Hubungan Sensitivitas Etika Kedokteran Mahasiswa Program Studi Profesi Dokterdengan Kepuasan Pasien di RSUD Dr. Moewardi.

(1)

1

PROPOSAL PENELITIAN

I. Nama Peneliti : Hepy Hardiyanti Kusumaningtyas NIM / Semester : G0013112/ VI

II. Judul Penelitian :

Hubungan Sensitivitas Etika Kedokteran Mahasiswa Program Studi Profesi Dokter dengan Kepuasan Pasien di RSUD Dr.Moewardi

III. Bidang Ilmu : Medical Education

IV. Latar Belakang Masalah

Profil kesehatan di negara berkembang didominasi oleh masalah kesehatan karena penyakit yang berhubungan dengan kemiskinan, seperti penyakit infeksi, kematian ibu, dan malnutrisi (Coovadia, 2009). Masalah kesehatan tersebut juga terjadi di Indonesia (Riskesdas, 2013). Di provinsi Jawa Tengah pelayanan kesehatan bertujuan untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang salah satunya dilaksanakan dengan meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berkeadilan (Dinkes Jateng, 2014).

Beberapa faktor yang mempengaruhi terciptanya pelayanan kesehatan yang berkualitas, antara lain proses pelayanan pasien dan cara interaksi pemberi layanan kesehatan (Mosadeghrad, 2012). Pada dasarnya pelayanan kesehatan yang berkualitas harus didukung dengan adanya tenaga kesehatan yang berkualitas (Haryanto, 2009).

Pendidikan kedokteran dibentuk untuk menyiapkan tenaga kesehatan yang berkualitas (Kemenkes RI, 2011). Hal ini telah dijelaskan pada UU RI No. 20 Tahun 2013 pada pasal 25 yang menyatakan bahwa adanya pendidikan kedokteran adalah bentuk usaha pemenuhan kompetensi lulusan kedokteran untuk melakukan pelayanan kesehatan. Mayoritas Fakultas Kedokteran di Asia Tenggara menerapkan sistem pembelajaran problem based learning (PBL)


(2)

2

untuk mahasiswa preklinik dan mahasiswa program studi profesi dokter, termasuk di Indonesia (Amin, 2005).

Dalam sistem pembelajaran PBL mahasiswa harus aktif mengembangkan diri agar memiliki kompetensi yang memadai dan dapat mengaplikasikan ilmunya di lingkungan yang seharusnya dihadapi (Muhson, 2009). Salah satunya dengan pembelajaran dengan pola workplace-based learning. Hal ini memberikan gambaran nyata tentang situasi yang akan dihadapi dokter saat berhadapan dengan pasien (Ryan et. Al, 2010).

Pada praktik klinik nantinya, area etika, moral, dan profesionalisme akan mendukung keselamatan pasien yang menjadi sentral dalam pelayanan kedokteran yang lebih baik (Istadi, 2013). Usaha ini sebagai solusi atas masalah keselamatan pasien yang berhasil dilaporkan World Health Organization (WHO) yang memperkirakan bahwa satu juta orang di dunia menderita kecacatan bahkan kematian setiap tahunnya akibat praktik pelayanan kesehatan yang tidak aman (Kieny, 2010).

Sejauh ini penelitian tentang etika kedokteran masih terfokus pada metode pembelajaran ideal, tetapi masih jarang penelitian yang menghubungkan antara etika kedokteran dengan kualitas pelayanan kesehatan yang digambarkan dengan tingkat kepuasan pasien. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara sensitivitas etika kedokteran mahasiswa program studi profesi dokter dengan kepuasan pasien di RSUD Dr. Moewardi.

V. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu apakah ada hubungan antara sensitivitas etika kedokteran mahasiswa progam studi profesi dokter dengan kepuasan pasien di RSUD Dr. Moewardi ?

VI. Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan antara sensitivitas etika kedokteran mahasiswa progam studi profesi dokter dengan kepuasan pasien di RSUD Dr. Moewardi.


(3)

3 VII. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang hubungan antara sensitivitas etika kedokteran mahasiswa pogram studi profesi dokter dengan kepuasan pasien di RSUD Dr. Moewardi.

2. Manfaat praktis

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dapat mengetahui gambaran hasil penelitian yang dicapai dan dapat dijadikan dasar untuk pengembangan kurikulum dan kebijakan yang sesuai di program studi profesi dokter.

