INTEGRASI PELAYANAN PEMBELAJARAN INKLUSI DI SD NEGERI SUMBERREJO KECAMATAN NGOMBOL KABUPATEN PURWOREJO Integrasi Pelayanan Pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo.

(1)

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Kepada

Program Studi Magister Manjemen Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Oleh:

TRI SUMARNI Q 100.100.210

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2012


(2)

INTEGRASI PELAYANAN PEMBELAJARAN INKLUSI DI SD NEGERI

SUMBERREJO KECAMATAN NGOMBOL KABUPATEN PURWOREJO

TELAH DISETUJUI OLEH

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Eko Supriyanto, S.H,M.Hum Dr. Sabar Narimo, M.M,M.Pd

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012


(3)

INTEGRASI PELAYANAN PEMBELAJARAN INKLUSI DI SD NEGERI

SUMBERREJO KECAMATAN NGOMBOL KABUPATEN PURWOREJO

Oleh:

1

Tri Sumarni, 2Eko Supriyanto, 3Sabar Narimo

1

Tenaga Pendidik Kabupaten Purworejo

2

Staf Pengajar UMS Surakarta

3

Staf Pengajar UMS Surakarta Abstract

The purpose of this research is to describe (1) integration of inclusion learning planing Elementary School State Sumberrejo, Ngombol District, Purworejo, (2) integration of Inclusion learning implementation in Elementary School State Sumberrejo, Ngombol District, Purworejo, (3) evalution of Inclusion learning in Elementary School State Sumberrejo, Ngombol District, Purworejo. This is a qualitative. Techniques of data analysis in this research used analyzes model that is the data collection, data reduction, data presentation, and conclusion. The validity of the data in this research includes credibility (internal validity), transferability (external validity), dependability (reliability), and conformability (objectivity).

The results of this research are (1) a conceptual model of inclusion learning in Elementary School State Sumberrejo, Ngombol District, Purworejo is intended to help the ABK (Children with Special Needs) in the scope of the Ngombol District. (2) integration of inclusion learning plan in Elementary School State Sumberrejo, Ngombol District, Purworejo includes services provided to children who many moves (hyperactivity), quiet child but rather outlines his heart with a picture, a child who likes to annoy other children, children who slow learning in this case is a child who does not speak fluently. (3) Integration of Inclusion learning implementation in Elementary School State Sumberrejo, Ngombol District, Purworejo is the subject matter is same with other students but it just adapted to the ability of the children with special needs. (4) Barriers encountered in the inclusive learning in Elementary School State Sumberrejo, Ngombol District, Purworejo include there is no special assistant teacher for children with special needs, the fund that owned still not sufficient, facilities and infrastructure is still incomplete.

Keywords:, Integration, Planning, implementation, Evalution, Inclusion

PENDAHULUAN

Memasuki awal tahun 2000 dunia pendidikan Indonesia telah memasuki perubahan paradigma, yang menandai bahwa layanan pendidikan


(4)

bagi anak berkebutuhan khusus bergeser dari sistem layanan ekslusif menuju layanan yang bersifat inklusif. Melalui Pendidikan Inklusif ini diharapkan sekolah-sekolah biasa dapat melayani semua anak, terutama mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Perintisan sekolah untuk inklusi agar pengembangan sekolah biasa yang melayani penuntasan Wajib Belajar bagi Anak Berkebutuhan Khusus sesuai dengan SK Mendiknas Nomor Nomor 070/U/2009. Sebagai bagian dari masyarakat ilmiah, maka pendidik Indonesia juga sudah seyoganya mulai memasyarakatkan konsep ini dengan tidak lupa menggunakan pemikiran-pemikiran kritis dan kesadaran tinggi bahwa tidak ada proses sosialisasi dan implementasi apapun termasuk pendidikan, yang diharapkan terjadi dengan mudah dan dalam tempo yang singkat.

Perubahan ini membawa konsekuensi yang sangat luas, dikarenakan sistem layanan pendidikan inklusif mempersyaratkan agar semua anak yang memiliki kebutuhan khusus dapat dilayani pendidikannya di sekolah reguler terdekat. Jika kita tengok lebih jauh banyak perasalahan dari kurang optimalnya pengembangan kemampuan bagi anak berkebutuhan khusus. Apabila anak berkebutuhan khusus (ABK) hanya dilayani pada sekolah luar biasa (SLB), tentulah menjadikan kenyataan yang miris. Seperti kita ketahui sebelumya, jumlah sekolah SLB di daerah lebih sedikit dengan jarak yang jauh pula. Lokasi SLB pada umumnya berada di Ibukota kabupaten atau kotamadya, padahal anak-anak berkebutuhan khusus tersebut tersebar tidak hanya di Ibukota Kabupaten atau kotamadya, namun juga di pelosok kecamatan atau desa. Akibatnya, sebagian anak berkebutuhan khusus tidak bersekolah karena lokasi SLB yang ada jauh dari tempat tinggalnya, sehingga tak ayal membutuhkan biaya yang lebih, apalagi bagi anak berkebutuhan khusus dengan ekonomi keluarga yang minim. Tak heran pula bila banyak anak berkebutuhan khusus tidak mengenyam pendidikan. Fenomena ini jauh dari realitas kota, meskipun banyak kita temui sekolah luar biasa, tetapi masih ada juga orangtua yang tidak mau menyekolahkannya dengan alasan malu. Belum lagi dari segi individu anak


