Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids Medan

(1)

FUNGSI TINDAK TUTUR ANAK USIA

PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK KANAK

GALILEA HOSANA KIDS MEDAN

TESIS

SINTA DIANA MARTAULINA

NIM:097009034/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

FUNCTION OF SPEECH ACT

PRE SCHOOL KIDS IN GALILEA HOSANA

KIDS KINDERGARTEN MEDAN

TESIS

SINTA DIANA MARTAULINA

NIM:097009034/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

FUNGSI TINDAK TUTUR ANAK USIA PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK GALILEA HOSANA KIDS, MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SINTA DIANA MARTAULINA 097009034/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(4)

Judul Tesis : FUNGSI TINDAK TUTUR ANAK

USIA PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK GALILEA HOSANA KIDS, MEDAN

Nama Mahasiswa : Sinta Diana Martaulina Nomor Pokok : 097009034

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP) (Dr. Sri Minda Murni, M.S. Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang.,MSIE)

Tanggal Lulus: 18 Agustus 2011 Telah diuji pada


(5)

Tanggal 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP Anggota : 1. Dr. Sri Minda Murni, M.S.

2. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. 3. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D.


(6)

FUNGSI TINDAK TUTUR ANAK USIA PRASEKOLAH PERNYATAAN

DI TAMAN KANAK-KANAK GALILEA HOSANA KIDS MEDAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Teis ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan pandangan yang berlaku.

Medan, Agustus 2011


(7)

BUKTI PENGESAHAN PERBAIKAN TESIS

Judul tesis : Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah Di Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids Medan

Nama : Sinta Diana Martaulina No.Registrasi : 097009034

Program Studi : Linguistik

NO NAMA TANDA TANGAN TANGGAL 1 Direktur:

Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang,MSIE 2 Ketua Program Studi :

Prof.T.Silvana Sinar,Ph.D. 3 Pembimbing I :

Dr. Eddy Setia, M.Ed.TESP 4 Pembimbing II :

Dr. Sri Minda Murni, M.S. 5 Penguji :

Prof.T.Silvana Sinar,Ph.D 6 Penguji :


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi rahmat, kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

“Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids Medan” merupakan sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Tesis ini menjelaskan tentang pendahuluan tesis; konsep, landasan teori dan kajian pustaka, serta metode penelitian.

Dari hasil penulisan tesis ini diharapkan dapat diberikan manfaat ilmu pengetahuan yang berharga, terutama dalam perkembangan linguistik dan peningkatan dunia pendidikan anak.

Penulis menyadari bahwa tesis ini memiliki keterbatasan dan kekurangan yang perlu disempurnakan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk menunbuhkan minat penelitian linguistik, selanjutnya, khususnya kajian pragmatik dalam segala aspek kehidupan berbahasa.

Medan, Agustus 2011 Penulis

NIM 097009034 Sinta Diana Martaulina


(9)

Segala pujian, hormat, dan syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa, yang telah melimpahkan kasih, berkat, dan anugerah-Nya, bahwasanya Tuhan itu baik. Dengan kebaikan-Nya juga sehingga penulis dimampukan menyelesaikan tesis yang berjudul “Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Medan.

Dengan selesainya penyusunan tesis ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan hormat atas segala doa, perhatian, bimbingan, arahan serta dorongan yang telah diberikan kepada penulis:

1. Kementerian Pendidikan Nasinaonal Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan memfasilitasi penulis untuk dapat mengikuti serta menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

4. Prof. T. Silvana Sinar,MA, Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

5. Dr. Eddy Setia,M.Ed. TESP dan Dr. Sri Minda Murni, M.S. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II, yang setulus hati meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.


(10)

6. Para dosen, yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga kepada penulis selama perkuliahan di Program Studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara;

7. Pimpinan, seluruh guru, anak-anak, serta PG/TK Galilea Hosana Kids, Jalan Bunga Terompet No. 30 Medan;

8. Orangtua tercinta: L.S.M. Sitoroes, S.H. dan T.M. br Siahaan dan Keluarga Besar Op. Ester yang berada di Pematang Siantar dan Cirebon;

9. Ibu Mertua : Op. Magdalena Tampubolon br. Napitupulu, yang selalu mendoakan dan mendukung penulis agar dapat meyelesaikan perkuliahan ini; 10.Khusus :Suami tercinta Ir. Kohler Tampubolon dan dua bidadari cantik ;

Angelica dan Ruth yang selalu berdoa agar penulis maju dan pantang menyerah;

11.Bapak Direktur, Para Pembantu Direktur, Staff Pengajar, dan Pegawai di lingkungan Politeknik Mandiri Bina Prestasi Medan;

12.Serta semua yang telah membantu penulis selama perkuliahan, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Kiranya Tuhan yang Mahakasih yang mampu membalas segala doa dan kebaikan yang telah diberikan kepada penuls. Akhir kata, kiranya tesis ini bermanfaat kita semua dalam memajukan pengetahuan kita, khususnya kajian pragmatik.

Medan, Agustus 2011 Penulis,

NIM 097009034 Sinta Diana Martaulina


(11)

ABSTRACT

The research is aimed at describing kindergarten students'speech acts, identifying the types of moods, and explaining the choices of the moods. The research was a longitudinal study and conducted under descriptive qualitative methods. The sources of data were 10 kindergarten students which consists of 5 boys and 5 girls which was taken under purposive sampling technique. The data were collected through formal observation on students conversation during school hours. The data were analysed by using pragmatic theory. The results show that the children's speech act is relised in three moods: declarative, interrogative, and imperative. The speech functions covers assertive, directive, expresive, commisive It is concluded that children's speech acts include marked and unmarked utterances.


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur yang direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman kanak-kanak, mengidentifikasi jenis tindak tutur yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak, dan alasan tindak tutur direalisasikan dalam modus itu. Analisis penelitian ini menggunakan beberapa teori seperti teori modus, teori tindak tutur, dan teori pemerolehan bahasa dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini merupakan studi longitudinal. Penelitian ini melibatkan informan kelompok usia 4-5 tahun, yang terdiri dari 5 anak perempuan dan 5 anak laki-laki. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan secara informal di lapangan. Data yang dimaksud merupakan bentuk percakapan/tindak tutur. Selanjutnya peneliti menganalisis data dengan padan pragmatis, yaitu metode yang menggunakan informan sebagai penentunya. Hasil penelitian menunjukkan tindak tutur anak usia prasekolah direalisasikan dalam tiga modus tindak tutur : deklaratif, interogatif, imperatif. Dengan demikian, fungsi tindak tutur anak TK Galilea Hosana Kids, Medan, meununjukkan yang lazim maupun yang tidak lazim (dalam bentuk metafora) menyebabkan tindak tutur direalisasikan dalam modus.


(13)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Sinta Diana Martaulina Tempat dan Tgl.Lahir : Cirebon, 31 Maret 1966

Alamat : Jln. Sembada XI Ujung No. 28 , PB Selayang II Medan 20131

Status : Menikah

Pekerjaan : Dosen Yayasan Politeknik Mandiri Bina Prestasi Medan.

No Telp / Hp : 081375806558

PENDIDIKAN FORMAL

1. SDN Pegambiran 1, Cirebon 1976 - 1981

2. SMP N 2 Cirebon 1981 - 1983

3. SMA N 1 Cirebon 1983 - 1985

4. S1 FS Bahasa dan Sastra Indonesia USU 1985 – 1989

5. Pendidikan Akta IV, Unimed 2001 - 2002


(14)

KATA PENGANTAR

Segala pujian, hormat, dan syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa, yang telah melimpahkan kasih, berkat, dan anugerah-Nya, bahwasanya Tuhan itu baik. Dengan kebaikan-Nya juga penulis dimampukan menyelesaikan tesis yang berjudul “Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Medan, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Tesis ini menjelaskan tentang pendahuluan tesis; konsep, landasan teori dan kajian pustaka, serta metode penelitian yang digunakan.

Dari hasil penulisan tesis ini diharapkan manfaat ilmu pengetahuan yang berharga, terutama dalam perkembangan linguistik dan peningkatan dunia pendidikan anak. Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini memiliki keterbatasan dan kekurangan yang perlu disempurnakan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk menumbuhkan minat penelitian linguistic selanjutnya, khususnya kajian pragmatik dalam segala aspek kehidupan berbahasa. Dalam kesempatan yang baik ini, penulis menyampaikan hormat dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala doa, perhatian, bimbingan, arahan serta dorongan yang telah diberikan kepada penulis:

13.Kementerian Pendidikan Nasinaonal Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan memfasilitasi penulis untuk dapat mengikuti serta menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;


(15)

14.Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

15.Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

16.Prof. T. Silvana Sinar,MA, Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

17.Dr. Eddy Setia,M.Ed. TESP dan Dr. Sri Minda Murni, M.S. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II, yang setulus hati meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan sehingga tesis ini dapat diselesaikan. 18.Para dosen, yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga kepada penulis

selama perkuliahan di Program Studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara;

19. Pimpinan, seluruh guru, anak-anak, serta PG/TK Galilea Hosana Kids, Jalan Bunga Terompet No. 30 Medan;

20.Orangtua tercinta: L.S.M. Sitoroes, S.H. dan T.M. br Siahaan dan Keluarga Besar Op. Ester yang berada di Pematang Siantar dan Cirebon;

21.Ibu Mertua : Op. Magdalena Tampubolon br. Napitupulu, yang selalu mendoakan dan mendukung penulis agar dapat meyelesaikan perkuliahan ini; 22.Khusus :Suami tercinta Ir. Kohler Tampubolon dan dua bidadari cantik ;

Angelica dan Ruth yang selalu berdoa agar penulis maju dan pantang menyerah;

23.Bapak Direktur, Para Pembantu Direktur, Staff Pengajar, dan Pegawai di lingkungan Politeknik Mandiri Bina Prestasi Medan;


(16)

24.Serta semua yang telah membantu penulis selama perkuliahan, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Hanya Tuhan yang Mahakasih, yang mampu membalas segala doa dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, kiranya tesis ini bermanfaat bagi kita semua dalam memajukan pengetahuan kita, khususnya kajian pragmatik.

