Pengaruh Terapi Bercerita Terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah Di Taman Kanak-Kanak Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015.

SKRIPSI
PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP PERKEMBANGAN
BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK
WIDYA KUMARA SARI DENPASAR TAHUN 2015

OLEH
KOMANG TATIS YUNNY WULANDARI
1102105046

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP PERKEMBANGAN
BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI TAMAN KANAKKANAK WIDYA KUMARA SARI DENPASAR TAHUN 2015

Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan


OLEH
KOMANG TATIS YUNNY WULANDARI
1102105046

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

i

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi berjudul
“Pengaruh Terapi Bercerita Terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia
Prasekolah di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan trimakasih penulis berikan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K).,M.Kes, sebagai Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan penulis kesempatan
untuk menuntut ilmu di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana serta memberikan pengarahan dalam proses
pendidikan.
2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF, sebagai ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang memberikan
pengarahan dalam pembuatan skripsi ini.
3. Ns. Ni Made Aries Minarti S.Kep.M.Ng, sebagai pembimbing utama yang
telah memberikan bantuan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini
tepat waktu.
4. Ns. Ni Ketut Ari Kumarawati, S.Kep, selaku pembimbing pendamping yang
telah memberikan bantuan sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian
ini tepat waktu dan dapat menyelesaikan permasalahan yang peneliti hadapi.

v

5. Ns. Francisca Shanti, M.Kep, Sp.Kep.An selaku penguji skripsi yang telah
memberikan

koreksi


ataupun

masukan-masukan

sehingga

dapat

menyempurnakan skripsi ini.
6. Kepala Sekolah Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar yang
telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolahnya.
7. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis dalam menyelesaikan pembuatan skripsi.
8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana Program A Angkatan Tahun 2011 atas
dukungan yang telah ditunjukkan selama menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena iu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang

membangun.
Akhirnya, semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, Juni 2015

Penulis

vi

ABSTRAK
Wulandari, Komang Tatis Yunny. 2015. Pengaruh Terapi Bercerita terhadap
Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-kanak
Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015. Skripsi, Program Studi Ilmu
Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar.
Pembimbing (1) Ns. Ni Made Aries Minarti S.Kep.M.Ng, (2) Ns. NLK Ari.
S. Kumarawati, S.Kep.
Anak usia prasekolah dapat mengalami keterlambatan perkembangan, salah
satunya adalah keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan
perkembangan bahasa beresiko mengalami kesulitan belajar dan pencapaian
akademik yang kurang maksimal. Penyebab keterlambatan perkembangan bahasa

adalah kurangnya pemberian stimulasi. Stimulus yang dapat diberikan orang tua
untuk meningkatkan perkembangan bahasa adalah terapi bercerita. Kegiatan
bercerita dapat membantu perkembangan bahasa anak berkomunikasi secara aktif
dan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi bercerita
terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari
Denpasar. Jenis penelitian ini adalah pre-experimental design (one group pretestpostest design). Sampel terdiri dari 42 anak yang dipilih dengan teknik non
probability purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan
mengobservasi perkembangan bahasa anak usia prasekolah menggunakan lembar
observasi DDST II. Dari hasil pretest didapatkan 25 anak perkembangan bahasa
normal dan 17 anak perkembangan bahasa suspect. Hasil observasi posttest
didapatkan bahwa terjadi peningkatan perkembangan bahasa menjadi 32 orang
dengan perkembangan bahasa normal dan 10 orang dengan perkembangan bahasa
suspect. Hasil dari uji Wilcoxon menunjukkan ada perbedaan signifikan secara
statistik dengan tingkat kemaknaan p=0,008 ( p ≤0,05) artinya ada pengaruh terapi
bercerita terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Berdasarkan hasil
penelitian disarankan kepada perawat untuk menggunakan terapi bercerita sebagai
alternative dalam menstimulasi perkembangan bahasa anak usia prasekolah.

Kata Kunci : anak usia prasekolah, terapi bercerita, perkembangan bahasa


vii

ABSTRACT
Wulandari, Komang Tatis Yunny. 2015. The Effect of Storytelling Therapy on
Preschoolers’ Language Development in TK Widya Kumara Sari Denpasar
Year 2015. Undergraduate thesis, Nursing Departement, Faculty of
Medicine, Udayana University. Supervisors (1) Ns. Ni Made Aries Minarti
S.Kep.M.Ng, (2) Ns. NLK Ari. S. Kumarawati, S.Kep.
The preschool age children had a lot of problems with their development, one of
the developmental delays is language development. Delays in language
development can cause learning difficulties and a low academic achievement. The
cause of the delay in language development is the lack of stimulation. Stimulus
that can be provided by parents to improve language development is storytelling
therapy. Storytelling can improve children’s language development in order to be
able to communicate actively and efficiently. This study aims to investigate the
effect of storytelling therapy on the preschoolers’ language development in TK
Widya Sari Kumara Denpasar. This research was a pre-experimental design (one
group pretest-posttest design). The sample consists of 42 children who were
selected by non-probability sampling technique with purposive sampling. The
data was collected with observation sheet DDST II for observe the language

development of preschool age children. From the result pretest showed that 25
children had normal language development and 17 children had suspect language
development. From the observation posttest showed that 32 children had normal
language development and 10 children had suspect language development. The
data was collected by observing preschoolers’ language development using
observation sheet DDST II. The results of the Wilcoxon test showed there was
significant difference with a significance level p = 0.008 (p≤0,05). It means that
there was a significant effect of storytelling therapy on preschoolers’ language
development. Based on the results, it is suggested to the nurse to use storytelling
as an alternative therapy in stimulating language development of preschoolers.
Keyword : preschoolers, storytelling therapy, language development

viii

DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL ………………………………………………

i


LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………

iii

PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN……………………..

iv

KATA PENGANTAR …………………………………………….

v

ABSTRAK …………………………………………………………

vii

ABSTRACT ……………………………………………………….

viii


DAFTAR ISI ………………………………………………………

ix

DAFTAR TABEL …………………………………………………

xi

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………...

xii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………

xiii

DAFTAR SINGKATAN ………………………………………….

xiv


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………..
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………….
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………..
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………
1.5 Keaslian Penelitian …………………………………………..