(5)

sendiri yang tentulah juga akan merasakannya. Bukanlah hal yang mustahil apabila anak berebutuhan khusus mempunyai intelektual yang normal atau bahkan di atas rata-rata tetapi di sekolahkan di SLB, tentu saja akan kurang optimal. Hal ini bukan bermaksud untuk mendiskritkan sekolah luar biasa, tetapi lebih menonjolkan bahwa sekarang bukan jamannya lagi untuk mendeskriminasikan. Untuk itulah perlu dilakukan terobosan dengan memberikan kesempatan dan peluang kepada anak berkebutuhan khusus memperoleh pendidikan di sekolah biasa (SD, SMP, SMA dan SMK) terdekat yang disebut dengan istilah “Pendidikan Inklusif”.

Data yang terhimpun dari Dit.PK-LK Dikdas sampai tahun 2011 ini ada sebanyak 356.192 anak berkebutuhan khusus (ABK). Namun baru terlayani 85.645 ABK yang memperoleh layanan pendidikan pada Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Sekolah Terpadu maupun sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Artinya sebanyak 249.339 ABK (70%) usia 5-18 tahun yang belum sekolah. Data sementara dari Dit.PPK-LK Dikdas tahun 2010/2011 lebih dari 1.654 sekolah penyelenggara pendidikan inklusif (SD-SMP) yang melayani 18.176 ABK dengan disabilitas. Sementara jumlah Sekolah Luar Biasa (SLB) baik negeri dan swasta sebanyak 1.785 sekolah. Sejak delapan tahun terakhir pendidikan inklusif telah menjadi solusi alternatif mewujudkan pendidikan untuk semua.

Ini adalah persoalan pendidikan bagi siswa yang tidak memiliki hambatan dan atau kelainan, namun dapat memahami dan menerima teman sebaya yang menyandang hambatan di kelas mereka. Membantu sekolah memadang dirinya sendiri sebagai komunitas yang inklusif yang harus menemukan cara-cara pemahaman dan pelayanan lebih baik bagi semua anggotanya. Ini adalah suatu persoalan pendidikan juga secara terintegrasi atau penyatuan dan menerima semua anak-anak serta jenis-jenis layanan terbaik bagi anak.


(6)

Dengan dilaksanakannya program pendidikan inklusi, maka diharapkan anak berkebutuhan khusus tumbuh secara optimal sesuai dengan kemampuan mereka tanpa mendeskriminasikannya. Langkah awal yang dilakukan di SD Negeri Sumberojo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo merupakan upaya menjembatani kebutuhan khusus agar bersekolah bersama di kelas reguler. Memasuki tahun ke tiga program rintisan pengembangan program pendidikan inklusi, SD Negeri Sumberojo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo telah menerima siswa berkebutuhan khusus agar memperoleh pengalaman belajar dan bersama-sama berbagi dalam kelas inklusi.

“Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang mengikutsertakan anak-anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak-anak-anak-anak yang sebayanya di sekolah regular normal dan pada akhirnya mereka menjadi bagian dari masyarakat tersebut, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif” (Moelyono: 2008: 3). Sedangkan pendidikan inklusi menurutt kemendiknas no 70 tahun 2009 adalah pendidikan inklusif adalah system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Dalam Toolkit LIRP atau Lingkungan Inklusi Ramah Pembelajaran, UNESCO (2007:2-2), memberikan batasan yang lebih luas, inklusi berarti megikutsertakan anak berkelainan seperti anak yang memiliki kesulitan melihat, mendengar, tidak dapat berjalan, lamban dalam belajar, seperti: Anak yang menggunakan bahasa ibu, dan bahasa minoritas yang berbeda dengan bahasa pengantar yang digunakan di dalam kelas, Anak yang beresiko putus sekolah karena korban bencana, konflik, bermasalah dalam sosial ekonomi, daerah terpencil, atau tidak berprestasi dengan baik, Anak yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda, Anak yang beresiko putus sekolah karena kesehatan tubuh yang rentan atau penyakit kronis, seperti asma, kelainan


(7)

jantung bawaan, alergi, bahkan yang terinveksi virus HIV dan AIDS, dan Anak yang berusia sekolah tetapi tidak bersekolah

“Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang menyertakan setiap anggota masyarakat, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus adalah mereka yang mempunyai kebutuhan permanent dan atau sementara untuk memperoleh layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya. Kebutuhan ini dapat muncul karena kelainan bawaan atau diperoleh setelah lahir, kondisi sosial, ekonomi dan atau politik” (Hidayat, 2003:3).

Apabila berdasarkan pengertian paedagogis, pendidikan inklusi mengaitkan pada sistem persekolahan, dimana bentuk-bentuk pengajarannya mengandung aspek-aspek bekerja berpasangan, berkelompok, dan mandiri pada mereka yang berkebutuhan khusus dan yang tidak berkebutuhan khusus. Di dalam inklusi ini anak bekerja sesuai kebutuhan masing-masing, sehingga secara faktual tidak ada kegagalan, bahkan berbagai kekhususan (kelainan) hampir tak nampak kalau bukan karena mereka cacat fisik atau menaiki kursi roda, maka kita sulit menentukan siapa yang berkebutuhan khusus.