VIII. Tinjauan Pustaka A.Etika Kedokteran

1. Pengertian

Etika kedokteran merupakan konsep etika yang ada pada anggota profesi kedokteran yang menyangkut hubungan dengan pasien, rekan sejawat, dan masyarakat umum serta merupakan bagian dari pengambilan keputusan medis yang sesuai dengan norma yang berlaku (Yuwono, 2003). Beuchamp dan Childress (2001) menguraikan bahwa untuk mencapai suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral dan beberapa aturan di bawahnya.

Keempat kaidah dasar moral tersebut adalah: a) Prinsip Autonomy adalah prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan adanya informed concent. b) Prinsip Beneficence adalah prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan demi kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga harus mendatangkan manfaat yang lebih besar dibandingkan keburukannya. c) Prinsip non-maleficience yang berarti tidak berbuat merugikan. Dalam praktik kedokteran yang terpenting adalah memperkecil risiko dari tindakan yang dilakukan. Pernyataan klasik first, do no harm masih tetap berlaku dan diikuti hingga saat ini d)


(4)

4

Prinsip Justice yang berarti keadilan. Perbedaan kedudukan sosial, status ekonomi, pekerjaan, ras, budaya, agama, status pernikahan, dan gender tidak boleh mengubah keputusan dokter terhadap pasiennya. Kesehatan pasien harus menjadi pertimbangan utama bagi seorang dokter.

Etika telah menjadi bagian penting dalam dunia kedokteran. Keterlibatan tersebut dimulai sejak masa Hippocrates, seorang ahli pengobatan Yunani yang dianggap sebagai pelopor etika kedokteran pada abad ke-5 SM,. Dari Hippocrates muncul konsep pengobatan sebagai profesi, dimana ahli pengobatan membuat janji di depan masyarakat bahwa mereka akan menempatkan kepentingan pasien mereka di atas kepentingannya sendiri (Williams, 2005).

Seperti yang telah dijelaskan oleh Beuchamp dan Childress (2001) bahwa keputusan etik harus mempertimbangkan keempat prinsip etika kedokteran. Dalam mencapai keputusan etik yang tepat diperlukan suatu sensitivitas etika yang mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi konten etis dari setiap kondisi tertentu (Sidani et. al 2009).

Sensitivitas etika merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan medis yang tepat, dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana keputusan tersebut akan dipengaruhi oleh faktor individual (Sidani et. al, 2009) dan lingkungan yang berkaitan dengan lamanya seseorang tersebut mempunyai pengalaman dalam menghadapi dilema etika kedokteran (Afandi, 2011).

2. Instrumen Penilaian Etika Kedokteran

Ada beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk menilai sensitivitas etika. Instrumen pertama yang dikembangkan oleh Departemen of Intensive Care, Free University of Brussels, Belgium pada tahun 1989. Pada penelitian tersebut menghasilkan suatu kuesioner yang dapat digunakan untuk menilai sensitivitas etika seseorang (Vincent, 1990). Dalam kuesioner tersebut dipaparkan 15 pertanyaan terkait masalah-masalah etik yang biasa terjadi di rumah sakit.


(5)

5

Namun, kuesioner yang dikembangkan oleh Vincent tersebut tidak memiliki gold standa rd penilaian sehingga cukup sulit untuk digunakan sebagai instrumen penelitian kuantitatif. Kemudian Hebert et. al (1992) melakukan penelitian serupa dalam menilai sensitivitas etika dan menunjukkan hasil yang memuaskan. Dalam penelitian tersebut menggunakan empat sketsa masalah etika kedokteran yang mencakup prinsip autonomy, beneficience, dan justice. Sketsa-sketsa yang digunakan sudah mempunyai gold standard penilaian sehingga dapat dimodifikasi dalam penelitian selanjutnya.

Studi selanjutnya yang dilakukan oleh Page (2012) memeroleh hasil bahwa dalam mengukur sensitivitas etika berdasarkan empat prinsip etika kedokteran yang pertama kali dipaparkan oleh Beauchamp dan Childress dapat menggunakan metodologi AHP (Analytic Hierarchy Process). Metode AHP yang dirancang untuk mengukur sensitivitas dari prinsip-prinsip etika medis tersebut menggunakan skenario-skenario yang telah disiapkan sesuai dengan empat prinsip standar yang diusulkan oleh Beauchamp dan Childress serta menambahkan dua prinsip lainnya yaitu kerahasiaan dan pengungkapan kebenaran yang sebenarnya sudah tertanam dalam prinsip autonomy (Beauchamp and Childress, 2001).

