(B. Sastra) Penataan Kembali Morfologi Bahasa Indonesia dengan Perspektif Baru (Derivasional dan Infleksional) Proses Perulangan dan Pemajemukan.

(B. Sastra)
Penataan Kembali Morfologi Bahasa Indonesia dengan Perspektif Baru (Derivasional dan
Infleksional) Proses Perulangan dan Pemajemukan
Abdullah, Wakit; Subroto, H. D. Edi; Mulyanto
Fakultas Hukum UNS, Penelitian, DP2M DIkti, Hibah Fundamental Lanjutan, 2012
Istilah yang digunakan dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia untuk menyebut pembentukan
kategori kata yang satu dari kategori kata yang lain adalah turunan dan penurunan. Misalnya, Verba
turunan (1993:108) dan Proses Penurunan Verba (1993:109). Penyebutan itu tidak jelas apakah verba
turunan itu (misalnya: beli  membeli) bersifat infleksi atau derivasi. Hal itu juga belum tampak pada
kategori kata lainnya seperti nomina, adjektiva, dan lain-lain; apalagi dalam proses morfologi perulangan
dan pemajemukan. Dengan alasan itu, penelitian ini mencoba merintis prespektif baru studi morfologi BI
berdasarkan perspektif derivasi dan infleksi dengan tujuan menambah khasanah tentang pendeskripsian
morfologi bahasa Indonesia. Pemerian morfologi derivasional dan infleksional terhadap proses afiksasi
telah dilakukan pada tahap pertama, dan penelitian ini difokuskan terhadap proses pemajemukan dan
perulangan.
Konsep derivasi dan infleksi tidak dapat dipisahkan dari konsep leksem. Infleksi pada dasarnya
pembentukan yang menghasilkan bentuk-bentuk kata berbeda dari leksem yang sama, sedangkan
derivasi adalah pembentukan yang menghasilkan leksem baru. Peran leksem sendiri sedikit banyak akan
berpengaruh terhadap penyusunan entre dalam pembuatan kamus.
Data penelitian ini ialah semua tuturan (baca: kalimat) yang terdapat dalam sumber data yang di
dalamnya terdapat kata majemuk dan kata ulang. Hadirnya konteks kalimat di sini sangat penting karena

makna kata majemuk dan kata ulang hanya dapat dipahami secara tepat manakala ditempatkan dalam
konteks kalimat. Sumber data yang dipilih ialah pemakaian bahasa yang mencerminkan sifat kebakuan.
Pemakaian bahasa demikian pada umumnya terdapat pada pemakaian yang bersifat formal, baik pada
pemakaian lisan maupun tulis. Dalam ragam tulis: buku teks/pelajaran, karya tulis, surat kabar. Dari
ragam lisan diperoleh dari pidato, berita-berita radio atau televisi, maupun data yang dibangkitkan dari
narasumber. Teknik pengumpulan data yang dipakai yakni pengamatan atau observasi. Peneliti membaca
dan mengamati teks dalam sumber data. Setiap kalimat yang di dalamnya terdapat kata majemuk atau
kata ulang ditandai. Teknik berikutnya ialah teknik simak dan catat.
Ditemukan dalam penelitian ini semua pembentukan menjadi kata majemuk merupakan proses
derivasional karena membentuk leksem baru yang ditandai oleh perbedaan identitas leksikal maupun
arti leksikal dari unsur-unsur pembentuknya. Namun demikian ciri arti maupun identitas baru leksikal
baru ini masih dapat ditelusuri asal mulanya. Jika tidak dapat ditelusuri asal mula identitas leksikal baru
itu tidak lagi dimasukkan dalam kata majemuk, tetapi sudah merupakan struktur beku yang disebut
idiom. Idiom tidak dimasukkan dalam analisis ini walaupun mempunyai kemungkinan memiliki kemiripan
struktur dengan kata majemuk (komposisi). Pada umumnya kata majemuk terdiri dari dua anggota. Oleh
karenanya, ada yang mengatakan bahwa terdapat pola kata majemuk D-M atau M-D. Namun, dalam
perkembangannya dewasa ini, dapat ditemukan kata majemuk yang anggotanya lebih dari dua. Yang
ditemukan dalam penelitian ini kata majemuk yang terdiri dari lebih dari dua anggota merupakan
perkembangan dari sistem nama (lembaga, jabatan, pangkat), atau deretan kata yang menjadi singkatan
(akronim). Mereka termasuk kategori Nom dan sebagian berkategori V.