Layanan pada hakikatnya merupakan bentuk jasa yang diberikan oleh seseorang, institusi atau perusahaan kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan (Suparno dan Purwanto, 2007: 5). Dalam konteks anak berkebutuhan khusus, layanan diberikan kepada anak-anak yang mengalami kelainan, baik dari segi fisik, mental-intelektual, dan sosial-emosional sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang diberikan. Selama ini pemerintah maupun swasta telah banyak memberiakan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Selain itu dukungan fasilitas dan ketenagaan (SDM) yang tidak sedikit dalam upaya pembinaan dan pelayanan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus selama ini.

Ada beberapa jenis layanan yang bisa diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Namun secara umum akan mencakup (1) layanan medis dan fisiologis, (2) layanan


(8)

sosial-psikologis, dan (3) layanan pedagogis/pendidikan. Beberapa jenis layanan tersebut diberikan oleh para ahli yang kompeten pada bidangnya masing-masing, dan dilakukan berdasarkan kebutuhan anak. Model pendidikan anak berkebutuhan khusus meliputi segregasi, integrasi, dan inklusi.

Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian, melalui sistem integrasi anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak normal belajar dalam satu atap (Suparno dan Purwanto, 2007: 12). Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu, yaitu sistem pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagaian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi. Ada tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986). Ketiga bentuk tersebut adalah: Bentuk Kelas Biasa, Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus, dan Bentuk Kelas Khusus

Penelitian yang dilakukan oleh Julie Hodgesa dan Tian P.S. Oeia (2007) yang berjudul “Would Confucius benefit from psychotherapy? The compatibility of cognitive behaviour therapy and Chinese values”, masalah dalam penelitian ini adalah kompatibilitas konseptual antara terapi perilaku kognitif (CBT) dan nilai-nilai umum di Tiongkok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan terapi perilaku kognitif mampu menanamkan nilai-nilai budaya China. Rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini adalah untuk kedepannya dapat meningkatkan kompatibilitas CBT terhadap budaya Tionghoa. Penelitian yang dilakukan oleh Gilles dan Carrington (2004) dengan judul penelitian Inclusion: Culture, Policy and Practice: A Queensland Perspective, penelitian ini membahas mengenai pembelajaran inklusi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persiapan kurikulum yang berisi berbagai dokumen adminitrasi disiapkan secara spesifik memperlancar pelaksanaan pembelajaran inklusi.


(9)

Penelitian yang dilakukan oleh Susie Miles and Nidhi Singal (2010) yang berjudul “The Education for All and inclusive education debate: conflict, contradiction or opportunity?” hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa Makalah ini dimulai dengan eksplorasi sejarah dari Pendidikan internasional Program untuk Semua (PUS) dan kecenderungan untuk mengabaikan beberapa kelompok yang terpinggirkan anak-anak, khususnya mereka terlihat seperti memiliki 'kebutuhan pendidikan khusus' atau gangguan dan cacat. Pengecualian dari pendidikan 'arus utama' program-program, meskipun diperkirakan tidak dapat diandalkan, angka 90 atau 98% anak di negara-negara Selatan telah, sampai relatif baru-baru ini, sebagian besar tidak tertandingi.

Penelitian yang dilakukan oleh Reicher, Hannelore (2010) yang berjudul “Building Inclusive Education on Social and Emotional Learning: Challenges and Perspectives A Review” hasil dari penelitian ini adalah bahwa Artikel ini berfokus pada isu-isu konseptual dan empiris yang berkaitan dengan hubungan antara pembelajaran sosial dan emosional (SEL) dan pendidikan inklusif. SEL dapat didefinisikan sebagai proses sosialisasi dan pendidikan yang berkaitan dengan keterampilan pribadi, interpersonal dan pemecahan masalah dan kompetensi.

Penelitian yang dilakukan oleh Baker, Edward T. And Others (1995) yang berjudul “The Effects of Inclusion on Learning”, hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa tentang (umumnya positif) inklusi yang efek pada siswa belajar dan hubungan sosial dengan teman sekelas. Tiga meta-analisis mengatasi isu yang paling efektif-setting dengan menghasilkan ukuran umum, ukuran efek. Ini efek ukuran menunjukkan pengaruh yang kecil sampai sedang menguntungkan dari pendidikan inklusif pada hasil-kebutuhan khusus anak-anak akademik dan sosial.

Penelitian yang dilakukan oleh Lupart (2005) dengan judul penelitian

Whole School Evaluation And Inclusion: How Elementary School Participants Perceive Their Learning Community, penelitian ini membahas mengenai program yang mendukung penyelenggaraan pembelajaran inklusi di sekolah dasar. Salah


(10)

saru program yang dilakukan adalah melakukan kegiatan evaluasi. Evaluasi dilakukan dengan memberikan kuesioner terhadap komponen sekolah administrator, guru, orang tua, asisten pendidikan, dan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi warga masyarakat mendukung lancarnya kegiatan pembelajaran inklusi.