1
7
7
8
8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tumbuh Kembang Anak ……………………………..
2.2 Konsep Anak Usia Prasekolah ………………………………..
2.3 Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah ………………..
2.4 Konsep Terapi Bercerita ………………………………………
2.5 Pengaruh Terapi Bercerita dengan Perkembangan Bahasa

Anak Usia Prasekolah …………………………………………

ix

11
20
25
38
47

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep ……………………………………………..
3.2 Variabel Penelitian ……………………………………………
3.3 Definisi Operasional ………………………………………….
3.4 Hipotesis ………………………………………………………

50
52
53
54

BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian ………………………………………………
4.2 Kerangka Kerja ……………………………………………..
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………….
4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling …………………….
4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data …………………………..
4.6 Pengolahan dan Analisa Data ……………………………….

55
56
57
57
60
67

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian ……………………………………………..
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ……………………………….
5.3 Keterbatasan Penelitian ……………………………………..

70
76
87

BAB VI PENUTUP
6.1 Simpulan ……………………………………………………
6.2 Saran ………………………………………………………..

89
89

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penyebab Gangguan Bicara dan Bahasa Pada Anak
Tabel 2. Definisi

Operasional

Pengaruh

Terapi

Bercerita

terhadap

Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perkembangan Bahasa
Sebelum Diberikan Terapi Bercerita di TK Widya Kumara Sari
Denpasar Tahun 2015
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perkembangan Bahasa
Setelah Diberikan Terapi Bercerita di TK Widya Kumara Sari Denpasar
Tahun 2015
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perkembangan Bahasa
Sebelum dan Setelah Diberikan Terapi Bercerita di TK Widya Kumara
Sari Denpasar Tahun 2015

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Terapi Bercerita terhadap
Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah
Gambar 2 Rancangan Pre-Eksperimental dengan One Group Pre-Test and
Post-Test
Gambar 3 Kerangka Kerja Pengaruh Terapi Bercerita terhadap Perkembangan
Bahasa Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-kanak Widya
Kumara Sari Denpasar Tahun 2015

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Penelitian
Lampiran 2 Anggaran Biaya Penelitian
Lampiran 3 Penjelasan Penelitian
Lampiran 4 Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5 Standar Operasional Pelaksanaan Terapi Bercerita
Lampiran 6 Lembar Observasi DDST II
Lampiran 7 Lembar Uji Numerator Penelitian
Lampiran 8 Hasil Uji Numerator Penelitian
Lampiran 9 Tabel Master Data
Lampiran 10 Hasil Analisis Deskriptif
Lampiran 11 Hasil Analisis Bivariat
Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 13 Surat Ijin Penelitian dan Pengambilan Data
Lampiran 14 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian
Lampiran 15 Lembar Konsultasi

xiii

DAFTAR SINGKATAN

DDST

: Denver Developmental Screening Test

Depkes RI

: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

NCHS

: National Center for Health Statistic

SDKI

: Sensus Demografi Kesehatan Indonesia

SEM

: Structural Equation Modelling

SP

: Sensus Penduduk

TK

: Taman Kanak-kanak

xiv

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah
anak yang berumur 36-60 bulan, pada masa ini anak dipersiapkan untuk sekolah,
dimana panca indra dan sistim reseptor penerima rangsangan serta proses memori
harus sudah siap sehingga anak mampu belajar dengan baik, proses belajar pada
masa ini adalah dengan cara bermain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2006).
Populasi anak-anak di dunia saat ini berjumlah 1,9 miliar anak yaitu 27% dari
populasi penduduk dunia (Hansroling, 2014). Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk
2010 (SP 2010), menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berjumlah 237,6 juta
jiwa, yang terdiri dari 119,6 juta laki-laki dan 118,0 juta perempuan. Dari jumlah
tersebut, sekitar 81,4 juta orang atau sekitar 34,26 persen diantaranya anak
berumur di bawah 18 tahun. Jumlah anak pada kelompok usia pendidikan pra
sekolah 0-6 tahun tercatat sebanyak 32,6 juta orang (Profil Anak Indonesia, 2012).
Jumlah penduduk Provinsi Bali berdasarkan Hasil SP 2010 pada kelompok umur
4-6 tahun yaitu berjumlah 202.212 anak dan jumlah anak usia 4-6 tahun di
Denpasar yaitu sebanyak 41.783 anak (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2014).
Dari hasil kajian neurologi, pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-5
tahun mencapai 50%, oleh karena itu, anak-anak pada rentang usia ini wajib

1

2

mendapat perhatian khusus keluarga dalam pertumbuhan dan perkembangan guna
mengoptimalkan kecerdasan anak (Patmonodewo, 2008). Perkembangan adalah
perubahan yang menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari
tingkat paling rendah ke tingkat paling tinggi dan kompleks melalui proses
maturasi dan pembelajaran (Supartini, 2004). Tumbuh kembang anak merupakan
proses yang kontinu, yang dimulai sejak di dalam kandungan sampai dewasa.
Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan stimulasi yang
berguna agar potensi berkembang. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi
sosial sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya
(Adriana, 2013).
Proses pertumbuhan dan perkembangan anak, tidak selamanya berjalan sesuai
yang diharapkan. Ada yang mengalami keterlambatan perkembangan sehingga
tidak sesuai dengan aturan yang ada. Hal ini disebabkan karena banyak faktor
yang mempengaruhinya, baik faktor yang dapat diubah, maupun faktor yang tidak
dapat diubah. Berbagai masalah perkembangan anak yaitu keterlambatan motorik,
berbahasa, perilaku, autisme, hiperaktif. Penyebab keterlambatan perkembangan
umum antara lain gangguan genetik atau kromosom seperti sindrom Down;
gangguan atau infeksi susunan saraf seperti palsi serebra; riwayat bayi risiko
tinggi seperti bayi prematur, bayi berat lahir rendah, bayi yang mengalami sakit
berat pada awal kehidupan sehingga memerlukan perawatan intensif dan lainnya
(Medise, 2013). Angka kejadian keterlambatan ini beberapa tahun terakhir
semakin meningkat, angka kejadian di Amerika Serikat berkisar 12-16%,