Metode AHP dalam penilaian sensitivitas etika lebih dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan seorang dokter. Penyajian skenario dan penilaian gold standard juga tidak dijelaskan. Oleh karena itu, metode AHP kurang sesuai dalam penelitian yang ingin dilakukan. Pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang dikembangkan Hebert et.al (1992) yang pernah melakukan penelitian mengenai sensitivitas etika dengan metode penalaran kasus/sketsa. Dalam penelitian tersebut diuraikan bahwa terdapat empat kasus yang digunakan. Keempat kasus tersebut sudah mencakup tiga prinsip etika kedokteran, yaitu autonomy, beneficience, dan justice. Prinsip keempat yaitu non-maleficience tidak masuk dalam penilaian dalam kuesioner karena dianggap sudah terwakili dalam prinsip beneficience.


(6)

6

Setelah semua kasus etik diuraikan, mahasiswa diminta menjelaskan sikap seorang dokter yang sesuai dengan etika kedokteran dalam mengahdapi dilemma etik tersebut. Selanjutnya dari jawaban-jawaban mahasiswa yang merupakan data kualitatif akan dikonversikan menjadi skor-skor tertentu yang telah ditetapkan. Pemilihan instrumen penelitian berdasarkan pada gold standard penilaian kuesioner yang sudah ditetapkan pada penelitian sebelumnya.

Berikut adalah gold standa rd di masing-masing kasus etika yang akan menjadi daftar pertanyaan dalam kuesioner.

Tabel 2.1 Gold standard penilaian kuesioner sensitivitas etika

Autonomy Beneficience Justice Total

Kasus 1 3 2 2 7

Kasus 2 4 3 2 9

Kasus 3 2 2 2 6

Kasus 4 5 2 0 7

Total 14 9 6 29

B.Pelayanan Prima Kesehatan 1. Pengertian

Dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, perlu adanya Standar Pelayanan Minimal (SPM), termasuk pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit. SPM yang dimaksud adalah penyelenggaraan pelayanan manajemen rumah sakit yang meliputi pelayanan medik, pelayanan rawat inap dan rawat jalan yang minimal harus diselenggarakan oleh rumah sakit. Sesuai dengan standar yang ditetapkan di dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/MENKES/SK/II/2008 tentang SPM yang harus diterapkan di Rumah Sakit seluruh Indonesia.


(7)

7

Dengan adanya peraturan tersebut, pihak rumah sakit harus memiliki tenaga kesehatan yang terdidik untuk menerapkan standar kinerja yang sudah disepakati dan ditetapkan oleh instansi termasuk peran mereka untuk melayani pasien. Tenaga kesehatan yang terdidik dapat diperoleh dari pendidikan kedokteran yang juga telah distandardisasi sesuai dengan Standar Profesi Dokter yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia Tahun 2006.

Di sisi lain, kualitas pelayanan kesehatan juga dapat dievaluasi (Nieva et. Al, 2003). Tolok ukur untuk mengevaluasi keberjalanan pelayanan kesehatan salah satunya adalah dengan menilai tingkat kepuasan pasien (Aharony, 1993). Menurut Bartlett dalam Aharony (1993), kepuasan pasien adalah komponen penting dalam suatu pembangunan kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini dikarenakan kepuasan pasien dapat mempengaruhi partisipasi pasien dalam tatalaksana penyakitnya hingga kepatuhan pasien dalam pengobatannya.

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan senang yang dialami pasien karena merasakan kesesuaian antara apa yang diharapkan dengan kinerja layanan kesehatan yang diperoleh (Imbalo, 2006). Sejalan dengan Oliver dalam Irawan (2003) mengungkapkan kepuasan pasien sebagai respon pemenuhan harapan dan kebutuhan pasien. Respon ini sebagai hasil dari penilaian pasien bahwa pelayanan yang didapatkan sudah memberikan tingkat pemenuhan kebutuhan.

2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Pasien

Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi kepuasan pasien. Hal paling mendasar adalah kualitas dari produk atau jasa yang diberikan (Nooria, 2008).

Dalam dunia kesehatan produk dapat berupa pengobatan dan jasa yang diberikan dalam bentuk pelayanan dari tenaga kesehatan. Selain itu, faktor emosional juga akan menentukan tingkat kepuasan pasien. Pasien akan merasa puas jika mendapatkan perawatan di rumah sakit yang


(8)

8

memiliki tampilan yang diyakini masyarakat sudah member pelayanan yang berkualitas (Powell, 2001).

Selain kedua aspek tersebut, biaya dan komunikasi juga menjadi faktor yang memengaruhi kepuasan pasien. Dari segi biaya yang terjangkau dan pelayanan yang optimal, maka pasien cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut. Terakhir adalah aspek komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi antara dokter dan pasien. Adanya komunikasi yang baik dan didukung dengan empati dokter, maka pasien akan lebih memahami tentang edukasi yang diberikan sehingga akan meningkatkan kepatuhannya dalam menjadi pengobatan (Daldiyono, 2006).