Medan, Agustus 2011 Penulis,

NIM 097009034 Sinta Diana Martaulina


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

RIWAYAT HIDUP ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK (INDONESIA) ... xi

ABSTRACT ... xii ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3 Rumusan Masalah Penelitian ... 8

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1 TujuanPenelitian ... 8

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 9

1.4.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA TERDAHULU ... 11

2.1 Konsep ... 11

2.2 Landasan Teori ... 11

2.2.1 Teori Modus ... 12

2.2.2 Teori Tindak Tutur ... 15

2.2.3 Jenis – Jenis Tindak Tutur ... 20

a. Tindak Tutur Lokusi ... 21

b. Tindak Tutur Ilokusi ... 22

c. Tindak Tutur Perlokusi . ... 30

2.2.4 Pemerolehan Bahasa ... 32


(18)

b. Teori Genetik ... 34

c. Teori Sosiokultural ... 34

2.2.5 Pemerolehan Pragmatik ... 35

2.2.5 Anak Usia Prasekolah ... 37

2.4 Kajian Pustaka Terdahulu ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 44

3.1 Lokasi dan waktu Penelitian ... 44

3.1.1 Lokasi Penelitian ... 44

3.1.2 Waktu Penelitian ... 45

3.2 Pendekatan dan Metode yang Digunakan ... 46

3.3 Data dan Sumber Data ... 48

3.4 Prosedur Pengumpulan dan Perekaman Data ... 49

3.5 Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1 Realisasi Tindak Tutur dalam Modus oleh Anak Usia 54

Prasekolah 4.1.1 Tindak Tutur Asertif/Representatif ... 54

4.1.2 Tindak Tutur Direktif ... 56

4.1.3 Analisis Fungsi Ekspresif ... 61

4.1.4 Analisis Fungsi Komisif ... 63

4.2 Jenis Tindak Tutur yang Terjadi pada Anak Usia Prasekolah ... 66

4.2.1 Tindak Tutur Lokusi ... 67

4.2.2 Tindak Tutur Ilokusi ... 72

4.2.3 Tindak Tutur Perlokusi ... 73

4.3 Tindak Tutur Direalisasikan dalam Modus ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1 Kesimpulan ... 90


(19)

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1.Hasil Penelitian Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah ... 43 4.1.Realisasi Tindak Tutur dalam Modus oleh Anak TK Galilea Hosana Kids,

Medan ... 66 4.2a.Tindak Tutur Anak yang Direalisasikan dalam Modus... 79 4.2b.Tindak Tutur Anak yang Direalisasikan dalam Fungsi Modus ... 80


(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor JUDUL

1 Biodata Anak Perempuan

2 Biodata Anak Laki-laki

3 Lembar Kuisioner


(22)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur yang direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman kanak-kanak, mengidentifikasi jenis tindak tutur yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak, dan alasan tindak tutur direalisasikan dalam modus itu. Analisis penelitian ini menggunakan beberapa teori seperti teori modus, teori tindak tutur, dan teori pemerolehan bahasa dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini merupakan studi longitudinal. Penelitian ini melibatkan informan kelompok usia 4-5 tahun, yang terdiri dari 5 anak perempuan dan 5 anak laki-laki. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan secara informal di lapangan. Data yang dimaksud merupakan bentuk percakapan/tindak tutur. Selanjutnya peneliti menganalisis data dengan padan pragmatis, yaitu metode yang menggunakan informan sebagai penentunya. Hasil penelitian menunjukkan tindak tutur anak usia prasekolah direalisasikan dalam tiga modus tindak tutur : deklaratif, interogatif, imperatif. Dengan demikian, fungsi tindak tutur anak TK Galilea Hosana Kids, Medan, menunjukkan yang lazim maupun yang tidak lazim (dalam bentuk metafora) menyebabkan tindak tutur direalisasikan dalam modus.


(23)

ABSTRACT

The research is aimed at describing kindergarten students'speech acts, identifying the types of moods, and explaining the choices of the moods. The research was a longitudinal study and conducted under descriptive qualitative methods. The sources of data were 10 kindergarten students which consists of 5 boys and 5 girls which was taken under purposive sampling technique. The data were collected through formal observation on students conversation during school hours. The data were analysed by using pragmatic theory. The results show that the children's speech act is relised in three moods: declarative, interrogative, and imperative. The speech functions covers assertive, directive, expresive, commisive It is concluded that children's speech acts include marked and unmarked utterances.


(24)

ABSTRACT

The research is aimed at describing kindergarten students'speech acts, identifying the types of moods, and explaining the choices of the moods. The research was a longitudinal study and conducted under descriptive qualitative methods. The sources of data were 10 kindergarten students which consists of 5 boys and 5 girls which was taken under purposive sampling technique. The data were collected through formal observation on students conversation during school hours. The data were analysed by using pragmatic theory. The results show that the children's speech act is relised in three moods: declarative, interrogative, and imperative. The speech functions covers assertive, directive, expresive, commisive It is concluded that children's speech acts include marked and unmarked utterances.


(25)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur yang direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman kanak-kanak, mengidentifikasi jenis tindak tutur yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak, dan alasan tindak tutur direalisasikan dalam modus itu. Analisis penelitian ini menggunakan beberapa teori seperti teori modus, teori tindak tutur, dan teori pemerolehan bahasa dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini merupakan studi longitudinal. Penelitian ini melibatkan informan kelompok usia 4-5 tahun, yang terdiri dari 5 anak perempuan dan 5 anak laki-laki. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan secara informal di lapangan. Data yang dimaksud merupakan bentuk percakapan/tindak tutur. Selanjutnya peneliti menganalisis data dengan padan pragmatis, yaitu metode yang menggunakan informan sebagai penentunya. Hasil penelitian menunjukkan tindak tutur anak usia prasekolah direalisasikan dalam tiga modus tindak tutur : deklaratif, interogatif, imperatif. Dengan demikian, fungsi tindak tutur anak TK Galilea Hosana Kids, Medan, meununjukkan yang lazim maupun yang tidak lazim (dalam bentuk metafora) menyebabkan tindak tutur direalisasikan dalam modus.


(26)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Simanjuntak:1987:157). Ketika anak memperoleh bahasa pertamanya, ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Proses kompentensi ini menjadi syarat untuk proses performansi. Kompetensi itu meliputi komponen fonologi, komponen sintaksis dan komponen semantis, yang tidak berdiri terpisah, tetapi berlangsung secara beriringan sesuai dengan perkembangan usia anak (Pateda,1990:21). Sesuai dengan pemikiran tersebut, dapatlah dikatakan bahwa dalam perkembangan usianya dalam memperoleh kemampuaan berbahasanya, anak melampaui tahap-tahap; yang masing-masing tahapan meliputi ketiga komponen tersebut.

Selanjutnya, proses performasi sendiri memiliki dua tahap, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat. Pada proses pemahaman melibatkan kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan dalam proses penerbitan melibatkan kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat itu sendiri. Kedua proses ini selanjutnya menjadi kompentensi linguistik kanak-kanak (Chaer 2003: 168). Anak-anak menggunakan bahasa yang telah diperolehnya melalui interaksi dengan orang lain, baik dengan anak sebaya, anak-anak yang lebih muda atau


(27)

dengan orang dewasa di sekitarnya.1

Dalam kajian pragmatik yang dipelopori Austin (1969) disebutkan bahwa ketika seseorang berbicara, ia tidak hanya mengucapkan sebuah ujaran saja, tetapi ia juga melakukan tindakan dengan ujarannya tersebut. Pandangan ini disebut dengan Speech Act ( tindak tutur/tindak ujar) yang terdiri atas lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Ketika seseorang berujar atau mengeluarkan ujaran (speech), ia memiliki maksud-maksud tertentu yang berdampak pada lawan tuturnya. Selanjutnya Searle (murid Austin) mengklasifikasikan tindak tutur di atas menjadi lima jenis tindak tutur: representatives, directives, expressives, commisives, dan declaration. Kaitannya dengan anak-anak, mitra tutur adalah hubungan antara ia dengan orang lain, yang berinteraksi dan berkomunikasi dengannya. Di samping itu, tujuan kanak-kanak sebagai tujuan tutur terjadi saat mengucapkan sesuatu dan tindak tutur adalah produk ujaran yang diproduksi oleh kanak-kanak. Pada masa ini, mereka sudah dapat membuat pernyataan (kalimat tanya, kalimat berita) dan berbagai bentuk kalimat atau konstruksi lain.

Dalam penggunaannya, secara tidak langsung anak-anak juga mempelajari norma dan budaya yang berlaku di sekitarnya dalam menggunakan bahasa tersebut. Dardjowijoyo (2000:275) menyebutnya dengan pemakaian bahasa (language usage) dan penggunaan bahasa (language use). Dengan demikian, anak-anak juga harus menguasai kemampuan pragmatik.

2

1

Lihat Dardjowidjojo(2000:275) Sebagian dari norma-norma ini tertanam dalam bahasa sehingga kompetensi anak tidak hanya terbatas pada apa yang saya namakan pemakaian bahasa (language usage) tetapi juga penggunaan bahasa (language use). Dengan kata lain anak harus pula menguasai kemampuan pragmatik.

2

Baca Chaer(2005;238). Ketika memasuki taman kanak-kanak, anak sudah menguasai hampir semua kaidah dasar gramatikal bahasanya. Dia sudah dapat membuat kalimat berita, kalimat tanya, dan sejumlah konstruksi lain.


(28)

Ketika memasuki taman kanak-kanak, anak sudah menguasai hampir semua kaidah dasar gramatikal bahasanya. Mereka juga memiliki perbendaharaan kata atau memahami kosakata lebih banyak lagi. Mereka pun sudah dapat menggunakan bahasa dalam konteks sosial yang bermacam-macam. Mereka dapat bergurau, bertengkar dengan teman-teman sebayanya dan berbicara dengan santun kepada orang tua dan guru mereka.

Pada anak usia prasekolah (3-6 tahun), kompetensi dan performansinya terhadap tindak tutur tentu saja berbeda dengan orang dewasa. Perkembangan pemerolehan bahasa pertama anak pada masa prasekolah berlangsung seiring dengan perkembangan pralinguistiknya. Dardjowijoyo (2005:57) menambahkan bahwa anak memiliki tahapan-tahapan tersendiri dalam memeroleh bahasanya, termasuk di dalamnya kemampuan pragmatik (tentu saja dengan tindak tuturnya). Perkembangan linguistiknya ditandai oleh adanya pertukaran giliran antara orang tua, khususnya ibu dan anak. Dalam masa perkembangan linguistiknya, anak mengembangkan konsep dirinya dengan subjek, dirinya dengan orang lain serta hubungan dengan objek, dan tindakan pada tahap satu kata, anak terus-menerus berupaya mengumpulkan nama-nama benda dan orang yang dijumpai. Hal itu menjadi perbendaharaan kata mereka interogatif/pertanyaan, perkembangan penggabungan kalimat, dan perkembangan sistem bunyi. Jadi, melalui kompetensi dan perfomansinya anak-anak telah memeroleh kemampuan pragmatik melalui tuturan.