3

Thailand 24%, dan Argentina 22%, di Indonesia antara 13%-18% (Dhamayanti
M, 2006).
Salah satu keterlambatan yang bisa terjadi pada anak adalah keterlambatan
perkembangan
ketidakmampuan

bahasa.
anak

Keterlambatan
untuk

perkembangan

menggunakan

simbol

bahasa

adalah

linguistik

untuk

berkomunikasi secara verbal (Zuhriah, 2009). Data menunjukkan angka kejadian
anak yang mengalami keterlambatan, salah satunya dalam bentuk keterlambatan
berbahasa cukup tinggi. Berdasarkan Sensus Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2011, jumlah anak usia dini (0-6 tahun) sebanyak 26,09 juta, dari jumlah
tersebut 12,6 juta diantaranya berusia 4-5 tahun dan sekitar 384.800 orang
(3,05%) anak mengalami keterlambatan perkembangan (Badan Pusat Statistik,
2010). Jumlah anak usia dini (0-6 tahun) tahun 2011 di Provinsi Bali sebanyak
25.130 orang dari jumlah tersebut sebanyak 13.010 orang (51,8%) orang
diantaranya berusia antara 4-5 tahun dan sekitar 1.054 orang (8,1%) anak
mengalami keterlambatan perkembangan (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2010).
Perkembangan bahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem
lainnya, sebab melibatkan perkembangan kognitif, motorik, psikologis, emosi dan
lingkungan sekitar anak. Permasalahan keterlambatan perkembangan bahasa pada
anak usia prasekolah adalah terutama dalam penguasan kosa kata (Taningsih,
2006). Keterlambatan perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah dapat
berisiko mengalami kesulitan belajar, kesulitan membaca, menulis dan serta
menyebabkan pencapaian akademik yang kurang maksimal, hal ini dapat berlanjut

4

sampai usia dewasa. Gangguan bicara dan bahasa merupakan salah satu masalah
yang sering terdapat pada anak-anak. Menurut National Center for Health
Statistic (NCHS), data gangguan bicara dan bahasa yang berdasarkan atas laporan
orang tua (diluar gangguan pendengaran serta celah pada palatum) angka
kejadiannya adalah 0,9% pada anak dibawah umur. Dari hasil evaluasi langsung
kepada anak sekolah, angka kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi dari yang
berdasarkan wawancara. Berdasarkan hal ini diperkirakan gangguan bicara dan
bahasa pada anak adalah sekitar 4-5% (Soetjningsih, 2012).
Suryawan (2012) menyebutkan bahwa penyebab anak mengalami keterlambatan
perkembangan bahasa 90% dikarenakan adanya gangguan input yakni kurangnya
pemberian stimulasi, seperti kurangnya mengajak anak berbicara, berinteraksi dan
bermain. Anak sangat membutuhkan stimulasi yang adekuat untuk menunjang
tahap perkembangannya. Otak sebagai pusat pengatur perkembangan terus
mengalami perubahan sesuai dengan stimulus yang diterima anak melalui panca
inderanya. Stimulasi dapat berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi
perkembangan anak (Soetjiningsih,2012). Melalui stimulasi, anak dapat mencapai
perkembangan optimal pada penglihatan, pendengaran, perkembangan bahasa,
sosial, kognitif, gerakan kasar, halus, keseimbangan, koordinasi, dan kemandirian.
Anak yang memperoleh stimulus yang terarah akan lebih cepat berkembang
dibandingkan anak yang kurang mendapatkan stimulus. Apalagi jika stimulus
tersebut diberikan secara terus menerus (Nursalam, 2005). Sedangkan anak anak
yang tidak pernah mendapatkan stimulus maka jaringan otak akan mengecil,

5

sehingga fungsi otak akan menurun. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan
kognitif anak menjadi terhambat, anak menjadi kesulitan dalam menyerap
pelajaran sehingga prestasi anak juga berkurang. Stimulasi yang kurang juga dapat
menyebabkan hambatan dalam perkembangan anak yaitu menimbulkan
penyimpangan perilaku sosial dan motorik pada anak, yaitu anak akan menjadi
malu pada teman-temannya (Soetjiningsih, 2012).
Salah satu stimulus yang dapat diberikan orang tua untuk meningkatkan
perkembangan bahasa anak adalah dengan terapi bercerita. Mendengarkan cerita
yang baik dan menceritakannya kembali dapat mengasah perkembangan bahasa,
penambahan kosa kata, dapat mendorong motivasi, membantu perkembangan
kognitif, membantu berkembangnya interpersonal dan berkembangnya aspek
sosial. Kegiatan bercerita memberikan sumbangan besar pada perkembangan anak
secara keseluruhan sebagai implikasi dari perkembangan bahasanya, sehingga
anak akan mampu mengembangkan aspek perkembangan lain dengan modal
perkembangan bahasa yang sudah baik.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Taman Kanak-kanak (TK)
Widya Kumara Sari Denpasar, jumlah anak usia 4-6 tahun yaitu sebanyak 47
anak, yang terdiri dari kelas A, B1 dan B2. Dari hasil wawancara dengan Kepala
Sekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar didapatkan data bahwa sekitar 45%
anak perkembangan bahasanya kurang. Dari data raport didapatkan bahwa anakanak sudah mampu meniru 4-5 kata, mampu berkata-kata sederhana, cara bicara
anak-anak sudah sedikit dapat dimengerti dan mampu menyebut berbagai bunyi,

