PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN.

(1)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memeroleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi

oleh:

Luthfianti Zhafarina Harmany 1103997

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu LEMBAR PENGESAHAN

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

oleh

Luthfianti Zhafarina Harmany NIM 1103997

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I,

Dr. phil. Ari Widodo, M.Ed. NIP. 196705271992031001

Pembimbing II,

Dr. Riandi, M.Si. NIP. 196305011988031002

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Biologi,

Dr. Bambang Supriatno, M.Si. NIP. 196305211988031002


(3)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Penalaran Antroposentris, Biosentris, dan Ekosentris pada Jenjang SD, SMP, dan SMA Mengenai Permasalahan Lingkungan” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Agustus 2015


(4)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Penalaran Antroposentris, Biosentris, dan Ekosentris pada Jenjang SD, SMP, dan SMA Mengenai Permasalahan Lingkungan

Luthfianti Zhafarina Harmany

Adanya penalaran moral terhadap permasalahan lingkungan yang sifatnya didasarkan pada kepentingan manusia (Penalaran Antroposentris) dapat menjadi penyebab kerusakan lingkungan yang semakin parah. Jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) yang selalu mempelajari materi ajar keseimbangan ekosistem tidak menjamin menjadikan penalaran moral terhadap permasalahan lingkungan berkembang seiring bertambah tingginya jenjang pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis penalaran moral terkait permasalahan lingkungan mulai dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Jenis penalaran moral yang diteliti mulai dari jenis penalaran yang jika pemecahan permasalahan lingkungan cenderung untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai manusia (antroposentris), makhluk hidup lain (biosentris), dan keseimbangan lingkungan (ekosentris). Penelitian deskriptif ini melibatkan 19 siswa SD, 29 siswa SMP dan 32 siswa SMA yang berasal dari sekolah yang dikelola oleh satu lembaga pendidikan di Kota Bandung. Pemilihan satu yayasan pendidikan untuk semua jenjang pendidikan yang diteliti yang dilakukan untuk menghindari faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses bernalar seseorang. Data penelitian dijaring melalui pemberian kuesioner dalam bentuk uraian terbuka dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan didapatkan bahwa dominansi penalaran moral siswa dari jenjang pendidikan SD sampai SMA tidak menunjukkan perkembangan dari penalaran antroposentris ke arah ekosentris. Namun demikian pola penalaran dari setiap jenjangnya mengalami perubahan, penalaran antroposentris pada jenjang pendidikan SD sampai SMA meningkat presentasenya. Pada jenis penalaran biosentris di jenjang pendidikan SD sampai SMA presentasenya menurun. Namun, penalaran ekosentris tidak ditunjukkan pada siswa SD, justru penalaran jenis ini ditemukan paling tinggi persentasenya di jenjang pendidikan SMP.

Kata kunci: penalaran moral, antroposentris, biosentris, ekosentris, permasalahan lingkungan


(5)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

Anthropocentric, Biocentric, and Ecocentric Reasoning in Elementary School, Junior High School, and Senior High School about Environmental

Issues

Luthfianti Zhafarina Harmany

The existence of informal reasoning in environmental problems that are based on human interest (Anthropocentric Reasoning) can be a cause of massive environmental damage. The use of ecosystem materials as teaching material in all educational levels from Primary School (PS), Junior Secondary School (JSS), until Senior Secondary School (SSS) does not guarantee that students’ informal reasoning towards environmental issues will be developed as their educational level increases. This study aimed to identify the development of student’s moral reasoning related to environmental issues ranging from Elementary School (ES), Junior High School (JHS) through Senior High School (SHS). The types of moral reasoning which studied in this study are including three types, start with the reasoning when the problem solving is for only the benefit of human life (anthropocentric), living things (biocentric), and ecosystem balancing (ecocentric). This descriptive research involved 19 ES students, 29 JHS students and 32 SHS students in Bandung. These selected schools were managed by an educational institution including all three levels of education to avoid the factors which can influence person’s reasoning process. The data obtained through the open answer of essay questionnaire and interviews. The result shows that there is no clear development of student’s moral reasoning from anthropocentric reasoning towards ecocentric reasoning on ES through SHS. However, the pattern of moral reasoning at each education level was changed. The anthropocentric reasoning on ES through SHS students increased. Although biocentric reasoning on ES through SHS students is decreased. The ecocentric reasoning is not performed by ES students, precisely found the highest percentage is in the JHS students. Keywords: moral reasoning, anthropocentric, biocentric, ecocentric, environmental issues


(6)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ..………... 6

E. Definisi Operasional ... 6

F. Struktur Organisasi Skripsi ... 7

BAB II PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN A. Penalaran dan Perkembangan Bernalar ..………... 9

B. Penalaran Moral terhadap Lingkungan ..……… 24

C. Permasalahan Lingkungan dalam Kurikulum 2013 dan Kaitannya dengan Penalaran ...………. 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 31

C. Partisipan dan Tempat Penelitian ... 32

D. Instrumen Penelitian ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 36

F Prosedur Penelitian ... 36

G. Analisis Data ... 39

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Jenis Penalaran Moral Antroposentris, Biosentris dan Ekosentris pada Jenjang Pendidikan SD, SMP, dan SMA ………... 42 Jenis Penalaran moral Siswa Sekolah Dasar (SD) ……... 45


(7)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Jenis Penalaran moral Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) …...………...…..

50 Jenis Penalaran moral Siswa Sekolah Menengah Atas

(SMA) ………...………...

57 B. Perkembangan Penalaran Moral Antroposentris,

Biosentris dan Ekosentris dari jenjang SD, SMP dan SMA ...

63

C. Penalaran Moral Antroposentris, Biosentris dan Ekosentris berdasarkan Gender ...

67

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. Simpulan ... 75

B. Implikasi dan Rekomendasi ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(8)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Siswa Tahun 2014 Salah Satu Yayasan Swasta Kota Bandung ...……….. 32 Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Kuesioner Uraian Terbuka ...…… 34 Tabel 3.3 Tolak Ukur Pengategorian Jenis Penalaran Moral Seseorang Berdasarkan Jawaban Soal Uraian Terbuka Mengenai

Permasalahan Lingkungan... 39


(9)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian ... 38 Gambar 4.1 Grafik Persentase Penalaran Antroposentris, Biosentris,

dan Ekosentris pada Jenjanng SD, SMP, dan SMA ... 44 Gambar 4.2 Diagram Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan Pada Siswa SD ....………... 45 Gambar 4.3 Diagram Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan Pada Siswa SMP .………... 50 Gambar 4.4 Diagram Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan Pada Siswa SMA ……...... 57 Gambar 4.5 Grafik Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan pada Jenjang SD, SMP, dan SMA …………... 63 Gambar 4.6 Grafik Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan Berdasarkan Gender ………... 67 Gambar 4.7 Grafik Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan Berdasarkan Gender pada Jenjang SD ... 70 Gambar 4.8 Grafik Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan Berdasarkan Gender pada Jenjang SMP... 71 Gambar 4.9 Grafik Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan Berdasarkan Gender pada Jenjang SMA ... 72


(10)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kompetensi Dasar Materi Lingkungan pada Jenjang SD, SMP, dan SMA dalam Kurikulum 2013

1.1 Kompetensi Dasar Materi Lingkungan pada Jenjang

SD ... 80 1. 2 Kompetensi Dasar Materi Lingkungan pada Jenjang

SMP ... 86 1. 3 Kompetensi Dasar Materi Lingkungan pada Jenjang

SMA ... 88 Lampiran 2 Instrumen Penelitian: Soal Uraian Terbuka Mengenai

Permasalahan Lingkungan ………...……. 90 Lampiran 3 Rekapitulasi Kategori Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan pada Siswa SD, SMP, dan SMA

