaya yang mementingkan diri sendiri. Tetapi hal ini harus dipupuk dari sejak dini, agar anak-anak kita mencintai keadilan; mampu membedakan antara kebenaran dengan kepentingan dan mampu mendahulukan azas kebenaran di atas azas
(1)
Setelah upaya
–
upaya yang dilakukan oleh MTs Al Kautsar tersebut secara
berkesinambungan dan penuh komitmen, saat ini terlihatlah hasil yang dapat
dilihat dari perubahan-perubahan sikap siswa sehari hari yang menunjukan sikap
kecerdasan emosional siswa, antara lain:
1. Siswa lebih peka terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya, mampu
mengendalikan dirinya dan mampu mengekspresikan emosinya secara wajar.
2. Siswa lebih termotivasi untuk berprestasi, komitmen terhadap tugas,
mempunyai inisiatif dan optimis
3. Siswa lebih mempunyai kesadaran, kontrol diri, toleransi dan tidak arogan
sehingga mampu berkomunikasi dan menjalin hubungan yang baik dengan
orang lain
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Agustian
,
Ary Ginanjar.,
Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power,
Jakarta:Arga,
2003, cet. 4.
Ahmadi
,
Abu.,
Psikologi Umum,
Jakarta: Rineka Cipta, 2003, cet. 3.
Akbar-Hawadi, Reni (ed).,
Akselerasi, A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan
Anak
Berbakat Intelektual,
Jakarta: Grasindo , 2004.
Al-Abrosyi, M. Athiyah.,
at Tarbiyah al Islamiyah wa Falasifatuha,
Mesir: Isa al Babi al
Halabi wa Syirkah, t.th.
___________________.,
Ruh al-Tarbiyah wa al Ta’lim,
Mesir: Isa al Babi al Halabi wa
Syirkah, t.th.
Alder, Harry.,
Pacu EQ dan IQ anda, alih bahasa, Christina Prianingsih,
Jakarta:
Erlangga, 2001.
Ali, H.Muhamad.,
Strategi Penelitian Pendidikan,
Bandung: Angkasa, 1997.
Al-Jailani, Syaikh Abdul Qodir.,
Al Ghunyah,
Libanon: Darul al Fikr, t.th.
Al-Uqshari, Yusuf.,
Menuju Puncak Prestasi Tanpa Batas, alih bahasa, Abdul Hayyie
al-Kattani
,
Jakarta: Gema Insani, 2006.
Ar-Rifai, Muhammad Nasib.,
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 3
, Jakarta: Gema Insani,
2000.
Azwar, Saifuddin.,
Metode Penelitian,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
______________.,
Pengantar Psikologi Inteligensi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002,
cet.3.
C.N Cofer and M.H. Appley.,
Motivation: Theory and Research,
Amerika :USA Press,
1976, cet. 4.
(3)
Colman, Andrew M..,
Oxford Dictionary of Psychology,
New York: Oxford university
Press, 2003.
Cooper, Robert K. dan Ayman Sawaf.,
Executive EQ, Kecerdasan Emosional dalam
Kepemimpinan
dan Organisasi, alih bahasa Alex Tri Kantjana W,
Jakarta:
Gramedia pustaka Utama, 2000, cet.3.
Danim, Sudarwan.,
Menjadi Peneliti Kualitatif
, Bandung: Pustaka Setia, 2002
Darajat, Zakiah.,
Ilmu Pendidikan Islam
, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, cet.3.
_____________.,
Kepribadian Guru,
Jakarta: Bulan Bintang, 2005.
De porter, Bobbi.,
Quantum Teaching
,
alih bahasa, Ary Nilandari
, Bandung: Mizan
Media Utama: 2003, cet.12.
Depag RI,
Al qur an dan Terjemah
, Semarang: Toha Putra, 1995 .
_______.,
Pedoman Pendidikan Agama Islam Untuk Sekolah umum
, Jakarta: Depag,
Dirjen Kelembagaan agama Islam, Direktorat madrasah dan pendidikan
Agama Islam Pada Sekolah Umum, 2004.
Desmita.,
Psikologi Perkembangan,
Bandung: Raja grafindo Persada, 2005
Dimyati dan Mudjiono.,
Belajar dan Pembelajaran
, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, cet. 2.