6

namun anak-anak masih kurang dalam mengungkapkan pendapat dan informasi,
menjawab pertanyaan, membedakan suku kata awal dan akhir serta 40% anak
masih kurang mampu untuk mengungkapkan dan menceritakan pengalaman
secara sederhana dan berurutan. Berdasarkan penilaian menggunakan lembar
observasi Denver Developmental Screening Test (DDST) didapatkan data bahwa
5 anak dari 8 anak, yang peneliti observasi dari 47 orang jumlah keseluruhan
anak pada TK tersebut diketahui bahwa anak-anak tersebut belum optimal dalam
mengartikan lima kata, mengerti tiga kata sifat, menyebut dua lawan kata dan
mengartikan tujuh kata.
Upaya yang telah dilakukan sekolah dalam mengembangkan kemampuan bahasa
pada anak pra-sekolah yaitu dengan kegiatan bernyanyi dan berbagi cerita
mengenai pengalaman anak tersebut. Penilaian perkembangan bahasa pada TK
Widya Kumara Sari Denpasar adalah dengan penilaian deksripsi mengenai
pemahaman anak dalam mengartikan pembelajaran bahasa tersebut. Ada juga cara
lain dalam menilai perkembangan bahasa anak, yaitu dengan melakukan
pengukuran perkembangan bahasa menggunakan lembar observasi DDST. DDST
adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan untuk menilai perkembangan
anak umur 0-6 tahun (Adriana, 2013).
Pentingnya kecerdasan bahasa bagi anak sebagai perkembangan berbahasa yang
akan menjadi modal utama bagi anak dalam melakukan komunikasi dengan
teman, guru, dan orang yang ada disekitarnya, maka peneliti tertarik untuk
meneliti mengenai “Pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa

7

pada anak-anak usia pra-sekolah di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari
Denpasar Tahun 2015”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah “Apakah ada pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa
anak usia prasekolah di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar Tahun
2015?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan
bahasa anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar Tahun
2015.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi perkembangan bahasa anak usia prasekolah sebelum
dilakukan terapi bercerita di TK Widya Kumara Sari Denpasar Tahun
2015.
2. Mengidentifikasi perkembangan bahasa anak usia prasekolah setelah
dilakukan terapi bercerita di TKWidya Kumara Sari Denpasar Tahun
2015.
3. Menganalisis pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa
anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015.

8

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
1. Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu
keperawatan khususnya keperawatan anak dalam pemberian terapi
bercerita untuk perkembangan bahasa pada anak.
2. Dapat

dijadikan

referensi

untuk

peneliti

selanjutnya

dalam

mengembangkan perkembangan berbahasa anak usia prasekolah
dengan sampel yang lebih banyak.
1.4.2 Manfaat praktis
1. Hasil penelitian ini dapat membantu anak-anak mengembangkan
perkembangan bahasanya.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi guru dan orang tua
sebagai salah satu metode pembelajaran untuk mengembangkan
tumbuh kembang anak khususnya perkembangan bahasa.
3. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi perawat dan tenaga
kesehatan agar menggunakan terapi bercerita untuk mengetahui
perkembangan pada anak khususnya perkembangan bahasa.
1.5 Keaslian Penelitian
Berdasarkan telaah literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul dari
penelitian ini adalah
1. Yuniartini, dkk (2013) yang berjudul “Pengaruh Terapi Bercerita terhadap
Kualitas Tidur Anak Usia Prasekolah yang Menjalani Hospitalisasi di
Ruangan Perawatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. Jenis penelitian yaitu pre-

9

experimental dengan rancangan one group pre-test and post-test design.
Jumlah sampel yaitu sebanyak 21 orang. Hasil uji statistik Wilcoxon Signed
Rank Test diperoleh nilai asymp sig (2-tailed) 0,000 (kurang dari nilai α =
0,05) (asymp sig (2-tailed) < α) sehingga ada pengaruh terapi bercerita
terhadap kualitas tidur anak usia prasekolah yang menjalani hospitalisasi di
Ruang Perawatan Anak RSUP Sanglah Denpasar.
2. Maysaroh, dkk (2013) yang berjudul “Pengaruh Terapi Bermain Dengan
Bercerita Terhadap Tindakan Sosialisasi Anak Usia Prasekolah Dalam
Menjalani Perawatan Di Rumah Sakit RSUD Batang, jumlah sampel sebanyak
20 pasien menggunakan metode one group pretest-posttet design dengan uji
statistik yang digunakan yaitu Wilcoxon, hasil menunjukkan nilai ρ lebih kecil
dari dari nilai alpha (0,05) sehingga ada pengaruh terapi bermain dengan
bercerita terhadap tindakan sosialisasi anak usia prasekolah dalam menjalani
perawatan di rumah sakt RSUD Batang.
3. Widya Hastuti (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara
Komunikasi dalam Keluarga dengan Perkembangan Bahasa pada Anak Usia
Prasekolah di TK Baso Jorong Baso Kabupaten Agam, jumlah sampel yang
digunakan sebanyak 54 orang, desain dalam penelitian ini adalah dengan
deskriptif korelasi. Berdasarkan hasil uji chi square menunjukkan bahwa
adahubungan antara komunikasi dalam keluarga dengan perkembangan bahasa
pada anak usia prasekolah di TK Baso Jorong Baso Kabupaten Agam tahun
2014 dengan p = 0,000.