Masa kanak-kanak adalah usia yang paling tepat untuk mengembangkan bahasa. Masa ini sering juga disebut masa golden age. Pada usia itu, anak sangat peka mendapatkan rangsangan-rangsangan baik yang berkaitan dengan aspek fisik


(29)

motorik, intelektual, sosial, emosi maupun bahasa.3

Anak-anak Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Medan (TK GHK Medan) yang berusia 4-5 tahun telah mampu mengembangkan ketrampilan berbicara melalui percakapan sederhana yang dapat memikat orang lain. Tanpa pengembangan bahasa, anak prasekolah di TK GHK Medan akan sulit untuk menerima materi pelajaran yang diberikan gurunya, termasuk mengkomunikasikan bahasa dengan lingkungan di sekitarnya. Biasanya mereka menggunakan bahasa melalui berbagai cara, seperti bernyanyi, bertanya, atau kegiatan interaksi lainnya (seperti dialog dengan guru maupun teman-temannya). Hal ini mengisyaratkan bahwa anak TK GHK Medan telah menggunakan bahasa sebagai alat penghubung sosial yang sangat dibutuhkan dalam pergaulan untuk merapatkan hubungan seseorang dengan orang lain.

Perkembangan awal lebih penting daripada perkembangan selanjutnya, karena dasar awal sangat dipengaruhi oleh belajar dan pengalaman. Peran guru sangat dibutuhkan dalam mengembangkan bahasa anak terutama di Taman Kanak-Kanak (TK). Mengingat hal tersebut, guru berusaha mengembangkan bahasa anak melalui bercerita, bernyanyi, dan berdialog. Diharapkan dengan bercerita , berdialog, dan bernyanyi akan menambah kosa kata anak yang dapat digunakan dalam mengembangkan bahasa mereka untuk berkomunikasi.

Sehubungan dengan hal tersebut maka kajian ini beranggapan bahwa penelitian “Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak

3

Wardoyo(2007),h.4.”Mendidik anak Bermental Juara”. Jika seseorang (anak) hidup dalam suasana kebahagiaan dan harmonis, jaringan saraf area korteks prefrontal kiri mengalami pertumbuhan cepat: anak hidup dalam suasana eufori, gembira, bersemangat sehingga anak jadi lebih mudah mencerna dan mengingat pelajaran.


(30)

Galilea Hosana Kids Medan” menarik untuk diteliti secara mendalam sehingga lebih komprehensibilitas (Darjowijojo,2000:6).4

1. anak TK GHK Medan secara umum dapat dikelompokkan sebagai komunitas pengguna bahasa yang aktif dan produktif;

Apalagi :

2. perkembangan bahasa anak usia prasekolah akan berkembang secara optimal melalui interaksi dan kontak dengan lingkungan di sekitarnya, termasuk di lingkungan TK GHK Medan.

Setiap kajian bahasa didasarkan pada suatu pendekatan (approach). Ini berarti tidak ada kajian bahasa yang bebas dari nilai atau anggapan dasar (Halliday, 1994;xvii dalam Saragih hal 1). Dengan kata lain, bahasa tidak terlepas dari konteks sosial. Bahasa dalam interaksi sosial terdiri atas arti, bentuk dan ekpresi. Hubungan ketiganya ini dapat dinyatakan sebagai arti yang direalisasikan dalam bentuk hingga akhirnya dikodekan dengan ekspresi. Dengan kata lain, bahasa dalam sistematik terdiri dari semantik, tata bahasa, dan fonologi/grafologi. Kerelevanan tatabahasa berdasarkan sistemik, secara spesifik menurut Halliday salah satunya adalah memahami perkembangan bahasa anak dan perkembangan bahasa manusia (Saragih, 2010:7-8).

Tindak tutur anak di sekolah ini merupakan bagian dari perilaku berbahasa yang diamati dalam penelitian anak usia prasekolah di taman kanak-kanak ini dalam mengembangkan kemampuan tindak tuturnya. Dalam menuturkan pengalamannya, anak usia prasekolah di TK GHK Medan menggunakan fungsi ujar dalam tindak tutur ilokusinya yang berbentuk pertanyaan, pernyataan, perintah. Melalui komunikasi dalam percakapan pada tingkat tatabahasanya,

4

Lihat Dardjowidjojo(2000:6) Komprehensibilitas, artinya suatu elemen yang diujarkan anak, saya anggap sebagai refleksi kompetensi bila elemen yang dia pakai dalam produksi itu telah menunjukkan adanya koherensi semantik dengan elemen-elemen lain dalam kalimat tersebut.


(31)

secara teknik linguistik disebut mood/mode. Mood inilah yang kelak disebut modus.5

1. Miss Ina sudah datang.(intonasi turun)

Berkaitan dengan anak-anak di TK GHK Medan, berdasarkan sistem pilihan peran itulah, mereka membedakan kalimat menurut modusnya. Misalnya saja deklaratif (yang mengacu ke kalimat pernyataan), interogatif (yang mengacu ke kalimat pertanyaan), dan imperative (yang mengacu ke kalimat perintah). Kalimat deklaratif direalisasikan dengan suara datar, sedangkan kalimat interogatif diujudkan oleh suara (sedikit) naik. Dan yang terakhir, imperative ditunjukkan oleh suara datar dengan suara tinggi di awal klausa. Jadi, suara penutur dapat bervariasi dalam menggunakan fungsi ujar apakah dengan intonasi datar, naik, turun, naik-turun, turun-naik dan lain sebagainya, seperti percakapan anak tersebut berikut.

2. Minta sama Miss Ina! (intonasi naik turun) 3. Datangkah Miss Ina? (intonasi turun naik)

Ketika tindak ujar terjadi, anak usia prasekolah di taman kanak-kanak bertindak sebagai penutur dan petutur diposisikan sebagai peran pembicara yang berbeda melalui penggunaan modus: apakah memberikan informasi atau menanyakan informasi; modus tuturan yang diproduksi anak di taman kanak-kanak apakah sudah meliputi (1) modus berita, (2) modus bertanya, (3) modus perintah.

Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan pemerolehan pragmatik anak usia prasekolah memerlukan waktu yang lama dan panjang serta melalui fase-fase yang memiliki ciri-ciri tersendiri. Pertumbuhan dan perkembangan

5


(32)

merupakan fase yang memerlukan perhatian. Inilah sebabnya fase prasekolah merupakan awal penting bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia pada fase selanjutnya. Ada berbagai aspek pendidikan bahasa yang sangat mendesak untuk mendapat perhatian. Salah satunya adalah pemerolehan pragmatik anak usia prasekolah. Karena penelitian pragmatik anak usia prasekolah masih minim hingga saat ini teori-teori yang berhubungan dengan pemerolehan bahasa dan pragmatik masih menggunakan teori-teori yang dikemukakan para ahli yang berasal dari barat. Maka, penelitian tentang pemerolehan bahasa anak secara longitudinal telah dilakukan oleh Dardjowidjojo6

Berdasarkan uraian-uraian di atas, penelitian fungsi tindak tutur pada anak usia prasekolah tentang pertumbuhan dan perkembangan awal merupakan fase yang perlu mendapat perhatian. Apalagi subjek penelitiannya adalah anak taman kanak-kanak yang berusia 4-5 tahun dapat diidentifikasikan dan dirumuskan.

perlu diterapkan dalam penelitian ini dengan waktu yang digunakan.

1.2Identifikasi Masalah

Merujuk pada uraian di atas maka identifikasi masalah dalam penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

a. tindak tutur yang direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman kanak-kanak;

b. tindak tutur anak usia taman kanak-kanak dapat dikaji berdasarkan jenis dan fungsi tindak tutur, yang dilakukan secara longitudinal.7

6

op.cit:6 Dardjowidjojo,op.cit,p.14.

penelitian lama, memerlukan biaya yang relative besar, dan melibatkan populasi yang mendiami wilayah tertetu dan dipusatkan pada perubahan variabel amatan dari waktu ke waktu.


(33)

c. alasaan tindak tutur anak usia kanak-kanak dapat direalisasikan dalam modus.

1.3Rumusan Masalah Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian ini :

1. Bagaimanakah tindak tutur direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman kanak-kanak?

2. Jenis tindak tutur apakah yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak? 3. Mengapa tindak tutur direalisasikan dalam modus itu?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan identifikasi dan rumusan masalah penelitian yang telah diungkapkan, kajian ini bertujuan memperoleh pemerian yang sahih dan objektif berdasarkan empiris. Melalui pengamatan langsung terhadap tindak tutur anak usia prasekolah di Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Jalan Bunga Terompet Raya No. 30, PB Selayang II Medan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

a. tindak tutur direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman kanak-kanak ; b. jenis tindak tutur yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak ;

c. alasan tindak tutur direalisasikan dalam modus itu.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian pasti mempunyai maksud atau harapan agar hasil penelitiannya bermanfaaat bagi orang lain atau untuk perkembangan ilmu


(34)

pengetahuan itu sendiri. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini meliputi:

a. Manfaat Teoretis

1. Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah khasanah pengetahuan dalam ilmu bahasa, khususnya kajian pragmatik

2. Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi peneliti yang lain apabila ingin meneliti pemerolehan bahasa anak .

b. Manfaat Praktis

1. Memberika masukan bagi para orang tua terhadap perkembangan tindak tutur anak usia prasekolah yang diperolehnya selama di taman kanak-kanak ;

2. Dengan adanya penelitian ini, kajian diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi para pendidik atau pengasuh dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sehingga dapat melakukan strategi-strategi yang mudah dicerna dan dipahami oleh anak usia prasekolah di taman kanak-kanak dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, khususnya dalam pemerolehan dan kemampuan tindak tutur ;

3. Penelitian yang relevan dapat mendukung usaha Pemerintah dalam menggalakkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

1.4.3Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merujuk pada anak yang berkomunikasi dengan guru atau teman dalam satu sekolah menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama merupakan media yang dapat dipergunakan sang anak untuk memperoleh nilai- nilai lainnnya dari masyarakat Indonesia. Namun, sesuai


(35)

dengan globalisasi zaman, PBM di dalam lingkungan sekolah telah disisipi bahasa asing (Inggris) untuk menambah pengetahuan anak. Adapun penelitian ini juga memiliki ruang lingkup yang terbatas.

a. Penelitian dibatasi pada anak Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Jalan Bunga Terompet No. 30, Kelurahan PB Selayang II, Medan;

b. Fokus penelitian hanya pada modus, jenis dan fungsi tindak tutur pada anak usia taman kanak-kanak;

c. Usia 4 – 5 tahun;

d. Tidak meneliti bahasa apa yang mereka peroleh sebelumnya; e. Terbatas pada komunikasi lisan.