3. 1 Rekapitulasi Kategori Jenis Penalaran Moral Terhadap Lingkungan pada Siswa SD ... 95 3. 2 Rekapitulasi Kategori Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan pada Siswa SMP ... 96 3 .3 Rekapitulasi Kategori Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan pada Siswa SMA ... 98 Lampiran 4 Tabulasi Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan Perjenjang SD, SMP, dan SMA

4. 1 Tabulasi Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan pada Siswa SD ... 100 4. 2 Tabulasi Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan pada Siswa SMP ... 101 4 .3 Tabulasi Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan pada Siswa SMA ... 102 Lampiran 5 Tabulasi Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan Berdasarkan Gender

5. 1 Tabulasi Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan pada Laki-laki ... 103 5. 2 Tabulasi Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap


(11)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Lampiran 6

Tabulasi Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap Lingkungan Perjenjang SD, SMP, dan SMA

Berdasarkan Gender

6. 1 Tabulasi Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan pada Siswa SD ... 106 6. 2 Tabulasi Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan pada Siswa SMP ... 107 6 .3 Tabulasi Persentase Jenis Penalaran Moral Terhadap

Lingkungan pada Siswa SMA ... 108 Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian ... 109


(12)

1

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya seseorang membuat keputusan berdasarkan alasan yang ada dibalik suatu keputusan tersebut dan itulah yang disebut penalaran seseorang. Perkembangan penalaran seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang dimiliki oleh orang tersebut maupun faktor lingkungan luar. Namun, aspek yang paling mungkin mempengaruhi ialah faktor jenjang sekolah dimana tingkatan penalaran formal meningkat seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan seseorang. Semakin tinggi jenjang sekolahnya semakin tinggi pula tingkat penalaran formal yang dimilikinya. Penalaran formal didefinisikan sebagai penalaran atas masalah yang terstruktur dengan baik yang memiliki premis tetap dan argument baik yang dibentuk mengarah pada kesimpulan akhir. Penalaran formal dapat diklasifikasikan ke dalam dua domain umum, yaitu penalaran deduktif dan penyimpulan statistika.

Selain penalaran formal, sebagai seorang pendidik perlu mengetahui jenis penalaran informal dari siswanya. Penalaran informal berkaitan erat dengan logika formal (cenderung memusatkan perhatian secara sempit pada klaim/alasan hubungan) dan argumentasi, sehingga penalaran informal merupakan komponen utama dari berfikir kritis. Dawson dkk. (2009) menyebutkan bahwa penalaran informal menggunakan kedua komponen kognitif dan afektif secara tepat ketika berhadapan dengan isu-isu sosio-saintifik karenanya penalaran informal sering digunakan saat pembelajaran di sekolah. Penalaran informal seseorang siswa dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis penalaran yaitu, intuitif, emotif, rasional, etika umum, multiperpektif, moral terhadap lingkungan, dll. Jenis penalaran moral terhadap lingkungan adalah jenis penalaran informal yang diteliti pada penelitian ini. Perlunya untuk mengetahui jenis penalaran tersebut karena salah satunya dapat digunakan untuk menyesuaikan metode pembelajaran yang paling sesuai saat pembelajaran ekosistem (materi biologi yang berkaitan dengan lingkungan) untuk jenis penalaran


(13)

2

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

moral mereka karena cara siswa belajar atau mengolah hasil pengetahuan yang mereka dapat di sekolah yang paling pertama adalah melalui penalaran yang dimilikinya. Selain itu, mengamati dalam bidang pendidikan moral terdapat literatur yang bersifat substansional dalam membelajarkan seseorang menjadi lebih baik dan mengevaluasi upaya yang dilakukan. Faktor terpenting dalam membangun pendidikan moral adalah siswa dapat mengungkapkan pemikiran mereka yang dapat dikatakan sebagai penalaran moralnya terhadap lingkungan.

Penalaran moral terhadap lingkungan yang dapat digali dari siswa adalah penalaran antoposentris, biosentris dan ekosentris. Kahn (dalam Almeida dkk., 2011) menyebutkan bahwa jenis penalaran tersebut menunjukan kecenderungan seseorang untuk bernalar dalam pemecahan kasus atau permasalahan lingkungan yang kontekstual maupun yang fiktif apakah pemecahan permasalahan tersebut cenderung untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai manusia (antroposentris), makhluk hidup lain (biosentris) ataupun keseimbangan lingkungan (ekosentris). Penelitian penalaran moral jenis ini sering tidak dianggap penting bagi beberapa guru disekolah. Padahal mungkin saja ditemukan tingkatan penalaran formal yang dimiliki siswa tidak sesuai dengan tingkatan penalaran informalnya. Bekal penalaran moral lingkungan yang tingkatannya sudah sesuai dengan tujuan materi ajar, dapat membuat siswa sadar bagaimana memecahkan permasalahan lingkungan yang terjadi. Sehingga mereka akan ikut serta membantu bagaimana agar keseimbangan lingkungan terjaga. Karena, dengan pengetahuan formal siswa mengenai bagaimana kondisi keanekaragaman hayati tidak menjamin mereka dapat mengaitkannya dengan masalah ekologi dengan benar. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Menzel & Bogeholz (2009) yang menemukan bahwa sejumlah peserta dalam kisaran umur 16-18 tahun yang telah diwawancarai mengenai loss of biodiversity due to ecological reasons menjawab dengan teori yang berkaitan dengan masalah tersebut. Jawaban mereka yang mengarah kepada argumen-argumen yang mendukung kepentingan ekologi adalah jawaban yang salah.

Hasil penelitian Menzel & Bogeholz (2009) membuat kita berfikir bagaimana sebenarnya pembelajaran yang dilakukan siswa di sekolah sehingga mereka tidak


(14)

3

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dapat membuat jawaban dari masalah mengenai ekologi dengan benar, walaupun pendapat atau argumen mereka mendukung sisi lingkungan. Lain halnya dengan temuan penelitian Kahn (dalam Almeida dkk., 2011) mengenai jenis penalaran pada peserta penelitian yang diwawancarai yaitu anak-anak umur 8-10 tahun. Hasil penelitiannya yakni menemukan jenis penalaran antroposentris yang dimiliki anak-anak tersebut saat diwawancara mengenai masalah ekologi. Mereka menganggap lingkungan dan yang ada didalamnya hanyalah untuk kepentingan manusia. Hasil penelitian ini seperti yang diusulkan oleh Piaget dan dikembangkan oleh Kohl-berg (dalam Almeida dkk., 2011), dapat dirumuskan sebagai berikut: setiap anak secara bertahap meninggalkan sebuah cara berpikir dan bertindak egosentris karena ia memperoleh kemampuan untuk berdiri di luar dirinya / dirinya dalam perjalanan interaksi yang didirikan dengan orang lain.

Almeida dkk. (2011) juga melakukan penelitian yang berkaitan dengan penalaran moral yang hampir sama dengan Kahn namun perangkat pertanyaan wawancara yang dibedakan yakni mengangkat masalah ekologi yang dilematis. Peneliti ini ingin menguji apakah didaerahnya yaitu Libson, Portugis anak-anak sekolah dasar yang berumur antara 8-10 tahun sama memiliki penalaran antroposentris seperti pada hasil penelitian Kahn jika dihadapkan dengan masalah-masalah ekologis yang dilematis. Selain itu, penelitian tersebut ingin mengetahui bagaimana penalaran secara kognitif mereka dan pengalaman sosialnya mempengaruhi jenis penalaran moral pada lingkungan. Hasil penelitian Almeida dkk. (2011) menemukan bahwa tahun sekolah yang dipengaruhi oleh umur anak dan perkembangan kognitif dapat memberi pengaruh positif terhadap penalaran nonantroposentris (biosentris dan ekosentris) namun variable gender dan frekuensi kontak (berhubungan) dengan hewan tidak berpengaruh. Penemuan ini mendukung beberapa penelitian selanjutnya pada bahasan ini bahwa kejadian penalaran moral biosentris dapat tergantung akan bagaimana situasi yang diberikan pada anak-anak (Almeida dkk., 2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, penulis ingin menemukan bagaimana siswa khususnya siswa Indonesia memiliki penalaran moral terhadap lingkungan sekitar dan permasalahannya yang sedang dialami. Faktor dalam