Dari latar belakang di atas, penulis merasan tertarik dan perlu untuk mengadakan penelitian dalam rangka penyusunan tesis yang berjudul: “Integrasi Pelayanan Pembelajaran Inklusi di SD Negeri. Tujuan yang akan dicapai dalma penelitian ini meliputi a) Untuk mendeskripsikan integrasi perencanaan pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo. b) Untuk mendeskripsikan integrasi pelaksanaan pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo. c) Untuk mendeskripsikan integrasi evaluasi pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, penelitian kualitatif menghasilkan deskripsi analitik tentang fenomena-fenomena secara murni bersifat informatif dan berguna bagi masyarakat peneliti, pembaca dan juga partisipan (Sukmadinata, 2007: 107). Desain penelitian ini adalah etnografi, yang merupakan proses penjelasan menyeluruh tentang kompleksitas kehidupan kelompok (Sumkadinata, 2007: 107).

Agar didapatkan data yang valid dan reliabel, peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian. Kehadiran peneliti dalam melakukan penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan yang dikhususkan untuk mencari data mengenai pelayanan pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo. Oleh karena itu, kedudukan peneliti adalah sebagai instrumen penelitian dan juga sebagai siswa (Spradley, 2007: 39).

Dalam penelitian kualitatif, informan tidak disebut sebagai subjek penelitian, karena sumber data menyangkut orang mempunyai kedudukan yang


(11)

sama antara yang diteliti dan peneliti. Dalam penelitian ini melibatkan orang yang berperan sebagai orang kunci (key person). Dalam hal ini adalah kepala sekolah, guru dan siswa yang andil dalam integrasi pelayanan pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo tersebut.

Berdasarkan sumbernya menggunakan data primer yang diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan, dan data sekunder yang diperoleh melalui dokumen perencanaan pembelajaran, dan berdasarkan teknik pengumpulan data menggunakan triangulasi yang merupakan gabungan dari wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi.

Data yang sudah terkumpul dalam penelitian ini kemudian dianalisis berdasarkan model analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles & Huberman dalam Sugiyono (2006 : 234) ada empat komponen analisis yang dilakukan dengan model ini, yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

Moleong (2007: 330) mengatakan bahwa keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Integrasi Perencanaan Pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo

Pendidikan integrasi merupakan model lain bagi ABK, dimana pendidikan penyandang cacat diintegrasikan bersama anak normal disekolah regular. Setting pendidikannya secara khusus dapat dipilih dari dua model


(12)

ialah (a) model kelas regular dan (b) model kelas khusus. Namun pendidikan inklusif tidak mengharuskan semua anak berkelainan berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan sebagian anak berkelainan dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi dengan gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkelainan yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo pembelajaran inklusif yang dilaksanakan ini diperuntukkan untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas regular merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.

Sama halnya dengan system penerimaan siswa baru, SDN Sumberrejo mengadakan persiapan anak berkebutuhan khusus. Penerimaan ABK merupakan tahap perencanaan dalam pembelajaran inklusi yang sudah diagendakan oleh pihak sekolah. Dengan melakukan penerimaan siswa baru dengan system yang dibuat, pihak sekolaha akan mengetahui karakteristik ABK. Guru akan memberikan layanan yang disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan yang dimiliki masing-masing ABK.

Persiapan layanan yang diebrikan untuk anak yang hiperaktif yang dilakukan oleh SDN Sumberrejo misalnya saja akan memberikan terapi diluar jam pelajaran seperti terapi kognitif. Layanan terapi tersebut juga akan diberikan kepada anak yang cenderung pendiam. Layanan untuk anak yang nakal atau suka mengganggu teman lainnya adalah layanan bimbingan khusus. Diharapkan dengan pemberian bimbingan khusus akan merubah sikap siswa menjadi lebih baik. Layanan anak yang kurang lancar dalam berbicara maka layanan yang diberikan adalah layanan terapi berbicara sehingga siswa akan mudah dalam melakukan komunikasi.


(13)

Penggunaan terapi kognitif yang diberikan oleh guru SDN Sumberrejo juga dilakukan oleh sekolah di China. Penelitian mengenai terapi kognitif dilakukan oleh Julie Hodgesa dan Tian P.S. Oeia (2007) yang berjudul “Would Confucius benefit from psychotherapy? The compatibility of cognitive behaviour therapy and Chinese values”, Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan terapi perilaku kognitif mampu menanamkan nilai-nilai budaya China. Rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini adalah untuk kedepannya dapat meningkatkan kompatibilitas CBT terhadap budaya Tionghoa.

Jika dibandingkan antara penelitian yang dilakukan oleh Julie Hodgesa dan Tian P.S. Oeia (2007) dengan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo memiliki persamaan dan perbedaan. Keduanya sama-sama membahas mengenai layanan terapi kognitif. Hanya saja penelitian yang dilakukan oleh Julie Hodgesa dan Tian P.S. Oeia (2007) fokus pada pemberian layanan tersebut. Sedangkan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo membhas mengenai integrasi pembelajaran inklusi dimana layanan yang disiapkan adalah terapi kognitif tidak emmbahas secara detail mengenai layanan tersebut.