(36)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI 2005:588). Dalam Kamus Linguistik (Kridalaksana 2008: 132), konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang memerlukan penggunaan akal budi untuk memahaminya. Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep. Konsep dalam penelitian ini adalah pengertian modus, tindak tutur, jenis tindak tutur, fungsi tindak tutur, dan pengertian anak usia prasekolah yang dijabarkan berdasarkan landasan teori.

2.2 Landasan Teori

Dalam sebuah penelitian perlu adanya landasan teori yang mendasarinya. Landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi dasar tumpuan seluruh pembahasan. Teori yang akan digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini adalah teori modus, teori tindak tutur, tindak tutur langsung dan tindak tutur tak langsung serta teori anak usia prasekolah. Teori modus yang dikaitkan berdasarkan Pendekatan Sistemik M.A.K. Halliday. Teori tindak tutur diambil dari buku-buku kajian pragmatik. Teori pemerolehan bahasa anak dan anak usia prasekolah diambil dari buku-buku psikologi perkembangan dan psikolinguistik.


(37)

2.2.1 Teori Modus

Kata mood atau mode dalam bahasa Inggris atau modus dan juga modalitas dalam bahasa Indonesia, memiliki definisi yang variatif dalam sejumlah literatur. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006:750) dinyatakan modus bentuk verba yang mengungkapkan suasana kejiwaan sehubungan dengan perbuatan menurut tafsiran pembicara tentang apa yang diungkapkannya. Dalam Kamus Linguistik, modus adalah kategori gramatikal dalam bentuk verba yang mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran pembicara, atau sikap pembicara tentang apa yang diucapkan (Kridalaksana,2008:156). Secara lebih spesifik, mood adalah pandangan, pertimbangan atau pendapat pribadi pemakai bahasa terhadap makna paparan pengalaman dalam bentuk klausa yang disampaikan dalam interaksi8

a. Mood adalah kategori gramatikal dalam bentuk verba ;

. Dari penjelasan di atas, secara linguistik modus dapat didefinisikan sejumlah konsep sebagai berikut.

b. Mood mengungkapkan suasana psikologis perbuatan ;

c. Mood adalah sikap pembicara terhadap bahasa yang digunakan ; d. Mood berkaitan dengan makna paparan pengalaman linguistik ; e. Mood berbentuk klausa.

Pemahaman terhadap mood menggunakan landasan teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF).9

8

Saragih,Amrin.Linguistik,Sistemik Fungsional.Pasca Sarjana USU,2010).h.54.

Teori ini dikembangkan oleh M.A.K Halliday,

9

Catatan Kuliah (Prodi Linguistik 2010)

a. teori ini menganalisis bahasa sebagaimana bahasa itu apa adanya ;

b. menganalisis makna dari suatu unit bahasa dari segi ideasional, interpersonal, tekstual secara simultan;


(38)

seorang sarjana kelahiran Inggris tahun 1925. Teori ini adalah pengembangan dari teori Struktural Ferdinand de Saussure yang lebih menitikberatkan pada pengakuan terhadap ekspresi dan situasi (Verhaar, 1970:14). Ekspresi berkaitan dengan tata bahasa, sedangkan situasi berkaitan dengan konteks situasi atau konteks sosial. Hubungan antara sistem bahasa dengan konteks situasi inilah yang menentukan pilihan bentuk dan makna dalam metafungsi bahasa dan sekaligus menentukan sistem dan struktur mood dalam fungsi berbicara (speech function). Seperti dalam menyampaikan pernyataan (statement), mengajukan pertanyaan (question), memberikan perintah (command) serta menyampaikan penawaran (offer).

Karya-karya dalam linguistik kritis banyak dipengaruhi oleh pandangan Halliday. Beliau berpandangan bahasa sebagai semiotika sosial dan linguistik sebagai tindakan. Konteks tuturan itu sendiri sebuah konstruksi semiotis yang memiliki sebuah bentuk yang memungkinkan partisipan memprediksikan fitur-fitur register yang berlaku untuk memahami orang lain. Melalui tindakan pemaknaan (act of meaning) sehari-hari, masyarakat memerankan struktur sosial, menegaskan status dan peran yang dimilikinya, serta menetapkan dan mentransmisikan sistem nilai dan pengetahuan yang dibagi. Jadi, penggunaan bahasa tidak pernah lepas dari konteks sosial. Penggunaan unsur-unsur bahasa sangat ditentukan oleh konteks sosial untuk terjadinya tindak ujar dalam komunikasi. Pilihan unsur bahasa seperti kalimat deklaratif, imperatif, dan sebagainya oleh penutur dan petutur senantiasa berdasarkan konteks sosial. Bahasa merupakan sistem semiotik yang kompleks yang terdiri dari banyak tingkatan atau strata. Strata yang paling utama dalam bahasa, adalah gramatika,


(39)

yang dalam konteks fungsional sistemik disebut dengan leksikogramatika. (Halliday, 1985:15). Leksikogramatika dalam makna antarpersona adalah modus, di mana di dalam modus inilah terealisasi Subjek (sebagai partisipan terpenting)

dan Finite (sebagai bagian proses klausa agar dapat bernegosiasi tentang

partisipan Subyeknya). Modus, seperti dikatakan sebelumnya, berhubungan dengan fungsi ujaran dengan jaringannya yang dapat terbentuk. Kajian bahasa secara fungsional menjelaskan bentuk bahasa yang disebut kalimat sebagai tindak tutur (speech act). Dengan demikian, kalimat dibedakan berdasarkan maksud ujaran penuturnya (untuk apa ujaran itu dilontarkan).

Dalam berbagai tulisannya, Halliday (1985) selalu menegaskan bahwa bahasa adalah produk proses sosial. Seorang anak yang belajar bahasa dalam waktu yang sama belajar sesuatu yang lain melalui bahasa, yakni membangun gambaran realitas di sekitar dan di dalamnya. Tidak ada fenomena bahasa yang vakum sosial, tetapi ia selalu berhubungan erat dengan aspek-aspek sosial. Dengan demikian, modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembaca atau sikap si pembicara tentang apa yang diungkapkannya.

Modus adalah sistem pilihan peranan kepada penutur dan pendengarnya. 10

10

Lihat Kamus Linguistik (Kridalaksana,2008:156). Modus(mood,mode) : kategori gramatikal dalam bentuk verba yang mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran pembicara atau sikap pembicara tentang apa yang diucapkan.

Modus kalimat adalah cara bagaimana kalimat itu diekspresikan kepada mitra bicara. Terdapat tiga cara, yakni (i) deklaratif, (ii) pertanyaan gramatis, dan (iii) imperatif. Tiga modus tersebut menempatkan subjek secara berbeda. Penempatan ini mengakibatkan pembagian modus antar partisipan menjadi penunjuk dari hubungan partisipan. Bertanya, misalnya, pada umumnya berkaitan dengan


(40)

“posisi kekuasaan”. Bertanya dapat menjadi “tindakan” atau “informasi”, dan dapat juga sebagai pemberi informasi. Bertanya selain berarti permintaan informasi juga dapat bernilai perintah; modus pertanyaan memiliki nilai menawarkan tindakan; modus deklaratif memiliki nilai permintaan untuk informasi; deklaratif selain berarti pemberian informasi dapat juga berarti perintah; modus imperatif dapat menjadi sebuah saran atau anjuran. Jadi, yang menjadi pembeda antara kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif adalah modus.

2.2.2 Teori Tindak Tutur

Yule ( 1996:3) mengatakan bahwa “Pragmatics is the is the studi of contextual meaning” , ‘pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual’. Studi ini akan melakukan penginterpretasian makna sebuah tuturan dengan memperhatikan konteks pemakaiannya dan bagaimana konteks itu itu memengaruhi penutur dalam menentukan suatu tuturan. Pragmatik adalah disiplin ilmu bahasa yang memelajari makna satuan kebahasaan dikomunikasikan. Pandangan tersebut sesuai dengan pendapat Parker (dalam Wijana,1996:2) yang mengemukakan bahwa “Pragmatiks is distinct from grammar, which is the study of the internal structure of language . Pragmatiks is the study of how language is used to communicate”. Pragmatik berbeda dengan gramatika yang memelajari struktur bahasa secara internal. Pragmatik adalah kajian tentang bagaimana bahasa untuk berkomunikasi. Oleh karena yang dikaji adalah makna bahasa, pragmatik dapat dikatakan sejajar dengan semantik. Namun, diantara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar. Perbedaannya ialah semantik menelaah makna sebagai


(41)

relasi dua segi (dyadic), sedangkan pragmatik menelaah makna sebagai relasi tiga segi (triadic). Kedua jenis relasi ini secara berurutan dirumuskan oleh Leech (1993:8) ke dalam dua kalimat berikut.

1) What does X mean? (Apa artinya X?)

2) What did you mean by X? (Apa maksudmu dengan X?)

Berdasarkan kedua rumusan di atas, dapat dilihat bahwa makna dalam semantik semata-mata sebagai hubungan satuan lingual dalam bahasa tertentu yang terlepas dari situasi penutur (context independent). Berbeda dengan makna semantik, makna dalam pragmatik berhubungan dengan penutur yang terikat pada situasi (context dependent). Lebih lanjut Leech (1993:19-21) mengungkapkan bahwa situasi ujar/tutur terdiri atas beberapa aspek.

a. Penutur dan Lawan tutur.

Aspek-aspek yang perlu dicermati dari penutur dan lawan tutur adalah jenis kelamin, daerah, asal, tingkat keakraban, dan latar belakang sosial budaya lainnya yang dapat menjadi penentu hadirnya makna sebuah tuturan.

b. Konteks Aturan

Konteks tuturan dalam penelitian linguistik mencakup semua aspek fisik dan seting sosial yang relevan dari sebuah tuturan. Konteks yang bersifat fisik disebut koteks (cotext), sedangkan konteks sosial sering disebut konteks. Dalam kerangka pragmatik, konteks merupakan semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikan/dimiliki dan dipahami untuk menginterprestasikan maksud penutur dalam tuturannya.


(42)

c. Tujuan Tuturan

Bentuk-bentuk tuturan muncul karena dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dengan kata lain, penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Secara pragmatik, satu bentuk tuturan dapat memiliki maksud dan tujuan yang bermacam-macam. Sebaliknya, satu maksud atau tujuan tuturan akan dapat diwujudkan dengan bentuk tuturan yang berbeda-beda.

d. Tuturan sebagai Bentuk Tindakan

Pragmatik menangani bahasa dalam suatu tingkatan yang lebih konkret dibandingkan dengan gramatika. Tuturan disebut sebagai suatu tindakan konkret (tindak tutur) dalam suasana tertentu. Segala hal yang berkaitan dengannya, seperti jati diri penutur dan lawan tutur yang terlibat, waktu, dan tempat dapat diketahui secara jelas.

e. Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal

Tuturan pada dasarnya adalah hasil tindak verbal dalam aktivitas bertutur sapa. Oleh sebab itu, tuturan dibedakan dengan kalimat. Kalimat adalah entitas produk struktural, sedangkan tuturan adalah produk dari suatu tindak verbal yang muncul dari suatu pertuturan.