Berdasarkan beberapa pernyataan yang telah diuraikan sebelumnya, maka ada salah satu aspek yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien adalah terkait pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pada proses pembelajaran mahasiswa program studi profesi dokter, lingkungan klinis menjadi lingkungan belajar dalam aplikasi teori yang telah didapatkan (Dornan et.al, 2007). Oleh karena itu, dalam hal ini ahasiswa profesi dokter juga merupakan tenaga kesehatan yang memiliki andil dalam penyediaan layanan kesehatan.

3. Instrumen Penilaian Kepuasan Pasien

Kualitas pelayanan dikatakan memuaskan jika jasa yang diterima sesuai dengan persepsi awal atau melebihi dari yang diharapkan. Kualitas pelayanan dikatakan tidak memuaskan jika pelayanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan. Tingkat kepuasan pasien tersebut dapat diukur dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner sebagai alat ukurnya (Almasdy, 2015).

Terdapat beberapa kuesioner yang telah dikembangkan untuk menilai tingkat kepuasan pasien. Secara umum kuesioner tersebut dikenal dengan Patient Satisfaction Questionnaire (PSQ). Kuesioner tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu jenis long-form dan short-form. Jenis long-form terdiri


(9)

9

dari 51 daftar pertanyaan, sedangkan jenis short-form hanya dengan 11 pertanyaan (Powell, 2001).

Pada tahun 2012 dikembangkan kembali sebuah instrument penilaian tingkat kepuasan pasien yang diberi nama The Core questionnaire for the assessment of Patient Satisfaction (COPS). Kuesioner tersebut adalah sebuah kuesioner singkat yang digunakan untuk mengukur kepuasan pasien yang dirawat di Rumah Sakit Pendidikan (Kleefstra et. al, 2012).

Validitas dan reliabilitas COPS telah diuji pada penelitian terdahulu. Uji korelasi Spearman item total untuk instrumen COPS bahasa Inggris menunjukkan validitas ρ-value ≥ 0,5 dan hasil uji reliabilitas dengan menggunakan Chronbach’s Alpha sebesar 0,70. COPS terdiri dari enam dimensi, masing-masing dimensi terdiri dari dua hingga empat pertanyaan. Keenam dimensi tersebut meliputi prosedur pendaftaran, pelayanan keperawatan, perawatan medis, informasi, otonomi dan pemulihan setelah keperawatan (Kleefstra et. al, 2012). COPS menggunakan model skala Likert yang dimodifikasi menjadi 5 pilihan jawaban, yaitu: skor 1 untuk sangat tidak setuju (STS), skor 2 untuk tidak setuju (TS), skor 3 untuk kurang setuju (TS), dan skor 4 untuk setuju (S), dan skor 5 untuk sangat setuju (SS) (Kleefstra et. al, 2010).

C.Keterkaitan Sensitivitas Etika Kedokteran terhadap Kepuasan Pasien Prinsip etika kedokteran terdiri dari 4 komponen yaitu justice, non-maleficince, beneficience dan autonomy. Empat prinsip tersebut harus dipahami seorang dokter. Hal ini berkaitan dengan peran dokter sebagai suatu profesi yang elemen intinya didasarkan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang kompleks yang ditujukan untuk pelayanan umum dengan kode etik dalam menjalankannya (Cruess, 2009).

Pelayanan yang diberikan seorang dokter berdasar pada etika kedokteran yang diimplementasikan pada interaksi antara dokter dengan pasien (Sujudi, 2002). Dengan demikian, sensitivitas etika kedokteran


(10)

10

merupakan hal penting yang harus dimiliki seorang dokter dan pada dasarnya sensitivitas tersebut harus mulai dimiliki mahasiswa kedokteran, terutama yang sedang menjalani pendidikan profesi.

Perlunya sensitivitas etika erat kaitannya dengan penilaian sejauh mana seseorang memahami etika tersebut. Oleh karena itu, dalam hal ini mahasiswa profesi dokter sudah harus memiliki sensitivitas etika kedokteran yang baik untuk menunjang peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Kemudian dengan adanya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dapat dievaluasi dengan penilaian tingkat kepuasan pasien (Daldiyono, 2006).