Perencanaan pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo meliputi (1) layanan diberikan pada anak yang banyak bergerak (hiperaktif), (2) layanan diberikan pada anak yang pendiam tapi suka menguraikan isi hatinya dengan gambar, (3)layanan diberikan pada anak yang suka mengganggu anak lain, (4)pelayanan anak yang lamban belajar termasuk dalam hal ini adalah anak yang tidak lancar berbicara, (5) Kemudian layanan akademik disesuaikan dengan anak yang tidak berkebutuhan khusus, tetapi tetap disesuaikan dengan kemampuan siswa berkebutuhan khusus tersebut, (6) Kemudian dalam proses penerimaan peserta didik baru pada pelayanan inklusi ini seperti halnya dengan penerimaan peserta didik biasa, hanya ditanya tentang kebiasaan anak saja, (7) syarat yang diberikan pada penerimaan siswa baru pada pembelajaran inklusi yaitu umur anak yang


(14)

sudah mencapai enam tahun dan juga anak tersebut paling tidak sudah dapat atau mau untuk diajak berkomunikasi.

2. Integrasi Pelaksanaan Pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo

Kegiatan pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo meliputi materi pelajaran yang sama dengan siswa lain hanya saja disesuaikan dengan kemampuan pada anak berkebutuhan khusus. Sedangkan untuk aktivitas anak berkebutuhan khusus sendiri adalah menulis, menggambar, menghitung serta melihat macam-macam gambar seperti pembelajaran yang dilakukan oleh anak yang tidak berkebutuhan khusus. Hal tersebut tentunya disesuaikan dengan kemampuan dari anak berkebutuhan khusus.

Pendidik mengikuti kemauan anak dengan semboyan tut wuri handayani. Sedangkan untuk aktivitas anak berkebutuhan khusus sendiri adalah menulis, menggambar, menghitung serta melihat macam-macam gambar seperti pembelajaran yang dilakukan oleh anak yang tidak berkebutuhan khusus. Hal tersebut tentunya disesuaikan dengan kemampuan dari anak berkebutuhan khusus juga dan ternyata anak sangat aktif dalam mengikutinya. Sedangkan materi yang diberikan disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak.

Penelitian yang dilakukan oleh Reicher, Hannelore (2010) yang berjudul “Building Inclusive Education on Social and Emotional Learning: Challenges and Perspectives A Review” hasil dari penelitian ini adalah bahwa Artikel ini berfokus pada isu-isu konseptual dan empiris yang berkaitan dengan hubungan antara pembelajaran sosial dan emosional (SEL) dan pendidikan inklusif.

Jika dibandingkan antara penelitian yang dilakukan antara Reicher, Hannelore (2010) dengan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo memiliki persamaan dan perbedaan. Keduanya sama-sama menyinggung


(15)

permasalahan materi dalam pembelajaran inklusi. Hanya saja penelitian yang dilakukan oleh Reicher, Hannelore (2010) materi diberikan sesuai konteksnya sehingga mudah dimengerti siswa. Sedangkan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo materi diberikan sesuai kemampuan ABK dan daya tangkap ABK.

Dalam melakukan aktivitasnya dalam melakukan kegiatan pembelajaran inklusi, guru SDN Sumberrejo menyiapkan dokumen yang dibtuhkan seperti RPP, buku penunjang dan buku lainnya. Persiapan tersebut sangat mendukung kelancaran pelaksanaan pembelajaran inklusi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gilles dan Carrington (2004) dengan judul penelitian Inclusion: Culture, Policy and Practice: A Queensland Perspective, penelitian ini membahas mengenai pembelajaran inklusi. Penelitian ini membahas mengenai kemampuan pedagogik guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persiapan kurikulum yang berisi berbagai dokumen adminitrasi disiapkan secara spesifik memperlancar pelaksanaan pembelajaran inklusi.

Jika dibandingkan antara penelitian yang dilakukan oleh Gilles dan

Carrington (2004) dengan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo memiliki persamaan dan perbedaan. Keduanya sama-sama membahas mengenai aktivitas guru dalam pembelajaran inklusi. Hanya saja penelitian yang dilakukan oleh Gilles dan Carrington (2004) lebih difokuskan pada kemampuan pedagogik guru khusunya dalam menyiapkan dokumen pembelajaran inklusi. Sedangkan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo tidak hanya sekedar membahas aktivitas guru dalam menyiapkan dokumen, namun juga membahas sikap yang ditunjukkan guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran inklusi.

Karakteristik tenaga pendidik dalam pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo ini meliputi sabar,


(16)

teliti, dan bisa memahami kemampuan siswa. Sedangkan untuk kompetensi yang harus dimiliki oleh guru dalam pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo ini dalam hal akademik guru harus dapat mengetahui kemampuan siswa. aktivitas anak berkebutuhan khusus sendiri adalah menulis, menggambar, menghitung serta melihat macam-macam gambar seperti pembelajaran yang dilakukan oleh anak yang tidak berkebutuhan khusus

Metode pembelajarn yang digunakan pada pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo ini tentunya kami terapkan banyak metode yang mampu menunjang dan membantu kegiatan belajar untuk anak kebutuhan khusus. Sedangkan untuk media pembelajarnnya yang digunakan dalam pembelajaran inklusi ini sekolah atau guru menggunakan berbagai macam gambar dan peraga lain yang tentunya mampu mendukung pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo.