Makna yang dikaji semantik adalah makna linguistik (semantik meaning) atau makna semantik (semantik sence), sedangkan makna yang dikaji pragmatik adalah maksud penutur (speaker meaning) atau (speaker sense).11

1) “Kuenya sudah habis”.

Analisis tuturan di bawah ini mengilustrasikan pernyataan tersebut.

11


(43)

2) “Merpin, bolanya di mana?”

Dalam bentuk struktural, kedua tuturan itu merupakan tuturan deklaratif (berita) dan tutuan interogatif (bertanya). Secara semantik, tuturan( 1) bermakna ‘anak yang kehabisan kue’ dan tuturan (2) bermakna ‘bolanya berada di mana’. Tuturan (1) menginformasikan sesuatu kepada lawan tutur sedangkan penutur dalam tuturan (2) ingin mendapatkan informasi dari lawan tuturnya.

Kedua tuturan di atas, bila dianalisis secara pragmatis dengan mencermati konteks pemakaiannya akan didapatkan hasil yang berbeda. Misalnya saja, tuturan (1) dituturkan oleh seorang anak taman kanak-kanak kepada temannya yang sama-sama membawa bekal saat istirahat tiba. Tuturan tersebut, bukan semata-mata untuk menginformasikan sesuatu, tetapi dimaksudkan untuk meminta kue milik temannya. Demikian pula bila tuturan (2) dituturkan seorang anak kepada temannya, tuturan tidak dimaksudkan untuk mendapat informasi dari lawan tutur, melainkan untuk menyuruh lawan tuturnya mengambilkan bola. Berdasarkan penjelasan-penjelasan ini, konteks dapat dikatakan sebagai dasar pijakan dalam analisis bahasa secara pragmatik. Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Tindak tutur (speech act) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan pembicara, pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Lebih lanjut Chaer (2004 : 16) memaparkan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Jadi, dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya.


(44)

Teori tindak tutur sendiri berangkat dari ceramah filsuf berkebangsaan Inggris Jhon L. Austin pada tahun 1955 (1911-1960) yang kemudian diterbitkan pada tahun 1962 dengan judul How to Do Things With Words. Beliau menyatakan bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu.12 Seperti yang telah diuraikan sebelumya, tuturan tersebut dinamakan tuturan performatif, sedangkan kata kerjanya juga disebut kata kerja performatif. Tindak tutur merupakan tindakan untuk melakukan sesuatu yang disebut dengan tindakan performatif. Tuturan juga tidak dapat dikatakan benar atau salah, melainkan sahih (valid/felicitous) atau tidak. Sahih (invalid/felicitous) sebuah tuturan performatif bergantung pada persyaratan kesahihan (Felicity Condition).13

Tuturan merupakan produk penggunaan bahasa dalam bentuk lisan maupun tulisan melalui struktur linguistik yang berhubungan atau tidak pada kalimat. Adapun tindakan adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang secara aktif. Searle (1974:16) mengemukakan bahwa “ more precisely, the production or issuance of a sentence token under certain conditions is a speech act, and speech act (of certain kinds to be explained later) are the basic or minimal units of linguistik communication”

Yang merupakan syarat-syarat kesahihan diantaranya, yaitu (a) orang yang mengutarakan dan situasi penuturan tuturan itu harus sesuai; (b) tindakan tersebut harus dilakukan secara sungguh-sungguh oleh penutur dan mitra tutur, dan (c) penutur dan mitra tutur harus memilik niat yang sungguh-sungguh untuk melakukan tindakan (Wijana 1996:24).

12

Lihat kembali uraian pada hal 19 dalam tesis ini. 13

Lihat (Saeed. Semantics.1997)h.208 ; (Nadar,2009:11-12). Menurut Austin(1962) …ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam tuturan-tuturan performatif yang harus dipenuhi, yang disebut


(45)

‘Lebih tepatnya, produksi atau pengeluaran suatu kalimat di bawah kondisi-kondisi tertentu adalah tindak tutur, dan tindak tutur (dengan jenis tertentu untuk dijelaskan kemudian) adalah dasar atau unit minimal linguistik komunikasi’. Dalam linguistik komunikasi, bahasa bukan sekadar simbol, kata, atau kalimat, melainkan sebuah produk dari simbol, kata, atau kalimat dalam kondisi atau konteks tertentu dan terwujud sebagai tindak tutur.

2.2.3 Jenis- Jenis Tindak Tutur

Austin (1968:94-107)14 membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran. Ketiganya adalah 1) tindak tutur lokusi (locutionary act), yakni tuturan yang menyatakan sesuatu; 2) tindak tutur ilokusi (illocutionary act), yakni tuturan yang menyatakan sekaligus melakukan suatu tindakan; dan 3) tindak tutur perlokusi (perlocutionary act), adalah tuturan yang mempunyai daya pengaruh terhadap petutur untuk melakukan sesuatu. Ketiganya dapat dirinci sebagai berikut.

a. Tindak Tutur Lokusi

Tindak tutur lokusioner atau lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu hal; tindak berbicara, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan makna kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu. Jadi, makna yang terdapat dalam kamus dan makna sintaksis kalimat itu menurut kaidah sintaksisnya ( the act of saying something);

14


(46)

Austin(1968:108) : “…we summed up by saying we perform a locutionary act, which is roughly equivalent to uttering a certain sentence with a certain sense and reference, which again is roughly equivalent to ‘meaning’ in the traditional sense”

‘Kami menyimpulkan bahwa dengan mengatakan kami melakukan tindak lokusi, yang secara kasar setara dengan menuturkan sebuah kalimat dengan arti dan referen tertentu, yang sekali lagi setara dengan ‘makna’ dalam arti tradisional’ .

Tindak tutur lokusi mempermasahkan makna harfiah sebuah kalimat yang dituturkan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap tindak lokusi harus didasarkan pada tatabahasa, leksikon, semantik, dan fonologi suatu bahasa. (a) Mobilku inopa!

(b) Abi punya dua(mobil).

Kedua kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya (misalnya) untuk bersaing. Tindak tutur lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diindentifikasi karena dalam pengidentifikasian tindak tutur lokusi tidak memperhitungkan konteks tuturannya. Biasanya tindak tutur lokusioner kurang penting dalam kajian tindak tutur.15

15


(47)

b. Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur ilokusioner atau tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu (the act of doing something). Berbeda dengan tindak tutur lokusioner, tindak tutur ilokusioner merupakan tindak melakukan sesuatu/maksud. Dengan kata lain, tindak tutur ilokusioner adalah apa yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan suatu dan dapat merupakan tindakan menyatakan, berjanji, minta maaf, mengancam, meramalkan, memerintah, meminta, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, hal ini merupakan tindak bahasa yang dilihat dari pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji, pertanyaan,dan sebagainya Austin (1968:99) mengatakan bahwa”…an illocunary act, i.e. performance of act in saying something as opposed to performance of an act of saying something”.

‘…suatu tindak ilokusi adalah melakukan tindakan dalam mengatakan Sesuatu yang berlawanan dengan melakukan tindakan mengadakan sesuatu’.

Tindak ini berbeda dengan lokusi karena memiliki daya (force), misalnya melapor, memerintah, dan mengancam. Ketiga hal ini dinamakan daya ilokusi (illocutionary force)

(c) Intan sudah ke Medan Mall kemarin. (d) Mama lagi sakit.

Kalimat (c) jika diucapkan murid kepada gurunya, bukan hanya sekadar memberikan informasi saja akan tetapi juga melakukan sesuatu, yaitu memberikan informasi agar lawan bicaranya (teman/guru) untuk mengunjungi tempat/lokasi tersebut. Sedangkan kalimat (d) jika diucapkan kepada gurunya yang menanyakan


(48)

perihal ibunya yang tidak mendampinginya, berarti bukan saja sebagai informasi tetapi juga untuk memohon agar menjenguk ibunya. Tindak tutur ilokusi sangat sulit diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tuturnya. Tindak tutur ilokusioner merupakan bagian sentral dalam kajian tindak tutur.

Untuk itu, Searle kemudian mengajukan taksonomi dengan menggunakan klasifikasi yang berbeda dari Austin. Dalam bukunya Speech Acts : An Essay in the Philosophy of language Searle (1969) menguraikan tindak tutur ilokusiner yang merupakan bagian sentral dalam kajian tindak tutur dibagi menjadi lima kelompok: representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi.16

a) Tindak Tutur Asertif/Representatif

Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran, atas apa yang diujarkan. Jenis tindak tutur ini kadang-kadang disebut juga tindak tutur asertif. Berikut ini adalah tuturan asertif/representatif.

(1) Semua sudah habis.

Dalam tuturan itu, penutur memberi pernyataan bahwa semua yang dicarinya tidak ada (sudah habis). Tuturan yang memberikan pernyataan atau menyatakan termasuk tuturan asertif/representatif. Termasuk ke dalam jenis tindak tutur asertif/representatif adalah tuturan-tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberikan kesaksian, berspekulasi dan sebagainya. Dalam tuturan itu, penutur bertanggung jawab atas kebenaran isi

16


(49)

tuturannya. Penutur, dalam hal ini,memberi pernyataan bahwa segala sesuatu yang dicarinya tidak ada karena sudah habis.

b) Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Jenis tindak tutur ini disebut juga tindak tutur impositif. Tuturan berikut ini merupakan tuturan direktif.

(2) Harap tenang, ada rapat!

Dalam tuturan ‘Harap tenang, ada rapat!’, penutur meminta mitra tuturnya untuk melakukan tindakan sesuai dengan apa yang ada dalam tuturannya, dalam hal ini adalah jangan membuat kegaduhan/keributan. Tuturan yang meminta mitra tutur untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dituturkan oleh penuturnya dinamakan tindak tutur direktif. Tuturan-tuturan memaksa, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah, memberikan aba-aba, dan menantang termasuk ke dalam tindak tutur direktif.

c) Tindak Tutur Ekspresif

Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Tindak tutur ekspresif ini disebut juga sebagai tindak tutur evaluatif (Nadar : 2009). Tuturan berikut ini merupakan tuturan evaluatif.