IX. Kerangka Konsep

Keterangan:

Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti

Bagan 2.1. Kerangka Konsep

Etika Kedokteran

Kepuasan Pasien Prinsip Etika

Autonomy Beneficience Non-maleficience Justice

Penilaian Aplikasi

Sensitivitas Etika

Komunikasi dokter-pasien Pengambilan keputusan medik

Kepatuhan Pasien Faktor yang

memengaruhi: Pelayanan Emosional pasien Biaya


(11)

11 X. Hipotesis

Ada hubungan antara sensitivitas etika kedokteran pada mahasiswa program studi profesi dokter dengan tingkat kepuasan pasien di RSUD Dr.Moewardi XI. Metode Penelitian

A.Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan potong lintang yaitu dilakukan dengan pengamatan sesaat atau dalam suatu periode tertentu yang variabel bebas dan variabel tergantung diukur satu kali dalam kesempatan yang sama (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

B.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan September – November 2016.

C.Subjek Penelitian 1. Populasi

Penelitian ini mempunyai dua kelompok populasi, yaitu pasien dan mahasiswa program studi profesi dokter. Berikut adalah kriteria eksklusi dan inklusi yang telah ditetapkan, yaitu:

a.Kriteria Inklusi 1) Mahasiswa

a) Mahasiswa program studi profesi dokter FK UNS yang masih aktif.

b) Bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangai informed consent

2) Pasien

a) Pasien berusia 20-55 tahun yang sedang dirawat inap di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.


(12)

12

b) Pernah mendapat pelayanan oleh mahasiswa program studi profesi dokter.

b.Kriteria Eksklusi 1) Mahasiswa

a) Mengundurkan diri sebagai responden dalam penelitian b) Tidak melengkapi jawaban pada kuesioner yang diberikan. 2) Pasien

a) Mengundurkan diri sebagai responden dalam penelitian b) Tidak melengkapi jawaban pada kuesioner yang diberikan. 2. Sampel

a. Besar sampel

Dalam penelitian ini terdiri dari dua sampel yaitu sampel pasien dan sampel mahasiswa. Burhan Bungin (2005), memiliki pendapat bahwa ukuran sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

1 N.d

N

n 2

Keterangan: n = Ukuran sampel N = Ukuran Populasi

d = nilai presisi/ketepatan meramalkan.

Sampel pasien yang dibutuhkan apabila setiap bulan pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi mencapai 8.000 orang, dengan presisi sebesar 10% (0,1) maka ukuran sampel dapat diperoleh sebesar 98,76, dibulatkan menjadi 99 orang.

Sedangkan jumlah populasi mahasiswa program studi profesi dokter sebanyak 488 orang. Dengan presisi 10% (0,1) maka ukuran sampel dapat diperoleh sebesar 87,92 dibulatkan menjadi 88 mahasiswa. b. Teknik sampling


(13)

13

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel pasien menggunakan teknik stratified random sa mpling atau pengambilan sampel secara acak stratifikasi. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan teknik proportional stratified random sampling agar perimbangan sampel dari masing-masing kelompok memadai (Notoatmojo, 2003). Teknik ini digunakan dalam penentuan sampel pasien agar masing-masing pasien bangsal terwakili.

Setelah diketahui jumlah pasien yang akan dijadikan sampel di setiap bangsal, dilakukan secara acak sederhana dengan sistem undian untuk masing-masing strata. Langkah-langkah yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah sebagai berikut:

a. Peneliti mendaftar semua anggota populasi.

b. Nomor yang tertera di bed rawat inap ditulis dalam suatu kertas undian.

c. Kertas undian tersebut lalu digulung dan dimasukkan ke wadah kemudian dilakukan pengadukan.

d. Peneliti mengambil gulungan kertas satu per satu sampai diperoleh sejumlah sampel yang diperlukan.

Sedangkan dalam menentukan sampel mahasiswa adalah dengan menggunakan teknik convenience sampling. Mahasiswa yang bersedia dan sedang tidak sedang melakukan pelayanan akan dijadikan sampel.


(14)

14 D. Rancangan Penelitian

Bagan 3.1 Rancangan Penelitian

Pasien rawat inap di RSUD Dr.Moewardi Mahasiswa Program Studi

Profesi Dokter FK UNS Convenience

sampling

Informed consent

Stratified random sampling Sampel

Mahasiswa

Sampel Pasien Medical Ethics

Vignettes

The Core questionnaire for the assessment of Patient Satisfaction

(COPS)

Analisis Data


(15)

15 E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sensitivitas etika kedokteran. 2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat kepuasan pasien. 3. Variabel Luar

Variabel luar penelitian ini adalah angkatan, kondisi emosional, sikap, minat, pengalaman dan pengetahuan sebelumnya.