10

4. Asri Rodiyah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Metode
Bercerita untuk Meningkatkan Kosakata Anak usia 3-4 Tahun pada Play
Group Tunas Bangsa Sooko Mojokerto, subyek penelitian berjumlah 15
orang. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif didapatkan
kesimpulan bahwa pembelajaran dengan penerapan metode bercerita dalam
proses pembelajaran dapat meningkatkan kosakata anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tumbuh Kembang Anak
2.1.1

Pengertian Tumbuh Kembang

Secara alamiah, setiap individu hidup akan melalui tahap pertumbuhan dan
perkembangan, yaitu sejak embrio sampai akhir hayatnya mengalami perubahan
ke arah peningkatan baik secara ukuran maupun secara perkembangan. Istilah
tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang sifatnya saling berbeda tetapi
saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Pengertian mengenai pertumbuhan dan perkembangan adalah sebagai berikut :
Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat
sel organ, maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pon,
kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang, dan keseimbangan metabolik
(retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Adriana, 2013).
Perkembangan (development) adalah bertambahnya skill (kemampuan) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya
proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem
organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan
tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 2012).

11

12

Pertumbuhan dan perkembangan secara fisik dapat berupa perubahan ukuran
besar kecilnya fungsi organ mulai dari tingkat sel hingga perubahan organ tubuh.
Pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak dapat dilihat dari kemampuan
secara simbolik maupun abstrak, seperti berbicara, bermain, berhitung, membaca,
dan lain-lain.
2.1.2

Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak dapat ditentukan oleh masa atau
waktu kehidupan anak. Menurut Hidayat (2008) secara umum terdiri atas masa
prenatal dan masa postnatal.
1. Masa prenatal
Masa prenatal terdiri atas dua fase, yaitu fase embrio dan fase fetus. Pada masa
embrio, pertumbuhan dapat diawali mulai dari konsepsi hingga 8 minggu
pertama yang dapat terjadi perubahan yang cepat dari ovum menjadi suatu
organisme dan terbentuknya manusia. Pada fase fetus terjadi sejak usia 9
minggu hingga kelahiran, sedangkan minggu ke-12 sampai ke-40 terjadi
peningkatan fungsi organ, yaitu bertambah ukuran panjang dan berat badan
terutama pertumbuhan serta penambahan jaringan subkutan dan jaringan otot.
2. Masa postnatal
Terdiri atas masa neonatus, masa bayi, masa usia prasekolah, masa sekolah,
dan masa remaja.

13

a. Masa neonatus
Pertumbuhan dan perkembangan post natal setelah lahir diawali dengan
masa neonatus (0-28 hari). Pada masa ini terjadi kehidupan yang baru di
dalam ekstrauteri, yaitu adanya proses adaptasi semua sistem organ tubuh.
b. Masa bayi
Masa bayi dibagi menjadi dua tahap perkembangan. Tahap pertama (antara
usia 1-12 bulan): pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini dapat
berlangsung secara terus menerus, khususnya dalam peningkatan sususan
saraf. Tahap kedua (usia 1-2 tahun): kecepatan pertumbuhan pada masa ini
mulai menurun dan terdapat percepatan pada perkembangan motorik.
c. Masa usia prasekolah
Perkembangan pada masa ini dapat berlangsung stabil dan masih terjadi
peningkatan pertumbuhan dan perkembangan, khususnya pada aktivitas
fisik dan kemampuan kognitif. Menurut teori Erikson (dalam Nursalam,
2005), pada usia prasekolah anak berada pada fase inisiatif vs rasa bersalah
(initiative vs guilty). Pada masa ini, rasa ingin tahu (courius) dan adanya
imajinasi anak berkembang, sehingga anak banyak bertanya mengenai
segala sesuatu di sekelilingnya yang tidak diketahuinya. Apabila orang tua
mematikan inisiatifnya maka hal tersebut membuat anak merasa bersalah.
Sedangkan menurut teori Sigmund Freud, anak berada pada fase phalik,
dimana anak mulai mengenal perbedaan jenis kelamin perempuan dan lakilaki. Anak juga akan mengidentifikasi figur atau perilaku kedua orang

14

tuanya sehingga kecenderungan untuk meniru tingkah laku orang dewasa
disekitarnya.
Pada masa usia prasekolah anak mengalami proses perubahan dalam pola
makan dimana pada umunya anak mengalami kesulitan untuk makan.
Proses eliminasi pada anak sudah menunjukkan proses kemandirian dan
perkembangan kognitif sudah mulai menunjukkan perkembangan, anak
sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah (Hidayat, 2008).
d. Masa sekolah
Perkembangan masa sekolah ini lebih cepat dalam kemampuan fisik dan
kognitif dibandingkan dengan masa usia prasekolah.
e. Masa remaja
Pada tahap perkembangan remaja terjadi perbedaan pada perempuan dan
laki-laki. Pada umumnya wanita 2 tahun lebih cepat untuk masuk ke dalam
tahap

remaja/pubertas

dibandingkan

dengan

anak

laki-laki

dan

perkembangan ini ditunjukkan pada perkembangan pubertas.
2.1.3

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak menurut
Adriana, 2013 adalah
1. Faktor internal
Berikut ini adalah faktor-faktor internal yang berpengaruh pada tumbuh
kembang anak, yaitu

15

a. Ras/etnik atau bangsa
Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika tidak memiliki faktor
herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.
b. Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek,
gemuk, atau kurus.
c. Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun
pertama kehidupan, dan pada masa remaja.
d. Jenis kelamin
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada
laki-laki. Akan tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak
laki-laki akan lebih cepat.
e. Genetik
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak
yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang
berpengaruh pada tumbuh kembang anak, contohnya seperti kerdil.
f. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan
seperti pada sindroma Down’s dan sindroma Turner’s.
g. Faktor eksternal
Berikut ini adalah faktor-faktor eksternal yang berpengaruh pada tumbuh
kembang anak.

16

1) Faktor prenatal
a) Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama pada trimester akhir kehamilan akan
memengaruhi pertumbuhan janin.
b) Mekanis
Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital
seperti club foot.
c) Toksin/zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin atau Thalidomid dapat
menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.
d) Endokrin
Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali,
dan hyperplasia adrenal.
e) Radiasi
Paparan radiasi dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan
pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental, dan
deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata, serta kelainan
jantung.
f) Infeksi
Infeksi

pada

trimester

pertama

dan

kedua

oleh

TORCH

(Toksoplasma, Rubella, Citomegali virus, Herpes simpleks) dapat
menyebabkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu tuli,
mikrosefali, retardasi mental, dan kelainan jantung kongenital.