(50)

Dalam tuturan itu, penutur memberikan evaluasi tentang hal yang ada dalam tuturannya, yaitu kedatangan mitra tuturnya. Dengan mengucapkan terima kasih atas kedatangan mitra tuturnya, penutur memberikan evaluasi terhadap kedatangan mitra tuturnya itu. Memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, menyanjung termasuk ke dalam jenis tindak tutur ekspresif atau evaluatif ini.

d) Tindak Tutur Komisif

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tuturan berikut ini termasuk ke dalam tindak tutur komisif.

(4) Besok Papa belikan lagi, nak!

Dalam tuturan ‘Besok papa belikan lagi, nak!’, penutur terikat untuk melakukan atau melaksanakan apa yang ada dalam tuturannya. Dalam tuturan itu, penutur terikat untuk membelikan sesuatu pada keesokan harinya. Tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang dituturkan termasuk ke dalam jenis tindak tutur komisif. Dengan demikian, ujaran Besok Papa belikan lagi,nak! termasuk ke dalam tindak tutur komisif. Termasuk ke dalam jenis tindak tutur komisif adalah tuturan-tuturan berjanji, bersumpah, mengancam, menyatakan kesanggupan, dan berkaul.


(51)

e) Tindak Tutur Deklarasi

Deklarasi17

(5) Hari ini saya resmikan kalian menjadi pasangan suami-istri.

adalah kategori tindak ujar yang sangat khusus (declrarations are a very special category of speech acts), misalnya tindak ujar memberi nama kepada sebuah kapal, mengucapkan kaul, menjatuhkan hukuman kepada penjahat, atau melakukan tawar menawar dalam pelelangan: bila kita tahu adat kebiasaan yang melatari tindak ujar itu, pada umumnya kita dapat mengetahui dengan pasti bilamana tindak ujar semacam itu betul-betul dilakukan atau tidak. Jadi, dengan mengucapkan sesuatu, yang diucapkan terjadi. (Leech dalam Oka, 1993:285)

Dalam tuturan itu, penutur menciptakan keadaan atau status baru karena apa yang dituturkannya. Dengan mengatakan ‘Hari ini saya resmikan kalian menjadi pasangan suami-istri, penutur mengubah status seorang perempuan menjadi istri dari seorang laki-laki dan sebaliknya. Adanya perubahan status atau keadaan merupakan ciri dari tindak tutur isi hati atau deklarasi ini. Oleh karena itu, tuturan “Hari ini saya resmikan kalian menjadi pasangan suami-istri” termasuk tindak tutur deklarasi karena tuturan ini dimaksudkan oleh pewicara untuk menciptakan hal (status, keadaan dan sebagainya) yang baru. Tuturan-tuturan dengan maksud mengesahkan,memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, mengabulkan, mengangkat, menggolongkan, mengampuni, memaafkan termasuk ke dalam tindak tutur deklarasi dalam bentuk langsung dan tak langsung.

f) Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tak Langsung

17


(52)

Tindak tutur langsung dapat dibedakan atas tindak tutur tak langsung melalui struktur kalimat (Yule, 1996: 54-55). Tindak tutur langsung disebut juga tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang dimaksudkan sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Sebaliknya tindak tutur tidak langsung / tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya seperti dalam kalimat no. 5. (Wijana,1996:36). Perhatikan contoh kalimat di bawah ini. 1. Inopaku bagus.

2. Papa beli inopa. 3. Siapa mamanya? 4. Bukakan sepatuku!

5. Suaramu merdu sekali kawan

Kalimat di atas ( no. 1,2,3,4) merupakan tindak tutur langsung berupa kalimat berita, tanya, dan perintah.

Secara umum kalimat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan modusnya (Wijana,1996:30). Kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interrogative) dan kalimat perintah (imperative). Penggunaan ketiga macam kalimat itu secara konvensional akan menandai kelangsungan suatu tindak tutur. Dengan demikian , kesesuaian antara modus kalimat dan fungsinya secara konvensional itu merupakan tindak tutur langsung (direct speech act).

Lebih lanjut (Nadar, 2009:19) mempertegas bahwa tindak tutur tak langsung adalah tuturan yang berbeda dengan modus kalimatnya maka maksud dari tindak tutur tak langsung dapat beragam dan tergantung pada konteksnya. Dengan kata


(53)

lain, ketidaksesuaian antara modus kalimat dan fungsinya menandai adanya tindak tutur tak langsung (indirect speech act) terlihat pada kalimat (no. 5). Dalam kalimat itu dituturkan bahwa ibu guru bermaksud mengatakan bahwa suara muridnya jelek (karena kelas menjadi ribut dan bising). Jadi, jika tuturan deklaratif digunakan untuk bertanya atau memerintah atau tuturan yang bermodus lain yang digunakan secara tidak konvensional, tuturan itu merupakan tindak tutur tak langsung / tak literal (indirect speech act). Tindakan ini dilakukan dengan memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Misalnya, seorang ibu guru menyuruh muridnya mengambil tugasnya, diungkapkan dengan: Abi, bukunya di mana?” Kalimat tersebut selain untuk bertanya sekaligus memerintah muridnya untuk menyelesaikankan tugas.

Dari uraian tindak tutur tidak langsung, kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah tidak selalu merupakan tindak tutur langsung. (Nadar, 2009:69) a) Kalimat Berita

Kalimat berita (deklaratif) merupakan kalimat yang isinya memberitahukan sesuatu kepada pendengar. Berdasarkan bentuknya, kalimat berita dapat diuraikan atas kalimat aktif, kalimat pasif, dan kalimat inversi. Bentuk tulisan diakhiri dengan tanda titik. Dalam bentuk lisan, kalimat berita ditandai dengan nada suara penutur berakhir dengan nada turun. Namun, dalam kenyataan sehari-hari kalimat berita dapat dipergunakan untuk memerintah. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan kesopanan bahasa:


(54)

Kalimat itu jika diucapkan murid kepada gurunya bukan saja menginformasikan, tetapi sekaligus menyuruh untuk membersihkannya

2. “Bajumu bersih, kok”.

Kalimat ini sebenarnya ingin menjelaskan / memberitahukan bahwa baju temannya agak kotor.

b) Kalimat Tanya

Kalimat Tanya (interrogative) merupakan kalimat yang menyatakan sesuatu atau seseorang untuk memberikan jawaban tentang suatu masalah atau keadaan. Biasanya kalimat tanya dilakukan dengan intonasi dengan nada naik serta memakai kata tanya, partikel -kah dan tanda tanya (?), yakni siapa(kah), apa(kah), di mana(kah), dan sebagainya. Sama halnya dalam kalimat berita, kalimat tanya juga dapat digunakan untuk memerintah:

3. “Siapakah yang mau membantu Ibu?” 4. “Di mana tadi diletakkan pensilnya?”

Dua kalimat tanya ini selain menginginkan jawaban/informasi juga ada maksud menyuruh. Dalam kalimat (3) kalimat tanya ini memerintahkan seseorang agar dapat membantu ibu. Kalimat (4) selain menanyakan tempat juga memerintahkan orang lain untuk mencari pensil.

c) Kalimat Perintah

Kalimat perintah (imperative) adalah kalimat yang maknanya memerintah atau si pembicara menginginkan suatu tindakan/aksi. Dalam bentuk lisan, kalimat tanya ini diikuti oleh nada yang sedikit naik sedangkan dalam raga tulisan diakhiri dengan tanda seru (!). Kalimat ini digunakan untuk melarang


(55)

memohon, mengajak, mengizinkan, menganjurkan, meminta izin, membujuk,anjuran, desakan.

5. “Sampahnya jangan dilihatin saja !” 6. “Maafkan saya, teman !”

7. “Boleh ke luar sebentar!” 8. “Silakan Anda di luar !”

9. “Sebaiknya Anda beristirahat dulu !” 10.“Kita makan apa adanya, ya !” 11.“Boleh minta satu, Miss !” 12.“Ayo, tendang ke sini !”

c. Tindak Tutur Perlokusi

Tindak tutur perlokusioner adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur (the act of affecting). Sebuah tuturan yang diutarakan seseorang sering kali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force) atau efek bagi yang mendengarnya. Efek yang timbul ini bisa sengaja maupun tidak sengaja. Menurut Austin, tindak ujaran ini mengacu ke efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu Sebagai contoh dapat dilihat pada kalimat berikut:

(e) Kemarin mama sakit.

(f) Abi boleh minum minuman ibu.

Kalimat (e) diucapkan oleh murid yang tidak dapat masuk sekolah kepada gurunya maka tindak tutur ilokusinya adalah untuk meminta maaf, dan tindak tutur perlokusinva adalah agar ibu gurunya maklum. Sedangkan kalimat (f) jika


(56)

diucapkan seorang guru kepada muridnya makatindak tutur ilokusinya adalah meminta agar teman-temannya tidak iri, dan tindak tutur perlokusinya adalah agar teman-temannya memaklumi keadaan Abi yang tidak membawa minuman atau mungkin botol minumnya hilang. Tindak tutur perlokusi juga sulit dideteksi karena harus melibatkan konteks tuturnya.

Dapat ditegaskan bahwa setiap tutur dari seorang penutur memungkinkan sekali mengandung tindak tutur lokusi saja, dan tindak tutur perlokusi saja. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa satu tuturan mengandung kedua atau ketiganya sekaligus. Tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi dapat ditafsirkan sebagai sebuah hierarki.18 Artinya, satu tindak tutur adalah mata rantai dalam serangkaian kejadian yang akan membentuk satu tindak tutur lagi pada tangga hierarki yang lebih tinggi. Mata rantai hierarki dimulai dari tindak tutur ilokusi, tindak tutur ilokusi, dan diakhiri tindak perlokusi. Oleh karena itu, efek perlokusi dihasilkan dari pemahaman terhadap tindak tutur lokusi dan tindak tutur ilokusi yang membangunnya. Demikian pula tindak tutur ilokusi dihasilkan dari pemahaman terhadap tindak tutur lokusi yang membangunnya. Searle (1969)19 mengkritik taksonomi atau klasifikasi tindak tutur yang dibuat Austin. Menurutnya, dalam taksonomi Austin terdapat hal yang membingungkan antara verba dan tindakan, terlalu banyak tumpang tindih dalam kategori, terlalu banyak heterogenitas dalam kategori, dan yang paling penting adalah tidak adanya prinsip klasifikasi yang konsisten.20

18

20 Leech, op.cit, p.317. 19

17 ibid .,hh. 281-283 20


(57)

2.2.4 Pemerolehan Bahasa

Para psikolinguis lebih suka memakai istilah pemerolehan bahasa (language acquisition) daripada pembelajaran bahasa (language learning).21

Dilihat dari kaidah bahasa, pemerolehan bahasa itu dapat berupa komponen ketatabahasaan, yakni komponen fonologi, komponen sintaksis, dan komponen semantik (Simanjuntak, 1990: 2). Namun, pemerolehan bahasa tidak hanya terletak pada kepatuhan aturan gramatikal, tetapi juga kepatuhan aturan pragmatik. Anak harus bisa menguasai tindak ujaran ilokusioner (illocutionary speech act) secara apik bagaimana dia menyatakan sesuatu, menanyakan sesuatu, meminta sesuatu, dan lain-lain. Karena pragmatik merupakan bagian dari perilaku berbahasa maka penelitian tentang pemerolehan bahasa perlu pula menelusuri, paling tidak mengamati, bagaimana anak mengembangkan kemampuan pragmatiknya. Seperti disarankan oleh Nino dan Snow, paling tidak kita perlu mempelajari :

Pemerolehan bahasa adalah proses penghasilan bahasa pada manusia melalui beberapa tahap, mulai dari meraban sampai kefasihan penuh. Pemerolehan bahasa merupakan suatu proses yang digunakan oleh kanak-kanak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit atau teori-teori yang masih terpendam, yang mungkin terjadi dengan ucapan dengan ucapan orang tuanya sampai dia memilih ukuran penilaian tatabahasa yang terbaik dan sederhana dari bahasanya (Simanjuntak, 1987:157). Lebih khusus lagi, bahwa pemerolehan bahasa merupakan proses yang terjadi dalam otak kanak-kanak (bayi) sewaktu memperoleh bahasa ibunya.