(15)

4

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pengembangan masa depan siswa belajar pada proses alam, meningkatkan kepekaan lingkungan di masa depan mereka (Chawla, 1998). Hubungan antara pendidikan lingkungan dan kesadaran lingkungan dapat memberikan kontribusi untuk membentuk sikap lingkungan siswa (Chapman & sharma, 2001). Selain itu, melalui diketahuinya jenis penalaran pada siswa akan mempermudah pengajar untuk menentukan metode belajar yang sesuai saat pembelajaran masalah lingkungan dimana materi ini tidak hanya untuk diketahui siswa namun untuk diaplikasikan pada lingkungan sekitar mereka agar keseimbangan ekologi tetep terjaga. Marcelo (2004) meneliti penalaran moral lingkungan siswa Brasil berdasarkan kelas sosial yang berbeda (rentang usia 11-17 tahun) tentang bioma dan satwa liar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki lebih banyak kontak dengan pemandangan alam menunjukkan kasih sayang yang lebih besar untuk lingkungan tersebut. Sejumlah besar penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan jenis penalaran untuk mengukur berbagai aspek kepedulian lingkungan. Huckle & Sterling (dalam Menzel & Bogeholz, 2009) menyatakan jika kita memahami pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan terutama sebagai proses belajar, perspektif pelajar yang menjadi faktor kunci dalam membuat langkah-langkah pendidikan bermakna atau berarti bagi seorang individu. Topik keanekaragaman hayati dan permasalahan ekologi memiliki nilai pendidikan yang tinggi sebagai tantangan utama bagi tenaga pendidik menurut Dreyfus dkk. (dalam Menzel & Bogeholz, 2009). Materi ekosistem ini juga merupakan materi yang selalu diberikan mulai dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat agar siswa sejak dini dapat memberi solusi yang solutif untuk permasalahan lingkungan yang sedang dialami.

Indonesia yang menerapkan Kurikulum 2013 pada sistem pendidikannya memiliki Kompetensi Inti (KI) yang salah satunya berbunyi: “Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotongroyong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya”. Pada KI tersebut guru dituntut pada setiap kali mengajar menyisipkan sisi moral dan


(16)

5

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sosialnya dari materi yang telah diajarkan. Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi KI tersebut sehingga penelitian jenis penalaran ini dapat memberi feedback untuk tenaga pengajar. Tuntutan kurikulum mengenai pentingnya kepedulian akan lingkungan sekitar (moral dan sosial) membuat penelitian ini dianggap perlu dilakukan.

Di sisi lain, moral anak didik yang mendukung keseimbangan lingkungan akan dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang terjadi. Oleh karena itu, peran guru untuk membangun moral tersebut sangat dibutuhkan untuk lingkungan di masa yang akan datang. Moral akan kepedulian lingkungan didahului dengan adanya penalaran seseorang, yaitu penalaran moral akan lingkungan yakni akankah penalaran moralnya akan bertambah kecenderungannya untuk menjaga keseimbangan ekosistem seiring dengan bertambahnya jenjang pendidikan. Berdasarkan pernyataan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi penalaran moral siswa terhadap lingkungan jenis apa saja yang terdapat pada tingkat atau jenjang pendidikannya yaitu mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) saat diberikan beberapa isu permasalahan lingkungan yang sedang terjadi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran latar belakang tersebut dapat dirumuskan sebuah masalah sebagai berikut: bagaimana penalaran antroposentris, biosentris, dan ekosentris pada jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA mengenai permasalahan lingkungan? Adapun pertanyaan penelitian untuk rumusah masalah tersebut adalah:

1. Bagaimana perbedaan jenis penalaran antroposentris, biosentris, dan ekosentris pada setiap jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA mengenai permasalahan lingkungan?

2. Bagaimana perkembangan penalaran moral antroposentris, sampai ekosentris dari jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA mengenai permasalahan lingkungan?


(17)

6

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Bagaimana pengaruh perbedaan gender terhadap perbedaan jenis penalaran antroposentris, biosentris dan ekosentris pada siswa mengenai permasalahan lingkungan?

C. Tujuan

Penelitian yang akan dilakukan memiliki tujuan yaitu mengidentifikasi penalaran antroposentris, biosentris, dan ekosentris pada siswa Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) terhadap permasalahan lingkungan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan akan memberikan manfaat yakni data yang didapatkan akan mempermudah tenaga pendidik di sekolah untuk membuat metode yang lebih sesuai untuk pembelajaran ekosistem pada siswanya sehingga sesuai antara jenis penalaran moral siswa terhadap lingkungan dengan metode pembelajaran yang dilakukan. Selain itu, materi yang dibelajarkan memuat aplikasi dari meteri tersebut khususnya materi keseimbangan ekosistem. Data yang telah diperoleh dapat juga dijadikan untuk penelitian kependidikan selanjutnya.

E. Definisi Oprasional

1. Penalaran antroposentris adalah jenis penalaran yang alasan-alasan dibalik jawaban yang diberikan terhadap suatu permasalahan lingkungan terpusatkan untuk keuntungan manusia sepenuhnya. Jenis penalaran ini dapat diukur dari jawaban pertanyaan kuesioner uraian terbuka yang diberikan mengenai permasalahan lingkungan.

2. Penalaran biosentris adalah jenis penalaran yang alasan-alasan dibalik jawaban yang diberikan terhadap suatu permasalahan lingkungan terpusatkan bukan untuk manusia sepenuhnya namun mengacu kepada kepentingan


(18)

7

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

makhluk hidup lain. Jenis penalaran ini dapat diukur dari jawaban pertanyaan kuesioner uraian terbuka yang diberikan mengenai permasalahan lingkungan. 3. Penalaran ekosentris adalah jenis penalaran yang alasan-alasan dibalik

jawaban yang diberikan terhadap suatu permasalahan lingkungan terpusatkan bukan untuk manusia sepenuhnya namun mengacu kepada keseimbangan dan keutuhan lingkungan. Jenis penalaran ini dapat diukur dari jawaban pertanyaan kuesioner uraian terbuka yang diberikan mengenai permasalahan lingkungan.

4. Perkembangan penalaran adalah tahapan penalaran moral siswa mulai tahapan yang paling rendah sampai paling tinggi yaitu dari jenis penalaran antroposentris – penalaran biosentris – penalaran ekosentris. Perkembangan penalaran ini dapat diukur melalui jawaban pertanyaan kuesioner uraian terbuka yang diberikan mengenai permasalahan lingkungan.

5. Permasalahan lingkungan yang dimaksud merupakan permasalahan lingkungan yang kontekstual mengenai keutuhan komponen ekosistem, keseimbangan rantai makanan, dan bencana alam yang sering terjadi di Indonesia secara dilematis dan diketahui oleh siswa dari mulai jenjang SD, SMP hingga SMA. Permasalahan lingkungan ini digunakan sebagai tema soal kuesioner uraian terbuka yang digunakan untuk mengukur tingkat penalaran moral siswa.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Penelitian ini berjudul “Penalaran Antroposentris, Biosentris, dan Ekosentris pada Jenjang SD, SMP, dan SMA Mengenai Permasalahan Lingkungan”. Laporan hasil penelitian tersebut ditulis dalam bentuk skripsi dengan sistematika sebagai berikut. 1. Bab I Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang menjadi acuan penelitian, definisi operasional dari variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.


(19)

8

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Bab II Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan setiap konsep yang terlibat dalam penelitian ini, yaitu penalaran moral antroposentris, biosentris, dan ekosentris, perkembangan penalaran dan perkembangan kognitif, bagaimana peran gender terhadap penalarannya dan permasalahan lingkungan sebagai topik yang dipilih untuk mengetahui jenis penalaran subyek. Selain itu dalam bab ini juga dipaparkan mengenai informasi dari beberapa penelitian terdahulu yang relevan.