17

g) Kelainan imunologi
Eritoblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah
antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibody terhadap sel
darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk ke dalam
peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolysis yang
selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kerniktus yang
akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.
h) Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta
menyebabkan pertumbuhan terganggu.
i) Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan serta perlakuan salah atau
kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.
2) Faktor persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat
menyebabkan kerusakan jaringan otak
3) Faktor pasca persalinan
a) Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
b) Penyakit kronis atau kelainan kongenital
Tuberculosis, anemia, dan kelainan jantung bawaan mengakibatkan
retardasi pertumbuhan jasmani.

18

c) Lingkungan fisik dan kimia
Lingkungan yang sering disebut melieu adalah tempat anak tersebut
hidup berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak (provider).
Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari,
paparan sinar radioaktif dan zat kimia tertentu (Pb, Merkuri, rokok,
dan

lain-lain)

mempunyai

dampak

yang

negatif

terhadap

pertumbuhan anak.
d) Psikologis
Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak
dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa
tertekan, akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan
perkembangan.
e) Endokrin
Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid, akan
menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.
f) Sosioekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan serta
kesehatan lingkungan yang jelek dan tidaktahuan, hal tesebut
menghambat pertumbuhan anak.
g) Lingkungan pengasuhan
Pada

lingkungan

pengasuhan,

memengaruhi tumbuh kembang anak.

interaksi

ibu-anak

sangat

19

h) Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan atau stimulasi, khususnya
dalam keluarga, misalnya penyediaan mainan, sosialisasi anak, serta
keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.
i) Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka panjang akan menghambat
pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang
terhadap susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi
hormon pertumbuhan.
2.1.4

Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menyebutkan aspek-aspek
perkembangan yang dapat dipantau meliputi gerak kasar, gerak halus, kemampuan
bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian.
1. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan
otot-otot besar, seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.
2. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang
cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis dan sebagainya.
3. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan

untuk

memberikan

respons

terhadap

berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.

suara,

berbicara,

20

4. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai
bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya, dan sebagainya.
2.2 Konsep Anak Usia prasekolah
2.2.1

Pengertian Anak Usia prasekolah

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/toddler (1-2,5 tahun), usia prasekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun)
hingga remaja (11-18 tahun). Anak dari usia 1 sampai 5 atau 6 tahun menguatkan
rasa identitas jender dan mulai membedakan perilaku sesuai jenis kelamin yang
didefinisikan secara sosial serta mengamati perilaku orang dewasa, mulai untuk
menirukan tindakan orangtua yang berjenis kelamin sama, dan mempertahankan
atau memodifikasi perilaku yang didasarkan pada umpan balik orangtua (Potter &
Perry, 2005)
Anak usia prasekolah adalah anak usia 3-5 tahun saat dimana sebagian besar
sistem tubuh telah matur dan stabil serta dapat menyesuaikan diri dengan stres dan
perubahan yang moderat (Wong, 2008). Anak usia prasekolah merupakan masa
kanak-kanak awal, yaitu berada pada usia tiga sampai enam tahun (Potter & Perry,
2005). Anak usia prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam
potensi. Potensi- potensi itu dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak

21

tersebut berkembang secara optimal. Di usia ini anak mengalami banyak
perubahan baik fisik dan mental, dengan karakteristik sebagai berikut,
berkembangnya konsep diri, munculnya egosentris, rasa ingin tahu, imajinasi,
belajar menimbang rasa, munculnya kontrol internal (tubuh), belajar dari
lingkungannya, berkembangnya cara berfikir, berkembangnya kemampuan
berbahasa, dan munculnya perilaku (Wong, 2008).
2.2.2

Ciri-Ciri Anak Usia Prasekolah

Snowman (dalam Patmonodewo, 2008) mengemukakan ciri-ciri anak usia
prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya berada di Taman Kanak-Kanak. Ciri-ciri
yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak.
1. Ciri fisik
Anak usia prasekolah umumnya sangat aktif. Mereka memiliki penguasaan
(kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat suka melakukan kegiatan yang
dilakukan sendiri. Setelah melakukan berbagai kegiatan, anak usia prasekolah
membutuhkan istirahat yang cukup. Otot-otot besar pada anak usia prasekolah
lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu,
mereka biasanya belum terampil dalam melakukan kegiatan yang agak rumit
seperti mengikat tali sepatu. Anak usia prasekolah juga sering mengalami
kesulitan apabila harus memfokuskan perhatiannya pada objek-objek yang
kecil ukurannya. Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala
mereka masih lunak. Selain itu, walaupun anak laki-laki lebih besar, akan
tetapi anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang praktis.

22

2. Ciri sosial
Umumnya pada tahap ini mereka mempunyai satu atau dua sahabat, tetapi
sahabat ini cepat berganti. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak
terlalu terorganisir dengan baik. Anak yang lebih muda sering kali bermain
bersebelahan dengan anak yang lebih tua. Selain itu permainan mereka juga
bervariasi sesuai dengan kelas sosial dan gender. Sering terjadi perselisihan
tetapi kemudian berbaikan kembali. Pada anak usia prasekolah juga sudah
menyadari peran jenis kelamin dan sextyping.
3. Ciri emosional
Anak usia prasekolah cenderung mengekspresikan perasaan secara bebas dan
terbuka. Iri hati juga sering terjadi diantara mereka dan anak usia prasekolah
pada umumnya sering kali merebut perhatian guru.
4. Ciri kognitif
Anak usia prasekolah umumnya sudah terampil dalam berbahasa. Kompetensi
anak juga perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan,
memahami dan kasih sayang.
2.2.3