Kata majemuk Nom dapat dapat diawali dengan Nom berpola Nom + Nom, Nom + V, Nom + Adj, Nom +
Num; dapat diawali dengan V berpola V + Nom, V + V, V + Adj, V + Num; dapat diawali dengan Adj
berpola Adj + Nom, Adj + V, Adj + Adj; dan diawali Num dengan pola Num + Nom. Dengan pola-pola ini
dapat diketahui bahwa kata majemuk berkategori Nom bisa saja dibentuk atas kategori lain (tanpa
melibatkan Nom). Umumnya kata majemuk kategori V dibentuk dengan melibatkan V sebagai anggota
pertama, yakni dengan pola V + Nom, V + V, V + Adj, dan V + Num. Atau V sebagai anggota kedua dengan
pola Nom + V (hilir mudik) dengan data terbatas. Selain itu majemuk V dibentuk dari Adj + Nom (sakit
jiwa, lepas landas) dalam konteks tertentu. Kata majemuk kategori Adj selalu melibatkan Adj sebagai
unsurnya. Mereka berpola Adj +Adj, Adj + Nom, Adj + V, dan Nom + Adj. Beberapa pola juga ditemukan
pembentukan kata majemuk berkategori Adv yang selalu melibatkan Adv. Beberapa kata majemuk
tertentu dimungkinkan mempunyai keanggotaan/kategori ganda, namun konteks sangat menentukan
kekategoriannya itu.
Infleksional dan derivasional terjadi pada proses perulangan. Proses perulangan infleksional terjadi pada
semua kategori. Pada umumnya, infleksional juga hanya terjadi pada perulangan utuh (dwilingga),
kecuali pada kategori V. Proses infleksi perulangan pada V terjadi dari bentuk dasar D (dwilingga), dari
bentuk dasar ber-D, bentuk dasar ber-D-an, dari bentuk dasar meng-D, dari bentuk dasar meng-D-i, dari
bentuk dasar meng-D-kan, dan dari bentuk dasar memper-D-kan. Proses reduplikasi Nom yang termasuk
infleksional menyatakan ‗banyak dan beragam‘. Hal itu bersifat teratur terhadap semua Nom, termasuk
Nom yang sudah mengalami proses morfologi sebelum perulangan (seperti: perusahaan-perusahaan,

rumah sakit-rumah sakit, kaca mata-kaca mata). Perubahan arti leksikal dari ‗banyak dan beragam‘ pada
Nom ulang dalam konteks tertentu dapat digolongkan ke dalam proses derivasional. Verba-verba ulang
yang termasuk dalam proses infleksional menyatakan ‗pluralitas/keberkali-kalian atau kontinuitas/terusmenerus dengan keragaman irama‘. Pengulangan infleksional dari bentuk dasar Adj menghasilkan makna
‗semua/banyak dan beragam‘. Pengulangan infleksional dari bentuk dasar Num menghasilkan makna
‗setiap kelompok terdiri dari/mendapat D‘. Pengulangan infleksional dari bentuk dasar Adv
menghasilkan makna ‗keberkali-kalian/pluralitas‘. Ciri-ciri arti yang dihasilkan tersebut bersifat teratur
dan dapat diramalkan. Selain menyatakan ciri arti tersebut, perulangan bersifat derivasional.
Perubahan derivasional perulangan terjadi dalam semua kategori bentuk dasar dan bersifat tidak dapat
diramalkan. Perulangan derivasional pada Nom bertipe D-D, D-D-an, dwipurwa-D-an, dwipuwa,
dwilingga dengan perubahan vokal akhir, dwilingga dengan variasi konsonan/vokal, dwilingga dengan
variasi afiks {-em-}. Perulangan derivasional pada V terjadi pada V D dengan variasi afiks meng- ‗saling
D‘, V D dengan variasi afiks meng- ‗perihal‘, V D-i dengan variasi afiks meng- ‗saling D-i‘, V D utuh, V D
dengan variasi vokal, dan V D dengan variasi afiks {–em-}. Perulangan derivasional pada Adj terjadi pada
Adj D utuh, Adj D dwipurwa, Adj D dengan variasi vokal/konsonan. Perulangan derivasional pada Num
terjadi pada Num D utuh.