3. Bab III Metode Penelitian

Dalam bab ini diuraikan mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian yang meliputi desain penelitian, partisipan yang terlibat dalam penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, dan uraian mengenai prosedur penelitian.

4. Bab IV Temuan dan Pembahasan

Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil temuan dan pembahasan yang disusun secara tematik. Pembahasan hasil temuan dikaitkan dengan tinjauan pustaka yang dipaparkan pada bab sebelumnya.

5. Bab V Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi.

Dalam bab ini diuraikan mengenai kesimpulan yang dapat ditarik dari keseluruhan tahapan penelitian. Selain itu, dalam bab ini disertakan implikasi dan rekomendasi dari penulis mengenai penelitian serupa di masa mendatang.


(20)

31

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif karena bertujuan untuk membuat gambaran yang benar mengenai subjek yang diteliti berdasarkan data dalam bentuk angka (Dharminto, 2007). Dalam penelitian dengan metode deskriptif ini peneliti ingin mengetahui secara faktual mengenai jenis penalaran moral terhadap lingkungan yaitu; antroposentris, biosentris, dan ekosentris terhadap permasalahan lingkungan pada jenjang SD, SMP, dan SMA. Dengan alasan inilah peneliti memilih metode deskriptif, karena sesuai dengan perpertanyaanan yang akan peneliti lakukan.

Penelitian ini tidak memberikan perlakuan selama proses pembelajaran kepada subyek penelitian. Data utama yang didapatkan berupa grafik jenis penalaran moral antroposentris, biosentris dan ekosentris pada siswa di jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA dari hasil kuesioner uraian terbuka dan wawancara pada siswa yang jawabannya masih kurang jelas untuk dikategorikan.

Sasaran penelitian mengenai perkembangan pada umumnya menyangkut variable tingkah laku atau pola pikir secara individual maupun kelompok. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan variable jenjang pendidikan dan gender yang utamanya membedakan jenis penalaran moral terhadap permasalahan lingkungan yang dimiliki seseorang. Sehingga penelitian ini dilakukan dengan model cross-sectional, dimana peneliti pada waktu yang sama dan simultan menggunakan berbagai tingkatan variable untuk diselidiki (Sukardi, 2003). Data yang diperoleh dari masing-masing jenjang pendidikan dapat dideskripsikan dan kemudian dikomparasikan atau dicari tingkat asosiasinya. Penelitian dilakukan pada satu waktu terhadap beberapa kelompok, yakni kelompok siswa SD, SMP, dan SMA.


(21)

32

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu B. Partisipan dan Tempat Penelitian

1. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian adalah Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dikelola oleh satu yayasan swasta yang terletak di Kota Bandung. Ketiga sekolah ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena dikelola oleh satu yayasan. Alasan dipilih sekolah pada yayasan yang sama adalah untuk menunjang penelitian cross sectional yang bertujuan dalam mendeskripsikan perkembangan penalaran moral. Yayasan tersebut dianggap memiliki kesamaan pada sistem pembelajaran maupun cara dan metode belajar yang digunakan di setiap jenjangnya. Sehingga memperkecil faktor-faktor lain yang mempengaruhi jenis penalaran moral mereka kecuali faktor jenjang pendidikan dan sistem yayasan.

2. Populasi

Seluruh siswa siswi kelas 4 dan 5 SD, kelas 8 SMP dan kelas 11 SMA jurusan IPA pada sekolah yang disebutkan di lokasi penelitian. Populasi ini dipilih karena penelitian dilakukan hanya pada sekolah Yayasan Umum yang memiliki tingkat sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas.

Berikut tabel jumlah siswa dan siswi yang akan dijadikan populasi:

Tabel 3.1 Jumlah Siswa Tahun 2014 Salah Satu Yayasan Swasta Kota Bandung Jenjang Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah

SD 4

5 12 11 8 8 20 19

SMP 8A

8B 8C 8D 8E 8F 17 17 17 17 17 17 20 20 20 18 18 20 37 37 37 35 35 37


(22)

33

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

SMA 11 MII 1

11 MII 2 11 MII 3 11 MII 4

15 14 14 15

21 22 22 21

36 36 36 36

3. Sampel

Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini convenience sampling yaitu diambil satu kelas yang ditujukan sebagai sampel dari penelitian ini dari beberapa kelas yang ada pada populasi. Cara ini dilakukan agar tidak mengganggu proses pembelajaran yang terlalu banyak di beberapa kelas. Sampling seperti ini juga memudahkan peneliti saat pengambilan data yang dibutuhkan yakni jawaban dari test essay terbuka yang diberikan kepada siswa siswi yang menjadi sampel peneitian karena kelas yang dipilih adalah kelas yang dianggap cukup baik dalam menjawab pertanyaan IPA atau lebih unggul dalam mata pelajaran IPA dibandingkan dengan kelas lainnya.

Sampel pada penelitian ini yang dipilih adalah 19 siswa SD kelas V, 29 siswa SMP kelas VIII D, dan 32 siswa SMA kelas XI MIA 3. Pemilihan tingkatan kelas karena mempertimbangkan pengetahuan siswa terhadap materi Biologi yang secara implisit ada pada instrumen yang diberikan, sedangkan pada tingkatan kelas tersebut dianggap telah memasuki konsep-konsep Biologi khususnya mengenai ekosistem dan lingkungan dalam pembelajaran di sekolah.

C. Instrumen Penelitian 1. Instrumen

Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuesioner uraian terbuka. Kuesioner uraian terbuka digunakan untuk mendapatkan hasil jawaban dari sampel apakah termasuk kedalam penalaran antroposentris, biosentris dan ekosentris. Kuesioner ini dibuat sendiri oleh peneliti dengan bimbingan dosen-dosen yang bersangkutan. Pengambilan tema beberapa pertanyaan juga diadopsi dari jurnal yang dijadikan literatur pada penelitian ini. Literatur jurnal yang


(23)

34

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

digunakan ditulis oleh Almeida (2011) yang memuat pertanyaan-pertanyaan permasalahan ekologi. Beberapa pertanyaan pertanyaan ini juga diambil dari beberapa fakta masalah ekologi di Indonesia dan di luar Indonesia.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Kuesioner Uraian Terbuka No

Pertanyaan

Tema Permasalahan

Lingkungan Rincian pertanyaan

1

Populasi Ikan, burung

pemakan ikan, dan manusia di ekosistem danau

a. Pertanyaan setuju atau tidak mengurangi salah satu populasi tersebut untuk memecahkan sebuah masalah lingkungan dengan alasannya b. Pertanyaan adakah solusi lain dari solusi yang telah disebutkan untuk

memecahkan permasalahan

lingkungan yang ada.

2 Banjir bandang dan solusinya

a. Pertanyaan setuju atau tidak terhadap solusi yang diberikan pada pertanyaan beserta alasannya

b. Pertanyaan solusi lain dari solusi yang telah disebutkan untuk memecahkan masalah banjir bandang.

3 Harga beras dan ekosistem Hutan Lindung Galunggung

a. Pertanyaan setuju atau tidak terhadap solusi yang diberikan pada pertanyaan agar warga dapat membeli beras beserta alasannya

b. Pertanyaan solusi lain dari solusi yang telah disebutkan untuk memecahkan masalah harga beras yang melonjak. 4 Harga beras dan populasi

burung di ekosistem sawah

a. Pertanyaan setuju atau tidak terhadap solusi yang diberikan pada


(24)

35

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pertanyaan beserta alasannya

b. Pertanyaan solusi lain dari solusi yang telah disebutkan untuk memecahkan masalah harga beras dan populasi burung sawah.

5

Pohon langka dan tua yang hamper tumbang, burung langka dan populasi siswa SD

a. Pertanyaan setuju atau tidak terhadap solusi yang diberikan pada pertanyaan beserta alasannya

b. Pertanyaan solusi lain dari solusi yang telah disebutkan untuk memecahkan masalah pohon tua yang hamper tumbang.