21

Pemerolehan bahasa tidak sama dengan pembelajaran bahasa. Pemerolehan bahasa melibatkan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa melibatkan bahasa kedua(bahasa asing).


(58)

1. Pemerolehan niat kreatif (Communiative Intents) dan pengembangan ungkapan bahasanya;

2. Pengembangan kemampuan bercakap-cakap dengan segala aturannnya;

3. Pengembangan piranti untuk membentuk wacana yang kohesif (Dardjowidjojo, 2000:43-44).

a. Teori Behavioristik

Pandangan behavioristik menekankan bahwa proses penguasaan bahasa(pertama) dikendalikan dari luar, yaitu oleh stimulus yang disodorkan melalui lingkungan. Salah satu tokoh yang sangat terkenal dalam aliran behavioristik adalah B.F.Skinner. Menurut para behaviorist, respon yang lebih kompleks dipelajari melalui aproksimasi berkelanjutan. Menurut Skinner proses tersebut berlangsung sebagai berikut: respon apa pun yang telah mendekati perilaku standar dari suatu komunitas maka respons tersebut diberi penguatan atau reinforcement. Ketika hal itu sering muncul mendekati perilaku standard maka terus diberi penguat. Dengan cara demikian, penguasaan bentuk-bentuk verbal yang sangat kompleks dapat dicapai. Orang dewasa sebagai pengguna bahasa memberikan model tentang perilaku bahasa yang standar. Sebagai contoh, jika orang dewasa mengatakan ‘saya minta minum’ kemudian ditirukan oleh anak ‘minta minum’ maka respon anak tersebut dapat diterima. Namun, secara bertahap orang dewasa akan mendorong agar anak dapat mengucapkannya secara lengkap apabila menghendaki minum. Kadang-kadang anak dapat mengucapkan bahasa secara lengkap seperti yang diucapkan orang dewasa. Dengan demikian, pada


(59)

dasarnya bahasa adalah berdasarkan pada proses modeling, imitasi, praktik, dan reinforcement 22selektif.

b. Teori Genetik

Menurut teori ini, belajar bahasa lebih merupakan proses instingtif daripada proses imitasi. Semua anak dilahirkan dengan memiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa. Menurut teori genetik, bahasa anak pada dasarnya telah terstuktur. Akibatnya, anak memproses tata bahasa di sekitarnya, membuat kaidah yang diuji, kemudian merevisi kaidah berdasarkan umpan balik (feedback) yang diterima. Dengan cara ini pembicaraan anak secara perlahan akan mendekati pembicaraan orang dewasa.

c. Teori Sosiokultural

Teori sosio-kultural menekankan bahwa penguasaan pragmatik merupakan kenyataan yang interaktif. Para pengikut ini menekankan pentingnya lingkungan sosial di mana bahasa tersebut dibutuhan dan interaksi yang terjadi antara anak dan orang dewasa. Salah satu tokoh ini adalah Bruner. Menurutnya, bahasa dihadapi anak dalam interaksi yang benar-benar sangat teratur dengan ibu yang memiliki peran penting dalam mengatur kebahasaan yang dihadapi oleh sang anak. Pandangan ini kemudian melahirkan suatu teori interaksi antara ibu bayi dalam pemerolehan bahasa. Teori ini melihat bahwa penguasaan bahasa sebagai pelibatan ibu dan anak.

22


(60)

Dibandingkan dengan ibunya, ayah pada

umumnya :

1. berbicara lebih pendek;

2. lebih banyak memakai kalimat imperatif dan direktif; 3. memakai kosa kata yang lebih bervariasi;

4. banyak minta penjelasan dari anak.

Sosok ayah berbeda dengan sosok seorang ibu , yang umumnya lebih banyak bergaul dengan anak serta memiliki pengetahuan yang cukup tentang anaknya. Akibatnya, dalam berkomunikasi dengan anaknya seorang ayah biasanya tidak selancar seperti ibunya. Ayah lebih sering menanyakan kepada anak apa yang dia maksud. Dengan komunikasi seperti ini, anak sebenarnya dipaksa untuk melakukan penyesuaian komunikatif bila sedang berbicara dengan ayahnya.

2.2.5 Pemerolehan Pragmatik

Dalam uraian di atas, Nino dan Snow (dalam Dardjowidjojo,2003:266) menyarankan agar pemerolehan pragmatik anak seyogyanya dikaji pemerolehan niat komunikatif (communicative intents) dan pengembangan ungkapan bahasanya, pengembangan kemampuan untuk bercakap-cakap dengan segala aturannya, dan pengembangan piranti untuk membentuk wacana yang kohesif. Misalnya, saat akhir umur ketiga tahun, kanak-kanak sudah dapat menggunakan sekitar 1000 kata dan dapat mengerti lebih dari itu. Beberapa kata digunakan unuk menjelaskan satu objek atau ide. Pada umur 3 hingga 4 tahun anak-anak menggunakan kombinasi kalimat yang lebih kompleks, yang tediri dari kata ganti,


(61)

kata sifat, kata keterangan, kata ganti kepunyaan. Pada umur 4 hingga 5 tahun anak-anak telah mendapatkan hampir seluruh elemen bahasa orang dewasa. Kalimat-kalimatnya mencapai sekitar 3000 kata. Pada umur ini, anak-anak mulai bercerita tentang kehidupannya, yang dikerjakan dan cara mengerjakannya. Seolah-olah antara kata dan perbuatan menjadi satu kesatuan. Pada umur 5-6 tahun bahasa anak-anak dan orang dewasa telah sama. Hampir seluruh aturan gramatikal telah dikuasainya dan pola bahasanya telah kompleks. Anak-anak telah melakukan tindak tutur dalam berbagai bentuk kalimat.

Seorang anak (kecil) efektif dalam percakapan dan ketrampilan awal ini akan meningkatkan interaksi antara anak dan pengasuhnya. Percakapan dengan orang dewasa secara konsisten menjadi predictor (ukuran umum) perkembangan bahasa. Dua strategi yang membantu mempertahankan interaksi diperkenalkan pada masa early dan middle childhood:

a. turn about (strategi percakapan di mana orang yang berbicara tak hanya

berkomentar mengenai apa yang dikatakan tetapi juga menambahkan pertanyaan untuk membuat teman bicaranya merespon kembali

b. shading yaitu strategi percakapan di mana perubahan topik secara gradual

dimulai dengan memodifikasi fokus diskusi); Selama masa ini, pengertian anak-anak mengenai illocutionary intent meningkat. Illocutionary intent adalah arti yang ingin dikatakan oleh orang yang berbicara, meskipun bentuk dari ungkapannya tidak persis seperti yang dimaksud. Selain itu anak-anak menemukan efektivitas yang lebih dari referential communication skills yakni suatu kemampuan untuk memproduksi pesan verbal yang jelas dan juga untuk mengenali arti pesan yang disampaikan orang lain secara kurang jelas.


(62)

Anak-anak prasekolah sensitif terhadap speech registers (adaptasi bahasa terhadap ekspektansi/harapan sosial), bimbingan orang tua terhadap rutinitas kesopanan anak di usia dini memperluas adaptasi tersebut.

Dari uraian di atas, anak-anak pada usia prasekolah telah memiliki kemampuan pragmatiknya dalam bertindak dan bertutur. Tindak Tutur adalah produk atau hasil dari suatu pemerolehan bahasa anak usia prasekolah melalui aspek tindak tutur yang mereka kuasai.

2.2.6 Anak Usia Prasekolah

Anak usia prasekolah merupakan sumber daya manusia yang harus dipersiapkan melalui pembinaan pendidikan. Pembinaan pendidikan sejak dini merupakan upaya strategis bagi pengembangan sumber daya manusia. Memulai pendidikan pada usia taman kanak-kanak sebenarnya terlambat, oleh karena itu, pembinaan pendidikan harus dimulai sejak usia 0 tahun. Hal ini dilakukan pada masa-masa semenjak kelahiran hingga tiga tahun, yang merupakan masa yang spesial dalam kehidupan anak.

Menjelang anak masuk sekolah dasar, kisaran usia mereka adalah 3-6 tahun . Pendidikan di TK apalagi Play Group (PG). Menurut Biechler dan Snow yang dikutip oleh Patmonodewo (2003:19), menjelang anak masuk sekolah dasar ini disebut anak prasekolah. Mereka biasanya mengikuti program prasekolah dan kindergarten. Namun, di Indonesia umumnya anak-anak usia ini mengikuti program tempat penitipan anak yang dikenal dengan taman bermain (Play Group, usia 3-4 tahun), sedangkan anak-anak usia lima tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-Kanak.


(63)

Purwo (1990:117) menyatakan bahwa pada masa prasekolah, anak-anak telah menguasai kosa kata sekitar 8000 kata, dan hampir seluruh kaidah tata bahasa dikuasainya. Namun, mereka mengalami kesulitan dalam memahami kalimat pasif dan bentuk imperatif tak langsung, akan tetapi, selama masa prasekolah anak-anak sudah mempelajari hal-hal di luar kosa kata dan tata bahasa: mereka sudah dapat menggunakan bahasa di luar konteks sosial yang beraneka ragam. Mereka misalnya, dapat berkata mengenai lelucon, berkata kasar pada temannya, dan dapat berkata sopan kepada orang tuanya.