Karakteristik Anak Usia Prasekolah

1. Perkembangan Motorik
Pada saat anak mencapai tahapan usia prasekolah (4-6 tahun) ada ciri yang
jelas berbeda antara anak usia bayi dan anak usia prasekolah. Perbedaannya
terletak dalam penampilan, proporsi tubuh, berat, panjang badan dan
keterampilan yang mereka miliki. Bertambahnya usia, perbandingan antar
bagian tubuh akan berubah. Gerakan anak usia prasekolah lebih terkendali dan

23

terorganisasi dalam pola-pola. Perkembangan lain yang terjadi pada anak usia
prasekolah , umumnya ialah jumlah gigi yang tumbuh mencapai 20 buah. Gigi
susu akan tanggal pada akhir masa usia prasekolah. Gigi yang permanen tidak
akan tumbuh sebelum anak berusia 6 tahun. Otot dan sistem tulang akan terus
berkembang sejalan dengan usia mereka. Kepala dan otak mereka telah
mencapai ukuran orang dewasa pada saat anak mencapai usia prasekolah.
Perkembangan motorik terbagi dua yaitu motorik halus dan motorik kasar.
Motorik kasar merupakan gerakan yang terjadi karena adanya koordinasi otototot besar, seperti ; berjalan, melompat, berlari, melempar dan naik. Motorik
halus berkaitan dengan gerakan yang menggunakan otot halus, seperti ;
menggambar, menggunting, melipat kertas, meronce, dan lain sebagainya.
2. Perkembangan Kognitif
Kognitif seringkali diartikan sebagai kecerdasan atau berpikir. Kognitif adalah
pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi kognitif
merupakan tingkah laku-tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh
pengetahuan. Perkembangan kognitif menunjukkan perkembangan dari cara
anak berpikir. Kemampuan anak untuk mengkoordinasikan berbagai cara
berpikir untuk menyelesaikan berbagai masalah dapat dipergunakan sebagai
tolok

ukur

pertumbuhan

kecerdasan.

Piaget

(Patmonodewo,

2008)

menjelaskan perkembangan kognitif terdiri dari empat tahapan perkembangan
yaitu tahapan sensorimotor, tahapan praoperasional, tahapan kongkret
operasionaldan tahapan formal operasional

24

3. Perkembangan Bahasa
Bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya berupa bicara, dapat diwujudkan
dengan tanda isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya yang memiliki aturan
sendiri yang berkembang menjadi komunikasi melalui ujaran yang tepat dan
jelas. Dalam membicarakan perkembangan bahasa terdapat 3 butir yang perlu
dibicarakan (Patmonodewo, 2008), yaitu:
a. Ada perbedaan antara bahasa dan kemampuan berbicara. Bahasa biasanya
dipahami sebagai sistem tata bahasa yang rumit dan bersifat semantik,
sedangkan kemampuan bicara terdiri dari ungkapan dalam bentuk katakata. Walaupun bahasa dan kemampuan berbicara sangat dekat
hubungannya tapi keduanya berbeda.
b. Terdapat dua daerah pertumbuhan bahasa yaitu bahasa yang bersifat
pengertian/reseptif (understanding) dan pernyataan/ekspresif (producing).
Bahasa pengertian (misalnya mendengarkan dan membaca) menunjukkan
kemampuan anak untuk memahami dan berlaku terhadap komunikasi yang
ditujukan kepada anak tersebut. Bahasa ekspresif (bicara dan tulisan)
menunjukkan ciptaan bahasa yang dikomunikasikan kepada orang lain.
c. Komunikasi diri atau bicara dalam hati, juga harus dibahas. Anak akan
berbicara

dengan

dirinya

sendiri

apabila

berkhayal,

pada

saat

merencanakan menyelesaikan masalah, dan menyerasikan gerakan mereka.
Anak usia prasekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan
bicara melalui percakapan yang dapat memikat orang lain. Mereka dapat

25

menggunakan bahasa dengan berbagai cara, antara lain dengan bertanya,
melakukan dialog dan menyanyi.
4. Perkembangan Psikososial
Merupakan

perkembangan

yang

membahas

tentang

perkembangan

kepribadian manusia, khususnya yang berkaitan dengan emosi, motivasi dan
perkembangan kepribadian.
2.3 Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah
2.3.1

Pengertian Bahasa

Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala yang berkaitan dengan
komunikasi tidak lepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai
ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa memiliki kemampuan berbahasa,
seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur
(Setiawan, 2007). Bahasa adalah bentuk aturan atau system lambang yang
digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya
yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa
diekspresikan melalui bicara mengacu pada symbol verbal. Bahasa juga dapat
mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau
pantomime (Judarwanto, 2009). Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi,
baik yang digunakan dalam bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak
tubuh, ekspresi wajah pantomime atau seni. Bahasa memiliki peranan penting
dalam kehidupan seorang anak karena bahasa memiliki pengaruh yang besar
terhadap komunikasi dan interaksi sosial, dan bahsa merupakan barometer yang
kritis dari perkembangan kognitif maupun emosi (Hockenberry & Wilson, 2007).

26

Perkembangan bahasa selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya usia anak
(Yusuf, 2005).
Laju perkembangan bahasa bervariasi dari satu anak ke anak lain dan berkaitan
langsung dengan kompetensi neurologik dan perkembangan kognitif. Kebanyakan
ahli di bidang perkembangan anak menggolongkan pertumbuhan dan perilaku
anak ke dalam berbagai tahap usia atau istilah yang menggambarkan kelompok
usia. Pengelompokkan ini merupakan cara yang baik untuk menjelaskan
karakteristik

mayoritas

anak-anak

saat

periode

munculnya

perubahan

perkembangan dan tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai.
2.3.2

Tata Cara Melatih Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah

Suyanto (2005) dalam Susanto (2011), melatih anak belajar bahasa dapat
dilakukan dengan cara berkomunikasi melalui berbagai setting berikut ini :
1. Kegiatan

bermain

bersama,

biasanya

anak-anak

secara

otomatis

berkomunikasi dengan temannya sambil bermain bersama.
2. Cerita, baik mendengar cerita maupun menyuruh anak untuk bercerita.
3. Bermain peran, seperti memerankan penjual dan pembeli,guru dan murid, atau
orang tua dan anak.
4. Bermain puppet dan boneka tangan yang dapat dimainkan dengan jari
(fingerplay), anak berbicara mewakili boneka ini.
5. Belajar dan bermain dalam kelompok (cooperative play dan cooperative
learning).