2. Proses Pengembangan Instrumen

Langkah-langkah pengembangan instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi penalaran moral terhadap lingkungan dengan bentuk uraian terbuka adalah:

a. Melakukan bimbingan untuk pembuatan instrumen. b. Melakukan judgement instrumen kepada dosen ahli.

c. Merevisi kuesioner uraian terbuka, berdasarkan judgement instrumen.

d. Melakukan uji coba instrumen kuesioner uraian terbuka kepada kelas bukan penelitian.

e. Melakukan analisis keterbacaan per butir pertanyaan kuesioner uraian terbuka dengan pengkategorian penalaran Antroposentris, Biosentris, dan Ekosentris berdasarkan katagori Kahn dalam Almeida dkk. (2011).

f. Merevisi pertanyaan-pertanyaan yang perlu diperbaiki setelah uji coba. g. Finalisasi pertanyaan kuesioner uraian terbuka dengan dosen pembimbing.


(25)

36

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu D. Teknik Pengumpulan Data

Melalui instrumen yang telah dibuat dan dikembangkan, data penelitian ini dijaring dengan 2 cara, yaitu melalui kuesioner uraian terbuka, dan wawacara. kuesioner uraian terbuka digunakan untuk mengetahui pola penalaran moral dari jawaban yang diberikan. Selain itu untuk mendukung data jawaban siswa yang masih kurang jelas, dilakukan wawancara agar jawaban tersebut dapat dikategorikan dan juga dapat digali informasi-informasi yang dirasa perlu untuk mendukung penelitian ini.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar pada hal yang akan ditanyakan (Arikunto, 2010). Wawancara tidak terstruktur ini dilakukan karena secara umum jawaban sudah ada pada hasil jawaban kuesioner uraian terbuka yang telah dijawab oleh siswa hanya saja peneliti masih kurang memahami jawaban tersebut, oleh karena itu pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada setiap siswa tidaklah sama, yakni berhubungan dengan jawaban siswa sebelumnya yang relatif beragam pada setiap siswa. Untuk menunjang proses wawancara, peneliti menyiapkan catatan dilembar jawaban yang sudah mereka isi pada kuesioner.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap pelaksanaan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian. Berikut merupakan penjelasan secara ringkas dari rencana ketiga tahapan tersebut:

1. Tahap Persiapan

a. Mengidentifikasi masalah, mencari dan menganalisis referensi buku dan jurnal mengenai penalaran moral terhadap lingkungan.

b. Membuat instrumen penelitian, menyusun pertanyaan kuesioner uraian terbuka.

c. Melakukan judgement instrumen kuesioner. Judgement yang dilakukan ini dilakukan pada dosen berupa kebenaran konsep-konsep yang disajikan pada


(26)

37

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pertanyaan identifikasi penalaran moral mengenai permasalahan lingkungan, dan keterbacaan pertanyaan.

d. Melakukan perbaikan/revisi terhadap instrumen berdasarkan judgement dan saran dari dosen ahli. Perbaikan yang dilakukan ini antara lain perbaikan penulisan yang berhubungan dengan keterbacaan pertanyaan dan tema permasalahan lingkungan yang diambil.

e. Melakukan uji coba serta perbaikan instrumen berdasarkan kendala yang ditemukan saat melakukan uji coba pertanyaan. Perbaikan dilakukan pada keterbacaan redaksi kalimat dan pertanyaan yang muncul selama siswa mengerjakan kuesioner uji coba.

f. Membuat surat izin mengadakan pra-penelitian yang dikeluarkan oleh jurusan dan fakultas, serta surat izin penelitian yang dikeluarkan oleh universitas guna mempermudah proses penelitaian.

g. Menentukan kelas yang akan dijadikan subjek penelitian berdasarkan teknik sampling purposive sampling yaitu kelas yang dianggap unggul dalam mata pelajaran IPA dan Biologi.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimaksudkan untuk mengumpulkan data dari responden. Adapun langkah-langkah yang ditempuh peneliti sebagai berikut :

a. Mengajukan surat permohan izin untuk melakukan penelitian ke sekolah yang telah ditentukan.

b. Memberikan kuesioner uraian terbuka kepada responden di ketiga jenjang yang berbeda dalam waktu yang berbeda.

c. Merekap jawaban responden dan mengelompokkan sesuai dengan kategori penalaran moral yang muncul.

d. Melakukan wawancara dengan responden ketika menemukan hasil jawaban yang kurang jelas untuk dikategorikan, kemudian hasil wawancara tersebut ditulis dan disusun dalam bentuk catatan lengkap.


(27)

38

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Data yang diperoleh dari laporan lengkap setelah didukung dokumen-dokumen yang mendukung sampai pada titik jenuh yang berarti perolehan data tidak lagi mendapatkan informasi yang baru.

3. Tahap penyelesaian

a. Melakukan analisis keseluruhan terhadap hasil analisis kuesioner, dan hasil wawancara dengan siswa untuk mengidentifikasi dan memperoleh data jenis penalaran moral terhadap lingkungan berdasarkan jenjang pendidikan dan gender.

b. Melakukan pembahasan berdasarkan temuan penelitian

c. Melakukan penarikan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh. d. Menyusun laporan hasil penelitian.

Secara singkat, dapat digambarkan alur penelitian yang dilakukan seperti berikut:

Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian Identifikasi

dan perumusan

masalah

Studi tinjauan pustaka

Penentuan metode penelitian

Pembuatan instrumen kuesioner penalaran moral tertulis

mengenai permasalahan

lingkungan (Pengumpulan

Data)

Judgement instrumen

Revisi Instrumen

Uji Coba Instrumen Pengambilan data

Analisis dan pembahasan

Analisis Simpulan dan Saran


(28)

39

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu F. Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengolahan, penyajian, interpretasi dan analisis data yang diiperoleh dari lapangan, dengan tujuan agar data yang diperoleh mempunyai makna, sehingga pembaca dapat mengetahui hasil penelitian yang telah dilakukan (Martono, 2011). Dengan menggunakan data lembar jawaban siswa dari pertanyaan kuesioner uraian terbuka, peneliti akan mendapat data berupa data kualitatif yakni jawaban pertanyaan uraian mengenai permasalahan lingkungan. Ada beberapa tahap yang harus dikerjakan untuk menganalisis data tersebut yaitu data coding, data entering, data cleaning, data output dan data analyzing (Neuman, 2003).

1. Data Coding (pengodean data)

Pada tahap ini peneliti melakukan penyusunan data mentah secara sistematis. Langkah pertama yaitu jawaban dari responden akan dikelompokan berdasarkan jawaban-jawaban dikodekan dengan cara yang sama dengan penelitian oleh Kahn (dalam Almeida dkk., 2011) tetapi ada beberapa modifikasi yang dilakukan. Berikut adalah tabel pengkatagorian jenis penalaran berdasarkan jawaban yang diberikan sampel terhadap pertanyaan permasalahan lingkungan:

Tabel 3.3 Tolak Ukur Pengategorian Jenis Penalaran Moral Seseorang Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Kuesioner Uraian Terbuka Mengenai Permasalahan Lingkungan

Jenis Penalaran Penjelasan Tolak Ukur

Antroposentris jawaban terpusat pada segala macam keuntungan untuk manusia sebagian atau secara umum

dengan mengangkat isu ekonomi, psikologi, pendidikan atau nilai kebudayaan yang berkontribusi untuk seseorang manusia atau kesejahteraan masyarakat.

Biosentris jawaban terpusat pada penalaran mengenai kebutuhan makhluk hidup lainnya

dengan kepedulian mereka terhadap hak-hak hewan, dan mengkritisi perilaku manusia yang egois terhadap makhluk hidup lainnya dan bahkan


(29)

40

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dapat memberi saran bagaimana perilaku manusia diubah.