Media pembelajarannya yang digunakan dalam pembelajaran inklusi ini sekolah atau guru menggunakan berbagai macam gambar dan peraga lain yang tentunya mampu mendukung pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo.

3. Integrasi Evaluasi Pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo

Tahap pengakhiran merupakan tahap terakhir dari kegiatan bimbingan kelompok. Pada tahap ini terdapat dua kegiatan, yaitu penilaian (evaluasi) dan tindak lanjut (follow-up). Evalausi yang dilakukan dalam bentuk observasi, wawancara dan juga tertulis. Pihak yang melakukan evaluasi yang hanya guru kelas saja, sebab guru pembimbing belum dimiliki oleh SDN Sumberrejo.

Dalam melakukan evaluasi dilihat dari masalah yang dihadapi oleh siswa. Misalnya saja dengan Andrian di dampingi dan dipantau kesehariannya dan dibimbing untuk dapat merubah perilakunya agar berpikir positif. Jika ada


(17)

peserta didik yang belum memperoleh manfaat dari pelaksanaan layanan maka akan diberikan layanan lanjutan/ konseling individu.

Program penilaian dalam pembelajaran inklusi sangat penting untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang sduah dilakukan seperti yang dilakukan di SDN Sumberrejo. Penilitian serupa juga dilakukan oleh Lupart (2005) dengan judul penelitian Whole School Evaluation And Inclusion: How Elementary School Participants Perceive Their Learning Community, penelitian ini membahas mengenai program yang mendukung penyelenggaraan pembelajaran inklusi di sekolah dasar. Salah saru program yang dilakukan adalah melakukan kegiatan evaluasi. Evaluasi dilakukan dengan memberikan kuesioner terhadap komponen sekolah administrator, guru, orang tua, asisten pendidikan, dan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi warga masyarakat mendukung lancarnya kegiatan pembelajaran inklusi.

Jika dibandingkan antara penelitian yang dilakukan oleh Lupart (2005) dengan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo memiliki persamaan dan perbedaan. Keduanya sama-sama membahas mengenai penilaian dalam pembelajaran inklusi. Hanya saja penilaian yang dilakukan oleh Lupart (2005) adalah evaluasi mengenai lancar tidak kegiatan pembelajaran inklusi yang dilakukan dengan membagi kuesioner kepada warga sekolah. Sedangkan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo evaluasi untuk mengetahui kemampuan ABK dengan melakukan wawancara, obsrevasi, dan tes tertulis.

SIMPULAN

Simpulan dari penelitian ini adalah (a) Intergrasi perencanaan pembelajaran inklusi di SDN Sumberrejo dilakukan dengan persiapan kelas. Untuk memberikan layanan yang intensif pihak sekolah menyediakan kelas regular dan juga kelas khusus. System rekruitmen dilakukan dengan memperhatikan aspek umur dan kemampuan berkomunikasi. Guru menyiapkan satuan layanan serta menyiapkan jenis layanan seperti terapi kognitif bagi anak


(18)

yang hiperaktif. (b) Integrasi pelaksanaan pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo dilaksanakan dengan prinsip Tut Wuri Handayani. Materi pembelajaran diberikan layaknya materi untuk anak normal hanya saja disesuaikan dengan kemampuan pada anak berkebutuhan khusus. Guru menggunakan metode dan media seperti penggunaan alat peraga agar materi mudah diterima ABK. (c) Evaluasi pembelajaran inklusi di SDN Sumberrejo dilakukan dengan melakukan kegiatan observasi, wawancara, dan tertulis. Aspek yang diamati meliputi sikap ABK dan juga kemampuan ABK. Kegiatan evaluasi hanya dilakukan oleh guru kelas saja, belum dibantu oleh guru pembimbing. Hasil evaluasi akan ditindaklanjuti dengan melakukan bimbingan konseling.

Saran dari penelitian ini adalah (a) Bagi Kepala Sekolah, menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus baik dari jumlah dan kualitasnya. Kepala sekolah mengupayakan peningkatan kompetensi pedagogic dan professional guru dan staf dalam menanganai anak berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa. Kepala sekolah melakukan rekruitmen untuk guru pembimbing yang memiliki latar belakang sesuai untuk menangani anak berkebtuuhan khusus. (b) Bagi Guru, menyusun rancangan program pembelajaran ABK perlu didesain berdasarkan kebutuhan belajar siswa (Learning Needs) peserta didik. Guru menyusun rencana program konseling kelompok yang disesuaikan dengan karaktersitik kelas. Guru melakukan kegiatan evaluasi secara rutin dan terjadwal sehingga dapat membantu dalam memantau perkembangan ABK. (c) Bagi Penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis terutama mengenai pelayanan pembelajaran Inklusi.


(19)

DAFTAR PUSTAKA

Mantja. W, 2008. Ednografi Desain Penelitian Kualitatif Pendidikan dan Managemen Pendidikan. Malang: Elang Mas.