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

a. Definisi: sensitivitas etika kedokteran yang merupakan hasil dari jawaban-jawaban mahasiswa terhadap contoh sketsa/kasus etika yang diberikan lalu dikonversikan menjadi sebuah nilai.

b. Alat ukur : sketsa penilaian sensitivitas etika kedokteran yang dikembangkan oleh Hebert et.al pada tahun 1992 dan telah dimodifikasi.

c. Skala pengukuran variabel: rasio 2. Variabel terikat

a. Definisi: tingkat kepuasan pasien yang merupakan hasil dari

b. Alat ukur : The Core questionnaire for the assessment of Patient Satisfaction(COPS) yang telah dimodifikasi.

c. Skala pengukuran variabel: rasio G. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Formulir biodata

2. Informed consent

3. Modifikasi sketsa penilaian sensitivitas etika kedokteran hasil penelitian Hebert et. Al (1992)


(16)

16 H. Cara Kerja

1. Peneliti menentukan dua kelompok populasi yaitu mahasiswa Program Studi Profesi Dokter FK UNS Surakarta dan pasien rawat inap di RSUD D.Moewardi

2. Peneliti melakukan sampling terhadap populasi target, sehingga diperoleh kelompok responden.

3. Responden yang bertindak sebagai sampel diberikan kuesioner, lembar informed consent, dan formulir biodata.

4. Responden mengisi kuesioner, lembar informed consent, dan formulir biodata.

5. Menghitung total skor kuesioner sensitivitas etika kedokteran (untuk mahasiswa) sebagai data untuk variabel bebas.

6. Menghitung total skor kuesioner patient satisfaction sebagai data untuk variabel terikat.

7. Analisis statistik data yang diperoleh.

I. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini akan dianalisis menggunakan uji korelasi Pearson. Syarat penggunaan uji korelasi pearson adalah distribusi data normal, maka harus dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Uji normalitas data pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dikarenakan jumlah sampel yang akan dianalisis lebih dari 50. Jika pada hasil uji normalitas data tidak terdistribusi normal, maka peneliti akan menggunakan uji korelasi Spearman.


(17)

17 J. Jadwal Penelitian

XII. Daftar Pustaka

Afandi D, Ismail RI, Purwadianto A (2011). Refleksi Dokter terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, volume 61 No.3, pp: 107-110.

Aharony L, Strasser S (1993). Patient Satisfaction: What We Know about and What We Still Need to Explore, Medical Care Review 50:1.

Almasdy D, Yulihasri, Putri DD (2015). Pengembangan Instrumen Penilaian Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jurnal Sains Farmasi dan Klinis Vol. 1 No.2, pp: 170-175.

Keterangan

Bulan di tahun 2016

Maret April Mei Juni September Oktober 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pembuatan

proposal

Pembimbingan dan usulan proposal

Proposal siap

Ujian proposal

Pengumpulan data

Analisis data

Penyelesaian hasil penelitian


(18)

18

Amin Z, Eng KH, Gwee M, Rhoon KD, Hoon TC (2005). Medical Education in South East Asia: Emerging Issues, Challenges and Opportunities, Blackwell Science Ltd. Medical Education, 33: 829-832.

Beauchamp TL, Childress J (2001). Principles of Biomedical Ethics 5th ed, Oxford University Press, pp:1-2.

Bungin, Burhan, 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Prenada Media, Jakarta.

Coovadia H, jewkes R, Sanders D, Mclntyre D (2009). The Health and Health System of South Afrika: Historical Roots of Current Public Health Challenges, www.thelancet.com, 374: 817-832.

Daldiyono (2006). Menuju seni ilmu kedokteran. Bagaimana dokter berpikir, bekerja, dan menampilkan diri. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, p.238.

Dornan T, Boshuizen H, King N, Scherpbier A (2007). Experience-based learning: a model linking the processes and outcomes of medical students workplace learning. Blackwell Publishing Ltd 2007. Medical Education Journal 2007; 41. pp: 84–91

Haryanto OH, Ollivia (2009). Pengaruh Faktor Pelayanan Rumah Sakit, Tenaga Medis, dan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit terhadap Intensi Pasien Indonesia untuk Berobat di Singapura. Jurnal Ekonomi dan Bisnis No.2 Vol. 14, pp: 144-145.

Haynes RB (2002). What Kind of Evidence-Based Medicine Advocates Want Health Care Providers and Costumer to Pay Attention to? BMC Health Services, 2(3): 1-7.

Hebert PC, Meslin EM, Dunn EV (1992). Measuring the Ethical sensitivity of Medical Students: a Study at the University of Toronto, Journal of Medical Ethics, 18: 142-147.

Imbalo S (2006). Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-dasar Pengertian dan Penerapan, Jakarta: EGC.