E. Mulyasa.
, Menjadi Guru Profesional,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Echols, Jhon M., dan Hasan Sadilly., Jhon M. .,
Kamus Inggris Indonesia,
Jakarta:
Gramedia, 1995.
Etty, Maria.,
Menyiapkan Masa Depan Anak,
Jakarta: Grasindo, 2003.
F.J. Mc. Donald.
, Educational Psychology,
California: Wadsworth publishing, 1959.
Goleman, Daniel.,
Emotional Intelligence, alih bahasa, T. Hermaya,
Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2000, cet.10.
_____________.
, Emotional Intelligences,
New York: Bantam Books, 1995
_____________.,
Kecerdasan emosi untuk mencapai puncak prestasi, alih bahasa Alex
Tri
Kantjono
Widodo,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, cet.5.
(4)
Goode, Caron B.,
Optimalkan Bakat Anak Anda, alih bahasa, Sherly kaelani
, Jakarta:
Bhuana Ilmu Populer, 2005.
Gottman dan Joan De Claire, John.,
Kiat-kiat membesarkan anak yang memiliki
kecerdasan
Emosional
, alih bahasa T. Hermaya,
Jakarta :Gramedia Pustaka
Utama, 2001, cet. 5.
Gunawan, Adi W.,
Born to be a Genius,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004, cet.2.
Gunawan, Anthony Dio.,
Smart Emotion Vol.2
, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006.
Internet:
Direktorat Pendidikan Luar Biasa., Program Percepatan Belajar (Akselerasi)
Bidang
Pendidikan
Dasar
dan
Menengah
.,
http:www//ditpbl.or.id/profile.php/id=60,
di akses, Rabu, 25 Juli 2007.
______:
http//en. Wikipedia. Org/wiki/acceleration
, di akses Sabtu, 21 Juli 2007
Koentjaraningrat,
Metode-metode Penelitian Masyarakat,
Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1994, cet.8.
Meier, Dave.,
The accelerated Learning Hand Book, Panduan Kreatif dan Efektif
merancang
Program
Pendidikan dan Latihan,
Bandung: Mizan Pustaka,
2004.
Moleong, Lexy J. .,
Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000, cet. 11.
Munandar, Utami.,
Kreativitas dan Keberbakatan,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1999.
______________.,
Mengembangkan Bakat dan Kreatifitas Anak Sekolah,
Jakarta:
Grasindo, 1985
Mustafa Al-Maragi, Ahmad.,
tafsir Al-Maragi,
Semarang: Tohaputra, 1992, cet.2.
Musthofa, Yasin.,
EQ untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam
, Yogyakarta:
Sketsa, 2007.
(5)
Nawawi, Hadari.,
Metode Penelitian Bidang Sosial,
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1993, cet. 4.
Nggermanto, Agus.,
Quantum Quotient, Kecerdasan Quantum,
Bandung: Nuansa
Cendikia, 2001.
Patton, Patricia.,
EQ pengembang sukses lebih bermakna, alih bahasa Hermes,
Jakarta
:Mitra Media, 2000.
Purwanto
,
Ngalim.,
Ilmu Pendidikan Teoritis dan praktis,
Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000, cet. 12.
S. Margono,
Metode Penelitian Pendidikan
, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Sabri, Alisuf.,
Psikologi Pendidikan,
Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.
Sardiman,
Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,
Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001, cet.9.
SD. Hj. Isriati,
Panduan Pendidikan dan Pengajaran Kelas Akselerasi Tahun Pelajaran
2006/
2007, Semarang: SD. Hj. Isriati, 2006.
Semiawan
,
Conny.,
Perspektif Pendidikan Anak Berbakat,
Jakarta: Grasindo, 1997.
Shaphiro, Lawrence E.
Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak, alih bahasa,
Alex Tri Kantjono Widodo,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001,
cet.4.
Shihab
,
M. Quraish.,
Wawasan Al-Quran,
Bandung: Mizan, 1998, cet. 8.
Sistem Pendidikan Nasional,
UU RI No. 20 Tahun 2003,
Yogyakarta: Media Wacana,
2003
Slameto,
Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,
Jakarta: Rineka Cipta, 1995,
Cet. 3.
Soemanto, Wasty.,
Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan,
Jakarta
: Rineka Cipta, 2003, cet.4.
(6)