Miles, Mattew B dan Amichael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohisi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Moleong, L.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rasda Karya.

Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi. Ar-Ruzz Media : Yogyakarta.

Suparno dan Purwanto. 2007. Hakikat Layanan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. http://repository.upi.edu/operator/upload/d_bind_1010272_chapter1.p df. Diakses pada tanggal 4 November 2012.

Sukmadinata. 2007. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Spradley, James, P. 2007. Metode Etnografi. Jogjakarta: Tiara Wacana.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.


(1)

sudah mencapai enam tahun dan juga anak tersebut paling tidak sudah dapat atau mau untuk diajak berkomunikasi.

2. Integrasi Pelaksanaan Pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo

Kegiatan pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo meliputi materi pelajaran yang sama dengan siswa lain hanya saja disesuaikan dengan kemampuan pada anak berkebutuhan khusus. Sedangkan untuk aktivitas anak berkebutuhan khusus sendiri adalah menulis, menggambar, menghitung serta melihat macam-macam gambar seperti pembelajaran yang dilakukan oleh anak yang tidak berkebutuhan khusus. Hal tersebut tentunya disesuaikan dengan kemampuan dari anak berkebutuhan khusus.

Pendidik mengikuti kemauan anak dengan semboyan tut wuri handayani. Sedangkan untuk aktivitas anak berkebutuhan khusus sendiri adalah menulis, menggambar, menghitung serta melihat macam-macam gambar seperti pembelajaran yang dilakukan oleh anak yang tidak berkebutuhan khusus. Hal tersebut tentunya disesuaikan dengan kemampuan dari anak berkebutuhan khusus juga dan ternyata anak sangat aktif dalam mengikutinya. Sedangkan materi yang diberikan disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak.

Penelitian yang dilakukan oleh Reicher, Hannelore (2010) yang berjudul “Building Inclusive Education on Social and Emotional Learning: Challenges and Perspectives A Review” hasil dari penelitian ini adalah bahwa Artikel ini berfokus pada isu-isu konseptual dan empiris yang berkaitan dengan hubungan antara pembelajaran sosial dan emosional (SEL) dan pendidikan inklusif.

Jika dibandingkan antara penelitian yang dilakukan antara Reicher, Hannelore (2010) dengan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo memiliki persamaan dan perbedaan. Keduanya sama-sama menyinggung


(2)

permasalahan materi dalam pembelajaran inklusi. Hanya saja penelitian yang dilakukan oleh Reicher, Hannelore (2010) materi diberikan sesuai konteksnya sehingga mudah dimengerti siswa. Sedangkan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo materi diberikan sesuai kemampuan ABK dan daya tangkap ABK.

Dalam melakukan aktivitasnya dalam melakukan kegiatan pembelajaran inklusi, guru SDN Sumberrejo menyiapkan dokumen yang dibtuhkan seperti RPP, buku penunjang dan buku lainnya. Persiapan tersebut sangat mendukung kelancaran pelaksanaan pembelajaran inklusi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gilles dan Carrington (2004) dengan judul penelitian Inclusion: Culture, Policy and Practice: A Queensland Perspective, penelitian ini membahas mengenai pembelajaran inklusi. Penelitian ini membahas mengenai kemampuan pedagogik guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persiapan kurikulum yang berisi berbagai dokumen adminitrasi disiapkan secara spesifik memperlancar pelaksanaan pembelajaran inklusi.

Jika dibandingkan antara penelitian yang dilakukan oleh Gilles dan

Carrington (2004) dengan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo memiliki persamaan dan perbedaan. Keduanya sama-sama membahas mengenai aktivitas guru dalam pembelajaran inklusi. Hanya saja penelitian yang dilakukan oleh Gilles dan Carrington (2004) lebih difokuskan pada kemampuan pedagogik guru khusunya dalam menyiapkan dokumen pembelajaran inklusi. Sedangkan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo tidak hanya sekedar membahas aktivitas guru dalam menyiapkan dokumen, namun juga membahas sikap yang ditunjukkan guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran inklusi.

Karakteristik tenaga pendidik dalam pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo ini meliputi sabar,


(3)

teliti, dan bisa memahami kemampuan siswa. Sedangkan untuk kompetensi yang harus dimiliki oleh guru dalam pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo ini dalam hal akademik guru harus dapat mengetahui kemampuan siswa. aktivitas anak berkebutuhan khusus sendiri adalah menulis, menggambar, menghitung serta melihat macam-macam gambar seperti pembelajaran yang dilakukan oleh anak yang tidak berkebutuhan khusus

Metode pembelajarn yang digunakan pada pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo ini tentunya kami terapkan banyak metode yang mampu menunjang dan membantu kegiatan belajar untuk anak kebutuhan khusus. Sedangkan untuk media pembelajarnnya yang digunakan dalam pembelajaran inklusi ini sekolah atau guru menggunakan berbagai macam gambar dan peraga lain yang tentunya mampu mendukung pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo.

Media pembelajarannya yang digunakan dalam pembelajaran inklusi ini sekolah atau guru menggunakan berbagai macam gambar dan peraga lain yang tentunya mampu mendukung pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo.