(19)

19

Irawan (2003). Pendekatan Mutu dan Kepuasan Pelanggan dalam Pelayanan Kesehatan. Thesis UNHASS

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011). Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011-2025. Jakarta: Kemenkes RI

Kleefstra et al. (2012). An instrument assessing patient satisfaction with day care in hospitals. BMC Healthcare Service Research 12:125, pp: 2-8. Mosadeghrad AM (2012). A conceptual framework for quality of care. Mat

Soc Med 24: 251–61. doi: 10.5455/msm.2012.24.251-261

Muhson, Ali (2009). Peningkatan Minat Belajar dan Pemahaman Mahasiswa Melalui Penerapan Problem-Based Learning. Jurnal Kependidikan Vol. 39 No. 2, pp:171-182.

Nieva VF, Sorra J (2003). Safety culture assessment: a tool for improving patient safety in healthcare organizations, pp:17-23Diakses 26 Mei 2016 dari http://qualitysafety.bmj.com/12(2).

Nursalam (2011). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Saleba Medika, pp: 328-329.

Powell, Linda (2001). Patient Satisfaction Surveys for Critical Access Hospitals. Mountain States Group, Inc, pp: 5-7.

Sastroasmoro S dan Ismael S (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke 4. Jakarta: Sagung Seto.

Sujudi A, Sulaiman A, Ismael S (2002). 150 tahun pendidikan dokter di Indonesia, menuju persaingan global. Jakarta: Temu Ilmiah Akbar, KPPIK, FKUI.

Surat Keputusan MENKES Nomor 228/MENKES/SK/III/2002 tentang pelayanan minimal (SPM).

Vincent JL (1990). European Attitudes Towards Ethical Problems in Intensive Care Medicine: Result of An Ethical Questionnaire. Springer 16: 256-264 William JR (2005). Medical Ethics Manual 1st Edition. Ethics Unit of the

World Medical Association, pp: 4-6.

Yuwono, Ismantoro Dwi (2011). Memahai Berbagai Etika Profesi dan Pekerjaan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.


(1)

14 D. Rancangan Penelitian

Bagan 3.1 Rancangan Penelitian

Pasien rawat inap di RSUD Dr.Moewardi Mahasiswa Program Studi

Profesi Dokter FK UNS Convenience

sampling

Informed consent

Stratified random sampling Sampel

Mahasiswa

Sampel Pasien Medical Ethics

Vignettes

The Core questionnaire for the assessment of Patient Satisfaction

(COPS)

Analisis Data


(2)

15 E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sensitivitas etika kedokteran.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat kepuasan pasien.

3. Variabel Luar

Variabel luar penelitian ini adalah angkatan, kondisi emosional, sikap, minat, pengalaman dan pengetahuan sebelumnya.

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

a. Definisi: sensitivitas etika kedokteran yang merupakan hasil dari jawaban-jawaban mahasiswa terhadap contoh sketsa/kasus etika yang diberikan lalu dikonversikan menjadi sebuah nilai.

b. Alat ukur : sketsa penilaian sensitivitas etika kedokteran yang dikembangkan oleh Hebert et.al pada tahun 1992 dan telah dimodifikasi.

c. Skala pengukuran variabel: rasio 2. Variabel terikat

a. Definisi: tingkat kepuasan pasien yang merupakan hasil dari

b. Alat ukur : The Core questionnaire for the assessment of Patient Satisfaction(COPS) yang telah dimodifikasi.

c. Skala pengukuran variabel: rasio G. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Formulir biodata 2. Informed consent

3. Modifikasi sketsa penilaian sensitivitas etika kedokteran hasil penelitian Hebert et. Al (1992)


(3)

16 H. Cara Kerja

1. Peneliti menentukan dua kelompok populasi yaitu mahasiswa Program Studi Profesi Dokter FK UNS Surakarta dan pasien rawat inap di RSUD D.Moewardi

2. Peneliti melakukan sampling terhadap populasi target, sehingga diperoleh kelompok responden.

3. Responden yang bertindak sebagai sampel diberikan kuesioner, lembar informed consent, dan formulir biodata.

4. Responden mengisi kuesioner, lembar informed consent, dan formulir biodata.

5. Menghitung total skor kuesioner sensitivitas etika kedokteran (untuk mahasiswa) sebagai data untuk variabel bebas.

6. Menghitung total skor kuesioner patient satisfaction sebagai data untuk variabel terikat.

7. Analisis statistik data yang diperoleh.

I. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini akan dianalisis menggunakan uji korelasi Pearson. Syarat penggunaan uji korelasi pearson adalah distribusi data normal, maka harus dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Uji normalitas data pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dikarenakan jumlah sampel yang akan dianalisis lebih dari 50. Jika pada hasil uji normalitas data tidak terdistribusi normal, maka peneliti akan menggunakan uji korelasi Spearman.