27

2.3.3

Tugas-tugas Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah

Dalam berbahasa anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas
pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan (Yusuf, 2005). Keempat tugas
pokok perkembangan bahasa adalah :
1. Pemahaman
Yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain.
2. Pengembangan perbendaharaan kata
Perbendaharaan kata anak-anak berkembang dimulai secara lambat pada usia
dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia
prasekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
3. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat
Kemampuan

menyusun

kata-kata

menjadi

kalimat

pada

umumnya

berkembang sebelum usia 2 tahun. Bentuk kalimat pertama kalimat tunggal
(kalimat satu kata) dengan disertai gesture (bahasa tubuh) untuk melengkapi
cara berfikirnya.
4. Ucapan
Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi
(peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama
orang tua). ejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar 3 tahun. Hasil
studi tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami
kemudahan dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu. Huruf yang mudah
diucapkan yaitu huruf hidup (vokal) a, i, u, e, o dan huruf mati (konsonan) b,

28

m, n, p, dan t sedangkan yang sulit diucapkan adalah huruf mati tunggal: z, w,
s, g, dan huruf rangkap (diftong): st, str, sk, dan dr.
2.3.4

Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa

Carl Roger (dalam Setiawan, 2007) dan Yusuf (2005) mengatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi perkembangan bahasa yaitu :
1. Faktor intelegensi
Anak yang intelegensinya tinggi akan memperlihatkan superioritas linguistik,
baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas.
2. Faktor jenis kelamin
Anak perempuan melebihi anak laki-laki dalam aspek bahasa. Namun,
perbedaan jenis kelamin ini akan berkurang selaras dengan bergulirnya fase
perkembangan dan bertambahnya usia, sehingga akhirnya perbedaan ini
hilang.
3. Faktor perkembangan motorik
Kemungkinan

tertundanya

perkembangan

bahasa

atau

keterlambatan

merupakan hal yang lumrah pada saat anak mengalami perkembangan motorik
dengan cepat.
4. Faktor kondisi fisik
Kondisi fisik berhubungan dengan perkembangan anak serta gangguan
penyakit yang berpengaruh pada kelancaran kerja indera. Misalnya, anak
cacat, atau anak yang kondisi fisiknya lemah.

29

5. Faktor kesehatan
Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan
bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila pada usia dua
tahun pertama, anak mengalami sakit terus-terusan, maka anak tersebut
cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan
bahasanya. Oleh karena itu, untuk memelihara perkembangan bahasa anak
secara normal, orang tua perlu memperhatikan kondisi kesehatan anak. Upaya
yang dapat ditempuh adalah dengan cara memberikan ASI, makanan yang
bergizi, memelihara kebersihan tubuh anak atau secara tetap memeriksakan
anak ke dokter atau puskesmas.
6. Status sosial ekonomi keluarga
Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status
sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga
miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasanya dibandingkan
dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi
mungkin disebabkan oleh perbedaan kecerdasan dan kesempatan belajar
(keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa
anaknya), atau kedua-duanya.
7. Hubungan keluarga
Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan
berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orang tua yang
mengajar, melatih, dan memberikan contoh berbahasa kepada anak. Hubungan
yang sehat antara orang tua dan anak (penuh perhatian dan kasih sayang dari

30

orang tuanya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan
yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau
kelambatan dalam perkembangan bahasanya.
2.3.5

Penyebab terjadinya Hamb

Dokumen yang terkait

Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids Medan

1 48 121

TEMPER TANTRUM ANAK USIA PRASEKOLAH (STUDI KASUS DI TAMAN KANAK-KANAK PUTERA I BANJARBARU)

4 47 26

HUBUNGAN COOPERATIVE PLAY DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK NEGERI PEMBINA MAESAN KABUPATEN BONDOWOSO

2 17 86

PENGARUH PERMAINAN ENGKLEK TERHADAP KEMAMPUAN LONCAT ANAK USIA 4-5 TAHUN DI TAMAN KANAK-KANAK PKK Pengaruh Permainan Engklek Terhadap Kemampuan Loncat Anak Usia 4-5 Tahun Di Taman Kanak-Kanak Pkk Semanding Dan Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Pabelan.

0 3 8

PENGARUH PERMAINAN ENGKLEK TERHADAP KEMAMPUAN LONCAT ANAK USIA 4-5 TAHUN DI TAMAN KANAK-KANAK PKK Pengaruh Permainan Engklek Terhadap Kemampuan Loncat Anak Usia 4-5 Tahun Di Taman Kanak-Kanak Pkk Semanding Dan Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Pabelan.

0 4 16

PENGUASAAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH (STUDI KASUS DI TAMAN KANAK-KANAK PENGUASAAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH (STUDI KASUS DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM BAKTI I SAWAHAN).

0 0 16

PENDAHULUAN PENGUASAAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH (STUDI KASUS DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM BAKTI I SAWAHAN).

0 1 7

Pendidikan Taman Kanak Kanak

0 0 6

PENGARUH TERAPI BERMAIN PERAN TERHADAP HARGA DIRI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK ‘AISYIYAH AL-WAFA SEWON BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Terapi Bermain Peran terhadap Harga Diri pada Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak

0 0 13

PENGARUH METODE BERCERITA DENGAN MEDIA GAMBAR SERI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA DINI DI TAMAN KANAK-KANAK DHARMA WANITA SUKARAME BANDAR LAMPUNG - Raden Intan Repository

1 7 169