3. Integrasi Evaluasi Pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo

Tahap pengakhiran merupakan tahap terakhir dari kegiatan bimbingan kelompok. Pada tahap ini terdapat dua kegiatan, yaitu penilaian (evaluasi) dan tindak lanjut (follow-up). Evalausi yang dilakukan dalam bentuk observasi, wawancara dan juga tertulis. Pihak yang melakukan evaluasi yang hanya guru kelas saja, sebab guru pembimbing belum dimiliki oleh SDN Sumberrejo.

Dalam melakukan evaluasi dilihat dari masalah yang dihadapi oleh siswa. Misalnya saja dengan Andrian di dampingi dan dipantau kesehariannya dan dibimbing untuk dapat merubah perilakunya agar berpikir positif. Jika ada


(4)

peserta didik yang belum memperoleh manfaat dari pelaksanaan layanan maka akan diberikan layanan lanjutan/ konseling individu.

Program penilaian dalam pembelajaran inklusi sangat penting untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang sduah dilakukan seperti yang dilakukan di SDN Sumberrejo. Penilitian serupa juga dilakukan oleh Lupart (2005) dengan judul penelitian Whole School Evaluation And Inclusion: How Elementary School Participants Perceive Their Learning Community, penelitian ini membahas mengenai program yang mendukung penyelenggaraan pembelajaran inklusi di sekolah dasar. Salah saru program yang dilakukan adalah melakukan kegiatan evaluasi. Evaluasi dilakukan dengan memberikan kuesioner terhadap komponen sekolah administrator, guru, orang tua, asisten pendidikan, dan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi warga masyarakat mendukung lancarnya kegiatan pembelajaran inklusi.

Jika dibandingkan antara penelitian yang dilakukan oleh Lupart (2005) dengan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo memiliki persamaan dan perbedaan. Keduanya sama-sama membahas mengenai penilaian dalam pembelajaran inklusi. Hanya saja penilaian yang dilakukan oleh Lupart (2005) adalah evaluasi mengenai lancar tidak kegiatan pembelajaran inklusi yang dilakukan dengan membagi kuesioner kepada warga sekolah. Sedangkan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo evaluasi untuk mengetahui kemampuan ABK dengan melakukan wawancara, obsrevasi, dan tes tertulis.

SIMPULAN

Simpulan dari penelitian ini adalah (a) Intergrasi perencanaan pembelajaran inklusi di SDN Sumberrejo dilakukan dengan persiapan kelas. Untuk memberikan layanan yang intensif pihak sekolah menyediakan kelas regular dan juga kelas khusus. System rekruitmen dilakukan dengan memperhatikan aspek umur dan kemampuan berkomunikasi. Guru menyiapkan satuan layanan serta menyiapkan jenis layanan seperti terapi kognitif bagi anak


(5)

yang hiperaktif. (b) Integrasi pelaksanaan pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo dilaksanakan dengan prinsip Tut Wuri Handayani. Materi pembelajaran diberikan layaknya materi untuk anak normal hanya saja disesuaikan dengan kemampuan pada anak berkebutuhan khusus. Guru menggunakan metode dan media seperti penggunaan alat peraga agar materi mudah diterima ABK. (c) Evaluasi pembelajaran inklusi di SDN Sumberrejo dilakukan dengan melakukan kegiatan observasi, wawancara, dan tertulis. Aspek yang diamati meliputi sikap ABK dan juga kemampuan ABK. Kegiatan evaluasi hanya dilakukan oleh guru kelas saja, belum dibantu oleh guru pembimbing. Hasil evaluasi akan ditindaklanjuti dengan melakukan bimbingan konseling.

Saran dari penelitian ini adalah (a) Bagi Kepala Sekolah, menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus baik dari jumlah dan kualitasnya. Kepala sekolah mengupayakan peningkatan kompetensi pedagogic dan professional guru dan staf dalam menanganai anak berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa. Kepala sekolah melakukan rekruitmen untuk guru pembimbing yang memiliki latar belakang sesuai untuk menangani anak berkebtuuhan khusus. (b) Bagi Guru, menyusun rancangan program pembelajaran ABK perlu didesain berdasarkan kebutuhan belajar siswa (Learning Needs) peserta didik. Guru menyusun rencana program konseling kelompok yang disesuaikan dengan karaktersitik kelas. Guru melakukan kegiatan evaluasi secara rutin dan terjadwal sehingga dapat membantu dalam memantau perkembangan ABK. (c) Bagi Penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis terutama mengenai pelayanan pembelajaran Inklusi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Mantja. W, 2008. Ednografi Desain Penelitian Kualitatif Pendidikan dan Managemen Pendidikan. Malang: Elang Mas.

Miles, Mattew B dan Amichael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohisi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Moleong, L.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rasda Karya.

Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi. Ar-Ruzz Media : Yogyakarta.

Suparno dan Purwanto. 2007. Hakikat Layanan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. http://repository.upi.edu/operator/upload/d_bind_1010272_chapter1.p df. Diakses pada tanggal 4 November 2012.

Sukmadinata. 2007. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Spradley, James, P. 2007. Metode Etnografi. Jogjakarta: Tiara Wacana.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.