(4)

17 J. Jadwal Penelitian

XII. Daftar Pustaka

Afandi D, Ismail RI, Purwadianto A (2011). Refleksi Dokter terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, volume 61 No.3, pp: 107-110.

Aharony L, Strasser S (1993). Patient Satisfaction: What We Know about and What We Still Need to Explore, Medical Care Review 50:1.

Almasdy D, Yulihasri, Putri DD (2015). Pengembangan Instrumen Penilaian Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jurnal Sains Farmasi dan Klinis Vol. 1 No.2, pp: 170-175.

Keterangan

Bulan di tahun 2016

Maret April Mei Juni September Oktober

2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pembuatan proposal

Pembimbingan dan usulan proposal

Proposal siap

Ujian proposal

Pengumpulan data

Analisis data

Penyelesaian hasil penelitian


(5)

18

Amin Z, Eng KH, Gwee M, Rhoon KD, Hoon TC (2005). Medical Education in South East Asia: Emerging Issues, Challenges and Opportunities, Blackwell Science Ltd. Medical Education, 33: 829-832.

Beauchamp TL, Childress J (2001). Principles of Biomedical Ethics 5th ed, Oxford University Press, pp:1-2.

Bungin, Burhan, 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Prenada Media, Jakarta.

Coovadia H, jewkes R, Sanders D, Mclntyre D (2009). The Health and Health System of South Afrika: Historical Roots of Current Public Health Challenges, www.thelancet.com, 374: 817-832.

Daldiyono (2006). Menuju seni ilmu kedokteran. Bagaimana dokter berpikir, bekerja, dan menampilkan diri. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, p.238.

Dornan T, Boshuizen H, King N, Scherpbier A (2007). Experience-based learning: a model linking the processes and outcomes of medical students workplace learning. Blackwell Publishing Ltd 2007. Medical Education Journal 2007; 41. pp: 84–91

Haryanto OH, Ollivia (2009). Pengaruh Faktor Pelayanan Rumah Sakit, Tenaga Medis, dan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit terhadap Intensi Pasien Indonesia untuk Berobat di Singapura. Jurnal Ekonomi dan Bisnis No.2 Vol. 14, pp: 144-145.

Haynes RB (2002). What Kind of Evidence-Based Medicine Advocates Want Health Care Providers and Costumer to Pay Attention to? BMC Health Services, 2(3): 1-7.

Hebert PC, Meslin EM, Dunn EV (1992). Measuring the Ethical sensitivity of Medical Students: a Study at the University of Toronto, Journal of Medical Ethics, 18: 142-147.

Imbalo S (2006). Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-dasar Pengertian dan Penerapan, Jakarta: EGC.


(6)

19

Irawan (2003). Pendekatan Mutu dan Kepuasan Pelanggan dalam Pelayanan Kesehatan. Thesis UNHASS

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011). Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011-2025. Jakarta: Kemenkes RI

Kleefstra et al. (2012). An instrument assessing patient satisfaction with day care in hospitals. BMC Healthcare Service Research 12:125, pp: 2-8. Mosadeghrad AM (2012). A conceptual framework for quality of care. Mat

Soc Med 24: 251–61. doi: 10.5455/msm.2012.24.251-261

Muhson, Ali (2009). Peningkatan Minat Belajar dan Pemahaman Mahasiswa Melalui Penerapan Problem-Based Learning. Jurnal Kependidikan Vol. 39 No. 2, pp:171-182.

Nieva VF, Sorra J (2003). Safety culture assessment: a tool for improving patient safety in healthcare organizations, pp:17-23Diakses 26 Mei 2016 dari http://qualitysafety.bmj.com/12(2).

Nursalam (2011). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Saleba Medika, pp: 328-329.

Powell, Linda (2001). Patient Satisfaction Surveys for Critical Access Hospitals. Mountain States Group, Inc, pp: 5-7.

Sastroasmoro S dan Ismael S (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke 4. Jakarta: Sagung Seto.

Sujudi A, Sulaiman A, Ismael S (2002). 150 tahun pendidikan dokter di Indonesia, menuju persaingan global. Jakarta: Temu Ilmiah Akbar, KPPIK, FKUI.

Surat Keputusan MENKES Nomor 228/MENKES/SK/III/2002 tentang pelayanan minimal (SPM).

Vincent JL (1990). European Attitudes Towards Ethical Problems in Intensive Care Medicine: Result of An Ethical Questionnaire. Springer 16: 256-264 William JR (2005). Medical Ethics Manual 1st Edition. Ethics Unit of the

World Medical Association, pp: 4-6.

Yuwono, Ismantoro Dwi (2011). Memahai Berbagai Etika Profesi dan Pekerjaan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.