Taningsih (2006:162) mengemukakan bahwa anak usia prasekolah merupakan fase perkembangan individu sekitar 2 – 6 tahun atau sering disebut sebagai usia Taman Kanak-kanak (TK). Masa ini diperinci lagi ke dalam dua masa:

1) masa vital, karena pada usia ini individu menggunakan fungsi biologisnya untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya, dan

2) masa estetik karena pada masa ini dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan.

Early childhood atau kadang dinamakan usia prasekolah adalah periode dari akhir masa bayi sampai umur lima atau enam tahun. Selama periode ini, anak menjadi makin mandiri, siap untuk bersekolah (seperti mulai belajar untuk mengikuti perintah dan mengidentifikasi huruf) dan banyak menghabiskan waktu bersama teman.

Ketika memasuki TK, anak sudah menguasai hampir semua kaidah dasar gramatikal bahasanya. Dia sudah dapat membuat kalimat berita, kalimat tanya, dan sejumlah konstruksi lain. Hanya dia masih mendapat kesulitan dalam


(64)

membuat konstruksi kalimat pasif dan konstruksi kalimat imperatif (Chaer, 2003:238). Namun, mereka sudah dapat menggunakan bahasa dalam konteks sosial yang bermacam-macam. Kadang mereka sudah dapat berkata kasar kepada teman-temanya, juga dapat berkata sopan kepada orang tuanya.

Selepas taman kanak-kanak biasanya dianggap sebagai batas berakhirnya periode ini. Anak-kanak dengan mobilitas yang mulai meningkat memiliki akses ke jaringan sosial yang lebih luas dan perkembangan kognitif menjadi semakin dalam. Dengan demikian , kompetensi berbahasa anak usia prasekolah di Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Medan merupakan kemampuan pragmatik dapat dikaji berdasarkan fungsi dan jenis tindak tutur yang direalisasikan dalam modus .

2.4 Kajian Pustaka Terdahulu

Kajian pustaka merupakan daftar referensi dari semua jenis referensi seperti buku, jurnal papers, artikel, disertasi, tesis, skripsi, hand outs, laboratory manuals, dan karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu kajian pustaka memberikan gambaran tentang kaitan upaya pengembangan dengan upaya-upaya lain yang mungkin sudah pernah dilakukan para ahli untuk mendekati permasalahan yang sama atau relatif sama. Dengan demikian pengembangan yang dilakukan memiliki landasan empiris yang kuat. Maka, dalam kajian ini, penelitian merujuk pada penelitian yang telah dilakukan tentang bahasa di lingkungan taman kanak-kanak yang sudah pernah dilakukan.

Penelitian Nasikun dalam Siswatiningsih (1993) menyebutkan bahwa


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. Suharsimi.1997. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan). Jakarta: Rineka Cipta.

Buku Pedoman Tata cara Penulisan Tesis dan Disertasi. Program Studi Linguistik. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta

Dardjowidjoyo, Soenjono.1981. Dasar-Dasar Neorofisiologis dalam Penguasaan Bahasa Anak. Dalam Pengajaran Bahasa dan sastra Th.VII nomor 5. ---.2000.Echa: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia.

Jakarta : Gramedia.

---2005. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Daulay, Syahnan.2010. Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa. Medan: Citapusaka.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1991. Jakarta: Balai Pusataka

Herdiansyah, Herris. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika.

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti.2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Di-Indonesiakan oleh M.D.D Oka. Jakarta: UI-Press

Levine, Mel. 2004. Menemukan Bakat Istimewa Anak. Jakarta: Gremedia Pustaka Utama.

Miles,Matthew.B. dan A. Michael H.(edisi terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi).1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualittif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda Karya.


(2)

Pateda, Mansur.1990.Aspek-aspek Psikolinguisik.Ende, Flores: Nusa Indah.

Patmonodewo, Soemiarti.2003.Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Perkembangan Bahasa Anak: dari Lahir Sampai Masa Prasekolah. Dalam BKP [ed]. Pelba 3. Jakarta: Kanisius. Saeed, Jhon.I.1997. Semantics.Blackwell Publishers:The People’s Republic of

China.

Saragih, Amrin. 2010. Linguistik Sistemik Fungsional(Terjemahan) Pascasarjana USU

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press

Verhaar, S.J.1970. Pengantar Linguistik ,Jilid I. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Wardoyo,Yahya.mendidik Anak Bermental Juara.2007.Jakarta:SketsaInti Media Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Al-Bantani, Ridwan. Pragmatic. Tersedia pada ridwanal-bantani.blogspot.com. Diakses 12 Desember 2010

Budhiono, R.Hery. Pemerolehan PragmatikTahap Awal pada Anak.Tersedia pada http:/www.google.com.Diakses pada tanggal 10 Desember 2010

Kristianty, Theresia. Pandangan-Pandangan Teoritis Kaum Behaviorisme tentang Pemerolehan Bahasa Pertama .Jurnal Pendidikan Penabur


(3)

Lampiran 1

BIODATA ANAK PEREMPUAN

NAMA : ASTRI FANESA PINEM

NAMA PANGGILAN : ASTRI

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN/17 MARET 2006

ALAMAT : JLN. BUNGA MAWAR VIII NO.6 MEDAN

ORANG TUA : EKA SURANTA PINEM

NAMA : INTAN RIZKIANA BORU SITANGGANG

NAMA PANGGILAN : INTAN

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN/ 14 AGUSTUS 2006

ALAMAT : JALAN BUNGA MAWAR XXI NO. 6 MEDAN

ORANG TUA : JACKING SITANGGANG

NAMA : KARLINA MONA ELIZABETH SIMARMATA

NAMA PANGGILAN : IBETH

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN/23 JANUARI 2006

ALAMAT : JALAN SEMBADA XII NO. 7 MEDAN

ORANG TUA : LEO FERNANDO SIMARMATA

NAMA : MARISA ATA RIA SIMANJUNTAK

NAMA PANGGILAN : MARISA

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN/11 MARET 2006

ALAMAT : JLN BUNGA WIJAYA KESUMA 19/2 B

MEDAN

ORANG TUA : MAYER RINTO SITINJAK

NAMA : SANI TIARA SITORUS

NAMA PANGGILAN : SANI

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN/21 NOVEMBER 2006

ALAMAT : JALAN SEMBADA I NO. 9 MEDAN


(4)

Lampiran 2 BIODATA ANAK LAKI-LAKI

NAMA : ENDOS SINAGA

NAMA PANGGILAN : ENDOS JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI

TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN/20 FEBRUARI 2006

ALAMAT : PADANG BULAN PASAR V MEDAN

ORANG TUA : NELSON SINAGA

NAMA : JULIAN SIMATUPANG

NAMA PANGGILAN : JULIAN JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI

TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN/ 17 DESEMBER 2006

ALAMAT : JALAN SEMBADA NO. 25 MEDAN

ORANG TUA : JIMMY P. SIMATUPANG

NAMA : KEVIN CHRISTIAN MUNTHE

NAMA PANGGILAN : KEVIN JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI

TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN/6 SEPTEMBER 2006

ALAMAT : JALAN SEMBADA NO. 45 MEDAN

ORANG TUA : MARKUS LEONARDO MUTHE

NAMA : MERPIN CHANDRA

NAMA PANGGILAN : MERPIN JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI

TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN/25 JUNI 2006

ALAMAT : JLN BUNGA WIJAYA KESUMA 78 MEDAN

ORANG TUA : AGUS CHANDRA

NAMA : SION FARREL SARAGIH

NAMA PANGGILAN : FARREL JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI

TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN/17SEPTEMBER 2006

ALAMAT : JALAN BUNGA CEMPAKA NO. 73 B MEDAN


(5)

A. Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang Bapak/Ibu anggap paling sesuai. B. Setiap pernyataan hanya membutuhkan satu jawaban.

C. Setelah diisi, mohon pengembalian kuesioner Ibu/Bapak berikan Miss Waty keesokan harinya.

ORANG TUA DARI : JENIS KELAMIN ANAK :

KELAS :

1. Apakah anak Bapak/Ibu termasuk anak yang suka bercerita tentang sesuatu hal di sekolahnya( tentang teman, guru, mainan, pelajaran di sekolah, dan lain-lain)

a. ya b. tidak c. sering

d. kadang-kadang e. hampir tidak pernah

2. Setelah tiba di rumah, apakah anak Bapak/Ibu termasuk anak yang suka menceritakan hal-hal yang baik tentang sesuatu hal di sekolahnya (teman, guru, hal lain)

a. ya b. tidak c. sering

d. kadang-kadang e. hampir tidak pernah

3. Setelah tiba di rumah, apakah anak Bapak/Ibu termasuk anak yang suka menceritakan hal-hal yang buruk tentang sesuatu hal di sekolahnya (teman, guru, hal lain)

a. ya b. tidak c. sering

d. kadang-kadang e. hampir tidak pernah

4. Setelah tiba di rumah, apakah anak Bapak/Ibu termasuk anak yang suka menceritakan hal-hal yang lucu tentang sesuatu hal di sekolahnya (teman, guru, hal lain)

a. ya b. tidak c. sering

d. kadang-kadang e. hampir tidak pernah

5. Setelah tiba di rumah, apakah anak Bapak/Ibu termasuk anak yang suka menceritakan hal-hal yang baru tentang sesuatu hal di sekolahnya (teman, guru, hal lain)

a. ya b. tidak c. sering

d. kadang-kadang e. hampir tidak pernah

6. Apakah anak Bapak/Ibu telah mampu bersikap baik dan sopan dalam bercakap-cakap dengan seluruh anggota keluarga di rumah.


(6)

a. ya b. tidak c. sering

d. kadang-kadang e. hampir tidak pernah

7. Apakah anak Bapak/Ibu telah mampu memberikan jawaban dengan baik terhadap suatu pertanyaan kepada seluruh anggota keluarga.

a. ya b. tidak c. sering

d. kadang-kadang e. hampir tidak pernah

8. Apakah anak Bapak/Ibu telah mampu menggunakan kata tanya dengan baik kepada seluruh anggota keluarga.

a. ya b. tidak c. sering

d. kadang-kadang e. hampir tidak pernah

9. Apakah anak Bapak/Ibu sering meminta pertolongan orang lain dalam melakukan pekerjaan rumahnya,

a. ya b. tidak c. sering

d. kadang-kadang e. hampir tidak pernah

10.Apakah cara anak Bapak/Ibu dalam berkomunikasi meniru salah satu anggota keluarga di rumah (ayah,ibu, kakak, adik, dan orang lain)

a. ya b. tidak c. sering

d. kadang-kadang e. hampir tidak pernah