Ekosentris jawaban yang dianalis secara keseluruhan memiliki hubungan antara alam sebagai sesuatu yang sungguh ada dan satu kesatuan

dengan menarik keterkaitan sistem

ekologi, dan menyatakan

ketergantungan dan hamoni ekologi sebagai sesuatu yang menyeluruh.

Jika terdapat lebih dari satu tipe penalaran (untuk pembulatan persentase), peneliti menganggap jawaban tersebut mengungkapkan kepada prespektif tidak kepada manusia, tetapi lebih kepada alam. Setelah jawaban sampel dikategorikan kemudian peneliti melakukan langkah kedua yaitu menentukan tipe penalaran moral sampel tersebut dari jumlah terbanyak jenis penalaran yang teridentifikasi pada sepuluh butir pertanyaan. Jawaban sampel dari sepuluh butir pertanyaan memungkinkan sampel memiliki lebih dari satu jenis penalaran sehingga menyimpulkan termasuk jenis penalaran apakah sampel tersebut penting dilakukan. Apabila jumlah satu penalaran sama banyaknya dengan jenis penalaran lain maka sampel tersebut dikategorikan ke dalam jenis penalaran campuran. Penalaran campuran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu penalaran campuran atropo-bio sentris, antropo-eko sentris dan atropo-bio-eko sentris.

2. Data Entering

Tahap ini merupakan proses pemindahan data yang telah diubah dalam kode sesuai dengan tujuan penelitian ke dalam computer. Setelah mengetahui jenis penalaran moral pada masing-masing sampel, kemudian data ditabulasikan dan dihitung persentase dari masing-masing jenis penalaran dan penalaran campuran pada setiap jenjang pendidikan. Hasil data mentah yang telah ditabulasikan dapat dilihat pada lembar lampiran.


(30)

41

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Data Cleaning

Pada tahap ini dilakukan pembersihan data yaitu proses pengecekan untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan ke computer sudah sesuai dengan informasi sebenarnya. Dalam penelitian ini karena tidak ditemukannya kesalahan maka tahap ini tidak dilakukan.

4. Data Output

Tahap ini merupakan tahap penyajian data dimana dalam penyajian hasil pengolahan data dengan bentuk yang mudah dibaca dan lebih menarik. Hasil persentase kemudian dijadikan bentuk grafik untuk mempermudah pembahasan mengenai jenis penalaran moral berdasarkan jenjang pendidikan. Adapun perubahan bentuk persentase menjadi diagram lingkaran untuk mempermudah pembahasan jenis-jenis penalaran yang ditemukan pada setiap jenjangnya. Selain perkembangan penalaran berdasarkan jenjang pendidikan, analisis data juga dilakukan untuk mengidentifikasi jenis penalaran berdasarkan gender. Data gender didapat melalui isian biodata pada pertanyaan kuesioner uraian terbuka. Sama seperti pengolahan data berdasarkan jenjang pendidikan, pentabulasian dan persentase data dilakukan sebelum data dibahas agar mempermudah keterbacaan data yang telah dianalisis.

5. Data Analyzing

Tahap ini merupakan tahapan terakhir dimana peneliti harus menginterpretasikan data yang telah diperoleh dan diolah kedalam bentuk grafik dan diagram pada bab pembahasan dengan cara mengaitkan dengan teori yang ada. Dari analisis data inilah peneliti dapat menarik kesimpulan dari deskripsi yang telah dilakukan mengenai fenomena apa yang terjadi yang dalam penelitian ini adalah jenis penalaran moral antroposentris, biosentris dan ekosentris berdasarkan jenjang pendidikan dan gender.


(31)

75

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Pola penalaran dari setiap jenjang pendidikan yang diteliti dapat dikatakan mengalami perubahan. Pada jenjang Sekolah Dasar (SD) jenis penalaran yang dominan teridentifikasi adalah biosentris namun tidak ada jenis penalaran ekosentris. Pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) jenis penalaran yang teridentifikasi dominan adalah biosentris namun, jenis penalaran ekosentris sudah muncul. Sedangkan pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), jenis penalaran yang dominan teridentifikasi adalah antroposentris.

2. Jenis penalaran moral terhadap lingkungan yang dimiliki siswa dari jenjang pendidikan SD sampai SMA tidak menunjukkan perkembangan dari penalaran antroposentris ke arah ekosentris meskipun tidak secara menyeluruh. Sehingga dapat dikatakan pula perkembangan penalaran moral terhadap lingkungan yang terjadi tidak sesuai dengan jenjang pendidikannya.

3. Penalaran moral antroposentris, biosentris dan ekosentris dipengaruhi oleh perbedaan gender. Laki-laki didominasi oleh jenis penalaran antroposentris dan perempuan didominasi oleh jenis penalaran biosentris. Namun, semakin tinggi jenjang pendidikannya maka perbedaan jenis penalaran moral terhadap lingkungan berdasarkan gender semakin tidak terlihat.

B. Implikasi dan Rekomendasi

Dari penelitian ini ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan di dalam penelitian ini. Keterbatasan-keterbatasan tersebut kiranya dapat diimplikasikan dan menjadi masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang yang perlu diperhatikan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai pola penalaran moral terhadap lingkungan sebagai berikut :


(32)

76

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Untuk dapat menghasilkan data yang lebih lengkap dan akurat sebaiknya selain diberikan kuesioner uraian terbuka dilakukan wawancara secara individual kepada seluruh siswa secara menyeluruh, bukan hanya pada siswa dengan jawaban test yang kurang dapat dikategorikan.

2. Untuk mempermudah menggali informasi yang bersifat sama pada setiap siswa perlu dibuat angket khusus sesuai dengan informasi yang akan digali pada siswa. 3. Untuk melengkapai data sekunder dan mempermudah pembahasan baiknya

dilakukan wawancara dengan pihak yang terlibat dengan proses bernalar seseorang misalnya dengan guru mata pelajaran, guru wali kelas atau juga dengan orang tua murid.

4. Untuk dapat menggambarkan secara keseluruhan apa saja aspek yang dapat mempengaruhi penalaran seseorang, perlu menambah variabel untuk jenis penelitian ini. Seperti misalnya variabel berbagai macam sistem pendidikan yang dipakai pada yayasan pendidikan, variabel latar belakang ekonomi orang tua siswa, dan sebagainya.

5. Data penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian mengenai metode pembelajaran materi ekosistem pada setiap jenjang pendidikan, karena setelah mengetahui jenis penalaran moral terhadap lingkungan pada siswa pendidik dapat mengubah metode mengajarnya untuk merubah jenis penalaran siswanya yang belum sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuh.


(33)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Almeida, A., Vasconcelos, A. M., Strecht-Ribeiro, O. & Torres, J. (2011). Non-anthropocentric reasoning in children: its incidence when they are confronted with ecological dilemmas. International Journal of Science Education. 10. h. 1-23.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Chapman, D., dan Sharma, K. (2001). Environmental attitudes and behaviour of primary and secondary students in Asian cities: An overview strategy for implementing an eco-schools programme. The Environmentalist. 21. h. 265– 272.

Chawla, L. (1998). Significant life experiences revisited: A review of research on sources of environmentalsensitivity. Journal of environmental Education. 29(3). h. 11–21.

Clements, R. (2004). An Investigation of the Status of Outdoor Play. Contemporary Issues in Early Childhood. 5(1).

Clerkin, B. dan Macrae F. (2006). Men Are More Intelligent Than Women, Claims New Study. [Online]. Tersedia pada: http://www.dailymail.co.uk/news/article-405056/Men-intelligent-women-claims-new-study.html [29 Juli 2015].

Coley, R. J. (2001). Differences in gender gap. Comparisons across racialethnic groups in education and work. Princeton, NJ: Educational Testing Service, Policy Information Center.

Conway, R. N. F. (1997). An Introduction to Cognitive Education: Theory and Applications . London: Routledge.

Dahar, R. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Penerbit Erlangga.

Dawson, V. dan Venville, G. J. (2009). High-school Students’ Informal Reasoning and Argumentation about Biotechnology: An indicator of scientific literacy?. International Jounal of Science Education, 31(11), 1421-1445. http://doi.org/10.1080/09500690801992870.

Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Dharminto. (2007). Metode Penelitian dan Penelitian Sampel. [Online].

Tersedia pada: http://eprints.undip.ac.id/5613/1/METODE_PENELITIAN_-_dharminto.pdf [28 Juli 2015].


(34)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Eisenberg dan Fabes. (1998). Emotion, Regulation, and Moral Development. Annu Rev Psychology. Arizona State University. 51. h. 665-697.

Ellis dan Omrod. (2007). Educational Psychology Developing Learners. Pearson. Fischer, K. W. (1980). A Theory of Cognitive Development: The Control and

Construction of Hirarchies of Skills. Psychology Review. 87(6). h. 477-531. Flavell, J. H. (2002). Cognitive Development Fourth Edition. Psychology Book. Froderman, R. dan Callicott , J. Baird. (2009). Encyclopedia of Environmental

Ethics and Philosophy. Gale, Cengage Learning. New York.

Frost, L., dan Jacobs, P.J. (1995). Play deprivation, a factor in juvenile violence, dimensions of early childhood. Southern Early Childhood Association, 23. Geary, D. C., dkk. (2000). Numerical and Arithmetical Cognition: A Longitudinal

Study of Process and Concept Deficit in Children with Learning Disability. Journal of Experimental Child Psychology. 77. h. 236-263.

Ibrahim, A.M. (2006). An anthropocentric approach to saving biodiversity: Kenyan pupils’ attitudes towards parks and wildlife. Applied Environmental Education and Communication. 5(1). h.21–32.

Kahn, P. H. (2002). Children's moral and ecological reasoning. Developmental Psychology. 33, 1091-1096.

Kortenkamp, Katherine V. dan Moore. Colleen F. (2001). Ecocentrism And Anthropocentrism: Moral Reasoning About Ecological Commons Dilemmas. Journal of Environmental Psychology, 21 h. 261-272.

Kohlberg, Lawrence. (1973). The Claim to Moral Adequacy of a Highest Stage of Moral Judgment. The Journal of Philosophy, 70 No. 18.

Kuswana, W. (2013). Taksonomi Berpikir. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Marcelo, X.A. B. (2004). Children’s perceptions of Brazilian Cerrado landscapes

and biodiversity. The Journal of Environmental Education. 35(4). h. 47–58. Martono, N. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data

Sekunder. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Menzel, S. dan Bogeholz, S. (2009). The loss of biodiversity as a challenge for sustainable development: how do pupils in Chile and Germany perceive resourch dilemmas?. Research in Science Education. 39. h. 429-447.

Nash, R. F. (1989). The Rights of Nature: A History of Environmenal Ethics. Madison, WI: University of Wisconsin Press.


(35)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Neuman, L. (2003). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Boston: Allyn and Bacon.

Nisiforou, O. dan Charalambides, A. G. (2012). Assesing undergraduate university students’ level knowledge, attitudes and behavior towards biodiversity: a case study in Cyprus. Internasional Journal of Science Education. 34 (7) h. 1027-1051.

Pergams, O.R.W., dan Zaradic, P.A. (2006). Is love of nature in the US becoming love of electronic media. Journal of Environmental Management. 80(4). h. 387–393.

Rahim, S. (2008). Etika Lingkungan dan Persfektif Filsafat. [Online]. Tersedia

pada:http://www.scribd.com/doc/66506942/8/C-Prinsip-Prinsip-Etika-Lingkungan [29 Juli 2015].

Roth, C. E. (1992). Environmental Literacy: Its Roots, Evolution, and Directions in the 1990s. U.S., Massachusetts: ERIC Clearinghouse for Science, Mathematics and Environmental Education.

Sadler, T. D. (2004). Informal reasoning regarding socioscientific issues: A critical review of research. Journal of Research in Science Teaching, 41(5), 513–536. http://doi.org/10.1002/tea.20009.

Santrock, J. (2007). Perkembangan Anak. University of Texas, Dallas: Penerbit Erlangga.

Siegler, R. dan Crowley K. (2001). The microgenetic method: A direct means for studying cognitive development. American Psychology. 56, h. 606-620.

Sihotang, K. (2012). Critical Thinking. Jakarta: Sinar Harapan.

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Susilo, Rachmad K. D. (2008). Sosiologi Lingkungan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Wilson, B. G. (1990). Constructivist Learning Environments: Case Studies in Instructional Design. Englewood Cliffs NJ: Educational Technology Publication.

Woolfolk, Anita. (2009). Educational Psychology Active Learning Edition. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.


(1)

41

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Data Cleaning

Pada tahap ini dilakukan pembersihan data yaitu proses pengecekan untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan ke computer sudah sesuai dengan informasi sebenarnya. Dalam penelitian ini karena tidak ditemukannya kesalahan maka tahap ini tidak dilakukan.

4. Data Output

Tahap ini merupakan tahap penyajian data dimana dalam penyajian hasil pengolahan data dengan bentuk yang mudah dibaca dan lebih menarik. Hasil persentase kemudian dijadikan bentuk grafik untuk mempermudah pembahasan mengenai jenis penalaran moral berdasarkan jenjang pendidikan. Adapun perubahan bentuk persentase menjadi diagram lingkaran untuk mempermudah pembahasan jenis-jenis penalaran yang ditemukan pada setiap jenjangnya. Selain perkembangan penalaran berdasarkan jenjang pendidikan, analisis data juga dilakukan untuk mengidentifikasi jenis penalaran berdasarkan gender. Data gender didapat melalui isian biodata pada pertanyaan kuesioner uraian terbuka. Sama seperti pengolahan data berdasarkan jenjang pendidikan, pentabulasian dan persentase data dilakukan sebelum data dibahas agar mempermudah keterbacaan data yang telah dianalisis.

5. Data Analyzing

Tahap ini merupakan tahapan terakhir dimana peneliti harus

menginterpretasikan data yang telah diperoleh dan diolah kedalam bentuk grafik dan diagram pada bab pembahasan dengan cara mengaitkan dengan teori yang ada. Dari analisis data inilah peneliti dapat menarik kesimpulan dari deskripsi yang telah dilakukan mengenai fenomena apa yang terjadi yang dalam penelitian ini adalah jenis penalaran moral antroposentris, biosentris dan ekosentris berdasarkan jenjang pendidikan dan gender.


(2)

75

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Pola penalaran dari setiap jenjang pendidikan yang diteliti dapat dikatakan mengalami perubahan. Pada jenjang Sekolah Dasar (SD) jenis penalaran yang dominan teridentifikasi adalah biosentris namun tidak ada jenis penalaran ekosentris. Pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) jenis penalaran yang teridentifikasi dominan adalah biosentris namun, jenis penalaran ekosentris sudah muncul. Sedangkan pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), jenis penalaran yang dominan teridentifikasi adalah antroposentris.

2. Jenis penalaran moral terhadap lingkungan yang dimiliki siswa dari jenjang pendidikan SD sampai SMA tidak menunjukkan perkembangan dari penalaran antroposentris ke arah ekosentris meskipun tidak secara menyeluruh. Sehingga dapat dikatakan pula perkembangan penalaran moral terhadap lingkungan yang terjadi tidak sesuai dengan jenjang pendidikannya.

3. Penalaran moral antroposentris, biosentris dan ekosentris dipengaruhi oleh perbedaan gender. Laki-laki didominasi oleh jenis penalaran antroposentris dan perempuan didominasi oleh jenis penalaran biosentris. Namun, semakin tinggi jenjang pendidikannya maka perbedaan jenis penalaran moral terhadap lingkungan berdasarkan gender semakin tidak terlihat.

B. Implikasi dan Rekomendasi

Dari penelitian ini ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan di dalam penelitian ini. Keterbatasan-keterbatasan tersebut kiranya dapat diimplikasikan dan menjadi masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang yang perlu diperhatikan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai pola penalaran moral terhadap lingkungan sebagai berikut :


(3)

76

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Untuk dapat menghasilkan data yang lebih lengkap dan akurat sebaiknya selain diberikan kuesioner uraian terbuka dilakukan wawancara secara individual kepada seluruh siswa secara menyeluruh, bukan hanya pada siswa dengan jawaban test yang kurang dapat dikategorikan.

2. Untuk mempermudah menggali informasi yang bersifat sama pada setiap siswa perlu dibuat angket khusus sesuai dengan informasi yang akan digali pada siswa.

3. Untuk melengkapai data sekunder dan mempermudah pembahasan baiknya

dilakukan wawancara dengan pihak yang terlibat dengan proses bernalar seseorang misalnya dengan guru mata pelajaran, guru wali kelas atau juga dengan orang tua murid.

4. Untuk dapat menggambarkan secara keseluruhan apa saja aspek yang dapat mempengaruhi penalaran seseorang, perlu menambah variabel untuk jenis penelitian ini. Seperti misalnya variabel berbagai macam sistem pendidikan yang dipakai pada yayasan pendidikan, variabel latar belakang ekonomi orang tua siswa, dan sebagainya.

5. Data penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian mengenai metode pembelajaran materi ekosistem pada setiap jenjang pendidikan, karena setelah mengetahui jenis penalaran moral terhadap lingkungan pada siswa pendidik dapat mengubah metode mengajarnya untuk merubah jenis penalaran siswanya yang belum sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuh.


(4)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Almeida, A., Vasconcelos, A. M., Strecht-Ribeiro, O. & Torres, J. (2011). Non-anthropocentric reasoning in children: its incidence when they are confronted with ecological dilemmas. International Journal of Science Education. 10. h. 1-23.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Chapman, D., dan Sharma, K. (2001). Environmental attitudes and behaviour of primary and secondary students in Asian cities: An overview strategy for implementing an eco-schools programme. The Environmentalist. 21. h. 265– 272.

Chawla, L. (1998). Significant life experiences revisited: A review of research on sources of environmentalsensitivity. Journal of environmental Education. 29(3). h. 11–21.

Clements, R. (2004). An Investigation of the Status of Outdoor Play. Contemporary Issues in Early Childhood. 5(1).

Clerkin, B. dan Macrae F. (2006). Men Are More Intelligent Than Women, Claims New Study. [Online]. Tersedia pada: http://www.dailymail.co.uk/news/article-405056/Men-intelligent-women-claims-new-study.html [29 Juli 2015].

Coley, R. J. (2001). Differences in gender gap. Comparisons across racialethnic groups in education and work. Princeton, NJ: Educational Testing Service, Policy Information Center.

Conway, R. N. F. (1997). An Introduction to Cognitive Education: Theory and Applications . London: Routledge.

Dahar, R. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Penerbit Erlangga.

Dawson, V. dan Venville, G. J. (2009). High-school Students’ Informal Reasoning and Argumentation about Biotechnology: An indicator of scientific literacy?. International Jounal of Science Education, 31(11), 1421-1445. http://doi.org/10.1080/09500690801992870.

Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Dharminto. (2007). Metode Penelitian dan Penelitian Sampel. [Online].

Tersedia pada: http://eprints.undip.ac.id/5613/1/METODE_PENELITIAN_-_dharminto.pdf [28 Juli 2015].


(5)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Eisenberg dan Fabes. (1998). Emotion, Regulation, and Moral Development. Annu Rev Psychology. Arizona State University. 51. h. 665-697.

Ellis dan Omrod. (2007). Educational Psychology Developing Learners. Pearson. Fischer, K. W. (1980). A Theory of Cognitive Development: The Control and

Construction of Hirarchies of Skills. Psychology Review. 87(6). h. 477-531. Flavell, J. H. (2002). Cognitive Development Fourth Edition. Psychology Book. Froderman, R. dan Callicott , J. Baird. (2009). Encyclopedia of Environmental

Ethics and Philosophy. Gale, Cengage Learning. New York.

Frost, L., dan Jacobs, P.J. (1995). Play deprivation, a factor in juvenile violence, dimensions of early childhood. Southern Early Childhood Association, 23. Geary, D. C., dkk. (2000). Numerical and Arithmetical Cognition: A Longitudinal

Study of Process and Concept Deficit in Children with Learning Disability. Journal of Experimental Child Psychology. 77. h. 236-263.

Ibrahim, A.M. (2006). An anthropocentric approach to saving biodiversity: Kenyan pupils’ attitudes towards parks and wildlife. Applied Environmental Education and Communication. 5(1). h.21–32.

Kahn, P. H. (2002). Children's moral and ecological reasoning. Developmental Psychology. 33, 1091-1096.

Kortenkamp, Katherine V. dan Moore. Colleen F. (2001). Ecocentrism And Anthropocentrism: Moral Reasoning About Ecological Commons Dilemmas. Journal of Environmental Psychology, 21 h. 261-272.

Kohlberg, Lawrence. (1973). The Claim to Moral Adequacy of a Highest Stage of Moral Judgment. The Journal of Philosophy, 70 No. 18.

Kuswana, W. (2013). Taksonomi Berpikir. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Marcelo, X.A. B. (2004). Children’s perceptions of Brazilian Cerrado landscapes

and biodiversity. The Journal of Environmental Education. 35(4). h. 47–58. Martono, N. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data

Sekunder. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Menzel, S. dan Bogeholz, S. (2009). The loss of biodiversity as a challenge for sustainable development: how do pupils in Chile and Germany perceive resourch dilemmas?. Research in Science Education. 39. h. 429-447.

Nash, R. F. (1989). The Rights of Nature: A History of Environmenal Ethics. Madison, WI: University of Wisconsin Press.


(6)

Luthfianti Zhafarina Harmany, 2015

PENALARAN ANTROPOSENTRIS, BIOSENTRIS, DAN EKOSENTRIS PADA JENJANG SD, SMP, DAN SMA MENGENAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Neuman, L. (2003). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Boston: Allyn and Bacon.

Nisiforou, O. dan Charalambides, A. G. (2012). Assesing undergraduate university students’ level knowledge, attitudes and behavior towards biodiversity: a case study in Cyprus. Internasional Journal of Science Education. 34 (7) h. 1027-1051.

Pergams, O.R.W., dan Zaradic, P.A. (2006). Is love of nature in the US becoming love of electronic media. Journal of Environmental Management. 80(4). h. 387–393.

Rahim, S. (2008). Etika Lingkungan dan Persfektif Filsafat. [Online]. Tersedia

pada:http://www.scribd.com/doc/66506942/8/C-Prinsip-Prinsip-Etika-Lingkungan [29 Juli 2015].

Roth, C. E. (1992). Environmental Literacy: Its Roots, Evolution, and Directions in the 1990s. U.S., Massachusetts: ERIC Clearinghouse for Science, Mathematics and Environmental Education.

Sadler, T. D. (2004). Informal reasoning regarding socioscientific issues: A critical review of research. Journal of Research in Science Teaching, 41(5), 513–536. http://doi.org/10.1002/tea.20009.

Santrock, J. (2007). Perkembangan Anak. University of Texas, Dallas: Penerbit Erlangga.

Siegler, R. dan Crowley K. (2001). The microgenetic method: A direct means for studying cognitive development. American Psychology. 56, h. 606-620.

Sihotang, K. (2012). Critical Thinking. Jakarta: Sinar Harapan.

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Susilo, Rachmad K. D. (2008). Sosiologi Lingkungan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Wilson, B. G. (1990). Constructivist Learning Environments: Case Studies in Instructional Design. Englewood Cliffs NJ: Educational Technology Publication.

Woolfolk, Anita. (2009). Educational Psychology Active Learning Edition. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.